SlideShare a Scribd company logo
1 of 20
Download to read offline
Tugas Ujian Mata Kuliah
Metode Analisis Perencanaan dan Pembangunan (PWK 607)
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Rer nat. Imam Buchori, ST.
ANALISIS FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DISPARITAS
WILAYAH PATI UTARA DAN WILAYAH PATI SELATAN
DI KABUPATEN PATI
Dikerjakan Oleh:
AGUS SUGIANTO
NIM : 21040116410046
BRAMANTIYO MARJUKI
NIM : 21040116410036
(Kelas Kementerian Pekerjaan Umun dan Perumahan Rakyat)
MAGISTER PEMBANGUNAN WILAYAH DAN KOTA
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
1
I. PERMASALAHAN
Terbitnya UU no 13 tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah - daerah
Kabupaten Dalam Lingkungan Provinsi Jawa Tengah menjadi dasar terbentuknya
Kabupaten Pati. Secara administratif Kabupaten Pati terdiri dari 21 kecamatan, 406
desa dan kelurahan dengan luas wilayah 150.368 Ha. Isu pemecahan atau
pembentukan Kabupaten Pati Selatan mengemuka pada tahun 2013 dan 2014.
Berkembangnya isu ini sebenarnya tidak terlepas dari disparitas wilayah yang terjadi di
Kabupaten Pati.
Dalam perkembangannya, terminologi wilayah Pati Utara dan wilayah Pati
Selatan belum banyak digunakan secara resmi dalam pembagian wilayah. Terminologi
yang digunakan biasanya mengacu kepada kesamaan kondisi baik itu geografis,
pertanian, sosial, transportasi, infrastruktur dan lain - lain. Pembagian tidak resmi dua
wilayah Kabupaten pati didasarkan pada posisi dari jalan nasional Pantai Utara Jawa
(Pantura) yang membelah Kabupaten Pati. Wilayah Pati sisi utara jalan yang dikenal
dengan Pati Utara terdiri dari 12 kecamatan dan wilayah sisi selatan jalan yang dikenal
dengan wilayah Pati Selatan terdiri dari 9 kecamatan.
Wilayah pati utara meliputi Kecamatan Margorejo, Kecamatan Pati, Kecamatan
Juwana, Kecamatan Gembong, Kecamatan Tlogowungu, Kecamatan Gunungwungkal,
Kecamatan Trangkil, Kecamatan Wedarijaksa, Kecamatan Margoyoso, Kecamatan
Tayu, Kecamatan Dukuhseti dan kecamatan Cluwak. Topografi Pati Utara berupa
lereng kaki Gunung Muria, dataran rendah dan kawasan pantai. Daerah pertaniannya
lebih subur di banding Pati Selatan. Wilayah ini berbatasan langsung dengan wilayah
dua kabupaten yaitu Kabupaten Kudus dan Kabupaten Jepara.
Wilayah pati selatan meliputi Kecamatan Batangan, Kecamatan Jaken,
Kecamatan Jakenan, Kecamatan Pucakwangi, Kecamatan Tambakromo, Kecamatan
Gabus, Kecamatan Kayen, Kecamatan Sukolilo dan Winong. Karakteristik topografisnya
merupakan daerah pesisir (di kecamatan Batangan) dan daerah perbukitan berbatuan
kapur. Jika dibandingkan pada waktu musim kemarau, wilayah pati selatan akan
cenderung lebih panas dan kering dibandingkan dengan pati utara yang lebih sejuk
dan subur. Wilayah ini berbatasan dengan dengan kabupaten Rembang, Kabupaten
Blora, Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Kudus.
2
Kesimpulan awal yang menjadi penyebab disparitas 2 (dua) wilayah ini adalah
terjadi kesenjangan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Pati. Sejak tahun 2013
Pemerintah Kabupaten Pati menerapkan program “Noto Projo, Mbangun Desa” dalam
rangka mengatasi kesenjangan infrastruktur. Dana stimulan pembangunan
infrastruktur perdesaan digelontorkan ke semua desa. Hasil evaluasi pada tahun 2015
kondisi infrastruktur di 2 (dua) wilayah relatif setara. Namun demikian beberapa desa
di kedua wilayah masih mengalami kebingungan dalam penyerapannya. Contohnya
Desa Grogolsari (kecamatan Pucakwangi) wilayah Pati selatan dan desa Kedungsari
(Kecamatan Tayu) wilayah Pati utara.
Dalam kajian ini, akan di analisis hal- hal apa saja yang menjadi penyebab
disparitas 2 (dua) wilayah di Kabupaten Pati dengan menggunakan analisis faktor. Data
yang digunakan untuk analisis adalah data dalam terbitan Kecamatan dalam angka
tahun 2015 dan Pati dalam angka 2015. Variabel yang digunakan dalam kajian terdiri
dari:
1. Geografis, meliputi Jarak kota kecamatan terhadap Kota Pati sebagai pusat
pemerintahan dan Luas lahan sawah.
2. Pemerintahan, meliputi status desa yaitu desa swasembada.
3. Kependudukan, data kependudukan yang akan digunakan adalah jumlah
penduduk, usia produktif, jumlah kepala keluarga miskin dan jumlah penduduk
berprofesi sebagai petani.
4. Sosial akan dilihat dari jumlah fasilitas SMA & SMK dan jumlah fasilitas
kesehatan.
5. Ekonomi, yang akan dilihat dari data Pendapatan Asli Desa.
6. Pertanian, data yang digunakan adalah luas lahan panen.
7. Jasa dan Perdagangan, data yang digunakan jumlah pasar dan bank.
II. METODE
II.1 Analisis Faktor *).
Analisis faktor adalah teknik analisis dalam statistik yang digunakan untuk (1)
mengurangi variabel-variabel yang saling berkorelasi dari data dan menggantikannya
dengan variabel yang lebih sederhana sehingga lebih mudah diinterpretasi; dan (2)
3
mengidentifikasi hubungan yang tersembunyi dari berbagai variabel yang dilibatkan
dalam analisis. Proses pengurangan variabel dilakukan dengan cara membuat
kombinasi linier dari variabel-variabel (disebut komponen atau faktor) yang
menyimpan sebanyak mungkin informasi dari variabel-variabel tersebut. Kemudian
proses dilanjutkan untuk memperoleh komponen kedua yang menyimpan informasi
yang tidak tertampung dari komponen pertama, dan seterusnya sampai semua
informasi dari variabel awal masuk dalam salah satu komponen. Jumlah komponen
akhir yang dihasilkan biasanya lebih sedikit dari jumlah variabel yang dilibatkan, oleh
karena itu analisis faktor dianggap merupakan metode terbaik untuk mengetahui
hubungan antar variabel tanpa harus menganalisis hubungan antar variabel secara
langsung satu demi satu.
II.2 Principal Component Analysis
Analisis faktor yang digunakan untuk memahami perbedaan kemajuan wilayah
antara Pati Utara dan Pati Selatan adalah analisis faktor menggunakan metode
Principal Component Analysis (PCA). PCA umumnya digunakan untuk
menyederhanakan dan mengidentifikasi sejumlah variabel yang saling berkorelasi,
sehingga lebih mudah dipahami dan diinterpretasi. PCA digunakan terutama apabila
analisis dilakukan menggunakan banyak variabel (dimensi) sehingga tidak
memungkinkan untuk ditampilkan dalam representasi grafis. Kelebihan utama PCA
dibanding metode lain adalah proses penyederhanaan variabel (dimensi) data
dilakukan tanpa mengurangi informasi awal yang tersimpan dalam setiap variabel.
II.3 Prosedur Analisis Faktor Principal Component Analysis.
Principal Component Analysis dilaksanakan melalui urutan tahapan yang
disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Prosedur Analisis Faktor
Standarisasi Data Ekstraksi FaktorDeskripsi faktor
Rotasi FaktorSkor FaktorInterpretasi Komponen
4
II.3.1 Standarisasi Data
Standarisasi data merupakan tahap awal dari analisis faktor. Data interval/rasio
yang menjadi masukan dalam analisis faktor mungkin mempunyai satuan dan rentang
nilai yang berbeda, yang berimpikasi pada perbedaan variansi. Agar perbedaan variansi
ini tidak berpengaruh terhadap hasil perhitungan, perlu dilakukan standarisasi nilai
dalam bentuk Zscore.
II.3.2 Deskripsi faktor
Deskripsi faktor dilakukan untuk mencari hubungan kolinier antar variabel
sebelum analisis faktor dilakukan. Diasumsikan setiap variabel di dalam dimensi yang
sama atau berbeda harus saling berkorelasi satu sama lain. Jika ada variabel yang tidak
berkorelasi dengan variabel lain, maka disarankan variabel tersebut tidak dilibatkan
dalam analisis faktor. Selain itu, terjadinya korelasi yang sangat tinggi atau korelasi
sempurna (singularitas) harus dihindari karena kontribusi antar faktor menjadi tidak
dapat ditentukan. Untuk mengidentifikasi tidak adanya korelasi atau korelasi yang
terlalu tinggi (R > 0,8), maka dalam tahap ini dibuat matriks korelasi yang hasilnya
dijadikan panduan untuk mengidentifikasi dua hal tersebut. Selain itu perlu juga
dipertimbangkan adanya multikolinieritas. Multikolinieritas secara umum tidak terlalu
berpengaruh pada analisis faktor, akan tetapi multikolinieritas yang tinggi antar
variabel sebisa mungkin harus dihindari. Multikolinieritas dapat dideteksi dengan
melihat nilai determinan dari hasil perhitungan matriks korelasi.
Nilai determinan merupakan representasi area sebaran sampel dalam diagram
pencar (scatterplot). Variabel yang memiliki korelasi tinggi (singular) akan membentuk
area plot yang hampir lurus sehingga tidak mempunyai lebar. Lebar ini
mengindikasikan nilai determinan sehingga nilainya adalah 0. Sementara jika variabel
tidak berkorelasi satu sama lain, maka akan membentuk area sebaran sampel yang
elips membulat sehingga dapat diketahui lebar areanya. Untuk variabel yang nilai
korelasinya mendekati 0 maka nilai determinannya akan mendekati 1.
Analisis faktor mensyaratkan setiap variabel memiliki variansi umum (common
variance) karena di dalam analisis faktor setiap variabel ingin diketahui kontribusi
variansinya terhadap variabel lain. Variansi umum ini disebut communality dan dapat
5
dihitung dari matriks korelasi. Variabel yang hanya memiliki variansi umum akan
mempunyai nilai communality sebesar 1, sementara variabel yang hanya memiliki
variansi spesifik untuk variabel itu sendiri akan mempunyai nilai 0. Panduan umum
tentang communalities ini adalah setiap variabel dalam analisis faktor harus memiliki
nilai communality minimal 0,6. Jika ada variabel yang memiliki nilai di bawah itu, maka
variabel tersebut dianggap tidak layak dilibatkan dalam analisis. Proses pemilahan
variabel ini dilanjutkan sampai seluruh variabel yang dilibatkan memiliki nilai
communality minimal 0,6.
Selain itu pada tahap ini perlu dilakukan uji kelayakan jumlah sampel
menggunakan KMO Test dan Bartlett’s test of Sphericity. Jika nilai KMO lebih dari 0,5
maka sampel dianggap layak untuk diolah dalam analisis faktor. Nilai 0
mengindikasikan bahwa jumlah dari korelasi parsial relatif lebih besar daripada jumlah
korelasi. Hal ini mengindikasikan adanya difusi di dalam pola korelasi, sehingga analisis
faktor dianggap tidak layak. Nilai KMO yang mendekati 1 mengindikasikan pola korelasi
yang relatif kompak, sehingga analisis faktor akan memberikan hasil yang dapat
dipercaya. Secara umum panduan untuk mengukur kelayakan analisis faktor
berdasarkan Nilai KMO adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Tingkat Kepercayaan KMO Test
Nilai KMO Tingkat Kepercayaan
0,5 – 0,7 Menengah
0,7 – 0,8 Baik
0,8 – 0,9 Baik Sekali
> 0,9 Sangat Baik
Pengujian hasil KMO secara individual per variabel dapat dilakukan dengan cara
mengamati Anti Image Matrix. Elemen diagonal (ditandai dengan huruf “a”) dari Anti
Image Matrix merupakan Nilai KMO per variabel, sehingga apabila ditemukan nilai
KMO yang tidak memuaskan, maka harus dilakukan pengamatan hasil Anti Image
Matrix. Nilai lajur diagonal pada Anti Image Matrix untuk setiap variabel harus sama
dengan atau lebih dari 0,5. Jika terdapat variabel dengan nilai kurang dari 0,5 maka
variabel tersebut harus dikeluarkan dari analisis. Pengeluaran variabel akan mengubah
hasil perhitungan KMO, sehingga inspeksi ulang nilai KMO dan Anti Image Matrix
mutlak dilakukan. Adapun Bartlett Test akan memberikan informasi signifikansi
6
sampel, dimana jika nilainya kurang dari 0,05, maka analisis faktor akan dapat
memberikan hasil pengolahan data yang dapat dipercaya.
II.3.3 Ekstraksi Faktor
Pada tahap ini dilakukan proses ekstraksi faktor yang menghasilkan Nilai Eigen
yang digunakan untuk merotasi faktor. Pada tahap ini dapat dilakukan pengujian
antara menggunakan Nilai Eigen minimal yang direkomendasikan Kaiser, yaitu 1, atau
menggunakan Nilai Eigen yang ditentukan sendiri. Jika kedua uji memberikan jumlah
komponen (factors) yang sama, maka analisis dapat dilanjutkan. Namun jika tidak,
maka harus dilakukan observasi terhadap hasil Communalities untuk kemudian
ditentukan sendiri berapa Nilai Eigen minimal yang digunakan.
II.3.4 Rotasi Faktor
Rotasi faktor adalah proses transformasi sumbu yang memaksimalkan
pembacaan data setiap variabel pada salah satu faktor yang diekstraksi, sembari
meminimalkan pembacaan pada faktor yang lain. Rotasi dijalankan dengan cara
mengubah nilai absolut dari setiap variabel sambil mempertahankan nilai pembeda
setiap variabel tetap konstan. Pada tahap ini dapat dipilih metode rotasi yang akan
digunakan. Metode rotasi varimax, quartimax dan equimax merupakan rotasi
orthogonal, sedangkan oblimin dan promax merupakan rotasi oblique. Jika faktor yang
dihasilkan diperkirakan independen satu sama lain, maka rotasi yang digunakan adalah
rotasi orthogonal, sementara jika secara teori faktor yang dihasilkan memiliki
kemungkinan adanya korelasi, maka rotasi yang dipilih adalah rotasi oblique.
Tahap pengujian yang cukup penting dalam aspek rotasi faktor adalah perlu
adanya pemastian komponen yang dihasilkan tidak memiliki korelasi satu sama lain.
Untuk itu perlu dibuat Component Transformation Matrix yang ditujukan untuk
melihat korelasi antar komponen.
II.3.5 Skor Faktor
Skor faktor adalah nilai indeks dari hasil analisis faktor. Skor faktor atau sering
disebut sebagai factor loading berkisar antara -1 dan 1 yang menunjukkan derajat
7
korelasi antar variabel di dalam satu kelompok faktor (komponen). Interpretasi skor
faktor pada dasarnya sama dengan interpretasi Korelasi Pearson, dimana nilai – 1
menunjukkan hubungan kuat berlawanan antar faktor di dalam komponen yang sama,
nilai 0 menunjukkan ketiadaan hubungan antar faktor di dalam komponen, dan nilai +1
menunjukkan hubungan kuat searah antar faktor di dalam komponen.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
III.1 Data Mentah
Berikut ini adalah data mentah dari publikasi Pati Dalam Angka Kecamatan
Tahun 2015 yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Pati. Sebagaimana
dijelaskan sebelumnya, hanya beberapa variabel yang dilibatkan karena tidak semua
variabel tersedia datanya untuk setiap kecamatan.
Tabel 1. Tabel Data Mentah dari Publikasi Pati Dalam Angka Tahun 2015 Per
Kecamatan
III.2 Hasil Pengolahan SPSS dan Interpretasi Hasil Pengolahan
III.2.1 Standarisasi Data
Hasil deskripsi statistik disajikan pada Tabel 2. Disini dapat dilihat adanya
perbedaan nilai variansi dan standar deviasi antar variabel, sehingga agar proses
analisis faktor dapat berjalan secara konsisten, maka data perlu distandarisasi dalam
bentuk zscore. Hasil zscore kemudian digunakan sebagai masukan dalam analisis
faktor. Dari hasil descriptive statistics juga dapat diketahui bahwa semua sampel yang
dilibatkan (N) valid dan tidak ada yang missing.
8
Tabel 2. Statistik Deskriptif
III.2.2 Matriks Korelasi
Hasil matriks korelasi disajikan pada Tabel 3. Matriks korelasi merupakan tabel
matriks yang berisi hasil korelasi antar variabel yang dilibatkan dalam analisis. Matriks
ini menunjukkan variabel mana yang mempunyai korelasi satu sama lain. Hasil
kalkulasi determinan pada matriks menghasilkan nilai determinan sebesar 0,001, yang
mengindikasikan bahwa multikolinieritas bukan merupakan masalah untuk matriks ini,
sehingga analisis faktor dapat dilanjutkan.
Tabel 3. Hasil Matriks Korelasi
Hasil matriks korelasi diatas dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
1. Hubungan Luas Lahan Sawah dengan Variabel yang lain.
Hubungan Luas Lahan Persawahan dengan jarak wilayah ke kota Pati
menunjukkan bahwa semakin dekat jarak wilayah yang memiliki luas lahan sawah
dengan kota pati akan membawa dampak positif. Namun hubungan ini tidak cukup
kuat yang terlihat dari angka sig 0,290>0,05. Adapun hubungan Luas Lahan
9
Persawahan dengan Pasar menunjukkan semakin luas lahan sawah maka semakin
dekat dengan pasar, yang terlihat pada baris sig. (1- tailed) dimana korelasi antar
variabel tersebut memiliki p-value sebesar 0,003<0,05. Hubungan Luas Lahan
Persawahan dengan fasilitas seperti Stasiun Pengisian BBM, Bank, Fasilitas Pendidikan
dan Fasilitas Kesehatan menunjukkan di daerah yang banyak lahan persawahan juga
akan jarang di temui fasilitas. Terkait dengan aspek demografi, hubungan Luas Lahan
Persawahan dengan KK Miskin menunjukkan jika lahan persawahan cukup luas maka
yang bertempat tinggal di daerah itu terdapat banyak Keluarga miskinnya. Untuk
hubungan dengan Usia Produktif hubungannya juga tidak kuat, sehingga dapat
disimpulkan bahwa usia produktif tidak hanya tinggal di daerah pertanian saja.
Demikian pula hubungan Luas lahan persawahan dengan Desa Swasembada
menunjukkan status desa swasembada tidak berhubungan dengan keberadaan dan
luas lahan pertanian. Hubungan ini diperkuat dengan ditemukannya hubungan Luas
Lahan Persawahan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD), dimana semakin luas lahan
sawah ternyata kontribusinya terhadap PAD sangat kecil.
2. Hubungan Jarak dengan Kota Pati dengan Variabel yang lain.
Hubungan Jarak Dengan Kota Pati dengan Bank menunjukkan bahwa semakin
jauh dengan jarak kota pati, berbanding lurus dengan jumlah fasilitas yang ada. Berarti
semakin dekat dengan kota pati semakin banyak jumlah fasilitas. Dilihat dari aspek
demografi, hubungan Jarak Dengan Kota Pati dengan Kk Miskin berada pada zona
positif, walau tidak terlalu kuat. Hasil ini dapat diartikan bahwa semakin dekat jarak
wilayah kecamatan dengan Kota Pati penduduk / miskin semakin banyak walau
hubungannya nampak tidak signifikan. Demikian pula untuk aspek Usia Produktf
dimana hubungannya cukup kuat dan negatif yang berarti usia produktif banyak yang
tinggal di wilayah yang jauh dari Kota Pati. Terkait pendapatan daerah hubungan Jarak
Dengan Kota Pati dengan PAD menunjukkan bahwa wilayah yang jauh dengan kota
pati memiliki PAD yang kecil sedangkan semakin dekat dengan kota Pati memiliki PAD
yang lebih baik. Untuk hubungan Jarak Dengan Kota Pati dengan Jumlah Penduduk
Berprofesi Petani menunjukkan luas panen wilayah atau kecamatan yang dekat dengan
Kota Pati memiliki hubungan yang cukup kuat dan positif. Artinya jarak dengan kota
Pati memiliki peranan terhadap luasan lahan yang di panen.
3. Hubungan Bank dengan Variabel yang lain.
Hubungan Bank dengan Pasar menunjukkan Hubungan negatif lemah, artinya
jumlah Bank tidak tergantung jumlah pasar. Adapun hubungan Bank dengan aspek
demografi KK Miskin menunjukkan hubungan positif namun tidak cukup kuat. Artinya
mungkin ada sebagian Keluarga Miskin yang menggantungkan pada Bank untuk
mencari pinjaman. Hal ini selaras juga dengan hubungan Bank dan Kelompok Usia
Produktif dimana hubungannya positif, yang diartikan pengguna Bank adalah
kelompok Usia Produktif. Hubungan Bank dengan fasilitas penyediaan energy (BBM),
10
kesehatan dan pendidikan menunjukkan hubungan positif. Artinya aktivitas di fasilitas
tersebut memerlukan keberadaan bank, baik untuk tabungan para pekerja dan pelajar
atau pencarian modal investasi. Hubungan Bank dengan PAD menunjukkan bank
punya pengaruh terhadap peningkatan PAD, walaupun tidak signifikan. Untuk
hubungan Bank dengan Jumlah Penduduk Berprofesi Petani menunjukkan hubungan
negatif dan signifikan, yang berarti keberadaan bank terletak jauh dari daerah
pertanian dan petani sendiri tidak terlalu tergantung pada bank. Terakhir hubungan
Bank dengan Desa Swasembada menunjukkan hubungan kuat dan positif yang berarti
Desa Swasembada sudah memiliki akses perbankan yang baik.
4. Hubungan Pasar dengan Variabel yang lain.
Hubungan Pasar dengan aspek demografi berupa variabel KK Miskin
menunjukkan hubungan kuat, positif dan signifikan. Hubungan ini mungkin
menunjukkan adanya ketergantungan keluarga miskin terhadap keberadaan pasar
sebagai sarana mencari barang, jasa dan pekerjaan, sebagaimana nampak juga dari
hubungan dengan variabel Usia Produktif yang ditermukan adanya korelasi, walaupun
tidak signifikan. Untuk hubungan Pasar dengan PAD diperoleh kesimpulan jumlah
pasar tidak terlalu berkontribusi pada PAD. Terkait hubungan Pasar dengan Jumlah
Penduduk Berprofesi Petani. Nilai ini menunjukkan hubungannya positif dan kuat,
dimana keberadaan pasar membantu petani untuk menjual hasil panen. Dan terakhir,
Hubungan Pasar dengan Desa Swasembada menunjukkan hubungannya negatif dan
tidak signikan.
5. Hubungan KK Miskin dengan Variabel yang lain.
Hubungan KK Miskin dengan PAD berada pada zona negatif dimana semakin
banyak KK miskin yang ada sumbangannya terhadap PAD kecil. Adapun hubungan KK
Miskin dengan Pengisian Stasiun BBM pada zona positif dan lemah dimana KK miskin
tidak banyak menggunakan atau mampu mengakses BBM akibat kemiskinannya.
Demikian pula hubungan KK Miskin dengan Fasilitas Kesehatan dan Pendidikan bera
pada zona positif kurang, dimana semua orang memerlukan fasilitas kesehatan dan
pendidikan, namun akses ke fasilitas tersebut lemah. Hubungan KK Miskin dengan
Jumlah Penduduk Berprofesi Petani positif kuat, yang menunjukkan bahwa keluarga
miskin sebagian besar berprofesi sebagai petani. Lebih lanjut, hubungan KK Miskin
dengan usia produktif menunjukkan bahwa keluarga miskin sebagian besar masih
berusia produktif. Terakhir, hubungan KK Miskin dengan Desa menunjukkan bahwa
keluarga miskin sebagian besar tinggal di perdesaan.
6. Hubungan PAD dengan Variabel yang lain.
Hubungan PAD dengan Stasiun Pengisian BBM menunjukkan hubungan positif
dan cukup kuat, dimana suatu wilayah yang memiliki PAD kuat akan menggunakan
11
energi yang besar terutama BBM akibat aktifitas warganya. Adapun hubungan PAD
dengan Fasilitas Kesehatan berada pada zona positif namun kurang kuat, yang berarti
wilayah dengan PAD besar belum tentu sebaran fasilitas kesehatannya merata.
Hubungan PAD dengan SMA menunjukkan hubungan yang positif dimana wilayah
wilayah yang sebaran SMA SMKnya besar biasanya cukup maju dan berperan
mendongkrak nilai PAD. Hubungan PAD dengan Jumlah Penduduk Berprofesi Petani
menunjukkan hubungan negatif dan cukup kuat, Hasil ini mengindikasikan besaran
hasil pertanian yang dipanen kurang berkontribusi terhadap PAD. Hubungan PAD
dengan Usia Produktif berada pada zona positif tetapi tidak signifikan. Artinya, peran
usia produktif terhadap PAD ada, tapi kurang signifikan. Terakhir, hubungan PAD
dengan Desa Swasembada menunjukkan hubungannya positif walaupun tidak terlalu
kuat, yang artinya status desa swasembada tidak berperan pada jumlah PAD wilayah
tersebut.
7. Hubungan Stasiun Pengisian BBM dengan Variabel yang lain.
Hubungan Stasiun pengisian BBM dengan Fasilitas Kesehatan menunjukkan
bahwa banyaknya fasilitas kesehatan akan berdampak kepada penggunaan BBM
sehingga kebutuhan akan Stasiun Pengisian BBM juga besar. Demikian pula untuk
hubungan dengan fasilitas pendidikan juga besar. Hubungan Stasiun pengisian BBM
dengan Jumlah Penduduk Berprofesi Petani menunjukkan bahwa kebutuhan bahan
bakar para Petani tidak diimbangi dengan banyaknya Stasiun Pengisian BBM, padahal
dalam aktifitas penjualan hasil panen/ transpotasinya membutuhkan banyak BBM.
Hubungannya Kuat dan negatif. Hubungan Stasiun pengisian BBM dengan Usia
Produktif menunjukkan bahwa aktifitas orang pada usia produktif, seperti bekerja dan
sekolah membutuhkan energi yang banyak, maka adanya Stasiun Pengisian BBM akan
sangat membantu menjalankan aktifitas mereka, sehingga hubungannya kuat dan
positif. Hubungan Stasiun pengisian BBM dengan Status Desa Swasembada
menunjukkan bahwa aktifitas manusia dalam mewujudkan desa swasembada sangat
banyak dan beragam, sehingga membutuhkan energi yang banyak. Dengan adanya
Stasiun Pengisian BBM akan sangat membantu menjalankan aktifitas mereka.
Hubungannya cukup Kuat dan positif.
8. Hubungan Fasilitas Kesehatan dengan Variabel yang lain.
Hubungan Fasilitas Kesehatan dengan SMA SMK menunjukkan hubungan kuat
dan positif. Dari hasil ini dapat diinterpretasikan bahwa keberadaan fasilitas
pendidikan dan pelayanan kesehatan mengumpul di wilayah tertentu. Untuk
hubungan Fasilitas Kesehatan dengan Jumlah Penduduk Berprofesi Petani
menunjukkan hubungan yang negatif dan tidak signifikan, yang dapat diinterpretasikan
bahwa fasilitas kesehatan kurang tersedia di wilayah yang jumlah petaninya signifikan.
Adapun hubungan Fasilitas Kesehatan dengan Usia Produktif menunjukkan akses
terhadap fasilitas dan pelayanan kesehatan digunakan oleh kelompok usia produktif
12
dan sebaran fasilitasnya mengikuti sebaran kelompok usia produktif. Terakhir,
hubungan Fasilitas Kesehatan dengan Status Desa Swasembada menunjukkan
hubungan yang positif kuat. Hal ini berarti Desa Swasembada di Kabupaten Pati telah
memiliki jumlah fasilitas kesehatan yang cukup.
9. Hubungan SMA SMK dengan Variabel yang lain.
Hubungan jumlah fasilitas pendidikan dengan Jumlah Penduduk Berprofesi
Petani menunjukkan hubungan yang cukup kuat dan negatif, artinya Petani yang ada
sudah tidak bersekolah (lulus) atau tidak mampu mengakses pendidikan menengah.
Adapun hubungan SMA - SMK dengan Usia Produktif menunjukkan hubungan yang
kuat dan positif, artinya fasilitas pendidikan dibangun pada lokasi dimana kelompok
usia produktif cukup banyak, atau kelompok usia produktif di Pati sudah terpenuhi
pelayanan pendidikannya. Terakhir, hubungan fasilitas pendidikan dengan Desa
Swasembada menunjukkan hubungan yang kurang kuat dan positif, artinya Status
Desa Swasembada tidak terlalu berpengaruh terhadap keberadaan fasilitas
pendidikan.
10. Hubungan Jumlah Penduduk Berprofesi Petani dengan Variabel yang lain.
Hubungan Jumlah Penduduk Berprofesi Petani dengan usia produktif
menunjukkan hubungan yang negatif dan kuat, yang berarti Kelompok Usia Produktif
didominasi bukan petani. Sementara hubungan Jumlah Penduduk Berprofesi Petani
dengan Desa Swasembada menunjukkan hubungan negatif yang lemah yang berarti
tidak ada hubungan antara status swasembada dengan jumlah Petani.
11. Hubungan Usia Produktif dengan Variabel yang lain.
Hubungan Usia Produktif dengan desa swasembada menunjukkan hubungan
yang positif. Hal ini berarti kelompok usia produktif sangat berperan dalam
mewujudkan desa swasembada.
III.2.3 Hasil KMO dan Bartlett’s Test
Hasil Tes KMO dan Bartlett disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan Bartlett’s Test
of Sphericity dengan Chi-Square 163,465 (df 66) dan nilai sig = 0,000 < 0,05
menunjukkan bahwa matriks korelasi bukan merupakan matriks identitas sehingga
dapat dilakukan analisis komponen utama. Di samping itu, Nilai KMO yang dihasilkan
adalah sebesar 0.683 serta p-value sebesar 0,000 (<0,05), nilai tersebut jatuh dalam
kategori “menengah” sehingga layak untuk kepentingan analisis faktor dan dapat
dianalisis lebih lanjut
13
Tabel 4.
III.2.4 Hasil Pengujian Matriks Anti Image
Selain hasil KMO and Bartlett test, pengujian variabel juga dilakukan
menggunakan Anti Image matrices untuk mengetahui apakah variabel – variabel
secara parsial layak untuk dianalisis dan tidak perlu dikeluarkan. Berdasarkan Tabel 5 di
bawah, terlihat bahwa dari 12 variabel yang akan dianalisis, semua variabel memiliki
nilai MSA yang memenuhi syarat (dapat dilihat pada output yang bertanda a pada
kolom Anti-Image Correlation), yaitu nilainya > 0,5.
Tabel 5. Hasil Matriks Anti Image
III.2.5 Hasil Pengujian Communalities
Pengujian communalities merupakan langkah pengujian terakhir sebelum
dilakukan interpretasi hasil rotasi matriks dan komponen yang terbentuk. Hasil yang
diperoleh (Tabel 5) menunjukkan bahwa 12 variabel yang digunakan mempunyai nilai
communalities yang besar (> 0.5). Hal ini mengindikasikan bahwa keseluruhan variabel
yang digunakan memiliki hubungan yang kuat dengan faktor yang terbentuk. Secara
14
umum, semakin besar nilai dari communalities maka semakin baik analisis faktor,
karena adanya karakteristik variabel asal yang diwakili.
Tabel 6. Hasil Perhitungan Communalities
III.2.6 Hasil Perhitungan Total Variance Explained dan Screeplot.
Total Variance Explained menunjukkan besarnya persentase keragaman total
yang mampu diterangkan oleh keragaman faktor - faktor yang terbentuk. Dari hasil
perhitungan, jumlah faktor yang terbentuk ada 4 faktor. Faktor 1 memiliki Eigenvalue
sebesar4,915 Faktor 2 sebesar 2,876, faktor 3 sebesar 1,192 dan Faktor 4 sebesar
1,014. Untuk menentukan berapa komponen/faktor yang dipakai agar dapat
menjelaskan keragaman total maka dilihat dari besar nilai Eigenvalue-nya. Komponen
dengan Eigenvalue > 1 adalah komponen yang dipakai. Kolom ‘% variance’
menunjukkan persentase kumulatif variansi yang dapat dijelaskan oleh faktor yang
terbentuk. Besarnya keragaman yang mampu diterangkan oleh Faktor 1 sebesar 40,96
persen, sedangkan keragaman yang mampu dijelaskan oleh Faktor 2 sebesar 23, 968
persen, Faktor 3 sebesar 9,934 persen dan 4 sebesar 8,451 persen. Keempat faktor
mampu menjelaskan keragaman total sebesar 83,312 persen. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa keempat faktor sudah cukup mewakili keragaman variabel –
variabel asal karena memiliki total variansi yang terjelaskan lebih dari 80 persen.
Tabel 7. Hasil Perhitungan Total Variance Explained
15
Scree Plot adalah salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk membantu
menentukan berapa banyak faktor yang akan terbentuk. Jika kurva masih curam, maka
komponen dapat ditambah. Jika kurva sudah landai, maka penambahan komponen
dapat dihentikan. Walaupun demikian penilaian curam/landai bersifat subjektif. Dari
scree plot pada Gambar 2 di bawah, terlihat pada saat komponen pertama terbentuk,
kurva masih menunjukkan lereng yang menurun ke bawah. Demikian pula juga pada
saat di titik ke-2, garis kurva masih menurun. Di titik ke-3 garis kurva masih menurun
namun sedikit melandai. Hal yang sama masih terjadi pada garis kurva ke 4. Setelah
melewati titik ke-4, garis kurva sudah mulai landau dansemakin ke kanan akan semakin
landai. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat empat komponen atau
faktor yang terbentuk.
Gambar 2. Hasil Screplot
III.2.7 Hasil Perhitungan Component Matrix dan Rotated Component Matrix
Tabel component matrix menunjukkan besarnya korelasi tiap variabel dalam
faktor yang terbentuk. Nilai – nilai koefisien korelasi antara variabel dengan faktor -
faktor yang terbentuk (loading factor) dapat dilihat pada tabel Component Matrix.
Keempat faktor tersebut menghasilkan matrik loading faktor yang nilai-nilainya
merupakan koefisien korelasi antara variabel dengan faktor-faktor tersebut. Hasil
perhitungan Component Matrix disajikan pada Tabel 8
16
Tabel 8. Hasil Perhitungan Matriks Komponen
Konfigurasi susunan variabel di dalam empat komponen pada matriks
komponen sebelum dilakukan rotasi disajikan pada Tabel 9. Namun demikian hasil
pengelompokkan variabel dalam tiap faktor belum dapat diinterpretasikan dengan
jelas sehingga perlu dilakukan rotasi.
Tabel 9. Pengelompokan Variabel dalam komponen Sebelum Rotasi
Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3 Faktor 4
1. Jumlah Bank
2. Pendapatan Asli Desa
3. Jumlah Stasiun BBM
4. Jumlah Fasilitas
Kesehatan
5. Jumlah SMA dan SMK
6. Jumlah penduduk yang
bekerja sebagai petani
7. Jumlah penduduk usia
produktif
1. Luas lahan sawah
2. Jumlah pasar
3. Jumlah KK miskin
1. Jarak ke Kota Pati 1. Status Desa
Swasembada
Rotasi yang dipilih adalah Rotasi Varimax. Rotasi varimax adalah rotasi
orthogonal yang membuat jumlah varian faktor loading dalam masing-masing faktor
akan menjadi maksimum dimana nantinya peubah asal hanya akan mempunyai
korelasi yang tinggi dan kuat dengan faktor tertentu. Faktor yang dimaksud adalah
faktor yang korelasinya mendekati 1, yang secara otomatis memiliki korelasi yang
17
lemah dengan faktor yang lainnya (korelasinya mendekati 0). Hasil rotasi matriks
disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Hasil Perhitungan Matriks Komponen Terotasi
Konfigurasi susunan variabel di dalam empat komponen pada matriks
komponen setelah dilakukan rotasi disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Pengelompokan Variabel dalam komponen Setelah Rotasi
Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3 Faktor 4
1. Jumlah Bank
2. Jumlah Stasiun BBM
3. Jumlah Fasilitas
Kesehatan
4. Jumlah SMA dan SMK
5. Jumlah penduduk usia
produktif
1. Luas lahan sawah
2. Jarak ke Kota Pati
3. Jumlah pasar
4. Jumlah KK miskin
5. Jumlah penduduk
berprofesi petani
1. Pendapatan Asli
Desa
1. Status Desa
Swasembada
Hasil pengelompokan variabel dalam faktor setelah rotasi menunjukkan adanya pola
yang lebih dapat dijelaskan secara logis terkait disparitas antara Pati Utara dan Pati
Selatan. Hasil pengelompokan pada Faktor 1 menunjukkan adanya hubungan positif
kuat antara antara nilai indeks dengan variabel Jumlah Bank, Jumlah Stasiun BBM,
Jumlah Fasilitas Kesehatan, Jumlah SMA dan Jumlah Penduduk Usia Produktif, namun
menunjukkan hubungan negatif dengan Jumlah Petani. Hasil ini menunjukkan adanya
kecenderungan pergeseran mata pencaharian ke non pertanian yang ditunjang dengan
bertumbuhnya fasilitas pelayanan di kecamatan – kecamatan tertentu. Faktor ini
selanjutnya disebut Faktor Sumberdaya Pembangunan. Adapun hasil pengelompokan
18
pada Faktor 2 menunjukkan adanya hubungan positif yang kuat antara nilai indeks
dengan variabel Luas Lahan Sawah, Jumlah Pasar, Jumlah KK Miskin, dan Jumlah
Penduduk Petani. Selain itu, nilai indeks pada faktor ini juga berhubungan positif
dengan variabel Jarak ke Kota Pati walaupun hubungannya tidak kuat. Hasil pada
Faktor 2 ini menunjukkan bahwa kebanyakan Petani di Pati tidak sejahtera. Faktor 2 ini
selanjutnya disebut Faktor Pengaruh Tingkat Kemiskinan.
Hasil pengelompokan pada Faktor 3 menunjukkan hanya variabel Pendapatan
Asli Desa yang berkorelasi positif dengan nilai indeks faktor. Namun pada faktor ini
juga ditemui hubungan negatif yang kuat dengan variabel Jarak ke Kota Pati. Hasil ini
mengindikasikan bahwa kecamatan – kecamatan yang semakin dekat ke Kota Pati
memiliki PAD yang lebih besar. Hasil ini menunjukkan bahwa keberadaan Kota Pati
sangat berpengaruh terhadap kemandirian wilayah dalam menghasilkan keuntungan
ekonomi. Faktor ini selanjutnya disebut Faktor Pendapatan Asli Daerah. Nilai indeks
pada Faktor 4 berkorelasi positif kuat dengan variabel Status Desa Swasembada dan
berkorelasi positif sedang dengan variabel Jumlah Fasilitas Kesehatan. Hasil ini dapat
diinterpretasikan bahwa kecamatan yang memiliki desa dengan status swasembada
lebih banyak juga memiliki jaminan kesehatan terhadap warga yang lebih baik di Pati.
III.2.8 Hasil Perhitungan Component Transformation Matrix.
Tabel Component Transformation Matrix berfungsi untuk mengidentifikasi
faktor yang terbentuk sudah tidak memiliki korelasi lagi satu sama lain (orthogonal).
Hasil Component Transformation Matrix disajikan pada Tabel 10. Bila dilihat dari tabel
Component Transformation Matrix, nilai – nilai korelasi yang terdapat pada diagonal
utama berada di atas 0,5 yaitu 0,819; 0,914; 0,801; dan 0,813. Hasil ini menunjukkan
bahwa keempat faktor yang terbentuk sudah baik karena memiliki korelasi yang tinggi
pada diagonal utamanya.
Tabel 10. Hasil Perhitungan Matriks Transformasi Komponen
19
III.3 KESIMPULAN
Dari hasil analisis faktor yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Profil Demografi Kabupaten Pati mulai bergeser ke penduduk yang bekerja di
sektor non pertanian, dan penyediaan pelayanan yang ada cenderung
mengikuti sektor non pertanian tersebut.
2. Perdagangan tradisional seperti Pasar masih berorientasi ke Pertanian, namun
kesejahteraan petani tidak terlalu menggembirakan yang terlihat dari hasil
pengelompokan variabel terkait diatas dalam satu komponen.
3. PAD Kabupaten Pati disumbang oleh kecamatan yang lokasinya semakin
mendekat kota. Hal ini memperkuat dugaan bahwa aktivitas ekonomi non
pertanian yang berada di wilayah dekat kota lebih berperan terhadap kemajuan
wilayah daripada wilayah yang lebih jauh.
4. Disparitas Kabupaten Pati, sejauh yang diperoleh dari analisis faktor disebabkan
wilayah selatan masih bergantung pada aktivitas pertanian dan aktivitas
perdesaan lainnya yang tidak kuat secara ekonomi dibanding kecamatan di
utara yang mulai bergeser ke arah non pertanian (aktivitas perkotaan).
Disparitas ini menjadi semakin timpang karena penyediaan fasilitas juga
cenderung memusat ke wilayah yang secara ekonomi lebih mapan.
DAFTAR PUSTAKA
*) Referensi Untuk Sub Bab Tahapan dan Metode Analisis Faktor disarikan dari:
Field, A. P. (2005). Discovering Statistics Using SPSS (2nd
Edition). London: Sage.

More Related Content

Viewers also liked

kajian tentang Peranan Tumbuhan Terhadap Pola Suhu Di Hutan Simpan Bukit Pera...
kajian tentang Peranan Tumbuhan Terhadap Pola Suhu Di Hutan Simpan Bukit Pera...kajian tentang Peranan Tumbuhan Terhadap Pola Suhu Di Hutan Simpan Bukit Pera...
kajian tentang Peranan Tumbuhan Terhadap Pola Suhu Di Hutan Simpan Bukit Pera...Hilmi Ahmad
 
Membuat map packages di ArcGIS
Membuat map packages di ArcGISMembuat map packages di ArcGIS
Membuat map packages di ArcGISbramantiyo marjuki
 
Aglomerasi Ekonomi di Indonesia, Sebuah Sintesa
Aglomerasi Ekonomi di Indonesia, Sebuah SintesaAglomerasi Ekonomi di Indonesia, Sebuah Sintesa
Aglomerasi Ekonomi di Indonesia, Sebuah Sintesabramantiyo marjuki
 
Ekonomi Mikro "Pasar Monopoli dan Oligopoli'
Ekonomi Mikro "Pasar Monopoli dan Oligopoli'Ekonomi Mikro "Pasar Monopoli dan Oligopoli'
Ekonomi Mikro "Pasar Monopoli dan Oligopoli'Anisa Rochmiana
 
Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Pengurangan Kemacetan lalu lintas
Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Pengurangan Kemacetan lalu lintasKebijakan Fiskal dan Moneter dalam Pengurangan Kemacetan lalu lintas
Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Pengurangan Kemacetan lalu lintasbramantiyo marjuki
 
Konsumen, Produsen, dan Efisiensi Pasar - PENGANTAR EKONOMI MIKRO
Konsumen, Produsen, dan Efisiensi Pasar - PENGANTAR EKONOMI MIKROKonsumen, Produsen, dan Efisiensi Pasar - PENGANTAR EKONOMI MIKRO
Konsumen, Produsen, dan Efisiensi Pasar - PENGANTAR EKONOMI MIKROFalanni Firyal Fawwaz
 
Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Masa Lampau, Organik atau Terencana? (Studi...
Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Masa Lampau, Organik atau Terencana? (Studi...Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Masa Lampau, Organik atau Terencana? (Studi...
Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Masa Lampau, Organik atau Terencana? (Studi...bramantiyo marjuki
 
Uji korelasi dan regresi hubungan antara variabel, sbi rate, ihk, net ekspor...
Uji korelasi dan regresi hubungan antara variabel, sbi rate, ihk,  net ekspor...Uji korelasi dan regresi hubungan antara variabel, sbi rate, ihk,  net ekspor...
Uji korelasi dan regresi hubungan antara variabel, sbi rate, ihk, net ekspor...Awang Budi Kusumo
 
KEK Tanjung Lesung dan Implikasi Untuk Ekonomi Wilayah Banten
KEK Tanjung Lesung dan Implikasi Untuk Ekonomi Wilayah BantenKEK Tanjung Lesung dan Implikasi Untuk Ekonomi Wilayah Banten
KEK Tanjung Lesung dan Implikasi Untuk Ekonomi Wilayah Bantenbramantiyo marjuki
 
Matematika ekonomi - pajak dan subsidi
Matematika ekonomi - pajak dan subsidiMatematika ekonomi - pajak dan subsidi
Matematika ekonomi - pajak dan subsidiHarya Wirawan
 
Modul Quantum GIS 1.8 Pusdata Kementerian PU
Modul Quantum GIS 1.8 Pusdata Kementerian PUModul Quantum GIS 1.8 Pusdata Kementerian PU
Modul Quantum GIS 1.8 Pusdata Kementerian PUbramantiyo marjuki
 
Pasar persaingan sempurna, ekonomi mikro,uas
Pasar persaingan sempurna, ekonomi mikro,uasPasar persaingan sempurna, ekonomi mikro,uas
Pasar persaingan sempurna, ekonomi mikro,uasrobbiatul Adawiyah
 
5. perubahan struktur ekonomi
5. perubahan struktur ekonomi5. perubahan struktur ekonomi
5. perubahan struktur ekonomiFahmi Me
 
Perencanaan Hub Logistik Sederhana Berbasis Tabulasi Silang dan GIS
Perencanaan Hub Logistik Sederhana Berbasis Tabulasi Silang dan GISPerencanaan Hub Logistik Sederhana Berbasis Tabulasi Silang dan GIS
Perencanaan Hub Logistik Sederhana Berbasis Tabulasi Silang dan GISbramantiyo marjuki
 
Role of Public Infrastructure Investment in Development Theory and its releva...
Role of Public Infrastructure Investment in Development Theory and its releva...Role of Public Infrastructure Investment in Development Theory and its releva...
Role of Public Infrastructure Investment in Development Theory and its releva...bramantiyo marjuki
 
Modul Quantum GIS 2 (Aplikasi)
Modul Quantum GIS 2 (Aplikasi) Modul Quantum GIS 2 (Aplikasi)
Modul Quantum GIS 2 (Aplikasi) bramantiyo marjuki
 
Kuliah 1 konsep dasar statistika niken
Kuliah 1 konsep dasar statistika nikenKuliah 1 konsep dasar statistika niken
Kuliah 1 konsep dasar statistika nikenNiken Feladita
 
MANAJEMEN KEUANGAN - Capital Structure Decisions of Manufacturing Firm’s in D...
MANAJEMEN KEUANGAN - Capital Structure Decisions of Manufacturing Firm’s in D...MANAJEMEN KEUANGAN - Capital Structure Decisions of Manufacturing Firm’s in D...
MANAJEMEN KEUANGAN - Capital Structure Decisions of Manufacturing Firm’s in D...Falanni Firyal Fawwaz
 
Kuliah 9:- Proses Pembangunan Ekonomi
   Kuliah 9:-Proses Pembangunan Ekonomi   Kuliah 9:-Proses Pembangunan Ekonomi
Kuliah 9:- Proses Pembangunan EkonomiHilmi Ahmad
 

Viewers also liked (20)

kajian tentang Peranan Tumbuhan Terhadap Pola Suhu Di Hutan Simpan Bukit Pera...
kajian tentang Peranan Tumbuhan Terhadap Pola Suhu Di Hutan Simpan Bukit Pera...kajian tentang Peranan Tumbuhan Terhadap Pola Suhu Di Hutan Simpan Bukit Pera...
kajian tentang Peranan Tumbuhan Terhadap Pola Suhu Di Hutan Simpan Bukit Pera...
 
Membuat map packages di ArcGIS
Membuat map packages di ArcGISMembuat map packages di ArcGIS
Membuat map packages di ArcGIS
 
Aglomerasi Ekonomi di Indonesia, Sebuah Sintesa
Aglomerasi Ekonomi di Indonesia, Sebuah SintesaAglomerasi Ekonomi di Indonesia, Sebuah Sintesa
Aglomerasi Ekonomi di Indonesia, Sebuah Sintesa
 
Ekonomi Mikro "Pasar Monopoli dan Oligopoli'
Ekonomi Mikro "Pasar Monopoli dan Oligopoli'Ekonomi Mikro "Pasar Monopoli dan Oligopoli'
Ekonomi Mikro "Pasar Monopoli dan Oligopoli'
 
Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Pengurangan Kemacetan lalu lintas
Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Pengurangan Kemacetan lalu lintasKebijakan Fiskal dan Moneter dalam Pengurangan Kemacetan lalu lintas
Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Pengurangan Kemacetan lalu lintas
 
Konsumen, Produsen, dan Efisiensi Pasar - PENGANTAR EKONOMI MIKRO
Konsumen, Produsen, dan Efisiensi Pasar - PENGANTAR EKONOMI MIKROKonsumen, Produsen, dan Efisiensi Pasar - PENGANTAR EKONOMI MIKRO
Konsumen, Produsen, dan Efisiensi Pasar - PENGANTAR EKONOMI MIKRO
 
Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Masa Lampau, Organik atau Terencana? (Studi...
Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Masa Lampau, Organik atau Terencana? (Studi...Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Masa Lampau, Organik atau Terencana? (Studi...
Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Masa Lampau, Organik atau Terencana? (Studi...
 
Uji korelasi dan regresi hubungan antara variabel, sbi rate, ihk, net ekspor...
Uji korelasi dan regresi hubungan antara variabel, sbi rate, ihk,  net ekspor...Uji korelasi dan regresi hubungan antara variabel, sbi rate, ihk,  net ekspor...
Uji korelasi dan regresi hubungan antara variabel, sbi rate, ihk, net ekspor...
 
KEK Tanjung Lesung dan Implikasi Untuk Ekonomi Wilayah Banten
KEK Tanjung Lesung dan Implikasi Untuk Ekonomi Wilayah BantenKEK Tanjung Lesung dan Implikasi Untuk Ekonomi Wilayah Banten
KEK Tanjung Lesung dan Implikasi Untuk Ekonomi Wilayah Banten
 
Matematika ekonomi - pajak dan subsidi
Matematika ekonomi - pajak dan subsidiMatematika ekonomi - pajak dan subsidi
Matematika ekonomi - pajak dan subsidi
 
Modul Quantum GIS 1.8 Pusdata Kementerian PU
Modul Quantum GIS 1.8 Pusdata Kementerian PUModul Quantum GIS 1.8 Pusdata Kementerian PU
Modul Quantum GIS 1.8 Pusdata Kementerian PU
 
Pasar persaingan sempurna, ekonomi mikro,uas
Pasar persaingan sempurna, ekonomi mikro,uasPasar persaingan sempurna, ekonomi mikro,uas
Pasar persaingan sempurna, ekonomi mikro,uas
 
5. perubahan struktur ekonomi
5. perubahan struktur ekonomi5. perubahan struktur ekonomi
5. perubahan struktur ekonomi
 
Perencanaan Hub Logistik Sederhana Berbasis Tabulasi Silang dan GIS
Perencanaan Hub Logistik Sederhana Berbasis Tabulasi Silang dan GISPerencanaan Hub Logistik Sederhana Berbasis Tabulasi Silang dan GIS
Perencanaan Hub Logistik Sederhana Berbasis Tabulasi Silang dan GIS
 
Role of Public Infrastructure Investment in Development Theory and its releva...
Role of Public Infrastructure Investment in Development Theory and its releva...Role of Public Infrastructure Investment in Development Theory and its releva...
Role of Public Infrastructure Investment in Development Theory and its releva...
 
Modul Quantum GIS 2 (Aplikasi)
Modul Quantum GIS 2 (Aplikasi) Modul Quantum GIS 2 (Aplikasi)
Modul Quantum GIS 2 (Aplikasi)
 
Kuliah 1 konsep dasar statistika niken
Kuliah 1 konsep dasar statistika nikenKuliah 1 konsep dasar statistika niken
Kuliah 1 konsep dasar statistika niken
 
Pasar Persaingan Sempurna (Ekonomi Mikro)
Pasar Persaingan Sempurna (Ekonomi Mikro)Pasar Persaingan Sempurna (Ekonomi Mikro)
Pasar Persaingan Sempurna (Ekonomi Mikro)
 
MANAJEMEN KEUANGAN - Capital Structure Decisions of Manufacturing Firm’s in D...
MANAJEMEN KEUANGAN - Capital Structure Decisions of Manufacturing Firm’s in D...MANAJEMEN KEUANGAN - Capital Structure Decisions of Manufacturing Firm’s in D...
MANAJEMEN KEUANGAN - Capital Structure Decisions of Manufacturing Firm’s in D...
 
Kuliah 9:- Proses Pembangunan Ekonomi
   Kuliah 9:-Proses Pembangunan Ekonomi   Kuliah 9:-Proses Pembangunan Ekonomi
Kuliah 9:- Proses Pembangunan Ekonomi
 

Similar to ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DISPARITAS WILAYAH PATI UTARA DAN SELATAN

04 2018 spektrum fisip updmb pembangunan sosial di perbatasan di kec.jogoi ba...
04 2018 spektrum fisip updmb pembangunan sosial di perbatasan di kec.jogoi ba...04 2018 spektrum fisip updmb pembangunan sosial di perbatasan di kec.jogoi ba...
04 2018 spektrum fisip updmb pembangunan sosial di perbatasan di kec.jogoi ba...TaufiqurokhmanTaufiq
 
Sosialisasi SLRT prov kaltim
Sosialisasi SLRT prov kaltimSosialisasi SLRT prov kaltim
Sosialisasi SLRT prov kaltimsunarko rasid
 
From Potentials and Problems to Actions and Plans (Simulation Studies of Regi...
From Potentials and Problems to Actions and Plans (Simulation Studies of Regi...From Potentials and Problems to Actions and Plans (Simulation Studies of Regi...
From Potentials and Problems to Actions and Plans (Simulation Studies of Regi...bramantiyo marjuki
 
juknis pelaksanaan konvergensi stunting yang mencakup berbagai aspek pelaksanaan
juknis pelaksanaan konvergensi stunting yang mencakup berbagai aspek pelaksanaanjuknis pelaksanaan konvergensi stunting yang mencakup berbagai aspek pelaksanaan
juknis pelaksanaan konvergensi stunting yang mencakup berbagai aspek pelaksanaanadee49
 
Survei Penilaian Integritas KPK
Survei Penilaian Integritas KPKSurvei Penilaian Integritas KPK
Survei Penilaian Integritas KPKDhani Irawan
 
PRESENTASI TLOGOSARI KULON
PRESENTASI TLOGOSARI KULONPRESENTASI TLOGOSARI KULON
PRESENTASI TLOGOSARI KULONAyu Adhelina
 
D3 2015-320360-introduction
D3 2015-320360-introductionD3 2015-320360-introduction
D3 2015-320360-introductionirman ramly
 
Bappenas_Buku_Juknis_Aksi_1-2-3_27062019 (1).pdf
Bappenas_Buku_Juknis_Aksi_1-2-3_27062019 (1).pdfBappenas_Buku_Juknis_Aksi_1-2-3_27062019 (1).pdf
Bappenas_Buku_Juknis_Aksi_1-2-3_27062019 (1).pdfSriWahyuni439447
 
Bappenas buku juknis_aksi_1-2-3_stunting
Bappenas buku juknis_aksi_1-2-3_stuntingBappenas buku juknis_aksi_1-2-3_stunting
Bappenas buku juknis_aksi_1-2-3_stuntingKhasrulTsani1
 
Review artikel a financial inclusion index for indonesia
Review artikel a financial inclusion index for indonesiaReview artikel a financial inclusion index for indonesia
Review artikel a financial inclusion index for indonesiaIndika Farhatunnada
 
20170420 wp sid-position_final
20170420 wp sid-position_final20170420 wp sid-position_final
20170420 wp sid-position_finalsyahrunNazil1
 
12352-34671-1-PB.pdf
12352-34671-1-PB.pdf12352-34671-1-PB.pdf
12352-34671-1-PB.pdfVeraRenita2
 
Slide ppt proposal Metode Kualitatif
Slide ppt proposal Metode Kualitatif Slide ppt proposal Metode Kualitatif
Slide ppt proposal Metode Kualitatif Rohayatiiyoh
 
Laporan praktikum analisis cluster (tipologi kinerja sarana dan prasarana kec...
Laporan praktikum analisis cluster (tipologi kinerja sarana dan prasarana kec...Laporan praktikum analisis cluster (tipologi kinerja sarana dan prasarana kec...
Laporan praktikum analisis cluster (tipologi kinerja sarana dan prasarana kec...Sally Indah N
 
Makalah regresi dan korelasi new
Makalah regresi dan korelasi newMakalah regresi dan korelasi new
Makalah regresi dan korelasi newSilihk
 

Similar to ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DISPARITAS WILAYAH PATI UTARA DAN SELATAN (20)

04 2018 spektrum fisip updmb pembangunan sosial di perbatasan di kec.jogoi ba...
04 2018 spektrum fisip updmb pembangunan sosial di perbatasan di kec.jogoi ba...04 2018 spektrum fisip updmb pembangunan sosial di perbatasan di kec.jogoi ba...
04 2018 spektrum fisip updmb pembangunan sosial di perbatasan di kec.jogoi ba...
 
Sosialisasi SLRT prov kaltim
Sosialisasi SLRT prov kaltimSosialisasi SLRT prov kaltim
Sosialisasi SLRT prov kaltim
 
From Potentials and Problems to Actions and Plans (Simulation Studies of Regi...
From Potentials and Problems to Actions and Plans (Simulation Studies of Regi...From Potentials and Problems to Actions and Plans (Simulation Studies of Regi...
From Potentials and Problems to Actions and Plans (Simulation Studies of Regi...
 
Metode Analisis faktor
Metode Analisis faktorMetode Analisis faktor
Metode Analisis faktor
 
juknis pelaksanaan konvergensi stunting yang mencakup berbagai aspek pelaksanaan
juknis pelaksanaan konvergensi stunting yang mencakup berbagai aspek pelaksanaanjuknis pelaksanaan konvergensi stunting yang mencakup berbagai aspek pelaksanaan
juknis pelaksanaan konvergensi stunting yang mencakup berbagai aspek pelaksanaan
 
Survei Penilaian Integritas KPK
Survei Penilaian Integritas KPKSurvei Penilaian Integritas KPK
Survei Penilaian Integritas KPK
 
4 sop hubungan antar pihak pid
4 sop hubungan antar pihak pid4 sop hubungan antar pihak pid
4 sop hubungan antar pihak pid
 
PRESENTASI TLOGOSARI KULON
PRESENTASI TLOGOSARI KULONPRESENTASI TLOGOSARI KULON
PRESENTASI TLOGOSARI KULON
 
D3 2015-320360-introduction
D3 2015-320360-introductionD3 2015-320360-introduction
D3 2015-320360-introduction
 
Bappenas_Buku_Juknis_Aksi_1-2-3_27062019 (1).pdf
Bappenas_Buku_Juknis_Aksi_1-2-3_27062019 (1).pdfBappenas_Buku_Juknis_Aksi_1-2-3_27062019 (1).pdf
Bappenas_Buku_Juknis_Aksi_1-2-3_27062019 (1).pdf
 
Bappenas buku juknis_aksi_1-2-3_stunting
Bappenas buku juknis_aksi_1-2-3_stuntingBappenas buku juknis_aksi_1-2-3_stunting
Bappenas buku juknis_aksi_1-2-3_stunting
 
06 analisis faktor
06 analisis faktor06 analisis faktor
06 analisis faktor
 
Jurnal
JurnalJurnal
Jurnal
 
Review artikel a financial inclusion index for indonesia
Review artikel a financial inclusion index for indonesiaReview artikel a financial inclusion index for indonesia
Review artikel a financial inclusion index for indonesia
 
20170420 wp sid-position_final
20170420 wp sid-position_final20170420 wp sid-position_final
20170420 wp sid-position_final
 
12352-34671-1-PB.pdf
12352-34671-1-PB.pdf12352-34671-1-PB.pdf
12352-34671-1-PB.pdf
 
Slide ppt proposal Metode Kualitatif
Slide ppt proposal Metode Kualitatif Slide ppt proposal Metode Kualitatif
Slide ppt proposal Metode Kualitatif
 
Laporan praktikum analisis cluster (tipologi kinerja sarana dan prasarana kec...
Laporan praktikum analisis cluster (tipologi kinerja sarana dan prasarana kec...Laporan praktikum analisis cluster (tipologi kinerja sarana dan prasarana kec...
Laporan praktikum analisis cluster (tipologi kinerja sarana dan prasarana kec...
 
Makalah regresi dan korelasi new
Makalah regresi dan korelasi newMakalah regresi dan korelasi new
Makalah regresi dan korelasi new
 
Bab I proptek
Bab I proptekBab I proptek
Bab I proptek
 

More from bramantiyo marjuki

Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrint
Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrintPemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrint
Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrintbramantiyo marjuki
 
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processing
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processingHow to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processing
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processingbramantiyo marjuki
 
Crowsource Mapping, Captures Neography Practices
Crowsource Mapping, Captures Neography PracticesCrowsource Mapping, Captures Neography Practices
Crowsource Mapping, Captures Neography Practicesbramantiyo marjuki
 
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK  MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK  MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...bramantiyo marjuki
 
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID bramantiyo marjuki
 
Mapping Water features from SAR Imagery
Mapping Water features from SAR ImageryMapping Water features from SAR Imagery
Mapping Water features from SAR Imagerybramantiyo marjuki
 
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?bramantiyo marjuki
 
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017bramantiyo marjuki
 
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utara
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan UtaraFGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utara
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utarabramantiyo marjuki
 
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALI
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALILaporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALI
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALIbramantiyo marjuki
 
Stakeholder Approach benefits in Organization Practices
Stakeholder Approach benefits in Organization PracticesStakeholder Approach benefits in Organization Practices
Stakeholder Approach benefits in Organization Practicesbramantiyo marjuki
 
Jenang Cluster Local Development in Kudus District
Jenang Cluster Local Development in Kudus DistrictJenang Cluster Local Development in Kudus District
Jenang Cluster Local Development in Kudus Districtbramantiyo marjuki
 
Planning theory in Toll Road Provision in Indonesia
Planning theory in Toll Road Provision in IndonesiaPlanning theory in Toll Road Provision in Indonesia
Planning theory in Toll Road Provision in Indonesiabramantiyo marjuki
 
Planning theory in Waster Management
Planning theory in Waster ManagementPlanning theory in Waster Management
Planning theory in Waster Managementbramantiyo marjuki
 
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...bramantiyo marjuki
 
A translation paper about Cellular Automata,
A translation paper about Cellular Automata, A translation paper about Cellular Automata,
A translation paper about Cellular Automata, bramantiyo marjuki
 
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...bramantiyo marjuki
 
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 TahunPerkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahunbramantiyo marjuki
 
Critical review insights debate about urban decline urban regeneration
Critical review insights debate about urban decline  urban regenerationCritical review insights debate about urban decline  urban regeneration
Critical review insights debate about urban decline urban regenerationbramantiyo marjuki
 
Pembiayaan Infrastruktur Transportasi di Kawasan Perkotaan Yogyakarta
Pembiayaan Infrastruktur Transportasi di Kawasan Perkotaan YogyakartaPembiayaan Infrastruktur Transportasi di Kawasan Perkotaan Yogyakarta
Pembiayaan Infrastruktur Transportasi di Kawasan Perkotaan Yogyakartabramantiyo marjuki
 

More from bramantiyo marjuki (20)

Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrint
Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrintPemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrint
Pemanfaatan Citra Satelit Medium Resolution Untuk Pemetaan Urban FootPrint
 
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processing
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processingHow to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processing
How to choose SAR satellite imagery for a good interferometric processing
 
Crowsource Mapping, Captures Neography Practices
Crowsource Mapping, Captures Neography PracticesCrowsource Mapping, Captures Neography Practices
Crowsource Mapping, Captures Neography Practices
 
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK  MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK  MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
PENERAPAN TEKNIK PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK MENDUKUNG PENYUSUNAN BASIS DATA...
 
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID
Pan Sharpening (Transkrip Kuliah Telegram) di Group Telegram GIS.ID
 
Mapping Water features from SAR Imagery
Mapping Water features from SAR ImageryMapping Water features from SAR Imagery
Mapping Water features from SAR Imagery
 
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?
Ingin Belajar Penginderaan Jauh Bersama Saya ?
 
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017
Final Report WWF Landcover and High Conservation Area Mapping, North Borneo 2017
 
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utara
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan UtaraFGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utara
FGD Sosialisasi Analisis HCV - Landcover Mapping, WWF Indonesia Kalimantan Utara
 
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALI
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALILaporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALI
Laporan KKL PPW 2016 MPWK UNDIP, BALI
 
Stakeholder Approach benefits in Organization Practices
Stakeholder Approach benefits in Organization PracticesStakeholder Approach benefits in Organization Practices
Stakeholder Approach benefits in Organization Practices
 
Jenang Cluster Local Development in Kudus District
Jenang Cluster Local Development in Kudus DistrictJenang Cluster Local Development in Kudus District
Jenang Cluster Local Development in Kudus District
 
Planning theory in Toll Road Provision in Indonesia
Planning theory in Toll Road Provision in IndonesiaPlanning theory in Toll Road Provision in Indonesia
Planning theory in Toll Road Provision in Indonesia
 
Planning theory in Waster Management
Planning theory in Waster ManagementPlanning theory in Waster Management
Planning theory in Waster Management
 
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...
Implementation of Planning and development theories to Waster Management in K...
 
A translation paper about Cellular Automata,
A translation paper about Cellular Automata, A translation paper about Cellular Automata,
A translation paper about Cellular Automata,
 
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
Pembangunan dan Pengelolaan Infrastruktur Wilayah, an Fieldwork Report study ...
 
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 TahunPerkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
Perkembangan Infrastruktur Provinsi Jawa Tengah Selama 10 Tahun
 
Critical review insights debate about urban decline urban regeneration
Critical review insights debate about urban decline  urban regenerationCritical review insights debate about urban decline  urban regeneration
Critical review insights debate about urban decline urban regeneration
 
Pembiayaan Infrastruktur Transportasi di Kawasan Perkotaan Yogyakarta
Pembiayaan Infrastruktur Transportasi di Kawasan Perkotaan YogyakartaPembiayaan Infrastruktur Transportasi di Kawasan Perkotaan Yogyakarta
Pembiayaan Infrastruktur Transportasi di Kawasan Perkotaan Yogyakarta
 

Recently uploaded

Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdfDampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdfssuser4743df
 
LKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipa
LKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipaLKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipa
LKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipaBtsDaily
 
Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...
Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...
Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...laila16682
 
Materi Inisiasi 4 Metode Penelitian Komunikasi Universitas Terbuka
Materi Inisiasi 4 Metode Penelitian Komunikasi Universitas TerbukaMateri Inisiasi 4 Metode Penelitian Komunikasi Universitas Terbuka
Materi Inisiasi 4 Metode Penelitian Komunikasi Universitas TerbukaNikmah Suryandari
 
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdfmateri+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdfkaramitha
 
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptxTEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptxSyabilAfandi
 
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)ratnawijayanti31
 
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptxCASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptxresidentcardio13usk
 
kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratprium
kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratpriumkekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratprium
kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratpriumfebrie2
 
R6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptx
R6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptxR6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptx
R6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptxmagfira271100
 

Recently uploaded (10)

Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdfDampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
Dampak Bioteknologi di Bidang Pertanian.pdf
 
LKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipa
LKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipaLKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipa
LKPD SUHU dan KALOR KEL4.pdf strategi pembelajaran ipa
 
Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...
Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...Konsep	Agribisnis	adalah	suatu	kesatuan	kegiatan  meliputi		salah	satu	atau		...
Konsep Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan meliputi salah satu atau ...
 
Materi Inisiasi 4 Metode Penelitian Komunikasi Universitas Terbuka
Materi Inisiasi 4 Metode Penelitian Komunikasi Universitas TerbukaMateri Inisiasi 4 Metode Penelitian Komunikasi Universitas Terbuka
Materi Inisiasi 4 Metode Penelitian Komunikasi Universitas Terbuka
 
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdfmateri+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
materi+kuliah-ko2-senyawa+aldehid+dan+keton.pdf
 
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptxTEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
TEMA 9 SUBTEMA 1 PEMBELAJARAN 1 KELAS 6.pptx
 
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)
Sistem Bilangan Riil (Pertidaksamaan linier)
 
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptxCASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
CASE REPORT ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE 31 Desember 23.pptx
 
kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratprium
kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratpriumkekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratprium
kekeruhan tss, kecerahan warna sgh pada laboratprium
 
R6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptx
R6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptxR6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptx
R6C-Kelompok 2-Sistem Rangka Pada Amphibi dan Aves.pptx
 

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DISPARITAS WILAYAH PATI UTARA DAN SELATAN

  • 1. Tugas Ujian Mata Kuliah Metode Analisis Perencanaan dan Pembangunan (PWK 607) Dosen Pengampu : Prof. Dr. Rer nat. Imam Buchori, ST. ANALISIS FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DISPARITAS WILAYAH PATI UTARA DAN WILAYAH PATI SELATAN DI KABUPATEN PATI Dikerjakan Oleh: AGUS SUGIANTO NIM : 21040116410046 BRAMANTIYO MARJUKI NIM : 21040116410036 (Kelas Kementerian Pekerjaan Umun dan Perumahan Rakyat) MAGISTER PEMBANGUNAN WILAYAH DAN KOTA JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA - FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2016
  • 2. 1 I. PERMASALAHAN Terbitnya UU no 13 tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah - daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Provinsi Jawa Tengah menjadi dasar terbentuknya Kabupaten Pati. Secara administratif Kabupaten Pati terdiri dari 21 kecamatan, 406 desa dan kelurahan dengan luas wilayah 150.368 Ha. Isu pemecahan atau pembentukan Kabupaten Pati Selatan mengemuka pada tahun 2013 dan 2014. Berkembangnya isu ini sebenarnya tidak terlepas dari disparitas wilayah yang terjadi di Kabupaten Pati. Dalam perkembangannya, terminologi wilayah Pati Utara dan wilayah Pati Selatan belum banyak digunakan secara resmi dalam pembagian wilayah. Terminologi yang digunakan biasanya mengacu kepada kesamaan kondisi baik itu geografis, pertanian, sosial, transportasi, infrastruktur dan lain - lain. Pembagian tidak resmi dua wilayah Kabupaten pati didasarkan pada posisi dari jalan nasional Pantai Utara Jawa (Pantura) yang membelah Kabupaten Pati. Wilayah Pati sisi utara jalan yang dikenal dengan Pati Utara terdiri dari 12 kecamatan dan wilayah sisi selatan jalan yang dikenal dengan wilayah Pati Selatan terdiri dari 9 kecamatan. Wilayah pati utara meliputi Kecamatan Margorejo, Kecamatan Pati, Kecamatan Juwana, Kecamatan Gembong, Kecamatan Tlogowungu, Kecamatan Gunungwungkal, Kecamatan Trangkil, Kecamatan Wedarijaksa, Kecamatan Margoyoso, Kecamatan Tayu, Kecamatan Dukuhseti dan kecamatan Cluwak. Topografi Pati Utara berupa lereng kaki Gunung Muria, dataran rendah dan kawasan pantai. Daerah pertaniannya lebih subur di banding Pati Selatan. Wilayah ini berbatasan langsung dengan wilayah dua kabupaten yaitu Kabupaten Kudus dan Kabupaten Jepara. Wilayah pati selatan meliputi Kecamatan Batangan, Kecamatan Jaken, Kecamatan Jakenan, Kecamatan Pucakwangi, Kecamatan Tambakromo, Kecamatan Gabus, Kecamatan Kayen, Kecamatan Sukolilo dan Winong. Karakteristik topografisnya merupakan daerah pesisir (di kecamatan Batangan) dan daerah perbukitan berbatuan kapur. Jika dibandingkan pada waktu musim kemarau, wilayah pati selatan akan cenderung lebih panas dan kering dibandingkan dengan pati utara yang lebih sejuk dan subur. Wilayah ini berbatasan dengan dengan kabupaten Rembang, Kabupaten Blora, Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Kudus.
  • 3. 2 Kesimpulan awal yang menjadi penyebab disparitas 2 (dua) wilayah ini adalah terjadi kesenjangan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Pati. Sejak tahun 2013 Pemerintah Kabupaten Pati menerapkan program “Noto Projo, Mbangun Desa” dalam rangka mengatasi kesenjangan infrastruktur. Dana stimulan pembangunan infrastruktur perdesaan digelontorkan ke semua desa. Hasil evaluasi pada tahun 2015 kondisi infrastruktur di 2 (dua) wilayah relatif setara. Namun demikian beberapa desa di kedua wilayah masih mengalami kebingungan dalam penyerapannya. Contohnya Desa Grogolsari (kecamatan Pucakwangi) wilayah Pati selatan dan desa Kedungsari (Kecamatan Tayu) wilayah Pati utara. Dalam kajian ini, akan di analisis hal- hal apa saja yang menjadi penyebab disparitas 2 (dua) wilayah di Kabupaten Pati dengan menggunakan analisis faktor. Data yang digunakan untuk analisis adalah data dalam terbitan Kecamatan dalam angka tahun 2015 dan Pati dalam angka 2015. Variabel yang digunakan dalam kajian terdiri dari: 1. Geografis, meliputi Jarak kota kecamatan terhadap Kota Pati sebagai pusat pemerintahan dan Luas lahan sawah. 2. Pemerintahan, meliputi status desa yaitu desa swasembada. 3. Kependudukan, data kependudukan yang akan digunakan adalah jumlah penduduk, usia produktif, jumlah kepala keluarga miskin dan jumlah penduduk berprofesi sebagai petani. 4. Sosial akan dilihat dari jumlah fasilitas SMA & SMK dan jumlah fasilitas kesehatan. 5. Ekonomi, yang akan dilihat dari data Pendapatan Asli Desa. 6. Pertanian, data yang digunakan adalah luas lahan panen. 7. Jasa dan Perdagangan, data yang digunakan jumlah pasar dan bank. II. METODE II.1 Analisis Faktor *). Analisis faktor adalah teknik analisis dalam statistik yang digunakan untuk (1) mengurangi variabel-variabel yang saling berkorelasi dari data dan menggantikannya dengan variabel yang lebih sederhana sehingga lebih mudah diinterpretasi; dan (2)
  • 4. 3 mengidentifikasi hubungan yang tersembunyi dari berbagai variabel yang dilibatkan dalam analisis. Proses pengurangan variabel dilakukan dengan cara membuat kombinasi linier dari variabel-variabel (disebut komponen atau faktor) yang menyimpan sebanyak mungkin informasi dari variabel-variabel tersebut. Kemudian proses dilanjutkan untuk memperoleh komponen kedua yang menyimpan informasi yang tidak tertampung dari komponen pertama, dan seterusnya sampai semua informasi dari variabel awal masuk dalam salah satu komponen. Jumlah komponen akhir yang dihasilkan biasanya lebih sedikit dari jumlah variabel yang dilibatkan, oleh karena itu analisis faktor dianggap merupakan metode terbaik untuk mengetahui hubungan antar variabel tanpa harus menganalisis hubungan antar variabel secara langsung satu demi satu. II.2 Principal Component Analysis Analisis faktor yang digunakan untuk memahami perbedaan kemajuan wilayah antara Pati Utara dan Pati Selatan adalah analisis faktor menggunakan metode Principal Component Analysis (PCA). PCA umumnya digunakan untuk menyederhanakan dan mengidentifikasi sejumlah variabel yang saling berkorelasi, sehingga lebih mudah dipahami dan diinterpretasi. PCA digunakan terutama apabila analisis dilakukan menggunakan banyak variabel (dimensi) sehingga tidak memungkinkan untuk ditampilkan dalam representasi grafis. Kelebihan utama PCA dibanding metode lain adalah proses penyederhanaan variabel (dimensi) data dilakukan tanpa mengurangi informasi awal yang tersimpan dalam setiap variabel. II.3 Prosedur Analisis Faktor Principal Component Analysis. Principal Component Analysis dilaksanakan melalui urutan tahapan yang disajikan pada Gambar 1. Gambar 1. Prosedur Analisis Faktor Standarisasi Data Ekstraksi FaktorDeskripsi faktor Rotasi FaktorSkor FaktorInterpretasi Komponen
  • 5. 4 II.3.1 Standarisasi Data Standarisasi data merupakan tahap awal dari analisis faktor. Data interval/rasio yang menjadi masukan dalam analisis faktor mungkin mempunyai satuan dan rentang nilai yang berbeda, yang berimpikasi pada perbedaan variansi. Agar perbedaan variansi ini tidak berpengaruh terhadap hasil perhitungan, perlu dilakukan standarisasi nilai dalam bentuk Zscore. II.3.2 Deskripsi faktor Deskripsi faktor dilakukan untuk mencari hubungan kolinier antar variabel sebelum analisis faktor dilakukan. Diasumsikan setiap variabel di dalam dimensi yang sama atau berbeda harus saling berkorelasi satu sama lain. Jika ada variabel yang tidak berkorelasi dengan variabel lain, maka disarankan variabel tersebut tidak dilibatkan dalam analisis faktor. Selain itu, terjadinya korelasi yang sangat tinggi atau korelasi sempurna (singularitas) harus dihindari karena kontribusi antar faktor menjadi tidak dapat ditentukan. Untuk mengidentifikasi tidak adanya korelasi atau korelasi yang terlalu tinggi (R > 0,8), maka dalam tahap ini dibuat matriks korelasi yang hasilnya dijadikan panduan untuk mengidentifikasi dua hal tersebut. Selain itu perlu juga dipertimbangkan adanya multikolinieritas. Multikolinieritas secara umum tidak terlalu berpengaruh pada analisis faktor, akan tetapi multikolinieritas yang tinggi antar variabel sebisa mungkin harus dihindari. Multikolinieritas dapat dideteksi dengan melihat nilai determinan dari hasil perhitungan matriks korelasi. Nilai determinan merupakan representasi area sebaran sampel dalam diagram pencar (scatterplot). Variabel yang memiliki korelasi tinggi (singular) akan membentuk area plot yang hampir lurus sehingga tidak mempunyai lebar. Lebar ini mengindikasikan nilai determinan sehingga nilainya adalah 0. Sementara jika variabel tidak berkorelasi satu sama lain, maka akan membentuk area sebaran sampel yang elips membulat sehingga dapat diketahui lebar areanya. Untuk variabel yang nilai korelasinya mendekati 0 maka nilai determinannya akan mendekati 1. Analisis faktor mensyaratkan setiap variabel memiliki variansi umum (common variance) karena di dalam analisis faktor setiap variabel ingin diketahui kontribusi variansinya terhadap variabel lain. Variansi umum ini disebut communality dan dapat
  • 6. 5 dihitung dari matriks korelasi. Variabel yang hanya memiliki variansi umum akan mempunyai nilai communality sebesar 1, sementara variabel yang hanya memiliki variansi spesifik untuk variabel itu sendiri akan mempunyai nilai 0. Panduan umum tentang communalities ini adalah setiap variabel dalam analisis faktor harus memiliki nilai communality minimal 0,6. Jika ada variabel yang memiliki nilai di bawah itu, maka variabel tersebut dianggap tidak layak dilibatkan dalam analisis. Proses pemilahan variabel ini dilanjutkan sampai seluruh variabel yang dilibatkan memiliki nilai communality minimal 0,6. Selain itu pada tahap ini perlu dilakukan uji kelayakan jumlah sampel menggunakan KMO Test dan Bartlett’s test of Sphericity. Jika nilai KMO lebih dari 0,5 maka sampel dianggap layak untuk diolah dalam analisis faktor. Nilai 0 mengindikasikan bahwa jumlah dari korelasi parsial relatif lebih besar daripada jumlah korelasi. Hal ini mengindikasikan adanya difusi di dalam pola korelasi, sehingga analisis faktor dianggap tidak layak. Nilai KMO yang mendekati 1 mengindikasikan pola korelasi yang relatif kompak, sehingga analisis faktor akan memberikan hasil yang dapat dipercaya. Secara umum panduan untuk mengukur kelayakan analisis faktor berdasarkan Nilai KMO adalah sebagai berikut: Tabel 1. Tingkat Kepercayaan KMO Test Nilai KMO Tingkat Kepercayaan 0,5 – 0,7 Menengah 0,7 – 0,8 Baik 0,8 – 0,9 Baik Sekali > 0,9 Sangat Baik Pengujian hasil KMO secara individual per variabel dapat dilakukan dengan cara mengamati Anti Image Matrix. Elemen diagonal (ditandai dengan huruf “a”) dari Anti Image Matrix merupakan Nilai KMO per variabel, sehingga apabila ditemukan nilai KMO yang tidak memuaskan, maka harus dilakukan pengamatan hasil Anti Image Matrix. Nilai lajur diagonal pada Anti Image Matrix untuk setiap variabel harus sama dengan atau lebih dari 0,5. Jika terdapat variabel dengan nilai kurang dari 0,5 maka variabel tersebut harus dikeluarkan dari analisis. Pengeluaran variabel akan mengubah hasil perhitungan KMO, sehingga inspeksi ulang nilai KMO dan Anti Image Matrix mutlak dilakukan. Adapun Bartlett Test akan memberikan informasi signifikansi
  • 7. 6 sampel, dimana jika nilainya kurang dari 0,05, maka analisis faktor akan dapat memberikan hasil pengolahan data yang dapat dipercaya. II.3.3 Ekstraksi Faktor Pada tahap ini dilakukan proses ekstraksi faktor yang menghasilkan Nilai Eigen yang digunakan untuk merotasi faktor. Pada tahap ini dapat dilakukan pengujian antara menggunakan Nilai Eigen minimal yang direkomendasikan Kaiser, yaitu 1, atau menggunakan Nilai Eigen yang ditentukan sendiri. Jika kedua uji memberikan jumlah komponen (factors) yang sama, maka analisis dapat dilanjutkan. Namun jika tidak, maka harus dilakukan observasi terhadap hasil Communalities untuk kemudian ditentukan sendiri berapa Nilai Eigen minimal yang digunakan. II.3.4 Rotasi Faktor Rotasi faktor adalah proses transformasi sumbu yang memaksimalkan pembacaan data setiap variabel pada salah satu faktor yang diekstraksi, sembari meminimalkan pembacaan pada faktor yang lain. Rotasi dijalankan dengan cara mengubah nilai absolut dari setiap variabel sambil mempertahankan nilai pembeda setiap variabel tetap konstan. Pada tahap ini dapat dipilih metode rotasi yang akan digunakan. Metode rotasi varimax, quartimax dan equimax merupakan rotasi orthogonal, sedangkan oblimin dan promax merupakan rotasi oblique. Jika faktor yang dihasilkan diperkirakan independen satu sama lain, maka rotasi yang digunakan adalah rotasi orthogonal, sementara jika secara teori faktor yang dihasilkan memiliki kemungkinan adanya korelasi, maka rotasi yang dipilih adalah rotasi oblique. Tahap pengujian yang cukup penting dalam aspek rotasi faktor adalah perlu adanya pemastian komponen yang dihasilkan tidak memiliki korelasi satu sama lain. Untuk itu perlu dibuat Component Transformation Matrix yang ditujukan untuk melihat korelasi antar komponen. II.3.5 Skor Faktor Skor faktor adalah nilai indeks dari hasil analisis faktor. Skor faktor atau sering disebut sebagai factor loading berkisar antara -1 dan 1 yang menunjukkan derajat
  • 8. 7 korelasi antar variabel di dalam satu kelompok faktor (komponen). Interpretasi skor faktor pada dasarnya sama dengan interpretasi Korelasi Pearson, dimana nilai – 1 menunjukkan hubungan kuat berlawanan antar faktor di dalam komponen yang sama, nilai 0 menunjukkan ketiadaan hubungan antar faktor di dalam komponen, dan nilai +1 menunjukkan hubungan kuat searah antar faktor di dalam komponen. III. HASIL DAN PEMBAHASAN III.1 Data Mentah Berikut ini adalah data mentah dari publikasi Pati Dalam Angka Kecamatan Tahun 2015 yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Pati. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, hanya beberapa variabel yang dilibatkan karena tidak semua variabel tersedia datanya untuk setiap kecamatan. Tabel 1. Tabel Data Mentah dari Publikasi Pati Dalam Angka Tahun 2015 Per Kecamatan III.2 Hasil Pengolahan SPSS dan Interpretasi Hasil Pengolahan III.2.1 Standarisasi Data Hasil deskripsi statistik disajikan pada Tabel 2. Disini dapat dilihat adanya perbedaan nilai variansi dan standar deviasi antar variabel, sehingga agar proses analisis faktor dapat berjalan secara konsisten, maka data perlu distandarisasi dalam bentuk zscore. Hasil zscore kemudian digunakan sebagai masukan dalam analisis faktor. Dari hasil descriptive statistics juga dapat diketahui bahwa semua sampel yang dilibatkan (N) valid dan tidak ada yang missing.
  • 9. 8 Tabel 2. Statistik Deskriptif III.2.2 Matriks Korelasi Hasil matriks korelasi disajikan pada Tabel 3. Matriks korelasi merupakan tabel matriks yang berisi hasil korelasi antar variabel yang dilibatkan dalam analisis. Matriks ini menunjukkan variabel mana yang mempunyai korelasi satu sama lain. Hasil kalkulasi determinan pada matriks menghasilkan nilai determinan sebesar 0,001, yang mengindikasikan bahwa multikolinieritas bukan merupakan masalah untuk matriks ini, sehingga analisis faktor dapat dilanjutkan. Tabel 3. Hasil Matriks Korelasi Hasil matriks korelasi diatas dapat diinterpretasikan sebagai berikut: 1. Hubungan Luas Lahan Sawah dengan Variabel yang lain. Hubungan Luas Lahan Persawahan dengan jarak wilayah ke kota Pati menunjukkan bahwa semakin dekat jarak wilayah yang memiliki luas lahan sawah dengan kota pati akan membawa dampak positif. Namun hubungan ini tidak cukup kuat yang terlihat dari angka sig 0,290>0,05. Adapun hubungan Luas Lahan
  • 10. 9 Persawahan dengan Pasar menunjukkan semakin luas lahan sawah maka semakin dekat dengan pasar, yang terlihat pada baris sig. (1- tailed) dimana korelasi antar variabel tersebut memiliki p-value sebesar 0,003<0,05. Hubungan Luas Lahan Persawahan dengan fasilitas seperti Stasiun Pengisian BBM, Bank, Fasilitas Pendidikan dan Fasilitas Kesehatan menunjukkan di daerah yang banyak lahan persawahan juga akan jarang di temui fasilitas. Terkait dengan aspek demografi, hubungan Luas Lahan Persawahan dengan KK Miskin menunjukkan jika lahan persawahan cukup luas maka yang bertempat tinggal di daerah itu terdapat banyak Keluarga miskinnya. Untuk hubungan dengan Usia Produktif hubungannya juga tidak kuat, sehingga dapat disimpulkan bahwa usia produktif tidak hanya tinggal di daerah pertanian saja. Demikian pula hubungan Luas lahan persawahan dengan Desa Swasembada menunjukkan status desa swasembada tidak berhubungan dengan keberadaan dan luas lahan pertanian. Hubungan ini diperkuat dengan ditemukannya hubungan Luas Lahan Persawahan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD), dimana semakin luas lahan sawah ternyata kontribusinya terhadap PAD sangat kecil. 2. Hubungan Jarak dengan Kota Pati dengan Variabel yang lain. Hubungan Jarak Dengan Kota Pati dengan Bank menunjukkan bahwa semakin jauh dengan jarak kota pati, berbanding lurus dengan jumlah fasilitas yang ada. Berarti semakin dekat dengan kota pati semakin banyak jumlah fasilitas. Dilihat dari aspek demografi, hubungan Jarak Dengan Kota Pati dengan Kk Miskin berada pada zona positif, walau tidak terlalu kuat. Hasil ini dapat diartikan bahwa semakin dekat jarak wilayah kecamatan dengan Kota Pati penduduk / miskin semakin banyak walau hubungannya nampak tidak signifikan. Demikian pula untuk aspek Usia Produktf dimana hubungannya cukup kuat dan negatif yang berarti usia produktif banyak yang tinggal di wilayah yang jauh dari Kota Pati. Terkait pendapatan daerah hubungan Jarak Dengan Kota Pati dengan PAD menunjukkan bahwa wilayah yang jauh dengan kota pati memiliki PAD yang kecil sedangkan semakin dekat dengan kota Pati memiliki PAD yang lebih baik. Untuk hubungan Jarak Dengan Kota Pati dengan Jumlah Penduduk Berprofesi Petani menunjukkan luas panen wilayah atau kecamatan yang dekat dengan Kota Pati memiliki hubungan yang cukup kuat dan positif. Artinya jarak dengan kota Pati memiliki peranan terhadap luasan lahan yang di panen. 3. Hubungan Bank dengan Variabel yang lain. Hubungan Bank dengan Pasar menunjukkan Hubungan negatif lemah, artinya jumlah Bank tidak tergantung jumlah pasar. Adapun hubungan Bank dengan aspek demografi KK Miskin menunjukkan hubungan positif namun tidak cukup kuat. Artinya mungkin ada sebagian Keluarga Miskin yang menggantungkan pada Bank untuk mencari pinjaman. Hal ini selaras juga dengan hubungan Bank dan Kelompok Usia Produktif dimana hubungannya positif, yang diartikan pengguna Bank adalah kelompok Usia Produktif. Hubungan Bank dengan fasilitas penyediaan energy (BBM),
  • 11. 10 kesehatan dan pendidikan menunjukkan hubungan positif. Artinya aktivitas di fasilitas tersebut memerlukan keberadaan bank, baik untuk tabungan para pekerja dan pelajar atau pencarian modal investasi. Hubungan Bank dengan PAD menunjukkan bank punya pengaruh terhadap peningkatan PAD, walaupun tidak signifikan. Untuk hubungan Bank dengan Jumlah Penduduk Berprofesi Petani menunjukkan hubungan negatif dan signifikan, yang berarti keberadaan bank terletak jauh dari daerah pertanian dan petani sendiri tidak terlalu tergantung pada bank. Terakhir hubungan Bank dengan Desa Swasembada menunjukkan hubungan kuat dan positif yang berarti Desa Swasembada sudah memiliki akses perbankan yang baik. 4. Hubungan Pasar dengan Variabel yang lain. Hubungan Pasar dengan aspek demografi berupa variabel KK Miskin menunjukkan hubungan kuat, positif dan signifikan. Hubungan ini mungkin menunjukkan adanya ketergantungan keluarga miskin terhadap keberadaan pasar sebagai sarana mencari barang, jasa dan pekerjaan, sebagaimana nampak juga dari hubungan dengan variabel Usia Produktif yang ditermukan adanya korelasi, walaupun tidak signifikan. Untuk hubungan Pasar dengan PAD diperoleh kesimpulan jumlah pasar tidak terlalu berkontribusi pada PAD. Terkait hubungan Pasar dengan Jumlah Penduduk Berprofesi Petani. Nilai ini menunjukkan hubungannya positif dan kuat, dimana keberadaan pasar membantu petani untuk menjual hasil panen. Dan terakhir, Hubungan Pasar dengan Desa Swasembada menunjukkan hubungannya negatif dan tidak signikan. 5. Hubungan KK Miskin dengan Variabel yang lain. Hubungan KK Miskin dengan PAD berada pada zona negatif dimana semakin banyak KK miskin yang ada sumbangannya terhadap PAD kecil. Adapun hubungan KK Miskin dengan Pengisian Stasiun BBM pada zona positif dan lemah dimana KK miskin tidak banyak menggunakan atau mampu mengakses BBM akibat kemiskinannya. Demikian pula hubungan KK Miskin dengan Fasilitas Kesehatan dan Pendidikan bera pada zona positif kurang, dimana semua orang memerlukan fasilitas kesehatan dan pendidikan, namun akses ke fasilitas tersebut lemah. Hubungan KK Miskin dengan Jumlah Penduduk Berprofesi Petani positif kuat, yang menunjukkan bahwa keluarga miskin sebagian besar berprofesi sebagai petani. Lebih lanjut, hubungan KK Miskin dengan usia produktif menunjukkan bahwa keluarga miskin sebagian besar masih berusia produktif. Terakhir, hubungan KK Miskin dengan Desa menunjukkan bahwa keluarga miskin sebagian besar tinggal di perdesaan. 6. Hubungan PAD dengan Variabel yang lain. Hubungan PAD dengan Stasiun Pengisian BBM menunjukkan hubungan positif dan cukup kuat, dimana suatu wilayah yang memiliki PAD kuat akan menggunakan
  • 12. 11 energi yang besar terutama BBM akibat aktifitas warganya. Adapun hubungan PAD dengan Fasilitas Kesehatan berada pada zona positif namun kurang kuat, yang berarti wilayah dengan PAD besar belum tentu sebaran fasilitas kesehatannya merata. Hubungan PAD dengan SMA menunjukkan hubungan yang positif dimana wilayah wilayah yang sebaran SMA SMKnya besar biasanya cukup maju dan berperan mendongkrak nilai PAD. Hubungan PAD dengan Jumlah Penduduk Berprofesi Petani menunjukkan hubungan negatif dan cukup kuat, Hasil ini mengindikasikan besaran hasil pertanian yang dipanen kurang berkontribusi terhadap PAD. Hubungan PAD dengan Usia Produktif berada pada zona positif tetapi tidak signifikan. Artinya, peran usia produktif terhadap PAD ada, tapi kurang signifikan. Terakhir, hubungan PAD dengan Desa Swasembada menunjukkan hubungannya positif walaupun tidak terlalu kuat, yang artinya status desa swasembada tidak berperan pada jumlah PAD wilayah tersebut. 7. Hubungan Stasiun Pengisian BBM dengan Variabel yang lain. Hubungan Stasiun pengisian BBM dengan Fasilitas Kesehatan menunjukkan bahwa banyaknya fasilitas kesehatan akan berdampak kepada penggunaan BBM sehingga kebutuhan akan Stasiun Pengisian BBM juga besar. Demikian pula untuk hubungan dengan fasilitas pendidikan juga besar. Hubungan Stasiun pengisian BBM dengan Jumlah Penduduk Berprofesi Petani menunjukkan bahwa kebutuhan bahan bakar para Petani tidak diimbangi dengan banyaknya Stasiun Pengisian BBM, padahal dalam aktifitas penjualan hasil panen/ transpotasinya membutuhkan banyak BBM. Hubungannya Kuat dan negatif. Hubungan Stasiun pengisian BBM dengan Usia Produktif menunjukkan bahwa aktifitas orang pada usia produktif, seperti bekerja dan sekolah membutuhkan energi yang banyak, maka adanya Stasiun Pengisian BBM akan sangat membantu menjalankan aktifitas mereka, sehingga hubungannya kuat dan positif. Hubungan Stasiun pengisian BBM dengan Status Desa Swasembada menunjukkan bahwa aktifitas manusia dalam mewujudkan desa swasembada sangat banyak dan beragam, sehingga membutuhkan energi yang banyak. Dengan adanya Stasiun Pengisian BBM akan sangat membantu menjalankan aktifitas mereka. Hubungannya cukup Kuat dan positif. 8. Hubungan Fasilitas Kesehatan dengan Variabel yang lain. Hubungan Fasilitas Kesehatan dengan SMA SMK menunjukkan hubungan kuat dan positif. Dari hasil ini dapat diinterpretasikan bahwa keberadaan fasilitas pendidikan dan pelayanan kesehatan mengumpul di wilayah tertentu. Untuk hubungan Fasilitas Kesehatan dengan Jumlah Penduduk Berprofesi Petani menunjukkan hubungan yang negatif dan tidak signifikan, yang dapat diinterpretasikan bahwa fasilitas kesehatan kurang tersedia di wilayah yang jumlah petaninya signifikan. Adapun hubungan Fasilitas Kesehatan dengan Usia Produktif menunjukkan akses terhadap fasilitas dan pelayanan kesehatan digunakan oleh kelompok usia produktif
  • 13. 12 dan sebaran fasilitasnya mengikuti sebaran kelompok usia produktif. Terakhir, hubungan Fasilitas Kesehatan dengan Status Desa Swasembada menunjukkan hubungan yang positif kuat. Hal ini berarti Desa Swasembada di Kabupaten Pati telah memiliki jumlah fasilitas kesehatan yang cukup. 9. Hubungan SMA SMK dengan Variabel yang lain. Hubungan jumlah fasilitas pendidikan dengan Jumlah Penduduk Berprofesi Petani menunjukkan hubungan yang cukup kuat dan negatif, artinya Petani yang ada sudah tidak bersekolah (lulus) atau tidak mampu mengakses pendidikan menengah. Adapun hubungan SMA - SMK dengan Usia Produktif menunjukkan hubungan yang kuat dan positif, artinya fasilitas pendidikan dibangun pada lokasi dimana kelompok usia produktif cukup banyak, atau kelompok usia produktif di Pati sudah terpenuhi pelayanan pendidikannya. Terakhir, hubungan fasilitas pendidikan dengan Desa Swasembada menunjukkan hubungan yang kurang kuat dan positif, artinya Status Desa Swasembada tidak terlalu berpengaruh terhadap keberadaan fasilitas pendidikan. 10. Hubungan Jumlah Penduduk Berprofesi Petani dengan Variabel yang lain. Hubungan Jumlah Penduduk Berprofesi Petani dengan usia produktif menunjukkan hubungan yang negatif dan kuat, yang berarti Kelompok Usia Produktif didominasi bukan petani. Sementara hubungan Jumlah Penduduk Berprofesi Petani dengan Desa Swasembada menunjukkan hubungan negatif yang lemah yang berarti tidak ada hubungan antara status swasembada dengan jumlah Petani. 11. Hubungan Usia Produktif dengan Variabel yang lain. Hubungan Usia Produktif dengan desa swasembada menunjukkan hubungan yang positif. Hal ini berarti kelompok usia produktif sangat berperan dalam mewujudkan desa swasembada. III.2.3 Hasil KMO dan Bartlett’s Test Hasil Tes KMO dan Bartlett disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan Bartlett’s Test of Sphericity dengan Chi-Square 163,465 (df 66) dan nilai sig = 0,000 < 0,05 menunjukkan bahwa matriks korelasi bukan merupakan matriks identitas sehingga dapat dilakukan analisis komponen utama. Di samping itu, Nilai KMO yang dihasilkan adalah sebesar 0.683 serta p-value sebesar 0,000 (<0,05), nilai tersebut jatuh dalam kategori “menengah” sehingga layak untuk kepentingan analisis faktor dan dapat dianalisis lebih lanjut
  • 14. 13 Tabel 4. III.2.4 Hasil Pengujian Matriks Anti Image Selain hasil KMO and Bartlett test, pengujian variabel juga dilakukan menggunakan Anti Image matrices untuk mengetahui apakah variabel – variabel secara parsial layak untuk dianalisis dan tidak perlu dikeluarkan. Berdasarkan Tabel 5 di bawah, terlihat bahwa dari 12 variabel yang akan dianalisis, semua variabel memiliki nilai MSA yang memenuhi syarat (dapat dilihat pada output yang bertanda a pada kolom Anti-Image Correlation), yaitu nilainya > 0,5. Tabel 5. Hasil Matriks Anti Image III.2.5 Hasil Pengujian Communalities Pengujian communalities merupakan langkah pengujian terakhir sebelum dilakukan interpretasi hasil rotasi matriks dan komponen yang terbentuk. Hasil yang diperoleh (Tabel 5) menunjukkan bahwa 12 variabel yang digunakan mempunyai nilai communalities yang besar (> 0.5). Hal ini mengindikasikan bahwa keseluruhan variabel yang digunakan memiliki hubungan yang kuat dengan faktor yang terbentuk. Secara
  • 15. 14 umum, semakin besar nilai dari communalities maka semakin baik analisis faktor, karena adanya karakteristik variabel asal yang diwakili. Tabel 6. Hasil Perhitungan Communalities III.2.6 Hasil Perhitungan Total Variance Explained dan Screeplot. Total Variance Explained menunjukkan besarnya persentase keragaman total yang mampu diterangkan oleh keragaman faktor - faktor yang terbentuk. Dari hasil perhitungan, jumlah faktor yang terbentuk ada 4 faktor. Faktor 1 memiliki Eigenvalue sebesar4,915 Faktor 2 sebesar 2,876, faktor 3 sebesar 1,192 dan Faktor 4 sebesar 1,014. Untuk menentukan berapa komponen/faktor yang dipakai agar dapat menjelaskan keragaman total maka dilihat dari besar nilai Eigenvalue-nya. Komponen dengan Eigenvalue > 1 adalah komponen yang dipakai. Kolom ‘% variance’ menunjukkan persentase kumulatif variansi yang dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Besarnya keragaman yang mampu diterangkan oleh Faktor 1 sebesar 40,96 persen, sedangkan keragaman yang mampu dijelaskan oleh Faktor 2 sebesar 23, 968 persen, Faktor 3 sebesar 9,934 persen dan 4 sebesar 8,451 persen. Keempat faktor mampu menjelaskan keragaman total sebesar 83,312 persen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keempat faktor sudah cukup mewakili keragaman variabel – variabel asal karena memiliki total variansi yang terjelaskan lebih dari 80 persen. Tabel 7. Hasil Perhitungan Total Variance Explained
  • 16. 15 Scree Plot adalah salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk membantu menentukan berapa banyak faktor yang akan terbentuk. Jika kurva masih curam, maka komponen dapat ditambah. Jika kurva sudah landai, maka penambahan komponen dapat dihentikan. Walaupun demikian penilaian curam/landai bersifat subjektif. Dari scree plot pada Gambar 2 di bawah, terlihat pada saat komponen pertama terbentuk, kurva masih menunjukkan lereng yang menurun ke bawah. Demikian pula juga pada saat di titik ke-2, garis kurva masih menurun. Di titik ke-3 garis kurva masih menurun namun sedikit melandai. Hal yang sama masih terjadi pada garis kurva ke 4. Setelah melewati titik ke-4, garis kurva sudah mulai landau dansemakin ke kanan akan semakin landai. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat empat komponen atau faktor yang terbentuk. Gambar 2. Hasil Screplot III.2.7 Hasil Perhitungan Component Matrix dan Rotated Component Matrix Tabel component matrix menunjukkan besarnya korelasi tiap variabel dalam faktor yang terbentuk. Nilai – nilai koefisien korelasi antara variabel dengan faktor - faktor yang terbentuk (loading factor) dapat dilihat pada tabel Component Matrix. Keempat faktor tersebut menghasilkan matrik loading faktor yang nilai-nilainya merupakan koefisien korelasi antara variabel dengan faktor-faktor tersebut. Hasil perhitungan Component Matrix disajikan pada Tabel 8
  • 17. 16 Tabel 8. Hasil Perhitungan Matriks Komponen Konfigurasi susunan variabel di dalam empat komponen pada matriks komponen sebelum dilakukan rotasi disajikan pada Tabel 9. Namun demikian hasil pengelompokkan variabel dalam tiap faktor belum dapat diinterpretasikan dengan jelas sehingga perlu dilakukan rotasi. Tabel 9. Pengelompokan Variabel dalam komponen Sebelum Rotasi Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3 Faktor 4 1. Jumlah Bank 2. Pendapatan Asli Desa 3. Jumlah Stasiun BBM 4. Jumlah Fasilitas Kesehatan 5. Jumlah SMA dan SMK 6. Jumlah penduduk yang bekerja sebagai petani 7. Jumlah penduduk usia produktif 1. Luas lahan sawah 2. Jumlah pasar 3. Jumlah KK miskin 1. Jarak ke Kota Pati 1. Status Desa Swasembada Rotasi yang dipilih adalah Rotasi Varimax. Rotasi varimax adalah rotasi orthogonal yang membuat jumlah varian faktor loading dalam masing-masing faktor akan menjadi maksimum dimana nantinya peubah asal hanya akan mempunyai korelasi yang tinggi dan kuat dengan faktor tertentu. Faktor yang dimaksud adalah faktor yang korelasinya mendekati 1, yang secara otomatis memiliki korelasi yang
  • 18. 17 lemah dengan faktor yang lainnya (korelasinya mendekati 0). Hasil rotasi matriks disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil Perhitungan Matriks Komponen Terotasi Konfigurasi susunan variabel di dalam empat komponen pada matriks komponen setelah dilakukan rotasi disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Pengelompokan Variabel dalam komponen Setelah Rotasi Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3 Faktor 4 1. Jumlah Bank 2. Jumlah Stasiun BBM 3. Jumlah Fasilitas Kesehatan 4. Jumlah SMA dan SMK 5. Jumlah penduduk usia produktif 1. Luas lahan sawah 2. Jarak ke Kota Pati 3. Jumlah pasar 4. Jumlah KK miskin 5. Jumlah penduduk berprofesi petani 1. Pendapatan Asli Desa 1. Status Desa Swasembada Hasil pengelompokan variabel dalam faktor setelah rotasi menunjukkan adanya pola yang lebih dapat dijelaskan secara logis terkait disparitas antara Pati Utara dan Pati Selatan. Hasil pengelompokan pada Faktor 1 menunjukkan adanya hubungan positif kuat antara antara nilai indeks dengan variabel Jumlah Bank, Jumlah Stasiun BBM, Jumlah Fasilitas Kesehatan, Jumlah SMA dan Jumlah Penduduk Usia Produktif, namun menunjukkan hubungan negatif dengan Jumlah Petani. Hasil ini menunjukkan adanya kecenderungan pergeseran mata pencaharian ke non pertanian yang ditunjang dengan bertumbuhnya fasilitas pelayanan di kecamatan – kecamatan tertentu. Faktor ini selanjutnya disebut Faktor Sumberdaya Pembangunan. Adapun hasil pengelompokan
  • 19. 18 pada Faktor 2 menunjukkan adanya hubungan positif yang kuat antara nilai indeks dengan variabel Luas Lahan Sawah, Jumlah Pasar, Jumlah KK Miskin, dan Jumlah Penduduk Petani. Selain itu, nilai indeks pada faktor ini juga berhubungan positif dengan variabel Jarak ke Kota Pati walaupun hubungannya tidak kuat. Hasil pada Faktor 2 ini menunjukkan bahwa kebanyakan Petani di Pati tidak sejahtera. Faktor 2 ini selanjutnya disebut Faktor Pengaruh Tingkat Kemiskinan. Hasil pengelompokan pada Faktor 3 menunjukkan hanya variabel Pendapatan Asli Desa yang berkorelasi positif dengan nilai indeks faktor. Namun pada faktor ini juga ditemui hubungan negatif yang kuat dengan variabel Jarak ke Kota Pati. Hasil ini mengindikasikan bahwa kecamatan – kecamatan yang semakin dekat ke Kota Pati memiliki PAD yang lebih besar. Hasil ini menunjukkan bahwa keberadaan Kota Pati sangat berpengaruh terhadap kemandirian wilayah dalam menghasilkan keuntungan ekonomi. Faktor ini selanjutnya disebut Faktor Pendapatan Asli Daerah. Nilai indeks pada Faktor 4 berkorelasi positif kuat dengan variabel Status Desa Swasembada dan berkorelasi positif sedang dengan variabel Jumlah Fasilitas Kesehatan. Hasil ini dapat diinterpretasikan bahwa kecamatan yang memiliki desa dengan status swasembada lebih banyak juga memiliki jaminan kesehatan terhadap warga yang lebih baik di Pati. III.2.8 Hasil Perhitungan Component Transformation Matrix. Tabel Component Transformation Matrix berfungsi untuk mengidentifikasi faktor yang terbentuk sudah tidak memiliki korelasi lagi satu sama lain (orthogonal). Hasil Component Transformation Matrix disajikan pada Tabel 10. Bila dilihat dari tabel Component Transformation Matrix, nilai – nilai korelasi yang terdapat pada diagonal utama berada di atas 0,5 yaitu 0,819; 0,914; 0,801; dan 0,813. Hasil ini menunjukkan bahwa keempat faktor yang terbentuk sudah baik karena memiliki korelasi yang tinggi pada diagonal utamanya. Tabel 10. Hasil Perhitungan Matriks Transformasi Komponen
  • 20. 19 III.3 KESIMPULAN Dari hasil analisis faktor yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Profil Demografi Kabupaten Pati mulai bergeser ke penduduk yang bekerja di sektor non pertanian, dan penyediaan pelayanan yang ada cenderung mengikuti sektor non pertanian tersebut. 2. Perdagangan tradisional seperti Pasar masih berorientasi ke Pertanian, namun kesejahteraan petani tidak terlalu menggembirakan yang terlihat dari hasil pengelompokan variabel terkait diatas dalam satu komponen. 3. PAD Kabupaten Pati disumbang oleh kecamatan yang lokasinya semakin mendekat kota. Hal ini memperkuat dugaan bahwa aktivitas ekonomi non pertanian yang berada di wilayah dekat kota lebih berperan terhadap kemajuan wilayah daripada wilayah yang lebih jauh. 4. Disparitas Kabupaten Pati, sejauh yang diperoleh dari analisis faktor disebabkan wilayah selatan masih bergantung pada aktivitas pertanian dan aktivitas perdesaan lainnya yang tidak kuat secara ekonomi dibanding kecamatan di utara yang mulai bergeser ke arah non pertanian (aktivitas perkotaan). Disparitas ini menjadi semakin timpang karena penyediaan fasilitas juga cenderung memusat ke wilayah yang secara ekonomi lebih mapan. DAFTAR PUSTAKA *) Referensi Untuk Sub Bab Tahapan dan Metode Analisis Faktor disarikan dari: Field, A. P. (2005). Discovering Statistics Using SPSS (2nd Edition). London: Sage.