SlideShare a Scribd company logo
www.futurumcorfinan.com
PSAK 22 (revisi 2010) tentang Kombinasi
Bisnis (adopsi International Financial
Reporting Standard 3 “Business
Combinations” (revisi 2008):
Beberapa Implikasi terhadap Perpajakan – BAGIAN 3
BAB 3
GOODWILL
Pendahuluan
Topik goodwill telah menjadi topik yang mengundang diskusi sejak lama di kalangan
akuntan. Pada awalnya, goodwill lebih diartikan sebagai memiliki hubungan yang baik
dengan pelanggan. Faktor-faktor sekunder lainnya turut mendukung ke arah tersebut,
misalnya memiliki lokasi yang strategis (misalnya dekat dengan pelanggan atau mudah
dijangkau) dan kebiasaan belanja pelanggan, sehingga dapat meningkatkan nilai suatu
bisnis.
Sukarnen
DILARANG MENG-COPY, MENYALIN,
ATAU MENDISTRIBUSIKAN
SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN
INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS
DARI PENULIS
Untuk pertanyaan atau komentar bisa
diposting melalui website
www.futurumcorfinan.com
www.futurumcorfinan.com
Yang1
menjelaskan goodwill sebagai “everything that might contribute to the advantage an
established business possessed over a business to be started anew” (terjemahan bebas:
segala sesuatu yang dapat memberikan kontribusi untuk keuntungan yang dimiliki oleh
suatu bisnis yang mapan dibandingkan dengan suatu bisnis yang baru).
Sejak itu, konsep goodwill telah berkembang menjadi konsep kekuatan mencetak laba
(earning power concept) dimana nilai goodwill merupakan semua laba “ekses” yang
diperoleh di masa depan yang diharapkan (expected excess earnings stream) akan lebih
tinggi dibandingkan laba rata-rata yang akan dihasilkan oleh perusahaan sejenis (similar),
laba “ekses” mana kemudian didiskonto untuk diperoleh nilai kininya.
Richard Barker2
menyebutkan bahwa goodwill dapat timbul baik karena:
 Aset diukur secara tidak benar (incorrectly valued) di pembukuan, dan/atau
 Perusahaan secara keseluruhan lebih bernilai dibandingkan penjumlahan dari
bagian-bagiannya (dikenal sebagai goodwill “murni (pure)”).
Lebih lanjut, disebutkan bahwa laporan posisi keuangan atau neraca suatu entitas
menyajikan nilai untuk asset yang dapat dipisahkan, aset mana yang memiliki harga pasar
saat ini (current market prices) yang dapat berbeda dengan nilai tercatat yang disajikan di
laporan posisi keuangan suatu entitas pelapor (reporting entity). Goodwill, sebaliknya,
adalah komponen yang tidak dapat dipisahkan (non-separable component) yang nilainya
didasarkan pada kejadian masa depan yang diharapkan, dan tidak dapat dinyatakan dengan
menggunakan harga pasar saat ini.
Sifat dari tidak dapat dipisahkannya goodwill dari aset lain, juga diakui oleh IFRS, dimana
disebutkan3
bahwa tidak seperti aset takberwujud lainnya yang secara individual dapat
teridentifikasi, goodwill adalah tak berbentuk dan tidak dapat hadir, dari sudut pandang
pelaporan keuangan, terpisah dari aset berwujud dan takberwujud teridentifikasi dengan
mana ia diperoleh dan tetap terkait. Dengan demikian, evaluasi langsung atas nilai
terpulihkan dari goodwill sesungguhnya tidak mungkin. Untuk itu, IFRS mewajibkan bahwa
1
Yang, J.M. Goodwill and Other Intangibles. New York: Ronald Press, 1927. Halaman 29.
Sebagaimana dikutip dari Schroeder, R. G., Myrtle W. Clark dan Jack M. Cathey. Financial
Accounting Theory and Analysis: Text and Cases. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc., 2009.
Halaman 342.
2
Barker, Richard. Determining Value: Valuation Models and Financial Statements. London: Pearson
Education Limited, 2001. Halaman 86 (catatan kaki no. 10) dan halaman 110.
3
Epstein, Barry J., dan Eva K. Jermakowicz. 2010 Interpretation and Application of International
Financial Reporting Standards. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc, 2010. Halaman 381.
www.futurumcorfinan.com
goodwill digabungkan dengan aset lainnya yang bersama-sama membentuk Unit Penghasil
Kas - UPK (Cash-Generating Unit), dan bahwa evaluasi dari penurunan nilai potensial
apapun wajib dilakukan secara keseluruhan (aggregate basis) secara tahunan. Unit
Penghasil Kas adalah kelompok terkecil aset teridentifikasikan yang menghasilkan arus kas
masuk yang sebagian besar independen dari arus kas masuk dari aset atau kelompok aset
lain4
.
Apa yang disampaikan di atas bahwa goodwill tidak dapat hadir, dari sudut pandang
pelaporan keuangan, terpisah dari aset berwujud dan takberwujud teridentifikasi dengan
mana ia diperoleh dan tetap terkait, sangat menarik. Richard Barker menyertakan 1 (satu)
contoh terkait goodwill5
, yang mungkin bisa menjelaskan darimana goodwill tersebut dapat
hadir:
Adding goodwill to existing assets
Last week, a group of the largest US mall operators, all of them Real Estate Investment
Trusts, announced the formation of MerchantWired, a venture intended to provide a
technology infrastructure for retail centres. The move suggests that some property investors
4
PSAK 48 (revisi 2009) tentang Penurunan Nilai Aset menyebutkan bahwa:
[Paragraf 80] Untuk tujuan uji penurunan nilai, goodwill yang diperoleh dalam suatu kombinasi bisnis
harus, sejak tanggal akuisisi, dialokasikan pada setiap unit penghasil kas pihak pengakuisisi, (atau
kelompok unit penghasil kas) yang diharapkan memberikan manfaat dari sinergi kombinasi, terlepas
dari apakah aset atau liabilitas lain dari pihak yang diakuisisi yang ditetapkan ke unit-unit atau
kelompok unit-unit tersebut. Setiap unit atau kelompok unit yang memperoleh alokasi goodwill harus:
(a) Merupakan tingkat terendah dalam entitas yang goodwill-nya dimonitor untuk tujuan
manajemen internal; dan
(b) Tidak lebih besar dari suatu segmen operasi yang ditentukan sesuai dengan PSAK 5 (revisi
2009) tentang Segmen Operasi.
[Paragraf 81] Goodwill yang diakui dalam kombinasi bisnis adalah aset yang mewakili manfaat
ekonomi masa depan yang timbul dari aset lain yang diperoleh dalam kombinasi bisnis yang tidak
teridentifikasi secara individual dan diakui secara terpisah. Goodwill tidak menghasilkan arus kas
secara independen dari aset atau kelompok aset lain, dan seringkali berkontribusi pada arus kas dari
beragam unit penghasil kas. Goodwill kadang tidak dapat dialokasikan atas suatu dasar yang non-
arbitrer terhadap unit penghasil kas individual, tetapi hanya pada sekelompok unit penghasil kas.
Akibatnya, tingkatan terendah dalam entitas dimana goodwill dimonitor untuk tujuan manajemen
internal terkadang terdiri dari sejumlah unit penghasil kas yang dengannya goodwill tersebut terkait,
tetapi padanya goodwill tersebut tidak dapat dialokasikan. Rujukan di dalam paragraf 83-94 dan
Lampiran C mengenai unit penghasil kas yang mendapatkan alokasi goodwill dimaksudkan juga
sebagai rujukan mengenai sekelompok unit penghasil kas yang memperoleh alokasi goodwill.
[Paragraf 82] Penerapan persyaratan dalam paragraf 80 menghasilkan goodwill yang diuji penurunan
nilainya pada tingkat yang mencerminkan bagaimana entitas mengelola operasinya dan bagaimana
goodwill diasosiasikan secara alami. Sehingga, pengembangan sistem pelaporan tambahan secara
khusus tidak diperlukan.
5
Barker, Richard. Determining Value: Valuation Models and Financial Statements. London: Pearson
Education Limited, 2001. Halaman 110.
www.futurumcorfinan.com
have understood that the sector is among the best placed to benefit from the so-called new
economy…… MerchantWired says that it plans to provide retailers with a so-called virtual
private network allowing high-speed connectivity between different stores. This will allow a
retailer with sites not only at, say, the 45 Macerich shopping centres nationwide, but also at
those of the other mall company partners, to communicate quickly between stores.
MerchantWired also promises to deliver high-speed data connectivity, secure access to the
internet, and video/internet broadcasting capabilities, the last of which offers great potential
for brand-led promotions at many sites simultaneously.
Source: Financial Times, Norma Cohen, 26 May 2000.
Disebutkan bahwa:
Kehadiran Merchantwired adalah untuk mengakui adanya kesempatan guna menggunakan
teknologi informasi untuk meningkatkan nilai kolektif dari pusat-pusat eceran. Adanya
koneksi antara pusat-pusat tersebut-lah yang memampukan masing-masing dari pusat-
pusat itu untuk memperoleh manfaat dari satu sama lain, dan memungkinkan nilai
keseluruhan akan lebih besar dari penjumlahan masing-masing bagian. Sebagai contoh,
dengan meningkatkan keberlangsungan ekonomi dari kegiatan promosi merek, atau dengan
mengumpulkan dan membagi data atas permintaan konsumen. MerchantWired, dengan
demikian, memungkinkan hadirnya goodwill (dan juga memunculkan nilai goodwill dan
peningkatan nilai tersebut selanjutnya), dan bukan ditujukan terutama untuk meningkatkan
nilai yang dapat dipisahkan dari masing-masing aset individual.
Ketentuan bahwa goodwill disajikan “terpisah” di laporan posisi keuangan6
, seakan-akan
menyiratkan bahwa ia merupakan suatu aset yang mampu berdiri sendiri (dan dinilai
terpisah), dan bahwa goodwill dikategorikan sebagai aset takberwujud7
, namun hal ini dapat
menimbulkan interpretasi yang kurang tepat. Aset-aset lain selain goodwill, besar
kemungkinan dapat memiliki:
 nilai pasar tersendiri (kepada pihak eksternal) dan
 nilai kepada perusahaan sendiri (yang sangat erat terkait kepada hubungannya
dengan sumberdaya yang lain yang dipergunakan bersama-sama oleh perusahaan).
Jadi terdapat 2 (dua) nilai, yaitu nilai ke pihak eksternal dan nilai internal. Contohnya
sebagai berikut:
6
Mengacu ke Bagian I: Ilustrasi Penyajian Laporan Keuangan PSAK No. 1 (revisi 2009) tentang
Penyajian Laporan Keuangan.
7
www.futurumcorfinan.com
Nilai saham suatu perusahaan mencerminkan nilai gabungan dari seluruh asetnya. Masalah
dengan penilaian yang sangat sulit dipecahkan adalah bahwa total nilai ini tidak dapat
dipecah-pecah ke masing-masing aset individual, terkait adanya faktor sinergi di antara
aset-aset tersebut. Suatu perusahaan tidak menciptakan nilai hanya dengan memegang
aset, namun nilai tersebut tercipta melalui kombinasi yang cermat dari keputusan-keputusan
pengeluaran biaya dan investasi (expenditure and investment decisions), mulai dari
rekrutmen tenaga kerja, pengembangan produk, pembangunan pabrik, iklan, penyediaan
jasa dan manajemen operasional. Dampak kontribusi gabungan dari seluruh sumber daya
yang dipergunakan bersama-sama (terlepas apakah sumber daya tersebut disajikan
sebagai aset atau dibiayakan di laporan keuangan perusahaan) tersebut itulah yang
kemudian menghasilkan arus pendapatan dan arus kas yang memungkinkan perusahaan
tetap berkelanjutan dalam usahanya, dan dengan demikian memampukan suatu
perusahaan secara keseluruhan memiliki nilai di depan pihak eksternal. Walaupun aset
individual perusahaan memiliki nilai bersama-sama dengan aset lainnya, namun secara
individual, masing-masing aset tersebut besar kemungkinan tetap memiliki nilai pasar
kepada pihak eksternal. Misalnya, mesin dan peralatan tetap dapat dilepas ke pihak
eksternal dengan harga jual tertentu, bisa lebih tinggi atau lebih rendah dari nilai tercatat
dalam pembukuan perusahaan.
Hal yang sama tidak didapatkan pada goodwill, karena kehadiran dan nilai goodwill ke pihak
eksternal tidak dapat hadir secara terpisah dari aset-aset lainnya. Ia hanya hadir bersama-
sama dengan nilai perusahaan secara keseluruhan, dan it pun dengan kondisi bahwa pasar
tidak sempurna. Hanya pada saat pasar tidak sempurna-lah, yang memungkinkan suatu
perusahaan dapat memperoleh imbal hasil abnormal positif, dimana kemudian nilai
perusahaan secara keseluruhan akan lebih tinggi daripada harga masuk (entry price, atau
biaya perolehan) dari aset-asetnya8
.
Sebelum dibicarakan goodwill dari sudut pandang PSAK atau IAS, akan disinggung terlebih
dahulu ketentuan perpajakan terkait dengan goodwill.
8 Barker, Richard. Determining Value: Valuation Models and Financial Statements. London: Pearson
Education Limited, 2001. Halaman 110.
www.futurumcorfinan.com
Ketentuan Perpajakan – Goodwill
Ketentuan perpajakan terkait aspek pajak atas goodwill juga sampai saat ini masih belum
banyak memberikan klarifikasi9
.
Goodwill
Goodwill pada umumnya suatu aset yang dibukukan pada laporan posisi keuangan (atau
neraca) wajib pajak, dan banyak ditemukan pada laporan keuangan konsolidasian suatu
kelompok usaha, yaitu entitas induk dan entitas anaknya.
Walaupun goodwill dibukukan pada saat terjadi transaksi penggabungan usaha dan akuisisi
- suatu transaksi yang pada umumnya melibatkan nilai transaksi yang signifikan - namun
dalam peraturan perpajakan Indonesia tidak banyak diperoleh gambaran apa yang
dimaksud dengan goodwill dari sudut pandang otoritas perpajakan10
.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat
atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) pasal 11A
hanya memberikan ketentuan mengenai amortisasi goodwill, dan di pasal tersebut
digunakan kata “muhibah”.
Dalam praktik, menjadi suatu pertanyaan umum apakah pemahaman goodwill dan
penentuan nilainya menurut Standar Akuntansi Keuangan Indonesia dapat diterima oleh
pihak fiskus. Hal ini tentunya juga akan mempengaruhi jumlah amortisasinya setiap tahun
yang akan dibebankan dalam penentuan Penghasilan Kena Pajak (PKP) wajib pajak.
Dalam suatu surat jawaban dari Direktorat Jenderal Pajak Republik Indonesia nomor S-
248/PJ.52/1988 perihal “Perlakuan Perpajakan atas “Goodwill” dan “Pre-Operating
Expenses”, ada disebutkan bahwa:
9
Aspek pajak atas goodwill dimasukkan sebagai salah satu pembahasan dalam Grey Area
Perpajakan (halaman 130-132) tulisan Tugiman Binsarjono, dkk. Jakarta: PT Gemilang Gagasindo
Handal, cetakan pertama, Juli 2007.
10
Direktorat Jenderal Pajak pernah menerbitkan panduan dalam bentuk buku berjudul “Perlakuan
Perpajakan atas Restrukturisasi Perusahaan” pada bulan Mei 1999, dengan latar belakang
restrukturisasi perusahaan yang banyak terjadi sesudah krisis ekonomi melanda Indonesia sejak
pertengahan tahun 1997. Buku tersebut banyak menyinggung soal penggabungan usaha (merger),
peleburan usaha (consolidation) dan pemekaran usaha (expansion), namun yang menarik tidak
terdapat hal-hal terkait goodwill dan bagaimana aspek perpajakannya. Tentunya dapat diperkirakan
bahwa perusahaan-perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan tersebut dan kemudian
menjalani program restrukturisasi, kemungkinan membukukan goodwill sebagai salah satu unsur aset
dalam laporan posisi keuangan atau neraca sebelum restrukturisasi.
www.futurumcorfinan.com
1. Goodwill adalah harta tidak berwujud (intangible asset) dari suatu perusahaan yang
nilainya didasarkan pada kemampuan perusahaan dalam mendapatkan keuntungan.
Nama baik dari suatu perusahaan yang telah dipupuk selama perusahaan beroperasi
menciptakan “goodwill”. Walaupun demikian, “goodwill” baru dibukukan, apabila ada
realisasi dalam bentuk pemindahtanganan perusahaan yang bersangkutan kepada
pihak lain. Sepanjang tidak ada pemindahtanganan, maka “Goodwill” tidak akan
muncul.
2. Sesuai butir 1, maka bagi perusahaan yang baru berdiri, terdapat 2 (dua)
kemungkinan:
2.1. Perseroan yang baru didirikan mengoperasikan perusahaan yang berasal dari
pembelian (perusahaan yang dibeli telah mempunyai nama baik), maka akan
terdapat “Goodwill”;
2.2. Perusahaan yang baru sama sekali (tidak berasal dari pembelian perusahaan yang
telah beroperasi) tidak mungkin mempunyai “Goodwill”.
Dalam hal butir 2.2., karena tidak ada “Goodwill”, tidak ada pula amortisasi, sedangkan
untuk butir 2.1., harga perolehan dari “Goodwill” dapat diamortisasi.
Dari isi surat Dirjen Pajak di atas dapat disimpulkan bahwa:
(1) Goodwill adalah harta tidak berwujud (intangible asset) dari suatu perusahaan.
(2) Nilai goodwill didasarkan pada kemampuan perusahaan dalam mendapatkan
keuntungan.
(3) Nama baik dari suatu perusahaan yang telah dipupuk selama perusahaan beroperasi
menciptakan “goodwill”.
(4) Goodwill baru dibukukan, apabila ada realisasi dalam bentuk pemindahtanganan
perusahaan yang bersangkutan kepada pihak lain.
Butir (1) di atas mengindikasikan bahwa otoritas perpajakan memandang goodwill sebagai
suatu aset takberwujud, yang membawa konsekuensi bahwa goodwill tidak dapat
dibiayakan seketika ke laporan laba rugi. Proses pembebananya adalah melalui amortisasi
sepanjang masa manfaatnya. Hal ini dipertegas dalam surat Dirjen Pajak di atas, berbunyi:
Sesuai dengan Pasal 11 ayat (10) Undang-Undang PPh 1984, sebagai harta tak berwujud,
“Goodwill” diamortisasi sesuai dengan masa manfaatnya. Mengingat bahwa masa manfaat
“Goodwill” melekat pada perusahaan dengan pengertian bahwa suatu perusahaan didirikan
untuk jangka waktu yang sangat lama bahkan untuk selama-lamanya, maka masa manfaat
dari suatu “Goodwill” termasuk golongan dengan masa manfaat lebih dari delapan tahun.
www.futurumcorfinan.com
UU PPh Pasal 11A mengatur bahwa amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta
tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan,
hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwill) yang mempunyai masa manfaat lebih
dari 1 (satu) tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan dilakukan dengan metode:
a. dalam bagian-bagian yang sama besar setiap tahun selama masa manfaat (catatan:
umum dikenal sebagai metode garis lurus (straight line method)); atau
b. dalam bagian-bagian yang menurun setiap tahun dengan cara menerapkan tarif
amortisasi atas nilai sisa buku (catatan: umum dikenal sebagai metode saldo menurun
ganda (double-declining balance method)).
Khusus untuk amortisasi harta tak berwujud yang menggunakan metode saldo
menurun, pada akhir masa manfaat nilai sisa buku harta tak berwujud atau hak-hak
tersebut diamortisasi sekaligus.
Untuk menghitung amortisasi, masa manfaat dan tarif amortisasi ditetapkan sebagai berikut:
Kelompok Harta Tak
Berwujud
Masa Manfaat Tarif Amortisasi berdasarkan
Metode
Garis Lurus Saldo Menurun
Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%
Dari pasal 11A UU PPh tersebut, ada disebutkan bahwa pengeluaran lainnya, termasuk
goodwill, untuk dapat diterima sebagai biaya dalam penentuan PKP wajib pajak, perlu
dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (catatan:
menurut penulis, baik pihak wajib pajak dan fiskus dapat mengacu ke PSAK 22 (revisi 2009)
tentang Kombinasi Bisnis11
paragraf B64 dimana entitas pelapor (reporting entity) diwajibkan
memberikan pengungkapan mengenai penjelasan kualitatif tentang faktor yang membentuk
goodwill yang diakui).
11
PSAK 22 (revisi 2009) tentang Kombinasi Bisnis adalah Standar Akuntansi Keuangan Indonesia
yang digunakan sebagai acuan terkait penentuan goodwill dalam kombinasi bisnis.
www.futurumcorfinan.com
Butir (2) mengungkapkan bahwa nilai goodwill12
didasarkan pada kemampuan perusahaan
dalam mendapatkan keuntungan. Hal ini mengindikasikan bahwa kehadiran goodwill lekat
atau identik pada kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan (catatan: tidak
dipersoalkan apakah keuntungan tersebut harus merupakan keuntungan di atas keuntungan
rata-rata atau normal). Perusahaan yang terus menerus menderita kerugian untuk beberapa
tahun tampaknya dapat saja diartikan bahwa tidak terdapat kemampuan perusahaan untuk
mencetak laba, sehingga goodwill yang ada tidak diakui oleh pihak fiskus.
Menyambung dari butir (2) di atas dimana goodwill terkait dengan kemampuan untuk
mencetak laba, maka dalam butir (3), kemampuan tersebut berasal dari nama baik
(reputasi). Hal ini dipertegas dalam surat Dirjen Pajak tersebut dimana pembelian atau
akuisisi atas perusahaan yang baru sama sekali, tidak ada goodwill yang diakui, karena
dianggap belum memiliki nama baik. Apakah ini berarti bahwa pihak fiskus hanya mengakui
bahwa goodwill yang tidak terkait dengan nama baik, tidak dapat diakui secara fiskus13
?
Butir (4) mensyaratkan bahwa goodwill baru dibukukan, apabila ada realisasi dalam bentuk
pemindahtanganan perusahaan yang bersangkutan kepada pihak lain.
Tidak ada penjelasan lebih lanjut transaksi-transaksi apa saja yang tercakup dalam
“pemindahtanganan perusahaan”. Namun tampaknya ini mengacu ke terjadinya pengalihan
saham perusahaan dari satu pihak ke pihak lainnya. Pemindahtanganan perusahaan pada
umumnya diikuti dengan pengendalian (atau penguasaan) atas perusahaan tersebut14
. Dari
surat Dirjen Pajak tersebut, adanya transaksi “pemindahtanganan perusahaan” saja sudah
cukup untuk membukukan goodwill.
Terkait dengan transaksi “pemindahtanganan perusahaan”, kita lihat apa yang diatur oleh
PSAK 22 (revisi 2010) terkait pengakuan goodwill, dimana disebutkan bahwa:
12
Secara teori, nilai goodwill sama nilai kini diskonto dari laba superior yang diharapkan, yaitu laba
masa depan yang diharapkan dikurangi oleh laba normal dalam industri tersebut).
Schroeder, R. G., Myrtle W. Clark dan Jack M. Cathey. Financial Accounting Theory and Analysis:
Text and Cases. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc., 2009. Halaman 343.
13
PSAK 22 (revisi 2009) paragraf B64 menyebutkan aktor yang membentuk goodwill yang diakui,
dimana tidak terbatas hanya pada nama baik (reputasi) seperti:
 sinergi yang diharapkan dari penggabungan operasi pihak pengakuisisi dan pihak yang diakuisisi,
 aset tidak berwujud yang tidak memenuhi persyaratan untuk pengakuan terpisah atau faktor lain.
14
Pemilikan (misalnya dengan cara membeli) dan hak secara hukum (legal rights) hanya merupakan
salah satu cara untuk mendapatkan penguasaan atau kendali (Mos, Kenneth S. Accounting Theory.
Columbus, OH: Grid Publishing, Inc., 1982. Halaman 341-342).
www.futurumcorfinan.com
 Entitas mencatat setiap kombinasi bisnis dengan menerapkan metode akuisisi [paragraf
04]
 Penerapan metode akuisisi mensyaratkan [paragraf 05]:
(a) pengidentifikasian pihak pengakuisisi;
(b) penentuan tanggal akuisisi;
(c) pengakuan dan pengukuran aset teridentifikasi yang diperoleh, liabilitas yang
diambil-alih, dan kepentingan nonpengendali pihak yang diakuisisi; dan
(d) pengakuan dan pengukuran goodwill atau keuntungan dari pembelian dengan diskon.
 Pihak pengakuisisi mengakui goodwill pada tanggal akuisisi yang diukur sebagai
selisih…..[paragraf 32].
Dari paragraf-paragraf di atas dapat diketahui bahwa pengakuan goodwill oleh pihak
pengakuisisi terkait dengan penerapan metode akuisisi atas setiap kombinasi bisnis.
Kombinasi bisnis sendiri adalah suatu transaksi atau peristiwa lain dimana pihak
pengakuisisi memperoleh pengendalian atas satu atau lebih bisnis [Lampiran A: Istilah]. Di
sini, kombinasi bisnis identik dengan diperolehnya pengendalian atas bisnis.
Namun perlu diperhatikan bahwa hanya pada akuisisi bisnis saja diperbolehkan oleh PSAK
22 (revisi 2010) untuk pengakuan goodwill, sedangkan akuisisi di luar bisnis tidak dapat
menimbulkan goodwill. Hal ini dipertegas dalam paragraf 02 tentang ruang lingkup PSAK 22
(revisi 2010) dimana suatu transaksi atau peristiwa akuisisi aset atau kelompok aset
yang bukan merupakan suatu bisnis tidak menimbulkan goodwill.
Dalam PSAK 19 (revisi 2010) tentang Aset Takberwujud lebih jauh mengatur bahwa:
 Goodwill yang dihasilkan secara internal tidak boleh diakui sebagai aset [paragraf 47].
 Dalam beberapa kasus, entitas melakukan pengeluaran untuk menghasilkan manfaat
ekonomis masa depan, tetapi pengeluaran tersebut tidak berakibat pada timbulnya aset
takberwujud yang dapat diakui sesuai dengan PSAK 19 (revisi 2010) ini. Pengeluaran
seperti itu sering dianggap memberikan sumbangsih terhadap timbulnya goodwill dalam
entitas yang dihasilkan secara internal. Goodwill yang dihasilkan secara internal tidak
boleh diakui sebagai aset karena goodwill tersebut bukan merupakan suatu sumber daya
teridentifikasi (tidak dapat dipisahkan dan tidak timbul dari kontrak atau hak legal) yang
dikendalikan oleh entitas dan bisa diukur secara andal menurut biaya perolehannya
[paragraf 48].
www.futurumcorfinan.com
 Selisih antara nilai pasar entitas dan jumlah tercatat aset bersih teridentifikasi dapat
mencerminkan berbagai faktor yang mempengaruhi nilai entitas tersebut. Namun, selisih
tersebut tidak bisa dianggap sebagai biaya perolehan aset takberwujud yang
dikendalikan oleh entitas [paragraf 49].
Jadi PSAK 19 (revisi 2010) tidak memperbolehkan goodwill yang dihasilkan secara internal
diakui sebagai aset suatu entitas. Dengan demikian, terkait dengan PSAK 22 (revisi 2010),
dapat disimpulkan bahwa pengakuan goodwill hanya dimungkinkan timbul pada transaksi
akuisisi, yaitu diperolehnya pengendalian atas suatu bisnis, dimana pengendalian
dianggap ada dalam 9 (sembilan) situasi sebagaimana ditentukan oleh PSAK 4 (revisi
2009) tentang Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri paragraf
10 dan Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) Nomor 07 (revisi 2009) tentang
Konsolidasi Entitas Bertujuan Khusus paragraf 10, sebagai berikut:
(i) Entitas induk memiliki secara langsung atau tidak langsung melalui entitas anak lebih
dari setengah kekuasaan suara suatu entitas, kecuali dalam keadaan yang jarang,
dapat ditunjukkan secara jelas bahwa kepemilikan tersebut tidak diikuti dengan
pengendalian.
(ii) Entitas memiliki setengah atau kurang kekuasaan suara suatu entitas jika terdapat:
(a) Kekuasaan yang melebihi setengah hak suara sesuai dengan perjanjian dengan
investor lain;
(b) Kekuasaan untuk mengatur kebijakan keuangan dan operasional entitas
berdasarkan anggaran dasar atau perjanjian;
(c) Kekuasaan untuk menunjuk atau mengganti sebagian besar dewan direksi dan
dewan komisaris atu organ pengatur setara dan mengendalikan entitas melalui
dewan atau organ tersebut; atau
(d) Kekuasaan untuk memberikan suara mayoritas pada rapat dewan direksi dan
dewan komisaris atau organ pengatur setara dan mengendalikan entitas melalui
dewan direksi dan dewan komisaris atau organ tersebut.
(iii) kondisi-kondisi berikut ini, misalnya, mungkin mengindikasikan hubungan dimana
entitas mengendalikan Entitas Bertujuan Khusus (EBK) dan konsekuensinya
mengonsolidasi EBK tersebut:
(a) secara substansi, kegiatan dari EBK dijalankan untuk mewakili suatu entitas
sesuai dengan kebutuhan khususnya, sehingga entitas tersebut memperoleh
manfaat dari operasi EBK;
(b) secara substansi, entitas mempunyai kekuasaan dalam pengambilan keputusan
untuk memperoleh sebagian besar manfaat dari kegiatan EBK, atau dengan cara
www.futurumcorfinan.com
membuat mekanisme autopilot, entitas telah mendelegasikan kekuasaan dalam
pengambilan keputusan ini;
(c) secara substansi, entitas mempunyai hak untuk memperoleh sebagian besar
manfaat dari EBK dan oleh karena itu, juga menanggung risiko dari aktivitas
EBK; atau
(d) secara substansi, entitas memperoleh mayoritas hak residual dan menanggung
risiko kepemilikan yang terkait dengan EBK atau asetnya untuk memperoleh
manfaat dari aktivitas EBK yang bersangkutan.
Apabila dibandingkan dengan ketentuan perpajakan, pengakuan goodwill dikaitkan dengan
adanya transaksi “pemindahtanganan perusahaan”, sedangkan dari PSAK 22 (revisi 2010)
lebih ditekankan pada apakah ada transaksi akuisisi yang mengakibatkan diraihnya
pengendalian oleh pihak pengakuisisi atas suatu bisnis. Jadi di sini konsep
“pemindahtanganan” vs “perolehan pengendalian”. Apabila bisa dilihat lebih mendalam,
maka tentunya apa yang diatur oleh PSAK 22 (revisi 2010) terkait konsep pengendalian
lebih luas, karena:
 tidak semua transaksi “pemindahtanganan perusahaan” akan diikuti dengan
diperolehnya pengendalian atas perusahaan tersebut, walaupun memang dalam
praktik, pihak yang menerima pemindahtanganan perusahaan akan cenderung
meminta porsi kepemilikan mayoritas yang memungkinkan pihak tersebut
mengendalikan perusahaan.
 PSAK 22 (revisi 2010) mengatur bahwa akuisisi harus dilakukan atas suatu bisnis,
sehingga di sini perlu dilakukan identifikasi atas kombinasi bisnis dan identifikasi
atas bisnis (lihat Lampiran Panduan Aplikasi PSAK 22 (revisi 2010) terkait
Penerapan Paragraf 03). Dengan kata lain, perlu dipastikan bahwa transaksi akuisisi
tersebut memenuhi definisi (i) kombinasi bisnis dan (ii) bisnis menurut pengertian
PSAK 22 (revisi 2010).
Bisnis sendiri diartikan sebagai suatu rangkaian terpadu dari kegiatan dan aset yang
mampu diadakan dan dikelola dengan tujuan memberikan hasil dalam bentuk
dividen, biaya yang lebih rendah, atau manfaat ekonomi lainnya secara langsung
kepada investor atau pemilik, anggota, atau peserta lainnya [Lampiran A: Istilah].
Dalam hal ini, suatu transaksi akuisisi harus memenuhi definisi kombinasi bisnis
menurut PSAK 22 (revisi 2010) tersebut dan perlu ada identifikasi pihak pengakuisisi.
Kombinasi bisnis sendiri didefinisikan sebagai suatu transaksi atau peristiwa lain
dimana pihak pengakuisisi memperoleh pengendalian atas satu atau lebih bisnis,
www.futurumcorfinan.com
dan pihak pengakuisisi sebagai pihak yang memperoleh pengendalian atas pihak
lain yang diakuisisi, biasanya merupakan entitas yang bergabung yang ukuran relatif
(diukur dengan, misalnya, aset, pendapatan atau laba) secara signifikan lebih besar
dari ukuran entitas yang bergabung lainnya.
 Diperolehnya pengendalian atas suatu bisnis tidak selalu diikuti dengan
pemindahtanganan perusahaan, sebagaimana diatur dalam ISAK Nomor 7 (revisi
2009) tentang Konsolidasi Entitas Bertujuan Khusus, dimana suatu entitas mungkin
memperoleh kendali atas suatu EBK meskipun entitas tersebut hanya memiliki
sedikit atau bahkan sama sekali tidak memiliki modal EBK [paragraf 09]. ISAK 7
(revisi 2009) mengingatkan bahwa penerapan konsep pengendalian membutuhkan
adanya pertimbangan atas semua faktor yang relevan untuk tiap-tiap kasus [paragraf
09].
Lampiran terkait Indikasi Adanya Pengendalian terhadap EBK mencakup 4 (empat)
hal, sebagai berikut:
(i) Kegiatan dimana kegiatan EBK, secara substansi, dilakukan atas nama entitas
pelapor, yang secara langsung dan tidak langsung membentuk EBK sesuai
dengan kebutuhan khusus bisnisnya.
(ii) Pengambilan keputusan, dimana entitas pelapor, secara substansi, memiliki
kemampuan dalam pengambilan keputusan untuk mengendalikan atau untuk
memperoleh pengendalian atas EBK atau asetnya, termasuk kemampuan
dalam pengambilan keputusan setelah pembentukan EBK. Kemampuan dalam
pengambilan keputusan tersebut mungkin telah didelegasikan dengan
pembentukan mekanisme “autopilot”.
(iii) Manfaat, dimana entitas pelapor, secara substansi, mempunyai hak untuk
memperoleh manfaat yang besar dari kegiatan EBK melalui undang-undang,
kontrak, perjanjian, aturan tertentu, atau skema lain, dalam bentuk
perencanaan atau perangkat aturan. Hak untuk memperoleh manfaat dalam
EBK menunjukkan adanya pengendalian ketika hal itu dikhususkan untuk
entitas yang melakukan transaksi dengan EBK dan entitas tersebut
memperoleh manfaat tersebut dari kinerja keuangan EBK.
(iv) Risiko, dimana indikasi adanya pengendalian dapat diperoleh dengan
mengevaluasi risiko dari masing-masing pihak yang bertransaksi dengan EBK.
Sering kali, entitas pelapor menjamin tingkat pengembalian atau perlindungan
kredit baik secara langsung atau tidak langsung melalui EBK ke investor luar
yang memberikan modal secara substansial ke EBK. Sebagai hasil dari
penjaminan, entitas menanggung risiko residual atau risiko kepemilikan dan
www.futurumcorfinan.com
investor substansinya hanya sebagai peminjam karena kerentanan mereka
atas keuntungan dan kerugian terbatas.
 Bahkan sangat dimungkinkan tidak terjadi pemindahtanganan perusahaan dalam
pengertian konvensional (yaitu terjadinya jual-beli saham) namun pihak pengakuisisi
tetap memperoleh pengendalian atas pihak yang diakuisisi. Paragraf 43 PSAK 22
(revisi 2010) memberikan 3 (tiga) contoh terkait hal ini, yaitu kombinasi bisnis yang
dilakukan tanpa pengalihan imbalan, dimana:
(i) Pihak yang diakuisisi membeli kembali sahamnya sendiri dengan jumlah yang
memadai sehingga investor yang ada (pihak pengakuisisi) memperoleh
pengendalian.
(ii) Hilangnya hak veto minoritas, yang sebelumnya menghalangi pihak
pengakuisisi untuk mengendalikan pihak yang diakuisisi, dimana pihak
pengakuisisi memiliki hak suara mayoritas.
(iii) Pihak pengakuisisi dan pihak yang diakuisisi sepakat untuk mengkombinasikan
bisnisnya dengan kontrak semata. Pihak pengakuisisi tidak mengalihkan
imbalan dalam pertukaran dengan pengendalian atas pihak yang diakuisisi dan
tidak memiliki kepentingan ekuitas pada pihak yang diakuisisi, baik pada
tanggal akuisisi maupun sebelumnya. Contoh dari kombinasi bisnis yang
dilakukan dengan kontrak semata termasuk penggabungan dua bisnis
bersama-sama dalam satu kesepakatan gabungan (stapling arrangement) atau
pembentukan perusahaan yang tercatat di dua bursa (dual listed corporation).
Dalam hal ini, kepentingan ekuitas pada pihak yang diakuisisi yang dimiliki oleh
pihak selain pihak pengakuisisi adalah kepentingan nonpengendali dalam
laporan keuangan paska-kombinasi pihak pengakuisisi, bahkan jika hasilnya
adalah bahwa seluruh kepentingan ekuitas pada pihak yang diakuisisi
diatribusikan kepada kepentingan nonpengendali [paragraf 44 PSAK 22 (revisi
2010)]. Dengan kata lain, seluruh aset neto pihak yang diakuisisi disajikan
sebagai kepentingan non-pengendalian, atau diatribusikan kepada pemilik
pihak yang diakuisisi.
Kembali ke ketentuan perpajakan, goodwill yang dikaitkan dengan nama baik (reputasi),
maka kalau diperhatikan dengan cermat, misalnya goodwill yang berasal dari nama baik,
sesungguhnya selalu ada atau sudah ada pada titik waktu manapun juga dalam
kegiatan usaha normal suatu perusahaan (catatan: kecuali terjadi perubahan atas nama
baik tersebut, misalnya, produk cacat yang dipasarkan), namun dari segi akuntansi atau
www.futurumcorfinan.com
pencatatannya, goodwill diakui atau “baru muncul” ketika ia diperoleh melalui pembelian
bisnis yang sudah berjalan15
.
Karena dalam UU PPh maupun peraturan perpajakan tidak terdapat penjelasan terkait apa
dan bagaimana perhitungan goodwill, maka menurut hemat penulis, perlu kembali ke Pasal
28 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga
atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (UU KUP) terkait pembukuan atau pencatatan wajib pajak.
Penjelasan Pasal 28 ayat (7) paragraf terakhir UU KUP menyebutkan bahwa:
Dengan demikian, pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim
dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali
peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain.
Mengacu ke Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) di Indonesia, setidak-
tidaknya ada 2 (dua) PSAK yang dapat digunakan untuk acuan pencatatan goodwill dalam
pembukuan wajib pajak:
 PSAK 22 (revisi 2010) tentang Kombinasi Bisnis16
 PSAK 15 (revisi 2009) tentang Investasi pada Entitas Asosiasi
 PSAK 12 (revisi 2009) tentang Bagian Partisipasi atas Ventura Bersama, yaitu untuk
penggunaan metode ekuitas dalam mencatat bagian partisipasi venturer atas
pengendalian bersama entitas.
GOODWILL
PSAK 22 (revisi 2010) atau IFRS 3 (2008) mendefinisikan goodwill dalam konteks sifat
(nature)-nya dan bukan berdasarkan pengukurannya.
15
Pertimbangan utama adalah bahwa melalui transaksi “pemindahtanganan perusahaan”, nilai
goodwill dapat ditentukan dengan andal, dimana penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha
dalam transaksi antara wajib pajak dengan pihak lainnya dapat diuji relatif lebih mudah. Transaksi
“pemindahtanganan perusahaan” pada umumnya melibatkan aset, bisa berupa uang tunai, aset tetap,
atau bahkan saham yang dipertukarkan. Nilai aset yang dipertukarkan akan memberikan indikasi total
nilai wajar entitas bisnis yang dibeli.
Penulis teringat sebagaimana dikutip oleh penulis Kam, Moonitz menyatakan bahwa “exchange does
not make values, it merely reveals them”. Kam, Vernon. Accounting Theory. New York: John Wiley &
Sons, Inc., 1990. Halaman 107-108.
16
PSAK 22 (revisi 2010) merupakan adopsi dari International Financial Reporting Standard 3 (2009)
tentang Business Combinations, dan wajib diterapkan secara prospektif untuk kombinasi bisnis yang
tanggal akuisisinya pada atau setelah awal periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah
tanggal 1 Januari 2011. PSAK 22 (revisi 2010) menggantikan PSAK 22 sebelumnya (1994) tentang
Penggabungan Usaha.
www.futurumcorfinan.com
Goodwill adalah suatu aset yang mencerminkan manfaat ekonomi masa depan yang timbul
dari aset lainnya yang diperoleh dalam kombinasi bisnis yang tidak dapat diidentifikasi
secara individual dan diakui secara terpisah [PSAK 22 (revisi 2010) Bagian Lampiran A:
Istilah].
Dari definisi di atas, tampak bahwa goodwill adalah:
(i) suatu aset,
Karena goodwill didefinisikan sebagai suatu aset, tentunya ia memenuhi definisi aset
dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (Framework
for the Preparation and Presentation of Financial Statements), dimana aset
merupakan sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari
peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan
diperoleh perusahaan (a resource controlled by the enterprise as a result of past
events and from which future economic benefits are expected to flow to the
enterprise [paragraf 49(a)]).
Definisi aset di atas berbeda dengan definisi aset yang terdapat pada U.S. Statement
of Financial Accounting Concepts (SFAC) No. 6 tentang Elements of Financial
Statements, dimana aset didefinisikan sebagai berikut17
:
Assets are probable future economic benefits obtained or controlled by a particular
entity as a result of past transactions or events [paragraf 25].
An asset has three essential characteristics:
(a) it embodies a probable future benefit that involves a capacity, singly or in
combination with other assets, to contribute directly or indirectly to future net cah
inflows,
(b) a particular entity can obtain the benefit and control others’ access to it, and
(c) the transaction or other event giving rise to the entity’s right to or control of the
benefit has already occurred.
Assets commonly have other features that help identify them – for example, assets
may be acquired at a cost and they may be tangible, exchangeable, or legally
enforceable. However, those features are not essential characteristics of assets.
Their absence, by itself, is not sufficient to preclude an item’s qualifying as an asset.
17
Diunduh pada tanggal 28 Juni 2012 dari
http://www.fasb.org/cs/BlobServer?blobcol=urldata&blobtable=MungoBlobs&blobkey=id&blobwhere=
1175820901044&blobheader=application%2Fpdf.
www.futurumcorfinan.com
That is, assets may be acquired without cost, they may be intangible, and although
not exchangeable they may be usable by the entity in producing or distributing other
goods or services. Similarly, although the ability of an entity to obtain benefit from an
asset and to control others’ access to it generally rests on a foundation of legal rights,
legal enforceability of a claim to the benefit is not a prerequisite for a benefit to qualify
as an asset if the entity has the ability to obtain and control the benefit in other ways
[paragraf 26].
Apabila dibandingkan kedua definisi aset di atas18
, maka diperhatikan bahwa US
GAAP SFAC No. 6 menggunakan istilah “manfaat yang diperoleh atau dikendalikan”
sedangkan IASB Framework “sumber daya yang dikuasai” oleh entitas. Ini
merupakan perbedaan yang cukup mendasar karena akan mempunyai implikasi
dalam praktik, misalnya, goodwill akan termasuk dalam definisi aset menurut US
GAAP SFAC No. 6, tetapi tidak masuk dalam definisi aset menurut IAS Framework,
karena goodwill tidak dapat dikuasai oleh entitas. Jadi cukup menarik bahwa justru
definisi aset dalam IASB Framework tidak termasuk goodwill, padahal dalam IFRS 3
(2008) atau PSAK 22 (revisi 2010) justru diakui sebagai suatu aset.
(ii) dimana aset ini mencerminkan manfaat ekonomi masa depan19
,
18
Bagi pembaca yang berminat mengetahui pembahasan definisi aset, dapat mengacu ke buku:
Suwardjono. Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Jogjakarta: BPFE-Jogjakarta,
2005. Edisi Ketiga. Bab 6.
19
Hadirnya istilah “manfaat ekonomi [di] masa depan (future economic benefits) tanpa diberikan
penjelasan mengenai apa yang dimaksud juga menimbulkan permasalahan tersendiri dalam definisi
aset menurut IASB Framework. Penting diperhatikan bahwa dalam definisi aset menurut IASB
Framework, tidak terdapat kata “mungkin (probable)”, suatu kata yang justru dijadikan satu kesatuan
dengan “manfaat ekonomi [di] masa depan” yaitu “probable future economic benefits” dalam definisi
aset menurut US SFAC No. 6. IASB sengaja menanggalkan kata “probable” karena dianggap bahwa
ia merupakan kriteria pengakuan (recognition) dan bukan sifat dari aset itu sendiri. Hal ini tampak
disebutkan dalam paragraf 89 terkait pengakuan aset dimana disebutkan bahwa:
Aset diakui dalam neraca kalau besar kemungkinan (catatan: terjemahan dari kata “probable’) bahwa
manfaat ekonominya di masa depan diperoleh perusahaan dan aset tersebut mempunyai nilai atau
biaya yang dapat diukur dengan andal.
Di samping itu, IASB memaknai manfaat ekonomi masa depan bukan sebagai potensi jasa yang
sekarang dikuasai perusahaan tetapi sebagai manfaat yang diharapkan mengalir ke perusahaan. Jadi
manfaat ekonomi yang dimaksudkan oleh IASB adalah bukan manfaat yang dikandung (embodied)
dalam sumber ekonomi yang dikuasai, tetapi melainkan manfaat yang didatangkan atau yang
mengalir ke perusahaan. Karena bukan manfaat yang dikandung, pengertian manfaat ekonomi [di]
masa depan oleh IASB dapat diinterpretasikan sebagai aliran masuk manfaat akibat pemerolehan
sumber ekonomi baru lantaran pertukaran dengan sumber ekonomi yang sebelumnya dikuasai atau
lantaran aliran masuk pendapatan [Suwardjono (2005): Halaman 254, dan IASB Framework paragraf
53 – 59 terkait Aset].
Namun, tanpa pengertian kalimat “manfaat ekonomi [di] masa depan” dalam IASB Framework akan
menimbulkan permasalahan sirkularisasi, karena aset dalam US SFAC No. 6 justru didefinisikan
sebagai “manfaat ekonomi [di] masa depan yang besar kemungkinan terjadi [terjadi]”, jadi kalau
dilihat dari IASB Framework dan US SFAC No. 6, secara logika akan tampak sebagai berikut:
www.futurumcorfinan.com
(iii) dan aset ini timbul dari aset lainnya, (dalam konteks timbul dari kombinasi/sinergi?)
(iv) yang diperoleh dalam kombinasi bisnis
(v) yang tidak dapat diidentifikasi secara individual dan diakui secara terpisah.
Goodwill Memenuhi Kualifikasi sebagai suatu Aset
Dalam IFRS 3.BC313, IASB mengambil 6 komponen jumlah yang menurut praktik
berdasarkan petunjuk yang berlaku pada saat itu (yaitu pada saat Draf Exposure US
Statement of Financial Accounting Standards No. 141 versi 1999 dan 2001), telah diakui
sebagai goodwill. Enam komponen tersebut adalah sebagai berikut:
 Komponen 1 - selisih (excess) nilai wajar di atas nilai buku aset neto pihak yang
diakuisisi pada tanggal akuisisi.
 Komponen 2 – nilai wajar aset neto lainnya yang sebelumnya tidak diakui oleh pihak
yang diakuisisi. Aset neto lainnya ini yang belum diakui kemungkinan karena (i)
mereka gagal untuk memenuhi kriteria pengakuan (kemungkinan karena kesulitan
dalam hal pengukuran), (ii) terdapat ketentuan yang tidak memungkinkan pengakuan
mereka, atau (iii) pihak yang diakuisisi berkesimpulan bahwa biaya pengakuan
mereka secara terpisah tidak dapat dijustifikasi oleh manfaat yang akan diperoleh.
 Komponen 3 – nilai wajar unsur going concern dari bisnis yang ada saat ini dari
pihak yang diakuisisi. Unsur going concern mencerminkan kemampuan dari bisnis
yang mapan untuk meraih tingkat imbal hasil yang lebih tinggi atas sekumpulan aset
neto, lebih dari yang diharapkan seandainya aset neto tersebut harus diperoleh
secara terpisah. Nilai tersebut berasal dari sinergi aset neto dari bisnis tersebut,
demikian juga manfaat lainnya (seperti faktor yang terkait dengan
ketidaksempurnaan pasar, termasuk kemampuan untuk memperoleh laba
monopolistik dan adanya halangan bagi pihak calon pesaing untuk masuk ke pasar
(barriers to market entry) – apakah datang dari segi legal atau disebabkan oleh biaya
transaksi.
 Komponen 4 – Nilai wajar dari sinergi yang diharapkan dan manfaat lainnya yang
berasal dari menggabungkan aset neto dan business pihak pengakuisisi dan pihak
yang diakuisisi. Sinergi dan manfaat lainnya tersebut adalah unik untuk masing-
masing kombinasi, dan kombinasi yang berbeda akan menghasilkan sinergi yang
berbeda, dan karenanya, nilai yang berbeda.
 Komponen 5 – valuasi berlebihan (overvaluation) dari imbalan yang dibayarkan oleh
pihak pengakuisisi berasal dari kesalahan dalam menilai imbalan yang dilakukan.
Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan
dari mana aset [baca: manfaat ekonomi di masa depan] diharapkan akan diperoleh perusahaan.
www.futurumcorfinan.com
Meskipun harga pembelian dalam suatu transaksi seluruhnya uang tunai tidak akan
mengalami kesalahan pengukuran, namun hal yang sama tidak dapat begitu saja
disimpulkan untuk suatu transaksi yang melibatkan kepentingan ekuitas pihak
pengakuisisi. Artinya, dalam hal ini, yang dijadikan imbalan adalah instrumen ekuitas
pihak pengakuisisi, yang akan diberikan ke pihak yang diakuisisi atau pemegang
saham sebelumnya. Seumpama saham pihak akuisisi yang dijadikan imbalan dan
saham tersebut dicatatkan dan diperdagangkan di bursa efek. Sekalipun
diperdagangkan di bursa efek, jumlah saham biasa yang diperdagangkan setiap hari
di bursa efek bisa jadi jumlahnya kecil dibandingkan dengan jumlah lembar saham
yang diterbitkan untuk suatu transaksi kombinasi bisnis. Apabila demikian, menarik
kesimpulan dari nilai pasar saat ini terhadap seluruh saham yang diterbitkan guna
menutup transaksi kombinasi bisnis kemungkinan akan menghasilkan nilai yang
lebih tinggi dibandingkan dengan nilai yang diperoleh jika saham-saham tersebut
dijual terlebih dahulu guna memperoleh uang tunai, dimana uang tunai tersebut lalu
dipergunakan untuk membayar transaksi kombinasi bisnis tersebut.
 Komponen 6 – Pembayaran terlalu tinggi (overpayment) atau pembayaran terlalu
rendah (underpayment) oleh pihak pengakuisisi. Pembayaran lebih tinggi dapat
terjadi, sebagai contoh, jika harga didorong naik dalam proses penawaran (bidding)
guna membeli bisnis pihak yang diakuisisi; dan sebaliknya pembayaran yang lebih
rendah dapat terjadi dalam suatu penjualan dalam kondisi tertekan (kadangkala
dikenal sebagai penjualan “obral” – fire sale).
[IFRS 3.BC314] IASB melihat bahwa 2 (dua) komponen pertama-tama disebutkan,
keduanya terkait dengan pihak yang diakuisisi, yang secara konseptual bukan merupakan
bagian dari goodwill. Komponen pertama bukan sendirinya merupakan suatu aset;
sebaliknya, ia mencerminkan keuntungan yang belum diakui oleh pihak yang diakui atas
aset netonya. Dalam hal ini, komponen tersebut merupakan bagian dari aset-aset tersebut
dan bukannya bagian dari goodwill. Komponen kedua juga secara konseptual bukan
merupakan bagian dari goodwill dimana ia terutama mencerminkan aset takberwujud yang
dapat diakui sebagai aset individual.
[IFRS 3.BC315] Komponen ke-lima dan ke-enam, keduanya yang mana terkait dengan
pihak pengakuisisi, secara konseptual juga bukan merupakan bagian dari goodwill.
Komponen ke-lima bukan dengan sendirinya merupakan suatu aset atau bahkan bukan
merupakan bagian dari suatu aset, namun lebih merupakan suatu pengukuran yang salah.
Komponen ke-enak juga bukan merupakan suatu aset; secara konseptual ia merupakan
suatu kerugian (dalam hal terjadi pembayaran lebih tinggi) atau suatu keuntungan (dalam
www.futurumcorfinan.com
hal terjadi pembayaran lebih rendah) bagi pihak pengakuisisi. Dengan demikian, tidak ada
satupun dari kedua komponen tersebut yang secara konseptual merupakan bagian dari
goodwill.
[IFRS 3.BC316] IASB juga memperhatikan bahwa komponen ketiga dan keempat adalah
bagian dari goodwill. Komponen ketiga berkaitan dengan pihak yang diakuisisi dan
mencerminkan selisih lebih (excess) nilai gabungan dari aset neto pihak yang diakuisisi. Ia
mencerminkan goodwill yang ada sebelumnya (pre-existing goodwill) yang dihasilkan secara
internal oleh pihak yang diakuisisi atau diakuisisi oleh pihak yang diakuisisi dalam kombinasi
bisnis sebelumnya (dimana pada waktu itu, pihak yang diakuisisi merupakan pihak
pengakuisisi). Komponen keempat berkaitan dengan pihak yang diakuisisi dan pihak
pengakuisisi bersama-sama dan mencerminkan selisih lebih nilai gabungan yang tercipta
dari kombinasi – yaitu sinergi yang diharapkan dari menggabungkan bisnis-bisnis tersebut.
IASB menggambarkan komponen ketiga dan keempat secara kolektif sebagai “goodwill
murni/core goodwill”.
[IFRS 3.BC317] Standar IFRS 3 (revisi 2008) berusaha menghindari menggabungkan
komponen pertama, kedua dan kelima dari goodwill menjadi jumlah yang pada awalnya
diakui sebagai goodwill. Secara spesifik, pihak pengakuisisi diwajibkan untuk berusaha
semaksimal mungkin:
PENGUKURAN ATAU PENENTUAN NILAI GOODWILL
PSAK 22 (revisi 2010) tentang Kombinasi Bisnis paragraf 32, menyebutkan bahwa pihak
pengakuisisi mengakui goodwill pada tanggal akuisisi yang diukur sebagai selisih lebih (a)
atas (b) di bawah ini:
(a) nilai agregat dari:
(i) imbalan yang dialihkan yang diukur sesuai dengan Pernyataan ini, yang pada
umumnya mensyaratkan nilai wajar tanggal akuisisi;
(ii) jumlah setiap kepentingan nonpengendali pada pihak yang diakuisisi yang diukur
sesuai dengan Pernyataan ini; dan
www.futurumcorfinan.com
(iii) untuk kombinasi bisnis yang dilakukan secara bertahap, nilai wajar pada tanggal
akuisisi kepentingan ekuitas yang sebelumnya dimiliki oleh pihak pengakuisisi pada
pihak yang diakuisisi.
(b) selisih jumlah dari aset teridentifikasi yang diperoleh dan liabilitas yang diambil-alih
pada tanggal akuisisi, yang diukur sesuai dengan Pernyataan ini.
ALASAN GOODWILL EXPENSED OFF?
Dalam PSAK 22 (revisi 2010) tidak ditemukan Dasar Kesimpulan terkait IFRS 3 tentang
Business Combinations, namun dalam Basis for Conclusions on IFRS 3 Business
Combinations, ada disebutkan bahwa IFRS 3 (revisi 2009) mewajibkan pihak pengakuisisi
untuk mengakui goodwill sebagai suatu aset dan untuk mengukur goodwill sebagai suatu
residu [paragraf BC312] dan bahwa baik International Accounting Standards Board maupun
US Financial Accounting Standards Board, masing-masing berkesimpulan bahwa
pengukuran langsung atas goodwill adalah tidak mungkin [paragraf 328].
Menjadi menarik tentunya, baik bagi pihak wajib pajak maupun pihak fiskus, adalah
bagaimana menghitung nilai residu tersebut, yang akan menentukan nilai goodwill (dan
jumlah amortisasi menurut ketentuan perpajakan UU PPh).
Mengingat bahwa pengukuran goodwill merupakan suatu residu, maka menurut penulis
minimal terdapat 2 (dua) hal yang perlu diperhatikan:
1. Pengukuran nilai atas aset teridentifikasi yang diperoleh, dimana aset ini dapat mencakup
aset berwujud dan takberwujud20
.
2. Pengukuran atas kepentingan nonpengendali (minority interests) 21
pada pihak yang
diakuisisi, jika pihak pengakuisisi mengakuisisi kurang dari 100% dari suatu bisnis (atau
dikenal pula sebagai akuisisi parsial). Pengukuran kepentingan nonpengendali menjadi
salah satu kunci untuk pengukuran goodwill menurut PSAK 22 (revisi 2010).
Pada point ke (2) di atas menjadi hal yang menarik karena merupakan satu-satunya area
dalam PSAK 22 (revisi 2010) atau IFRS 3, dimana pihak pengakuisisi mempunyai atau
diberikan pilihan untuk mengukur kepentingan nonpengendali berdasarkan setiap kasus
kombinasi bisnis (business combination-by-combination basis), sehingga tidak diperlukan
20
Di sini, penulis tidak membahas lebih lanjut perihal permasalahan identifikasi dan pengukuran aset
takberwujud. Bagi pembaca yang berminat, dapat membaca bagian “Aset Takberwujud Teridentifikasi”
paragraf C116 – C144 dari PSAK 22 (revisi 2010) tentang Kombinasi Bisnis.
21
Kepentingan nonpengendali adalah ekuitas pada entitas anak yang tidak dapat diatribusikan, baik
langsung maupun tidak langsung, pada entitas induk [PSAK 22 (revisi 2010) Lampiran A tentang
Istilah].
www.futurumcorfinan.com
bahwa satu metode yang dipilih harus tetap secara taat asas digunakan untuk kasus
kombinasi bisnis lainnya meskipun dilakukan oleh pihak pengakuisisi yang sama22
.
Menurut paragraf 19 PSAK 22 (revisi 2010), disebutkan bahwa untuk setiap kombinasi
bisnis, pihak pengakuisisi mengukur kepentingan nonpengendali pada pihak yang
diakuisisi dengan menggunakan salah satu metode23
, yaitu pada:
1. Nilai wajar24
(fair value method atau full goodwill method); atau
2. Proporsi kepemilikan kepentingan nonpengendali atas aset neto teridentifikasi dari
pihak yang diakuisisi (proportionate share method atau partial goodwill method).
Masukkan diagram
Contoh pengukuran kepentingan nonpengendali:
 Pada tanggal 1 Maret 2012, Perusahaan AB mengakuisisi perusahaan DC dengan
membeli 75% ekuitas perusahaan DC secara tunai sebesar Rp200milyar.
 Total aset neto teridentifikasi perusahaan DC yang diukur sesuai dengan PSAK 22
(revisi 2010) ditentukan sebesar Rp100milyar pada tanggal akuisisi.
 Nilai wajar kepentingan nonpengendali (mewakili 25%) pada perusahaan DC
ditentukan sebesar Rp60milyar.
Penentuan Goodwill:
 Apabila kepentingan nonpengendali diukur menggunakan nilai wajar:
22
Masih dapat diperdebatkan apakah ketentuan PSAK 22 (revisi 2010) atau IFRS 3 terkait adanya
pilihan untuk mengukur kepentingan nonpengendali yang tidak perlu dilakukan secara taat asas dari
satu kombinasi bisnis ke kombinasi bisnis lainnya dapat diterima oleh otoritas perpajakan.
UU KUP Pasal 28 ayat (5) dan penjelasannya mewajibkan bahwa pembukuan diselenggarakan
dengan prinsip taat asas termasuk dalam penggunaan metode akuntansi atau pembukuan, terutama
dimaksudkan untuk mencegah terjadi penggeseran laba atau rugi dari satu tahun ke tahun berikutnya.
23
Bagi pembaca yang tertarik untuk mengetahui beberapa point yang perlu dipertimbangkan oleh
suatu entitas ketika ia memutuskan apakah akan mengukur kepentingan nonpengendali
menggunakan nilai wajar atau tidak, dapat membaca PricewaterhouseCoopers LLP Global
Accounting Consulting Services. Manual of Accounting IFRS 2011. London: CCH a Wolters Kluwer
business, 2010. Halaman 25101.
24
Definisi nilai wajar menurut IFRS 13 “Fair Value Measurement” (Mei 2011): Fair value is the price
that would be received to sell an asset or paid to transfer a liability in an orderly transaction in the
principal (or most advantageous) market at the measurement date under current market conditions
(i.e. an exit price) regardless of whether that price is directly or estimated using another valuation
technique.
Fair value is a market-based measurement, not an entity-specific measurement.
www.futurumcorfinan.com
Keterangan Jumlah (dalam
milyar Rupiah)
Nilai wajar imbalan yang dialihkan (uang tunai dalam hal ini) 200
Kepentingan nonpengendali diukur pada nilai wajar 60
Nilai wajar kepentingan ekuitas Perusahaan DC yang
sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan AB
Tidak berlaku
Total 260
Dikurangi:
Total aset neto teridentifikasi pada tanggal akuisisi (100)
Goodwill 160
 Apabila kepentingan nonpengendali diukur menggunakan proporsi kepemilikan
kepentingan nonpengendali atas aset neto teridentifikasi Perusahaan DC:
Keterangan Jumlah (dalam
milyar Rupiah)
Nilai wajar imbalan yang dialihkan (uang tunai dalam hal ini) 200
Kepentingan nonpengendali diukur pada 25% x Rp100milyar
(total aset neto teridentifikasi Perusahaan DC)
25
Nilai wajar kepentingan ekuitas Perusahaan DC yang
sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan AB
Tidak berlaku
Total 225
Dikurangi:
Total aset neto teridentifikasi pada tanggal akuisisi (100)
Goodwill 125
Dari contoh di atas, dapat diperhatikan bahwa pada saat kepentingan nonpengendali diukur
menggunakan proporsi kepemilikan kepentingan nonpengendali atas aset neto
teridentifikasi Perusahaan DC, nilai goodwill adalah lebih kecil (yaitu Rp125milyar)
dibandingkan pada saat diukur menggunakan nilai wajar (yaitu Rp160milyar). Perbedaan
tersebut disebabkan karena pada metode yang pertama, nilai goodwill hanya termasuk
jumlah goodwill yang terkait dengan kepentingan pihak pengakuisisi dalam bisnis yang
diakuisisi, sedangkan pada metode yang kedua, nilai goodwill mencakup baik kepentingan
pihak pengakuisisi maupun kepentingan nonpengendali dalam bisnis yang diakuisisi.
Pemilihan metode untuk mengukur kepentingan nonpengendali wajib dilakukan untuk setiap
kejadian kombinasi bisnis dan bukan merupakan suatu kebijakan akuntansi.
www.futurumcorfinan.com
Walaupun goodwill memenuhi definisi aset sesuai dengan Kerangka Penyusunan dan
Penyajian Laporan Keuangan dan karena pengukuran langsung atas goodwill adalah tidak
mungkin, dan untuk itu IFRS 3 (revised 2008) mengharuskan goodwill diukur sebagai suatu
residual, namun demikian, bukan berarti goodwill menjadi suatu “keranjang penampung hal-
hal sisa yang tidak atau relatif sulit untuk teridentifikasi”, PSAK 22 (revisi 2009) paragraf B64
tetap mewajibkan pengungkapan mengenai penjelasan kualitatif tentang faktor yang
membentuk goodwill yang diakui.
PENYAJIAN GOODWILL
Penting dicatat bahwa goodwill hanya dapat muncul dalam:
1) laporan keuangan konsolidasian pihak pengakuisisi (dalam hal entitas induk
mengakuisisi suatu entitas anak yang baru); atau
2) laporan keuangan individu pihak pengakuisisi (dalam hal pihak pengakuisisi membeli
bisnis dan aset dari perusahaan lainnya).
Apabila goodwill disajikan secara suatu aset yang terpisah di laporan posisi keuangan
(neraca), maka tentunya relatif mudah bagi pihak wajib pajak untuk menjelaskan ke pihak
fiskus selama pemeriksaan pajak.
PSAK 1 (revisi 2009) tentang Penyajian Laporan Keuangan Bagian I: Ilustrasi Penyajian
Laporan Keuangan untuk kelompok usaha XYZ menyajikan secara terpisah aset goodwill.
Ini akan berlaku untuk penerapan PSAK 22 (revisi 2010) tentang Kombinasi Bisnis, dan
kelompok usaha sendiri diartikan sebagai suatu entitas induk dan seluruh entitas anaknya
(subsidiary) menurut PSAK 4 (revisi 2009) tentang Laporan Keuangan Konsolidasian dan
Laporan Keuangan Tersendiri.
Namun goodwill tidak hanya timbul dalam kaitannya dengan kelompok usaha, namun juga
dapat timbul dari investasi yang dilakukan pada entitas asosiasi dan ventura bersama
(pengendalian bersama entitas dimana bagian partisipasi venturer dibukukan dengan
metode ekuitas).
Paragraf 20 PSAK 15 (revisi 2009) tentang Investasi pada Entitas Asosiasi menyebutkan
bahwa dalam investasi pada entitas asosiasi 25
, goodwill akan disajikan dalam jumlah
tercatat investasi. Dengan kata lain, akun “Investasi pada Entitas Asosiasi atau
Pengendalian Bersama Entitas” akan termasuk juga nilai goodwill, dan goodwill yang
25
Tentunya juga berlaku untuk bagian partisipasi venturer atas ventura bersama (pengendalian
bersama ekuitas) yang menggunakan metode ekuitas, karena paragraf 37 PSAK 12 (revisi 2009)
tentang Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama, mengacu metode ekuitas sebagaimana
dijelaskan dalam PSAK 15 (revisi 2009) tentang Investasi pada Entitas Asosiasi.
www.futurumcorfinan.com
bersangkutan tidak akan disajikan sebagai suatu akun tersendiri di laporan posisi keuangan
(neraca) wajib pajak.
Pertanyaan jelas apakah goodwill yang disajikan di dalam akun “Investasi” akan diakui oleh
pihak fiskus, termasuk amortisasinya padahal akun “Goodwill” tidak ada di laporan posisi
keuangan (neraca) wajib pajak?
Apabila mengacu ke paragraf 11 PSAK 15 (1994) tentang Akuntansi untuk Investasi dalam
Perusahaan Asosiasi, disebutkan bahwa penyesuaian yang diperlukan terhadap bagian
investor atas laba rugi setelah akuisisi atas entitas asosiasi harus dilakukan untuk amortisasi
atas selisih antara biaya perolehan dan bagian investor atas nilai wajar aset neto yang dapat
diidentifikasi (dalam hal selisih tersebut adalah positif, maka selisih tersebut merupakan
goodwill). Mengingat bahwa ketentuan UU
Akuisisi aset tidak menimbulkan goodwill.
PENGUKURAN GOODWILL SETELAH PENGAKUAN AWAL
Ketika goodwill dibukukan, ia merupakan aset takberwujud. Menurut PSAK 22 (1994)
tentang Penggabungan Usaha paragraf 39, goodwill harus diamortisasi sebagai beban
selama masa manfaatnya. Dalam mengamortisasi goodwill harus digunakan metode garis
lurus, kecuali terdapat metode lain yang dianggap lebih tepat pada keadaan tertentu.
Periode amortisasi goodwill tidak boleh lebih dari 5 (lima) tahun, kecuali periode yang lebih
panjang, tetapi tidak boleh lebih dari 20 tahun dapat digunakan apabila terdapat dasar yang
tepat (justifiable).
Landasan justifikasi amortisasi atas goodwill disebutkan dalam paragraf 40 dimana dengan
berlalunya waktu, manfaat goodwill berkurang, yang mencerminkan menurunnya
kemampuan untuk memberikan kontribusi pada laba perusahaan di masa mendatang. Oleh
karena itu, sewajarnya goodwill diamortisasi dan dibukukan sebagai beban secara
sistematis selama masa manfaatnya. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa amortisasi atas
goodwill adalah berdasarkan konsep akuntansi akrual, dimana perusahaan telah membayar
goodwill tersebut, dan diasumsikan akan menghasilkan pendapatan di masa depan,
sehingga untuk itu, biayanya perlu dipadankan (matched) terhadap pendapatan di masa
depan pada saat pendapatan tersebut terjadi. Dalam kaitan dengan goodwill, harus diakui
bahwa menjadi relatif sulit, dan bahkan tidak mungkin, untuk mengestimasi masa
manfaatnya. Apalagi konsep goodwill dikaitkan dengan kemampuan mencetak laba ekses
(excess earnings power), sehingga bagaimana menentukan akan berapa lama ia akan
memberikan manfaat kepada bisnis suatu perusahaan? Kalau ada persaingan bisnis yang
www.futurumcorfinan.com
tinggi, bisa jadi goodwill tersebut tidak dapat bertahan lama, sehingga perlu dihapusbukukan
dalam jangka waktu yang pendek. Namun sebaliknya, kalau goodwill tersebut berasal dari
kemampuan khusus terkait dengan perusahaan, karyawan, atau manajemen yang tidak
memungkinkan perusahaan pesaing untuk melakukan duplikasi, kemungkinan goodwill
tersebut dapat memiliki masa manfaat yang tidak dapat ditentukan (indefinite), dimana
dalam kejadian ini, menjadi tidak tepat untuk melakukan amortisasi atas goodwill tersebut
sama sekali.
Sebetulnya PSAK 22 (1994) paragraf 42 sudah mengakui hal di atas, dimana disebutkan
bahwa karena goodwill merupakan manfaat keekonomian masa yang akan datang sebagai
hasil sinergi atau sebagai hasil suatu aktiva yang tidak mungkin diakui, maka sering kali sulit
untuk mengestimasi masa manfaatnya. Karenanya, untuk tujuan akuntansi, PSAK 22 (1994)
menentukan secara arbitrer batas maksimum periode amortisasi. Anggapan yang
digunakan dalam PSAK 22 (1994) adalah bahwa goodwill biasanya tidak mempunyai masa
manfaat melebihi 5 (lima) tahun. Namun, karena kurun waktu perencanaan atas kegiatan
operasional perusahaan secara keseluruhan tidak akan lebih dari 20 (dua puluh) tahun,
maka sulit dipercaya untuk membuat proyeksi masa manfaat goodwill melebihi 20 (dua
puluh) tahun.
Konsep amortisasi atas goodwill, kemudian tidak dipakai lagi dalam PSAK 22 (revisi 2010)
tentang Kombinasi Bisnis dan PSAK 19 (revisi 2010) tentang Aset Takberwujud, namun
konsep penurunan nilai aset (impairment in asset value) tetap dipertahankan, suatu konsep
yang sudah ada sejak PSAK 22 (1994)26
.
Konsep bahwa goodwill tidak diamortisasi dan sebaliknya diuji apakah telah terjadi
penurunan nilai sudah diperkenalkan sejak U.S. Financial Accounting Standards Board
menerbitkan Statements of Financial Accounting Standards (SFAS) No. 141 tentang
Business Combinations dan No. 142 tentang Goodwill and Other Intangible Assets pada
bulan Juni 2001. Kedua SFAS tersebut banyak menimbulkan kontroversi dan ada di antara
SFAS yang paling penting yang pernah diterbitkan oleh SFAS, dan memiliki dampak yang
cukup signifikan atas bagaimana perusahaan membukukan suatu transaksi kombinasi bisnis.
26
PSAK 22 (1994) tentang Penggabungan Usaha paragraf 44: Saldo goodwill yang belum
diamortisasi harus dievaluasi pada setiap tanggal neraca, dan apabila terdapat indikasi bahwa jumlah
tersebut tidak dapat sepenuhnya atau sebagian dipulihkan (recovered) dari ekspektasi manfaat
keekonomian di masa mendatang, maka bagian jumlah yang tidak dipulihkan tersebut langsung
dibukukan sebagai beban pada periode yang bersangkutan. Setiap penurunan nilai (write-down)
goodwill tidak boleh dinaikkan (write-up) kembali pada periode selanjutnya.
Jadi dari PSAK 22 (1994) dapat dilihat ada dua konsep yang diterapkan atas goodwill, yaitu
amortisasi goodwill selama 5 (lima) tahun dan tidak boleh lebih dari 20 (dua puluh) tahun, dan
penurunan nilai (impairment).
www.futurumcorfinan.com
Salah satu ketentuan baru yang diterbitkan adalah terkait goodwill, dimana berdasarkan
SFAS No. 142, goodwill tidak boleh diamortisasi lagi, tapi wajib diuji, setidak-setidaknya
setiap tahun, terkait penurunan nilai pada tingkat unit pelaporan. Penurunan nilai adalah
suatu kondisi yang terjadi dimana nilai tercatat goodwill lebih tinggi dari pada nilai wajar
tersirat (implied fair value). Nilai wajar tersirat ini mengacu ke estimasi atau suatu perkiraan
atas nilai goodwill yang berasal dari penerapan metodologi pengujian penurunan nilai. Nilai
wajar goodwill hanya dapat diukur sebagai suatu residual dan tidak dapat diukur secara
langsung. FASB percaya bahwa nilai wajar tersirat memberikan suatu estimasi atau
perkiraan wajar atas nilai wajar goodwill untuk tujuan pengukuran kerugian akibat
penurunan nilai27
.
Schroeder, Clark dan Cathay28
bahkan menjadikan contoh terkait perubahan akuntansi
untuk goodwill di atas sebagai suatu perbedaan antara standar akuntansi berbasis aturan
(rules-based) dengan standar akuntansi berbasis prinsip (principles-based) yang menjadi
arah dari pengembangan FASB. Di satu sisi, standar akuntansi berbasis aturan lebih
menekankan pada standar yang sangat kaku (highly rigid) sedangkan di sisi ujung lainnya,
standar akuntansi berbasis prinsip lebih menekankan pada definisi umum dari konsep-
konsep berdasarkan ekonomi.
Misalnya, standar akuntansi yang sebelumnya diterima secara umum mengatur bahwa
goodwill wajib diamortisasi selama 40 tahun sampai biaya perolehannya habis diamortisasi.
Ketentuan ini tidak memberikan banyak ruang untuk menjalankan suatu penilaian
(judgement) atau bahkan tidak diberikan kemungkinan adanya ketidaksepakatan mengenai
jumlah beban amortisasi yang akan diakui. Kesebandingan dan konsistensi diantara para
perusahaan dan antar periode pelaporan tampaknya akan terjamin dengan penerapan
ketentuan ini. Namun demikian, ketentuan tersebut mengurangi tingkat relevansi informasi
dalam laporan keuangan karena ia tidak menggambarkan ekonomi yang mendasari entitas
pelapor, yang dapat berbeda-beda antar perusahaan dan antar periode pelaporan.
Pada sisi ujung lainnya, ketentuan FASB yang baru dimana goodwill tidak diamortisasi,
namun perlu diuji penurunan nilainya setiap tahun dan jika terjadi penurunan nilai, nilai
tercatatnya diturunkan ke nilai wajar yang berlaku saat ini (current fair value). Ketentuan ini
memerlukan aplikasi penggunaan penilaian dan keahlian baik oleh pihak penyusun laporan
27
Ernst & Young – Assurance and Advisory Business Services. Financial Reporting Developments:
Accounting for Business Combinations, Goodwill and Intangible Assets – FASB Statements 141 and
142. December 2001: First Edition.
28
Schroeder, R. G., Myrtle W. Clark dan Jack M. Cathey. Financial Accounting Theory and Analysis:
Text and Cases. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc., 2009. Halaman 59.
www.futurumcorfinan.com
keuangan maupun auditor. Tujuan mendasar adalah membukukan penurunan nilai
ekonomis dari aset tersebut, dimana dalam hal ini, goodwill.
PSAK 19 (revisi 2010) tentang Aset Takberwujud menegaskan bahwa suatu aset
takberwujud dengan masa manfaat tak terbatas tidak boleh diamortisasi [paragraf 107] dan
sesuai dengan PSAK 48 (revisi 2009) tentang Penurunan Nilai Aset, suatu entitas
disyaratkan untuk menguji aset takberwujud dengan masa manfaat tak terbatas29
untuk
penurunan nilai dengan membandingkan jumlah terpulihkan dengan jumlah tercatatnya
[paragraf 108].
Jadi dapat kita catat bahwa UU PPh di Indonesia masih mewajibkan penggunaan amortisasi
atas goodwill sesuai dengan masa manfaat yang diharapkan, sedangkan konsep amortisasi
sendiri sudah tidak dipergunakan oleh SAK di Indonesia30
. Bahkan dalam paragraf 66 PSAK
22 (revisi 2010) mewajibkan entitas untuk menghentikan amortisasi atas goodwill sejak
periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2011. Perbedaan perlakuan ini
akan menimbulkan beda temporer untuk pelaporan goodwill di laporan posisi keuangan
(neraca) komersial dengan fiskal.
Yang masih merupakan grey area perpajakan adalah bagaimana dengan beban penurunan
nilai atas goodwill. Apakah beban penurunan nilai tersebut sebagai akibat penerapan PSAK
29
Paragraf 91 PSAK 19 (revisi 201) menjelaskan bahwa kata “tak terbatas” bukan berarti “tak
terhingga”, namun lebih pada tidak dapat ditentukan.
Dalam International Accounting Standard 38 tentang Intangible Assets bagian Dasar Kesimpulan
(Basis for Conclusions) disebutkan bahwa:
BC65 : the Board noted that an intangible asset’s useful life would be regarded as indefinite in
accordance with IAS 38 only when, based on an analysis of all of the relevant factors, there is no
foreseeable limit to the period of time over which the asset is expected to generate net cash inflows
for the entity. Difficulties in accurately determining an intangible asset’s useful life do not provide a
basis for regarding that useful life as indefinite.
BC74: the Board observed that many assets yield benefits to an entity over several periods.
Amortization is the systematic allocation of the cost (or revalued amount) of an asset, less any
residual value, to reflect the consumption over time of the future economic benefits embodied in that
asset. Thus, if there is no foreseeable limit on the period during which an entity expects to consume
the future economic benefits embodied in an asset, amortization of that asset over, for example, an
arbitrarily determined maximum period would not be representationally faithful.
BC75: Consequently, the Board decided that intangible assets with indefinite useful lives should not
be amortized, but should be subject to regular impairment testing.
30
Revenue Reconciliation Act of 1993 dalam ketentuan perpajakan di Amerika Serikat
memperbolehkan goodwill dihapusbukukan selama periode 15 (lima belas) tahun untuk tujuan pajak
penghasilan. Sebagaimana dikutip dari Schroeder, R. G., Myrtle W. Clark dan Jack M. Cathey.
Financial Accounting Theory and Analysis: Text and Cases. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc.,
2009. Halaman 343 catatan kaki 43.
www.futurumcorfinan.com
48 (revisi 2009) tentang Penurunan Nilai Aset dapat diakui secara fiskal, padahal, konsep
itulah yang sekarang yang sekarang diwajibkan oleh SAK di Indonesia? Bahkan, menurut
PSAK 19 (revisi 2010) tentang Aset Takberwujud paragraf 108, uji penurunan nilai atas
goodwill sesuai dengan PSAK 48 (revisi 2009) tentang Penurunan Nilai Aset wajib dilakukan
setiap tahun dan kapanpun apabila terdapat indikasi bahwa aset tak berwujud mengalami
penurunan nilai. Menurut hemat penulis, sepanjang tidak ada penegasan dalam UU PPh
yang tidak memperbolehkan beban penurunan nilai aset [pasal _____] dibebankan sebagai
pengurang penghasilan dalam rangka penentuan Penghasilan Kena Pajak, maka pihak
wajib pajak tetap berhak membebankannya secara fiskal, sepanjang dapat dibuktikan
bahwa goodwill tersebut terkait dengan dipergunakan goodwill untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan.
Yang penting dicatat pula adalah berdasarkan PSAK 48 (revisi 2010) tentang Penurunan
Nilai Aset, rugi penurunan nilai yang diakui untuk goodwill tidak dapat dibalik (reversed)
pada periode berikutnya [paragraf 119], dan PSAK 19 (revisi 2010) tentang Aset
Takberwujud melarang pengakuan goodwill yang dihasilkan secara internal. Setiap kenaikan
jumlah terpulihkan dari goodwill dalam periode setelah terjadinya pengakuan rugi penurunan
nilai goodwill tersebut kemungkinan merupakan kenaikan goodwill yang dihasilkan secara
internal, bukan merupakan pembalikan rugi penurunan nilai yang diakui untuk goodwill yang
diperoleh [paragraf 120].
Isu : Previously held interest – deemed disposal – mengakibatkan pengakuan laba
Dibebankan sebagai biaya dalam menentukan penghasilan kena pajak
Bab 20 tentang komponen goodwill.
Catlett dan Olson31
memerikan karekteristik goodwill yang membedakannya dari unsur nilai
lainnya, yaitu:
1. Nilai goodwill tidak memiliki hubungan yang andal dan dapat diprediksi terhadap
biaya (costs) yang telah dikeluarkan untuk menimbulkan goodwill.
2. Faktor-faktor takberwujud individual yang dapat memberikan kontribusi kepada
timbulnya goodwill tidak dapat dinilai.
3. Goodwill melekat hanya pada bisnis secara keseluruhan.
31
Catlett, G.R., dan Normal O. Olson. Accounting for Goodwill. New York: AICPA, 1968. Halaman 20-
21. Sebagaimana dikutip dari Schroeder, R. G., Myrtle W. Clark dan Jack M. Cathey. Financial
Accounting Theory and Analysis: Text and Cases. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc., 2009.
Halaman 342.
www.futurumcorfinan.com
4. Nilai goodwill dapat, dan mungkin, berfluktuasi secara tiba-tiba dan meluas
disebabkan banyak faktor yang turut mempengaruhi nilainya.
5. Goodwill tidak digunakan (utilized) atau dihabiskan (consumed) dalam mencetak
laba.
6. Goodwill tampaknya merupakan unsur nilai yang secara langsung mengarah pada
pihak investor atau pemilik bisnis.
Goodwill diuji penurunan nilai secara
periodik.
Goodwill harus diamortisasi
sebagai beban selama masa
manfaatnya. Dalam
mengamortisasi goodwill
harus digunakan metode
garis lurus, kecuali terdapat
metode lain yang dianggap
lebih tepat pada keadaan
tertentu. Periode amortisasi
goodwill tidak boleh lebih dari
5 tahun, kecuali periode yang
lebih panjang, tetapi tidak
boleh lebih dari 20 tahun
dapat digunakan apabila
terdapat dasar yang tepat
(justifiable).
Goodwill
negatif
Istilahnya menjadi “Pembelian dengan
Diskon (Bargain Purchase)”.
Apabila dalam suatu kombinasi bisnis,
jumlah (b) di atas melebihi nilai agregat dari
jumlah (a) di atas, maka atas selisih lebih
tersebut, pihak pengakuisisi akan mengakui
keuntungan yang dihasilkan dalam laporan
laba rugi pada tanggal akuisisi. Keuntungan
tersebut diatribusikan kepada pihak
pengakuisisi.
Jika biaya perolehan (cost of
the acquisition) lebih rendah
dari bagian (interest)
pengakuisisi atas nilai wajar
aset dan kewajiban yang
dapat diidentifikasi yang
diakuisisi pada tanggal
transaksi, maka nilai wajar
aset nonmoneter yang
diakuisisi harus diturunkan
secara proporsional, sampai
seluruh selisih tersebut
dieliminasi. Apabila setelah
nilai wajar aset nonmoneter
www.futurumcorfinan.com
sudah diturunkan seluruhnya,
namun ternyata masih
terdapat sisa selisih yang
belum dieliminasi, maka sisa
selisih tersebut diakui sebagai
goodwill negative dan
diperlakukan sebagai
pendapatan ditangguhkan
(deferred income) dan diakui
sebagai pendapatan secara
sistematis selama suatu
periode yang tidak kurang
dari 20 tahun.
Dalam Bagian “SAK Lain yang Memberikan Panduan Akuntansi dan Pengukuran
Selanjutnya (Penerapan dari Paragraf 54) [PSAK 22 (revisi 2010) paragraf B63]” disebutkan
bahwa PSAK 19 (revisi 2010) tentang Aset Takberwujud mengatur akuntansi untuk aset
takberwujud teridentifikasi yang diperoleh dalam kombinasi bisnis. Pihak pengakuisisi
mengukur goodwill pada jumlah yang diakui pada tanggal akuisisi dikurangi akumulasi rugi
penurunan nilai. PSAK 48 (revisi 2009) tentang Penurunan Nilai Aset mengatur akuntansi
untuk rugi penurunan nilai.
Perlu ada transaksi akuisisi?
PSAK 19 (revisi 2010) tentang Aset Takberwujud paragraf 47 dan 48 menegaskan bahwa:
 goodwill yang dihasilkan secara internal tidak boleh diakui sebagai aset.
 dalam beberapa kasus, entitas melakukan pengeluaran untuk menghasilkan manfaat
ekonomis masa depan, tetapi pengeluaran tersebut tidak berakibat pada timbulnya aset
takberwujud yang dapat diakui sesuai dengan Pernyataan ini. Pengeluaran seperti itu
sering dianggap memberikan sumbangsih terhadap timbulnya goodwill dalam entitas
yang dihasilkan secara internal. Goodwill yang dihasilkan secara internal tidak boleh
diakui sebagai aset karena goodwill tersebut bukan merupakan suatu sumber daya
teridentifikasi (tidak dapat dipisahkan dan tidak timbul dari kontrak atau hak legal) yang
dikendalikan oleh entitas dan bisa diukur secara andal menurut biaya perolehannya.
Jadi harus ada transaksi _______________.
www.futurumcorfinan.com
Paragraf 20 PSAK 15 (revisi 2009) tentang Investasi pada Entitas Asosiasi, disebutkan:
Pada saat perolehan investasi, setiap selisih lebih antara:
~~~~~~ ####### ~~~~~~
www.futurumcorfinan.com
Disclaimer
This material was produced by and the opinions expressed are those of FUTURUM as of the date of
writing and are subject to change. The information and analysis contained in this publication have
been compiled or arrived at from sources believed to be reliable but FUTURUM does not make any
representation as to their accuracy or completeness and does not accept liability for any loss arising
from the use hereof. This material has been prepared for general informational purposes only and is
not intended to be relied upon as accounting, tax, or other professional advice. Please refer to your
advisors for specific advice.
This document may not be reproduced either in whole, or in part, without the written permission of the
authors and FUTURUM. For any questions or comments, please post it at www.futurumcorfinan.com
© FUTURUM. All Rights Reserved

More Related Content

What's hot

Standar akuntansi keuangan sektor publik
Standar akuntansi keuangan sektor publikStandar akuntansi keuangan sektor publik
Standar akuntansi keuangan sektor publik
Junianto Junianto
 
AUDIT SIKLUS PERSEDIAAN DAN PERGUDANGAN
AUDIT SIKLUS PERSEDIAAN DAN PERGUDANGANAUDIT SIKLUS PERSEDIAAN DAN PERGUDANGAN
AUDIT SIKLUS PERSEDIAAN DAN PERGUDANGAN
Propaningtyas Windardini
 
Soal jawab akuntansi lanjutan 2
Soal jawab akuntansi lanjutan 2Soal jawab akuntansi lanjutan 2
Soal jawab akuntansi lanjutan 2
Atikah Dinarti Dinarti
 
Subsequent events
Subsequent eventsSubsequent events
Subsequent events
Zahar Kaur Bhullar
 
Revenue ( Pengakuan Pendapatan ) Bag 2
Revenue ( Pengakuan Pendapatan ) Bag 2Revenue ( Pengakuan Pendapatan ) Bag 2
Revenue ( Pengakuan Pendapatan ) Bag 2
iyandri tiluk wahyono
 
Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan
Kerangka Konseptual Akuntansi PemerintahanKerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan
Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan
Sujatmiko Wibowo
 
Akuntansi Investasi PEMDA
Akuntansi Investasi PEMDAAkuntansi Investasi PEMDA
Akuntansi Investasi PEMDA
Mahyuni Bjm
 
Analisis investasi publik
Analisis investasi publikAnalisis investasi publik
Analisis investasi publik
Zola Zulventus
 
Surat perikatan-audit
Surat perikatan-auditSurat perikatan-audit
Surat perikatan-audit
Rizkaawalia Mustakim
 
Akuntansi Keuangan Lanjutan I
Akuntansi Keuangan Lanjutan IAkuntansi Keuangan Lanjutan I
Akuntansi Keuangan Lanjutan I
Zombie Black
 
Akuntansi kombinasi bisnis
Akuntansi kombinasi bisnisAkuntansi kombinasi bisnis
Akuntansi kombinasi bisnisMalang
 
Psak 30-sewa-isak-8-120212
Psak 30-sewa-isak-8-120212Psak 30-sewa-isak-8-120212
Psak 30-sewa-isak-8-120212
Sri Apriyanti Husain
 
PPN Pemungutan PPN
 PPN   Pemungutan PPN PPN   Pemungutan PPN
PPN Pemungutan PPN
karomah95
 
Standar internasional praktik profesional audit internal (standar)
Standar internasional praktik profesional audit internal (standar)Standar internasional praktik profesional audit internal (standar)
Standar internasional praktik profesional audit internal (standar)
Dr. Zar Rdj
 
Analisis aktivitas operasi
Analisis aktivitas operasiAnalisis aktivitas operasi
Analisis aktivitas operasi
Universitas Mulawarman Samarinda
 
CONTOH SOAL TEORI AKUNTANSI BESERTA JAWABAN
CONTOH SOAL TEORI AKUNTANSI BESERTA JAWABANCONTOH SOAL TEORI AKUNTANSI BESERTA JAWABAN
CONTOH SOAL TEORI AKUNTANSI BESERTA JAWABAN
dyna septiani
 
Akuntansi positif dan akuntansi normatif
Akuntansi positif dan akuntansi normatifAkuntansi positif dan akuntansi normatif
Akuntansi positif dan akuntansi normatifneeaem
 
Psak 46 pajak penghasilan 25032015
Psak  46 pajak penghasilan 25032015Psak  46 pajak penghasilan 25032015
Psak 46 pajak penghasilan 25032015
PPA FEUI
 
Bab 1 Materi Persekutuan (Akuntansi Keuangan Lanjutan)
Bab 1 Materi Persekutuan (Akuntansi Keuangan Lanjutan)Bab 1 Materi Persekutuan (Akuntansi Keuangan Lanjutan)
Bab 1 Materi Persekutuan (Akuntansi Keuangan Lanjutan)
Fajar Sandy
 
PSAK 22 (revisi 2010) - bab 2 biaya terkait akuisisi & biaya transaksi
PSAK 22 (revisi 2010) - bab 2 biaya terkait akuisisi & biaya transaksiPSAK 22 (revisi 2010) - bab 2 biaya terkait akuisisi & biaya transaksi
PSAK 22 (revisi 2010) - bab 2 biaya terkait akuisisi & biaya transaksi
Futurum2
 

What's hot (20)

Standar akuntansi keuangan sektor publik
Standar akuntansi keuangan sektor publikStandar akuntansi keuangan sektor publik
Standar akuntansi keuangan sektor publik
 
AUDIT SIKLUS PERSEDIAAN DAN PERGUDANGAN
AUDIT SIKLUS PERSEDIAAN DAN PERGUDANGANAUDIT SIKLUS PERSEDIAAN DAN PERGUDANGAN
AUDIT SIKLUS PERSEDIAAN DAN PERGUDANGAN
 
Soal jawab akuntansi lanjutan 2
Soal jawab akuntansi lanjutan 2Soal jawab akuntansi lanjutan 2
Soal jawab akuntansi lanjutan 2
 
Subsequent events
Subsequent eventsSubsequent events
Subsequent events
 
Revenue ( Pengakuan Pendapatan ) Bag 2
Revenue ( Pengakuan Pendapatan ) Bag 2Revenue ( Pengakuan Pendapatan ) Bag 2
Revenue ( Pengakuan Pendapatan ) Bag 2
 
Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan
Kerangka Konseptual Akuntansi PemerintahanKerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan
Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan
 
Akuntansi Investasi PEMDA
Akuntansi Investasi PEMDAAkuntansi Investasi PEMDA
Akuntansi Investasi PEMDA
 
Analisis investasi publik
Analisis investasi publikAnalisis investasi publik
Analisis investasi publik
 
Surat perikatan-audit
Surat perikatan-auditSurat perikatan-audit
Surat perikatan-audit
 
Akuntansi Keuangan Lanjutan I
Akuntansi Keuangan Lanjutan IAkuntansi Keuangan Lanjutan I
Akuntansi Keuangan Lanjutan I
 
Akuntansi kombinasi bisnis
Akuntansi kombinasi bisnisAkuntansi kombinasi bisnis
Akuntansi kombinasi bisnis
 
Psak 30-sewa-isak-8-120212
Psak 30-sewa-isak-8-120212Psak 30-sewa-isak-8-120212
Psak 30-sewa-isak-8-120212
 
PPN Pemungutan PPN
 PPN   Pemungutan PPN PPN   Pemungutan PPN
PPN Pemungutan PPN
 
Standar internasional praktik profesional audit internal (standar)
Standar internasional praktik profesional audit internal (standar)Standar internasional praktik profesional audit internal (standar)
Standar internasional praktik profesional audit internal (standar)
 
Analisis aktivitas operasi
Analisis aktivitas operasiAnalisis aktivitas operasi
Analisis aktivitas operasi
 
CONTOH SOAL TEORI AKUNTANSI BESERTA JAWABAN
CONTOH SOAL TEORI AKUNTANSI BESERTA JAWABANCONTOH SOAL TEORI AKUNTANSI BESERTA JAWABAN
CONTOH SOAL TEORI AKUNTANSI BESERTA JAWABAN
 
Akuntansi positif dan akuntansi normatif
Akuntansi positif dan akuntansi normatifAkuntansi positif dan akuntansi normatif
Akuntansi positif dan akuntansi normatif
 
Psak 46 pajak penghasilan 25032015
Psak  46 pajak penghasilan 25032015Psak  46 pajak penghasilan 25032015
Psak 46 pajak penghasilan 25032015
 
Bab 1 Materi Persekutuan (Akuntansi Keuangan Lanjutan)
Bab 1 Materi Persekutuan (Akuntansi Keuangan Lanjutan)Bab 1 Materi Persekutuan (Akuntansi Keuangan Lanjutan)
Bab 1 Materi Persekutuan (Akuntansi Keuangan Lanjutan)
 
PSAK 22 (revisi 2010) - bab 2 biaya terkait akuisisi & biaya transaksi
PSAK 22 (revisi 2010) - bab 2 biaya terkait akuisisi & biaya transaksiPSAK 22 (revisi 2010) - bab 2 biaya terkait akuisisi & biaya transaksi
PSAK 22 (revisi 2010) - bab 2 biaya terkait akuisisi & biaya transaksi
 

Viewers also liked

PSAK 22 (revisi 2010) - Bab 4&5 bargain purchases & piecemeal acquisition
PSAK 22 (revisi 2010) - Bab 4&5 bargain purchases & piecemeal acquisitionPSAK 22 (revisi 2010) - Bab 4&5 bargain purchases & piecemeal acquisition
PSAK 22 (revisi 2010) - Bab 4&5 bargain purchases & piecemeal acquisition
Futurum2
 
PSAK 22 (revisi 2010) - bab 1 pengantar
PSAK 22 (revisi 2010) - bab 1 pengantarPSAK 22 (revisi 2010) - bab 1 pengantar
PSAK 22 (revisi 2010) - bab 1 pengantar
Futurum2
 
Psak 22-kombinasi-bisnis-ifrs-3-240712-short
Psak 22-kombinasi-bisnis-ifrs-3-240712-shortPsak 22-kombinasi-bisnis-ifrs-3-240712-short
Psak 22-kombinasi-bisnis-ifrs-3-240712-short
Sri Apriyanti Husain
 
Futurum psak 22 (revisi 2010) series - bab 2 b
Futurum   psak 22 (revisi 2010) series - bab 2 bFuturum   psak 22 (revisi 2010) series - bab 2 b
Futurum psak 22 (revisi 2010) series - bab 2 b
Futurum2
 
Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...
Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...
Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...
Futurum2
 
Kunci jawaban bab 9 teori akuntansi suwardjono
Kunci jawaban bab 9 teori akuntansi suwardjonoKunci jawaban bab 9 teori akuntansi suwardjono
Kunci jawaban bab 9 teori akuntansi suwardjono
Herna Ferari
 
Psak 48-penurunan-nilai-aset-ias-36-impairment20062012
Psak 48-penurunan-nilai-aset-ias-36-impairment20062012Psak 48-penurunan-nilai-aset-ias-36-impairment20062012
Psak 48-penurunan-nilai-aset-ias-36-impairment20062012
Sri Apriyanti Husain
 
Akuntansi dan pelaporan investor saham
Akuntansi dan pelaporan investor sahamAkuntansi dan pelaporan investor saham
Akuntansi dan pelaporan investor sahamSidik Abdullah
 
Psak 15-investasi-pada-entitas-asosiasi-rev-2013-12092014
Psak 15-investasi-pada-entitas-asosiasi-rev-2013-12092014Psak 15-investasi-pada-entitas-asosiasi-rev-2013-12092014
Psak 15-investasi-pada-entitas-asosiasi-rev-2013-12092014
Sri Apriyanti Husain
 
PSAK-48- IAS 36: Impairment -ias-36
PSAK-48- IAS 36: Impairment -ias-36PSAK-48- IAS 36: Impairment -ias-36
PSAK-48- IAS 36: Impairment -ias-36
Indra Yu
 
Aset tak berujud
Aset tak berujudAset tak berujud
Aset tak berujud
Uchiha Emzhie
 
Psak 12 bagian-partisipasi-dalam-ventura-bersama
Psak 12 bagian-partisipasi-dalam-ventura-bersamaPsak 12 bagian-partisipasi-dalam-ventura-bersama
Psak 12 bagian-partisipasi-dalam-ventura-bersama
Sri Apriyanti Husain
 
Starbucks corporation account question and answers
Starbucks corporation   account question and answersStarbucks corporation   account question and answers
Starbucks corporation account question and answers
js827
 
Akl bab 02
Akl bab 02Akl bab 02
Akl bab 02
Sidik Abdullah
 
Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805
Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805
Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805
Futurum2
 
Apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 1)
Apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 1)Apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 1)
Apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 1)
Futurum2
 
Apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 2)
Apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 2)Apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 2)
Apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 2)
Futurum2
 
Common control transactions or business combinations under common control
Common control transactions or business combinations under common controlCommon control transactions or business combinations under common control
Common control transactions or business combinations under common control
Futurum2
 

Viewers also liked (20)

PSAK 22 (revisi 2010) - Bab 4&5 bargain purchases & piecemeal acquisition
PSAK 22 (revisi 2010) - Bab 4&5 bargain purchases & piecemeal acquisitionPSAK 22 (revisi 2010) - Bab 4&5 bargain purchases & piecemeal acquisition
PSAK 22 (revisi 2010) - Bab 4&5 bargain purchases & piecemeal acquisition
 
PSAK 22 (revisi 2010) - bab 1 pengantar
PSAK 22 (revisi 2010) - bab 1 pengantarPSAK 22 (revisi 2010) - bab 1 pengantar
PSAK 22 (revisi 2010) - bab 1 pengantar
 
Goodwill impairment test
Goodwill impairment testGoodwill impairment test
Goodwill impairment test
 
Psak 22-kombinasi-bisnis-ifrs-3-240712-short
Psak 22-kombinasi-bisnis-ifrs-3-240712-shortPsak 22-kombinasi-bisnis-ifrs-3-240712-short
Psak 22-kombinasi-bisnis-ifrs-3-240712-short
 
Futurum psak 22 (revisi 2010) series - bab 2 b
Futurum   psak 22 (revisi 2010) series - bab 2 bFuturum   psak 22 (revisi 2010) series - bab 2 b
Futurum psak 22 (revisi 2010) series - bab 2 b
 
Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...
Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...
Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...
 
Kunci jawaban bab 9 teori akuntansi suwardjono
Kunci jawaban bab 9 teori akuntansi suwardjonoKunci jawaban bab 9 teori akuntansi suwardjono
Kunci jawaban bab 9 teori akuntansi suwardjono
 
Psak 48-penurunan-nilai-aset-ias-36-impairment20062012
Psak 48-penurunan-nilai-aset-ias-36-impairment20062012Psak 48-penurunan-nilai-aset-ias-36-impairment20062012
Psak 48-penurunan-nilai-aset-ias-36-impairment20062012
 
Disertasi hilmi
Disertasi hilmiDisertasi hilmi
Disertasi hilmi
 
Akuntansi dan pelaporan investor saham
Akuntansi dan pelaporan investor sahamAkuntansi dan pelaporan investor saham
Akuntansi dan pelaporan investor saham
 
Psak 15-investasi-pada-entitas-asosiasi-rev-2013-12092014
Psak 15-investasi-pada-entitas-asosiasi-rev-2013-12092014Psak 15-investasi-pada-entitas-asosiasi-rev-2013-12092014
Psak 15-investasi-pada-entitas-asosiasi-rev-2013-12092014
 
PSAK-48- IAS 36: Impairment -ias-36
PSAK-48- IAS 36: Impairment -ias-36PSAK-48- IAS 36: Impairment -ias-36
PSAK-48- IAS 36: Impairment -ias-36
 
Aset tak berujud
Aset tak berujudAset tak berujud
Aset tak berujud
 
Psak 12 bagian-partisipasi-dalam-ventura-bersama
Psak 12 bagian-partisipasi-dalam-ventura-bersamaPsak 12 bagian-partisipasi-dalam-ventura-bersama
Psak 12 bagian-partisipasi-dalam-ventura-bersama
 
Starbucks corporation account question and answers
Starbucks corporation   account question and answersStarbucks corporation   account question and answers
Starbucks corporation account question and answers
 
Akl bab 02
Akl bab 02Akl bab 02
Akl bab 02
 
Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805
Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805
Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805
 
Apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 1)
Apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 1)Apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 1)
Apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 1)
 
Apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 2)
Apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 2)Apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 2)
Apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 2)
 
Common control transactions or business combinations under common control
Common control transactions or business combinations under common controlCommon control transactions or business combinations under common control
Common control transactions or business combinations under common control
 

Similar to Psak 22 (revisi 2010) - bab 3 goodwill

Rmk 4 ima
Rmk 4 imaRmk 4 ima
Rmk 4 ima
Fahriani .
 
Analisis Laporan Arus Kas
Analisis Laporan Arus KasAnalisis Laporan Arus Kas
Analisis Laporan Arus Kas
aikinou
 
Persamaan akuntansi dan aturan debet/kredit
Persamaan akuntansi dan aturan debet/kreditPersamaan akuntansi dan aturan debet/kredit
Persamaan akuntansi dan aturan debet/kredit
Seta Putra
 
PPT Kel 5.pptx
PPT Kel 5.pptxPPT Kel 5.pptx
PPT Kel 5.pptx
FajrinPratiwiUtami
 
Bab ii
Bab iiBab ii
Bab ii
Yudha Haqqi
 
8e9f7-kdpplks-pertemuan-ii.pptMMMMMMMMMM
8e9f7-kdpplks-pertemuan-ii.pptMMMMMMMMMM8e9f7-kdpplks-pertemuan-ii.pptMMMMMMMMMM
8e9f7-kdpplks-pertemuan-ii.pptMMMMMMMMMM
aml_300
 
LABA (INCOME)
LABA (INCOME)LABA (INCOME)
LABA (INCOME)
Endah Wulandari
 
Bab II - Landasan Teori - SAK ETAP
Bab II - Landasan Teori - SAK ETAPBab II - Landasan Teori - SAK ETAP
Bab II - Landasan Teori - SAK ETAP
Donnie Praditya Sugiarto
 
Rerangka konseptual sak (kdpplk)
Rerangka konseptual sak (kdpplk)Rerangka konseptual sak (kdpplk)
Rerangka konseptual sak (kdpplk)
Yunita Tri Andra Yani
 
Kerangka dasar
Kerangka dasarKerangka dasar
Kerangka dasarNita Putri
 
Rangkuman akuntansi keuangan kuliah semster3
Rangkuman akuntansi keuangan kuliah semster3Rangkuman akuntansi keuangan kuliah semster3
Rangkuman akuntansi keuangan kuliah semster3
Kartika Dwi Rachmawati
 
Kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah
Kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariahKerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah
Kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariahNamla Elfa Syariati
 
Ekonomi Teknik 2
Ekonomi Teknik 2Ekonomi Teknik 2
Ekonomi Teknik 2
Nimas Putri
 
Working capital management/abshor.marantika/triana mariana/3-04
Working capital management/abshor.marantika/triana mariana/3-04Working capital management/abshor.marantika/triana mariana/3-04
Working capital management/abshor.marantika/triana mariana/3-04
TrianaMariana
 
Manajemen keuangan bab 02
Manajemen keuangan bab 02Manajemen keuangan bab 02
Manajemen keuangan bab 02
Lia Ivvana
 
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN
ANALISIS LAPORAN KEUANGANANALISIS LAPORAN KEUANGAN
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN
Universitas Mulawarman Samarinda
 
Psak 45 pelaporan keuangan organisasi nirlaba
Psak 45 pelaporan keuangan organisasi nirlabaPsak 45 pelaporan keuangan organisasi nirlaba
Psak 45 pelaporan keuangan organisasi nirlaba
Donzi Antonio
 

Similar to Psak 22 (revisi 2010) - bab 3 goodwill (20)

Psak02
Psak02Psak02
Psak02
 
Rmk 4 ima
Rmk 4 imaRmk 4 ima
Rmk 4 ima
 
Analisis Laporan Arus Kas
Analisis Laporan Arus KasAnalisis Laporan Arus Kas
Analisis Laporan Arus Kas
 
Persamaan akuntansi dan aturan debet/kredit
Persamaan akuntansi dan aturan debet/kreditPersamaan akuntansi dan aturan debet/kredit
Persamaan akuntansi dan aturan debet/kredit
 
Makalah Cash dan Flow
Makalah Cash dan FlowMakalah Cash dan Flow
Makalah Cash dan Flow
 
PPT Kel 5.pptx
PPT Kel 5.pptxPPT Kel 5.pptx
PPT Kel 5.pptx
 
Bab ii
Bab iiBab ii
Bab ii
 
8e9f7-kdpplks-pertemuan-ii.pptMMMMMMMMMM
8e9f7-kdpplks-pertemuan-ii.pptMMMMMMMMMM8e9f7-kdpplks-pertemuan-ii.pptMMMMMMMMMM
8e9f7-kdpplks-pertemuan-ii.pptMMMMMMMMMM
 
LABA (INCOME)
LABA (INCOME)LABA (INCOME)
LABA (INCOME)
 
Bab II - Landasan Teori - SAK ETAP
Bab II - Landasan Teori - SAK ETAPBab II - Landasan Teori - SAK ETAP
Bab II - Landasan Teori - SAK ETAP
 
Rerangka konseptual sak (kdpplk)
Rerangka konseptual sak (kdpplk)Rerangka konseptual sak (kdpplk)
Rerangka konseptual sak (kdpplk)
 
Kerangka dasar
Kerangka dasarKerangka dasar
Kerangka dasar
 
Ta konsep aktiva
Ta konsep aktivaTa konsep aktiva
Ta konsep aktiva
 
Rangkuman akuntansi keuangan kuliah semster3
Rangkuman akuntansi keuangan kuliah semster3Rangkuman akuntansi keuangan kuliah semster3
Rangkuman akuntansi keuangan kuliah semster3
 
Kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah
Kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariahKerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah
Kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah
 
Ekonomi Teknik 2
Ekonomi Teknik 2Ekonomi Teknik 2
Ekonomi Teknik 2
 
Working capital management/abshor.marantika/triana mariana/3-04
Working capital management/abshor.marantika/triana mariana/3-04Working capital management/abshor.marantika/triana mariana/3-04
Working capital management/abshor.marantika/triana mariana/3-04
 
Manajemen keuangan bab 02
Manajemen keuangan bab 02Manajemen keuangan bab 02
Manajemen keuangan bab 02
 
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN
ANALISIS LAPORAN KEUANGANANALISIS LAPORAN KEUANGAN
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN
 
Psak 45 pelaporan keuangan organisasi nirlaba
Psak 45 pelaporan keuangan organisasi nirlabaPsak 45 pelaporan keuangan organisasi nirlaba
Psak 45 pelaporan keuangan organisasi nirlaba
 

More from Futurum2

Are P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn Discussion
Are P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn DiscussionAre P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn Discussion
Are P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn Discussion
Futurum2
 
NPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn Discussion
NPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn DiscussionNPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn Discussion
NPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn Discussion
Futurum2
 
Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...
Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...
Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...
Futurum2
 
Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...
Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...
Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...
Futurum2
 
A quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draft
A quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draftA quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draft
A quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draft
Futurum2
 
Menggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansi
Menggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansiMenggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansi
Menggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansi
Futurum2
 
Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...
Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...
Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...
Futurum2
 
Ignacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black Berry
Ignacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black BerryIgnacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black Berry
Ignacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black Berry
Futurum2
 
REIT “rasa indonesia” kontrak investasi kolektif dana investasi real estat
REIT “rasa indonesia”  kontrak investasi kolektif dana investasi real estatREIT “rasa indonesia”  kontrak investasi kolektif dana investasi real estat
REIT “rasa indonesia” kontrak investasi kolektif dana investasi real estat
Futurum2
 
Proyek remodel refresh di sektor ritel kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...
Proyek remodel refresh di sektor ritel  kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...Proyek remodel refresh di sektor ritel  kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...
Proyek remodel refresh di sektor ritel kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...
Futurum2
 
Surplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetap
Surplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetapSurplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetap
Surplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetap
Futurum2
 
Perpetuity and growing pepetuity formula derivation
Perpetuity and growing pepetuity formula derivationPerpetuity and growing pepetuity formula derivation
Perpetuity and growing pepetuity formula derivation
Futurum2
 
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Futurum2
 
15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...
15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...
15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...
Futurum2
 
15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)
15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)
15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)
Futurum2
 
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Futurum2
 
Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang
Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutangHutang dagang dengan fasilitas anjak piutang
Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang
Futurum2
 
Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...
Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...
Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...
Futurum2
 
15-minute lesson overview to understand npv
15-minute lesson overview to understand npv15-minute lesson overview to understand npv
15-minute lesson overview to understand npv
Futurum2
 
Obligasi konversi bagian 1 pendahuluan
Obligasi konversi bagian 1 pendahuluanObligasi konversi bagian 1 pendahuluan
Obligasi konversi bagian 1 pendahuluan
Futurum2
 

More from Futurum2 (20)

Are P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn Discussion
Are P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn DiscussionAre P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn Discussion
Are P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn Discussion
 
NPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn Discussion
NPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn DiscussionNPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn Discussion
NPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn Discussion
 
Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...
Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...
Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...
 
Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...
Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...
Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...
 
A quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draft
A quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draftA quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draft
A quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draft
 
Menggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansi
Menggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansiMenggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansi
Menggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansi
 
Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...
Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...
Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...
 
Ignacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black Berry
Ignacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black BerryIgnacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black Berry
Ignacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black Berry
 
REIT “rasa indonesia” kontrak investasi kolektif dana investasi real estat
REIT “rasa indonesia”  kontrak investasi kolektif dana investasi real estatREIT “rasa indonesia”  kontrak investasi kolektif dana investasi real estat
REIT “rasa indonesia” kontrak investasi kolektif dana investasi real estat
 
Proyek remodel refresh di sektor ritel kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...
Proyek remodel refresh di sektor ritel  kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...Proyek remodel refresh di sektor ritel  kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...
Proyek remodel refresh di sektor ritel kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...
 
Surplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetap
Surplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetapSurplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetap
Surplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetap
 
Perpetuity and growing pepetuity formula derivation
Perpetuity and growing pepetuity formula derivationPerpetuity and growing pepetuity formula derivation
Perpetuity and growing pepetuity formula derivation
 
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
 
15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...
15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...
15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...
 
15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)
15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)
15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)
 
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
 
Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang
Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutangHutang dagang dengan fasilitas anjak piutang
Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang
 
Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...
Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...
Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...
 
15-minute lesson overview to understand npv
15-minute lesson overview to understand npv15-minute lesson overview to understand npv
15-minute lesson overview to understand npv
 
Obligasi konversi bagian 1 pendahuluan
Obligasi konversi bagian 1 pendahuluanObligasi konversi bagian 1 pendahuluan
Obligasi konversi bagian 1 pendahuluan
 

Psak 22 (revisi 2010) - bab 3 goodwill

  • 1. www.futurumcorfinan.com PSAK 22 (revisi 2010) tentang Kombinasi Bisnis (adopsi International Financial Reporting Standard 3 “Business Combinations” (revisi 2008): Beberapa Implikasi terhadap Perpajakan – BAGIAN 3 BAB 3 GOODWILL Pendahuluan Topik goodwill telah menjadi topik yang mengundang diskusi sejak lama di kalangan akuntan. Pada awalnya, goodwill lebih diartikan sebagai memiliki hubungan yang baik dengan pelanggan. Faktor-faktor sekunder lainnya turut mendukung ke arah tersebut, misalnya memiliki lokasi yang strategis (misalnya dekat dengan pelanggan atau mudah dijangkau) dan kebiasaan belanja pelanggan, sehingga dapat meningkatkan nilai suatu bisnis. Sukarnen DILARANG MENG-COPY, MENYALIN, ATAU MENDISTRIBUSIKAN SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS DARI PENULIS Untuk pertanyaan atau komentar bisa diposting melalui website www.futurumcorfinan.com
  • 2. www.futurumcorfinan.com Yang1 menjelaskan goodwill sebagai “everything that might contribute to the advantage an established business possessed over a business to be started anew” (terjemahan bebas: segala sesuatu yang dapat memberikan kontribusi untuk keuntungan yang dimiliki oleh suatu bisnis yang mapan dibandingkan dengan suatu bisnis yang baru). Sejak itu, konsep goodwill telah berkembang menjadi konsep kekuatan mencetak laba (earning power concept) dimana nilai goodwill merupakan semua laba “ekses” yang diperoleh di masa depan yang diharapkan (expected excess earnings stream) akan lebih tinggi dibandingkan laba rata-rata yang akan dihasilkan oleh perusahaan sejenis (similar), laba “ekses” mana kemudian didiskonto untuk diperoleh nilai kininya. Richard Barker2 menyebutkan bahwa goodwill dapat timbul baik karena:  Aset diukur secara tidak benar (incorrectly valued) di pembukuan, dan/atau  Perusahaan secara keseluruhan lebih bernilai dibandingkan penjumlahan dari bagian-bagiannya (dikenal sebagai goodwill “murni (pure)”). Lebih lanjut, disebutkan bahwa laporan posisi keuangan atau neraca suatu entitas menyajikan nilai untuk asset yang dapat dipisahkan, aset mana yang memiliki harga pasar saat ini (current market prices) yang dapat berbeda dengan nilai tercatat yang disajikan di laporan posisi keuangan suatu entitas pelapor (reporting entity). Goodwill, sebaliknya, adalah komponen yang tidak dapat dipisahkan (non-separable component) yang nilainya didasarkan pada kejadian masa depan yang diharapkan, dan tidak dapat dinyatakan dengan menggunakan harga pasar saat ini. Sifat dari tidak dapat dipisahkannya goodwill dari aset lain, juga diakui oleh IFRS, dimana disebutkan3 bahwa tidak seperti aset takberwujud lainnya yang secara individual dapat teridentifikasi, goodwill adalah tak berbentuk dan tidak dapat hadir, dari sudut pandang pelaporan keuangan, terpisah dari aset berwujud dan takberwujud teridentifikasi dengan mana ia diperoleh dan tetap terkait. Dengan demikian, evaluasi langsung atas nilai terpulihkan dari goodwill sesungguhnya tidak mungkin. Untuk itu, IFRS mewajibkan bahwa 1 Yang, J.M. Goodwill and Other Intangibles. New York: Ronald Press, 1927. Halaman 29. Sebagaimana dikutip dari Schroeder, R. G., Myrtle W. Clark dan Jack M. Cathey. Financial Accounting Theory and Analysis: Text and Cases. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc., 2009. Halaman 342. 2 Barker, Richard. Determining Value: Valuation Models and Financial Statements. London: Pearson Education Limited, 2001. Halaman 86 (catatan kaki no. 10) dan halaman 110. 3 Epstein, Barry J., dan Eva K. Jermakowicz. 2010 Interpretation and Application of International Financial Reporting Standards. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc, 2010. Halaman 381.
  • 3. www.futurumcorfinan.com goodwill digabungkan dengan aset lainnya yang bersama-sama membentuk Unit Penghasil Kas - UPK (Cash-Generating Unit), dan bahwa evaluasi dari penurunan nilai potensial apapun wajib dilakukan secara keseluruhan (aggregate basis) secara tahunan. Unit Penghasil Kas adalah kelompok terkecil aset teridentifikasikan yang menghasilkan arus kas masuk yang sebagian besar independen dari arus kas masuk dari aset atau kelompok aset lain4 . Apa yang disampaikan di atas bahwa goodwill tidak dapat hadir, dari sudut pandang pelaporan keuangan, terpisah dari aset berwujud dan takberwujud teridentifikasi dengan mana ia diperoleh dan tetap terkait, sangat menarik. Richard Barker menyertakan 1 (satu) contoh terkait goodwill5 , yang mungkin bisa menjelaskan darimana goodwill tersebut dapat hadir: Adding goodwill to existing assets Last week, a group of the largest US mall operators, all of them Real Estate Investment Trusts, announced the formation of MerchantWired, a venture intended to provide a technology infrastructure for retail centres. The move suggests that some property investors 4 PSAK 48 (revisi 2009) tentang Penurunan Nilai Aset menyebutkan bahwa: [Paragraf 80] Untuk tujuan uji penurunan nilai, goodwill yang diperoleh dalam suatu kombinasi bisnis harus, sejak tanggal akuisisi, dialokasikan pada setiap unit penghasil kas pihak pengakuisisi, (atau kelompok unit penghasil kas) yang diharapkan memberikan manfaat dari sinergi kombinasi, terlepas dari apakah aset atau liabilitas lain dari pihak yang diakuisisi yang ditetapkan ke unit-unit atau kelompok unit-unit tersebut. Setiap unit atau kelompok unit yang memperoleh alokasi goodwill harus: (a) Merupakan tingkat terendah dalam entitas yang goodwill-nya dimonitor untuk tujuan manajemen internal; dan (b) Tidak lebih besar dari suatu segmen operasi yang ditentukan sesuai dengan PSAK 5 (revisi 2009) tentang Segmen Operasi. [Paragraf 81] Goodwill yang diakui dalam kombinasi bisnis adalah aset yang mewakili manfaat ekonomi masa depan yang timbul dari aset lain yang diperoleh dalam kombinasi bisnis yang tidak teridentifikasi secara individual dan diakui secara terpisah. Goodwill tidak menghasilkan arus kas secara independen dari aset atau kelompok aset lain, dan seringkali berkontribusi pada arus kas dari beragam unit penghasil kas. Goodwill kadang tidak dapat dialokasikan atas suatu dasar yang non- arbitrer terhadap unit penghasil kas individual, tetapi hanya pada sekelompok unit penghasil kas. Akibatnya, tingkatan terendah dalam entitas dimana goodwill dimonitor untuk tujuan manajemen internal terkadang terdiri dari sejumlah unit penghasil kas yang dengannya goodwill tersebut terkait, tetapi padanya goodwill tersebut tidak dapat dialokasikan. Rujukan di dalam paragraf 83-94 dan Lampiran C mengenai unit penghasil kas yang mendapatkan alokasi goodwill dimaksudkan juga sebagai rujukan mengenai sekelompok unit penghasil kas yang memperoleh alokasi goodwill. [Paragraf 82] Penerapan persyaratan dalam paragraf 80 menghasilkan goodwill yang diuji penurunan nilainya pada tingkat yang mencerminkan bagaimana entitas mengelola operasinya dan bagaimana goodwill diasosiasikan secara alami. Sehingga, pengembangan sistem pelaporan tambahan secara khusus tidak diperlukan. 5 Barker, Richard. Determining Value: Valuation Models and Financial Statements. London: Pearson Education Limited, 2001. Halaman 110.
  • 4. www.futurumcorfinan.com have understood that the sector is among the best placed to benefit from the so-called new economy…… MerchantWired says that it plans to provide retailers with a so-called virtual private network allowing high-speed connectivity between different stores. This will allow a retailer with sites not only at, say, the 45 Macerich shopping centres nationwide, but also at those of the other mall company partners, to communicate quickly between stores. MerchantWired also promises to deliver high-speed data connectivity, secure access to the internet, and video/internet broadcasting capabilities, the last of which offers great potential for brand-led promotions at many sites simultaneously. Source: Financial Times, Norma Cohen, 26 May 2000. Disebutkan bahwa: Kehadiran Merchantwired adalah untuk mengakui adanya kesempatan guna menggunakan teknologi informasi untuk meningkatkan nilai kolektif dari pusat-pusat eceran. Adanya koneksi antara pusat-pusat tersebut-lah yang memampukan masing-masing dari pusat- pusat itu untuk memperoleh manfaat dari satu sama lain, dan memungkinkan nilai keseluruhan akan lebih besar dari penjumlahan masing-masing bagian. Sebagai contoh, dengan meningkatkan keberlangsungan ekonomi dari kegiatan promosi merek, atau dengan mengumpulkan dan membagi data atas permintaan konsumen. MerchantWired, dengan demikian, memungkinkan hadirnya goodwill (dan juga memunculkan nilai goodwill dan peningkatan nilai tersebut selanjutnya), dan bukan ditujukan terutama untuk meningkatkan nilai yang dapat dipisahkan dari masing-masing aset individual. Ketentuan bahwa goodwill disajikan “terpisah” di laporan posisi keuangan6 , seakan-akan menyiratkan bahwa ia merupakan suatu aset yang mampu berdiri sendiri (dan dinilai terpisah), dan bahwa goodwill dikategorikan sebagai aset takberwujud7 , namun hal ini dapat menimbulkan interpretasi yang kurang tepat. Aset-aset lain selain goodwill, besar kemungkinan dapat memiliki:  nilai pasar tersendiri (kepada pihak eksternal) dan  nilai kepada perusahaan sendiri (yang sangat erat terkait kepada hubungannya dengan sumberdaya yang lain yang dipergunakan bersama-sama oleh perusahaan). Jadi terdapat 2 (dua) nilai, yaitu nilai ke pihak eksternal dan nilai internal. Contohnya sebagai berikut: 6 Mengacu ke Bagian I: Ilustrasi Penyajian Laporan Keuangan PSAK No. 1 (revisi 2009) tentang Penyajian Laporan Keuangan. 7
  • 5. www.futurumcorfinan.com Nilai saham suatu perusahaan mencerminkan nilai gabungan dari seluruh asetnya. Masalah dengan penilaian yang sangat sulit dipecahkan adalah bahwa total nilai ini tidak dapat dipecah-pecah ke masing-masing aset individual, terkait adanya faktor sinergi di antara aset-aset tersebut. Suatu perusahaan tidak menciptakan nilai hanya dengan memegang aset, namun nilai tersebut tercipta melalui kombinasi yang cermat dari keputusan-keputusan pengeluaran biaya dan investasi (expenditure and investment decisions), mulai dari rekrutmen tenaga kerja, pengembangan produk, pembangunan pabrik, iklan, penyediaan jasa dan manajemen operasional. Dampak kontribusi gabungan dari seluruh sumber daya yang dipergunakan bersama-sama (terlepas apakah sumber daya tersebut disajikan sebagai aset atau dibiayakan di laporan keuangan perusahaan) tersebut itulah yang kemudian menghasilkan arus pendapatan dan arus kas yang memungkinkan perusahaan tetap berkelanjutan dalam usahanya, dan dengan demikian memampukan suatu perusahaan secara keseluruhan memiliki nilai di depan pihak eksternal. Walaupun aset individual perusahaan memiliki nilai bersama-sama dengan aset lainnya, namun secara individual, masing-masing aset tersebut besar kemungkinan tetap memiliki nilai pasar kepada pihak eksternal. Misalnya, mesin dan peralatan tetap dapat dilepas ke pihak eksternal dengan harga jual tertentu, bisa lebih tinggi atau lebih rendah dari nilai tercatat dalam pembukuan perusahaan. Hal yang sama tidak didapatkan pada goodwill, karena kehadiran dan nilai goodwill ke pihak eksternal tidak dapat hadir secara terpisah dari aset-aset lainnya. Ia hanya hadir bersama- sama dengan nilai perusahaan secara keseluruhan, dan it pun dengan kondisi bahwa pasar tidak sempurna. Hanya pada saat pasar tidak sempurna-lah, yang memungkinkan suatu perusahaan dapat memperoleh imbal hasil abnormal positif, dimana kemudian nilai perusahaan secara keseluruhan akan lebih tinggi daripada harga masuk (entry price, atau biaya perolehan) dari aset-asetnya8 . Sebelum dibicarakan goodwill dari sudut pandang PSAK atau IAS, akan disinggung terlebih dahulu ketentuan perpajakan terkait dengan goodwill. 8 Barker, Richard. Determining Value: Valuation Models and Financial Statements. London: Pearson Education Limited, 2001. Halaman 110.
  • 6. www.futurumcorfinan.com Ketentuan Perpajakan – Goodwill Ketentuan perpajakan terkait aspek pajak atas goodwill juga sampai saat ini masih belum banyak memberikan klarifikasi9 . Goodwill Goodwill pada umumnya suatu aset yang dibukukan pada laporan posisi keuangan (atau neraca) wajib pajak, dan banyak ditemukan pada laporan keuangan konsolidasian suatu kelompok usaha, yaitu entitas induk dan entitas anaknya. Walaupun goodwill dibukukan pada saat terjadi transaksi penggabungan usaha dan akuisisi - suatu transaksi yang pada umumnya melibatkan nilai transaksi yang signifikan - namun dalam peraturan perpajakan Indonesia tidak banyak diperoleh gambaran apa yang dimaksud dengan goodwill dari sudut pandang otoritas perpajakan10 . Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) pasal 11A hanya memberikan ketentuan mengenai amortisasi goodwill, dan di pasal tersebut digunakan kata “muhibah”. Dalam praktik, menjadi suatu pertanyaan umum apakah pemahaman goodwill dan penentuan nilainya menurut Standar Akuntansi Keuangan Indonesia dapat diterima oleh pihak fiskus. Hal ini tentunya juga akan mempengaruhi jumlah amortisasinya setiap tahun yang akan dibebankan dalam penentuan Penghasilan Kena Pajak (PKP) wajib pajak. Dalam suatu surat jawaban dari Direktorat Jenderal Pajak Republik Indonesia nomor S- 248/PJ.52/1988 perihal “Perlakuan Perpajakan atas “Goodwill” dan “Pre-Operating Expenses”, ada disebutkan bahwa: 9 Aspek pajak atas goodwill dimasukkan sebagai salah satu pembahasan dalam Grey Area Perpajakan (halaman 130-132) tulisan Tugiman Binsarjono, dkk. Jakarta: PT Gemilang Gagasindo Handal, cetakan pertama, Juli 2007. 10 Direktorat Jenderal Pajak pernah menerbitkan panduan dalam bentuk buku berjudul “Perlakuan Perpajakan atas Restrukturisasi Perusahaan” pada bulan Mei 1999, dengan latar belakang restrukturisasi perusahaan yang banyak terjadi sesudah krisis ekonomi melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997. Buku tersebut banyak menyinggung soal penggabungan usaha (merger), peleburan usaha (consolidation) dan pemekaran usaha (expansion), namun yang menarik tidak terdapat hal-hal terkait goodwill dan bagaimana aspek perpajakannya. Tentunya dapat diperkirakan bahwa perusahaan-perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan tersebut dan kemudian menjalani program restrukturisasi, kemungkinan membukukan goodwill sebagai salah satu unsur aset dalam laporan posisi keuangan atau neraca sebelum restrukturisasi.
  • 7. www.futurumcorfinan.com 1. Goodwill adalah harta tidak berwujud (intangible asset) dari suatu perusahaan yang nilainya didasarkan pada kemampuan perusahaan dalam mendapatkan keuntungan. Nama baik dari suatu perusahaan yang telah dipupuk selama perusahaan beroperasi menciptakan “goodwill”. Walaupun demikian, “goodwill” baru dibukukan, apabila ada realisasi dalam bentuk pemindahtanganan perusahaan yang bersangkutan kepada pihak lain. Sepanjang tidak ada pemindahtanganan, maka “Goodwill” tidak akan muncul. 2. Sesuai butir 1, maka bagi perusahaan yang baru berdiri, terdapat 2 (dua) kemungkinan: 2.1. Perseroan yang baru didirikan mengoperasikan perusahaan yang berasal dari pembelian (perusahaan yang dibeli telah mempunyai nama baik), maka akan terdapat “Goodwill”; 2.2. Perusahaan yang baru sama sekali (tidak berasal dari pembelian perusahaan yang telah beroperasi) tidak mungkin mempunyai “Goodwill”. Dalam hal butir 2.2., karena tidak ada “Goodwill”, tidak ada pula amortisasi, sedangkan untuk butir 2.1., harga perolehan dari “Goodwill” dapat diamortisasi. Dari isi surat Dirjen Pajak di atas dapat disimpulkan bahwa: (1) Goodwill adalah harta tidak berwujud (intangible asset) dari suatu perusahaan. (2) Nilai goodwill didasarkan pada kemampuan perusahaan dalam mendapatkan keuntungan. (3) Nama baik dari suatu perusahaan yang telah dipupuk selama perusahaan beroperasi menciptakan “goodwill”. (4) Goodwill baru dibukukan, apabila ada realisasi dalam bentuk pemindahtanganan perusahaan yang bersangkutan kepada pihak lain. Butir (1) di atas mengindikasikan bahwa otoritas perpajakan memandang goodwill sebagai suatu aset takberwujud, yang membawa konsekuensi bahwa goodwill tidak dapat dibiayakan seketika ke laporan laba rugi. Proses pembebananya adalah melalui amortisasi sepanjang masa manfaatnya. Hal ini dipertegas dalam surat Dirjen Pajak di atas, berbunyi: Sesuai dengan Pasal 11 ayat (10) Undang-Undang PPh 1984, sebagai harta tak berwujud, “Goodwill” diamortisasi sesuai dengan masa manfaatnya. Mengingat bahwa masa manfaat “Goodwill” melekat pada perusahaan dengan pengertian bahwa suatu perusahaan didirikan untuk jangka waktu yang sangat lama bahkan untuk selama-lamanya, maka masa manfaat dari suatu “Goodwill” termasuk golongan dengan masa manfaat lebih dari delapan tahun.
  • 8. www.futurumcorfinan.com UU PPh Pasal 11A mengatur bahwa amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwill) yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dilakukan dengan metode: a. dalam bagian-bagian yang sama besar setiap tahun selama masa manfaat (catatan: umum dikenal sebagai metode garis lurus (straight line method)); atau b. dalam bagian-bagian yang menurun setiap tahun dengan cara menerapkan tarif amortisasi atas nilai sisa buku (catatan: umum dikenal sebagai metode saldo menurun ganda (double-declining balance method)). Khusus untuk amortisasi harta tak berwujud yang menggunakan metode saldo menurun, pada akhir masa manfaat nilai sisa buku harta tak berwujud atau hak-hak tersebut diamortisasi sekaligus. Untuk menghitung amortisasi, masa manfaat dan tarif amortisasi ditetapkan sebagai berikut: Kelompok Harta Tak Berwujud Masa Manfaat Tarif Amortisasi berdasarkan Metode Garis Lurus Saldo Menurun Kelompok 1 4 tahun 25% 50% Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25% Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5% Kelompok 4 20 tahun 5% 10% Dari pasal 11A UU PPh tersebut, ada disebutkan bahwa pengeluaran lainnya, termasuk goodwill, untuk dapat diterima sebagai biaya dalam penentuan PKP wajib pajak, perlu dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (catatan: menurut penulis, baik pihak wajib pajak dan fiskus dapat mengacu ke PSAK 22 (revisi 2009) tentang Kombinasi Bisnis11 paragraf B64 dimana entitas pelapor (reporting entity) diwajibkan memberikan pengungkapan mengenai penjelasan kualitatif tentang faktor yang membentuk goodwill yang diakui). 11 PSAK 22 (revisi 2009) tentang Kombinasi Bisnis adalah Standar Akuntansi Keuangan Indonesia yang digunakan sebagai acuan terkait penentuan goodwill dalam kombinasi bisnis.
  • 9. www.futurumcorfinan.com Butir (2) mengungkapkan bahwa nilai goodwill12 didasarkan pada kemampuan perusahaan dalam mendapatkan keuntungan. Hal ini mengindikasikan bahwa kehadiran goodwill lekat atau identik pada kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan (catatan: tidak dipersoalkan apakah keuntungan tersebut harus merupakan keuntungan di atas keuntungan rata-rata atau normal). Perusahaan yang terus menerus menderita kerugian untuk beberapa tahun tampaknya dapat saja diartikan bahwa tidak terdapat kemampuan perusahaan untuk mencetak laba, sehingga goodwill yang ada tidak diakui oleh pihak fiskus. Menyambung dari butir (2) di atas dimana goodwill terkait dengan kemampuan untuk mencetak laba, maka dalam butir (3), kemampuan tersebut berasal dari nama baik (reputasi). Hal ini dipertegas dalam surat Dirjen Pajak tersebut dimana pembelian atau akuisisi atas perusahaan yang baru sama sekali, tidak ada goodwill yang diakui, karena dianggap belum memiliki nama baik. Apakah ini berarti bahwa pihak fiskus hanya mengakui bahwa goodwill yang tidak terkait dengan nama baik, tidak dapat diakui secara fiskus13 ? Butir (4) mensyaratkan bahwa goodwill baru dibukukan, apabila ada realisasi dalam bentuk pemindahtanganan perusahaan yang bersangkutan kepada pihak lain. Tidak ada penjelasan lebih lanjut transaksi-transaksi apa saja yang tercakup dalam “pemindahtanganan perusahaan”. Namun tampaknya ini mengacu ke terjadinya pengalihan saham perusahaan dari satu pihak ke pihak lainnya. Pemindahtanganan perusahaan pada umumnya diikuti dengan pengendalian (atau penguasaan) atas perusahaan tersebut14 . Dari surat Dirjen Pajak tersebut, adanya transaksi “pemindahtanganan perusahaan” saja sudah cukup untuk membukukan goodwill. Terkait dengan transaksi “pemindahtanganan perusahaan”, kita lihat apa yang diatur oleh PSAK 22 (revisi 2010) terkait pengakuan goodwill, dimana disebutkan bahwa: 12 Secara teori, nilai goodwill sama nilai kini diskonto dari laba superior yang diharapkan, yaitu laba masa depan yang diharapkan dikurangi oleh laba normal dalam industri tersebut). Schroeder, R. G., Myrtle W. Clark dan Jack M. Cathey. Financial Accounting Theory and Analysis: Text and Cases. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc., 2009. Halaman 343. 13 PSAK 22 (revisi 2009) paragraf B64 menyebutkan aktor yang membentuk goodwill yang diakui, dimana tidak terbatas hanya pada nama baik (reputasi) seperti:  sinergi yang diharapkan dari penggabungan operasi pihak pengakuisisi dan pihak yang diakuisisi,  aset tidak berwujud yang tidak memenuhi persyaratan untuk pengakuan terpisah atau faktor lain. 14 Pemilikan (misalnya dengan cara membeli) dan hak secara hukum (legal rights) hanya merupakan salah satu cara untuk mendapatkan penguasaan atau kendali (Mos, Kenneth S. Accounting Theory. Columbus, OH: Grid Publishing, Inc., 1982. Halaman 341-342).
  • 10. www.futurumcorfinan.com  Entitas mencatat setiap kombinasi bisnis dengan menerapkan metode akuisisi [paragraf 04]  Penerapan metode akuisisi mensyaratkan [paragraf 05]: (a) pengidentifikasian pihak pengakuisisi; (b) penentuan tanggal akuisisi; (c) pengakuan dan pengukuran aset teridentifikasi yang diperoleh, liabilitas yang diambil-alih, dan kepentingan nonpengendali pihak yang diakuisisi; dan (d) pengakuan dan pengukuran goodwill atau keuntungan dari pembelian dengan diskon.  Pihak pengakuisisi mengakui goodwill pada tanggal akuisisi yang diukur sebagai selisih…..[paragraf 32]. Dari paragraf-paragraf di atas dapat diketahui bahwa pengakuan goodwill oleh pihak pengakuisisi terkait dengan penerapan metode akuisisi atas setiap kombinasi bisnis. Kombinasi bisnis sendiri adalah suatu transaksi atau peristiwa lain dimana pihak pengakuisisi memperoleh pengendalian atas satu atau lebih bisnis [Lampiran A: Istilah]. Di sini, kombinasi bisnis identik dengan diperolehnya pengendalian atas bisnis. Namun perlu diperhatikan bahwa hanya pada akuisisi bisnis saja diperbolehkan oleh PSAK 22 (revisi 2010) untuk pengakuan goodwill, sedangkan akuisisi di luar bisnis tidak dapat menimbulkan goodwill. Hal ini dipertegas dalam paragraf 02 tentang ruang lingkup PSAK 22 (revisi 2010) dimana suatu transaksi atau peristiwa akuisisi aset atau kelompok aset yang bukan merupakan suatu bisnis tidak menimbulkan goodwill. Dalam PSAK 19 (revisi 2010) tentang Aset Takberwujud lebih jauh mengatur bahwa:  Goodwill yang dihasilkan secara internal tidak boleh diakui sebagai aset [paragraf 47].  Dalam beberapa kasus, entitas melakukan pengeluaran untuk menghasilkan manfaat ekonomis masa depan, tetapi pengeluaran tersebut tidak berakibat pada timbulnya aset takberwujud yang dapat diakui sesuai dengan PSAK 19 (revisi 2010) ini. Pengeluaran seperti itu sering dianggap memberikan sumbangsih terhadap timbulnya goodwill dalam entitas yang dihasilkan secara internal. Goodwill yang dihasilkan secara internal tidak boleh diakui sebagai aset karena goodwill tersebut bukan merupakan suatu sumber daya teridentifikasi (tidak dapat dipisahkan dan tidak timbul dari kontrak atau hak legal) yang dikendalikan oleh entitas dan bisa diukur secara andal menurut biaya perolehannya [paragraf 48].
  • 11. www.futurumcorfinan.com  Selisih antara nilai pasar entitas dan jumlah tercatat aset bersih teridentifikasi dapat mencerminkan berbagai faktor yang mempengaruhi nilai entitas tersebut. Namun, selisih tersebut tidak bisa dianggap sebagai biaya perolehan aset takberwujud yang dikendalikan oleh entitas [paragraf 49]. Jadi PSAK 19 (revisi 2010) tidak memperbolehkan goodwill yang dihasilkan secara internal diakui sebagai aset suatu entitas. Dengan demikian, terkait dengan PSAK 22 (revisi 2010), dapat disimpulkan bahwa pengakuan goodwill hanya dimungkinkan timbul pada transaksi akuisisi, yaitu diperolehnya pengendalian atas suatu bisnis, dimana pengendalian dianggap ada dalam 9 (sembilan) situasi sebagaimana ditentukan oleh PSAK 4 (revisi 2009) tentang Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri paragraf 10 dan Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) Nomor 07 (revisi 2009) tentang Konsolidasi Entitas Bertujuan Khusus paragraf 10, sebagai berikut: (i) Entitas induk memiliki secara langsung atau tidak langsung melalui entitas anak lebih dari setengah kekuasaan suara suatu entitas, kecuali dalam keadaan yang jarang, dapat ditunjukkan secara jelas bahwa kepemilikan tersebut tidak diikuti dengan pengendalian. (ii) Entitas memiliki setengah atau kurang kekuasaan suara suatu entitas jika terdapat: (a) Kekuasaan yang melebihi setengah hak suara sesuai dengan perjanjian dengan investor lain; (b) Kekuasaan untuk mengatur kebijakan keuangan dan operasional entitas berdasarkan anggaran dasar atau perjanjian; (c) Kekuasaan untuk menunjuk atau mengganti sebagian besar dewan direksi dan dewan komisaris atu organ pengatur setara dan mengendalikan entitas melalui dewan atau organ tersebut; atau (d) Kekuasaan untuk memberikan suara mayoritas pada rapat dewan direksi dan dewan komisaris atau organ pengatur setara dan mengendalikan entitas melalui dewan direksi dan dewan komisaris atau organ tersebut. (iii) kondisi-kondisi berikut ini, misalnya, mungkin mengindikasikan hubungan dimana entitas mengendalikan Entitas Bertujuan Khusus (EBK) dan konsekuensinya mengonsolidasi EBK tersebut: (a) secara substansi, kegiatan dari EBK dijalankan untuk mewakili suatu entitas sesuai dengan kebutuhan khususnya, sehingga entitas tersebut memperoleh manfaat dari operasi EBK; (b) secara substansi, entitas mempunyai kekuasaan dalam pengambilan keputusan untuk memperoleh sebagian besar manfaat dari kegiatan EBK, atau dengan cara
  • 12. www.futurumcorfinan.com membuat mekanisme autopilot, entitas telah mendelegasikan kekuasaan dalam pengambilan keputusan ini; (c) secara substansi, entitas mempunyai hak untuk memperoleh sebagian besar manfaat dari EBK dan oleh karena itu, juga menanggung risiko dari aktivitas EBK; atau (d) secara substansi, entitas memperoleh mayoritas hak residual dan menanggung risiko kepemilikan yang terkait dengan EBK atau asetnya untuk memperoleh manfaat dari aktivitas EBK yang bersangkutan. Apabila dibandingkan dengan ketentuan perpajakan, pengakuan goodwill dikaitkan dengan adanya transaksi “pemindahtanganan perusahaan”, sedangkan dari PSAK 22 (revisi 2010) lebih ditekankan pada apakah ada transaksi akuisisi yang mengakibatkan diraihnya pengendalian oleh pihak pengakuisisi atas suatu bisnis. Jadi di sini konsep “pemindahtanganan” vs “perolehan pengendalian”. Apabila bisa dilihat lebih mendalam, maka tentunya apa yang diatur oleh PSAK 22 (revisi 2010) terkait konsep pengendalian lebih luas, karena:  tidak semua transaksi “pemindahtanganan perusahaan” akan diikuti dengan diperolehnya pengendalian atas perusahaan tersebut, walaupun memang dalam praktik, pihak yang menerima pemindahtanganan perusahaan akan cenderung meminta porsi kepemilikan mayoritas yang memungkinkan pihak tersebut mengendalikan perusahaan.  PSAK 22 (revisi 2010) mengatur bahwa akuisisi harus dilakukan atas suatu bisnis, sehingga di sini perlu dilakukan identifikasi atas kombinasi bisnis dan identifikasi atas bisnis (lihat Lampiran Panduan Aplikasi PSAK 22 (revisi 2010) terkait Penerapan Paragraf 03). Dengan kata lain, perlu dipastikan bahwa transaksi akuisisi tersebut memenuhi definisi (i) kombinasi bisnis dan (ii) bisnis menurut pengertian PSAK 22 (revisi 2010). Bisnis sendiri diartikan sebagai suatu rangkaian terpadu dari kegiatan dan aset yang mampu diadakan dan dikelola dengan tujuan memberikan hasil dalam bentuk dividen, biaya yang lebih rendah, atau manfaat ekonomi lainnya secara langsung kepada investor atau pemilik, anggota, atau peserta lainnya [Lampiran A: Istilah]. Dalam hal ini, suatu transaksi akuisisi harus memenuhi definisi kombinasi bisnis menurut PSAK 22 (revisi 2010) tersebut dan perlu ada identifikasi pihak pengakuisisi. Kombinasi bisnis sendiri didefinisikan sebagai suatu transaksi atau peristiwa lain dimana pihak pengakuisisi memperoleh pengendalian atas satu atau lebih bisnis,
  • 13. www.futurumcorfinan.com dan pihak pengakuisisi sebagai pihak yang memperoleh pengendalian atas pihak lain yang diakuisisi, biasanya merupakan entitas yang bergabung yang ukuran relatif (diukur dengan, misalnya, aset, pendapatan atau laba) secara signifikan lebih besar dari ukuran entitas yang bergabung lainnya.  Diperolehnya pengendalian atas suatu bisnis tidak selalu diikuti dengan pemindahtanganan perusahaan, sebagaimana diatur dalam ISAK Nomor 7 (revisi 2009) tentang Konsolidasi Entitas Bertujuan Khusus, dimana suatu entitas mungkin memperoleh kendali atas suatu EBK meskipun entitas tersebut hanya memiliki sedikit atau bahkan sama sekali tidak memiliki modal EBK [paragraf 09]. ISAK 7 (revisi 2009) mengingatkan bahwa penerapan konsep pengendalian membutuhkan adanya pertimbangan atas semua faktor yang relevan untuk tiap-tiap kasus [paragraf 09]. Lampiran terkait Indikasi Adanya Pengendalian terhadap EBK mencakup 4 (empat) hal, sebagai berikut: (i) Kegiatan dimana kegiatan EBK, secara substansi, dilakukan atas nama entitas pelapor, yang secara langsung dan tidak langsung membentuk EBK sesuai dengan kebutuhan khusus bisnisnya. (ii) Pengambilan keputusan, dimana entitas pelapor, secara substansi, memiliki kemampuan dalam pengambilan keputusan untuk mengendalikan atau untuk memperoleh pengendalian atas EBK atau asetnya, termasuk kemampuan dalam pengambilan keputusan setelah pembentukan EBK. Kemampuan dalam pengambilan keputusan tersebut mungkin telah didelegasikan dengan pembentukan mekanisme “autopilot”. (iii) Manfaat, dimana entitas pelapor, secara substansi, mempunyai hak untuk memperoleh manfaat yang besar dari kegiatan EBK melalui undang-undang, kontrak, perjanjian, aturan tertentu, atau skema lain, dalam bentuk perencanaan atau perangkat aturan. Hak untuk memperoleh manfaat dalam EBK menunjukkan adanya pengendalian ketika hal itu dikhususkan untuk entitas yang melakukan transaksi dengan EBK dan entitas tersebut memperoleh manfaat tersebut dari kinerja keuangan EBK. (iv) Risiko, dimana indikasi adanya pengendalian dapat diperoleh dengan mengevaluasi risiko dari masing-masing pihak yang bertransaksi dengan EBK. Sering kali, entitas pelapor menjamin tingkat pengembalian atau perlindungan kredit baik secara langsung atau tidak langsung melalui EBK ke investor luar yang memberikan modal secara substansial ke EBK. Sebagai hasil dari penjaminan, entitas menanggung risiko residual atau risiko kepemilikan dan
  • 14. www.futurumcorfinan.com investor substansinya hanya sebagai peminjam karena kerentanan mereka atas keuntungan dan kerugian terbatas.  Bahkan sangat dimungkinkan tidak terjadi pemindahtanganan perusahaan dalam pengertian konvensional (yaitu terjadinya jual-beli saham) namun pihak pengakuisisi tetap memperoleh pengendalian atas pihak yang diakuisisi. Paragraf 43 PSAK 22 (revisi 2010) memberikan 3 (tiga) contoh terkait hal ini, yaitu kombinasi bisnis yang dilakukan tanpa pengalihan imbalan, dimana: (i) Pihak yang diakuisisi membeli kembali sahamnya sendiri dengan jumlah yang memadai sehingga investor yang ada (pihak pengakuisisi) memperoleh pengendalian. (ii) Hilangnya hak veto minoritas, yang sebelumnya menghalangi pihak pengakuisisi untuk mengendalikan pihak yang diakuisisi, dimana pihak pengakuisisi memiliki hak suara mayoritas. (iii) Pihak pengakuisisi dan pihak yang diakuisisi sepakat untuk mengkombinasikan bisnisnya dengan kontrak semata. Pihak pengakuisisi tidak mengalihkan imbalan dalam pertukaran dengan pengendalian atas pihak yang diakuisisi dan tidak memiliki kepentingan ekuitas pada pihak yang diakuisisi, baik pada tanggal akuisisi maupun sebelumnya. Contoh dari kombinasi bisnis yang dilakukan dengan kontrak semata termasuk penggabungan dua bisnis bersama-sama dalam satu kesepakatan gabungan (stapling arrangement) atau pembentukan perusahaan yang tercatat di dua bursa (dual listed corporation). Dalam hal ini, kepentingan ekuitas pada pihak yang diakuisisi yang dimiliki oleh pihak selain pihak pengakuisisi adalah kepentingan nonpengendali dalam laporan keuangan paska-kombinasi pihak pengakuisisi, bahkan jika hasilnya adalah bahwa seluruh kepentingan ekuitas pada pihak yang diakuisisi diatribusikan kepada kepentingan nonpengendali [paragraf 44 PSAK 22 (revisi 2010)]. Dengan kata lain, seluruh aset neto pihak yang diakuisisi disajikan sebagai kepentingan non-pengendalian, atau diatribusikan kepada pemilik pihak yang diakuisisi. Kembali ke ketentuan perpajakan, goodwill yang dikaitkan dengan nama baik (reputasi), maka kalau diperhatikan dengan cermat, misalnya goodwill yang berasal dari nama baik, sesungguhnya selalu ada atau sudah ada pada titik waktu manapun juga dalam kegiatan usaha normal suatu perusahaan (catatan: kecuali terjadi perubahan atas nama baik tersebut, misalnya, produk cacat yang dipasarkan), namun dari segi akuntansi atau
  • 15. www.futurumcorfinan.com pencatatannya, goodwill diakui atau “baru muncul” ketika ia diperoleh melalui pembelian bisnis yang sudah berjalan15 . Karena dalam UU PPh maupun peraturan perpajakan tidak terdapat penjelasan terkait apa dan bagaimana perhitungan goodwill, maka menurut hemat penulis, perlu kembali ke Pasal 28 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) terkait pembukuan atau pencatatan wajib pajak. Penjelasan Pasal 28 ayat (7) paragraf terakhir UU KUP menyebutkan bahwa: Dengan demikian, pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain. Mengacu ke Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) di Indonesia, setidak- tidaknya ada 2 (dua) PSAK yang dapat digunakan untuk acuan pencatatan goodwill dalam pembukuan wajib pajak:  PSAK 22 (revisi 2010) tentang Kombinasi Bisnis16  PSAK 15 (revisi 2009) tentang Investasi pada Entitas Asosiasi  PSAK 12 (revisi 2009) tentang Bagian Partisipasi atas Ventura Bersama, yaitu untuk penggunaan metode ekuitas dalam mencatat bagian partisipasi venturer atas pengendalian bersama entitas. GOODWILL PSAK 22 (revisi 2010) atau IFRS 3 (2008) mendefinisikan goodwill dalam konteks sifat (nature)-nya dan bukan berdasarkan pengukurannya. 15 Pertimbangan utama adalah bahwa melalui transaksi “pemindahtanganan perusahaan”, nilai goodwill dapat ditentukan dengan andal, dimana penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dalam transaksi antara wajib pajak dengan pihak lainnya dapat diuji relatif lebih mudah. Transaksi “pemindahtanganan perusahaan” pada umumnya melibatkan aset, bisa berupa uang tunai, aset tetap, atau bahkan saham yang dipertukarkan. Nilai aset yang dipertukarkan akan memberikan indikasi total nilai wajar entitas bisnis yang dibeli. Penulis teringat sebagaimana dikutip oleh penulis Kam, Moonitz menyatakan bahwa “exchange does not make values, it merely reveals them”. Kam, Vernon. Accounting Theory. New York: John Wiley & Sons, Inc., 1990. Halaman 107-108. 16 PSAK 22 (revisi 2010) merupakan adopsi dari International Financial Reporting Standard 3 (2009) tentang Business Combinations, dan wajib diterapkan secara prospektif untuk kombinasi bisnis yang tanggal akuisisinya pada atau setelah awal periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2011. PSAK 22 (revisi 2010) menggantikan PSAK 22 sebelumnya (1994) tentang Penggabungan Usaha.
  • 16. www.futurumcorfinan.com Goodwill adalah suatu aset yang mencerminkan manfaat ekonomi masa depan yang timbul dari aset lainnya yang diperoleh dalam kombinasi bisnis yang tidak dapat diidentifikasi secara individual dan diakui secara terpisah [PSAK 22 (revisi 2010) Bagian Lampiran A: Istilah]. Dari definisi di atas, tampak bahwa goodwill adalah: (i) suatu aset, Karena goodwill didefinisikan sebagai suatu aset, tentunya ia memenuhi definisi aset dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (Framework for the Preparation and Presentation of Financial Statements), dimana aset merupakan sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan (a resource controlled by the enterprise as a result of past events and from which future economic benefits are expected to flow to the enterprise [paragraf 49(a)]). Definisi aset di atas berbeda dengan definisi aset yang terdapat pada U.S. Statement of Financial Accounting Concepts (SFAC) No. 6 tentang Elements of Financial Statements, dimana aset didefinisikan sebagai berikut17 : Assets are probable future economic benefits obtained or controlled by a particular entity as a result of past transactions or events [paragraf 25]. An asset has three essential characteristics: (a) it embodies a probable future benefit that involves a capacity, singly or in combination with other assets, to contribute directly or indirectly to future net cah inflows, (b) a particular entity can obtain the benefit and control others’ access to it, and (c) the transaction or other event giving rise to the entity’s right to or control of the benefit has already occurred. Assets commonly have other features that help identify them – for example, assets may be acquired at a cost and they may be tangible, exchangeable, or legally enforceable. However, those features are not essential characteristics of assets. Their absence, by itself, is not sufficient to preclude an item’s qualifying as an asset. 17 Diunduh pada tanggal 28 Juni 2012 dari http://www.fasb.org/cs/BlobServer?blobcol=urldata&blobtable=MungoBlobs&blobkey=id&blobwhere= 1175820901044&blobheader=application%2Fpdf.
  • 17. www.futurumcorfinan.com That is, assets may be acquired without cost, they may be intangible, and although not exchangeable they may be usable by the entity in producing or distributing other goods or services. Similarly, although the ability of an entity to obtain benefit from an asset and to control others’ access to it generally rests on a foundation of legal rights, legal enforceability of a claim to the benefit is not a prerequisite for a benefit to qualify as an asset if the entity has the ability to obtain and control the benefit in other ways [paragraf 26]. Apabila dibandingkan kedua definisi aset di atas18 , maka diperhatikan bahwa US GAAP SFAC No. 6 menggunakan istilah “manfaat yang diperoleh atau dikendalikan” sedangkan IASB Framework “sumber daya yang dikuasai” oleh entitas. Ini merupakan perbedaan yang cukup mendasar karena akan mempunyai implikasi dalam praktik, misalnya, goodwill akan termasuk dalam definisi aset menurut US GAAP SFAC No. 6, tetapi tidak masuk dalam definisi aset menurut IAS Framework, karena goodwill tidak dapat dikuasai oleh entitas. Jadi cukup menarik bahwa justru definisi aset dalam IASB Framework tidak termasuk goodwill, padahal dalam IFRS 3 (2008) atau PSAK 22 (revisi 2010) justru diakui sebagai suatu aset. (ii) dimana aset ini mencerminkan manfaat ekonomi masa depan19 , 18 Bagi pembaca yang berminat mengetahui pembahasan definisi aset, dapat mengacu ke buku: Suwardjono. Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Jogjakarta: BPFE-Jogjakarta, 2005. Edisi Ketiga. Bab 6. 19 Hadirnya istilah “manfaat ekonomi [di] masa depan (future economic benefits) tanpa diberikan penjelasan mengenai apa yang dimaksud juga menimbulkan permasalahan tersendiri dalam definisi aset menurut IASB Framework. Penting diperhatikan bahwa dalam definisi aset menurut IASB Framework, tidak terdapat kata “mungkin (probable)”, suatu kata yang justru dijadikan satu kesatuan dengan “manfaat ekonomi [di] masa depan” yaitu “probable future economic benefits” dalam definisi aset menurut US SFAC No. 6. IASB sengaja menanggalkan kata “probable” karena dianggap bahwa ia merupakan kriteria pengakuan (recognition) dan bukan sifat dari aset itu sendiri. Hal ini tampak disebutkan dalam paragraf 89 terkait pengakuan aset dimana disebutkan bahwa: Aset diakui dalam neraca kalau besar kemungkinan (catatan: terjemahan dari kata “probable’) bahwa manfaat ekonominya di masa depan diperoleh perusahaan dan aset tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal. Di samping itu, IASB memaknai manfaat ekonomi masa depan bukan sebagai potensi jasa yang sekarang dikuasai perusahaan tetapi sebagai manfaat yang diharapkan mengalir ke perusahaan. Jadi manfaat ekonomi yang dimaksudkan oleh IASB adalah bukan manfaat yang dikandung (embodied) dalam sumber ekonomi yang dikuasai, tetapi melainkan manfaat yang didatangkan atau yang mengalir ke perusahaan. Karena bukan manfaat yang dikandung, pengertian manfaat ekonomi [di] masa depan oleh IASB dapat diinterpretasikan sebagai aliran masuk manfaat akibat pemerolehan sumber ekonomi baru lantaran pertukaran dengan sumber ekonomi yang sebelumnya dikuasai atau lantaran aliran masuk pendapatan [Suwardjono (2005): Halaman 254, dan IASB Framework paragraf 53 – 59 terkait Aset]. Namun, tanpa pengertian kalimat “manfaat ekonomi [di] masa depan” dalam IASB Framework akan menimbulkan permasalahan sirkularisasi, karena aset dalam US SFAC No. 6 justru didefinisikan sebagai “manfaat ekonomi [di] masa depan yang besar kemungkinan terjadi [terjadi]”, jadi kalau dilihat dari IASB Framework dan US SFAC No. 6, secara logika akan tampak sebagai berikut:
  • 18. www.futurumcorfinan.com (iii) dan aset ini timbul dari aset lainnya, (dalam konteks timbul dari kombinasi/sinergi?) (iv) yang diperoleh dalam kombinasi bisnis (v) yang tidak dapat diidentifikasi secara individual dan diakui secara terpisah. Goodwill Memenuhi Kualifikasi sebagai suatu Aset Dalam IFRS 3.BC313, IASB mengambil 6 komponen jumlah yang menurut praktik berdasarkan petunjuk yang berlaku pada saat itu (yaitu pada saat Draf Exposure US Statement of Financial Accounting Standards No. 141 versi 1999 dan 2001), telah diakui sebagai goodwill. Enam komponen tersebut adalah sebagai berikut:  Komponen 1 - selisih (excess) nilai wajar di atas nilai buku aset neto pihak yang diakuisisi pada tanggal akuisisi.  Komponen 2 – nilai wajar aset neto lainnya yang sebelumnya tidak diakui oleh pihak yang diakuisisi. Aset neto lainnya ini yang belum diakui kemungkinan karena (i) mereka gagal untuk memenuhi kriteria pengakuan (kemungkinan karena kesulitan dalam hal pengukuran), (ii) terdapat ketentuan yang tidak memungkinkan pengakuan mereka, atau (iii) pihak yang diakuisisi berkesimpulan bahwa biaya pengakuan mereka secara terpisah tidak dapat dijustifikasi oleh manfaat yang akan diperoleh.  Komponen 3 – nilai wajar unsur going concern dari bisnis yang ada saat ini dari pihak yang diakuisisi. Unsur going concern mencerminkan kemampuan dari bisnis yang mapan untuk meraih tingkat imbal hasil yang lebih tinggi atas sekumpulan aset neto, lebih dari yang diharapkan seandainya aset neto tersebut harus diperoleh secara terpisah. Nilai tersebut berasal dari sinergi aset neto dari bisnis tersebut, demikian juga manfaat lainnya (seperti faktor yang terkait dengan ketidaksempurnaan pasar, termasuk kemampuan untuk memperoleh laba monopolistik dan adanya halangan bagi pihak calon pesaing untuk masuk ke pasar (barriers to market entry) – apakah datang dari segi legal atau disebabkan oleh biaya transaksi.  Komponen 4 – Nilai wajar dari sinergi yang diharapkan dan manfaat lainnya yang berasal dari menggabungkan aset neto dan business pihak pengakuisisi dan pihak yang diakuisisi. Sinergi dan manfaat lainnya tersebut adalah unik untuk masing- masing kombinasi, dan kombinasi yang berbeda akan menghasilkan sinergi yang berbeda, dan karenanya, nilai yang berbeda.  Komponen 5 – valuasi berlebihan (overvaluation) dari imbalan yang dibayarkan oleh pihak pengakuisisi berasal dari kesalahan dalam menilai imbalan yang dilakukan. Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana aset [baca: manfaat ekonomi di masa depan] diharapkan akan diperoleh perusahaan.
  • 19. www.futurumcorfinan.com Meskipun harga pembelian dalam suatu transaksi seluruhnya uang tunai tidak akan mengalami kesalahan pengukuran, namun hal yang sama tidak dapat begitu saja disimpulkan untuk suatu transaksi yang melibatkan kepentingan ekuitas pihak pengakuisisi. Artinya, dalam hal ini, yang dijadikan imbalan adalah instrumen ekuitas pihak pengakuisisi, yang akan diberikan ke pihak yang diakuisisi atau pemegang saham sebelumnya. Seumpama saham pihak akuisisi yang dijadikan imbalan dan saham tersebut dicatatkan dan diperdagangkan di bursa efek. Sekalipun diperdagangkan di bursa efek, jumlah saham biasa yang diperdagangkan setiap hari di bursa efek bisa jadi jumlahnya kecil dibandingkan dengan jumlah lembar saham yang diterbitkan untuk suatu transaksi kombinasi bisnis. Apabila demikian, menarik kesimpulan dari nilai pasar saat ini terhadap seluruh saham yang diterbitkan guna menutup transaksi kombinasi bisnis kemungkinan akan menghasilkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai yang diperoleh jika saham-saham tersebut dijual terlebih dahulu guna memperoleh uang tunai, dimana uang tunai tersebut lalu dipergunakan untuk membayar transaksi kombinasi bisnis tersebut.  Komponen 6 – Pembayaran terlalu tinggi (overpayment) atau pembayaran terlalu rendah (underpayment) oleh pihak pengakuisisi. Pembayaran lebih tinggi dapat terjadi, sebagai contoh, jika harga didorong naik dalam proses penawaran (bidding) guna membeli bisnis pihak yang diakuisisi; dan sebaliknya pembayaran yang lebih rendah dapat terjadi dalam suatu penjualan dalam kondisi tertekan (kadangkala dikenal sebagai penjualan “obral” – fire sale). [IFRS 3.BC314] IASB melihat bahwa 2 (dua) komponen pertama-tama disebutkan, keduanya terkait dengan pihak yang diakuisisi, yang secara konseptual bukan merupakan bagian dari goodwill. Komponen pertama bukan sendirinya merupakan suatu aset; sebaliknya, ia mencerminkan keuntungan yang belum diakui oleh pihak yang diakui atas aset netonya. Dalam hal ini, komponen tersebut merupakan bagian dari aset-aset tersebut dan bukannya bagian dari goodwill. Komponen kedua juga secara konseptual bukan merupakan bagian dari goodwill dimana ia terutama mencerminkan aset takberwujud yang dapat diakui sebagai aset individual. [IFRS 3.BC315] Komponen ke-lima dan ke-enam, keduanya yang mana terkait dengan pihak pengakuisisi, secara konseptual juga bukan merupakan bagian dari goodwill. Komponen ke-lima bukan dengan sendirinya merupakan suatu aset atau bahkan bukan merupakan bagian dari suatu aset, namun lebih merupakan suatu pengukuran yang salah. Komponen ke-enak juga bukan merupakan suatu aset; secara konseptual ia merupakan suatu kerugian (dalam hal terjadi pembayaran lebih tinggi) atau suatu keuntungan (dalam
  • 20. www.futurumcorfinan.com hal terjadi pembayaran lebih rendah) bagi pihak pengakuisisi. Dengan demikian, tidak ada satupun dari kedua komponen tersebut yang secara konseptual merupakan bagian dari goodwill. [IFRS 3.BC316] IASB juga memperhatikan bahwa komponen ketiga dan keempat adalah bagian dari goodwill. Komponen ketiga berkaitan dengan pihak yang diakuisisi dan mencerminkan selisih lebih (excess) nilai gabungan dari aset neto pihak yang diakuisisi. Ia mencerminkan goodwill yang ada sebelumnya (pre-existing goodwill) yang dihasilkan secara internal oleh pihak yang diakuisisi atau diakuisisi oleh pihak yang diakuisisi dalam kombinasi bisnis sebelumnya (dimana pada waktu itu, pihak yang diakuisisi merupakan pihak pengakuisisi). Komponen keempat berkaitan dengan pihak yang diakuisisi dan pihak pengakuisisi bersama-sama dan mencerminkan selisih lebih nilai gabungan yang tercipta dari kombinasi – yaitu sinergi yang diharapkan dari menggabungkan bisnis-bisnis tersebut. IASB menggambarkan komponen ketiga dan keempat secara kolektif sebagai “goodwill murni/core goodwill”. [IFRS 3.BC317] Standar IFRS 3 (revisi 2008) berusaha menghindari menggabungkan komponen pertama, kedua dan kelima dari goodwill menjadi jumlah yang pada awalnya diakui sebagai goodwill. Secara spesifik, pihak pengakuisisi diwajibkan untuk berusaha semaksimal mungkin: PENGUKURAN ATAU PENENTUAN NILAI GOODWILL PSAK 22 (revisi 2010) tentang Kombinasi Bisnis paragraf 32, menyebutkan bahwa pihak pengakuisisi mengakui goodwill pada tanggal akuisisi yang diukur sebagai selisih lebih (a) atas (b) di bawah ini: (a) nilai agregat dari: (i) imbalan yang dialihkan yang diukur sesuai dengan Pernyataan ini, yang pada umumnya mensyaratkan nilai wajar tanggal akuisisi; (ii) jumlah setiap kepentingan nonpengendali pada pihak yang diakuisisi yang diukur sesuai dengan Pernyataan ini; dan
  • 21. www.futurumcorfinan.com (iii) untuk kombinasi bisnis yang dilakukan secara bertahap, nilai wajar pada tanggal akuisisi kepentingan ekuitas yang sebelumnya dimiliki oleh pihak pengakuisisi pada pihak yang diakuisisi. (b) selisih jumlah dari aset teridentifikasi yang diperoleh dan liabilitas yang diambil-alih pada tanggal akuisisi, yang diukur sesuai dengan Pernyataan ini. ALASAN GOODWILL EXPENSED OFF? Dalam PSAK 22 (revisi 2010) tidak ditemukan Dasar Kesimpulan terkait IFRS 3 tentang Business Combinations, namun dalam Basis for Conclusions on IFRS 3 Business Combinations, ada disebutkan bahwa IFRS 3 (revisi 2009) mewajibkan pihak pengakuisisi untuk mengakui goodwill sebagai suatu aset dan untuk mengukur goodwill sebagai suatu residu [paragraf BC312] dan bahwa baik International Accounting Standards Board maupun US Financial Accounting Standards Board, masing-masing berkesimpulan bahwa pengukuran langsung atas goodwill adalah tidak mungkin [paragraf 328]. Menjadi menarik tentunya, baik bagi pihak wajib pajak maupun pihak fiskus, adalah bagaimana menghitung nilai residu tersebut, yang akan menentukan nilai goodwill (dan jumlah amortisasi menurut ketentuan perpajakan UU PPh). Mengingat bahwa pengukuran goodwill merupakan suatu residu, maka menurut penulis minimal terdapat 2 (dua) hal yang perlu diperhatikan: 1. Pengukuran nilai atas aset teridentifikasi yang diperoleh, dimana aset ini dapat mencakup aset berwujud dan takberwujud20 . 2. Pengukuran atas kepentingan nonpengendali (minority interests) 21 pada pihak yang diakuisisi, jika pihak pengakuisisi mengakuisisi kurang dari 100% dari suatu bisnis (atau dikenal pula sebagai akuisisi parsial). Pengukuran kepentingan nonpengendali menjadi salah satu kunci untuk pengukuran goodwill menurut PSAK 22 (revisi 2010). Pada point ke (2) di atas menjadi hal yang menarik karena merupakan satu-satunya area dalam PSAK 22 (revisi 2010) atau IFRS 3, dimana pihak pengakuisisi mempunyai atau diberikan pilihan untuk mengukur kepentingan nonpengendali berdasarkan setiap kasus kombinasi bisnis (business combination-by-combination basis), sehingga tidak diperlukan 20 Di sini, penulis tidak membahas lebih lanjut perihal permasalahan identifikasi dan pengukuran aset takberwujud. Bagi pembaca yang berminat, dapat membaca bagian “Aset Takberwujud Teridentifikasi” paragraf C116 – C144 dari PSAK 22 (revisi 2010) tentang Kombinasi Bisnis. 21 Kepentingan nonpengendali adalah ekuitas pada entitas anak yang tidak dapat diatribusikan, baik langsung maupun tidak langsung, pada entitas induk [PSAK 22 (revisi 2010) Lampiran A tentang Istilah].
  • 22. www.futurumcorfinan.com bahwa satu metode yang dipilih harus tetap secara taat asas digunakan untuk kasus kombinasi bisnis lainnya meskipun dilakukan oleh pihak pengakuisisi yang sama22 . Menurut paragraf 19 PSAK 22 (revisi 2010), disebutkan bahwa untuk setiap kombinasi bisnis, pihak pengakuisisi mengukur kepentingan nonpengendali pada pihak yang diakuisisi dengan menggunakan salah satu metode23 , yaitu pada: 1. Nilai wajar24 (fair value method atau full goodwill method); atau 2. Proporsi kepemilikan kepentingan nonpengendali atas aset neto teridentifikasi dari pihak yang diakuisisi (proportionate share method atau partial goodwill method). Masukkan diagram Contoh pengukuran kepentingan nonpengendali:  Pada tanggal 1 Maret 2012, Perusahaan AB mengakuisisi perusahaan DC dengan membeli 75% ekuitas perusahaan DC secara tunai sebesar Rp200milyar.  Total aset neto teridentifikasi perusahaan DC yang diukur sesuai dengan PSAK 22 (revisi 2010) ditentukan sebesar Rp100milyar pada tanggal akuisisi.  Nilai wajar kepentingan nonpengendali (mewakili 25%) pada perusahaan DC ditentukan sebesar Rp60milyar. Penentuan Goodwill:  Apabila kepentingan nonpengendali diukur menggunakan nilai wajar: 22 Masih dapat diperdebatkan apakah ketentuan PSAK 22 (revisi 2010) atau IFRS 3 terkait adanya pilihan untuk mengukur kepentingan nonpengendali yang tidak perlu dilakukan secara taat asas dari satu kombinasi bisnis ke kombinasi bisnis lainnya dapat diterima oleh otoritas perpajakan. UU KUP Pasal 28 ayat (5) dan penjelasannya mewajibkan bahwa pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas termasuk dalam penggunaan metode akuntansi atau pembukuan, terutama dimaksudkan untuk mencegah terjadi penggeseran laba atau rugi dari satu tahun ke tahun berikutnya. 23 Bagi pembaca yang tertarik untuk mengetahui beberapa point yang perlu dipertimbangkan oleh suatu entitas ketika ia memutuskan apakah akan mengukur kepentingan nonpengendali menggunakan nilai wajar atau tidak, dapat membaca PricewaterhouseCoopers LLP Global Accounting Consulting Services. Manual of Accounting IFRS 2011. London: CCH a Wolters Kluwer business, 2010. Halaman 25101. 24 Definisi nilai wajar menurut IFRS 13 “Fair Value Measurement” (Mei 2011): Fair value is the price that would be received to sell an asset or paid to transfer a liability in an orderly transaction in the principal (or most advantageous) market at the measurement date under current market conditions (i.e. an exit price) regardless of whether that price is directly or estimated using another valuation technique. Fair value is a market-based measurement, not an entity-specific measurement.
  • 23. www.futurumcorfinan.com Keterangan Jumlah (dalam milyar Rupiah) Nilai wajar imbalan yang dialihkan (uang tunai dalam hal ini) 200 Kepentingan nonpengendali diukur pada nilai wajar 60 Nilai wajar kepentingan ekuitas Perusahaan DC yang sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan AB Tidak berlaku Total 260 Dikurangi: Total aset neto teridentifikasi pada tanggal akuisisi (100) Goodwill 160  Apabila kepentingan nonpengendali diukur menggunakan proporsi kepemilikan kepentingan nonpengendali atas aset neto teridentifikasi Perusahaan DC: Keterangan Jumlah (dalam milyar Rupiah) Nilai wajar imbalan yang dialihkan (uang tunai dalam hal ini) 200 Kepentingan nonpengendali diukur pada 25% x Rp100milyar (total aset neto teridentifikasi Perusahaan DC) 25 Nilai wajar kepentingan ekuitas Perusahaan DC yang sebelumnya dimiliki oleh Perusahaan AB Tidak berlaku Total 225 Dikurangi: Total aset neto teridentifikasi pada tanggal akuisisi (100) Goodwill 125 Dari contoh di atas, dapat diperhatikan bahwa pada saat kepentingan nonpengendali diukur menggunakan proporsi kepemilikan kepentingan nonpengendali atas aset neto teridentifikasi Perusahaan DC, nilai goodwill adalah lebih kecil (yaitu Rp125milyar) dibandingkan pada saat diukur menggunakan nilai wajar (yaitu Rp160milyar). Perbedaan tersebut disebabkan karena pada metode yang pertama, nilai goodwill hanya termasuk jumlah goodwill yang terkait dengan kepentingan pihak pengakuisisi dalam bisnis yang diakuisisi, sedangkan pada metode yang kedua, nilai goodwill mencakup baik kepentingan pihak pengakuisisi maupun kepentingan nonpengendali dalam bisnis yang diakuisisi. Pemilihan metode untuk mengukur kepentingan nonpengendali wajib dilakukan untuk setiap kejadian kombinasi bisnis dan bukan merupakan suatu kebijakan akuntansi.
  • 24. www.futurumcorfinan.com Walaupun goodwill memenuhi definisi aset sesuai dengan Kerangka Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan dan karena pengukuran langsung atas goodwill adalah tidak mungkin, dan untuk itu IFRS 3 (revised 2008) mengharuskan goodwill diukur sebagai suatu residual, namun demikian, bukan berarti goodwill menjadi suatu “keranjang penampung hal- hal sisa yang tidak atau relatif sulit untuk teridentifikasi”, PSAK 22 (revisi 2009) paragraf B64 tetap mewajibkan pengungkapan mengenai penjelasan kualitatif tentang faktor yang membentuk goodwill yang diakui. PENYAJIAN GOODWILL Penting dicatat bahwa goodwill hanya dapat muncul dalam: 1) laporan keuangan konsolidasian pihak pengakuisisi (dalam hal entitas induk mengakuisisi suatu entitas anak yang baru); atau 2) laporan keuangan individu pihak pengakuisisi (dalam hal pihak pengakuisisi membeli bisnis dan aset dari perusahaan lainnya). Apabila goodwill disajikan secara suatu aset yang terpisah di laporan posisi keuangan (neraca), maka tentunya relatif mudah bagi pihak wajib pajak untuk menjelaskan ke pihak fiskus selama pemeriksaan pajak. PSAK 1 (revisi 2009) tentang Penyajian Laporan Keuangan Bagian I: Ilustrasi Penyajian Laporan Keuangan untuk kelompok usaha XYZ menyajikan secara terpisah aset goodwill. Ini akan berlaku untuk penerapan PSAK 22 (revisi 2010) tentang Kombinasi Bisnis, dan kelompok usaha sendiri diartikan sebagai suatu entitas induk dan seluruh entitas anaknya (subsidiary) menurut PSAK 4 (revisi 2009) tentang Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri. Namun goodwill tidak hanya timbul dalam kaitannya dengan kelompok usaha, namun juga dapat timbul dari investasi yang dilakukan pada entitas asosiasi dan ventura bersama (pengendalian bersama entitas dimana bagian partisipasi venturer dibukukan dengan metode ekuitas). Paragraf 20 PSAK 15 (revisi 2009) tentang Investasi pada Entitas Asosiasi menyebutkan bahwa dalam investasi pada entitas asosiasi 25 , goodwill akan disajikan dalam jumlah tercatat investasi. Dengan kata lain, akun “Investasi pada Entitas Asosiasi atau Pengendalian Bersama Entitas” akan termasuk juga nilai goodwill, dan goodwill yang 25 Tentunya juga berlaku untuk bagian partisipasi venturer atas ventura bersama (pengendalian bersama ekuitas) yang menggunakan metode ekuitas, karena paragraf 37 PSAK 12 (revisi 2009) tentang Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama, mengacu metode ekuitas sebagaimana dijelaskan dalam PSAK 15 (revisi 2009) tentang Investasi pada Entitas Asosiasi.
  • 25. www.futurumcorfinan.com bersangkutan tidak akan disajikan sebagai suatu akun tersendiri di laporan posisi keuangan (neraca) wajib pajak. Pertanyaan jelas apakah goodwill yang disajikan di dalam akun “Investasi” akan diakui oleh pihak fiskus, termasuk amortisasinya padahal akun “Goodwill” tidak ada di laporan posisi keuangan (neraca) wajib pajak? Apabila mengacu ke paragraf 11 PSAK 15 (1994) tentang Akuntansi untuk Investasi dalam Perusahaan Asosiasi, disebutkan bahwa penyesuaian yang diperlukan terhadap bagian investor atas laba rugi setelah akuisisi atas entitas asosiasi harus dilakukan untuk amortisasi atas selisih antara biaya perolehan dan bagian investor atas nilai wajar aset neto yang dapat diidentifikasi (dalam hal selisih tersebut adalah positif, maka selisih tersebut merupakan goodwill). Mengingat bahwa ketentuan UU Akuisisi aset tidak menimbulkan goodwill. PENGUKURAN GOODWILL SETELAH PENGAKUAN AWAL Ketika goodwill dibukukan, ia merupakan aset takberwujud. Menurut PSAK 22 (1994) tentang Penggabungan Usaha paragraf 39, goodwill harus diamortisasi sebagai beban selama masa manfaatnya. Dalam mengamortisasi goodwill harus digunakan metode garis lurus, kecuali terdapat metode lain yang dianggap lebih tepat pada keadaan tertentu. Periode amortisasi goodwill tidak boleh lebih dari 5 (lima) tahun, kecuali periode yang lebih panjang, tetapi tidak boleh lebih dari 20 tahun dapat digunakan apabila terdapat dasar yang tepat (justifiable). Landasan justifikasi amortisasi atas goodwill disebutkan dalam paragraf 40 dimana dengan berlalunya waktu, manfaat goodwill berkurang, yang mencerminkan menurunnya kemampuan untuk memberikan kontribusi pada laba perusahaan di masa mendatang. Oleh karena itu, sewajarnya goodwill diamortisasi dan dibukukan sebagai beban secara sistematis selama masa manfaatnya. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa amortisasi atas goodwill adalah berdasarkan konsep akuntansi akrual, dimana perusahaan telah membayar goodwill tersebut, dan diasumsikan akan menghasilkan pendapatan di masa depan, sehingga untuk itu, biayanya perlu dipadankan (matched) terhadap pendapatan di masa depan pada saat pendapatan tersebut terjadi. Dalam kaitan dengan goodwill, harus diakui bahwa menjadi relatif sulit, dan bahkan tidak mungkin, untuk mengestimasi masa manfaatnya. Apalagi konsep goodwill dikaitkan dengan kemampuan mencetak laba ekses (excess earnings power), sehingga bagaimana menentukan akan berapa lama ia akan memberikan manfaat kepada bisnis suatu perusahaan? Kalau ada persaingan bisnis yang
  • 26. www.futurumcorfinan.com tinggi, bisa jadi goodwill tersebut tidak dapat bertahan lama, sehingga perlu dihapusbukukan dalam jangka waktu yang pendek. Namun sebaliknya, kalau goodwill tersebut berasal dari kemampuan khusus terkait dengan perusahaan, karyawan, atau manajemen yang tidak memungkinkan perusahaan pesaing untuk melakukan duplikasi, kemungkinan goodwill tersebut dapat memiliki masa manfaat yang tidak dapat ditentukan (indefinite), dimana dalam kejadian ini, menjadi tidak tepat untuk melakukan amortisasi atas goodwill tersebut sama sekali. Sebetulnya PSAK 22 (1994) paragraf 42 sudah mengakui hal di atas, dimana disebutkan bahwa karena goodwill merupakan manfaat keekonomian masa yang akan datang sebagai hasil sinergi atau sebagai hasil suatu aktiva yang tidak mungkin diakui, maka sering kali sulit untuk mengestimasi masa manfaatnya. Karenanya, untuk tujuan akuntansi, PSAK 22 (1994) menentukan secara arbitrer batas maksimum periode amortisasi. Anggapan yang digunakan dalam PSAK 22 (1994) adalah bahwa goodwill biasanya tidak mempunyai masa manfaat melebihi 5 (lima) tahun. Namun, karena kurun waktu perencanaan atas kegiatan operasional perusahaan secara keseluruhan tidak akan lebih dari 20 (dua puluh) tahun, maka sulit dipercaya untuk membuat proyeksi masa manfaat goodwill melebihi 20 (dua puluh) tahun. Konsep amortisasi atas goodwill, kemudian tidak dipakai lagi dalam PSAK 22 (revisi 2010) tentang Kombinasi Bisnis dan PSAK 19 (revisi 2010) tentang Aset Takberwujud, namun konsep penurunan nilai aset (impairment in asset value) tetap dipertahankan, suatu konsep yang sudah ada sejak PSAK 22 (1994)26 . Konsep bahwa goodwill tidak diamortisasi dan sebaliknya diuji apakah telah terjadi penurunan nilai sudah diperkenalkan sejak U.S. Financial Accounting Standards Board menerbitkan Statements of Financial Accounting Standards (SFAS) No. 141 tentang Business Combinations dan No. 142 tentang Goodwill and Other Intangible Assets pada bulan Juni 2001. Kedua SFAS tersebut banyak menimbulkan kontroversi dan ada di antara SFAS yang paling penting yang pernah diterbitkan oleh SFAS, dan memiliki dampak yang cukup signifikan atas bagaimana perusahaan membukukan suatu transaksi kombinasi bisnis. 26 PSAK 22 (1994) tentang Penggabungan Usaha paragraf 44: Saldo goodwill yang belum diamortisasi harus dievaluasi pada setiap tanggal neraca, dan apabila terdapat indikasi bahwa jumlah tersebut tidak dapat sepenuhnya atau sebagian dipulihkan (recovered) dari ekspektasi manfaat keekonomian di masa mendatang, maka bagian jumlah yang tidak dipulihkan tersebut langsung dibukukan sebagai beban pada periode yang bersangkutan. Setiap penurunan nilai (write-down) goodwill tidak boleh dinaikkan (write-up) kembali pada periode selanjutnya. Jadi dari PSAK 22 (1994) dapat dilihat ada dua konsep yang diterapkan atas goodwill, yaitu amortisasi goodwill selama 5 (lima) tahun dan tidak boleh lebih dari 20 (dua puluh) tahun, dan penurunan nilai (impairment).
  • 27. www.futurumcorfinan.com Salah satu ketentuan baru yang diterbitkan adalah terkait goodwill, dimana berdasarkan SFAS No. 142, goodwill tidak boleh diamortisasi lagi, tapi wajib diuji, setidak-setidaknya setiap tahun, terkait penurunan nilai pada tingkat unit pelaporan. Penurunan nilai adalah suatu kondisi yang terjadi dimana nilai tercatat goodwill lebih tinggi dari pada nilai wajar tersirat (implied fair value). Nilai wajar tersirat ini mengacu ke estimasi atau suatu perkiraan atas nilai goodwill yang berasal dari penerapan metodologi pengujian penurunan nilai. Nilai wajar goodwill hanya dapat diukur sebagai suatu residual dan tidak dapat diukur secara langsung. FASB percaya bahwa nilai wajar tersirat memberikan suatu estimasi atau perkiraan wajar atas nilai wajar goodwill untuk tujuan pengukuran kerugian akibat penurunan nilai27 . Schroeder, Clark dan Cathay28 bahkan menjadikan contoh terkait perubahan akuntansi untuk goodwill di atas sebagai suatu perbedaan antara standar akuntansi berbasis aturan (rules-based) dengan standar akuntansi berbasis prinsip (principles-based) yang menjadi arah dari pengembangan FASB. Di satu sisi, standar akuntansi berbasis aturan lebih menekankan pada standar yang sangat kaku (highly rigid) sedangkan di sisi ujung lainnya, standar akuntansi berbasis prinsip lebih menekankan pada definisi umum dari konsep- konsep berdasarkan ekonomi. Misalnya, standar akuntansi yang sebelumnya diterima secara umum mengatur bahwa goodwill wajib diamortisasi selama 40 tahun sampai biaya perolehannya habis diamortisasi. Ketentuan ini tidak memberikan banyak ruang untuk menjalankan suatu penilaian (judgement) atau bahkan tidak diberikan kemungkinan adanya ketidaksepakatan mengenai jumlah beban amortisasi yang akan diakui. Kesebandingan dan konsistensi diantara para perusahaan dan antar periode pelaporan tampaknya akan terjamin dengan penerapan ketentuan ini. Namun demikian, ketentuan tersebut mengurangi tingkat relevansi informasi dalam laporan keuangan karena ia tidak menggambarkan ekonomi yang mendasari entitas pelapor, yang dapat berbeda-beda antar perusahaan dan antar periode pelaporan. Pada sisi ujung lainnya, ketentuan FASB yang baru dimana goodwill tidak diamortisasi, namun perlu diuji penurunan nilainya setiap tahun dan jika terjadi penurunan nilai, nilai tercatatnya diturunkan ke nilai wajar yang berlaku saat ini (current fair value). Ketentuan ini memerlukan aplikasi penggunaan penilaian dan keahlian baik oleh pihak penyusun laporan 27 Ernst & Young – Assurance and Advisory Business Services. Financial Reporting Developments: Accounting for Business Combinations, Goodwill and Intangible Assets – FASB Statements 141 and 142. December 2001: First Edition. 28 Schroeder, R. G., Myrtle W. Clark dan Jack M. Cathey. Financial Accounting Theory and Analysis: Text and Cases. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc., 2009. Halaman 59.
  • 28. www.futurumcorfinan.com keuangan maupun auditor. Tujuan mendasar adalah membukukan penurunan nilai ekonomis dari aset tersebut, dimana dalam hal ini, goodwill. PSAK 19 (revisi 2010) tentang Aset Takberwujud menegaskan bahwa suatu aset takberwujud dengan masa manfaat tak terbatas tidak boleh diamortisasi [paragraf 107] dan sesuai dengan PSAK 48 (revisi 2009) tentang Penurunan Nilai Aset, suatu entitas disyaratkan untuk menguji aset takberwujud dengan masa manfaat tak terbatas29 untuk penurunan nilai dengan membandingkan jumlah terpulihkan dengan jumlah tercatatnya [paragraf 108]. Jadi dapat kita catat bahwa UU PPh di Indonesia masih mewajibkan penggunaan amortisasi atas goodwill sesuai dengan masa manfaat yang diharapkan, sedangkan konsep amortisasi sendiri sudah tidak dipergunakan oleh SAK di Indonesia30 . Bahkan dalam paragraf 66 PSAK 22 (revisi 2010) mewajibkan entitas untuk menghentikan amortisasi atas goodwill sejak periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2011. Perbedaan perlakuan ini akan menimbulkan beda temporer untuk pelaporan goodwill di laporan posisi keuangan (neraca) komersial dengan fiskal. Yang masih merupakan grey area perpajakan adalah bagaimana dengan beban penurunan nilai atas goodwill. Apakah beban penurunan nilai tersebut sebagai akibat penerapan PSAK 29 Paragraf 91 PSAK 19 (revisi 201) menjelaskan bahwa kata “tak terbatas” bukan berarti “tak terhingga”, namun lebih pada tidak dapat ditentukan. Dalam International Accounting Standard 38 tentang Intangible Assets bagian Dasar Kesimpulan (Basis for Conclusions) disebutkan bahwa: BC65 : the Board noted that an intangible asset’s useful life would be regarded as indefinite in accordance with IAS 38 only when, based on an analysis of all of the relevant factors, there is no foreseeable limit to the period of time over which the asset is expected to generate net cash inflows for the entity. Difficulties in accurately determining an intangible asset’s useful life do not provide a basis for regarding that useful life as indefinite. BC74: the Board observed that many assets yield benefits to an entity over several periods. Amortization is the systematic allocation of the cost (or revalued amount) of an asset, less any residual value, to reflect the consumption over time of the future economic benefits embodied in that asset. Thus, if there is no foreseeable limit on the period during which an entity expects to consume the future economic benefits embodied in an asset, amortization of that asset over, for example, an arbitrarily determined maximum period would not be representationally faithful. BC75: Consequently, the Board decided that intangible assets with indefinite useful lives should not be amortized, but should be subject to regular impairment testing. 30 Revenue Reconciliation Act of 1993 dalam ketentuan perpajakan di Amerika Serikat memperbolehkan goodwill dihapusbukukan selama periode 15 (lima belas) tahun untuk tujuan pajak penghasilan. Sebagaimana dikutip dari Schroeder, R. G., Myrtle W. Clark dan Jack M. Cathey. Financial Accounting Theory and Analysis: Text and Cases. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc., 2009. Halaman 343 catatan kaki 43.
  • 29. www.futurumcorfinan.com 48 (revisi 2009) tentang Penurunan Nilai Aset dapat diakui secara fiskal, padahal, konsep itulah yang sekarang yang sekarang diwajibkan oleh SAK di Indonesia? Bahkan, menurut PSAK 19 (revisi 2010) tentang Aset Takberwujud paragraf 108, uji penurunan nilai atas goodwill sesuai dengan PSAK 48 (revisi 2009) tentang Penurunan Nilai Aset wajib dilakukan setiap tahun dan kapanpun apabila terdapat indikasi bahwa aset tak berwujud mengalami penurunan nilai. Menurut hemat penulis, sepanjang tidak ada penegasan dalam UU PPh yang tidak memperbolehkan beban penurunan nilai aset [pasal _____] dibebankan sebagai pengurang penghasilan dalam rangka penentuan Penghasilan Kena Pajak, maka pihak wajib pajak tetap berhak membebankannya secara fiskal, sepanjang dapat dibuktikan bahwa goodwill tersebut terkait dengan dipergunakan goodwill untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Yang penting dicatat pula adalah berdasarkan PSAK 48 (revisi 2010) tentang Penurunan Nilai Aset, rugi penurunan nilai yang diakui untuk goodwill tidak dapat dibalik (reversed) pada periode berikutnya [paragraf 119], dan PSAK 19 (revisi 2010) tentang Aset Takberwujud melarang pengakuan goodwill yang dihasilkan secara internal. Setiap kenaikan jumlah terpulihkan dari goodwill dalam periode setelah terjadinya pengakuan rugi penurunan nilai goodwill tersebut kemungkinan merupakan kenaikan goodwill yang dihasilkan secara internal, bukan merupakan pembalikan rugi penurunan nilai yang diakui untuk goodwill yang diperoleh [paragraf 120]. Isu : Previously held interest – deemed disposal – mengakibatkan pengakuan laba Dibebankan sebagai biaya dalam menentukan penghasilan kena pajak Bab 20 tentang komponen goodwill. Catlett dan Olson31 memerikan karekteristik goodwill yang membedakannya dari unsur nilai lainnya, yaitu: 1. Nilai goodwill tidak memiliki hubungan yang andal dan dapat diprediksi terhadap biaya (costs) yang telah dikeluarkan untuk menimbulkan goodwill. 2. Faktor-faktor takberwujud individual yang dapat memberikan kontribusi kepada timbulnya goodwill tidak dapat dinilai. 3. Goodwill melekat hanya pada bisnis secara keseluruhan. 31 Catlett, G.R., dan Normal O. Olson. Accounting for Goodwill. New York: AICPA, 1968. Halaman 20- 21. Sebagaimana dikutip dari Schroeder, R. G., Myrtle W. Clark dan Jack M. Cathey. Financial Accounting Theory and Analysis: Text and Cases. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc., 2009. Halaman 342.
  • 30. www.futurumcorfinan.com 4. Nilai goodwill dapat, dan mungkin, berfluktuasi secara tiba-tiba dan meluas disebabkan banyak faktor yang turut mempengaruhi nilainya. 5. Goodwill tidak digunakan (utilized) atau dihabiskan (consumed) dalam mencetak laba. 6. Goodwill tampaknya merupakan unsur nilai yang secara langsung mengarah pada pihak investor atau pemilik bisnis. Goodwill diuji penurunan nilai secara periodik. Goodwill harus diamortisasi sebagai beban selama masa manfaatnya. Dalam mengamortisasi goodwill harus digunakan metode garis lurus, kecuali terdapat metode lain yang dianggap lebih tepat pada keadaan tertentu. Periode amortisasi goodwill tidak boleh lebih dari 5 tahun, kecuali periode yang lebih panjang, tetapi tidak boleh lebih dari 20 tahun dapat digunakan apabila terdapat dasar yang tepat (justifiable). Goodwill negatif Istilahnya menjadi “Pembelian dengan Diskon (Bargain Purchase)”. Apabila dalam suatu kombinasi bisnis, jumlah (b) di atas melebihi nilai agregat dari jumlah (a) di atas, maka atas selisih lebih tersebut, pihak pengakuisisi akan mengakui keuntungan yang dihasilkan dalam laporan laba rugi pada tanggal akuisisi. Keuntungan tersebut diatribusikan kepada pihak pengakuisisi. Jika biaya perolehan (cost of the acquisition) lebih rendah dari bagian (interest) pengakuisisi atas nilai wajar aset dan kewajiban yang dapat diidentifikasi yang diakuisisi pada tanggal transaksi, maka nilai wajar aset nonmoneter yang diakuisisi harus diturunkan secara proporsional, sampai seluruh selisih tersebut dieliminasi. Apabila setelah nilai wajar aset nonmoneter
  • 31. www.futurumcorfinan.com sudah diturunkan seluruhnya, namun ternyata masih terdapat sisa selisih yang belum dieliminasi, maka sisa selisih tersebut diakui sebagai goodwill negative dan diperlakukan sebagai pendapatan ditangguhkan (deferred income) dan diakui sebagai pendapatan secara sistematis selama suatu periode yang tidak kurang dari 20 tahun. Dalam Bagian “SAK Lain yang Memberikan Panduan Akuntansi dan Pengukuran Selanjutnya (Penerapan dari Paragraf 54) [PSAK 22 (revisi 2010) paragraf B63]” disebutkan bahwa PSAK 19 (revisi 2010) tentang Aset Takberwujud mengatur akuntansi untuk aset takberwujud teridentifikasi yang diperoleh dalam kombinasi bisnis. Pihak pengakuisisi mengukur goodwill pada jumlah yang diakui pada tanggal akuisisi dikurangi akumulasi rugi penurunan nilai. PSAK 48 (revisi 2009) tentang Penurunan Nilai Aset mengatur akuntansi untuk rugi penurunan nilai. Perlu ada transaksi akuisisi? PSAK 19 (revisi 2010) tentang Aset Takberwujud paragraf 47 dan 48 menegaskan bahwa:  goodwill yang dihasilkan secara internal tidak boleh diakui sebagai aset.  dalam beberapa kasus, entitas melakukan pengeluaran untuk menghasilkan manfaat ekonomis masa depan, tetapi pengeluaran tersebut tidak berakibat pada timbulnya aset takberwujud yang dapat diakui sesuai dengan Pernyataan ini. Pengeluaran seperti itu sering dianggap memberikan sumbangsih terhadap timbulnya goodwill dalam entitas yang dihasilkan secara internal. Goodwill yang dihasilkan secara internal tidak boleh diakui sebagai aset karena goodwill tersebut bukan merupakan suatu sumber daya teridentifikasi (tidak dapat dipisahkan dan tidak timbul dari kontrak atau hak legal) yang dikendalikan oleh entitas dan bisa diukur secara andal menurut biaya perolehannya. Jadi harus ada transaksi _______________.
  • 32. www.futurumcorfinan.com Paragraf 20 PSAK 15 (revisi 2009) tentang Investasi pada Entitas Asosiasi, disebutkan: Pada saat perolehan investasi, setiap selisih lebih antara: ~~~~~~ ####### ~~~~~~
  • 33. www.futurumcorfinan.com Disclaimer This material was produced by and the opinions expressed are those of FUTURUM as of the date of writing and are subject to change. The information and analysis contained in this publication have been compiled or arrived at from sources believed to be reliable but FUTURUM does not make any representation as to their accuracy or completeness and does not accept liability for any loss arising from the use hereof. This material has been prepared for general informational purposes only and is not intended to be relied upon as accounting, tax, or other professional advice. Please refer to your advisors for specific advice. This document may not be reproduced either in whole, or in part, without the written permission of the authors and FUTURUM. For any questions or comments, please post it at www.futurumcorfinan.com © FUTURUM. All Rights Reserved