Artikel yang Berjudul :"Wisuda & Kompetensi Lulusan" merupakan artikel yang diterbitkan oleh Harian Haluan Sumatera Barat tanggal 16 Desember 2019 seiring dengan pelaksanaan Wisuda Angkatan XVII Penulis sebagai Doktor Ilmu Pendidikan di Universitas Negeri Padang (UNP)
1. WISUDA & MUTU LULUSAN
Dr. Supriadi, M.Pd
(Wisudawan S3 UNP, Des 2019, Yudisium: Dengan Pujian)
“Sebuah kenyataan yang mengejutkan, ketika data konkrit tentang meningkatnya angka
pengangguran dari kalangan lulusan akademi dan universitas di Indonesia dilansir oleh Biro
Pusat Statistik (BPS), pada awal 2019 yang lalu. Angka pengangguran dengan pendidikan tinggi
meningkat sementara pengangguran berpendidikan SD, SLTP, SLTA dan SMK justru menurun”.
Wisuda menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan peresmian atau pelantikan
sarjana yang dilakukan dengan upacara khidmat. Para sarjana yang baru lulus menghadiri
upacara tersebut bersama orang tua dan keluarga mereka dan dihadiri oleh seluruh pimpinan,
dosen dan tenaga pendidikan di lembaga tersebut.
Tiap tahun 4600 lebih kampus yang ada di Indonesia, melaksanakan wisuda hingga dua
atau tiga kali. Setiap wisuda, meluluskan ratusan hingga ribuan wisudawan. Dapat dibayangkan
berapa alumni yang lahir setiap tahunnya dari rahim perguruan tinggi yang sebanyak itu.
Pertanyaan yang muncul adalah; kenapa angka penggangguran dari lulusan akademi dan
universitas bisa menjadi meningkat? Data yang dirilis oleh Biro Pusat Statistik (BPS) pada
Februari 2019 yang lalu, menyebutkan bahwa angka pengangguran dengan pendidikan SD,
SLTP, SLTA dan SMK di Indonesia mengalami penurunan, akan tetapi sesuatu yang
mengejutkan adalah, jumlah pengangguran lulusan akademi dan universitas justru semakin
meningkat.
Di satu sisi, tentunya ini sebuah hal yang perlu dikritisi oleh berbagai pihak, tentang
penyebab mengapa hal ini terjadi, mulai dari sisi kualitas mahasiswa sebagai input/intake, proses
pembentukan yang terjadi di perguruan tinggi atau ada yang kekeliruan dalam sistem pendidikan
Tinggi di Indonesia.
Problema Input
Umumnya perguruan tinggi di Indonesia, telah menjadikan kuantiti mahasiswa sebagai
target utama, kampus-kampus berpacu menggaet mahasiswa dalam jumlah besar, sehingga
terkadang lebih sering terlihat proses penjaringan ketimbang penyaringan dalam mendapatkan
mahasiswa. Sehingga praktek “tangguak rapek” tak dapat dielakkan untuk mendapatkan
mahasiswa dalam jumlah besar, meskipun satu sisi mengabaikan kualitas calon mahasiswa
tersebut.
Kondisi seperti ini mengakibatkan calon mahasiswa yang masuk ke perguruan tinggi,
bukanlah input berkualitas, bukan pula calon mahasiswa yang punya minat dan bakat kuat pada
program studi yang dipilih, dan bahkan ada di antara mahasiswa yang memilih suatu program
studi akibat “kecelakaan” karena pengaruh teman, tidak tahu orientasi program studi yang dipilih
dan tanpa berdasarkan minat pada prodi tersebut.
2. Hal ini semakin tampak parah, karena sistem pendidikan dasar dan menengah di Indonesia,
tidak memberikan ruang pengembangan bakat sejak dini. Generasi yang lahir tahun 60-an, pasti
merasakan keberadaan Sekolah Teknik (ST) sebagai lembaga kejuruan tingkat SLTP di bidang
teknik, lulusannya akan memiliki pengetahuan dasar teknik, kemudian melanjutkan ke Sekolah
Teknologi Menengah (STM) dan kemudian akan melanjutkan ke Fakultas Teknik (FT), tentunya
tugas Fakultas Teknik akan ringan, karena mendidik lulusan yang memang sudah terdidik.
Lulusan SD yang berminat pada ekonomi, melanjutkan ke Sekolah Menengah Ekonomi
Pertama (SMEP), kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEA),
dengan pemahaman yang mulai kompleks tentang ekonomi, kemudian melanjutkan ke Fakultas
Ekonomi (FE) maka Fakultas Ekonomi tinggal menindaklanjuti intake yang sudah terbentuk
sejak awal. Dalam bidang pertanianpun begitu, lulusan SD melanjutkan ke Sekolah Pertanian
Pertama (SPP), kemudian melanjutan ke Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA), lulusannya
akan mengorientasikan diri secara spesifik ke Fakultas Pertanian (FP). Dan banyak lagi bidang-
bidang lain yang memiliki sekolah kejuruan sejak SLTP pada saat itu.
Kondisi seperti di atas, akan memberikan orientasi yang jelas bagi pengembangan minat
siswa, pemahaman yang konfrehensif dan spesialisasi pengetahuan. Siswa lebih memiliki
orientasi yang jelas sejak dini dan pada akhirnya akan bermuara pada mutu lulusan SLTA yang
berkualitas, profesional dan spesialis, untuk kemudian menjadi input yang berkualitas bagi
perguruan tinggi yang diminatinya.
Tapi itu dulu, sekarang tidak lagi ditemukan sekolah kejuruan pada tingkat SLTP, kecuali
MTs. Hari ini pendidikan SLTP berjalan secara umum bahkan hingga SMA, kalaupun kejuruan
itu masih ada, maka itu pada tingkat SLTA yang kita kenal dengan SMK. Ini menjadi tantangan
berat bagi perguruan tinggi dalam menjalankan proses pendidikannya, sekaligus juga menjadi
beban berat bagi mahasiswa yang menekuni program studi yang sama sekali asing baginya.
Problematika Dunia Kerja
Lokomotif abad 21 sepanjang perjalanannya, membawa serta gerbong Revolusi Industri
4.0 yang digaungkan oleh Prof. Klaus Schwab awal tahun 2017, telah memberikan tantangan
tersendiri bagi pencari kerja. Trend hari ini menuntut kompetensi lebih dari pencari kerja, bukan
hanya sekedar pengetahuan teoritis semata, akan tetapi menuntut berbagai keterampilan praktis,
yang cendrung tidak tersaji secara spesifik dalam kuliah tatap muka di perguruan tinggi.
Dunia kerja hari ini tidak terlalu mementingkan IPK dan Yudisium yang tertera indah di
transkrip nilai, lebih dari itu, kemampuan komunikasi, kepiawaian presentasi, keterampilan
memimpin dan manajerial, kreatifitas berfikir-bertindak, dan penguasaan bahasa asing, agaknya
menjadi barometer lain yang menjadi hidden score untuk menerima seorang karyawan baru.
Di samping itu jumlah pencari kerja dari kalangan sarjana yang semakin besar,
memungkinkan lembaga penerima karyawan baru untuk bebas memilih yang terbaik, sehingga
pencari kerja dengan life skill minim akan terseleksi secara alami, untuk kemudian memunculkan
kekecewaan dan akhirnya memilih pekerjaan apa saja meskipun harus menggantungkan ijazah
tinggi-tinggi.
Pekerjaan-pekerjaan alternatif yang dominan dipilih oleh sarjana tipe ini adalah berjualan
online atau menjadi driver Ojol. Pekerjaan ini dianggap “menyelamatkan” para sarjana yang
gagal dalam persaingan ketat itu.
Mengutamakan Kualitas
Berdasarkan pembahasan di atas, maka mahasiswa abad ini, adalah mahasiswa yang penuh
tantangan, oleh sebab itu, dituntut kemauan yang keras bagi mahasiswa untuk belajar dengan
sungguh-sungguh, terlibat dengan berbagai aktivitas konstruktif, baik dalam kampus maupun di
3. luar kampus, banyak-banyak mempelajari berbagai keterampilan hidup (life skill), belajar
keterampilan bahasa asing. Jangan menjadi mahasiswa 4K atau mahasiswa yang disibukkan
dengan Kuliah, Kafe, Kos dan Kampung saja. Pandai-pandai bergaul, hindari pergaulan bebas,
narkoba, radikalisme, terorisme dan LGBT. Jadilah mahasiswa berkualitas, karena pada saatnya
nanti akan menjadi sarjana yang berkualitas pula dan pada gilirannya akan menjadi aktor
pembangunan bangsa masa depan, bukan justru menjadi menambah beban negara. Semoga!
Sumber: www.katadata.co.id
4. KLIPING PERS
SENIN, 16 DESEMBER 2019 i
1B RabiulAkhir 1441 H
Wisudadan
"SEBUAH kenyataan y&ng
niengeiutkan, ketika data
}<onkrit tentang
meningkatnya angka
penganggr.rran riari kalangan
lulusan akaderni dan univer-
sitas di Incloiresia ciilansir
nleh liiro Fusat titatistik
(BPS), par'ln arv;rl aotg,vaitg
lalu. Angka pensangsuran
dengan pendidihan tinggi
nreni rigkat sernentara
pengangguran
herpen<li<iikiln Sf), SLTI),
St.T,{ dan SMK justrtr
fftenltriln"" .
san
|fi
ts
i*
.s
,$
:$
Okl'
DR. SUPRIADI, M.PD
(WISUDAWAN 53 UNP, DES 2019
YUDISIUM: DENGAN PUJIAN)
Wisuda menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia merupakan peres-
mian atau pelantikan sarjana yang
dilakukan dengan upacara khidmat.
Para sarjana yang baru lulus menghadiri
upacara tersebut bersama orang tua dan
keluarga mereka dan dihadiri oleh
seluruh pimpinan, dosen dan tenaga
pendidikan di lembaga tersebut.
Tiap tahun 4600lebih kampus yang
ada di Indonesia, melakshnakan wisuda
hingga dua atau tiga kali. Setiap
wisuda, meluluskan ratusan hingga
ribuan wisudawan. Dapat dibayangkan
berapa alumni yang lahir setiap tahun-
5. hgruar Ea rrrEl c[a uall uutaurr r uloil
seluruh pimpinan, dosen dan tenaga
pendidikan di lembaga tersebut.
Tiap tahun 4600lebih kampus yang
ada di Indonesia, melakshnakan wisuda
hingga dua atau tiga kali. Setiap
wisuda. meluluskan ratusan hingga
ribuan wisudawan. Dapat dibayangkan
berapa alumni yang lahir setiap tahun-
nya dari rahim perguruan tinggi yang
sebanyak itu, :
Pertanyaan y4ng muncul adalah;
kenapa angka penggangguran dari
lulusan akademi dan universitas bisa
nrenjadi meningkat? Data yang dirilis
oleh Biro Pusat Statistik (BPS) pada
Fbbruari 2019 yang lalu, menyebutkan
bahwa angka pengangguran dengan
pendidikan SD. SLTP. SLTA dan SMK di
Indonesia mengalami penurunan, akan
tetapi sesuatu yiurg mengeju&an adalatr.
jumlah pmgangguran luluvan akaderni dan
univesitas justu semakin maringkat.
Di satu sisi, tentunya ini sebuah hal
yang perlu dikritisi olch berbagai pihak,
tentang penyebab mengapa hal ini
terjadi, nrulai dari sisi kualitas maha-
siswa sebagai input/intake, proses
penrbentukan yang terjadi di perguruan
tinggi atau ada yang kekeliruan dalarn
sistem pendidikan Tinggi di Indonesia.
Problema Input
Umumnya perguruan tinggi di
Indonesia, telah menjadikan kuantiti
mahasiswa sebagai target utama. kam-
pus-kampus berpacu menggaet maha-
siswa dalam jumlah besar, sehingga
terkadang lebih sering terlihat proses
penjaringan ketimbang penyaringan
dalam mendapatkan r,nahasiswa. Se-
hingga praktek "tangguak rapek" tak
dapat dielakkan untuk mendapatkan
mahasiswa dalam jumlah besar, meski-
pun satu sisi mengabaikan kualitas
calon mahasiswa tersebut.
Kondisi seperti ini mengakibatkan
calon mahasiswa yang masuk ke pergu-
ruan tinggi, bukanlah input berkualitas,
bukan pula calon maha,siswa yang punya
nrinat dzur bakat kuat pada program studi
yang dipilih, rlan bahkan ada di antara
mahasiswa yang memillh suafu program
studi akibat "kecelakaan" karena penga-
ruh teman, tidak tahu orientasi program
studi yang drpilih dan tanpa berdasarkan
minat pada prodi tersebut.
Hal ini semakin tampak parah,
karena sistem pendidikan dasar dan
menengah di Indonesia, tidak mem-
berikan ruang pengembangan bakat
sejak dini. Generasi yang lahir tahun
60-an, pasti merasakan keberadaan
Sekolah Teknik (ST) sebagai lembaga
kejuruar tingkat SLTP-di bidang
teknik, lulusannya akan memiliki
pengetahuan dasar teknik, kemudian
melanjutkan ke Sekolah Teknologi
Menengal, (STM) dan kemudian akan
melanjutkan ke Fakultas Teknik (FT),
tentunya tugas Fakultas Teknik akan
ringan, karena mendidik rulusan yang
memang sudah terdidik.
Lulusan SD yang berminat pada
ekonomi. melanjutkan ke Sekolah
Menengah Ekonomi Pertama (SMEP),
kemudian melanjutkan ke Sekolah
Menengah Ekonomi Pertama (SMEA),
derrgan pemahaman yang mulai kom-
pleks tentang ekonomi, kemudian
melanjutkan ke Fakultas Ekonomi (FE)
maka Fakultas Ekonomi tinggal menin-
daklanjuti intake yarrg sudah terbentuk
sejak awal. Dalam bidang pertanianpun
begitu, lulusan SD melaniutkan ke
Sekolah Pertanian Pertama (SPP),
kemudian melanjutan ke Sekolah
Pertanian Menengah Atas (SPMA).
lulusannya akan mengorientasikan diri
secara spesifik ke Fakultas Pertanian
(FP). Dan banyak lagi bidang-bidang
lain yang rnemiliki sekolah kejuruan
sejak SLTP pada saat itu,
Kondisi seperti di atas, akatl mem-
berikan orientasi yang jelas bagi
pengembangan minat siswa, pemaha-
man yang konfreheflsif ddn spesialisasi
pengetahuan, Siswa lebih memiliki
orientasi yangjelas sejak dini dan pada
akhirnya akan bermuara pada mutu
lulusan SLTA yang berkualitas, profe-
sional dan spesialis, untuk kemudian
menjadi input yang berkualitas bagi
perguruan tinggi yang diminatinya.
Tapi itu dulu, sekarang tidak lagi
'diternukan sekolah kejuruan pada
tingkat SLTP, kecuali lvlTs. Haii ini
pendidikan SLTP berjalan secara umum
bahkan hingga SMA, kalaupun keju-
ruan itu masih ada, maka itu pada
tingkat SLTA yang kita kenal dengan
SMK. Ini meniadi tantangan berat bagi
perguruan tinggi dalam menjalankan
proses pendidikannya, sekaligus juga
menjadi beban beral bagi mahasiswa
yang menekuni program studi yang
sama sekali asing baginya.
Problernatika Dunia Kerja
Lokomotif abad 2l sepanjang perja-
lanannya, membawa serta gerbong Re-
volusi Industri 4.0 yang digaungkan oleh
kof. Klaus Schwab awal tahun 2017,te'
lah memberikan tantangan tersendiri
bagi pencari kerja. Trend hari ini me-
nunft.lt kompetensi lebih dari poncar-i ker-
ja, bukan hanya sekedar pengeiahuan
teoritis semata,, akan tetapi menuntut ber-
bagai keterampilan praktis, yang cen-
drung tidak tersaji secara spesifik dalarn
kuliah tatap muka di perguruan tinggi.
Dunia kerja hari ini tidak terlalu
mementingkan IPK dart Yudisium yang
tertera indah di transkrip nilai, lebih dari
itu, kemampuan komunikasi, kepiawaian
presentasi, keterampilan memimpin dan
manajerial. kreati fitas berfikir-bertin-
dak, dan penguasaan bahasa asing.
agaknya menjadi barometer lain yang
menjadi hidden score untuk menerima
seorang karyawan baru,
Di samping itu jumlah pencari kerja
dari kalangan sarjana yang semakin besar,
memungkinkan lembaga penerima
kalyawaq baru untuk bebas memilih yang
terbaik" sehingga pencari kerja dengan
life skill minim akan terseleksi secara
alami, untuk kemudian memunculkan
kekecewaan dan akhirnya memilih
pekerjaan apa saja meskipun harus
menggantungkan ijazah tinggi-tinggi.
Pekerjaan-pekerjaan alternatif yang
dominan dipilih oleh sarjana tipe ini
adalah berjualan online atau menjadi
driver Ojol. Pekerjaan ini dianggap
"menyelamatkan" para sarjana yang
gagal dalam persaingan ketat itu.
Mengutamakan Kualitas
Berdasarkan pembahasan di atas,
maka mahasiswa abad ini, adalah maha-
siswa yang penuh tantangan, oleh sebab
itu, dituntut kemauan yang keras bagi
mahasiswa untuk belajar dengan sung-
guh-sungguh, terlibat dengan berbagai
aktivitas konstruktif, baik datram kampus
maupun di luar kampus, banyak-banyak
mempelajari berbagai keterampilan
hidup (Jife skill); belalar keterampilan
batnsa asing. Jangan menjadi mahasiswa
4K atau mahasiswayarydisibukkan dagan
Kriliat1 Kafe, K6 Oan farpmg saja. kdai
pandai bergaul, hindari pergaulan bebas,
narkoba radikalisne terorisme dan l,GBf
Jadilah matrasisua berkualitas, lercna pada
saatnya nanti akan menjadi sarjana 1ang
betkualitrs pula dan pada gilirdnnya alert
menjadi aktor penfiangunan bangsa masa
depan, bukan jusfiu menjadi menambah
be,ban negara. Semog4!