2. Assalamu alaikum Wr. Wb.,
9/28/2016 2Drs. H. Waluyo Daryadi KS.
Salam Sejahtera,
Hom Swasthi Asthu
Halo/Hai
Perkenalkan
Nama saya : H. Waluyo Daryadi KS
Umur saat ini : 80 tahun
Saya tugas mengajar : Pengantar Perpajakan
3. Kuliah Pengantar Perpajakan
Sekarang ini adalah gabungan dari 4 (empat) MK
sebelumnya , yaitu:
9/28/2016 3Drs. H. Waluyo Daryadi KS.
1. Pengantar Umum Perpajakan;
2. Pengantar Teori Pajak atas Penghasilan;
3. Pengantar Teori pajak atas Konsumsi.
4. Pengantar Singkat Perpajakan Internasional
4. Beda Pengantar Perpajakan dengan
Pengantar (Ilmu) Hukum Pajak :
9/28/2016 4Drs. H. Waluyo Daryadi KS.
Pengantar Perpajakan :
Sudut pandang ilmu ekonomi;
= tinjauan, pembahasan dan latar belakang
berdasarkan ilmu ekonomi
Pengantar (Ilmu) Hukum Pajak :
Sudut pandang ilmu hukum
= tinjauan, pembahasan, latar belakang dan
sumber dasar, penjelasan dari ilmu Hukum dan
hukum positif perpajakan yang berlaku.
5. Definisi Pajak :
1. Konsiderans menimbang huruf a. UU No. 6/1983,
UU No. 7/1983, UU No. 8/1983 filosofi dari
perpajakan merupakan kewajiban kenegaraan
setiap warga untuk turut berperan serta dalam
pembiayaan Negara dan pembangunan nasional;
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 5
Keterangan, ini pemikiran asli/nasional dalam
Pansus DPR tahun 1983 yang mengutamakan asas-
asas ke-Indonesiaan atas dasar “gotong royong
nasional”. Ciri khas, tak ada kata “memaksa”. Paksaan
dengan sendirinya ada dalam sifat hukum pada
umumnya, yaitu: Hukum bersifat: 1) mengatur, 2)
memaksa. Ada kandungan pemahaman bahwa
rakyat benar-benar “subyek hukum”, yang
bermartabat = di”orang”kan.
6. 9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 6
2. Definisi menurut UU KUP th 2007 (Psl 1 angka 1):
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebasar-
besarnya kemakmuran rakyat.
Perancangan UU 2007 lebih didasarkan pola fikir
“Barat”/USA/Eropa: Kata “peran serta” menjadi
“kontribusi wajib” (seolah-olah peran gotong royong
menjadi hilang). Penekanan kata “yang bersifat
memaksa” seolah-olah menganggap Subyek Pajak
(Indonesia) hanya menjadi “obyek” pemungutan
pajak oleh Negara; semua serba terpaksa. Lihat
pengaruh definisi Pajak dari Adriani!
7. The History and Anthropology of Taxation
(sejarah dan antropologi pajak) :
- Asal – usul pajak; dari suku-suku nomad (pengembara)
dalam kebiasaan memenuhi kebutuhan bersama,
dengan cara berburu dan meramu (hunting and
gathering).
- Sejarah pajak dari zaman kuno sampai sekarang.
- Dari kebiasaan memenuhi kebutuhan hidup bersama
tersebut diketahui pada zaman modern sekarang apa
yang disebut : Partisipasi/Reciprositi dan Redistribusi.
- Pada awal perkembangan / masa Kristus dikenal
nama/istilah “levy” pungutan yang sama dengan
pajak. Selanjutnya lihat/baca Diktat “Ringkasan Mata
Kuliah Pengantar Perpajakan” oleh Waluyo Daryadi KS.
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 7
8. - Dari sisi Islam, surat QS. 9 : At-Taubah (ayat 29)
dikenal istilah “Jizyah”, yaitu pajak diri (per
kepala) yang dipungut oleh Pemerintahan Islam
terhadap penduduk non muslim di Madinah.
- Dalam sejarah pajak Indonesia pernah ada Pajak
Bangsa Asing, yang kira-kira sama dengan “Jizyah”
di Madinah.
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 8
9. Definisi dari Para Ahli :
1. Adams, H.C. (1851 – 1921) : ekonomi
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 9
2. Adriani, P.J.A. Prof.Dr. : hukum
3. Bastable C.F. : ekonomi
4. Beaulieu, Leroy (Perancis) : ekonomi dan hukum
5. Deutche Reichs Abgaben Ordnung (R.A.O.–1919) : hukum
6. Feldman, N.J. Mr.Dr. : hukum
7. Seligman, Edwin R.A Prof. : ekonomi
8. Smeets, M.H.J. : hukum
9. Sommerfeld, Ray M. : ekonomi
10. Taylor, Philip E. : kritik/saran thd Seligman without
reference menjadi with little
reference = ekonomi
Semua definisi berasal dari Pakar-pakar atau Pemikir Perpajakan
Eropa/Amerika. Oleh karenanya definisi Pajak adalah Pasal 1 angka 1 UU
KUP 2007 menampung/memasukkan pemikiran para Pakar tersebut.
10. BEBERAPA DEFINISI PAJAK
1. ADAMS, C.H. , pakar ekonomi dan filsuf Amerika :
“tax is a contribution from the citizen to the support
of the state” (dlm. Safri Nurmantu-2003), yang kira-
kira artinya = “pajak adalah kontribusi rakyat utk.
mendukung negara”.
Definisi ini lebih cocok dengan filosofi yang
terkandung dalam konsiderans “menimbang” dari ke
tiga UU Perpajakan hasil Reformasi Perpajakan
Tahun 1983, Kontribusi = peran serta.
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 10
11. 2. Adriani P.J.A. (ahli hukum) : “pajak adalah iuran
kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang
terutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat
prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan
yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran umum berhubungan dengan tugas
Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”
(Santoso Brotodihardjo-1982).
Definisi inilah yang dijadikan pedoman bagi definisi
Pajak Pasal 1 angka 1 UU KUP 2007.
Pengaruh Adriani dalam konsep UU Pajak Indonesia
sangat besar.
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 11
12. 3. Bastable C.F. pakar ekonomi : “tax is a compulsory
contribution of the wealth of a person or body of
persons for the service of the public power” (idem
Safri Nurmantu); kira2 artinya : pajak adalah
kontribusi wajib dari kekayaan seseorang atau
badan untuk pelayanan publik/Negara (kepada
warganya).
4. Beaulieu, Leroy (Perancis): “pajak adalah bantuan,
baik secara langsung maupun tidak, yang
dipaksakan oleh kekuasaan publik, dari penduduk,
atau dari barang, untuk menutup belanja
Pemerintah”, (idem Santoso Brt), ekonomi & hukum
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 12
13. 5. R.A.O. 1919 (Jerman) : ”pajak adalah bantuan uang
secara insidentil atau secara periodik (dengan tidak
ada kontra prestasinya), yang dipungut oleh Badan
yang bersifat umum(=Negara), untuk memperoleh
pendapatan, di mana terjadi suatu Tatbestand (=
sasaran pemajakan), yang karena UU telah
menimbulkan utang pajak” (idem Santoso
Brotodihardjo).
6. Feldman, N.J. : “Pajak adalah prestasi yang
dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada
Penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan
secara umum), tanpa adanya kontra prestasi, dan
semata-mata digunakan untuk menutup
pengeluaran-pengeluaran umum” (Santoso
Brotodihardjo idem), hukum.
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 13
14. 7. Seligman, E.R.A. , pakar ekonomi : a tax is a compulsory
contribution from the person to the government to defray
expences incurred in the common interest of all without
reference to special benefit “ (Safri Nurmantu – idem), yg
kira2 artinya : Pajak adl kontribusi wajib dari rakyat kpd
pemerintah utk membiayai pengeluaran yg hrs
ditanggung dlm rangka memenuhi kepentingan semua
pihak, tanpa dapat dituntut secara khusus imbalan
Negara kpd rakyat ybs.
8. Smeets, M.H.J. : “ Pajak adl prestasi kpd Pemerintah yg
terutang melalui norma2 umum, dan yg dpt dipaksakan,
tanpa adanya kontra prestasi yg dpt ditunjukkan dlm hal
yg individual; maksudnya adl utk membiayai
pengeluaran Pemerintah” (Santoso Brt-idem).
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 14
15. 9. Sommerfeld, Ray M. (dlm Prof. Mansury Ph.D.-
2002): A tax can be defined meaningly as any nonpenal
yet compulsory transfer of resources from the private to
the public sector, levied on the basis of predeterment
criteria and without receipt of a specific benefit of equal
value, in order to accomplish some of nation’s economic
and social objectives” , yg kira2 artinya : pajak dapat
diartikan sebagai transfer/pemindahan sumber-sumber
(kekayaan) yang wajib dilakukan dari sektor swasta ke
sektor publik (negara), tetapi sifatnya bukan hukuman,
yang dipungut berdasarkan kriteria-kriteria yang
ditetapkan terlebih dahulu (UU), tanpa mendapatkan
manfaat/imbalan yang sama nilainya secara khusus
(dengan yang diserahkan), dalam rangka melaksanakan
tujuan-tujuan ekonomis dan sosial dari suatu bangsa
(negara).
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 15
16. 10. Rochmat Soemitro, Prof. Dr. SH (dlm Santoso
Brotodihardjo): “Pajak adl iuran rakyat kpd Kas
Negara berdsrkan UU (yg dpt dipaksakan) dgn tiada
mendpt jasa-timbal (kontra prestasi), yg langsung
dpt ditunjukkan dan yg digunakan utk membayar
pengeluaran umum”
11. Soeparman Soemahamidjaja, Dr. (dlm idem
no.10) : “Pajak adl iuran wajib, berupa uang atau
barang, yg dipungut oleh penguasa berdsrkan
norma2 hukum guna menutup biaya2 produksi dan
jasa2 kolektip dlm mencapai kesejahteraan umum”.
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 16
17. 12. Definisi pajak berdasarkan tax reform
Indonesia th. 1983 dapat disarikan dari dalam
konsiderans menimbang huruf a yang dirangkai
dengan huruf b UU No. 8 th. 1983 PPN & PPnBM,
kira-kira menjadi :
pajak adalah salah satu perwujudan kewajiban
kenegaraan bagi setiap warga negara yang
merupakan sarana peran serta dalam pembiayaan
negara dan pembangunan nasional, yang dipungut
berdasarkan asas kegotong royongan nasional.
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 17
18. Beberapa Unsur / Ciri Pokok Dalam Definisi Pajak,
(lihat Safri Nurmantu dan Santoso Brotodihardjo) :
Dari definisi-definisi tsb. di atas ada beberapa unsur
yang berulang-ulang disebut, yaitu :
1. Pajak sama dengan iuran atau pungutan ;
2. Pajak dipungut berdasarkan UU ;
3. Pemungutan pajak dapat dipaksakan ;
4. Tidak menerima atau memperoleh imbalan / kontra
prestasi langsung (dari negara setelah bayar pajak);
5. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran
Pemerintah .-
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 18
19. Ada 6 (enam) syarat yang perlu diperhatikan untuk
menyusun struktur perpajakan yg baik (Musgrave &
Musgrave – 1983), yaitu (dlm bhs. Indonesia kira2) :
1. Distribusi beban pajak hrs adil bagi semua
lapisan WP
ad.1. adalah dalam arti keadilan horizontal dan
keadilan vertikal bagi subyeknya dan
terhadap obyek yang sama.
2. Interfensi pajak dlm pengambilan keputusan
ekonomi hrs dpt dikurangi ;
ad.2. peraturan tertentu pajak-pajak jangan
justru menghambat pertumbuhan
ekonomi masyarakat.
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 19
20. 3. Kebijaksanaan perpajakan yg fungsinya regulatory ,
jangan sampai menimbulkan ketidakadilan dlm
sistemnya ;
ad.3. Lihat ad.1, dan juga fungsi mengatur dari
perpajakan harus mengikuti “sistem”
perpajakan yang berlaku umum; misalnya
penerapan “withholding” (mpo) jangan sampai
merusak dasar-dasar sistem self assessment
(mps) .
4. Struktur perpajakan hrs memberikan kemudahan
bagi kebijaksanaan fiskal utk pertumbuhan dan
stabilisasi ;
ad.4. Contoh ->pemilihan struktur tarif tunggal atau
majemuk, progresif atau proporsional atau
kombinasi keduanya atau struktur sasaran
obyek kena pajak selalu ditujukan bagi
pertumbuhan ekonomi dan demi stabilisasi
ekonomi.
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 20
21. 5. Administrasi perpajakan hrs adil, tidak
memihak (utk kepentingan pajak saja), dan
mudah dimengerti oleh WP;
ad.5. Semua Subyek Pajak/Wajib Pajak
diperlakukan sama di mata (aparat) pajak,
tidak diskriminatif, misalnya WP besar
diperlakukan istimewa, sedang WP kere-
kere diremehkan. Petunjuk Pelaksana
(Juklak) Administrasi dan pelayanan
dipahami/ dimengerti baik bagi Aparat
Pajak maupun WP.
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 21
22. 6. Biaya administrasi serendah mungkin (efisien)
dan biaya peningkatan kepatuhan pajak
memadai (efektif).
ad.6. Biaya Administrasi Pemungutan Pajak
(Cost of Collection) sehemat-hematnya
tetapi tetap dapat menjamin kelancaran
pemungutan pajak. Biaya Peningkatan
Kepatuhan Pajak (Cost of Compliance)
yang dikeluarkan harus sepadan dengan
meningkatnya kepatuhan WP dalam
membayar pajak memenuhi hak dan
kewajiban perpajakannya.
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 22
23. Asas Dan Prinsip Pemungutan Pajak
Ada dua asas yang dianut dlm hal ini, yaitu :
- asas manfaat (benefit principle) ; dan
- asas kemampuan bayar (ability to pay principle) .-
1. Asas Manfaat :
Pajak dipungut oleh Negara karena rakyat memperoleh
manfaat berbagai kemudahan dan perlindungan dari
Negara . Perlindungan dan kemudahan itu dibiayai oleh
Negara dgn dana yang berasal dari pajak.
2. Asas Kemampuan Bayar :
Besarnya pajak yg dipungut oleh Negara disesuaikan dgn
kemampuan bayar (tingkat tinggi rendahnya penghasilan)
rakyatnya.
Lihat ad.1 dan ad.4 dari Musgrave & Musgrave yang lalu.
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 23
24. Apa landasan (hukum) yang membenarkan bagi
Negara utk memungut pajak :
Ada berbagai teori/mazhab/faham dalam
landasan ini, yaitu:
1. Teori Asuransi
2. Teori Kepentingan
3. Teori Bakti
4. Teori Gaya Pikul
5. Teori Asas Gaya Beli
6. Teori Pembangunan
Catatan : Teori/mazhab/faham tersebut di
atas adalah sebagian dari Sejarah
dan Antropologi Pajak.
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 24
25. Apa landasan (hukum) yang membenarkan bagi
Negara utk memungut pajak :
1. Teori Asuransi
Negara bertanggung jawab menjamin berbagai
kemudahan dan perlindungan bagi rakyat . Oleh
karana itu “seperti perusahaan asuransi” Negara
menarik pajak seperti perusahaan asuransi
menagih premi dari para nasabahnya.
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 25
2. Teori Kepentingan
Negara memungut pajak dari penduduknya krn
penduduk punya kepentingan kpd Negara.
Makin besar kepentingan penduduk kpd Negara,
maka makin besar pula perlindungan negara kpd
nya dan oleh krn itu makin besar pula pajak
(premi) yg hrs dibayar kpd Negara.
26. 3. Teori Bakti
Pemerintah punya kedaulatan atas (tumpah darah)
rakyat dan negaranya; dan rakyat diminta peran
sertanya utk berbakti kpd negerinya . Bentuk bakti
itu adl. berupa pajak atau iuran kpd negaranya.
(Teori ini secara tersirat dianut dlm UU Perpajakan
Indonesia tahun 1983 dlm konsiderans menimbang
huruf a).
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 26
4. Teori Gaya Pikul
Dlm memungut pajak, Negara hrs memperhatikan
kemampuan daya beli penduduknya. Oleh karena
itu penduduk membayar pajak disesuaikan dgn
kemampuan daya pikul masing masing. Teori ini
sesuai dgn asas kemampuan bayar (ability to pay)
tsb. di atas. UU Pajak Indonesia juga menganut asas
dan teori ini.
27. 5. Teori Asas Gaya Beli
Dengan memungut pajak berarti Negara menarik
sebagian daya beli penduduk/ masyarakat ke sector
Negara; kemudian Negara menyalurkan kembali dana
(daya beli masyarakat tsb) dlm bentuk
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
nasional utk kesejahteraan masyarakat/penduduknya.
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 27
6. Teori Pembangunan
Teori ini menekankan pentingnya pembangunan Negara
untuk menciptakan dan merealisasikan cita-cita
pemerintahannya, yaitu keadilan, kemakmuran,
kesejahteraan lahir dan batin bagi seluruh lapisan
masyarakat. Oleh kerana itu masyarakat diminta
membiayai pengeluaran utk pembangunan tsb melalui
pembayaran pajak demi kelangsungan pembangunan
(nasional) Negara. Indonesia juga tersirat menganut
teori ini ; “ pajak adalah wujud peran serta rakyat dalam
pembiayaan Negara dan Pembangunan Nasional”.
28. Ada beberapa asas yang dipakai dalam Pemungutan
Pajak oleh Negara
1. Asas Juridis
Pemungutan pajak hrs berdasarkan UU yg
mengaturnya sesuai moto: “tiada pajak tanpa UU”.
Undang-Undang Dasar 1945 Psl 23 ayat (2): “Segala
Pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-
undang”. Setelah Amandemen menjadi Psl 23A :
“Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa
untuk keperluan negara diatur dengan undang-
undang”. Tanpa UU dan peraturan yg dibuat utk
pemungutan pajak, maka namanya “pungli”. Jadi
semua pungutan pajak-pajak oleh Negara harus
dimuat dalam UU yang mengaturnya sesuai amanat
Konstitusi. Demikian juga pajak-pajak Daerah dan
Retribusi Daerah harus diatur dalam Peraturan
Pemprof, Peraturan Pemkab/Pemkota. Semuanya
dengan persetujuan DPR, DPRD Provinsi/DPRD
Kab/Kota.
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 28
29. 2. Asas Ekonomis
Pemungutan pajak oleh Negara jangan sampai
mengintervensi/merusak kegiatan perekonomian
masyarakat; jangan sampai membebani masyarakat
sehingga mematikan kegiatan ekonomi; jangan sampai
menghambat produksi, distribusi, dan konsumsi rakyat.
Lihat ad.1, ad.2, ad.3, dan ad.4 dari Musgrave & Musgrave
yang lalu.
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 29
3. Asas Finansial (dan asas kecukupan)
Biaya yg dikeluarkan utk pemungutan pajak hrs sehemat
mungkin/jauh lebih rendah daripada jumlah pajak yg
dikumpulkan ke dlm Kas Negara. Sebaliknya pajak yg
masuk ke Kas Negara hrs sedemikian rupa (tidak
berlebihan), sehingga (tdk bertentangan dgn asas
ekonomis) cukup (secukupnya) utk pembiayaan negara
dan pembangunan nasional. Biasanya sdh ditentukan
dlm APBN tiap-tiap thn. Lihat ad.5, dan ad.6 dari
Musgrave & Musgrave yang lalu.
30. 4. Asas / Prinsip Pemungutan Pajak (Adam Smith):
a. Keadilan atau Equality
Pengenaan pajak hrs adil dan merata, sebanding
dgn kemampuan masing-masing Subyek
Pajak, ingat asas ability to pay, atau sesuai
manfaat yg diterima subyek ybs, ingat asas
benefit. Keadilan dpt dibedakan menjadi :
1). Keadilan horizontal : atas penghasilan yang
sama besarnya diterima oleh seseorang
dikenakan pajak yg sama pula besar
(tarip)nya.
2). Keadilan Vertikal : atas penghasilan yg lebih
besar dikenakan pajak yg lebih tinggi pula
taripnya.
Lihat ad.1, dan ad.3 dari Musgrave & Musgrave
yang lalu.
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 30
31. b. Kepastian atau Certainty
Pajak ditetapkan secara jelas dan pasti menurut
ketentuan, dan tidak semaunya dan seenaknya oleh
penguasa, ingat definisi Sommerfeld, bahwa pajak
dikenakan atas dasar “on the basis of predetermined
criteria” ketentuan yg sdh ditetapkan lebih dulu.
Ukuran kepastian dlm pengenaan pajak meliputi beberapa hal,
yaitu kepastian thd. :
>> siapa yg hrs dikenakan pajak subyek pajaknya ;
>> apa yg akan dikenakan pajak obyekpajaknya utk
menentukan DPP ;
>> berapa besar jumlah (beban) pajak yg hrs dibayar (oleh subyek
pajak);
>> bagaimana (cara) pembayaran pajak dilakukan;
>> kapan (saatnya) pajak hrs dibayar; dan
>> di mana (tempat) pajak yg terutang hrs dibayar.
Ukuran kepastian tersebut di atas harus dimuat dalam setiap
Perundang-undangan Perpajakan.
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 31
32. c. Kemudahan atau Convenience ;
Pajak dibayar pd saat yg tepat atau saat yg mudah
bagi subyek utk segera melunasi utang pajak tsb. Saat
atau waktu yg terbaik adl. pada waktu subyek pajak
atau wajib pajak menerima atau memperoleh
penghasilan, atau pada waktu mengeluarkan/
membelanjakan penghasilan utk konsumsi atau
investasi. Maka muncul istilah “pay as you earn”,
bayarlah pajak pada saat anda menerima
(penghasilan); atau istilah “pay as you go”, bayarlah
pajak pada saat anda pergi (dari kasir toko / penjual).
Kemudahan juga hrs diberikan saat wajib pajak
mengurus kelebihan bayar (restitusi), mengangsur
pajak bulanan dan kemu dahan pelayanan lainnya yg
dpt disediakan oleh fiskus.
Lihat juga ad.5 dari Musgrave & Musgrave yang lalu.
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 32
33. d. Efisien/hemat atau Efficiency atau Economy
Biaya yg dikeluarkan oleh fiskus dlm memungut
pajak (collection cost), dan biaya yg dikeluarkan
oleh wajib pajak dlm memenuhi kewajiban
perpajakannya (compliance cost), hrs se hemat
mungkin (tidak boros), sehingga penerimaan
pajak yg diharapkan masuk ke Kas Negara dapat
optimal, namun tidak menghambat kegiatan
ekonomi masyarakat Ingat asas ekonomis
dlm pemungutan pajak.
Lihat juga ad.6 dari Musgrave & Musgrave yang
lalu.
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 33
34. 5. Asas Netralitas (Neutrality Principle)
a. Netralitas Internal
Dalam pemungutan pajak, baik itu pajak atas
penghasilan, maupun pajak atas konsumsi (Cijbren
Cnossen ; J. Reugebrink ; Ben Terra ; dan John F. Due
dalam Mansury). Ingat juga asas ekonomis tsb di
atas. Maksud netral adl. tidak membedakan (non
diskriminasi) karena asal-usul subyek, obyek, status
subyek dan obyek. Netral juga dapat berarti tidak
mempengaruhi pilihan alokasi sumber/faktor
produksi atau distribusi dlm kegiatan ekonomi; tidak
menghambat pertumbuhan ekonomi masyarakat .
b. Netralitas Eksternal
- Asas Origin
- Asas Destinasi
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 34
Ikuti teks Teori Pajak Atas
Konsumsi
35. 6. Asas Pembangunan
Asas ini sama dgn teori pembangunan yg menjadi
falsafah dasar negara berhak memungut pajak.
Pajak dipungut utk menunjang laju pembangunan
nasional di segala bidang kehidupan rakyat,
menghilangkan perbedaan/kesenjangan antara
rakyat (di) antara Pusat dan Daerah. ingat
definisi pajak dari Soeparman S ; juga ingat fungsi
mengatur dari pajak yg akan dijelaskan kemudian.
Asas ini merupakan bagian dari Fungsi Mengatur
dari Pajak.
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 35
36. Fungsi Pajak
1. Fungsi Kas (Budgetair / Budgetary Function)
Mengisi Kas Negara sesuai kebutuhan.
Fungsi Kas merupakan fungsi utama dari Pajak yaitu
memasukkan uang (pajak) sebanyak yang ditetapkan
dalam UU APBN setiap tahunnya.
2. Fungsi Mengatur (Regulerend / Regulatory
Function)
Disebut juga fungsi fiskal untuk mencapai tujuan
tertentu kebijakan pemerintah dalam bidang
Poleksosbudbanghankam, realokasi,
redistribusi.
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 36
37. Fungsi Mengatur dapat berdampak :
1. Mengurangi Penerimaan Pajak Negara
seperti fasilitas Pembebasan Pajak, Keringanan
Pajak (Tax Holiday dan Tax Allowance) baik
dalam Pajak atas Penghasilan dan Pajak atas
Konsumsi.
2. Menambah Penerimaan Pajak Negara
(relative)
seperti Pengenaan tarif progresif untuk tingkat
penghasilan tertentu. Pengenaan pajak
kemewahan (PPnBM) atas barang-barang
tertentu yang tergolong mewah.
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 37
38. 3. Fungsi mengatur yang berdampak mengurangi
Penerimaan Pajak Negara,
biasanya disebut Belanja Pajak/Pengorbanan Pajak
(Tax Spending atau Tax Expenditure).
Fungsi mengatur yang berdampak menambah
Penerimaan Pajak,
biasanya disebut penerimaan tambahan/ekstra bagi
Negara. Biasanya dalam bentuk pengenaan Cukai
atas produk tertentu, charge, surcharge, atau extra
charge atas produk tertentu yang tergolong mewah
atau Pajak Ekspor atas komoditas tertentu asal RI.
Ini semua dimaksudkan untuk menunjang pelaksanaan
Fungsi Mengatur dari Pajak.
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 38
39. Pembagian Pajak
Berdasarkan Golongan :
1. Pajak Langsung (PL)
2. Pajak Tidak Langsung (PTL)
ad. Pembagian Pajak berdasarkan Golongan
Pembagian dapat dijelaskan dari periode/fase:
Fase sebelum Reformasi Tahun 1983
Fase sejak Reformasi Tahun 1983
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 39
40. Fase sebelum Reformasi Tahun 1983
Pembagian PL dan PTL dibedakan :
1. Juridis
2. Ekonomis
3. Finansial
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 40
PL alasan Juridis
PL alasan Ekonomis
PL alasan Finansial
PTL alasan Juridis
PTL alasan Ekonomis
PTL alasan Finansial
Fase sesudah Tax Reformasi 1983
PL…………………………
PTL ……………………….
41. 9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 41
Berdasarkan Sifat :
1. Pajak Subyektif Pajak Personal/Individual
2. Pajak Obyektif Pajak Inrem
Berdasarkan Wewenang Pemungutannya :
1. Pajak Pusat
2. Pajak Daerah
Berdasarkan Sasaran dari Sektor Kegiatan Ekonomi :
1. Pajak atas sektor penghasilan
Ikuti kuliah Bagian/Buku II
Pengantar Teori Pajak Atas Penghasilan (PAPh)
2. Pajak atas sektor pengeluaran/belanja konsumsi dan
investasi
Ikuti kuliah Bagian/Buku III
Pengantar Teori Pajak Atas Konsumsi (PAK)
Baca literatur yang sudah tersedia di
toko-toko Buku.
42. Subyek Pajak / Wajib Pajak / Pengusaha Kena
Pajak (PKP)
1. Orang Pribadi/Individu Alamiah/nature
2. Badan dalam bentuk apapun
3. Bentuk Usaha Tetap (BUT) Permanent
Establishment berupa orang pribadi atau badan
yang merupakan perwakilan subyek luar negeri.
Subyek yang memenuhi syarat subyektif dan obyektif
untuk dikenakan pajak disebut Wajib Pajak (WP).
WP yang memenuhi persyaratan ketentuan pajak atas
konsumsi disebut Pengusaha Kena Pajak (PKP)
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 42
43. TERMINOLOGI PAJAK DLM. BHS. INGGERIS
1. Tax; diartikan pajak pada umumnya
2. Levy; diartikan lebih bersifat pungutan
3. Charge; diartikan pajak yang bersifat retribusi
4. Surcharge; diartikan beban pajak tambahan
5. Duty; diartikan pungutan bea
6. Customs; diartikan pungutan atas lalu lintas barang
ke dalam daerah pabean (Bea Masuk/Bea Keluar).
7. Excise; diartikan sebagai pungutan cukai atas
barang-barang tertentu.
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 43
44. Bukan Subyek / Bukan Obyek
1. Yang bukan Subyek Pajak umumnya ditetapkan
dalam Undang-Undang baik secara yuridis, teritorial
maupun finansial ekonomis tidak termasuk / tidak
memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak (WP).
2. Yang bukan Obyek Pajak umumnya ditetapkan
dalam Undang-Undang sebagai obyek (Penghasilan
tertentu/transaksi tertentu) tidak dikenakan
pajak/dikecualikan/dibebaskan.
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 44
Selanjutnya ikuti kuliah Bagian/Buku II,
Bagian/Buku III, dan Bagian/Buku IV tentang
Pengantar Singkat Perpajakan Internasional.
45. Pembedaan Subyek Pajak
1. Subyek Pajak Dalam Negeri dengan kriteria
tertentu pada umumnya tinggal di Indonesia, atau
berada di Indonesia dalam jangka waktu tertentu.
Wujud Subyek : Orang Pribadi; Warisan Tak Terbagi
menggantikan yang berhak dan badan yang
didirikan di Indonesia.
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 45
2. Subyek Pajak Luar Negeri tidak bertempat tinggal
di Indonesia tetapi memperoleh penghasilan/
menjalankan transaksi di Indonesia dengan
kriteria tertentu ingat time test.
Wujud : Orang Pribadi Luar Negeri (expatriate)
dan Bentuk Usaha Tetap (BUT)
46. Asas Pengenaan Pajak
Berdasarkan :
1. Asas Domisili
2. Asas Lokasi
3. Asas Sumber
4. Asas Nasionalitas
5. Asas Destinasi
6. Asas Orginalitas
7. Asas Netralitas (Internal/External)
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 46
47. Tatacara dan Sistem
Pemungutan/Penetapan/Pengenaan Pajak
Tatacara (stelsel) :
- Stelsel Riil (keadaan sesungguhnya)
- Stelsel fiktif (perkiraan)
- Stelsel Campuran
9/28/2016 Drs. H. Waluyo Daryadi KS. 47
Sistem Pemungutan / Penetapan Pajak :
- Official Assessment (secara Jabatan)
- Self Assessment (dilaksanakan sendiri oleh WP)
- Withholding (tax) System (pemungutan oleh pihak
ketiga)