SlideShare a Scribd company logo
1 of 35
Download to read offline
www.futurumcorfinan.com
Page 1
Apakah Dana IPO Dapat Dianggap Dana “Murah”?
Bagian Pertama: Pendahuluan
Pendahuluan
Dalam pembicaraan umum, kadang penulis menangkap kesan bahwa dana IPO (Initial
Public Offering) atau dana yang diperoleh dari pelepasan saham perdana kepada publik
melalui pasar modal, diidentikkan dengan diperolehnya dana “murah”. Apakah pemahaman
bahwa dana IPO adalah dana “murah” ini sudah tepat?
Seumpama anda adalah direktur keuangan suatu perusahaan dan salah satu pekerjaan
anda adalah memastikan ketersediaan dana untuk membiayai pengembangan bisnis
perusahaan. Dapat dibayangkan, misalnya direktur pengembangan bisnis punya rencana
yang brillian untuk masuk ke suatu bisnis yang baru, dan sudah menyelesaikan analisanya
secara pasar atau komersial bahwa bisnis tersebut akan potensial memberikan keuntungan
kepada perusahaan. Namun pada waktu ia membicarakan dengan anda terkait pendanaan
proyek tersebut, anda tentunya tidak dapat mengatakan bahwa ia sebaiknya melupakan
saja rencana bisnis tersebut karena dana perusahaan tidak tersedia. Kemungkinan besar,
dia akan berpikir “Kalau begitu buat apa anda ditempatkan sebagai direktur keuangan
perusahaan?.”
Seperti sebuah tanaman, yang membutuhkan air untuk bertumbuh besar, demikian juga
bisnis memerlukan dana untuk berkembang (to flourish and not just to survive).
Sukarnen
DILARANG MENG-COPY, MENYALIN,
ATAU MENDISTRIBUSIKAN
SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN
INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS
DARI PENULIS
Untuk pertanyaan atau komentar bisa
diposting melalui website
www.futurumcorfinan.com
www.futurumcorfinan.com
Page 2
Tampaknya, sebagai direktur keuangan, anda juga berfungsi sebagai seorang pemasar dan
penjual (marketer and seller). Sesungguhnya anda punya “produk” yaitu Net Present Value
(NPV) berupa arus kas yang positif dari rencana bisnis direktur pengembangan bisnis, dan
anda perlu “memasarkan dan menjual” NPV positif ini ke pihak luar.
Pilihannya di sini:
(i) Memperoleh pinjaman dari pihak kreditur, seumpama bank. Atau,
(ii) Menerbitkan saham baru, yang berarti anda pergi ke pemegang saham untuk
memperoleh suntikan modal baru. Di sini penulis lebih ke pembicaraan Initial Public
Offering (IPO), yaitu emisi saham perdana.
Salah satu pertimbangan utama, biaya modal mana (cost of capital) yang lebih murah?
Pinjaman atau Saham? Gambar di bawah ini menunjukkan strategi pendanaan jangka
panjang yang banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat, dimana
20% dari kebutuhan defisit keuangan ditutup dari penerbitan pinjaman jangka panjang dan
penerbitan saham baru1
.
1
Ross, Stephen A., Randolph W. Westerfield dan Jeffrey Jaffe. Corporate Finance. Edisi kesembilan.
New York: McGraw-Hill Companies, Inc. 2010. Halaman 527.
www.futurumcorfinan.com
Page 3
Di sini, perusahaan akan selalu dihadapkan pada pilihan, apakah menerbitkan saham,
misalnya untuk ditawarkan kepada publik melalui IPO, atau mengajukan pinjaman kredit ke
kreditur, misalnya bank.
Sebelum melompat ke pembicaraan dana IPO, penulis ingin memastikan konsep
perbandingan apa yang dimaksud dengan cost of capital (=biaya modal). Biaya di sini
adalah biaya yang dapat diukur terkait perolehan dana modal, dimana karena modal
tersebut berasal bisa dari kreditur (dikenal sebagai cost of debt), atau pemegang saham
(dikenal sebagai cost of equity) atau bahkan dari kedua sumber tersebut (dikenal sebagai
weighted average cost of capital). Karena cost of capital bagi perusahaan adalah tingkat
imbal hasil yang diharapkan atau diminta oleh para penyedia dana tersebut, maka dapat
juga cost of capital dibaca sebagai required atau expected rate of return bagi kreditur atau
investor.
 Kalau dengan pinjaman, biaya di sini umum merupakan tingkat suku bunga pinjaman,
yaitu beban bunga yang wajib dibayar oleh perusahaan setiap periodik kepada pihak
kreditur.
 Kalau dengan saham, biaya ini, yang umum disebut required rate of return terdiri dari
dividend yield and capital gains yield2
, yang merupakan klaim pemegang saham atas
laba perusahaan (yang diharapkan dibagikan sebagai dividen) dan kemungkinan
kenaikan harga. Kenaikan harga ini juga terkait dengan ekspektasi dividen3
.
Mengingat masyarakat kita lebih ke deposito minded, artinya kebanyakan di antara berbagai
produk keuangan atau produk investasi yang ada di Indonesia, masyarakat Indonesia lebih
cenderung memilih menabung uangnya di deposito bank. Mungkin, karena menghitung
tingkat imbal hasilnya sangat sederhana, yaitu berapa tingkat bunga bank untuk deposito,
misalnya 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan atau 1 tahun. Misalnya kalau ada dana Rp 100 juta
2
Bagi pembaca yang berminat, dapat membaca buku-buku teks bertema “Investasi” misalnya:
Bodie, Zvi; Alex Kane dan Alan J. Marcus. Investments. Edisi kesembilan. New York: The McGraw-
Hill Companies, Inc. 2011. Halaman 127.
Menggunakan single holding period dengan Dividend Discount Model, holding period return (HPR)
atau tingkat imbal hasil selama periode investasi adalah sebagai berikut:
HPR = expected dividend yield [= (D1)/ (P0)] + capital gain yield [= (P1-P0)/P0]. Capital gain yield bisa
digantikan dengan tingkat pertumbuhan dari dividen yang diharapkan (g), dalam konteks terjadi
perpetual growth untuk dividen yang diharapkan oleh investor [lihat Robert C. Higgins. Analysis for
Financial Management. Edisi ke-9. New York: Mc-Graw Hill International Edition. 2009. Halaman
312.]
3
Ross, Stephen A., Randolph W. Westerfield dan Jeffrey Jaffe. Corporate Finance. Edisi kesembilan.
New York: McGraw-Hill Companies, Inc. 2010. Halaman 321. Bab 9: Stock Valuation.
Disebutkan bahwa:
Thus the price of a share of common stock to the investor is equal to the present value of all of the
expected future dividends.
www.futurumcorfinan.com
Page 4
dengan bunga deposito 5% per tahun, maka penabung dapat menghitung dengan cepat,
dalam 1 tahun, ia akan mendapat tambahan dana sebesar Rp 5 juta, sebelum pemotongan
pajak penghasilan final atas deposito.
Menggunakan cara pemikiran seorang deposit-minded, tingkat imbal hasil bagi seorang
investor adalah4
:
Tingkat imbal hasil dalam satu periode =
[nilai kekayaan pada akhir periode investasi – nilai kekayaan pada awal periode investasi]
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
nilai kekayaan pada awal periode investasi
Cukup mudahkan?
Bagi seorang investor yang akan menjadi pemegang saham perusahaan:
Seumpama perusahaan tersebut perusahaan tertutup dan diasumsikan tidak ada kenaikan
harga-harga aset dan perubahan arus kas yang diharapkan di masa depan dari bisnis
perusahaan tersebut, dapat dipastikan kekayaan pemegang saham akan bertambah dari
laba bersih yang dibukukan oleh perusahaan tersebut selama 1 tahun.
Apabila laba bersih dibagi dengan nilai ekuitas pada awal tahun, akan didapatkan alat ukur
rentabilitas atau daya mencetak laba yang umum dikenal sebagai Return on Equity (ROE).
Akan tetapi kalau investor masuk membeli saham perusahaan di pasar perdana maupun di
pasar sekunder di Bursa Efek Indonesia, maka selain laba bersih, besar kemungkinan
pemegang saham juga akan melihat kenaikan atau penurunan harga saham yang sangat
mempengaruhi nilai kekayaannya (nilai investasinya) pada akhir tahun.
Kembali ke IPO, pembicaraan menawarkan saham baru ke publik menjadi lebih “hot” pada
saat harga saham-saham perusahaan di pasar modal, misalnya Bursa Efek Indonesia,
mengalami kenaikan secara umum, atau dikatakan pasar modal sedang “bullish”. Ada
kemungkinan, anda berpikir, harga saham yang ditawarkan ke publik bisa lebih tinggi dan
4
Sharpe, William F.; Gordon J. Alexander dan Jeffery V. Bailey. Investments. Edisi keenam. New
Jersey: Prentice Hall, Inc. 1999. Halaman 3.
www.futurumcorfinan.com
Page 5
dana IPO yang diperoleh lebih banyak, atau untuk jumlah dana IPO tertentu, bisa dilepas
saham baru yang lebih sedikit, karena harga saham per lembar lebih tinggi.
Anda melihat ke perusahaan-perusahaan yang sudah IPO sebelumnya, dan ada (baca:
banyak) perusahaan yang memperoleh dana IPO guna melunasi pinjaman yang sudah
diperoleh dari bank atau pihak ketiga. Wah anda mulai berpikir, saham bisa jadi lebih
“murah”, atau dengan kata lain, biaya modal saham lebih murah dibandingkan biaya
pinjaman dari bank? Kalau tidak, mengapa perusahaan-perusahaan tersebut bersedia
menukar pinjaman dengan dana IPO?
Apakah hal-hal terdengar tidak asing bagi anda?
Ok, kita mulai diskusikan hal ini, apakah memang dana IPO lebih murah daripada dana
pinjaman, dalam konteks biaya modalnya.
Istilah “Murah”
Pertama-tama, perlu diawali bahwa pengertian atau kata “murah” tidak tepat. Di dunia bisnis
nyata, tentunya tidak ada yang “murah” kalau ia terkait dengan dana atau uang. Seperti
biasa, penulis mengatakan “Akuntansi adalah bahasa (language) dari bisnis perusahaan,
tapi uanglah yang menjadi mata uang (currency) bisnis”. Segala sesuatu yang terkait
dengan sumber daya keuangan berupa dana tunai, mesti ada 3 hal yang sangat relevan
dibicarakan.
Pertama: Nilai Waktu Uang (time value of money) dan Kepastian (certainty)
Tentunya ini tidak terlalu sulit dipahami, bahwa nilai Rp 100 juta pada hari ini, misalnya
tanggal 1 Maret 2014 tidak akan sama dengan nilai Rp 100 juta pada tanggal 1 Maret 2015,
satu tahun kemudian. Secara logika, tidak ada seorangpun yang mau menerima Rp 100 juta
sekarang disamakan (ekivalen) dengan Rp 100 juta pada tanggal 1 Maret 2015. Terlepas
kemungkinan besar bahwa dana Rp 100 juta tersebut dapat memperoleh bunga apabila
ditempatkan atau ditabung di bank, namun sesuatu yang jelas, ini terkait kepastian
(certainty).
Kepastian itu ada harganya di dunia ini. Seperti dalam peribahasa “A nearby penny is worth
a distant dollar”, dimana uang pecahan Dolar yang ada di dekat kita lebih berharga daripada
www.futurumcorfinan.com
Page 6
1 Dolar yang akan diterima di kemudian hari. Uang Rp 100 juta yang ada di kantong kita hari
ini “lebih pasti” keberadaannya daripada uang Rp 100 juta yang akan diterima dalam 1
tahun kemudian.
Dikatakan di dunia ini cuma ada 3 hal yang pasti, yaitu Pajak (Tax), Kematian (Death) dan
Ketidakpastian (Uncertainty) itu sendiri. Karena ketidakpastian adalah fenomena umum
maka seseorang akan jauh lebih suka melihat Rp 100 juta sekarang daripada Rp 100 juta
yang akan diterima dalam 1 tahun kemudian.
Hal ini logis, apalagi kalau dikaitkan dalam istilah ekonomi, kita memiliki kecenderungan
risk-averse. Risk-averse mungkin bisa diterjemahkan secara bebas sebagai orang yang
cenderung “menghindari [dalam pengertian positif] resiko].
Bagaimana anda tahu bahwa anda adalah seorang risk-averse? Mari kita lakukan tes yang
sederhana.
Apabila anda ditawarkan kesempatan untuk melakukan investasi, manakah yang cenderung
dipilih anda:
Pilihan (1) Anda membayar Rp 10 juta hari ini dan diberi kesempatan 1 tahun dari sekarang
untuk melakukan lemparan koin, dimana apabila yang muncul sisi kepala (head), maka
anda akan menerima Rp 50 juta, tapi kalau yang muncul sisi ekor (tail), maka anda mesti
membayar tambahan Rp 20 juta.
Pilihan (2) Anda membayar Rp 10 juta sekarang dan pasti menerima Rp 15 juta 1 tahun
dari sekarang.
Penulis sendiri kemungkinan besar akan mengambil Pilihan (2), dan besar kemungkinan,
andapun mengambil pilihan yang sama. Tidak perlu kuatir, kita sama-sama risks averse,
seperti kebanyakan orang5
. Artinya, pada saat dihadapkan pada 2 pilihan dimana sama-
sama menawarkan tingkat imbal hasil (dalam contoh ini 50% dari investasi sebesar Rp 10
juta yang dibayar sekarang) 1 tahun dari sekarang, besar kemungkinan, kebanyakan orang,
dalam kondisi tenang dan tidak dalam kondisi misalnya di kasino, atau tidak dipengaruhi
5
Untuk mengukur tingkat toleransi resiko anda, silahkan masuk ke website www.riskgrades.com, dan
pilih “Grade Yourself”.
www.futurumcorfinan.com
Page 7
atau dibawah tekanan pihak manapun atau dalam keyakinan tertentu, akan cenderung
menunjuk Pilihan (2).
Mengapa demikian?
Pilihan (2) mengandung unsur KEPASTIAN.
Coba bandingkan dengan Pilihan (1): Walaupun ada kemungkinan anda akan menerima
Rp 50 juta (ini berarti anda akan menerima pengembalian modal anda, plus 4 x dari modal
awal sebagai tambahan), namun pada saat yang sama, ada kemungkinan anda malah perlu
mengeluarkan tambahan pembayaran sebesar Rp 20 juta, atau kalau ini terjadi, secara
keseluruhan, dana anda akan hilang Rp 30 juta). Dua kemungkinan ini dengan tingkat
probabilitas 50%:50%, akan memberikan tingkat jumlah yang diharapkan akan diterima
sebesar Rp 15 juta.
Dengan Pilihan (2), uang sebesar Rp 15 juta (yang berarti, Rp 10 juta merupakan
pengembalian modal awal, plus Rp 5 juta sebagai tambahan), pasti anda akan terima dalam
1 tahun kemudian, yang juga memberikan tingkat imbal hasil sebesar 50%.
Perhitungan tingkat imbal hasil 50% yang diharapkan untuk kedua pilihan tersebut dihitung
dalam tabel berikut ini.
Dengan contoh lain yang sederhana: kalau anda dihadapkan kepada 2 pilihan investasi,
yaitu (A) atau (B) sebagaimana ditunjukkan di bawah ini, yang menjanjikan tingkat imbal
hasil yang sama namun dengan tingkat resiko yang berbeda, akan jelas bahwa sebagian
besar orang akan mengambil pilihan (B) dengan tingkat resiko yang lebih rendah daripada
Pilihan (A).
www.futurumcorfinan.com
Page 8
Kedua: Inflasi
Dalam kondisi ekonomi secara umum yang ditunjukkan dengan kenaikan harga barang-
barang, atau dikenal sebagai inflasi, nilai beli (purchasing power) uang dengan sendirinya
akan berkurang. Uang kas Rp 100 juta hari ini memang akan sama dengan uang Rp 100
juta dalam 1 tahun kemudian, namun dilihat dari daya belinya, apabila terjadi inflasi 10%
dalam 1 tahun, maka uang Rp 100 juta dalam 1 tahun dari sekarang, tidak dapat membeli
barang dengan jumlah unit yang sama. Sederhananya diberikan perhitungan di bawah ini.
Dari ilustrasi di atas, dengan tingkat inflasi 10% per tahun, jumlah barang yang dapat dibeli
dengan dana Rp 100 juta, menunjukkan penurunan dari 100 unit pada hari ini menjadi
91 unit dalam 1 tahun kemudian.
Mengingat bahwa inflasi adalah fenomena umum dalam perekonomian di Indonesia, maka
inflasi akan mempengaruhi semua hal dalam ekonomi Indonesia, termasuk dana yang
ditempatkan apakah di bank, atau bahkan ditaruh di bawah bantal.
Ketiga: Biaya Kesempatan Dana (opportunity cost of fund)
Biaya kesempatan dana terkait dengan kesempatan dana dipergunakan untuk alternatif
lainnya. Artinya kalau seseorang memiliki dana Rp 100 juta, maka dana tersebut dapat,
antara lain:
 Disimpan di bawah bantal.
 Ditabung di bank dalam bentuk deposito yang menawarkan tingkat bunga deposito
sebesar 6% per tahun.
 Dipinjamkan ke teman dengan tingkat pengembalian sebesar 10% dalam 1 tahun.
www.futurumcorfinan.com
Page 9
 Diinvestasikan ke usaha makanan dengan kemungkinan imbal hasil 20% dalam 1
tahun.
 Diinvestasikan dengan membeli reksadana saham dengan tingkat imbal hasil yang
diharapkan sebesar 15% dalam 1 tahun.
Misalkan dana Rp 100 juta yang disimpan di bawah bantal, dana tersebut memiliki banyak
pilihan kesempatan yang semuanya dapat mengakibatkan dana tersebut bertambah, namun
pada saat yang sama ada kemungkinan dana tersebut bahkan berkurang, atau tingkat imbal
hasil yang semula diharapkan sebesar sekian persen, dapat terealisasi jauh lebih rendah.
Resiko-resiko tersebut, misalnya:
 Ditaruh di bank – ada kemungkinan bank tersebut tutup.
 Dipinjamkan ke teman, ada kemungkinan tidak dikembalikan.
 Diinvestasikan ke usaha makanan, ada kemungkinan usaha warteg tidak laku
jualannya.
 Diinvestasikan ke bursa saham, ada kemungkinan harga saham jatuh. Misalnya,
waktu krisis finansial di Amerika Serikat yang berdampak kepada kejatuhan harga
sama di bursa efek di pasar keuangan Amerika Serikat pada tahun 2008, apa yang
terjadi pada nilai kekayaan beberapa investor besar di Amerika Serikat:
www.futurumcorfinan.com
Page 10
www.futurumcorfinan.com
Page 11
Namun dalam manajemen keuangan (corporate finance), yang dimaksud dengan
“opportunity cost of capital” mestinya mengacu ke tingkat imbal hasil yang tersedia atas
investasi alternatif yang memiliki tingkat resiko yang sama.
Terkait biaya kesempatan dana tersebut, maka ada 2 hal, yaitu:
Pertama, apakah orang tersebut sudah memiliki dana tersebut? Kalau sudah ada, berarti
opportunity cost of capital ini adalah yang mengacu ke pilihan investasi dengan tingkat
resiko yang sama.
Kedua, kalau belum ada dananya, dan orang tersebut dapat menerbitkan surat berharga
atau efek untuk memperoleh dana. Di sini, maka yang relevan adalah tingkat imbal hasil
yang diharapkan oleh pihak calon pembeli atas surat berharga atau efek perusahaan, atau
dengan kata lain, opportunity cost of capital pihak investor.
Dari ketiga point di atas, yaitu (i) adanya nilai waktu uang dan kepastian/ketidakpastian, (ii)
inflasi, dan (iii) biaya kesempatan dana, dapat dikatakan bahwa semua dana akan ada
“biaya”-nya, dan karena “berbiaya” maka dana dalam pengertian “murah” tidak terlalu tepat.
Lalu kalau tidak ada pengertian dana “murah”, lalu apa yang sebetulnya dimaksudkan
dengan istilah dana “murah”?
Istilah “Murah” Dibandingkan dengan Apa?
Mestinya ini pada saat dikatakan dana “murah”, berarti ada unsur “perbandingan”, artinya
dana tersebut biaya dananya dibandingkan dengan apa? Atau relatif terhadap apa?
Mari kita lihat, gambaran di bawah ini6
.
6
Higgins, Robert C. Analysis for Financial Management. Edisi ke-9. New York: Mc-Graw Hill
International Edition. 2009. Halaman 125.
www.futurumcorfinan.com
Page 12
Perusahaan yang mengalami pertumbuhan angka penjualan atau sedang dalam tahap
ekspansi usaha dan untuk kebutuhan belanja modal (capital expenditure) atau bahkan
modal kerja (working capital) berupa piutang usaha dan persediaan barang, tentunya
memerlukan tambahan pendanaan, dimana ada kemungkinan bisa didanai sebagian
kebutuhan dana tersebut dengan perolehan pinjaman dan sisanya dengan memperoleh
dana dari pemegang saham (ekuitas), sebagaimana digambarkan di atas. Dalam konteks
IPO, dana IPO umumnya diperoleh dengan penerbitan saham baru yang ditawarkan kepada
publik melalui bursa efek.
Melihat pilihan pendanaan di atas, dana IPO “lebih murah” dalam pengertian, atau
dimaksudkan adalah dibandingkan dengan tingkat bunga efektif pinjaman dari lembaga
keuangan7
, umumnya bank di Indonesia.
7
Tingkat bunga efektif ini ditekankan tidak selalu sama dengan tingkat suku bunga pinjaman, karena
selain tingkat bunga pinjaman yang dibayarkan secara periodik, bank biasanya juga dapat
mengenakan:
 Biaya provisi;
 Biaya administrasi;
 Biaya asuransi objek aset yang digunakan sebagai jaminan;
 Biaya notaris berkaitan aspek hukum kredit. Biaya asuransi ini biasanya sekian persen dari
nilai plafon kredit atau dalam jumlah tertentu yang tetap.
www.futurumcorfinan.com
Page 13
Misalkan tingkat suku bunga pinjaman bank untuk kredit investasi adalah 12% per tahun,
maka dana IPO dikatakan berbiaya “lebih murah” apabila biaya modalnya LEBIH RENDAH
daripada tingkat suku bunga pinjaman bank sebesar 12% per tahun tersebut.
Argumen bahwa Dana IPO Lebih “Murah”
Terdapat beberapa argumen yang menyebutkan biaya dana IPO lebih “murah”
dibandingkan dengan biaya dana yang diperoleh dari pinjaman bank.
Pertama, perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk membayar dividen setiap tahun atau
periodik kepada pemegang saham. Berbeda dengan pinjaman bank, perusahaan memiliki
kewajiban untuk melakukan pembayaran bunga bank setiap periodik kepada pihak bank.
Kedua, dana IPO tidak memiliki tanggal jatuh tempo pelunasan seperti yang dipersyaratkan
dalam pinjaman kredit bank.
Ketiga, perusahaan tidak perlu menaruh aset sebagai jaminan, atau istilahnya aset yang
“disekolahkan” kepada bank. Pinjaman bank pada umumnya mempersyaratkan adanya
jaminan aset dengan nilai likuidasi tertentu dibandingkan dengan nilai plafon pinjaman.
Keempat, IPO tidak memiliki klausul “default” atau wanprestasi seperti yang umumnya
tertuang dalam akad perjanjian kredit dengan pihak bank.
Kelima, dana IPO tidak mengalami resiko fluktuasi mata uang. Bandingkan dengan
pinjaman bank yang diperoleh dalam mata uang asing.
Keenam, biaya-biaya IPO umumnya hanya satu kali saja dikeluarkan, dan tidak perlu ada
biaya lagi sampai ada penerbitan efek atau saham berikutnya melalui rights issue.
www.futurumcorfinan.com
Page 14
Biaya-biaya IPO umumnya masuk dalam 6 kelompok seperti ditunjukkan di bawah ini8
.
Walaupun argumen-argumen di atas dapat dikatakan tampak logis, namun mereka hanya
“setengah” cerita.
Dana Pinjaman, Lebih “Murah”?
Bagaimana kalau penulis katakan, bahwa justru pinjaman yang sesungguhnya merupakan
sumber pendanaan yang lebih “murah” dibandingkan dana IPO. Beberapa alasannya
sebagai berikut.
Pertama, pinjaman memiliki interest tax shield (baca: tax benefit), yaitu sepanjang
perusahaan dalam kondisi laba (baca: penghasilan kena pajak perusahaan adalah positif),
artinya beban bunga dapat digunakan untuk mengurangi beban pajak penghasilan
perusahaan. Hal ini berbeda dengan pembagian dividen kepada pemegang saham
perusahaan yang bukan merupakan atau tidak dapat diperlakukan sebagai biaya
8
Ross, Stephen A., Randolph W. Westerfield dan Jeffrey Jaffe. Corporate Finance. Edisi kesembilan.
New York: McGraw-Hill Companies, Inc. 2010. Halaman 669.
www.futurumcorfinan.com
Page 15
perusahaan menurut ketentuan perpajakan [di Indonesia], atau pengurang penghasilan
kena pajak.
Mudahnya demikian, sebagian besar arus kas perusahaan yang dihasilkan dari proyek-
proyek, akan mengalir ke:
 kreditur (debtholders) dalam bentuk pembayaran bunga bank dan pengembalian
pokok pinjaman dan biaya-biaya terkait akad pinjaman;
 pemegang saham (shareholders) dalam bentuk dividen atau pembelian saham
kembali (treasury stock atau pengurangan modal saham);
 pemerintah (government) dalam bentuk pajak penghasilan badan.
Hal di atas digambarkan sebagai berikut9
.
Mari kita tuangkan ke dalam angka-angka untuk menghitung besarnya interest tax shield
atau tax benefit dari dana pinjaman, sesuatu yang tidak ada pada dana IPO.
I
9
Slide presentasi Bab 15 : Debt and Taxes. Jonathan Berk dan Peter DeMarzo.
www.futurumcorfinan.com
Page 16
lustrasi diberikan di bawah ini berikut asumsi angka-angka yang dipergunakan.
Dari contoh di atas, terlihat bahwa hadirnya beban bunga pinjaman yang dapat mengurangi
penghasilan kena pajak (atau laba sebelum pajak penghasilan), akan meningkatkan total
jumlah yang dapat dibayarkan ke pemegang saham dan kreditur, sebagai berikut:
 Selisih antara “ada” dan “tidak adanya” beban bunga pinjaman sebagai pengurang
pajak penghasilan badan adalah sebesar Rp 3 juta, dimana merupakan selisih antara
Rp 26.250.000.000 (dalam hal, perusahaan tidak mempunyai pinjaman bank,
mengandalkan dana dari ekuitas), dan Rp 29.250.000.000, dimana kebutuhan dana
sebesar Rp 100 milyar diperoleh dari pinjaman kredit, dan selisihnya merupakan
interest tax shield, yaitu tarif pajak penghasilan (25%) dikalikan beban bunga
(Rp 12.000.000.000).
www.futurumcorfinan.com
Page 17
Ini artinya apa?
Artinya bahwa beban bunga pinjaman sebesar Rp 12.000.000.000 dalam 1 tahun atau
12% per tahun, efektifnya tidak akan sebesar itu, karena ada “keuntungan” (benefit)
yang diperoleh perusahaan, dimana “benefit’ ini dinikmati oleh pemegang saham
perusahaan.
Coba dilihat kembali contoh di atas.
Kalau menggunakan dana pemegang saham sebesar Rp 100 milyar, dan seumpama
pemegang saham mengenakan tingkat imbal hasil diharapkan (required atau expected
return) yang sama sebesar 12%, maka dengan menggunakan dana pinjaman dari kreditur
sebesar Rp 100.000.000.000 dengan bunga pinjaman 12% setahun, mestinya, pemegang
saham, menerima distribusi dividen sebesar
Rp 26.250.000.000 minus Rp 12.000.000.000 (porsi bunga yang mesti dibayarkan ke pihak
kreditur) = Rp 14.250.000.000.
Tapi apa faktanya?
Faktanya, pemegang saham perusahaan menerima Rp 17.250.000.000, atau Rp 3 juta lebih
tinggi dari seharusnya. Dan jumlah Rp 3 juta berasal dari pengurangan beban pajak
penghasilan badan perusahaan, dimana perusahaan seharusnya membayar pajak
penghasilan badan sebesar Rp 8.750.000.000, namun berkurang menjadi Rp 5.750.000.000
atau ada penurunan sebesar Rp 3 juta.
Jadi beban bunga efektif atas dana pinjaman adalah sebesar Rp 12.000.000.000 x (100% -
25%) atau Rp 9.000.000.000, karena ada “tax benefit” sebesar Rp 3 juta yang dapat
didistribusikan ke pemegang saham perusahaan sebagai dividen, yang mana “tax benefit”
ini berasal dari pengurangan beban pajak penghasilan badan perusahaan.
Beban bunga pinjaman dapat sebagai pengurang penghasilan kena pajak, sebagaimana
diperbolehkan oleh undang-undang pajak penghasilan di Indonesia, yang berakibat pada
berkurangnya beban pajak penghasilan badan perusahaan. Perlakuan yang sama tidak
terjadi pada dividen, karena dividen dibagikan sesudah laba bersih, artinya ia tidak
www.futurumcorfinan.com
Page 18
menikmati sama sekali “tax deductibility” atau pembayaran dividen tidak ada implikasinya
apa-apa bagi besarnya pajak penghasilan badan yang dibayar oleh perusahaan.
Gambar di bawah ini10
mudah-mudahan bisa memberikan gambaran tambahan kepada
pembaca, bahwa interest tax shield ini tidak berasal sama sekali dari peningkatan arus kas
proyek perusahaan. Arus kas proyek perusahaan akan sama antara perusahaan tanpa dana
pinjaman bank (unlevered firm) dengan yang memperoleh pinjaman bank (levered firm).
Namun adanya pinjaman bank, yaitu munculnya beban bunga pinjaman sebagai pengurang
penghasilan kena pajak, porsi beban pajak penghasilan badan yang dibayarkan ke kantor
pajak berkurang, dan berkurangnya beban pajak penghasilan badan akan berakibat jumlah
yang dapat diterima oleh pemegang saham menjadi lebih tinggi.
10
Berk, Jonathan, dan Peter DeMarzo. Corporate Finance. Edisi kedua. Ney York: Pearson
Education Limited. 2011. Halaman 481.
www.futurumcorfinan.com
Page 19
Hal kedua, terdapat perbedaan yang sangat signifikan apabila anda duduk sebagai
pemegang saham atau sebagai kreditur.
Sebagai kreditur: ada perjanjian antara pihak kreditur (misalnya dalam hal ini bank), dengan
pihak perusahaan sebagai debitur, yang umumnya terms and conditions akan dituangkan
dalam akte perjanjian kredit, dan aset jaminan diikat dengan perjanjian terpisah, apakah
bersifat fidusia atau hak tanggungan. Artinya apa? Kalau perusahaan tidak melakukan
pelunasan baik bunga dan pokok pinjaman dan biaya-biaya lainnya, maka pihak kreditur
memiliki hak untuk melakukan penagihan dan mengambil langkah-langkah baik administratif
maupun jalur hukum untuk memperoleh pengembalian atas pokok pinjaman dan bunga
pinjaman berikut biaya-biaya lainnya. Bahkan bisa mengarah ke eksekusi atas aset jaminan
melalui lelang dan proses pailit untuk memastikan bahwa pihak kreditur bank bisa
memperoleh kembali uang yang dipinjamkan ke pihak perusahaan. Terlepas apapun kondisi
perusahaan debitur, baik mau bisnisnya untung atau rugi, atau dana kas cukup atau tidak
cukup, perusahaan debitur pada prinsipnya “berhutang” dan memiliki kewajiban untuk
melakukan pelunasan ke pihak kreditur.
Hal yang berbeda sekali kalau anda duduk sebagai pemegang saham. Dividen adalah
sesuatu yang tidak pasti, dan tidak ada kewajiban bagi perusahaan untuk membagikan
dividen, dan bahkan Undang-undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 sendiri
mempunyai persyaratan kalau perusahaan mau membagikan dividen. Artinya apa? Dividen
bukan merupakan hal yang otomatis dibagikan, walaupun perusahaan membukukan laba
bersih pada tahun berjalan.
Pasal 71 dan Penjelasan Pasal 71 angka (2) dari UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas sendiri menegaskan bahwa perusahaan dapat membagi laba, dalam bentuk
dividen, apabila perusahaan mempunyai saldo laba positif, yaitu apabila laba bersih
Perseroan dalam tahun berjalan telah menutup akumulasi kerugian Perseroan dari tahun
buku sebelumnya.
www.futurumcorfinan.com
Page 20
Higgins11
memberikan ilustrasi di bawah ini terkait arus kas terkait bunga obligasi (baca:
pinjaman) dibandingkan dengan arus kas berupa dividen terkait saham.
Untuk obligasi (baca: pinjaman), jumlah pembayaran bunga setiap periode dan jumlah yang
akan dilunasi dengan mengesampingkan faktor wanprestasi (default), dapat diketahui dan
ditentukan dari awal. Bagaimana dengan dividen, inilah kesulitannya, yaitu tak seorangpun
dapat menyebutkan jumlahnya dengan tingkat kepastian seperti pada besarnya jumlah
pembayaran bunga setiap periode. Dengan kata lain, dividen adalah “unknown”, tidak dapat
dipastikan, diperkirakan ya, tapi tidak dapat dipastikan. Titik.
11
Higgins, Robert C. Analysis for Financial Management. Edisi ke-9. New York: Mc-Graw Hill
International Edition. 2009. Halaman 310.
www.futurumcorfinan.com
Page 21
Bagaimana dengan jumlah modal yang telah disetorkan oleh pemegang saham? Ini sangat
tergantung pada apakah perusahaan dari bisnisnya akan untung atau rugi. Kalau untung,
modal yang sudah ditanamkan ke perusahaan tidak akan dikembalikan (kecuali ada RUPS
untuk penurunan modal saham), dan ada kemungkinan bahwa dividen akan dibagikan,
kalau memang laba bersih tidak dibutuhkan untuk ditanamkan kembali (reinvested atau
plowed back) ke dalam bisnis guna pengembangan usaha. Sebagai contoh, Microsoft,
perusahaan software terkemuka di dunia, yang memulai bisnisnya pada tahun 1976, baru
membagikan dividen pertamanya pada tahun 2003, yaitu 27 tahun sesudah pendirian
perusahaan.
Bagaimana kalau rugi, di sini pemegang saham, jelas tidak dapat dividen, dan masih ada
kemungkinan, perlu melakukan penyuntikan tambahan dana ke dalam usaha untuk supaya
usaha perusahaan dapat berlanjut, dan memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada
karyawan berupa gaji, pemasok atau vendor guna membeli bahan baku, dan overhead
pabrik atau kantor. Dan pemegang saham tidak dapat meminta pengembalian modalnya.
Artinya, modalnya sudah habis terpakai. Di lain pihak, tanggung jawab pemegang saham
adalah sebatas modal yang telah disetorkan ke dalam perusahaan12
.
Pertanyaan sederhana: Kalau anda sebagai pemegang saham perusahaan dengan
mengetahui semua resiko yang bakalan anda tanggung dari menanamkan modal anda
dalam suatu bisnis, apakah anda mau hanya menerima atau mengharapkan tingkat imbal
hasil sebesar 12% per tahun seperti yang diperoleh oleh pihak kreditur?
12
Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 melalui ketentuan Pasal 3 ayat (1)
menyebutkan bahwa:
Pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas
nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimiliki.
Ketentuan ini mempertegas tanggung jawab pemegang saham perusahaan sebatas jumlah setoran
sahamnya, dan tidak meliputi harta kekayaan pribadi. Namun pasal 3 ayat (1) diikuti ayat (2) yang
memungkinkan ayat (1) di atas tidak berlaku, yaitu apabila:
a. persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
b. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk
memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;
c. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan
oleh Perseroan; atau
d. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan
hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi
tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.
www.futurumcorfinan.com
Page 22
Kalau anda seorang risk-averse, sama seperti saya (dan sebagian besar orang di dunia
bisnis), maka besar kemungkinan, kita bisa kompak mengatakan “No Way” – tidak
mungkinlah.
Lalu berapa yang bakalan anda harapkan? Pastinya lebih besar dari 12% per tahun. Karena
sebagai pemegang saham perusahaan, anda menanggung resiko yang lebih besar,
sedangkan pihak kreditur perusahaan memiliki resiko terbatas (limited risk), sehingga bagi
anda, adalah wajar untuk meminta kompensasi berupa tingkat imbal hasil yang lebih tinggi.
Mengapa anda minta lebih tinggi 13
? Berapa besarnya adalah pertanyaan yang sudah
menghabiskan waktu lebih dari 40 tahun bagi pihak ekonom finansial untuk menjawabnya.
Secara teori14
:
Tingkat imbal hasil yang diharapkan untuk aset beresiko = tingkat bunga bebas resiko wan-
prestasi (risk-free interest rate) + premi untuk inflasi (inflation premium) + premi resiko (risk
premium)
Tingkat bunga bebas resiko wan-prestasi dan premi untuk inflasi dapat diwakili untuk suku
bunga obligasi pemerintah.
Misalnya data dari Indonesian Bond Pricing Agency (Penilai Harga Efek Indonesia)15
, data-
data yield obligasi pemerintah Indonesia pada tanggal 7 Maret 2014 adalah sebagai berikut:
13
Dalam dunia investasi, ini dikenal sebagai premi resiko (risk premium). Investor akan meminta
tingkat premi resiko yang lebih tinggi sebagai kompensasi dari menanggung resiko yang lebih besar.
Premi resiko pada umumnya akan ditambahkan terhadap tingkat suku bunga surat berharga bebas
resiko wanprestasi (default risk free rate), yang banyak digunakan sebagai acuan adalah obligasi
pemerintah jangka panjang.
14
Higgins, Robert C. Analysis for Financial Management. Edisi kesembilan. New York: Mc-Graw Hill
International Edition. 2009. Halaman 312.
15
http://www.ibpa.co.id/, diakses tanggal 10 Maret 2014.
www.futurumcorfinan.com
Page 23
Obligasi pemerintah Indonesia dengan jatuh tempo 5 tahun (Term To Maturity atau disingkat
TTM) memiliki yield sekitar 7,7% dan meningkat semakin tinggi dengan makin jauhnya
tanggal jatuh temponya, yang dihitung ke dalam 10 tahun, 15 tahun dan 20 tahun. Tampak
dari table di atas, bahwa ada perbedaan angka yield dengan angka bunga kupon, misalnya,
untuk obligasi 5 tahun, angka yield menunjukkan 7,7036%, di bawah angka bunga kupon
sebesar 7,8750%
Komponen berikutnya, adalah premi resiko – anda akan jelas memasukkan angka tertentu
untuk memberikan kompensasi untuk resiko yang lebih besar.
Menggunakan data tingkat imbal hasil historis di Amerika Serikat dalam jangka panjang
(1926-2012) dapat digambarkan di bawah ini16
, tampak bahwa ada spread sebesar 4,1%
antara tingkat imbal hasil aktual secara historis antara tingkat imbal hasil obligasi
16
Diakses tanggal 6 Maret 2014 dari website:
https://ww4.janus.com/SiteObjects%5Cpublished/FFFFFFFFA8347B540106A689CB6E5086/4C5086
F8C8B673E92B588B2F0B8AFF95/file/The%20Potential%20Strength%20of%20Equities%20exp%20
3-15-14.pdf. Janus Capital Group. The Potential Strength of Equities: Hypothetical Long-Term Growth
of $1.
www.futurumcorfinan.com
Page 24
pemerintah Amerika Serikat (5,7%) dibandingkan dengan saham perusahaan-perusahaan
besar di Amerika Serikat (9,8%), yang mana ia memberikan indikasi premi resiko historis
yang terjadi apabila dana diinvestasikan di pasar keuangan di Amerika Serikat untuk jangka
panjang.
Dengan melihat nilai investasi hipotetis sebesar US$1 yang diinvestasikan ke dalam saham-
saham di pasar modal Amerika Serikat, obligasi pemerintah Amerika Serikat dan surat
berharga pemerintah Amerika Serikat, dapat dilihat bagaimana uang US$ 1 tumbuh dari
masing-masing instrumen investasi dari tahun 1926 – 2012. Di sini terlihat bahwa saham
jauh melampaui obligasi dan surat berharga dalam jangka panjang, yang berarti saham
menawarkan tingkat imbal hasil yang lebih tinggi. Di sisi lain, obligasi pemerintah dan surat
berharga pemerintah, secara historis, menawarkan tingkat volatilitas, resiko dan tingkat
imbal hasil yang lebih rendah, dibandingkan dengan saham.
Tingkat imbal hasil yang lebih tinggi akan sejalan dengan lebih tingginya tingkat resiko
sebagaimana ditunjukkan di bawah ini17
.
17
Berk, Jonathan; Peter DeMarzo dan Jarrad Harford. Fundamentals of Corporate Finance. Edisi
kedua. Boston: Pearson Education, Inc. 2012. Halaman 324.
www.futurumcorfinan.com
Page 25
Fernandez, Aguirrelamalloa dan Linares mendokumentasikan premi resiko pasar pada
tahun 2013 untuk masing-masing negara berdasarkan survey, dengan hasil sebagai berikut
dimana premi resiko pasar untuk Indonesia adalah sekitar 7,8% di atas tingkat bunga bebas
resiko wan-prestasi (sudah termasuk premi inflasi)18
.
18
Fernandez, Pablo; Javier Aguirreamalloa dan Pablo Linares. Market Risk Premium and Risk Free
Rate Used for 51 Countries in 2013: A Survey with 6,237 Answers. IESE Business School. 26 Juni
2013.
www.futurumcorfinan.com
Page 26
www.futurumcorfinan.com
Page 27
Para ekonom finansial memperkenalkan beberapa teknik penentuan tingkat imbal hasil yang
diminta atau diharapkan dari saham, antara lain yang populer Capital Asset Pricing Models
dengan berbagai variasinya dan Multifactor Models of Risk, seperti Arbitrage Pricing Theory
dan Fama-French-Charhart Factor, namun pada prinsipnya, ada hubungan linear antara
tingkat resiko dengan tingkat imbal hasil yang diharapkan, sebagaimana tergambar sebagai
berikut19
:
Bagaimana garis linear di atas dibangun tidak perlu terlalu dipusingkan, namun apa yang
penting dan sangat logis adalah percakapan mengenai tingkat imbal hasil suatu investasi
saja tidak lengkap tanpa juga membicarakan berapa tingkat resiko yang terkait. Dan kembali
sebagai seorang risk-averse, akan cenderung memilih apabila dihadapkan pada 2 pilihan
investasi:
 2 pilihan investasi dengan tingkat resiko yang sama namun memiliki tingkat imbal hasil
yang berbeda, kemungkinan besar akan diambil pilihan investasi dengan tingkat imbal
hasil yang lebih tinggi.
 2 pilihan investasi dengan tingkat imbal hasil yang sama, namun memiliki tingkat
resiko yang berbeda, kemungkinan besar akan diambil pilihan investasi dengan tingkat
resiko yang lebih rendah.
 2 pilihan investasi dengan tingkat imbal hasil yang berbeda dan tingkat resiko yang
berbeda, akan cenderung tergantung risk-aversion dari investor, tetapi yang pasti,
19
Higgins, Robert C. Analysis for Financial Management. Edisi ke-9. New York: Mc-Graw Hill
International Edition. 2009. Halaman 296.
www.futurumcorfinan.com
Page 28
investasi dengan tingkat resiko yang lebih tinggi, mensyaratkan tingkat imbal hasil
yang diharapkan atau diminta lebih tinggi.
Artinya apa? Artinya pihak pemegang saham perusahaan, mengetahui bahwa tingkat resiko
atas dana yang ditanamkan lebih tinggi, pastinya akan meminta tingkat imbal hasil yang
diharapkan lebih tinggi daripada suku bunga pinjaman 12% yang diminta oleh pihak kreditur
bank.
Tingkat imbal hasil yang diminta pemegang saham perusahaan yang lebih tinggi daripada
tingkat suku bunga pinjaman (12% per tahun) adalah juga logis, apabila dilihat bahwa
tingkat imbal hasil ini sejalan dengan pemegang saham perusahaan turut menikmati
kemungkinan kenaikan laba perusahaan, baik melalui dividen yang lebih tinggi atau bahkan
waktu dijual, dapat memperoleh harga yang lebih tinggi. Hal yang sama tidak dinikmati oleh
pihak kreditur, karena tingkat imbal hasil mereka sudah dipatok tetap pada tingkat bunga
pinjaman yang mereka peroleh, yaitu 12% per tahun, yang mereka terima setiap periode. Ini
dikenal sebagai limited upside in earnings untuk pihak kreditur.
Penetapan harga dana IPO
Seperti dikenal dalam dunia corporate finance, risk reduces investment value, yaitu
bahwa resiko mengurangi nilai investasi. Pertanyaan yang relevan menjadi bagaimana
mengetahui atau melihat bahwa harga yang bersedia dibayarkan oleh pemegang saham
pastinya lebih rendah pada saat IPO.
Contoh yang jelas, dapat dilihat pada waktu perusahaan menerbitkan saham baru guna
memperoleh dana IPO. Saham baru ini kemudian ditawarkan ke pihak investor dan hasil
penjualan saham baru tersebut akan masuk ke perusahaan sebagai dana IPO dan
dibukukan sebagai modal saham yang disetor penuh.
Bagaimana penetapan harga saham baru ini?
Harga saham baru untuk IPO ini jelas terkait dengan tingkat imbal hasil yang diharapkan
oleh para calon investor tersebut. Menerapkan prinsip Discounted Cash Flows, tingkat imbal
hasil yang lebih tinggi (di atas 12%) yang digunakan sebagai tingkat diskonto atas proyeksi
arus kas perusahaan yang akan dihasilkan di masa depan, pastinya akan membuat nilai
valuasi saham baru lebih kecil.
www.futurumcorfinan.com
Page 29
Dan jangan lupa, untuk menarik minat investor, dikenal lagi adanya diskon tambahan yang
umum dikenal sebagai IPO underpricing, yaitu ada diskon yang dikenakan lagi untuk
sampai kepada harga saham per lembar, yang kemudian menjadi harga IPO (prosesnya
bisa melalui book building, tapi prinsipnya akan sama, ada harga saham per lembar yang
jauh lebih rendah daripada perhitungan teoritis harga saham per lembar menggunakan
tingkat diskonto 12%).
IPO underpricing ini umumnya ditunjukkan adalah imbal hasil positif bagi pihak investor
dimana harga saham IPO di pasar perdana lebih rendah daripada harga saham ketika
diperdagangkan di bursa efek pada hari pertama (harga penutupan)20
. IPO underpricing
jelas tidak menguntungkan bagi perusahaan emiten, karena dana IPO yang seharusnya
masuk ke kas perusahaan menjadi tidak maksimal atau lebih rendah, namun pada saat
yang sama, akan menguntungkan pihak investor.
Ross, Westerfield dan Jaffe21
menjelaskan bahwa adanya IPO underpricing adalah adanya
resiko 22
. Walaupun rata-rata IPO memiliki imbal hasil awal (yaitu sesudah saham
diperdagangkan untuk pertama kali di bursa efek) positif, artinya ada kenaikan harga,
namun sebagian besar mengalami penurunan harga, atau tetap ada kemungkinan harga
jatuh begitu saham diperdagangkan. Pihak penjamin emisi efek (underwriter) tentunya tidak
mau menanggung resiko atas penurunan nilai saham ini (ingat bahwa penjamin emisi efek
terikat “komitmen penuh (full commitment)” dengan perusahaan yang akan melepas saham
barunya ke bursa efek. Ini berarti bahwa kalau saham tidak laku maka pihak penjamin emisi
efek-lah yang mesti membeli jumlah saham yang tidak laku tersebut), dan di samping itu,
dapat dibayangkan adanya kemungkinan digugat secara hukum oleh pihak investor yang
menganggap harga saham yang ditawarkan “overpriced (ketinggian dari harga wajarnya)”.
20
Ritter, J. R. The Long-Run Performance of Initial Public Offering. 1991. The Journal of Finance,
Volume XLVI Nomor 1. Halaman 2-27.
21
Ross, Stephen A., Randolph W. Westerfield dan Jeffrey Jaffe. Corporate Finance. Edisi kesembilan.
New York: McGraw-Hill Companies, Inc. 2010. Halaman 666.
22
Alasan-alasan terjadinya IPO underpricing, bisa dibaca di tulisan Jay R. Ritter berjudul “Initial
Public Offerings”. Warren Gorham & Lamont Handbook of Modern Finance. Diedit oleh Dennis Logue
dan James Seward. Contemporary Finance Digest. Volume 2, No. 1 (Spring 1998), halaman 5-30.
www.futurumcorfinan.com
Page 30
Tabel berikut memberikan ringkasan imbal hasil rata-rata pada hari pertama pada saat IPO
di sejumlah negara di dunia, yang menunjukkan adanya gejala IPO underpricing23
.
Kehadiran IPO underpricing ini berarti jumlah dana IPO yang semestinya bisa mengalir
masuk ke dalam perusahaan emiten, tidak diterima oleh perusahaan atau pemegang saham
perusahaan, bahkan bisa berimplikasi kurang sehat bagi perusahaan. Misalnya pada tahun
1999, eToys melepas sahamnya sebanyak 8,2 juta saham melalui IPO, yang terdapat
underprice sebesar US$ 57 per lembar, atau hampir setengah milyar Dolar US secara
keseluruhan, dana mana seharusnya bisa digunakan oleh eToys. Walaupun tidak dapat
dikaitkan secara langsung, namun eToys sendiri bankrut dalam 2 tahun kemudian.
Menilik data di atas, untuk IPO di Indonesia dari tahun 1989 – 2007, terdapat IPO
underpricing rata-rata sebesar 21%. Artinya pihak perusahaan menerima jauh lebih rendah
sekitar 20% dari dana IPO yang semestinya diterima.
23
Ross, Stephen A., Randolph W. Westerfield dan Jeffrey Jaffe. Corporate Finance. Edisi kesembilan.
New York: McGraw-Hill Companies, Inc. 2010. Halaman 667. Artikel : “In Their Own Words: Jay Ritter
on IPO Underpricing Around the World”.
www.futurumcorfinan.com
Page 31
Bersama-sama dengan adanya tingkat imbal hasil yang diharapkan (required or expected)
calon investor yang jauh lebih tinggi dari 12% setahun (suku bunga pinjaman) dan hadirnya
diskon harga IPO (IPO underpricing), akan mengakibatkan dana IPO yang diterima oleh
perusahaan emiten akan jauh lebih kecil. Kalau perusahaan akan memperoleh dana IPO
lebih besar, artinya perlu dilakukan penerbitan jumlah saham yang lebih banyak, yang
artinya apa? Terjadi dilusi atas persentase kepemilikan saham pada pemegang saham yang
sudah ada sebelum IPO. Tetap saja, dalam hal ini, harga saham baru per lembar sudah
mengalami diskon dan lebih rendah daripada perhitungan menggunakan tingkat diskonto
12%.
Kalau begitu, tentunya pembaca bertanya-tanya, kalau memang dana IPO tersebut berbiaya
“lebih mahal” dibandingkan dengan dana pinjaman kredit dari bank, lalu mengapa masih
banyak perusahaan yang ingin melepas sahamnya untuk diperdagangkan di bursa efek
guna mendapatkan dana IPO.
Brau dan Fawcett menyajikan hasil survei terkait motivasi untuk perusahaan melakukan
IPO, sebagai berikut24
.
24
Brau, James C., dan Stanley E. Fawcett. Brigham Young University. Evidence on What CFOs
Think About the IPO Process: Practice, Theory, and Managerial Implications. Dimuat di Journal of
Applied Corporate Finance. Volume 18 Number 3. Summer 2006. Halaman 108. Data yang sama
disajikan di Journal of Finance, Volume 61 (2006) berjudul “Initial Public Offerings: An Analysis of
Theory and Practice”.
www.futurumcorfinan.com
Page 32
Sebagaimana terlihat di dalam hasil survei di atas, hampir di atas 50%, motivasi IPO adalah
terutama:
 supaya saham perusahaan menjadi saham publik sehingga dapat mengakomodasi
akuisisi di masa mendatang;
 supaya diketahui harga pasar perusahaan (tambahan penulis: harga ini biasanya
dapat diketahui setiap saat karena diperdagangkan di bursa, dengan catatan,
likuiditas dan frekuensi perdagangan saham tersebut cukup baik).
 supaya reputasi perusahaan meningkat (tambahan penulis: misalnya adanya good
corporate governance dan transparansi laporan keuangan yang lebih baik).
Yang menarik dari hasil survei di atas, tidak ada pembicaraan bahwa dana IPO adalah dana
“murah”.
Dalam teori corporate finance, diperkenalkan hipotesa Pecking Order25
, dimana dikatakan
bahwa adanya biaya-biaya IPO dan asimetri informasi antara pihak perusahaan dan calon
investor, akan menyebabkan suatu perusahaan mengakumulasi dana mengikuti pecking
order. Perusahaan akan pertama-tama mengumpulkan modal internal dengan melakukan
reinvestasi atas laba bersih yang dibukukan dan menjual surat berharga jangka pendek
(short-term marketable securities). Apabila seluruh hal tersebut telah dilakukan dan masih
diperlukan dana yang lebih besar, maka perusahaan baru akan mengusahakan memperoleh
pinjaman dari kreditur dan bahkan menerbitkan saham preferen. Hanya sebagai “last resort”
(kalau sudah tidak ada alternatif pembiayaan lainnya), baru perusahaan menerbitkan saham
biasa baru, yang bisa melalui IPO.
Dana IPO memang mahal…dan tidak mungkin bisa lebih murah daripada dana
pinjaman bank.
25
Hipotesa Pecking Order diajukan oleh Stewart Myers (“The Capital Structure Puzzle” dimuat di
Journal of Finance 39 (1984), halaman 575-592). Hipotesa ini agak sulit untuk diuji secara langsung,
dan banyak bukti bahwa perusahaan-perusahaan tidak selalu mengikuti pecking order secara ketat,
karena perusahaan-perusahaan seringkali menerbitkan saham baru walaupun alternatif pinjaman
kredit dimungkinkan pada saat yang sama. Beberapa artikel yang dapat dibaca:
 Leary, Mark T. dan Michael R. Roberts. The Pecking Order, Debt Capacity, and Information
Asymmetry. 2008. Diunduh tanggal 7 Maret 2014 dari
http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=555805
 Baskin, Jonathan An Empirical Investigation of the Pecking Order Hypothesis. Financial
Management. Spring 1989. Halaman 26-35.
www.futurumcorfinan.com
Page 33
Namun, supaya berimbang, penulis juga perlu mengingatkan bahwa, dana pinjaman dari
kreditur, berbiaya “lebih murah” dibandingkan dana IPO, lebih murah ya, tapi bukan berarti
tanpa resiko bagi perusahaan tersebut. Buku-buku corporate finance hampir selalu memuat
satu bab terkait adanya batas terhadap penggunaan hutang (yang berlebihan). Umumnya
akan dibicarakan adanya kemungkinan resiko tekanan keuangan (financial distress) akibat
penggunaan hutang yang berlebihan, yang dapat diikuti dengan biaya yang tinggi, baik
bersifat langsung (dalam hal biaya legal untuk proses kepailitan) atau tidak langsung,
umpamanya ketidakmampuan meneruskan bisnis, yang bisa berupa:
 manajemen perusahaan mengurangi investasi belanja modal, riset dan
pengembangan (R&D), dan biaya marketing secara signifikan, demi mengamankan
ketersediaan dana untuk kegiatan operasional.
 Kehilangan calon pelanggan yang kuatir akan keberlangsungan komitmen perusahaan
untuk menyediakan jasa after-sales.
 Pihak vendor atau pemasok tidak mau memberikan kredit atau bahkan meminta
pembayaran tunai untuk setiap pengiriman bahan kepada perusahaan.
Ini artinya ada kondisi-kondisi tertentu yang tidak cocok bagi perusahaan untuk
meningkatkan saldo pinjaman dari pihak kreditur. Dalam kondisi ekonomi yang kurang baik,
perusahaan-perusahaan dengan jumlah pinjaman bank atau pihak ketiga yang sangat tinggi
umumnya akan mengalami kesulitan keuangan untuk melakukan pembayaran beban bunga
dan pinjaman pokok. Ingat bahwa perjanjian kredit mensyaratkan perusahaan debitur untuk
mengembalikan pinjaman pokok plus pembayaran bunga dan biaya-biaya lainnya, tidak
perduli apakah perusahaan dapat membukukan laba bersih atau bahkan rugi, atau apapun
yang terjadi pada kondisi perekonomian.
Topik adanya “struktur kapital yang optimal” menjadi topik yang hangat diteliti dan ditulis
oleh berbagai akademisi, sesuatu yang muncul sesudah diperkenalkannya teori Modigliani
dan Miller26
, dimana ide terkait struktur kapital perusahaan adalah merupakan trade-off
antara tax benefits dari penggunaan hutang dengan biaya tekanan keuangan dan kepailitan
yang mungkin timbul dari akibat penggunaan hutang (yang berlebihan). Implikasinya bagi
perusahaan, adalah bahwa mengambil hutang dapat bermanfaat sampai dengan titik
tertentu. Pada saat neraca perusahaan terlalu menjadi dibebani hutang yang berlebihan
(over-leveraged), biaya untuk memperoleh pinjaman tambahan akan menjadi makin mahal
26
Modigliani, F., dan M.H. Miller. The Cost of Capital, Corporation Finance, and the Theory of
Investment. American Economic Review. Juni 1958.
Modigliani, F. dan M.H. Miller. Corporate Income Taxes and the Cost of Capital: A Correction.
American Economic Review. Juni 1963.
www.futurumcorfinan.com
Page 34
dan makin tinggi. Mengapa? Kembali lagi resiko. Aset perusahaan ada kemungkinan telah
dijadikan jaminan atas pinjaman yang lebih awal, dan kreditur yang belakangan hadir, akan
dihadapkan tidak adanya lagi aset untuk dijadikan jaminan, dan mesti mengandalkan arus
kas perusahaan untuk pelunasan satu-satunya pinjaman yang ada. Pinjaman ini menjadi
makin beresiko, dan ada kemungkinan, kreditur akan mengenakan tingkat bunga yang lebih
tinggi. Dalam kondisi seperti ini, rating kredit perusahaan akan mengalami kecenderungan
penurunan.
Pada saat yang sama, dana IPO selalu menarik dipertimbangkan oleh pihak perusahaan.
Mengapa? Karena bisa didapatkan dana IPO dalam jumlah yang signifikan, misalnya di
Indonesia, bisa saja sekali IPO, perusahaan dapat meraup dana IPO sebesar Rp 1 - 2
trilyun. Misalnya PT Wijaya Karya Beton (WIKA Beton) akan menjual saham kepada publik
untuk pertama kalinya (initial public offering/ IPO) pada 26-28 Maret 2014. Anak usaha
PT Wijaya Karya (WIKA) ini membidik perolehan dana segar dari bursa saham senilai
Rp 1,3 triliun27
.
Perolehan dana IPO dalam jumlah besar dimungkinkan dilakukan oleh perusahaan-
perusahaan karena resiko relatif tersebar di antara berbagai investor baik non-institusi atau
institusi. Pinjaman bank sendiri, bahkan dalam konteks sindikasi bank, kemungkinan tidak
dapat menyediakan komitmen dana pinjaman sedemikian besar, yang hanya diberikan
kepada satu debitur.
Jadi dari pembahasan di atas, diharapkan ada gambaran yang berimbang terhadap dana
pinjaman dan dana IPO. Dana IPO jelas akan selalu berbiaya “lebih mahal” daripada dana
pinjaman. Namun pada sisi yang sama, dana pinjaman yang biasanya berbiaya “lebih
murah” dibandingkan dana IPO, bisa dalam kondisi tertentu, tidak lagi menjadi “lebih murah”.
Artinya mengambil hutang tidak selalu cocok bagi semua perusahaan. Resiko terjadi over-
leverage (hutang berlebihan) perlu dipertimbangkan selalu.
Too much of a good thing is usually bad!
~~~~~~ ####### ~~~~~~
27
Dari http://www.tempo.co/read/news/2014/03/04/088559327/IPO-WIKA-Beton-Incar-Dana-Rp-13-
Triliun, yang dibaca pada tanggal 7 Maret 2014.
www.futurumcorfinan.com
Page 35
Disclaimer
This material was produced by and the opinions expressed are those of FUTURUM as of the date of
writing and are subject to change. The information and analysis contained in this publication have
been compiled or arrived at from sources believed to be reliable but FUTURUM does not make any
representation as to their accuracy or completeness and does not accept liability for any loss arising
from the use hereof. This material has been prepared for general informational purposes only and is
not intended to be relied upon as accounting, tax, or other professional advice. Please refer to your
advisors for specific advice.
This document may not be reproduced either in whole, or in part, without the written permission of the
authors and FUTURUM. For any questions or comments, please post it at www.futurumcorfinan.com
© FUTURUM. All Rights Reserved

More Related Content

What's hot

3. Materi Peran OJK dalam perlindungan Konsumen - OJK - Bp. Horas V.M. Tariho...
3. Materi Peran OJK dalam perlindungan Konsumen - OJK - Bp. Horas V.M. Tariho...3. Materi Peran OJK dalam perlindungan Konsumen - OJK - Bp. Horas V.M. Tariho...
3. Materi Peran OJK dalam perlindungan Konsumen - OJK - Bp. Horas V.M. Tariho...
Raden toni Taufik
 
Skedul Amortisasi Pinjaman
Skedul Amortisasi PinjamanSkedul Amortisasi Pinjaman
Skedul Amortisasi Pinjaman
Diarta
 

What's hot (20)

ANALISIS AKTIVITAS INVESTASI: INVESTASI ANTARPERUSAHAAN
ANALISIS AKTIVITAS INVESTASI: INVESTASI ANTARPERUSAHAANANALISIS AKTIVITAS INVESTASI: INVESTASI ANTARPERUSAHAAN
ANALISIS AKTIVITAS INVESTASI: INVESTASI ANTARPERUSAHAAN
 
Kebijakan deviden
Kebijakan devidenKebijakan deviden
Kebijakan deviden
 
Portofolio investasi-bab-9-penilaian-obligasi
Portofolio investasi-bab-9-penilaian-obligasiPortofolio investasi-bab-9-penilaian-obligasi
Portofolio investasi-bab-9-penilaian-obligasi
 
3. Materi Peran OJK dalam perlindungan Konsumen - OJK - Bp. Horas V.M. Tariho...
3. Materi Peran OJK dalam perlindungan Konsumen - OJK - Bp. Horas V.M. Tariho...3. Materi Peran OJK dalam perlindungan Konsumen - OJK - Bp. Horas V.M. Tariho...
3. Materi Peran OJK dalam perlindungan Konsumen - OJK - Bp. Horas V.M. Tariho...
 
Perbedaan PSAK dan SAK ETAP
Perbedaan PSAK dan SAK ETAPPerbedaan PSAK dan SAK ETAP
Perbedaan PSAK dan SAK ETAP
 
pt infdofood
pt infdofoodpt infdofood
pt infdofood
 
Dana Pensiun
Dana PensiunDana Pensiun
Dana Pensiun
 
Penagihan pajak
Penagihan pajakPenagihan pajak
Penagihan pajak
 
Pelatihan SIAPIK November 2022.pdf
Pelatihan SIAPIK November 2022.pdfPelatihan SIAPIK November 2022.pdf
Pelatihan SIAPIK November 2022.pdf
 
Pembentukan, Pembagian Laba Rugi dan Laporan Keuangan Persekutuan
Pembentukan, Pembagian Laba Rugi dan Laporan Keuangan PersekutuanPembentukan, Pembagian Laba Rugi dan Laporan Keuangan Persekutuan
Pembentukan, Pembagian Laba Rugi dan Laporan Keuangan Persekutuan
 
Akl kompensasi manajemen
Akl   kompensasi manajemenAkl   kompensasi manajemen
Akl kompensasi manajemen
 
Presentasi Sewa Guna Usaha (leasing)
Presentasi Sewa Guna Usaha (leasing)Presentasi Sewa Guna Usaha (leasing)
Presentasi Sewa Guna Usaha (leasing)
 
Skedul Amortisasi Pinjaman
Skedul Amortisasi PinjamanSkedul Amortisasi Pinjaman
Skedul Amortisasi Pinjaman
 
Pupm ppt pasar modal di indonesia
Pupm ppt pasar modal di indonesiaPupm ppt pasar modal di indonesia
Pupm ppt pasar modal di indonesia
 
Penilaian saham
Penilaian sahamPenilaian saham
Penilaian saham
 
Saling Memiliki Saham (Mutual Holding)
Saling Memiliki Saham (Mutual Holding)Saling Memiliki Saham (Mutual Holding)
Saling Memiliki Saham (Mutual Holding)
 
Investasi
InvestasiInvestasi
Investasi
 
Manajemen Keuangan - Leasing
Manajemen Keuangan - LeasingManajemen Keuangan - Leasing
Manajemen Keuangan - Leasing
 
Nilai waktu uang.ppt
Nilai waktu uang.pptNilai waktu uang.ppt
Nilai waktu uang.ppt
 
7. dana pensiun
7. dana pensiun7. dana pensiun
7. dana pensiun
 

Similar to Apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 1)

14 kwh, andita oktavia, hapzi ali, sistem pemodalan, bep, npv, universitas me...
14 kwh, andita oktavia, hapzi ali, sistem pemodalan, bep, npv, universitas me...14 kwh, andita oktavia, hapzi ali, sistem pemodalan, bep, npv, universitas me...
14 kwh, andita oktavia, hapzi ali, sistem pemodalan, bep, npv, universitas me...
anditaoktavia
 
Aplikasi Persamaan Differensial Dalam Bidang Ekonomi
Aplikasi Persamaan Differensial Dalam Bidang EkonomiAplikasi Persamaan Differensial Dalam Bidang Ekonomi
Aplikasi Persamaan Differensial Dalam Bidang Ekonomi
State University of Medan
 

Similar to Apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 1) (20)

Kapan kita tahu meminjam uang baik untuk roe pemegang saham
Kapan kita tahu meminjam uang baik untuk roe pemegang sahamKapan kita tahu meminjam uang baik untuk roe pemegang saham
Kapan kita tahu meminjam uang baik untuk roe pemegang saham
 
Jawaban uts m. keuangan i
Jawaban uts m. keuangan iJawaban uts m. keuangan i
Jawaban uts m. keuangan i
 
Modal kewirausahaaan
Modal kewirausahaaanModal kewirausahaaan
Modal kewirausahaaan
 
14, kwh, anggi regita cahyani, hapzi ali, pengantar kewirausahaan, mahasiwa u...
14, kwh, anggi regita cahyani, hapzi ali, pengantar kewirausahaan, mahasiwa u...14, kwh, anggi regita cahyani, hapzi ali, pengantar kewirausahaan, mahasiwa u...
14, kwh, anggi regita cahyani, hapzi ali, pengantar kewirausahaan, mahasiwa u...
 
14 kwh, andita oktavia, hapzi ali, sistem pemodalan, bep, npv, universitas me...
14 kwh, andita oktavia, hapzi ali, sistem pemodalan, bep, npv, universitas me...14 kwh, andita oktavia, hapzi ali, sistem pemodalan, bep, npv, universitas me...
14 kwh, andita oktavia, hapzi ali, sistem pemodalan, bep, npv, universitas me...
 
Resume uts
Resume uts Resume uts
Resume uts
 
Capital Budgeting
Capital BudgetingCapital Budgeting
Capital Budgeting
 
Tingkat diskonto dalam capital budgeting
Tingkat diskonto dalam capital budgetingTingkat diskonto dalam capital budgeting
Tingkat diskonto dalam capital budgeting
 
Financial instruments futurum - obligasi konversi akuntansi bagian 1
Financial instruments   futurum - obligasi konversi akuntansi bagian 1Financial instruments   futurum - obligasi konversi akuntansi bagian 1
Financial instruments futurum - obligasi konversi akuntansi bagian 1
 
Working-Capital Management/abshor.marantika/Teuku M. Ilham Aprianto/3-03
Working-Capital Management/abshor.marantika/Teuku M. Ilham Aprianto/3-03Working-Capital Management/abshor.marantika/Teuku M. Ilham Aprianto/3-03
Working-Capital Management/abshor.marantika/Teuku M. Ilham Aprianto/3-03
 
Analisa kelayakan
Analisa kelayakanAnalisa kelayakan
Analisa kelayakan
 
Borrowing borrowing borrowing, why not (draf kasar)
Borrowing borrowing borrowing, why not (draf kasar)Borrowing borrowing borrowing, why not (draf kasar)
Borrowing borrowing borrowing, why not (draf kasar)
 
Manajemen Keuangan Dasar
Manajemen Keuangan DasarManajemen Keuangan Dasar
Manajemen Keuangan Dasar
 
Manajemen keuangan 2[1]
Manajemen keuangan 2[1]Manajemen keuangan 2[1]
Manajemen keuangan 2[1]
 
Manajemen keuangan UAS
Manajemen keuangan UASManajemen keuangan UAS
Manajemen keuangan UAS
 
1.docx fungsi keuangan
1.docx fungsi keuangan1.docx fungsi keuangan
1.docx fungsi keuangan
 
Aplikasi Persamaan Differensial Dalam Bidang Ekonomi
Aplikasi Persamaan Differensial Dalam Bidang EkonomiAplikasi Persamaan Differensial Dalam Bidang Ekonomi
Aplikasi Persamaan Differensial Dalam Bidang Ekonomi
 
Resume uas sinta
Resume uas sintaResume uas sinta
Resume uas sinta
 
Materi Teori Investasi 1 pada Mata Kuliah MIPM
Materi Teori Investasi 1 pada Mata Kuliah MIPMMateri Teori Investasi 1 pada Mata Kuliah MIPM
Materi Teori Investasi 1 pada Mata Kuliah MIPM
 
Makalah 1 manajemen keuangan
Makalah 1  manajemen keuanganMakalah 1  manajemen keuangan
Makalah 1 manajemen keuangan
 

More from Futurum2

More from Futurum2 (20)

Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...
Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...
Usse average internal rate of return (airr), don't use internal rate of retur...
 
Are P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn Discussion
Are P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn DiscussionAre P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn Discussion
Are P/E Ratios a Poor Measure of Value? Valuation LinkedIn Discussion
 
NPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn Discussion
NPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn DiscussionNPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn Discussion
NPV or IRR? (3) CFO Network LinkedIn Discussion
 
Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...
Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...
Catatan kecil atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.010/2015 tentang ...
 
Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...
Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...
Use average internal rate of return (airr), don't use internal rate of return...
 
A quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draft
A quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draftA quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draft
A quick comment on pablo fernandez' article capm an absurd model draft
 
Menggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansi
Menggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansiMenggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansi
Menggunakan informasi arus kas dan nilai kini dalam pengukuran akuntansi
 
Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...
Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...
Summing up about growing and non growing perpetuities wacc levered and tax sa...
 
Ignacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black Berry
Ignacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black BerryIgnacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black Berry
Ignacio Velez-Pareja : From the Slide Rule to the Black Berry
 
REIT “rasa indonesia” kontrak investasi kolektif dana investasi real estat
REIT “rasa indonesia”  kontrak investasi kolektif dana investasi real estatREIT “rasa indonesia”  kontrak investasi kolektif dana investasi real estat
REIT “rasa indonesia” kontrak investasi kolektif dana investasi real estat
 
Proyek remodel refresh di sektor ritel kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...
Proyek remodel refresh di sektor ritel  kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...Proyek remodel refresh di sektor ritel  kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...
Proyek remodel refresh di sektor ritel kapitalisasi vs dibiayakan psak ias 1...
 
Surplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetap
Surplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetapSurplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetap
Surplus revaluasi atau penilaian kembali aset tetap
 
Perpetuity and growing pepetuity formula derivation
Perpetuity and growing pepetuity formula derivationPerpetuity and growing pepetuity formula derivation
Perpetuity and growing pepetuity formula derivation
 
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
 
15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...
15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...
15 minute lesson formula derivation - reconciling price-to- earnings (pe rati...
 
15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)
15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)
15-minute lesson- watch out the formula that you use for roa (return on assets)
 
Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805
Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805
Akuisisi aset atau akuisisi bisnis asc topic 805
 
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
Pentingnya melakukan normalisasi dalam pengerjaan proyeksi dan valuasi - bagi...
 
Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang
Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutangHutang dagang dengan fasilitas anjak piutang
Hutang dagang dengan fasilitas anjak piutang
 
Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...
Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...
Apakah perhitungan biaya kapital rata rata tertimbang (wacc) dalam capital bu...
 

Recently uploaded

Abortion pills in Dammam (+966572737505) get cytotec
Abortion pills in Dammam (+966572737505) get cytotecAbortion pills in Dammam (+966572737505) get cytotec
Abortion pills in Dammam (+966572737505) get cytotec
Abortion pills in Riyadh +966572737505 get cytotec
 
Abortion pills in Jeddah |+966572737505 | Get Cytotec
Abortion pills in Jeddah |+966572737505 | Get CytotecAbortion pills in Jeddah |+966572737505 | Get Cytotec
Abortion pills in Jeddah |+966572737505 | Get Cytotec
Abortion pills in Riyadh +966572737505 get cytotec
 
Abortion Pills For Sale in Jeddah (+966543202731))Get Cytotec in Riyadh City
Abortion Pills For Sale in Jeddah (+966543202731))Get Cytotec in Riyadh CityAbortion Pills For Sale in Jeddah (+966543202731))Get Cytotec in Riyadh City
Abortion Pills For Sale in Jeddah (+966543202731))Get Cytotec in Riyadh City
jaanualu31
 
5 CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN DAN Jual Obat ABORSI + obat PENGGUGUR KANDUNGAN...
5 CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN DAN Jual Obat ABORSI + obat PENGGUGUR KANDUNGAN...5 CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN DAN Jual Obat ABORSI + obat PENGGUGUR KANDUNGAN...
5 CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN DAN Jual Obat ABORSI + obat PENGGUGUR KANDUNGAN...
BagaimanaCaraMenggug
 
Jual Obat Aborsi Serang wa 082223109953 Klinik Jual Obat Penggugur Kandungan ...
Jual Obat Aborsi Serang wa 082223109953 Klinik Jual Obat Penggugur Kandungan ...Jual Obat Aborsi Serang wa 082223109953 Klinik Jual Obat Penggugur Kandungan ...
Jual Obat Aborsi Serang wa 082223109953 Klinik Jual Obat Penggugur Kandungan ...
Jual Obat Aborsi Serang 082223109953 Cytotec Asli Serang
 

Recently uploaded (17)

Abortion pills in Dammam (+966572737505) get cytotec
Abortion pills in Dammam (+966572737505) get cytotecAbortion pills in Dammam (+966572737505) get cytotec
Abortion pills in Dammam (+966572737505) get cytotec
 
1. PERMENDES 15 TH 2021 SOSIALISASI.pptx
1. PERMENDES 15 TH 2021 SOSIALISASI.pptx1. PERMENDES 15 TH 2021 SOSIALISASI.pptx
1. PERMENDES 15 TH 2021 SOSIALISASI.pptx
 
Abortion pills in Jeddah |+966572737505 | Get Cytotec
Abortion pills in Jeddah |+966572737505 | Get CytotecAbortion pills in Jeddah |+966572737505 | Get Cytotec
Abortion pills in Jeddah |+966572737505 | Get Cytotec
 
MODEL TRANSPORTASI METODE LEAST COST.pptx
MODEL TRANSPORTASI METODE LEAST COST.pptxMODEL TRANSPORTASI METODE LEAST COST.pptx
MODEL TRANSPORTASI METODE LEAST COST.pptx
 
K5-Kebijakan Tarif & Non Tarif kelompok 5
K5-Kebijakan Tarif & Non Tarif kelompok 5K5-Kebijakan Tarif & Non Tarif kelompok 5
K5-Kebijakan Tarif & Non Tarif kelompok 5
 
Presentasi Pengertian instrumen pasar modal.ppt
Presentasi Pengertian instrumen pasar modal.pptPresentasi Pengertian instrumen pasar modal.ppt
Presentasi Pengertian instrumen pasar modal.ppt
 
Abortion Pills For Sale in Jeddah (+966543202731))Get Cytotec in Riyadh City
Abortion Pills For Sale in Jeddah (+966543202731))Get Cytotec in Riyadh CityAbortion Pills For Sale in Jeddah (+966543202731))Get Cytotec in Riyadh City
Abortion Pills For Sale in Jeddah (+966543202731))Get Cytotec in Riyadh City
 
PEREKONIMIAN EMPAT SEKTOR (PEREKONOMIAN TERBUKA).pptx
PEREKONIMIAN EMPAT SEKTOR (PEREKONOMIAN TERBUKA).pptxPEREKONIMIAN EMPAT SEKTOR (PEREKONOMIAN TERBUKA).pptx
PEREKONIMIAN EMPAT SEKTOR (PEREKONOMIAN TERBUKA).pptx
 
Karakteristik dan Produk-produk bank syariah.ppt
Karakteristik dan Produk-produk bank syariah.pptKarakteristik dan Produk-produk bank syariah.ppt
Karakteristik dan Produk-produk bank syariah.ppt
 
MODEL TRANSPORTASI METODE VOGEL APPROXIMATIONAM.pptx
MODEL TRANSPORTASI METODE VOGEL APPROXIMATIONAM.pptxMODEL TRANSPORTASI METODE VOGEL APPROXIMATIONAM.pptx
MODEL TRANSPORTASI METODE VOGEL APPROXIMATIONAM.pptx
 
5 CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN DAN Jual Obat ABORSI + obat PENGGUGUR KANDUNGAN...
5 CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN DAN Jual Obat ABORSI + obat PENGGUGUR KANDUNGAN...5 CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN DAN Jual Obat ABORSI + obat PENGGUGUR KANDUNGAN...
5 CARA MENGGUGURKAN KANDUNGAN DAN Jual Obat ABORSI + obat PENGGUGUR KANDUNGAN...
 
kasus audit PT KAI 121212121212121212121
kasus audit PT KAI 121212121212121212121kasus audit PT KAI 121212121212121212121
kasus audit PT KAI 121212121212121212121
 
METODE TRANSPORTASI NORTH WEST CORNERWC.pptx
METODE TRANSPORTASI NORTH WEST CORNERWC.pptxMETODE TRANSPORTASI NORTH WEST CORNERWC.pptx
METODE TRANSPORTASI NORTH WEST CORNERWC.pptx
 
Saham dan hal-hal yang berhubungan langsung
Saham dan hal-hal yang berhubungan langsungSaham dan hal-hal yang berhubungan langsung
Saham dan hal-hal yang berhubungan langsung
 
Kemenkop LAPORAN KEUANGAN KOPERASI- SAK EP (25042024).pdf
Kemenkop LAPORAN KEUANGAN KOPERASI- SAK EP (25042024).pdfKemenkop LAPORAN KEUANGAN KOPERASI- SAK EP (25042024).pdf
Kemenkop LAPORAN KEUANGAN KOPERASI- SAK EP (25042024).pdf
 
Jual Obat Aborsi Serang wa 082223109953 Klinik Jual Obat Penggugur Kandungan ...
Jual Obat Aborsi Serang wa 082223109953 Klinik Jual Obat Penggugur Kandungan ...Jual Obat Aborsi Serang wa 082223109953 Klinik Jual Obat Penggugur Kandungan ...
Jual Obat Aborsi Serang wa 082223109953 Klinik Jual Obat Penggugur Kandungan ...
 
TEORI DUALITAS TENTANG (PRIM AL-DUAL).pptx
TEORI DUALITAS TENTANG (PRIM AL-DUAL).pptxTEORI DUALITAS TENTANG (PRIM AL-DUAL).pptx
TEORI DUALITAS TENTANG (PRIM AL-DUAL).pptx
 

Apakah ipo dapat dianggap dana murah (bagian 1)

  • 1. www.futurumcorfinan.com Page 1 Apakah Dana IPO Dapat Dianggap Dana “Murah”? Bagian Pertama: Pendahuluan Pendahuluan Dalam pembicaraan umum, kadang penulis menangkap kesan bahwa dana IPO (Initial Public Offering) atau dana yang diperoleh dari pelepasan saham perdana kepada publik melalui pasar modal, diidentikkan dengan diperolehnya dana “murah”. Apakah pemahaman bahwa dana IPO adalah dana “murah” ini sudah tepat? Seumpama anda adalah direktur keuangan suatu perusahaan dan salah satu pekerjaan anda adalah memastikan ketersediaan dana untuk membiayai pengembangan bisnis perusahaan. Dapat dibayangkan, misalnya direktur pengembangan bisnis punya rencana yang brillian untuk masuk ke suatu bisnis yang baru, dan sudah menyelesaikan analisanya secara pasar atau komersial bahwa bisnis tersebut akan potensial memberikan keuntungan kepada perusahaan. Namun pada waktu ia membicarakan dengan anda terkait pendanaan proyek tersebut, anda tentunya tidak dapat mengatakan bahwa ia sebaiknya melupakan saja rencana bisnis tersebut karena dana perusahaan tidak tersedia. Kemungkinan besar, dia akan berpikir “Kalau begitu buat apa anda ditempatkan sebagai direktur keuangan perusahaan?.” Seperti sebuah tanaman, yang membutuhkan air untuk bertumbuh besar, demikian juga bisnis memerlukan dana untuk berkembang (to flourish and not just to survive). Sukarnen DILARANG MENG-COPY, MENYALIN, ATAU MENDISTRIBUSIKAN SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS DARI PENULIS Untuk pertanyaan atau komentar bisa diposting melalui website www.futurumcorfinan.com
  • 2. www.futurumcorfinan.com Page 2 Tampaknya, sebagai direktur keuangan, anda juga berfungsi sebagai seorang pemasar dan penjual (marketer and seller). Sesungguhnya anda punya “produk” yaitu Net Present Value (NPV) berupa arus kas yang positif dari rencana bisnis direktur pengembangan bisnis, dan anda perlu “memasarkan dan menjual” NPV positif ini ke pihak luar. Pilihannya di sini: (i) Memperoleh pinjaman dari pihak kreditur, seumpama bank. Atau, (ii) Menerbitkan saham baru, yang berarti anda pergi ke pemegang saham untuk memperoleh suntikan modal baru. Di sini penulis lebih ke pembicaraan Initial Public Offering (IPO), yaitu emisi saham perdana. Salah satu pertimbangan utama, biaya modal mana (cost of capital) yang lebih murah? Pinjaman atau Saham? Gambar di bawah ini menunjukkan strategi pendanaan jangka panjang yang banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat, dimana 20% dari kebutuhan defisit keuangan ditutup dari penerbitan pinjaman jangka panjang dan penerbitan saham baru1 . 1 Ross, Stephen A., Randolph W. Westerfield dan Jeffrey Jaffe. Corporate Finance. Edisi kesembilan. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. 2010. Halaman 527.
  • 3. www.futurumcorfinan.com Page 3 Di sini, perusahaan akan selalu dihadapkan pada pilihan, apakah menerbitkan saham, misalnya untuk ditawarkan kepada publik melalui IPO, atau mengajukan pinjaman kredit ke kreditur, misalnya bank. Sebelum melompat ke pembicaraan dana IPO, penulis ingin memastikan konsep perbandingan apa yang dimaksud dengan cost of capital (=biaya modal). Biaya di sini adalah biaya yang dapat diukur terkait perolehan dana modal, dimana karena modal tersebut berasal bisa dari kreditur (dikenal sebagai cost of debt), atau pemegang saham (dikenal sebagai cost of equity) atau bahkan dari kedua sumber tersebut (dikenal sebagai weighted average cost of capital). Karena cost of capital bagi perusahaan adalah tingkat imbal hasil yang diharapkan atau diminta oleh para penyedia dana tersebut, maka dapat juga cost of capital dibaca sebagai required atau expected rate of return bagi kreditur atau investor.  Kalau dengan pinjaman, biaya di sini umum merupakan tingkat suku bunga pinjaman, yaitu beban bunga yang wajib dibayar oleh perusahaan setiap periodik kepada pihak kreditur.  Kalau dengan saham, biaya ini, yang umum disebut required rate of return terdiri dari dividend yield and capital gains yield2 , yang merupakan klaim pemegang saham atas laba perusahaan (yang diharapkan dibagikan sebagai dividen) dan kemungkinan kenaikan harga. Kenaikan harga ini juga terkait dengan ekspektasi dividen3 . Mengingat masyarakat kita lebih ke deposito minded, artinya kebanyakan di antara berbagai produk keuangan atau produk investasi yang ada di Indonesia, masyarakat Indonesia lebih cenderung memilih menabung uangnya di deposito bank. Mungkin, karena menghitung tingkat imbal hasilnya sangat sederhana, yaitu berapa tingkat bunga bank untuk deposito, misalnya 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan atau 1 tahun. Misalnya kalau ada dana Rp 100 juta 2 Bagi pembaca yang berminat, dapat membaca buku-buku teks bertema “Investasi” misalnya: Bodie, Zvi; Alex Kane dan Alan J. Marcus. Investments. Edisi kesembilan. New York: The McGraw- Hill Companies, Inc. 2011. Halaman 127. Menggunakan single holding period dengan Dividend Discount Model, holding period return (HPR) atau tingkat imbal hasil selama periode investasi adalah sebagai berikut: HPR = expected dividend yield [= (D1)/ (P0)] + capital gain yield [= (P1-P0)/P0]. Capital gain yield bisa digantikan dengan tingkat pertumbuhan dari dividen yang diharapkan (g), dalam konteks terjadi perpetual growth untuk dividen yang diharapkan oleh investor [lihat Robert C. Higgins. Analysis for Financial Management. Edisi ke-9. New York: Mc-Graw Hill International Edition. 2009. Halaman 312.] 3 Ross, Stephen A., Randolph W. Westerfield dan Jeffrey Jaffe. Corporate Finance. Edisi kesembilan. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. 2010. Halaman 321. Bab 9: Stock Valuation. Disebutkan bahwa: Thus the price of a share of common stock to the investor is equal to the present value of all of the expected future dividends.
  • 4. www.futurumcorfinan.com Page 4 dengan bunga deposito 5% per tahun, maka penabung dapat menghitung dengan cepat, dalam 1 tahun, ia akan mendapat tambahan dana sebesar Rp 5 juta, sebelum pemotongan pajak penghasilan final atas deposito. Menggunakan cara pemikiran seorang deposit-minded, tingkat imbal hasil bagi seorang investor adalah4 : Tingkat imbal hasil dalam satu periode = [nilai kekayaan pada akhir periode investasi – nilai kekayaan pada awal periode investasi] ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------ nilai kekayaan pada awal periode investasi Cukup mudahkan? Bagi seorang investor yang akan menjadi pemegang saham perusahaan: Seumpama perusahaan tersebut perusahaan tertutup dan diasumsikan tidak ada kenaikan harga-harga aset dan perubahan arus kas yang diharapkan di masa depan dari bisnis perusahaan tersebut, dapat dipastikan kekayaan pemegang saham akan bertambah dari laba bersih yang dibukukan oleh perusahaan tersebut selama 1 tahun. Apabila laba bersih dibagi dengan nilai ekuitas pada awal tahun, akan didapatkan alat ukur rentabilitas atau daya mencetak laba yang umum dikenal sebagai Return on Equity (ROE). Akan tetapi kalau investor masuk membeli saham perusahaan di pasar perdana maupun di pasar sekunder di Bursa Efek Indonesia, maka selain laba bersih, besar kemungkinan pemegang saham juga akan melihat kenaikan atau penurunan harga saham yang sangat mempengaruhi nilai kekayaannya (nilai investasinya) pada akhir tahun. Kembali ke IPO, pembicaraan menawarkan saham baru ke publik menjadi lebih “hot” pada saat harga saham-saham perusahaan di pasar modal, misalnya Bursa Efek Indonesia, mengalami kenaikan secara umum, atau dikatakan pasar modal sedang “bullish”. Ada kemungkinan, anda berpikir, harga saham yang ditawarkan ke publik bisa lebih tinggi dan 4 Sharpe, William F.; Gordon J. Alexander dan Jeffery V. Bailey. Investments. Edisi keenam. New Jersey: Prentice Hall, Inc. 1999. Halaman 3.
  • 5. www.futurumcorfinan.com Page 5 dana IPO yang diperoleh lebih banyak, atau untuk jumlah dana IPO tertentu, bisa dilepas saham baru yang lebih sedikit, karena harga saham per lembar lebih tinggi. Anda melihat ke perusahaan-perusahaan yang sudah IPO sebelumnya, dan ada (baca: banyak) perusahaan yang memperoleh dana IPO guna melunasi pinjaman yang sudah diperoleh dari bank atau pihak ketiga. Wah anda mulai berpikir, saham bisa jadi lebih “murah”, atau dengan kata lain, biaya modal saham lebih murah dibandingkan biaya pinjaman dari bank? Kalau tidak, mengapa perusahaan-perusahaan tersebut bersedia menukar pinjaman dengan dana IPO? Apakah hal-hal terdengar tidak asing bagi anda? Ok, kita mulai diskusikan hal ini, apakah memang dana IPO lebih murah daripada dana pinjaman, dalam konteks biaya modalnya. Istilah “Murah” Pertama-tama, perlu diawali bahwa pengertian atau kata “murah” tidak tepat. Di dunia bisnis nyata, tentunya tidak ada yang “murah” kalau ia terkait dengan dana atau uang. Seperti biasa, penulis mengatakan “Akuntansi adalah bahasa (language) dari bisnis perusahaan, tapi uanglah yang menjadi mata uang (currency) bisnis”. Segala sesuatu yang terkait dengan sumber daya keuangan berupa dana tunai, mesti ada 3 hal yang sangat relevan dibicarakan. Pertama: Nilai Waktu Uang (time value of money) dan Kepastian (certainty) Tentunya ini tidak terlalu sulit dipahami, bahwa nilai Rp 100 juta pada hari ini, misalnya tanggal 1 Maret 2014 tidak akan sama dengan nilai Rp 100 juta pada tanggal 1 Maret 2015, satu tahun kemudian. Secara logika, tidak ada seorangpun yang mau menerima Rp 100 juta sekarang disamakan (ekivalen) dengan Rp 100 juta pada tanggal 1 Maret 2015. Terlepas kemungkinan besar bahwa dana Rp 100 juta tersebut dapat memperoleh bunga apabila ditempatkan atau ditabung di bank, namun sesuatu yang jelas, ini terkait kepastian (certainty). Kepastian itu ada harganya di dunia ini. Seperti dalam peribahasa “A nearby penny is worth a distant dollar”, dimana uang pecahan Dolar yang ada di dekat kita lebih berharga daripada
  • 6. www.futurumcorfinan.com Page 6 1 Dolar yang akan diterima di kemudian hari. Uang Rp 100 juta yang ada di kantong kita hari ini “lebih pasti” keberadaannya daripada uang Rp 100 juta yang akan diterima dalam 1 tahun kemudian. Dikatakan di dunia ini cuma ada 3 hal yang pasti, yaitu Pajak (Tax), Kematian (Death) dan Ketidakpastian (Uncertainty) itu sendiri. Karena ketidakpastian adalah fenomena umum maka seseorang akan jauh lebih suka melihat Rp 100 juta sekarang daripada Rp 100 juta yang akan diterima dalam 1 tahun kemudian. Hal ini logis, apalagi kalau dikaitkan dalam istilah ekonomi, kita memiliki kecenderungan risk-averse. Risk-averse mungkin bisa diterjemahkan secara bebas sebagai orang yang cenderung “menghindari [dalam pengertian positif] resiko]. Bagaimana anda tahu bahwa anda adalah seorang risk-averse? Mari kita lakukan tes yang sederhana. Apabila anda ditawarkan kesempatan untuk melakukan investasi, manakah yang cenderung dipilih anda: Pilihan (1) Anda membayar Rp 10 juta hari ini dan diberi kesempatan 1 tahun dari sekarang untuk melakukan lemparan koin, dimana apabila yang muncul sisi kepala (head), maka anda akan menerima Rp 50 juta, tapi kalau yang muncul sisi ekor (tail), maka anda mesti membayar tambahan Rp 20 juta. Pilihan (2) Anda membayar Rp 10 juta sekarang dan pasti menerima Rp 15 juta 1 tahun dari sekarang. Penulis sendiri kemungkinan besar akan mengambil Pilihan (2), dan besar kemungkinan, andapun mengambil pilihan yang sama. Tidak perlu kuatir, kita sama-sama risks averse, seperti kebanyakan orang5 . Artinya, pada saat dihadapkan pada 2 pilihan dimana sama- sama menawarkan tingkat imbal hasil (dalam contoh ini 50% dari investasi sebesar Rp 10 juta yang dibayar sekarang) 1 tahun dari sekarang, besar kemungkinan, kebanyakan orang, dalam kondisi tenang dan tidak dalam kondisi misalnya di kasino, atau tidak dipengaruhi 5 Untuk mengukur tingkat toleransi resiko anda, silahkan masuk ke website www.riskgrades.com, dan pilih “Grade Yourself”.
  • 7. www.futurumcorfinan.com Page 7 atau dibawah tekanan pihak manapun atau dalam keyakinan tertentu, akan cenderung menunjuk Pilihan (2). Mengapa demikian? Pilihan (2) mengandung unsur KEPASTIAN. Coba bandingkan dengan Pilihan (1): Walaupun ada kemungkinan anda akan menerima Rp 50 juta (ini berarti anda akan menerima pengembalian modal anda, plus 4 x dari modal awal sebagai tambahan), namun pada saat yang sama, ada kemungkinan anda malah perlu mengeluarkan tambahan pembayaran sebesar Rp 20 juta, atau kalau ini terjadi, secara keseluruhan, dana anda akan hilang Rp 30 juta). Dua kemungkinan ini dengan tingkat probabilitas 50%:50%, akan memberikan tingkat jumlah yang diharapkan akan diterima sebesar Rp 15 juta. Dengan Pilihan (2), uang sebesar Rp 15 juta (yang berarti, Rp 10 juta merupakan pengembalian modal awal, plus Rp 5 juta sebagai tambahan), pasti anda akan terima dalam 1 tahun kemudian, yang juga memberikan tingkat imbal hasil sebesar 50%. Perhitungan tingkat imbal hasil 50% yang diharapkan untuk kedua pilihan tersebut dihitung dalam tabel berikut ini. Dengan contoh lain yang sederhana: kalau anda dihadapkan kepada 2 pilihan investasi, yaitu (A) atau (B) sebagaimana ditunjukkan di bawah ini, yang menjanjikan tingkat imbal hasil yang sama namun dengan tingkat resiko yang berbeda, akan jelas bahwa sebagian besar orang akan mengambil pilihan (B) dengan tingkat resiko yang lebih rendah daripada Pilihan (A).
  • 8. www.futurumcorfinan.com Page 8 Kedua: Inflasi Dalam kondisi ekonomi secara umum yang ditunjukkan dengan kenaikan harga barang- barang, atau dikenal sebagai inflasi, nilai beli (purchasing power) uang dengan sendirinya akan berkurang. Uang kas Rp 100 juta hari ini memang akan sama dengan uang Rp 100 juta dalam 1 tahun kemudian, namun dilihat dari daya belinya, apabila terjadi inflasi 10% dalam 1 tahun, maka uang Rp 100 juta dalam 1 tahun dari sekarang, tidak dapat membeli barang dengan jumlah unit yang sama. Sederhananya diberikan perhitungan di bawah ini. Dari ilustrasi di atas, dengan tingkat inflasi 10% per tahun, jumlah barang yang dapat dibeli dengan dana Rp 100 juta, menunjukkan penurunan dari 100 unit pada hari ini menjadi 91 unit dalam 1 tahun kemudian. Mengingat bahwa inflasi adalah fenomena umum dalam perekonomian di Indonesia, maka inflasi akan mempengaruhi semua hal dalam ekonomi Indonesia, termasuk dana yang ditempatkan apakah di bank, atau bahkan ditaruh di bawah bantal. Ketiga: Biaya Kesempatan Dana (opportunity cost of fund) Biaya kesempatan dana terkait dengan kesempatan dana dipergunakan untuk alternatif lainnya. Artinya kalau seseorang memiliki dana Rp 100 juta, maka dana tersebut dapat, antara lain:  Disimpan di bawah bantal.  Ditabung di bank dalam bentuk deposito yang menawarkan tingkat bunga deposito sebesar 6% per tahun.  Dipinjamkan ke teman dengan tingkat pengembalian sebesar 10% dalam 1 tahun.
  • 9. www.futurumcorfinan.com Page 9  Diinvestasikan ke usaha makanan dengan kemungkinan imbal hasil 20% dalam 1 tahun.  Diinvestasikan dengan membeli reksadana saham dengan tingkat imbal hasil yang diharapkan sebesar 15% dalam 1 tahun. Misalkan dana Rp 100 juta yang disimpan di bawah bantal, dana tersebut memiliki banyak pilihan kesempatan yang semuanya dapat mengakibatkan dana tersebut bertambah, namun pada saat yang sama ada kemungkinan dana tersebut bahkan berkurang, atau tingkat imbal hasil yang semula diharapkan sebesar sekian persen, dapat terealisasi jauh lebih rendah. Resiko-resiko tersebut, misalnya:  Ditaruh di bank – ada kemungkinan bank tersebut tutup.  Dipinjamkan ke teman, ada kemungkinan tidak dikembalikan.  Diinvestasikan ke usaha makanan, ada kemungkinan usaha warteg tidak laku jualannya.  Diinvestasikan ke bursa saham, ada kemungkinan harga saham jatuh. Misalnya, waktu krisis finansial di Amerika Serikat yang berdampak kepada kejatuhan harga sama di bursa efek di pasar keuangan Amerika Serikat pada tahun 2008, apa yang terjadi pada nilai kekayaan beberapa investor besar di Amerika Serikat:
  • 11. www.futurumcorfinan.com Page 11 Namun dalam manajemen keuangan (corporate finance), yang dimaksud dengan “opportunity cost of capital” mestinya mengacu ke tingkat imbal hasil yang tersedia atas investasi alternatif yang memiliki tingkat resiko yang sama. Terkait biaya kesempatan dana tersebut, maka ada 2 hal, yaitu: Pertama, apakah orang tersebut sudah memiliki dana tersebut? Kalau sudah ada, berarti opportunity cost of capital ini adalah yang mengacu ke pilihan investasi dengan tingkat resiko yang sama. Kedua, kalau belum ada dananya, dan orang tersebut dapat menerbitkan surat berharga atau efek untuk memperoleh dana. Di sini, maka yang relevan adalah tingkat imbal hasil yang diharapkan oleh pihak calon pembeli atas surat berharga atau efek perusahaan, atau dengan kata lain, opportunity cost of capital pihak investor. Dari ketiga point di atas, yaitu (i) adanya nilai waktu uang dan kepastian/ketidakpastian, (ii) inflasi, dan (iii) biaya kesempatan dana, dapat dikatakan bahwa semua dana akan ada “biaya”-nya, dan karena “berbiaya” maka dana dalam pengertian “murah” tidak terlalu tepat. Lalu kalau tidak ada pengertian dana “murah”, lalu apa yang sebetulnya dimaksudkan dengan istilah dana “murah”? Istilah “Murah” Dibandingkan dengan Apa? Mestinya ini pada saat dikatakan dana “murah”, berarti ada unsur “perbandingan”, artinya dana tersebut biaya dananya dibandingkan dengan apa? Atau relatif terhadap apa? Mari kita lihat, gambaran di bawah ini6 . 6 Higgins, Robert C. Analysis for Financial Management. Edisi ke-9. New York: Mc-Graw Hill International Edition. 2009. Halaman 125.
  • 12. www.futurumcorfinan.com Page 12 Perusahaan yang mengalami pertumbuhan angka penjualan atau sedang dalam tahap ekspansi usaha dan untuk kebutuhan belanja modal (capital expenditure) atau bahkan modal kerja (working capital) berupa piutang usaha dan persediaan barang, tentunya memerlukan tambahan pendanaan, dimana ada kemungkinan bisa didanai sebagian kebutuhan dana tersebut dengan perolehan pinjaman dan sisanya dengan memperoleh dana dari pemegang saham (ekuitas), sebagaimana digambarkan di atas. Dalam konteks IPO, dana IPO umumnya diperoleh dengan penerbitan saham baru yang ditawarkan kepada publik melalui bursa efek. Melihat pilihan pendanaan di atas, dana IPO “lebih murah” dalam pengertian, atau dimaksudkan adalah dibandingkan dengan tingkat bunga efektif pinjaman dari lembaga keuangan7 , umumnya bank di Indonesia. 7 Tingkat bunga efektif ini ditekankan tidak selalu sama dengan tingkat suku bunga pinjaman, karena selain tingkat bunga pinjaman yang dibayarkan secara periodik, bank biasanya juga dapat mengenakan:  Biaya provisi;  Biaya administrasi;  Biaya asuransi objek aset yang digunakan sebagai jaminan;  Biaya notaris berkaitan aspek hukum kredit. Biaya asuransi ini biasanya sekian persen dari nilai plafon kredit atau dalam jumlah tertentu yang tetap.
  • 13. www.futurumcorfinan.com Page 13 Misalkan tingkat suku bunga pinjaman bank untuk kredit investasi adalah 12% per tahun, maka dana IPO dikatakan berbiaya “lebih murah” apabila biaya modalnya LEBIH RENDAH daripada tingkat suku bunga pinjaman bank sebesar 12% per tahun tersebut. Argumen bahwa Dana IPO Lebih “Murah” Terdapat beberapa argumen yang menyebutkan biaya dana IPO lebih “murah” dibandingkan dengan biaya dana yang diperoleh dari pinjaman bank. Pertama, perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk membayar dividen setiap tahun atau periodik kepada pemegang saham. Berbeda dengan pinjaman bank, perusahaan memiliki kewajiban untuk melakukan pembayaran bunga bank setiap periodik kepada pihak bank. Kedua, dana IPO tidak memiliki tanggal jatuh tempo pelunasan seperti yang dipersyaratkan dalam pinjaman kredit bank. Ketiga, perusahaan tidak perlu menaruh aset sebagai jaminan, atau istilahnya aset yang “disekolahkan” kepada bank. Pinjaman bank pada umumnya mempersyaratkan adanya jaminan aset dengan nilai likuidasi tertentu dibandingkan dengan nilai plafon pinjaman. Keempat, IPO tidak memiliki klausul “default” atau wanprestasi seperti yang umumnya tertuang dalam akad perjanjian kredit dengan pihak bank. Kelima, dana IPO tidak mengalami resiko fluktuasi mata uang. Bandingkan dengan pinjaman bank yang diperoleh dalam mata uang asing. Keenam, biaya-biaya IPO umumnya hanya satu kali saja dikeluarkan, dan tidak perlu ada biaya lagi sampai ada penerbitan efek atau saham berikutnya melalui rights issue.
  • 14. www.futurumcorfinan.com Page 14 Biaya-biaya IPO umumnya masuk dalam 6 kelompok seperti ditunjukkan di bawah ini8 . Walaupun argumen-argumen di atas dapat dikatakan tampak logis, namun mereka hanya “setengah” cerita. Dana Pinjaman, Lebih “Murah”? Bagaimana kalau penulis katakan, bahwa justru pinjaman yang sesungguhnya merupakan sumber pendanaan yang lebih “murah” dibandingkan dana IPO. Beberapa alasannya sebagai berikut. Pertama, pinjaman memiliki interest tax shield (baca: tax benefit), yaitu sepanjang perusahaan dalam kondisi laba (baca: penghasilan kena pajak perusahaan adalah positif), artinya beban bunga dapat digunakan untuk mengurangi beban pajak penghasilan perusahaan. Hal ini berbeda dengan pembagian dividen kepada pemegang saham perusahaan yang bukan merupakan atau tidak dapat diperlakukan sebagai biaya 8 Ross, Stephen A., Randolph W. Westerfield dan Jeffrey Jaffe. Corporate Finance. Edisi kesembilan. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. 2010. Halaman 669.
  • 15. www.futurumcorfinan.com Page 15 perusahaan menurut ketentuan perpajakan [di Indonesia], atau pengurang penghasilan kena pajak. Mudahnya demikian, sebagian besar arus kas perusahaan yang dihasilkan dari proyek- proyek, akan mengalir ke:  kreditur (debtholders) dalam bentuk pembayaran bunga bank dan pengembalian pokok pinjaman dan biaya-biaya terkait akad pinjaman;  pemegang saham (shareholders) dalam bentuk dividen atau pembelian saham kembali (treasury stock atau pengurangan modal saham);  pemerintah (government) dalam bentuk pajak penghasilan badan. Hal di atas digambarkan sebagai berikut9 . Mari kita tuangkan ke dalam angka-angka untuk menghitung besarnya interest tax shield atau tax benefit dari dana pinjaman, sesuatu yang tidak ada pada dana IPO. I 9 Slide presentasi Bab 15 : Debt and Taxes. Jonathan Berk dan Peter DeMarzo.
  • 16. www.futurumcorfinan.com Page 16 lustrasi diberikan di bawah ini berikut asumsi angka-angka yang dipergunakan. Dari contoh di atas, terlihat bahwa hadirnya beban bunga pinjaman yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak (atau laba sebelum pajak penghasilan), akan meningkatkan total jumlah yang dapat dibayarkan ke pemegang saham dan kreditur, sebagai berikut:  Selisih antara “ada” dan “tidak adanya” beban bunga pinjaman sebagai pengurang pajak penghasilan badan adalah sebesar Rp 3 juta, dimana merupakan selisih antara Rp 26.250.000.000 (dalam hal, perusahaan tidak mempunyai pinjaman bank, mengandalkan dana dari ekuitas), dan Rp 29.250.000.000, dimana kebutuhan dana sebesar Rp 100 milyar diperoleh dari pinjaman kredit, dan selisihnya merupakan interest tax shield, yaitu tarif pajak penghasilan (25%) dikalikan beban bunga (Rp 12.000.000.000).
  • 17. www.futurumcorfinan.com Page 17 Ini artinya apa? Artinya bahwa beban bunga pinjaman sebesar Rp 12.000.000.000 dalam 1 tahun atau 12% per tahun, efektifnya tidak akan sebesar itu, karena ada “keuntungan” (benefit) yang diperoleh perusahaan, dimana “benefit’ ini dinikmati oleh pemegang saham perusahaan. Coba dilihat kembali contoh di atas. Kalau menggunakan dana pemegang saham sebesar Rp 100 milyar, dan seumpama pemegang saham mengenakan tingkat imbal hasil diharapkan (required atau expected return) yang sama sebesar 12%, maka dengan menggunakan dana pinjaman dari kreditur sebesar Rp 100.000.000.000 dengan bunga pinjaman 12% setahun, mestinya, pemegang saham, menerima distribusi dividen sebesar Rp 26.250.000.000 minus Rp 12.000.000.000 (porsi bunga yang mesti dibayarkan ke pihak kreditur) = Rp 14.250.000.000. Tapi apa faktanya? Faktanya, pemegang saham perusahaan menerima Rp 17.250.000.000, atau Rp 3 juta lebih tinggi dari seharusnya. Dan jumlah Rp 3 juta berasal dari pengurangan beban pajak penghasilan badan perusahaan, dimana perusahaan seharusnya membayar pajak penghasilan badan sebesar Rp 8.750.000.000, namun berkurang menjadi Rp 5.750.000.000 atau ada penurunan sebesar Rp 3 juta. Jadi beban bunga efektif atas dana pinjaman adalah sebesar Rp 12.000.000.000 x (100% - 25%) atau Rp 9.000.000.000, karena ada “tax benefit” sebesar Rp 3 juta yang dapat didistribusikan ke pemegang saham perusahaan sebagai dividen, yang mana “tax benefit” ini berasal dari pengurangan beban pajak penghasilan badan perusahaan. Beban bunga pinjaman dapat sebagai pengurang penghasilan kena pajak, sebagaimana diperbolehkan oleh undang-undang pajak penghasilan di Indonesia, yang berakibat pada berkurangnya beban pajak penghasilan badan perusahaan. Perlakuan yang sama tidak terjadi pada dividen, karena dividen dibagikan sesudah laba bersih, artinya ia tidak
  • 18. www.futurumcorfinan.com Page 18 menikmati sama sekali “tax deductibility” atau pembayaran dividen tidak ada implikasinya apa-apa bagi besarnya pajak penghasilan badan yang dibayar oleh perusahaan. Gambar di bawah ini10 mudah-mudahan bisa memberikan gambaran tambahan kepada pembaca, bahwa interest tax shield ini tidak berasal sama sekali dari peningkatan arus kas proyek perusahaan. Arus kas proyek perusahaan akan sama antara perusahaan tanpa dana pinjaman bank (unlevered firm) dengan yang memperoleh pinjaman bank (levered firm). Namun adanya pinjaman bank, yaitu munculnya beban bunga pinjaman sebagai pengurang penghasilan kena pajak, porsi beban pajak penghasilan badan yang dibayarkan ke kantor pajak berkurang, dan berkurangnya beban pajak penghasilan badan akan berakibat jumlah yang dapat diterima oleh pemegang saham menjadi lebih tinggi. 10 Berk, Jonathan, dan Peter DeMarzo. Corporate Finance. Edisi kedua. Ney York: Pearson Education Limited. 2011. Halaman 481.
  • 19. www.futurumcorfinan.com Page 19 Hal kedua, terdapat perbedaan yang sangat signifikan apabila anda duduk sebagai pemegang saham atau sebagai kreditur. Sebagai kreditur: ada perjanjian antara pihak kreditur (misalnya dalam hal ini bank), dengan pihak perusahaan sebagai debitur, yang umumnya terms and conditions akan dituangkan dalam akte perjanjian kredit, dan aset jaminan diikat dengan perjanjian terpisah, apakah bersifat fidusia atau hak tanggungan. Artinya apa? Kalau perusahaan tidak melakukan pelunasan baik bunga dan pokok pinjaman dan biaya-biaya lainnya, maka pihak kreditur memiliki hak untuk melakukan penagihan dan mengambil langkah-langkah baik administratif maupun jalur hukum untuk memperoleh pengembalian atas pokok pinjaman dan bunga pinjaman berikut biaya-biaya lainnya. Bahkan bisa mengarah ke eksekusi atas aset jaminan melalui lelang dan proses pailit untuk memastikan bahwa pihak kreditur bank bisa memperoleh kembali uang yang dipinjamkan ke pihak perusahaan. Terlepas apapun kondisi perusahaan debitur, baik mau bisnisnya untung atau rugi, atau dana kas cukup atau tidak cukup, perusahaan debitur pada prinsipnya “berhutang” dan memiliki kewajiban untuk melakukan pelunasan ke pihak kreditur. Hal yang berbeda sekali kalau anda duduk sebagai pemegang saham. Dividen adalah sesuatu yang tidak pasti, dan tidak ada kewajiban bagi perusahaan untuk membagikan dividen, dan bahkan Undang-undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007 sendiri mempunyai persyaratan kalau perusahaan mau membagikan dividen. Artinya apa? Dividen bukan merupakan hal yang otomatis dibagikan, walaupun perusahaan membukukan laba bersih pada tahun berjalan. Pasal 71 dan Penjelasan Pasal 71 angka (2) dari UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sendiri menegaskan bahwa perusahaan dapat membagi laba, dalam bentuk dividen, apabila perusahaan mempunyai saldo laba positif, yaitu apabila laba bersih Perseroan dalam tahun berjalan telah menutup akumulasi kerugian Perseroan dari tahun buku sebelumnya.
  • 20. www.futurumcorfinan.com Page 20 Higgins11 memberikan ilustrasi di bawah ini terkait arus kas terkait bunga obligasi (baca: pinjaman) dibandingkan dengan arus kas berupa dividen terkait saham. Untuk obligasi (baca: pinjaman), jumlah pembayaran bunga setiap periode dan jumlah yang akan dilunasi dengan mengesampingkan faktor wanprestasi (default), dapat diketahui dan ditentukan dari awal. Bagaimana dengan dividen, inilah kesulitannya, yaitu tak seorangpun dapat menyebutkan jumlahnya dengan tingkat kepastian seperti pada besarnya jumlah pembayaran bunga setiap periode. Dengan kata lain, dividen adalah “unknown”, tidak dapat dipastikan, diperkirakan ya, tapi tidak dapat dipastikan. Titik. 11 Higgins, Robert C. Analysis for Financial Management. Edisi ke-9. New York: Mc-Graw Hill International Edition. 2009. Halaman 310.
  • 21. www.futurumcorfinan.com Page 21 Bagaimana dengan jumlah modal yang telah disetorkan oleh pemegang saham? Ini sangat tergantung pada apakah perusahaan dari bisnisnya akan untung atau rugi. Kalau untung, modal yang sudah ditanamkan ke perusahaan tidak akan dikembalikan (kecuali ada RUPS untuk penurunan modal saham), dan ada kemungkinan bahwa dividen akan dibagikan, kalau memang laba bersih tidak dibutuhkan untuk ditanamkan kembali (reinvested atau plowed back) ke dalam bisnis guna pengembangan usaha. Sebagai contoh, Microsoft, perusahaan software terkemuka di dunia, yang memulai bisnisnya pada tahun 1976, baru membagikan dividen pertamanya pada tahun 2003, yaitu 27 tahun sesudah pendirian perusahaan. Bagaimana kalau rugi, di sini pemegang saham, jelas tidak dapat dividen, dan masih ada kemungkinan, perlu melakukan penyuntikan tambahan dana ke dalam usaha untuk supaya usaha perusahaan dapat berlanjut, dan memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada karyawan berupa gaji, pemasok atau vendor guna membeli bahan baku, dan overhead pabrik atau kantor. Dan pemegang saham tidak dapat meminta pengembalian modalnya. Artinya, modalnya sudah habis terpakai. Di lain pihak, tanggung jawab pemegang saham adalah sebatas modal yang telah disetorkan ke dalam perusahaan12 . Pertanyaan sederhana: Kalau anda sebagai pemegang saham perusahaan dengan mengetahui semua resiko yang bakalan anda tanggung dari menanamkan modal anda dalam suatu bisnis, apakah anda mau hanya menerima atau mengharapkan tingkat imbal hasil sebesar 12% per tahun seperti yang diperoleh oleh pihak kreditur? 12 Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 melalui ketentuan Pasal 3 ayat (1) menyebutkan bahwa: Pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimiliki. Ketentuan ini mempertegas tanggung jawab pemegang saham perusahaan sebatas jumlah setoran sahamnya, dan tidak meliputi harta kekayaan pribadi. Namun pasal 3 ayat (1) diikuti ayat (2) yang memungkinkan ayat (1) di atas tidak berlaku, yaitu apabila: a. persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi; b. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi; c. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan; atau d. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.
  • 22. www.futurumcorfinan.com Page 22 Kalau anda seorang risk-averse, sama seperti saya (dan sebagian besar orang di dunia bisnis), maka besar kemungkinan, kita bisa kompak mengatakan “No Way” – tidak mungkinlah. Lalu berapa yang bakalan anda harapkan? Pastinya lebih besar dari 12% per tahun. Karena sebagai pemegang saham perusahaan, anda menanggung resiko yang lebih besar, sedangkan pihak kreditur perusahaan memiliki resiko terbatas (limited risk), sehingga bagi anda, adalah wajar untuk meminta kompensasi berupa tingkat imbal hasil yang lebih tinggi. Mengapa anda minta lebih tinggi 13 ? Berapa besarnya adalah pertanyaan yang sudah menghabiskan waktu lebih dari 40 tahun bagi pihak ekonom finansial untuk menjawabnya. Secara teori14 : Tingkat imbal hasil yang diharapkan untuk aset beresiko = tingkat bunga bebas resiko wan- prestasi (risk-free interest rate) + premi untuk inflasi (inflation premium) + premi resiko (risk premium) Tingkat bunga bebas resiko wan-prestasi dan premi untuk inflasi dapat diwakili untuk suku bunga obligasi pemerintah. Misalnya data dari Indonesian Bond Pricing Agency (Penilai Harga Efek Indonesia)15 , data- data yield obligasi pemerintah Indonesia pada tanggal 7 Maret 2014 adalah sebagai berikut: 13 Dalam dunia investasi, ini dikenal sebagai premi resiko (risk premium). Investor akan meminta tingkat premi resiko yang lebih tinggi sebagai kompensasi dari menanggung resiko yang lebih besar. Premi resiko pada umumnya akan ditambahkan terhadap tingkat suku bunga surat berharga bebas resiko wanprestasi (default risk free rate), yang banyak digunakan sebagai acuan adalah obligasi pemerintah jangka panjang. 14 Higgins, Robert C. Analysis for Financial Management. Edisi kesembilan. New York: Mc-Graw Hill International Edition. 2009. Halaman 312. 15 http://www.ibpa.co.id/, diakses tanggal 10 Maret 2014.
  • 23. www.futurumcorfinan.com Page 23 Obligasi pemerintah Indonesia dengan jatuh tempo 5 tahun (Term To Maturity atau disingkat TTM) memiliki yield sekitar 7,7% dan meningkat semakin tinggi dengan makin jauhnya tanggal jatuh temponya, yang dihitung ke dalam 10 tahun, 15 tahun dan 20 tahun. Tampak dari table di atas, bahwa ada perbedaan angka yield dengan angka bunga kupon, misalnya, untuk obligasi 5 tahun, angka yield menunjukkan 7,7036%, di bawah angka bunga kupon sebesar 7,8750% Komponen berikutnya, adalah premi resiko – anda akan jelas memasukkan angka tertentu untuk memberikan kompensasi untuk resiko yang lebih besar. Menggunakan data tingkat imbal hasil historis di Amerika Serikat dalam jangka panjang (1926-2012) dapat digambarkan di bawah ini16 , tampak bahwa ada spread sebesar 4,1% antara tingkat imbal hasil aktual secara historis antara tingkat imbal hasil obligasi 16 Diakses tanggal 6 Maret 2014 dari website: https://ww4.janus.com/SiteObjects%5Cpublished/FFFFFFFFA8347B540106A689CB6E5086/4C5086 F8C8B673E92B588B2F0B8AFF95/file/The%20Potential%20Strength%20of%20Equities%20exp%20 3-15-14.pdf. Janus Capital Group. The Potential Strength of Equities: Hypothetical Long-Term Growth of $1.
  • 24. www.futurumcorfinan.com Page 24 pemerintah Amerika Serikat (5,7%) dibandingkan dengan saham perusahaan-perusahaan besar di Amerika Serikat (9,8%), yang mana ia memberikan indikasi premi resiko historis yang terjadi apabila dana diinvestasikan di pasar keuangan di Amerika Serikat untuk jangka panjang. Dengan melihat nilai investasi hipotetis sebesar US$1 yang diinvestasikan ke dalam saham- saham di pasar modal Amerika Serikat, obligasi pemerintah Amerika Serikat dan surat berharga pemerintah Amerika Serikat, dapat dilihat bagaimana uang US$ 1 tumbuh dari masing-masing instrumen investasi dari tahun 1926 – 2012. Di sini terlihat bahwa saham jauh melampaui obligasi dan surat berharga dalam jangka panjang, yang berarti saham menawarkan tingkat imbal hasil yang lebih tinggi. Di sisi lain, obligasi pemerintah dan surat berharga pemerintah, secara historis, menawarkan tingkat volatilitas, resiko dan tingkat imbal hasil yang lebih rendah, dibandingkan dengan saham. Tingkat imbal hasil yang lebih tinggi akan sejalan dengan lebih tingginya tingkat resiko sebagaimana ditunjukkan di bawah ini17 . 17 Berk, Jonathan; Peter DeMarzo dan Jarrad Harford. Fundamentals of Corporate Finance. Edisi kedua. Boston: Pearson Education, Inc. 2012. Halaman 324.
  • 25. www.futurumcorfinan.com Page 25 Fernandez, Aguirrelamalloa dan Linares mendokumentasikan premi resiko pasar pada tahun 2013 untuk masing-masing negara berdasarkan survey, dengan hasil sebagai berikut dimana premi resiko pasar untuk Indonesia adalah sekitar 7,8% di atas tingkat bunga bebas resiko wan-prestasi (sudah termasuk premi inflasi)18 . 18 Fernandez, Pablo; Javier Aguirreamalloa dan Pablo Linares. Market Risk Premium and Risk Free Rate Used for 51 Countries in 2013: A Survey with 6,237 Answers. IESE Business School. 26 Juni 2013.
  • 27. www.futurumcorfinan.com Page 27 Para ekonom finansial memperkenalkan beberapa teknik penentuan tingkat imbal hasil yang diminta atau diharapkan dari saham, antara lain yang populer Capital Asset Pricing Models dengan berbagai variasinya dan Multifactor Models of Risk, seperti Arbitrage Pricing Theory dan Fama-French-Charhart Factor, namun pada prinsipnya, ada hubungan linear antara tingkat resiko dengan tingkat imbal hasil yang diharapkan, sebagaimana tergambar sebagai berikut19 : Bagaimana garis linear di atas dibangun tidak perlu terlalu dipusingkan, namun apa yang penting dan sangat logis adalah percakapan mengenai tingkat imbal hasil suatu investasi saja tidak lengkap tanpa juga membicarakan berapa tingkat resiko yang terkait. Dan kembali sebagai seorang risk-averse, akan cenderung memilih apabila dihadapkan pada 2 pilihan investasi:  2 pilihan investasi dengan tingkat resiko yang sama namun memiliki tingkat imbal hasil yang berbeda, kemungkinan besar akan diambil pilihan investasi dengan tingkat imbal hasil yang lebih tinggi.  2 pilihan investasi dengan tingkat imbal hasil yang sama, namun memiliki tingkat resiko yang berbeda, kemungkinan besar akan diambil pilihan investasi dengan tingkat resiko yang lebih rendah.  2 pilihan investasi dengan tingkat imbal hasil yang berbeda dan tingkat resiko yang berbeda, akan cenderung tergantung risk-aversion dari investor, tetapi yang pasti, 19 Higgins, Robert C. Analysis for Financial Management. Edisi ke-9. New York: Mc-Graw Hill International Edition. 2009. Halaman 296.
  • 28. www.futurumcorfinan.com Page 28 investasi dengan tingkat resiko yang lebih tinggi, mensyaratkan tingkat imbal hasil yang diharapkan atau diminta lebih tinggi. Artinya apa? Artinya pihak pemegang saham perusahaan, mengetahui bahwa tingkat resiko atas dana yang ditanamkan lebih tinggi, pastinya akan meminta tingkat imbal hasil yang diharapkan lebih tinggi daripada suku bunga pinjaman 12% yang diminta oleh pihak kreditur bank. Tingkat imbal hasil yang diminta pemegang saham perusahaan yang lebih tinggi daripada tingkat suku bunga pinjaman (12% per tahun) adalah juga logis, apabila dilihat bahwa tingkat imbal hasil ini sejalan dengan pemegang saham perusahaan turut menikmati kemungkinan kenaikan laba perusahaan, baik melalui dividen yang lebih tinggi atau bahkan waktu dijual, dapat memperoleh harga yang lebih tinggi. Hal yang sama tidak dinikmati oleh pihak kreditur, karena tingkat imbal hasil mereka sudah dipatok tetap pada tingkat bunga pinjaman yang mereka peroleh, yaitu 12% per tahun, yang mereka terima setiap periode. Ini dikenal sebagai limited upside in earnings untuk pihak kreditur. Penetapan harga dana IPO Seperti dikenal dalam dunia corporate finance, risk reduces investment value, yaitu bahwa resiko mengurangi nilai investasi. Pertanyaan yang relevan menjadi bagaimana mengetahui atau melihat bahwa harga yang bersedia dibayarkan oleh pemegang saham pastinya lebih rendah pada saat IPO. Contoh yang jelas, dapat dilihat pada waktu perusahaan menerbitkan saham baru guna memperoleh dana IPO. Saham baru ini kemudian ditawarkan ke pihak investor dan hasil penjualan saham baru tersebut akan masuk ke perusahaan sebagai dana IPO dan dibukukan sebagai modal saham yang disetor penuh. Bagaimana penetapan harga saham baru ini? Harga saham baru untuk IPO ini jelas terkait dengan tingkat imbal hasil yang diharapkan oleh para calon investor tersebut. Menerapkan prinsip Discounted Cash Flows, tingkat imbal hasil yang lebih tinggi (di atas 12%) yang digunakan sebagai tingkat diskonto atas proyeksi arus kas perusahaan yang akan dihasilkan di masa depan, pastinya akan membuat nilai valuasi saham baru lebih kecil.
  • 29. www.futurumcorfinan.com Page 29 Dan jangan lupa, untuk menarik minat investor, dikenal lagi adanya diskon tambahan yang umum dikenal sebagai IPO underpricing, yaitu ada diskon yang dikenakan lagi untuk sampai kepada harga saham per lembar, yang kemudian menjadi harga IPO (prosesnya bisa melalui book building, tapi prinsipnya akan sama, ada harga saham per lembar yang jauh lebih rendah daripada perhitungan teoritis harga saham per lembar menggunakan tingkat diskonto 12%). IPO underpricing ini umumnya ditunjukkan adalah imbal hasil positif bagi pihak investor dimana harga saham IPO di pasar perdana lebih rendah daripada harga saham ketika diperdagangkan di bursa efek pada hari pertama (harga penutupan)20 . IPO underpricing jelas tidak menguntungkan bagi perusahaan emiten, karena dana IPO yang seharusnya masuk ke kas perusahaan menjadi tidak maksimal atau lebih rendah, namun pada saat yang sama, akan menguntungkan pihak investor. Ross, Westerfield dan Jaffe21 menjelaskan bahwa adanya IPO underpricing adalah adanya resiko 22 . Walaupun rata-rata IPO memiliki imbal hasil awal (yaitu sesudah saham diperdagangkan untuk pertama kali di bursa efek) positif, artinya ada kenaikan harga, namun sebagian besar mengalami penurunan harga, atau tetap ada kemungkinan harga jatuh begitu saham diperdagangkan. Pihak penjamin emisi efek (underwriter) tentunya tidak mau menanggung resiko atas penurunan nilai saham ini (ingat bahwa penjamin emisi efek terikat “komitmen penuh (full commitment)” dengan perusahaan yang akan melepas saham barunya ke bursa efek. Ini berarti bahwa kalau saham tidak laku maka pihak penjamin emisi efek-lah yang mesti membeli jumlah saham yang tidak laku tersebut), dan di samping itu, dapat dibayangkan adanya kemungkinan digugat secara hukum oleh pihak investor yang menganggap harga saham yang ditawarkan “overpriced (ketinggian dari harga wajarnya)”. 20 Ritter, J. R. The Long-Run Performance of Initial Public Offering. 1991. The Journal of Finance, Volume XLVI Nomor 1. Halaman 2-27. 21 Ross, Stephen A., Randolph W. Westerfield dan Jeffrey Jaffe. Corporate Finance. Edisi kesembilan. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. 2010. Halaman 666. 22 Alasan-alasan terjadinya IPO underpricing, bisa dibaca di tulisan Jay R. Ritter berjudul “Initial Public Offerings”. Warren Gorham & Lamont Handbook of Modern Finance. Diedit oleh Dennis Logue dan James Seward. Contemporary Finance Digest. Volume 2, No. 1 (Spring 1998), halaman 5-30.
  • 30. www.futurumcorfinan.com Page 30 Tabel berikut memberikan ringkasan imbal hasil rata-rata pada hari pertama pada saat IPO di sejumlah negara di dunia, yang menunjukkan adanya gejala IPO underpricing23 . Kehadiran IPO underpricing ini berarti jumlah dana IPO yang semestinya bisa mengalir masuk ke dalam perusahaan emiten, tidak diterima oleh perusahaan atau pemegang saham perusahaan, bahkan bisa berimplikasi kurang sehat bagi perusahaan. Misalnya pada tahun 1999, eToys melepas sahamnya sebanyak 8,2 juta saham melalui IPO, yang terdapat underprice sebesar US$ 57 per lembar, atau hampir setengah milyar Dolar US secara keseluruhan, dana mana seharusnya bisa digunakan oleh eToys. Walaupun tidak dapat dikaitkan secara langsung, namun eToys sendiri bankrut dalam 2 tahun kemudian. Menilik data di atas, untuk IPO di Indonesia dari tahun 1989 – 2007, terdapat IPO underpricing rata-rata sebesar 21%. Artinya pihak perusahaan menerima jauh lebih rendah sekitar 20% dari dana IPO yang semestinya diterima. 23 Ross, Stephen A., Randolph W. Westerfield dan Jeffrey Jaffe. Corporate Finance. Edisi kesembilan. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. 2010. Halaman 667. Artikel : “In Their Own Words: Jay Ritter on IPO Underpricing Around the World”.
  • 31. www.futurumcorfinan.com Page 31 Bersama-sama dengan adanya tingkat imbal hasil yang diharapkan (required or expected) calon investor yang jauh lebih tinggi dari 12% setahun (suku bunga pinjaman) dan hadirnya diskon harga IPO (IPO underpricing), akan mengakibatkan dana IPO yang diterima oleh perusahaan emiten akan jauh lebih kecil. Kalau perusahaan akan memperoleh dana IPO lebih besar, artinya perlu dilakukan penerbitan jumlah saham yang lebih banyak, yang artinya apa? Terjadi dilusi atas persentase kepemilikan saham pada pemegang saham yang sudah ada sebelum IPO. Tetap saja, dalam hal ini, harga saham baru per lembar sudah mengalami diskon dan lebih rendah daripada perhitungan menggunakan tingkat diskonto 12%. Kalau begitu, tentunya pembaca bertanya-tanya, kalau memang dana IPO tersebut berbiaya “lebih mahal” dibandingkan dengan dana pinjaman kredit dari bank, lalu mengapa masih banyak perusahaan yang ingin melepas sahamnya untuk diperdagangkan di bursa efek guna mendapatkan dana IPO. Brau dan Fawcett menyajikan hasil survei terkait motivasi untuk perusahaan melakukan IPO, sebagai berikut24 . 24 Brau, James C., dan Stanley E. Fawcett. Brigham Young University. Evidence on What CFOs Think About the IPO Process: Practice, Theory, and Managerial Implications. Dimuat di Journal of Applied Corporate Finance. Volume 18 Number 3. Summer 2006. Halaman 108. Data yang sama disajikan di Journal of Finance, Volume 61 (2006) berjudul “Initial Public Offerings: An Analysis of Theory and Practice”.
  • 32. www.futurumcorfinan.com Page 32 Sebagaimana terlihat di dalam hasil survei di atas, hampir di atas 50%, motivasi IPO adalah terutama:  supaya saham perusahaan menjadi saham publik sehingga dapat mengakomodasi akuisisi di masa mendatang;  supaya diketahui harga pasar perusahaan (tambahan penulis: harga ini biasanya dapat diketahui setiap saat karena diperdagangkan di bursa, dengan catatan, likuiditas dan frekuensi perdagangan saham tersebut cukup baik).  supaya reputasi perusahaan meningkat (tambahan penulis: misalnya adanya good corporate governance dan transparansi laporan keuangan yang lebih baik). Yang menarik dari hasil survei di atas, tidak ada pembicaraan bahwa dana IPO adalah dana “murah”. Dalam teori corporate finance, diperkenalkan hipotesa Pecking Order25 , dimana dikatakan bahwa adanya biaya-biaya IPO dan asimetri informasi antara pihak perusahaan dan calon investor, akan menyebabkan suatu perusahaan mengakumulasi dana mengikuti pecking order. Perusahaan akan pertama-tama mengumpulkan modal internal dengan melakukan reinvestasi atas laba bersih yang dibukukan dan menjual surat berharga jangka pendek (short-term marketable securities). Apabila seluruh hal tersebut telah dilakukan dan masih diperlukan dana yang lebih besar, maka perusahaan baru akan mengusahakan memperoleh pinjaman dari kreditur dan bahkan menerbitkan saham preferen. Hanya sebagai “last resort” (kalau sudah tidak ada alternatif pembiayaan lainnya), baru perusahaan menerbitkan saham biasa baru, yang bisa melalui IPO. Dana IPO memang mahal…dan tidak mungkin bisa lebih murah daripada dana pinjaman bank. 25 Hipotesa Pecking Order diajukan oleh Stewart Myers (“The Capital Structure Puzzle” dimuat di Journal of Finance 39 (1984), halaman 575-592). Hipotesa ini agak sulit untuk diuji secara langsung, dan banyak bukti bahwa perusahaan-perusahaan tidak selalu mengikuti pecking order secara ketat, karena perusahaan-perusahaan seringkali menerbitkan saham baru walaupun alternatif pinjaman kredit dimungkinkan pada saat yang sama. Beberapa artikel yang dapat dibaca:  Leary, Mark T. dan Michael R. Roberts. The Pecking Order, Debt Capacity, and Information Asymmetry. 2008. Diunduh tanggal 7 Maret 2014 dari http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=555805  Baskin, Jonathan An Empirical Investigation of the Pecking Order Hypothesis. Financial Management. Spring 1989. Halaman 26-35.
  • 33. www.futurumcorfinan.com Page 33 Namun, supaya berimbang, penulis juga perlu mengingatkan bahwa, dana pinjaman dari kreditur, berbiaya “lebih murah” dibandingkan dana IPO, lebih murah ya, tapi bukan berarti tanpa resiko bagi perusahaan tersebut. Buku-buku corporate finance hampir selalu memuat satu bab terkait adanya batas terhadap penggunaan hutang (yang berlebihan). Umumnya akan dibicarakan adanya kemungkinan resiko tekanan keuangan (financial distress) akibat penggunaan hutang yang berlebihan, yang dapat diikuti dengan biaya yang tinggi, baik bersifat langsung (dalam hal biaya legal untuk proses kepailitan) atau tidak langsung, umpamanya ketidakmampuan meneruskan bisnis, yang bisa berupa:  manajemen perusahaan mengurangi investasi belanja modal, riset dan pengembangan (R&D), dan biaya marketing secara signifikan, demi mengamankan ketersediaan dana untuk kegiatan operasional.  Kehilangan calon pelanggan yang kuatir akan keberlangsungan komitmen perusahaan untuk menyediakan jasa after-sales.  Pihak vendor atau pemasok tidak mau memberikan kredit atau bahkan meminta pembayaran tunai untuk setiap pengiriman bahan kepada perusahaan. Ini artinya ada kondisi-kondisi tertentu yang tidak cocok bagi perusahaan untuk meningkatkan saldo pinjaman dari pihak kreditur. Dalam kondisi ekonomi yang kurang baik, perusahaan-perusahaan dengan jumlah pinjaman bank atau pihak ketiga yang sangat tinggi umumnya akan mengalami kesulitan keuangan untuk melakukan pembayaran beban bunga dan pinjaman pokok. Ingat bahwa perjanjian kredit mensyaratkan perusahaan debitur untuk mengembalikan pinjaman pokok plus pembayaran bunga dan biaya-biaya lainnya, tidak perduli apakah perusahaan dapat membukukan laba bersih atau bahkan rugi, atau apapun yang terjadi pada kondisi perekonomian. Topik adanya “struktur kapital yang optimal” menjadi topik yang hangat diteliti dan ditulis oleh berbagai akademisi, sesuatu yang muncul sesudah diperkenalkannya teori Modigliani dan Miller26 , dimana ide terkait struktur kapital perusahaan adalah merupakan trade-off antara tax benefits dari penggunaan hutang dengan biaya tekanan keuangan dan kepailitan yang mungkin timbul dari akibat penggunaan hutang (yang berlebihan). Implikasinya bagi perusahaan, adalah bahwa mengambil hutang dapat bermanfaat sampai dengan titik tertentu. Pada saat neraca perusahaan terlalu menjadi dibebani hutang yang berlebihan (over-leveraged), biaya untuk memperoleh pinjaman tambahan akan menjadi makin mahal 26 Modigliani, F., dan M.H. Miller. The Cost of Capital, Corporation Finance, and the Theory of Investment. American Economic Review. Juni 1958. Modigliani, F. dan M.H. Miller. Corporate Income Taxes and the Cost of Capital: A Correction. American Economic Review. Juni 1963.
  • 34. www.futurumcorfinan.com Page 34 dan makin tinggi. Mengapa? Kembali lagi resiko. Aset perusahaan ada kemungkinan telah dijadikan jaminan atas pinjaman yang lebih awal, dan kreditur yang belakangan hadir, akan dihadapkan tidak adanya lagi aset untuk dijadikan jaminan, dan mesti mengandalkan arus kas perusahaan untuk pelunasan satu-satunya pinjaman yang ada. Pinjaman ini menjadi makin beresiko, dan ada kemungkinan, kreditur akan mengenakan tingkat bunga yang lebih tinggi. Dalam kondisi seperti ini, rating kredit perusahaan akan mengalami kecenderungan penurunan. Pada saat yang sama, dana IPO selalu menarik dipertimbangkan oleh pihak perusahaan. Mengapa? Karena bisa didapatkan dana IPO dalam jumlah yang signifikan, misalnya di Indonesia, bisa saja sekali IPO, perusahaan dapat meraup dana IPO sebesar Rp 1 - 2 trilyun. Misalnya PT Wijaya Karya Beton (WIKA Beton) akan menjual saham kepada publik untuk pertama kalinya (initial public offering/ IPO) pada 26-28 Maret 2014. Anak usaha PT Wijaya Karya (WIKA) ini membidik perolehan dana segar dari bursa saham senilai Rp 1,3 triliun27 . Perolehan dana IPO dalam jumlah besar dimungkinkan dilakukan oleh perusahaan- perusahaan karena resiko relatif tersebar di antara berbagai investor baik non-institusi atau institusi. Pinjaman bank sendiri, bahkan dalam konteks sindikasi bank, kemungkinan tidak dapat menyediakan komitmen dana pinjaman sedemikian besar, yang hanya diberikan kepada satu debitur. Jadi dari pembahasan di atas, diharapkan ada gambaran yang berimbang terhadap dana pinjaman dan dana IPO. Dana IPO jelas akan selalu berbiaya “lebih mahal” daripada dana pinjaman. Namun pada sisi yang sama, dana pinjaman yang biasanya berbiaya “lebih murah” dibandingkan dana IPO, bisa dalam kondisi tertentu, tidak lagi menjadi “lebih murah”. Artinya mengambil hutang tidak selalu cocok bagi semua perusahaan. Resiko terjadi over- leverage (hutang berlebihan) perlu dipertimbangkan selalu. Too much of a good thing is usually bad! ~~~~~~ ####### ~~~~~~ 27 Dari http://www.tempo.co/read/news/2014/03/04/088559327/IPO-WIKA-Beton-Incar-Dana-Rp-13- Triliun, yang dibaca pada tanggal 7 Maret 2014.
  • 35. www.futurumcorfinan.com Page 35 Disclaimer This material was produced by and the opinions expressed are those of FUTURUM as of the date of writing and are subject to change. The information and analysis contained in this publication have been compiled or arrived at from sources believed to be reliable but FUTURUM does not make any representation as to their accuracy or completeness and does not accept liability for any loss arising from the use hereof. This material has been prepared for general informational purposes only and is not intended to be relied upon as accounting, tax, or other professional advice. Please refer to your advisors for specific advice. This document may not be reproduced either in whole, or in part, without the written permission of the authors and FUTURUM. For any questions or comments, please post it at www.futurumcorfinan.com © FUTURUM. All Rights Reserved