1. Acute Limb Ischemia (ALI) adalah kondisi penurunan aliran darah ke ekstremitas secara tiba-tiba yang menyebabkan gangguan fungsi dan iskemia;
2. ALI disebabkan oleh trombosis atau emboli yang menyebabkan oklusi arteri, dengan gejala utama nyeri, kebas, kelemahan otot, dan kulit pucat dan dingin;
3. Diagnosis ALI didasarkan pada riwayat, pemeriksaan fisik ekstre
1. Acute Limb Ischemia
A. PENGERTIAN
Menurut Inter-Society (2007), Konsensus Pengelolaan Penyakit Arteri Peripheral
(TASC II), Acute Limb Ischemia (ALI) didefinisikan sebagai penurunan perfusi tiba-tiba
anggota tubuh yang menyebabkan ancaman potensial terhadap viabilitas ekstremitas
(dimanifestasikan dengan nyeri istirahat iskemik, ulkus iskemik, dan atau gangren) pada
pasien yang hadir dalam waktu dua minggu dari peristiwa akut. Pasien dengan manifestasi
yang sama yang hadir lebih dari dua minggu dianggap memiliki iskemia tungkai kritis.
Menurut IA- Khaffaf (2005), Acute Limb Ischemia merupakan suatu kondisi dimana
terjadi penurunan aliran darah ke ekstremitas secara tiba-tiba yang menyebabkan gangguan
pada kemampuan pergerakkan, rasa nyeri atau tanda-tanda iskemik berat dalam jangka waktu
dua minggu dan umumnya iskemia akut tungkai disebabkan oleh proses oklusi akut atau
adanya aterosklerosis.
Oklusi akut dari suatu arteri pada ekstremitas dimana merupakan penurunan secara
tiba-tiba atau perburukan perfusi anggota gerak yang menyebabkan ancaman potensial
terhadap viabilitas ekstremitas. Sebagai hasil dari iskemia akut adalah terjadinya hipoksia
jaringan yang menyebabkan perubahan ireversibel pada otot skelet dan saraf perifer.
Perubahan ireversibel pada otot dan saraf terjadi biasanya setelah empat hingga enam jam
setelah iskemia akut.
Adanya gangguan iskemia biasanya diawali oleh gejala klaudikasio intermiten, yang
merupakan tanda adanya oklusi. Apabila proses aterosklerosis berjalan terus maka iskemia
akan makin hebat dan akan timbul tanda/gejala dari iskemia kritikal. Pasien dengan iskemia
akut tungkai biasanya juga memiliki resiko lain yang disebabkan oleh proses aterosklerosis
seperti stroke, miokard infark, atau kelainan kardiovaskular lainnya.
2. Acute Limb Ischemia (ALI) merupakan salah satu klasifikasi dari Peripheral Artery Disease
(PAD), penyakit arteri perifer yang setiap tahun jumlahnya semakin meningkat. Semakin
banyaknya masyarakat yang mengetahui tanda dan gejala ALI, semakin berkurang
masyarakat yang kehilangan ekstremitas akibat amputasi yang merupakan tindakan akhir dari
kategori terparah dari gangguan arteri ini.
3. B. ETIOLOGI
Berikut ini adalah beberapa kemungkinan penyebab dari ALI:
1. Trombosis
Faktor predisposisi terjadi trombosis adalah dehidrasi, hipotensi, malignan, polisitemia,
ataupun status prototrombik inheritan, trauma vaskuler, injuri Iatrogenik, trombosis pasca
pemasangan bypass graft, trauma vaskuler. Gambaran klinis terjadinya trombosis adalah
riwayat nyeri hilang timbul sebelumnya, tidak ada sumber terjadinya emboli dan menurunnya
(tidak ada) nadi perifer pada tungkai bagian distal.
2. Emboli
Sekitar 80% emboli timbul dari atrium kiri, akibat atrial fibrilasi atau miokard infark. Kasus
lainnya yang juga berakibat timbulnya emboli adalah katup prostetik, vegetasi katup akibat
peradangan pada endokardium, paradoksikal emboli (pada kasus DVT) dan atrial myxoma.
Aneurisma aorta merupakan penyebab dari sekitar 10% keseluruhan kasus yang ada, terjadi
pada pembuluh darah yang sehat.
C. FAKTOR RESIKO
Rangkuti (2008) dan Al-Thani et al (2009) mengatakan bahwa beberapa faktor resiko untuk
penyakit arteri perofer dapat diklasifikasikan menjadi faktor resiko tradisional dan faktor
resiko non tradisional
1. Faktor resiko tradisional (Tidak dapat diubah)
a. Usia
b. Merokok
c. Diabetes Melitus
d. Hiperlipidemia
e. Hipertensi
2. Faktor resiko non tradisional (Dapat diubah)
a. Ras/etnis
b. Inflamasi
c. Gagal ginjal kronik
d. Genetik
e. Hiperkoagulasi
D. KLASIFIKASI ALI
4. Ad hoc committee of the Society for Vascular Surgery and the North American Chapter
of the International Society for Cardiovasculer Surgery menciptakan suatu klasifikasi untuk
oklusi arterial akut. Dikenal tiga kelas yaitu :
Kelas I : Non-threatened extremity; revaskularisasi elektif dapat diperlukan atau tidak diperlukan.
Kelas II : Threatened extremity; revaskularisasi diindikasikan untuk melindungi jaringan dari kerusakan.
Kelas III : Iskemia telah berkembang menjadi infark dan penyelamatan ekstremitas tidak
memungkinkan lagi untuk dilakukan.
Berdasarkan Rutherfort klasifikasi akut limb Iskemik dapat dikategorikan sebagai berikut
:
Kelas I : perfusi jaringan masih cukup, walaupun terdapat penyempitan arteri, tidak ada
kehilangan sensasi motorik dan sensorik, masih dapat ditangani dengan obat-obatan pada
pemeriksaan doppler signal audible.
Kelas IIa : perfusi jaringan tidak memadai pada aktifitas tertentu. Timbul klaudikasio
intermiten yaitu nyeri pada otot ekstremitas bawah ketika berjalan dan memaksakan berhenti
berjalan, nyeri hilang jika pasien istirahat dan sudah mulai ada kehilangan sensorik. Harus
dilakukan pemeriksaan angiografi segera untuk mengetahui lokasi oklusi dan penyebab
oklusi.
Kelas IIb : perfusi jaringan tidak memadai, ada kelemahan otot ekstremitas dan kehilangan
sensasi pada ekstremitas. Harus dilakukan intervensi selanjutnya seperti revaskularisasi atau
embolektomi.
Kelas III : telah terjadi iskemia berat yang mengakibatkan nekrosis, kerusakan syaraf yang
permanen, irreversible, kelemahan ekstremitas, kehilangan sensasi sensorik,kelainan kulit
atau gangguan penyembuhan lesi kulit. Intervensi tindakan yang dilakukan yaitu amputasi.
Akut Limb Iskemik juga dapat diklasifikasikan berdasarkan terminologi:
1. Onset
o Acute : kurang dari 14 hari
o Acute on cronic : perburukan tanda dan gejala kurang dari 14 hari
o Cronic iskemic stable : lebih dari 14 hari
2. Severity
o Incomplit : tidak dapat ditangani
o Complit : dapat ditangani
o Irreversible : tidak dapat kembali ke kondisi normal
o Kategori Klinis Iskemik Tungkai dan Lengan Akut
5. KATEGORI DESCKRIPSI/PROGNOSIS
Temuan Tanda Doppler
HILANGNYA
SENSORIS
KELEMAHAN
OTOT
ARTERI VENA
I. Dapat bertahan
Tidak memberikan ancaman dengan
segera
Tidak ada Tidak ada Terdengar Terdengar
II. Mengancam
a. Secara perlahan
Dapat tertolong jika ditangani
segera
Minimal (ibu
jari) atau tidak
ada
Tidak ada
(Sering)
tidak
terdengar
Terdengar
b. Segera
Dapat tertolong dengan
revskularisasi segera
Melebihi ibu
jari, nyeri pada
saat istirahat
Ringan, berat
(Biasanya)
Tidak
terdengar
Terdengar
III. Tidak dapat
diperbaiki
Hilangnya sejumlah besar jaringan
atau kerusakan saraf yang tidak
dapat dihindari secara permanen
Anastesi yang
dalam
Kelumpuhan
yang berat
(kaku)
Tidak
terdengar
Tidak
terdengar
Modified from Rutherford RB, Baker JD, Ernst C, et al: Recommended standards for reports dealing with lower
extremity ischemia: Revised version. J Vasc Surg 26:517, 1997.
E. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan Gejala dari kasus ALI adalah 6 P, yaitu:
1. Pain (nyeri)
2. Parasthesia (tidak mampu merasakan sentuhan pada ekstremitas),
3. Paralysis (kehilangan sensasi motorik pada ekstremitas),
4. Pallor (pucat),
5. Pulseless (menurunnya/tidak adanya denyut nadi),
6.Perishingly cold/Poikilothermia (dingin pada ekstremitas).
6. F. PATOGENESIS
Pada awalnya tungkai tampak pucat (vena yang kosong), tetapi setelah 6-12 jam akan
terjadi vasodilatasi yang disebabkan oleh hipoksia dari otot polos vaskular. Kapiler akan
terisi kembali oleh darah teroksigenasi yang stagnan, yang memunculkan penampakan
mottled (yang masih hilang bila ditekan). Bila tindakan pemulihan aliran darah arteri tidak
dikerjakan, kapiler akan ruptur dan akan menampakkan kulit yang kebiruan yang
menunjukkan iskemia irreversibel. Nyeri terasa hebat dan seringkali resisten terhadap
analgetik. Adanya nyeri pada ekstremitas dan nyeri tekan dengan penampakan sindrom
kompartemen menunjukkan tanda nekrosis otot dan keadaan kritikal (yang kadang kala
irreversibel). Defisit neurologis motor sensorik seperti paralisis otot dan parastesia
mengindikasikan iskemia otot dan saraf yang masih berpotensi untuk tindakan penyelamatan
invasif (urgent). Tanda-tanda diatas sangat khas untuk kejadian sumbatan arteri akut yang
tanpa disertai kolateral. Bila oklusi akut terjadi pada keadaan yang sebelumnya telah
mengalami sumbatan kronik, maka tanda yang dihasilkan biasanya lebih ringan oleh karena
telah terbentuk kolateral. Adanya gejala klaudikasio intermiten pada ekstremitas yang sama
dapat menunjukkan pasien telah mengalami oklusi kronik sebelumnya. Keadaan akut yang
menyertai proses kronik umumnya beretiologi trombosis.
G. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Anamnesis mempunyai 2 tujuan utama : menanyakan gejala yang muncul pada ekstremitas
yang berhubungan dengan keparahan dari iskemia anggota gerak dan mengkaji informasi
terdahulu, menyinggung etiologi, diagnosis banding, dan kehadiran penyakit yang signifikan
secara berbarengan. Pengkajian sebaiknya dilakukan pada fase pra koroner, pembuluh darah
serebral, dan pembuluh darah sambungan (revaskularisasi). Pengkajian umum yang
sebaiknya dilakukan yaitu mengenai pengkajian riwayat yang jelas mengenai kemungkinan
penyebab dari iskemik pada tungkai, derajat iskemik, termasuk penjadwalan untuk bedah
umum ataupun bedah vascular bila kondisi memungkinkan.
2. Pemeriksaan fisik
Bandingkan dengan ekstremitas kanan dengan kiri (yang terkena efek ALI dengan yang
normal)
Pulsasi
7. Apakah defisit pulsasi bersifat baru atau lama mungkin sulit ditentukan pada pasien penyakit
arteri perifer (PAD) tanpa suatu riwayat dari gejala sebelumnya, pulsasi radialis, dorsalis
pedis mungkin normal pada kasus mikro embolisme yang mengarah pada disrupsi
(penghancuran) plak aterosklerotik atau emboli kolestrol.
Lokasi
Tempat yang paling sering terjadinya oklusi emboli arterial adalah arteri femoralis, namun
juga dapat di temukan pada arteri aksila, poplitea iliaka dan bifurkasio aorta.
Warna dan temperatur
Harus dilakukan pemeriksaan terhadap abnormalitas warna dan temperatur. Warna pucat
dapat terlihat, khususnya pada keadaan awal, namun dengan bertambahnya waktu, sianosis
lebih sering ditemukan. Rasa yang dingin khususnya ekstremitas sebelahnya tidak demikian,
merupakan penemuan yang penting.
Kehilangan fungsi sensoris
Pasien dengan kehilangan sensasi sensoris biasanya mengeluh kebas atau parestesia, namun
tidak pada semua kasus. Perlu diketahui pada pasien DM dapat mempunyai defisit sensoris
sebelumnya dimana hal ini dapat membuat kerancuan dalam membuat hasil pemeriksaan.
Kehilangan fungsi motorik
Defisit motorik merupakan indikasi untuk tindakan yang lebih lanjut, limb-thtreatening
ischemia. Bagian ini berhubungan dengan fakta bahwa pergerakkan pada ekstremitas lebih
banyak dipengaruhi oleh otot proximal.
H. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan yang diperlukan untuk mendiagnosis adanya iskemia akut tungkai adalah:
1. Faktor Risiko Kardiovaskular
Perlu ditanyakan dan diketahui adanya kelainan-kelainan kardiovaskular. Sekitar 30% pasien
dengan iskemia tungkai terbukti pernah mengalami riwayat angina atau infark miokard.
Pemeriksaan untuk mengetahui faktor resiko kardiovaskular adalah : riwayat merokok,
riwayat serangan jantung, tekanan darah, EKG, gula darah, kadar lipid darah.
2. Pemeriksaan Tungkai
Penampakan keseluruhan tungkai: adanya edema, keadaan rambut tungkai, adanya
kemerahan khususnya yang bersamaan dengan sianosis.
Tes Buerger (pucat bila diangkat, kemerahan yang abnormal bila tergantung).
8. Pemeriksaan pulsasi dengan palpasi (A. femoralis, poplitea, tibiabis anterior dan posterior,
dorsalis pedis), yang amat subjektif. Pemeriksaan pulsasi harus dikonfirmasi dengan
pemeriksaan hand-held Doppler.
3. Exercise challange
Pemeriksaan exercise challange harus dilakukan terutama pada pasien yang hanya
mengeluhkan adanya klaudikasio intermiten tanpa gejala dan tanda lain. Pasien diminta untuk
berdiri di samping ranjang periksa dan melakukan jinjit berulang-ulang selama satu menit.
Selanjutnya sambil berbaring dilakukan pemeriksaan pulsasi. Bila ditemukan adanya pulsasi
yang menghilang atau tapping, atau bruit; dapat dipastikan terdapat gangguan aliran darah.
Tekanan darah yang berkurang lebih dari 20% menunjukkan adanya kemungkinan
4. Ankle-Brachial Pressure Index
Dilakukan pengukuran terhadap tekanan darah brakhialis dan arteri pedis dengan
menggunakan tensimeter dan hand-held Doppler. ABPI diperoleh dengan membagi tekanan
darah brakhialis dengan tekanan darah pedis. Angka ABPI normalnya 1,0-1,2; angka dibawah
0,9 kecurigaan kelainan arteri, dan angka 0,8 merupakan batas bawah range normal. ABPI
kurang dari 0,3 menunjukkan adanya iskemia kritikal.
5. Waveform assesment
Pemeriksaan dengan menggunakan continuous-wave Doppler merupakan pemeriksaan yang
penting terutama bila dipasangkan dengan pemeriksaan tekanan darah segmental oleh karena
dapat memperkirakan dengan tepat area (segmen) yang mengalami gangguan.
6. Duplex Imaging
Pemeriksaan color-flow duplex ultrasound memungkinkan visualisasi dan pemeriksaan
hemodinamik dari arteri menggunakan pencitraan grey scale, colour-flow Doppler, dan pulse
Doppler velocity profiles. Pencitraan grey-scale akan menggambarkan anatomi arteri dan
adanya plaque ekhogenik. Color-flow Doppler akan menampilkan aliran darah yang
berwarna dan Doppler velocity profiles akan menghitung kecepatan aliran dalam bagian
penampang arteri yang diperiksa.
7. Angiografi
Pemeriksaan angiografi merupakan pemeriksaan "gold standar" dalam kelainan arteri
perifer. Pada tahun 1990-an, diperkenalkan pengembangan dari angiografi konvensional yaitu
teknik digital subtraction angiography yang dapat "mengaburkan" gambaran tulang sehingga
citra arteri dan percabangannya menjadi lebih jelas dan tajam.
Pemeriksaan angiografi adalah pemeriksaan invasif dan memerlukan izin pasien. Saat
ini di Indonesia pemeriksaan invasif ini dapat dikerjakan oleh radiologis, kardiologis, atau
9. bedah vaskular. Pemeriksaan angiografi memberikan resiko kepada pasien dengan gagal
ginjal oleh karena menggunakan zat kontras.
8. Computed Tomography Angiography
Dalam pemeriksaan ini gambar yang didapat dihasilkan melalui pemeriksaan CT-scan.
Penggunaan CT-scan konvensional untuk pencitraan angiografi tidak memuaskan oleh karena
dibutuhkan banyak potongan gambar yang membutuhkan waktu lama sehingga pencitraan
yang dihasilkan berkualitas buruk. Penemuan helical (or spiral) CT-scan menghasilkan citra 3
dimensi dari pembuluh darah dan dapat memeriksa keseluruhan panjang pembuluh dalam
waktu yang singkat. Citra yang dihasilkan serupa dengan angiografi biasa hanya dalam 3
dimensi, dan sebenarnya tidak bermakna klinis yang lebih baik. Helical CT-scan khususnya
berguna dalam pencitraan kelainan pembuluh darah yang memiliki struktur kompleks seperti
dalam kasus-kasus aneurisma aorta. Helical CT-scan memiliki kerugian yang sama dengan
pemeriksaan angiografi biasa yaitu; berbahaya digunakan pada pasien dengan gagal ginjal.
Zat kontras pada CTA diberikan melalui intravena.
9. Magnetic Resonance Angiography
Citra angiography diperoleh melalui pemeriksaan MRI. Sama dengan CTA; zat kontras
diberikan secara intravena. MRA atau CTA dapat diindikasikan apabila pasien tidak dapat
mentolerir tusukan intra-arterial, misal karena kelainan bilateral atau kelainan perdarahan.
MRA dikontraindikasikan pada pasien dengan alat pacu jantung atau katup prostesis metal.
I. PENATALAKSANAAN
a) Kecepatan adalah penanganan yang utama pada pasien dengan Acute Limb Ischaemia, dalam
6 jam kondisi ini akan menuju kerusakan jaringan secara menetap, kecuali bila segera
direvaskularisasi
b) Akut Limb Iskemik yang disebabkan oleh emboli dilakukan pengobatan dengan warparin
atau embolektomi sedangkan yang disebabkan oleh trombus angiografi dan dilakukan
tindakan bypass atau pemberian obat-obatan seperti fibrinolitik.
c) Pasien dengan ALI umumnya dalam klinis yang tidak stabil. Perhatikan saat kritis, saat yang
tepat untuk melakukan prosedur CPR. Berikan oksigen 100%, pasang akses intravena,
berikan terapi cairan dalam dosis minimal (1 liter NaCl untuk 8 jam, kecuali bila pasien
dehidrasi, pemberian sebaiknya sedikit lebih cepat). Ambil sampel laboratorium untuk
pemeriksaan hitung jenis sel, ureum, kreatinin, elektrolit, GDS (bila disertai dengan DM),
enzim jantung, bekuan darah dan proses pembekuan, dan penanganannya. Bila
memungkinkan pemeriksaan trombofilia, dan profil lipid juga dibutuhkan.
10. d) Lakukan foto thoraks dan rekam irama jantung. Dan jika ditemukan pasien dalam kondisi
aritmia, segera bantu dengan monitor fungsi kerja jantung. Lakukan pemasangan kateter urin
jika pasien dalam kondisi dehidrasi dan perlu untuk dimonitor nilai keseimbangan cairannya.
Kolabarasi pemberian opium untuk anastesi jika keluhan nyeri hebat ada.
Terapi :
1. Preoperative antikoagulan dengan IV heparin
2. Resusitasi cairan, koreksi asidosis sistemik, inotropik support
3. Terapi pembedahan diindikasikan untuk iskemia yang mengancam ekstremitas
4. Thrombolektomi/embolektomi (dapat dilakukan dengan Fogarty baloon catheter, dimana
alat tersebut dimasukkan melewati sisi oklusi, dipompa, dan dicabut sehingga membawa
trombus/embolus bersamanya). Trombolektomi juga dapat dilakukan distal dari sisi teroklusi,
dimana hampir 1/3 penderita dengan oklusi arteri mempunyai oklusi di tempat lain,
kebanyakan trombus distal.
5. Melindungi vascular bed distal terhadap obstruksi proksimal merupakan hal yang sangat
penting dan dapat dipenuhi oleh antikoagulan sistemik yang diberikan segera dengan heparin
melalui intravena. Heparinisasi sistemik menawarkan suatu perlindungan dapat melawan
perkembangan trombosis distal dan biasanya tidak menyebabkan masalah yang bermakna
sepanjang prosedur operasi, beberapa keuntungan pheologic telah di klaim untuk pemberian
larutan hipertonik seperti manitol.
6. Potasium mungkin dilepaskan ketika integritas terganggu oleh iskemia. Keadaan yang
hiperkalemia seringkali menjadi respon terhadap pemberian terapi glukosa, insulin dan cairan
pengganti ion. Lactic academia dapat diterapi dengan pemberian sodium bicarbonate secara
bijaksana.
7. Terapi utama akut iskemia adalah pembedahan dalam bentuk embolektomi atau tindakan
rekonstruksi pembedahan vaskuler yang sesuai. Terapi non pembedahan pada iskemia akut
dari episode emboli atau trombolitik dapat dilakukan dengan streptokinase atau urokinase.
8. Terapi ALI merupakan suatu keadaan yang darurat untuk meminimalisasikan penundaan
dalam melepaskan oklusi merupakan hal yang penting, karena resiko kehilangan anggota
gerak meningkat sejalan dengan durasi iskemia akut yang lama. Pada suatu penelitian angka
amputasi ditemukan meningkat terhadap interval antara onset dari akut limb iskemia dan
eksplorasi (6 % dalam 12 jam, 12% dalam 13-24 jam, 20 % setelah >24 jam). Hal inilah yang
menyebabkan untuk mengeliminer segala pemeriksaan yang tidak esensial terhadap
kebutuhan intervensi.
11. 9. Preintervensi anti koagulan dengan kadar terapeutik heparin mengurangi tingkat morbiditas
dan mortalitas (bila dibandingkan dengan tidak menggunakan antikoagulan) dan merupakan
bagian dari keseluruhan strategi terapi pada pasien. Hal ini bukan hanya membantu mencegah
terbentuknya bekuan darah. Namun, pada kasus embolisme arterial juga amitigasi melawan
embolus lain
J. KOMPLIKASI
1. Hiperkalemia
2. Sindrom kompartemen (nyeri saat flexi/extensi, kelemahan otot, tidak mampu respon terhadap
stimulasi sentuhan, pucat, nadi lemah/tidak teraba). Pembengkakan jaringan dalam kaitannya
dengan reperfusi menyebabkan peningkatan pada tekanan intra compartment tekanan,
penurunan aliran kapiler, iskemia, dan kematian jaringan otot (pada >30 mmHg).
Penanganannya adalah dengan dilakukannya fasciotomy. Terapitrombolitik, akan
menurunkan risiko compartment syndrome dengan reperfusi anggota gerak secara berangsur-
angsur.