Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Sepuluh Ciri Pesantren Masa Depan
1. 1
SEPULUH CIRI PESANTREN MASA DEPAN
Dr. Supriadi, S.Ag., M.Pd
(Dosen IAIN Bukittinggi)
Pondok pesantren merupakan institusi pendidikan Islam tertua di Indonesia, muncul sekitar tahun
1596, bahkan menurut catatan Federspiel cikal pesantren telah ada menjelang abad XII, dipelopori oleh
wali, kiyai atau syeh berpendidikan Timur Tengah yang memiliki kelompok-kelompok halaqah dan
jamaah. Pondok pesantren terus hidup dan berkembang kala itu, dengan metode dan tempat yang
sangat sederhana, sistem halaqah dengan duduk melingkar pada guru, sambil membahas kitab-kitab
klasik, berlangsung di bangunan-bangunan seadanya, beratapkan rumbia dan beralasakan tanah,
lazimnya dilaksanakan di langgar, surau atau mesjid yang juga sangat sederhana.
Pada masa pra kemerdekaan, peran pondok pesantren tidaklah sedikit dalam perjuangan
kemerdekaan RI, santri pondok pesantren ikut andil di garda depan memperjuangkan kemerdekaan.
Hingga awal kemerdekaan, lulusan pesantren kerap memberikan sumbangsih untuk kemajuan negeri ini.
Perkembangan pondok pesantren kian meningkat, ditandai dengan mulai memiliki gedung sendiri,
dengan kelas-kelas yang terpisah (klasikal), penataan sistem pendidikan, penyempurnaan kurikulum,
hingga menciptakan berbagai kegiatan ekstrakurikuler dan keasramaan, meskipun tradisi-tradisi luhur
pesantren tetap tidak berubah.
Seiring dengan perkembangan zaman, pondok pesantren terus “mencuri” perhatian pemerintah.
Geliat itu semakin terasa ketika pesantren disebut jelas dalam Undang-undang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas) nomor 20 tahun 2003. Angin segar bagi dunia pesantren bahwa eksistensi mereka
semakin diakui, terakhir ditetapkannya tanggal 22 Oktober oleh Presiden Jokowi sejak tahun 2015
sebagai hari santri, semakin memperkokoh eksistensi pondok pesantren di negeri ini.
Saat ini berbagai pondok pesantren dengan aneka corak, tumbuh bak jamur di musim hujan,
masing-masing mengusung jargon keunggulan melalui program-program strategis mereka. Hal ini
dilakukan untuk membuat daya tarik bagi orang tua calon santri untuk mempercayakan pendidikan anak
mereka di pondok pesantren dimaksud. Pondok pesantren yang mengusung isu modern justru semakin
diminati, modern pengelolaan, modern kurikulum dan modern dalam standar mutu digadang-gadang
menjadi nilai jual tersendiri, meskipun dengan biaya tinggi, yang dinilai mahal dan tak terjangkau oleh
kalangan bawah, namun pesantren modern seperti ini tetap banjir peminat, bahkan setiap seleksi selalu
menyisakan lebih dari separoh pelamar.
Pertanyaan yang muncul berkenaan dengan judul tulisan di atas adalah; apa yang dimaksud
dengan pesantren masa depan itu? apakah pondok pesantren modern tersebut lah yang disebut
sebagai pesantren masa depan? Atau apakah pesantren tradisional tidak dapat disebut pesantren masa
depan?
Sebuah pemahaman yang perlu diluruskan bila kata modern diidentikkan dengan masa depan.
Kata masa depan lebih menyingkronkan kondisi apapun dalam lembaga terhadap perubahan (change)
yang terjadi, sehingga di masa depan, apa yang dimaksud dengan modern hari ini, bisa jadi tidak lagi
dianggap modern, akan tetapi apa yang dikelola dengan baik hari ini dengan visioner jauh ke masa
depan, dapat saja bertahan (resisten) terhadap berbagai perubahan (change) di masa depan. Sehingga
pesantren masa depan yang dimaksud di judul ini mengandung makna, pesantren yang dikelola dengan
2. 2
apik akan menjadi pesantren masa depan dan akan terus bertumbuh dan berkembang ke masa depan
tidak peduli labelnya modern atau tradisional. Adapun ciri-ciri pesantren masa depan itu dapat dingkap
sebagai berikut:
Pertama, dikelola dengan sistem manajerial, struktur organisasi, tata kerja, manajemen
keuangan, kepemimpinan, komunikasi dan tata kelola yang baik, teratur dan kredibel adalah
modal utama dari sebuah pesantren. Good pesantren governance dan clean pesantren
government perlu menjadi prioritas pesantren. Pesantren harus dikelola secara profesional dan
oleh orang-orang profesional. Kepemimpinan monarki herediter (turun temurun) di kebanyakan
pesantren, bila tidak dilandasi dengan profesionalitas, justru akan menjadi biang kemunduran
bahkan keruntuhan pesantren.
Kedua, membangun networking dengan pesantren tetangga, pesantren sekitar bukanlah
pesaing yang harus dicurigai, namun mitra yang bisa saling memanfaatkan, membangun
komunikasi intens berkenaan dengan pengembangan lembaga, peluang investor muslim dalam
dan luar negeri, peluang pendidikan lanjut ke luar negeri, hingga kerjasama dalam peningkatan
kualitas guru dapat dilaksanakan bersama. Harmonisasi hubungan antar pesantren dengan
membangun sebuah jaringan komunikasi luar biasa yang berdampak bagi pengembangan
lembaga di masa datang, hanya saja egosentris masing-masing pesantren membutakan mata
hati, bahwa kekuatan bersama itu adalah kekuatan paling kuat di dunia.
Ketiga, mampu merubah mainset dari pendidikan keagamaan saja, kesadaran bahwa ilmu
pengatahuan itu tanpa dikotomi di kalangan pesantren harus dibangun, betapa banyak bapak
pendiri disiplin ilmu pengetahuan dan teknologi itu adalah ilmuan muslim. Tradisi keilmuan itu
hilang seiring siasat pendikotomian ilmu itu berhasil dilancarkan oleh Barat. Jadilah hari ini
pesantren sibuk memikirkan urusan ibadah mahdah semata dan betul-betul meninggalkan
urusan sains dan teknologi, sementara teknologi yang dasarnya diletakkan oleh ilmuan Islam,
kini menjadi milik ilmuan-ilmuan non muslim.
Keempat, mampu mengkombinasikan teknologi ke dalam pesantren, pesantren tidak
boleh alergi terhadap sains dan teknologi. Banyak pesantren telah berevolusi dari pesantren
yang identik dengan tingkat Tsanawiyah atau Aliyah, berubah menjadi berbasis SMP dan SMU,
dan keberadaan SMK dengan berbagai jurusan terapan yang ada dilamnya, patut menjadi
pertimbangan pengelola pesantreen di Sumatera Barat. SMK plus pesantren bukanlah hal yang
tabu. Perpaduan Imtaq dan Iptek seperti digaungkan oleh BJ Habibie akan melahirkan generasi
berotak Jerman dan berhati Makkahakan lahir dari rahim pondok pesantren.
Kelima, tidak lagi berkutat pada jenjang SLTP dan SLTA, namun integral dalam setiap
jenjang pendidikan, termasuk perguruan tinggi. Pengembangan perguruan tinggi kejuruan amat
diharapkan bersinergi ke dalam pesantren, sehingga diharapkan silsilah keilmuan pesantren
dapat terjaga hingga pendidikan tinggi, meskipun perguruan tinggi lanjutannya adalah
perguruan tinggi kejuruan yang lebih umum. Kebijakan Kementrian Agama dengan program
ma’had aly dan program Kemenristek Dikti dengan program Akademi Komunitas Berbasis
Pesantren (AKBP) agaknya menjadi bentuk “perkawinan” perguruan tinggi ke dalam pesantren.
Hanya saja untuk AKBP, setelah peleburan kembali Kemenristek Dikti ke dalam Kemendikbud
program ini dikhawatirkan akan ditiadakan kembali.
Keenam, memiliki asrama dan sejumlah kegiatan terencana dan terkoordinir di dalamnya.
Asrama ibarat dua sisi mata pisau yang bila dikelola dengan baik, akan menjadi sarana paling
hebat membentuk watak, karakter, pengetahuan dan keterampilan santri, pendidikan twenty
3. 3
four hours education adalah pola istimewa pesantren dalam mendidik santrinya (azyumardi
Azra, 2018) yang tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan lain, namun bila tidak terkelola dengan
baik, justru asrama akan berubah kontra produktif dan menjadi ajang belajar/berbuat yang
tidak pantas bagi santri pesantren, berbagai kejahatan dan kenakalan santri akan lahir dari
asrama dengan pengelolaan buruk.
Ketujuh, memiliki unit usaha strategis yang bernilai ekonomis. Ia dapat saja memiliki
usaha peternakan, pertanian, perikanan, toserba, lembaga keuangan syariah, kelompok
bimbingan haji, tour & travel, bahkan hotel sekalipun yang menjadi sumber ekonomi pesantren,
pesantren akan menjadi makmur, mampu membangun berbagai sarana prasarana,
mensejahteraan guru dan karyawannya, peningkatan kualitas guru, beasiswa guru dan santri,
bahkan mampu memberikan pendidikan gratis. Pada kondisi ini pesantren tidak hanya
mengharapkan sumber penghasilan dari SPP santri dan bantuan donatur yang terkadang devisit
setiap tahunnya dan terkesan selalu menjadikan pesantren menjadi ‘tangan di bawah”.
Kedelapan, mampu memainkan peran serta di masyarakat, Pesantren bukanlah menara
gading dengan pagar tinggi berkawat duri di tengah-tengah masyarakat, sinergisitas pesantren
dengan masyarakat harus terus dirawat. kemampuan maintanance islamic tradition
(azyumardi, 2018) agaknya harus menjadi warna dalam derap langkah pesantren, pesantren
dan masyarakat sekitar tidak boleh terpisah dan harus memiliki hubungan yang saling
menguntungkan antara kedua belah pihak.
Kesembilan, sosok kharismatik dan keulamaan pemimpin pesantren justru menjadi daya
tarik tersendiri bagi kemajuan sebuah pesantren, pemimpin pesantren akan menjadi buah bibir
dan maghnet kuat yang akan menarik kepercayaan publik untuk menyerahkan anak mereka
pada pesantren tersebut.
Kesepuluh, menghasilkan lulusan yang mampu memenangkan persaingan global.
Persaingan global tersebut tidak akan dapat dimenangkan bila tidak dibarengi dengan
penguasaan bahasa asing. Bahasa asing adalah kunci awal alumni pesantren untuk dapat masuk
dan ikut dalam percaturan global yang penuh tantangan, baik dalam melanjutkan pendidikan
maupun mencari pekerjaan.
Semoga kesepuluh ciri ini menjadi bahan diskusi pesantren-pesantren di Sumatera Barat
untuk berbenah dan meningkatkan mutu agar tetap eksis di masa depan. Akhirnya semua ada
di tangan pimpinan pesantren untuk memilih antara move back, hold on atau move on.
4. Redaktur: Rakhmatul Akbar Layouter: Yohaneswww.harianhaluan.com
5OPINIOPINI KAMIS, 12 MARET 2020
17 Rajab 1441 H
+ Densus Ringkus Terduga
Teroris di Payakumbuh
- Ayo laporkan gerak gerik
mencurigakan di sekitar
+ Pasien Corona Sudah 37,
Satu Meninggal Dunia
- Semua milik Allah, dan akan
kembali pada Allah
Sepuluh Ciri Pesantren
Masa Depanjelas dalam Undang-undang
Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas) nomor 20 tahun
2003. Angin segar bagi dunia
pesantren bahwa eksistensi
mereka semakin diakui, ter-
akhir ditetapkannya tanggal 22
Oktober oleh Presiden Jokowi
sejak tahun 2015 sebagai hari
santri, semakin memperkokoh
eksistensi pondok pesantren di
negeri ini.
Saat ini berbagai pondok
pesantren dengan aneka corak,
tumbuh bak jamur di musim
hujan, masing-masing meng-
usung jargon keunggulan me-
lalui program-program strategis
mereka. Hal ini dilakukan
untuk membuat daya tarik bagi
orang tua calon santri untuk
mempercayakan pendidikan
anak mereka di pondok pe-
santren dimaksud. Pondok
pesantren yang mengusung isu
modern justru semakin di-
minati, modern pengelolaan,
modern kurikulum dan mo-
dern dalam standar mutu diga-
dang-gadang menjadi nilai jual
tersendiri, meskipun dengan
biaya tinggi, yang dinilai
mahal dan tak terjangkau oleh
kalangan bawah, namun pe-
santren modern seperti ini tetap
banjir peminat, bahkan setiap
seleksi selalu menyisakan lebih
dari separoh pelamar.
Pertanyaan yang muncul
berkenaan dengan judul tuli-
san di atas adalah; apa yang
dimaksud dengan pesantren
masa depan itu? apakah pon-
dok pesantren modern tersebut
lah yang disebut sebagai
pesantren masa depan? Atau
apakah pesantren tradisional
tidak dapat disebut pesantren
masa depan?
Sebuah pemahaman yang
perlu diluruskan bila kata
modern diidentikkan dengan
masa depan. Kata masa depan
lebih menyingkronkan kondisi
apapun dalam lembaga ter-
hadap perubahan (change)
yang terjadi, sehingga di masa
depan apa yang dimaksud
dengan modern hari ini, bisa
jadi tidak lagi dianggap mo-
dern, akan tetapi apa yang
dikelola dengan baik hari ini
dengan visioner jauh ke masa
depan, dapat saja bertahan
(resisten) terhadap berbagai
perubahan (change) di masa
depan. Sehingga pesantren
masa depan yang dimaksud di
judul ini mengandung makna,
pesantren yang dikelola de-
ngan apik akan menjadi pe-
santren masa depan dan akan
terus bertumbuh dan berkem-
bang ke masa depan tidak
peduli labelnya modern atau
tradisional. Adapun ciri-ciri
pesantren masa depan itu dapat
dingkap sebagai berikut:
Pertama, dikelola dengan
sistem manajerial, struktur
organisasi, tata kerja, mana-
jemen keuangan, kepemim-
pinan, komunikasi dan tata
kelola yang baik, teratur dan
kredibel adalah modal utama
dari sebuah pesantren. Good
pesantren governance dan
clean pesantren govermance
perlu menjadi prioritas pe-
santren. Pesantren harus dike-
lola secara profesional dan
oleh orang-orang profesional.
Kepemimpinan monarki here-
diter (turun temurun) di ke-
banyakan pesantren, bila tidak
dilandasi dengan profesio-
nalitas, justru akan menjadi
biang kemunduran bahkan
keruntuhan pesantren.
Kedua, membangun net-
working dengan pesantren
tetangga, pesantren sekitar
bukanlah pesaing yang harus
dicurigai, namun mitra yang
bisa saling memanfaatkan,
membangun komunikasi in-
tens berkenaan dengan pe-
ngembangan lembaga, peluang
investor muslim dalam dan luar
negeri, peluang pendidikan
lanjut ke luar negeri, hingga
kerjasama dalam peningkatan
kualitas guru dapat dilak-
sanakan bersama. Harmonisasi
hubungan antar pesantren
dengan membangun sebuah
jaringan komunikasi luar biasa
yang berdampak bagi pengem-
bangan lembaga di masa da-
tang, hanya saja egosentris
masing-masing pesantren
membutakan mata hati, bahwa
kekuatan bersama itu adalah
kekuatan paling kuat di dunia.
Ketiga, mampu merubah
mainset dari pendidikan
keagamaan saja, kesadaran
bahwa ilmu pengatahuan itu
tanpa dikotomi di kalangan
pesantren harus dibangun,
betapa banyak bapak pendiri
disiplin ilmu pengetahuan dan
teknologi itu adalah ilmuan
muslim. Tradisi keilmuan itu
hilang seiring siasat pen-
dikotomian ilmu itu berhasil
dilancarkan oleh Barat. Jadilah
hari ini pesantren sibuk me-
mikirkan urusan ibadah mah-
dah semata dan betul-betul
meninggalkan urusan sains
dan teknologi, sementara tek-
nologi yang dasarnya diletakkan
oleh ilmuan Islam, kini menjadi
milik ilmian-ilmuan kafir.
Keempat, mampu meng-
kombinasikan teknologi ke
dalam pesantren, pesantren
tidak boleh alergi terhadap
sains dan teknologi. Banyak
pesantren telah berevolusi dari
pesantren yang identik dengan
tingkat Tsanawiyah atau Ali-
yah, berubah menjadi berbasis
SMP dan SMU,dan keberadaan
SMK dengan berbagai jurusan
terapan yang ada dilamnya,
patut menjadi pertimbangan
pengelola pesantreen di Su-
matera Barat. SMK plus pe-
santren bukanlah hal yang
tabu. Perpaduan Imtaq dan
Iptek seperti digaungkan oleh
BJ Habibie akan melahirkan
generasi berotak Jerman dan
berhati Makkahakan lahir dari
rahim pondok pesantren.
Kelima, tidak lagi berkutat
pada jenjang SLTP dan SLTA,
namun integral dalam setiap
jenjang pendidikan, termasuk
perguruan tinggi. Pengem-
bangan perguruan tinggi ke-
juruan amat diharapkan ber-
sinergi ke dalam pesantren,
sehingga diharapkan silsilah
keilmuan pesantren dapat
terjaga hingga pendidikan
tinggi, meskipun perguruan
tinggi lanjutannya adalah
perguruan tinggi kejuruan
yang lebih umum. Kebijakan
Kementrian Agama dengan
program ma’had aly dan pro-
gram Kemenristek Dikti de-
ngan program Akademi Ko-
munitas Berbasis Pesantren
(AKBP) agaknya menjadi ben-
tuk “perkawinan” perguruan
tinggi ke dalam pesantren.
Hanya saja untuk AKBP,
setelah peleburan kembali
Kemenristek Dikti ke dalam
Kemendikbud program ini
dikhawatirkan akan ditiadakan
kembali.
Keenam, memiliki asrama
dan sejumlah kegiatan teren-
cana dan terkoordinir di dalam-
nya. Asrama ibarat dua sisi mata
pisau yang bila dikelola dengan
baik, akan menjadi sarana
paling hebat membentuk wa-
tak, karakter, pengetahuan dan
keterampilan santri, pendi-
dikan twenty four hours edu-
cation adalah pola istimewa
pesantren dalam mendidik
santrinya (azyumardi Azra,
2018) yang tidak dimiliki oleh
lembaga pendidikan lain, na-
mun bila tidak terkelola dengan
baik, justru asrama akan beru-
bah kontra produktif dan men-
jadi ajang belajar/berbuat yang
tidak pantas bagi santri pesan-
tren, berbagai kejahatan dan
kenakalan santri akan lahir
dari asrama dengan penge-
lolaan buruk.
Ketujuh, memiliki unit
usaha strategis yang bernilai
ONDOK
pesantren
merupakan
institusi
pendidikan Islam
tertua di Indonesia,
yang muncul sekitar
tahun 1596. Bahkan
menurut catatan
Federspiel, cikal
pesantren telah ada
menjelang abad XII,
dipelopori oleh wali,
kiyai, atau syeh
berpendidikan timur
tengah yang memiliki
kelompok-kelompok
halaqah dan jamaah.
Pondok pesantren
terus hidup dan
berkembang kala itu,
dengan metode dan
tempat yang sangat
sederhana, sistem
halaqah dengan duduk
melingkar pada guru,
sambil membahas
kitab-kitab klasik,
berlangsung di
bangunan-bangunan
seadanya, beratapkan
rumbia dan
beralasakan tanah,
lazimnya dilaksanakan
di langgar, surau atau
mesjid yang juga
sangat sederhana.
Menjaga Generasi
Lewat Pendidikan
Dasar
PEMERINTAH telah menetapkan
masa wajib belajar bagi peserta didik di
Indonesia. Setiap anak memiliki hak
untuk mengenyam pendidikan dasar
sembilan tahun. Ada dua tingkatan yang
dilalui anak untuk mendapatkan haknya
tersebut, yakni pada sekolah dasar (SD)
dan sekolah menengah pertama (SMP).
Berdasar pada amanat Undang-
undang Dasar 1945, maka pengertian
pendidikan di sekolah dasar merupakan
upaya untuk mencerdaskan dan mence-
tak kehidupan bangsa yang bertaqwa,
cinta dan bangga terhadap bangsa dan
negara, terampil, kreatif, berbudi pekerti
yang santun serta mampu menyelesaikan
permasalahan di lingkungannya.
Pada tingkatan ini, para siswa ditempa
berbagai bidang studi yang kesemuanya
harus mampu dikuasai siswa. Tidaklah
salah bila di sekolah dasar disebut
sebagai pusat pendidikan. bukan hanya
di kelas saja proses pembelajaran itu
terjadi akan tetapi di luar kelas pun juga
termasuk ke dalam kegiatan pem-
belajaran.
Sesuai dengan namanya, sekolah
dasarmenjadijenjangpendidikanperdana
yang dilalui anak yang difasilitasi
pemerintah. Namun, jangan dikira itu bisa
anak bisa serta merta saja masuk dan
diterima di bangku sekolah dasar. Ada
beberapa kondisi yang menyebabkan hal
itu terjadi, di antaranya daya tampung.
Karena keterbatasan daya tampung,
maka sejak beberapa tahun terakhir, ada
proses penyaringan yang dilakukan
pengelola sekolah, dan itu mendapat
lampu hijau dari regulator, dalam hal ini
Dinas Pendidikan.
Salah satu proses seleksi itu adalah
dengan ujian kemampuan membaca
calon siswa yang usianya rata-rata adalah
6-7 tahun itu. Kebijakan ini awalnya
mendapattantangandaribanyakkalangan
saat itu. Namun, pemerintah kekeuh.
Karena tak bisa digoyang, orang tua
siswa akhirnya mencari jalan agar
anaknya punya kemampuan membaca
karenadiharapkanmerekabisa“bersaing”
dan tak ketinggalan saat menimba ilmu.
Namun, pada tahun ajaran kali ini,
pemerintah menetapkan aturan tersebut
tak berlaku lagi. Para calon siswa kini
dapat melenggang masuk ke bangku
sekolah tanpa melalui proses tersebut.
Selain itu, Untuk masuk SD yakni cukup
umur dan lokasi sekolah dekat dengan
rumah. Selain itu, untuk masuk SD tidak
mensyaratkan ijazah TK. Usia untuk
masuk SD yakni minimal tujuh tahun.
Lalu, apakah ini langkah mundur?
Ibarat dua sisi mata uang, masing-masing
tentunya punya perspektif penilaian. Jika
kali ini pemerintah “melonggarkan”
regulasi tersebut, diyakini pertimba-
ngannya adalah untuk pemenuhan hak
seluruh anak bangsa dapat mengenyam
pendidikan di bangku sekolah negeri.
Artinya, guru, terutama guru kelas 1
harus bekerja lebih keras, agar anak
didiknya bisa mengikuti program penga-
jaran yang disiapkannya. Jika sebelum-
nya, guru melangkah dari titik 5 Km, maka
untuk tahun ini guru-guru di kelas 1 harus
memulai garis start di nol kilometer.
Di sisi lain, orang tua yang ingin
anaknya tetap masuk dalam trek persai-
ngan atau percepatan kemampuan anak
dalam menelaah materi ajar, tentunya
juga masih bisa meneruskan langkah
sebelumnya. Memberikan anak suple-
men ajar, baik lewat bangku taman kanak-
kanak ataupun kelas khusus pengajaran
membaca. (*)
Pada masa pra kemerdeka-
an, peran pondok pesantren
tidaklah sedikit dalam perjua-
ngan kemerdekaan RI, santri
pondok pesantren ikut andil di
garda depan memperjuangkan
kemerdekaan. Hingga awal
kemerdekaan, lulusan pesan-
tren kerap memberikan sum-
bangsih untuk kemajuan negeri
ini. Perkembangan pondok
pesantren kian meningkat,
ditandai dengan mulai me-
miliki gedung sendiri, dengan
kelas-kelas yang terpisah (kla-
sikal), penataan sistem pen-
didikan, penyempurnaan kuri-
kulum, hingga menciptakan
berbagai kegiatan ekstraku-
rikuler dan keasramaan, meski-
pun tradisi-tradisi luhur pesan-
tren tetap tidak berubah.
Seiring dengan perkem-
bangan zaman, pondok pesan-
tren terus “mencuri” perhatian
pemerintah. Geliat itu semakin
terasa ketika pesantren disebut
ekonomis. Ia dapat saja me-
miliki usaha peternakan, per-
tanian, perikanan, toserba,
lembaga keuangan syariah,
kelompok bimbingan haji, tour
& travel, bahkan hotel seka-
lipun yang menjadi sumber
ekonomi pesantren, pesantren
akan menjadi makmur, mampu
membangun berbagai sarana
prasarana, mensejahteraan guru
dan karyawannya, peningkatan
kualitas guru, beasiswa guru
dan santri, bahkan mampu
memberikan pendidikan gratis.
Pada kondisi ini pesantren
tidak hanya mengharapkan
sumber penghasilan dari SPP
santri dan bantuan donatur
yang terkadang devisit setiap
tahunnya dan terkesan selalu
menjadikan pesantren menjadi
‘tangan di bawah”.
Kedelapan, mampu me-
mainkan peran serta di ma-
syarakat, Pesantren bukanlah
menara gading dengan pagar
tinggi berkawat duri di tengah-
tengah masyarakat, sinergisitas
pesantren dengan masyarakat
harus terus dirawat. kemam-
puan maintanance islamic
tradition (azyumardi, 2018)
agaknya harus menjadi warna
dalam derap langkah pesan-
tren, pesantren dan masyarakat
sekitar tidak boleh terpisah dan
harus memiliki hubungan yang
saling menguntungkan antara
kedua belah pihak.
Kesembilan, sosok kha-
rismatik dan keulamaan pe-
mimpin pesantren justru men-
jadi daya tarik tersendiri bagi
kemajuan sebuah pesantren,
pemimpin pesantren akan
menjadi buah bibir dan magh-
net kuat yang akan menarik
kepercayaan publik untuk
menyerahkan anak mereka
pada pesantren tersebut.
Kesepuluh, menghasilkan
lulusan yang mampu meme-
nangkan persaingan global.
Persaingan global tersebut
tidak akan dapat dimenangkan
bila tidak dibarengi dengan
penguasaan bahasa asing.
Bahasa asing adalah kunci awal
alumni pesantren untuk dapat
masuk dan ikut dalam perca-
turan global yang penuh tanta-
ngan, baik dalam melanjutkan
pendidikan maupun mencari
pekerjaan.
Semoga kesepuluh ciri ini
menjadi bahan diskusi pesan-
tren-pesantren di Sumatera
Barat untuk berbenah dan
meningkatkan mutu agar tetap
eksis di masa depan. Akhirnya
semua ada di tangan pimpinan
pesantren untuk memilih hold
on atau move on.(*)
Patroli Malam
Berkelanjutan
KEPADA YTH Bapak Kapolresta Padang.
Pengawasan intensif remaja yang keluyuran
tengah malam itu diharapkan jangan karena
ada kejadian-kejadian saja, pak. Tidak terlihat
lagi banyak polisi yang patroli di malam hari.
Padahal kami warga berharap itu berkelanjutan
pak. Mohondidengar, pak. Demi ketenteraman.
08526375***
Oleh:
DR.SUPRIADI,S.AG,M.PD
DOSENIAINBUKITTINGGI
P
POJOK