SUDARTO
EDEMA PARU
Pendahuluan
EDEMA PARU



EDEMA PARU
EDEMA PARU
DEFINISI
           Edema paru nonkardiogenik :
           penimbunan cairan pada jaringan
           interstisial paru dan alveolus paru
           yang disebabkan peningkatan
           permeabilitas dinding pembuluh
           darah pada paru-paru



            Akumulasi cairan kaya protein di
              Interstitial dan alveoli paru
EDEMA PARU

ETIOLOGI
1. Ketidakseimbangan tekanan
  hidrostatik dan onkotik
2. Perubahan permeabilitas membran
  Alveolar-kapiler
3. Lymphatic insufisiensi
4. Lain-lain
Ketidakseimbangan tekanan hidrostatik dan
  onkotik
 Peningkatan tek kapiler paru
 Penurunan tek onkotik plasma
 Peningkatan tek negatif intertisial
Perubahan permeabilitas membran
  Alveolar-kapiler
 Infeksi
 Toksin
 Vasoaktif substans
 Aspirasi
 Inflamasi sistemik
 Hipersensitivitas


Lymphatic insufisiensi
Limfangitis carsinomatosa
Fibrosis
Lain-lain
 karena ketinggian
 neurogenik
 Narkotik
 dll
Patogenesis
Epitelium alveolus tersusun
oleh 2 tipe sel pneumosit :
type I (90%) yang berbentuk
pipih, dan type II (10 %) yang
berbentuk kubus

 Sel tipe II berfungsi :
penghasil surfaktan dan
transport ion, jika terjadi
cedera akan berproliferasi dan
berdiferensiasi menjadi tipe I

 Kerusakan sel tipe II
menyebabkan : gangguan
transport cairan (edema),
berkurangnya produksi
surfaktan
Pada cedera paru
terjadi kerusakan
membran kapiler
alveolus 
permeabilitas kapiler
meningkat  cairan
plasma masuk ke
alveolus  gangguan
pertukaran gas

Selain cairan, netrofil
juga masuk ke alveolus
Makrofag di alveolus
mensekresi cytokines yaitu :
interleukin, dan TNF yang
memicu kemotaksis dan
aktivasi neutrofil

Neutrofil yang teraktivasi
akan melepaskan oksidan,
protease, dll  reaksi
inflamasi, menghancurkan
stuktur protein seperti
kolagen, elastin, fobrinogen,
proteolisis protein plasma
   Edema paru neurogenik  meningkatnya tekanan
    arteri pulmonalis yang sangat tinggi yang
    berhubungan dengan meningkatnya kadar
    katekolamin  perubahan permeabilitas kapiler.
    Patogenesis masih belum jelas, biasanya
    berhubungan dengan faktor peningkatan tekanan
    intrakranial.
   Pada re-ekspansi paru  Hipoksia & lesi pada
    kapiler paru  pelepasan mediator inflamasi 
    perubahan permeabilitas kapiler
   Re-ekspansi paru yang terjadi secara tiba-tiba
    akibat tindakan pengosongan rongga pleura
    secara tiba-tiba  peningkatan aliran darah
    kapiler  peningkatan tekanan kapiler paru dan
    tekanan hidrostatik  edema paru
   Edema paru karena ketinggian/High altitude
    pulmonary edema dipengaruhi oleh
    > Kecepatan waktu menuju ketinggian
    > Ketinggian yang di capai
    > Imunogenetik  HLA-DR6 & HLA-DQ4 
    kemampuan pembersihan alveolar menurun
   Edema paru akibat pemakaian obat (heroin,
    methadone, hidroklortiazid dan salisilat)  reaksi
    antigen antibodi akibat hipersensitif terhadap
    obat-obatan dan hipoksia akibat apneu akut
Gejala Klinis



Sesak napas hebat
napas yang cepat (takipnea)
batuk dengan sputum
Penggunaan otot pernapasan tambahan
ronki basah
Wheezing
Gelisah
Hipoksemia
PEMERIKSAAN PENUNJANG




Darah rutin, Kultur darah
Analisa gas darah
Foto toraks
Analisa cairan edem
Pulmonary – Artery Catheterization
Penatalaksanaan



  TUJUAN
  Terhadap penyakit primer
  umumnya bersifat suportif

  Memelihara oksigenasi dan perfusi
  jaringan yang adekuat

   Mencegah komplikasi
Penatalaksaan

 Oksigenasi, intubasi, Ventilator
 mekanik
 Antibiotik  empiris, sesuai kultur
 Vasodilator : NO, Antagonis kalsium
 Inotropik
 Kortikosteroid
 Surfaktan
 Mengatur posisi yang sesuai
 Naloxon  overdose morfin
Intubasi dan ventilator




Kondisi hipoksia berat
Gangguan perfusi ke jaringan
Pengaturan ventilator untuk mencegah cedera paru
Edema paru

Edema paru

  • 1.
  • 2.
  • 3.
  • 4.
    EDEMA PARU DEFINISI Edema paru nonkardiogenik : penimbunan cairan pada jaringan interstisial paru dan alveolus paru yang disebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah pada paru-paru Akumulasi cairan kaya protein di Interstitial dan alveoli paru
  • 5.
    EDEMA PARU ETIOLOGI 1. Ketidakseimbangantekanan hidrostatik dan onkotik 2. Perubahan permeabilitas membran Alveolar-kapiler 3. Lymphatic insufisiensi 4. Lain-lain
  • 6.
    Ketidakseimbangan tekanan hidrostatikdan onkotik  Peningkatan tek kapiler paru  Penurunan tek onkotik plasma  Peningkatan tek negatif intertisial
  • 7.
    Perubahan permeabilitas membran Alveolar-kapiler  Infeksi  Toksin  Vasoaktif substans  Aspirasi  Inflamasi sistemik  Hipersensitivitas Lymphatic insufisiensi Limfangitis carsinomatosa Fibrosis
  • 8.
    Lain-lain  karena ketinggian neurogenik  Narkotik  dll
  • 9.
    Patogenesis Epitelium alveolus tersusun oleh2 tipe sel pneumosit : type I (90%) yang berbentuk pipih, dan type II (10 %) yang berbentuk kubus  Sel tipe II berfungsi : penghasil surfaktan dan transport ion, jika terjadi cedera akan berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi tipe I  Kerusakan sel tipe II menyebabkan : gangguan transport cairan (edema), berkurangnya produksi surfaktan
  • 10.
    Pada cedera paru terjadikerusakan membran kapiler alveolus  permeabilitas kapiler meningkat  cairan plasma masuk ke alveolus  gangguan pertukaran gas Selain cairan, netrofil juga masuk ke alveolus
  • 11.
    Makrofag di alveolus mensekresicytokines yaitu : interleukin, dan TNF yang memicu kemotaksis dan aktivasi neutrofil Neutrofil yang teraktivasi akan melepaskan oksidan, protease, dll  reaksi inflamasi, menghancurkan stuktur protein seperti kolagen, elastin, fobrinogen, proteolisis protein plasma
  • 13.
    Edema paru neurogenik  meningkatnya tekanan arteri pulmonalis yang sangat tinggi yang berhubungan dengan meningkatnya kadar katekolamin  perubahan permeabilitas kapiler. Patogenesis masih belum jelas, biasanya berhubungan dengan faktor peningkatan tekanan intrakranial.  Pada re-ekspansi paru  Hipoksia & lesi pada kapiler paru  pelepasan mediator inflamasi  perubahan permeabilitas kapiler  Re-ekspansi paru yang terjadi secara tiba-tiba akibat tindakan pengosongan rongga pleura secara tiba-tiba  peningkatan aliran darah kapiler  peningkatan tekanan kapiler paru dan tekanan hidrostatik  edema paru
  • 14.
    Edema paru karena ketinggian/High altitude pulmonary edema dipengaruhi oleh > Kecepatan waktu menuju ketinggian > Ketinggian yang di capai > Imunogenetik  HLA-DR6 & HLA-DQ4  kemampuan pembersihan alveolar menurun  Edema paru akibat pemakaian obat (heroin, methadone, hidroklortiazid dan salisilat)  reaksi antigen antibodi akibat hipersensitif terhadap obat-obatan dan hipoksia akibat apneu akut
  • 16.
    Gejala Klinis Sesak napashebat napas yang cepat (takipnea) batuk dengan sputum Penggunaan otot pernapasan tambahan ronki basah Wheezing Gelisah Hipoksemia
  • 17.
    PEMERIKSAAN PENUNJANG Darah rutin,Kultur darah Analisa gas darah Foto toraks Analisa cairan edem Pulmonary – Artery Catheterization
  • 21.
    Penatalaksanaan TUJUAN Terhadap penyakit primer umumnya bersifat suportif Memelihara oksigenasi dan perfusi jaringan yang adekuat  Mencegah komplikasi
  • 22.
    Penatalaksaan Oksigenasi, intubasi,Ventilator mekanik Antibiotik  empiris, sesuai kultur Vasodilator : NO, Antagonis kalsium Inotropik Kortikosteroid Surfaktan Mengatur posisi yang sesuai Naloxon  overdose morfin
  • 23.
    Intubasi dan ventilator Kondisihipoksia berat Gangguan perfusi ke jaringan
  • 24.
    Pengaturan ventilator untukmencegah cedera paru

Editor's Notes

  • #7 There were 139 patients evaluable for safety in the SIGN trial: 68 patients in the IRESSA arm and 71 patients in the docetaxel arm. 1 There were no withdrawals or deaths due to drug-related AEs with IRESSA, while there were three withdrawals and three deaths due to AEs that were possibly drug-related among patients receiving docetaxel. 1 A lower incidence of drug-related AEs was seen in the IRESSA arm (51.5%) compared with the docetaxel arm (78.9%). 1 Fewer CTC grade 3/4 drug-related AEs were seen with IRESSA (8.8%) compared with docetaxel (25.4%). 1 Two cases of febrile neutropenia were seen in the docetaxel arm. 1 Also, analysis of laboratory haematological parameters showed that the incidence of neutropenia and leukopenia was higher with docetaxel (46% and 37.3%, respectively) compared with IRESSA (1.6% and 0%, respectively). 1 Reference 1. Cufer T et al. Anti-Cancer Drugs 2006; 17: 401-409.
  • #9 SIGN is the first randomised trial of IRESSA versus a proven active agent in advanced NSCLC. IRESSA demonstrated similar efficacy to docetaxel, but a more favourable tolerability profile. The results from SIGN support further investigation of IRESSA versus docetaxel in second-line treatment of NSCLC. In this disease setting, results are awaited from two Phase III trials comparing IRESSA with docetaxel: INTEREST (study 721), which is being conducted globally Study V-15-32, a Japanese Phase III study.