Tulisan ini membahas peran penting kurikulum dan guru dalam pendidikan anti-korupsi di Indonesia. Kurikulum saat ini dinilai masih lemah dalam penanaman nilai-nilai anti-korupsi secara praktis. Guru perlu berinovasi dalam mengimplementasikan kurikulum tersebut dan menanamkan pemahaman anti-korupsi secara tidak langsung. Perbaikan kurikulum dan kualitas guru diperlukan untuk mencapai tujuan bebas korupsi
1. Terbit di Harian Singgalang (24 November 2017)
REFLEKSI HARI GURU NASIONAL (25 November 2017)
GURU DAN PENDIDIKAN ANTI KORUPSI
Oleh
SUPRIADI
Dosen IAIN Bukittinggi
Tulisan ini terinspirasi dari sebuah pertanyaan menggelitik dari seorang mahasiswa saat
diskusi perkuliahan Pengembangan Kurikulum berlangsung, pertanyaan itu adalah; akhir-akhir
ini berita di media massa dihebohkan dengan berita korupsi, mulai dari Operasi Tangkap Tangan
(OTT) beberapa pejabat eksekutif dari daerah hingga pusat, anggota legislatif dari daerah hingga
pusat, pengusaha dan yang lagi viral adalah kasus mega korupsi e-KTP yang menjerat ketua
DPR RI sebagai tersangka, padahal perbuatan kriminal tersebut dilakukan oleh orang-orang
berpendidikan tinggi, ada apa dengan kurikulum kita? Dimana letak kesalahan Pendidikan kita?
Dan bagaimana memperbaikinya?
Sekilas terdengar sebagai sebuah pertanyaan sederhana, namun memerlukan analisis
mendalam dari berbagai sudut pandang ilmu Pendidikan, bagaimana tidak? Penyakit korupsi
yang terjadi belakangan ini yang semakin mewabah, tentunya merupakan kausalitas dari proses
pendidikan yang panjang di Indonesia. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa umumnya pelaku
tindak pidana tersebut adalah orang berpendidikan, bahkan berpendidikan tinggi.
Korupsi dipandang sebagai penyakit masyarakat, perilaku tidak terpuji ini jelas dan
nyata merugikan keuangan negara dan bahkan hakikatnya merugikan rakyat secara keseluruhan,
berbagai hak yang mestinya diterima dan dimanfaatkan oleh rakyat untuk kemakmuran dan
kesejahteraan orang banyak, akhirnya dinikmati oleh pejabat negara yang korup.
Indonesia menyadari, semakin hari, semakin banyak kasus korupsi yang terbukti,
sehingga menuntut adanya kebijakan strategis untuk segera mengentaskan perilaku merugikan
tersebut dengan mendirikan sebuah lembaga yang akan mengikis habis tindak pidana korupsi ini
sampai ke akar-akarnya, maka pada tanggal 29 Desember 2002, pemerintah RI kemudian
mendirikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sampai saat ini KPK sudah menunjukan prestasi yang mengagumkan, di tengah dahaga
akan pemberantasan korupsi bangsa ini. KPK telah menjerat beberapa gubernur, pejabat
pemerintah, politisi, pimpinan partai politik, anggota legislatif sampai kepada pimpinan
organisasi kemasyarakatan sebagai tersangka kasus korupsi.
Terlepas dari kisah sukses KPK sebagai punggawa pemberantasan korupsi di Indonesia.
Sejak Era Reformasi banyak pihak menyebutkan, bahwa pangkal persoalan maraknya tindak
pidana korupsi di Indonesia, berawal pada ketidakberdayaan kurikulum menghasilkan lulusan
yang berperilaku anti korupsi.
Kurikulum yang berlaku di Indonesia dianggap tidak mampu membekali orang dengan
perilaku dan kepribadian terpuji, yang bakal membentengi dari godaan korupsi. Pembelajaran
lebih cendrung mengacu pada aspek teori, Afeksi lebih banyak dihafal, dicatat dan bahkan
diujikan dalam konteks pengetahuan, tanpa membarengi dengan aplikasi dalam kehidupan.
Pembelajaran afektif seperti; jujur, empati, kepribadian, loyalitas, attitude dan tanggung
jawab diajarkan dalam bentuk kognitif dan hafalan, begitu pula dalam evaluasinya, nilai-nilai
tersebut diujikan dalam bentuk pertanyaan yang membutuhkan jawaban tertulis, sehingga nilai-
2. nilai tersebut kering dari makna yang seharusnya menjadi kepribadian yang melekat erat bagi
lulusan pendidikan.
Berdasarkan hal tersebut, sejak Era Reformasi digulirkan sampai sekarang, sudah 3
jenis kurikulum berlaku di Indonesia, mulai dari KBK tahun 2004, Kurikulum KTSP tahun 2006
hingga Kurikulum 2013 yang berlangsung hingga saat ini. Ketiga kurikulum itu, masih terlihat
adanya praktek penerapan sisi sikap yang sama dari waktu ke waktu, meskipun bila dilihat dari
Kompetensi Inti dan Kompetensi Lulusan, Kurikulum 2013 telah berorientasi pada aspek afektif,
namun praktek pengajarannya masih cenrung relatif sama.
Sebagai contoh kesamaan penerapan kurikulum Indonesia tersebut adalah; saat
pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Pendidikan Kewarganegaan (KWN) (sebagai
dua mata pelajaran yang bermuatan KI1 dan KI2 yang strategis) berlangsung, penjelasan tentang
sifat terpuji seperti jujur, masih berlangsung secara normatif-kognitif, cendrung dihafal dan
diujikan menggunakan paper and pencil test, sehingga mengakibatkan sejumlah “warung
jujur” yang sempat popular dan digadang-gadang sebagai implikasi pendidikan anti korupsi di
sekolah, kemudian bangkrut, karena sikap jujur itu masih jauh dari harapan.
Langkah terbaik menyelesaikan sengkarut kasus korupsi di Indonesia adalah dengan
mengembalikan ke akar permasalahannya, yaitu kurikulum itu sendiri. Memperbaiki mutu
pendidikan haruslah berawal dari memperbaiki kurikulum, seperti yang dialami Amerika saat
bereaksi terhadap keberhasilan Soviet Union mengorbitkan Sputnik pada tahun 50-an, sehingga
membuat Amerika “kebakaran jenggot” dan mengumpulkan berbagai ahli interdisipliner untuk
merubah kurikulum dan sistem pendidikan Amerika. Al-hasil lebih kurang enam tahun kemudian
Amerika berhasil mengorbitkan Apollo ke Bulan.
Berkaca dari pengalaman Amerika saat perang dingin tersebut, agaknya patut diambil
pelajaran bahwa untuk merubah kualitas pendidikan, harus berawal dari melakukan pengkajian
dan pengembangan kurikulum, meskipun para pelaku korupsi hari ini bukanlah diakibatkan oleh
kurikulum yang berlaku saat ini, namun secara umum kurikulum yang berlaku saat ini masih
terlihat sama, dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya.
Faktor berikutnya yang mesti juga diperbaiki adalah kualitas guru, kualitas guru yang
dimaksud disini adalah kemampuan guru dalam menerapkan kurikulum, sebaik apapun
kurikulum, bila berada di tangan guru yang tidak kreatif dan professional, maka kurikulum yang
baik tersebut tidak akan berarti apa-apa.
Guru harus mampu berinovasi melaksanakan kurikulum anti korupsi, memahami
dengan baik mana aspek pengetahuan yang mesti diajarkan secara kognitif dan aspek afektif
yang harus dibiasakan dan diamati penerapannya dalam perilaku sehari-hari, guru mesti
menguasai berbagai strategi pembelajaran budi pekerti dan perilaku, sehingga pembelajaran itu
tidak cendrung normatif dan dapat dengan cepat termanifestasikan menjadi kepribadian yang
paripurna bagi siswa.
Di samping itu, guru juga harus memiliki wawasan anti korupsi, berkenaan dengan
pengertian, macam, dan hukuman yang dikenakan kepada para koruptor, sehingga guru dapat
menyelipkan pembahasan korupsi ke dalam proses pembelajarannya masing-masing sebagai
hidden curriculum. tidak perlu menambah jam pelajaran khusus, namun bila semua mata
pelajaran memiliki visi dan tanggung jawab yang sama dalam sikap anti korupsi, pastilah mata
rantai penyakit korupsi dapat diputus.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa peran aktif, keprofesionalan seorang guru
dan kurikulum yang bermutu, sangat dibutuhkan dalam memberikan kesadaran pendidikan anti
korupsi kepada siswa-siswanya, sehingga cita-cita INDONESIA BEBAS KORUPSI akan
segera terwujud, semoga !.
*) Supriadi, SAg, MPd adalah Dosen IAIN Bukittinggi.
~~~
3. Alamat: Jorong Sungai Cubadak, Kenagarian Tabek Panjang Kecamatan Baso
HP: 08116654151
Email: andragogi72@gmail.com
4. KLIPING PERS
Nama Media SINGGATANG.A-rz Thema
Hari Tanggal
Jumat, z4 November zorT
W, KOMENTAR re
(5 RabiulAwal 43gH)
Refleksi Hari
Guru Nasional
SUPRIADI
Tulisan ini terinspirasi dari sebuah
pertanyaan menggelitik dari se-
orang mahasiswa saat diskusi
perkuliahan Pengembangan Ku-
rikulum berlangsung, pertanyaan
itu adalah; akhir-akhir ini berita di
media massa dihebohkan dengan
berita korupsi, mulai dari Operasi
Tangkap Tangan (OTT) beberapa
pejabat eksekutif dari daerah
hingga pusat, anggota legislatif dari daerah hingga
pusat, pengusaha dan yang lagi viral adalah kasus
mega korupsi e-KTP yang menjerat ketua DpR RI
sebagai tersangka, padahal perbuatan kriminal
Bersambung ke hlm A-11
ReflgkSi .-. donesia, mulai dari KBK tahun 2004, ., autu*il*tr" t
".iffi,tersebur d,akukan oieh orang-orang ftrffifr5f,:Tffi flfl:.[lfff i:i:i-r:l?#tiH[1,,Hif*ji**:berpendidikan tinggi, ada apa dengan hingga saat ini. fetiga kurikuiurn ltu] p.oirr?orrit, maka* kurikulum yangkurikulum kita? Dimana teiak masih teriihat aclanya'praktek pene- fuir.1".tul"t tidak akan berarti apa-kesalahan pendidikan kita? Dan rapan sisi sikap yang sama dari waktu upu.
---
bagaimana memperbaikinya? ke waktu, ."*itlp"i bila diiihat dari Guru harus mampu berinovasiSekilas terdengar sebagai sebuah Kompetensi Inti dan Kompetensi melaksanakankurikulumantik;;d;,
pertanyaansederhana,namunmemer- Lulusan, Kurikulum 2013 teiah ber- memahami d;d;;;* ilu.r, urp.tlukananalisismendalamdariberbagai orientasi pada aspek afektif, narnun t;;;;t"h""h yang mesti diajarkansudut pandang ilmu Pendidikan, praktek pengalarannya rnasih cenrung ,r.u?u kognitif dan aspek afgklif- yangbagaimana.tidak? Penyakit korupsi relqtif sima. : :- -o
liruS alfi"sakan daLdiamati pene_yang ter.iadi helakangan ini yang -- s"!lSay,contph kesamaarl. pene- i;p;^y" d"lr; p;1ukrl.tu.i r,*oilsemakin mewabah, tentunya *.ru: rapan kurikuium luclonesii tersebut guru mlsu menguasai berbagai stra-pakan kausalitas dari proses pendi- adalah; saatpembelajaranPendidikan i"Jip"*l"rajaran budi pekerti dandikan yang paniang di Indonesia. Agama Islam (PAI) clan Pendldikan p"?iiffi-rrt,inggapembelajaranitutidak
Karena tidak bisa dipungkiri bahrva Kewarganegaan (KWN) (sebagai dua ;il;".; normatif dan dapat denganumumnya pelaku tindak pidana terse- mata p-elaiaran yang bermuatan KI1 cepat terLanifestaslkan menjadi kepri-but adalah ora,ng berpendicllkan, dan fiZ yhng stiat;gis) berlangsung, badianyangparipurnabagisiswa.
bahkan berpendidikan
linggi. penielasan.t#tu.rg s##turpuli Jeperii Di slmping itu, guru juga harusKorupsidipandangsebagaipenyakit juiur, masih berlairgsung ,".r.u .o.- memiliki wawasan anti korupsi, ber-masyarakat, perilaku tidak terpuii ini rratif-kognitif, cend"runi dihafal dan r.""uu.r-a".rgan pengertian, macam,jeias dan nyata merugikan keuaiigan diujikan ilenggunaka; p;p;. and pen- dan hukuman yang dikenakan kepadanegara dan bahkan hakikatnya meru- cil test, sehlngga meng'akibatkan p;;; f;;"ptor, sehingga guru clapargikan rakyat secara kescluruhan, sejumlah. *u1",if ;r;u. y?"g sempat menyelipkan pembahasan korupsi keberbagai hak yang mestinya diterima popular dan diga[an* t"ir"rr* sebagai auu- pior", pembelajarannya masing-dan dimanfaatkan oleh rakyat untuk imptit<asi p."aiaitun inti tirupsi"ai ;;;ilg:;"g"i hiddeu curric,Ium.kemakmuran dan keseiahte.ian ora,rg sekoiah, kemudian bangkrut, karena iii?["p".ru menambah jam pela-banyak, akhirnya dinlkmatl oleh sikap jujur itu masih 1ailh dari hara- jaran khusus, namun bila semua matapejabat negara yang korup' pan. pelalaran memiliki visi dan tanggungIndonesia menyadari, semakin hari, jawabyangsamadalamsikap antikorupsi,semakin banyak kasus korupsi-yang pastilih inata rantai penyakitterbukti, sehingga menuntut adinyi korupsidapatdiputus.
kebijakan strategis untuk ,"geiu
;:'"*uo'.i' i:H:"'i,: fII#;'*T I1 il co I I ected Bv su p riad i, s.Ag., M. pd
lembaga yang akan mengikis habis
tindak pidana korupsi ini sampai ke
akar-akarnya, maka pada tanggal 29
Desember 2002, pemerintah Rt icemu-
dian mendirikan Komisi pemberan-
tasan Korupsi (KpK).
5. KTIPING PERS
Nama Media Thema
Hari Tanggal
--IampEi
saafini KPK sudah menun-
jukan prestasi yang mengagumkan, di
tengah dahaga akan pemberantasan
korupsi bangsa ini. KPK telah menierat
beberapa gubernur, pejabat peme-
rintah, politisi, pimpinan partai politik,
anggota legislatif sampai kepada
pimpinan organisasi kemasyarakatan
sebagai tersangka kasus korupsi.
Terlepas dari kisah sukses KPK
sebagai punggawa pemberantasan
korupsi di Indonesia. Sejak Era Refor-
masi banyak pihak menyebutkan,
bahwa pangkal persoalan maraknya
tindak pidana korupsi di Indonesia,
berawal pada ketidakberdayaan kuri-
kulum menghasilkan lulusan yang
berperilaku anti korupsi.
Kurikulum yang berlaku di Indone-
sia dianggap tidak mampu membekali
orang dengan perilaku dan kepri-
badian terpuji, yang bakal memben-
tengi dari godaan korupsi. Pembe-
Iajaran lebih cendrung mengacu pada
aspek teori, Afeksi lebih banyak
dihafal, dicatat dan bahkan diujikan
dalam konteks pengetahuan, tanpa
membarengi dengan aplikasi dalam
kehidupan.
Pembelajaran afektif seperti; jujur,
empati, kepribadian, ioyalitas, attitude
dan tanggungjawab diajarkan dalam
bentuk kognitif dan hafalan, begitu
pula dalam evaluasinya, nilai-nilai
tersebut diujikan dalam bentuk per-
tanyaan yang membutuhkan jawaban
tertulis, sehingga nilai-nilai tersebut
kering dari makna yang seharusnya
menjadi kepribadian yang melekat erat
bagi iulusan pendidikan.
Berdasarkan hal tersebut, sejak Era
Reformasi diguiirkan sampai sekarang,
sudah 3 ieni.s kurikulum berlaku di In-
---..-'-Langkah terbaik menyetesaikan
sengkarut kasus korupsi di Indonesia
adalah dengan mengembaiikan ke akar
permasalahannya. yaitu kurikulum itu
sendiri. Memperbaiki mutu pendidikan
haruslah berawal dari memperbaiki
kurikuium, seperti yang dialami Ame-
rika saat bereaksi terhadap keber-
hasilan Soviet Union mengorbitkan
Sputnik pada 1950-an, sehingga mem-
buat Amerika kebakaran jenggot dan
mengumpulkan berbagai ahli inter-
digipliner untuk mengubah kurikulum
dan sistem pendidikan Amerika. AI-ha-
sil lebih kurang enam tahun kemudian .
Amerika
berhasil meng-
orbitkan Apollo
ke Bulan. '
Berkaca dari
pengalaman
Amerika saat pe-
rang dingin ter-
sebut, agaknya
patut diambil pe-
Iajaran bahwa
untuk merubah
kualitas pendi-
dikan, harus be-
rawal dari meia-
kukan pengka-
jian dan pengem
bangan kuriku-
lum, meskipun
para pelaku ko-
rupsi hari ini bu-
kanlah diakibat-
kan oleh kuriku-
lum yang berlaku
saat ini, namun
secara umum lqrri-
kr-dum yang berla-
ku saat ini masih
terlihat sama, di-
banding kan de-
ngan kuri kulum
sebeiumnya.
Faktor beri-
kutnya yang mes
tijuga diperbaiki
adalah kualitas
guru, kualitas gu
ru yang dimak-
sud disini adalah
kemampuan gu-
--Dengen demklan, Eapat di-
simpulkan bahwa peran aktif,
keprofesionalan seorang guru
dan kurikulurn yang bermutu,
sangat dibutuhkan dalam mem-
berikan kesadaran pendidikan
anti korupsi kepada siswa-sis-
wanya, sehingga cita-cita INDO-
NESIA BEBAS KORUPSI akan
segera terwujud, semoga !.
*) Supriadi, SAg, MPd adalah
Dosen IAIN Bukittinggi
Collected By Supriadi, S.Ag., M.pd