Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Dokumen tersebut membahas tentang akuntansi perpajakan dan pembukuan dalam perspektif perpajakan di Indonesia.
2) Menguraikan definisi akuntansi dan akuntansi perpajakan serta ketentuan pembukuan menurut undang-undang perpajakan di Indonesia.
3) Membandingkan SPT tahunan PPh badan dengan laporan keuangan komersial dari beberapa aspek seperti pedoman penyusunan
2. 2
PEMBUKUAN DALAM PERSPEKTIF
PERPAJAKAN
• Definisi Akuntansi & Akuntansi Perpajakan
• Pembukuan dalam Perspektif Pajak
– Pasal 28 UU No. 28 tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
• Stelses Kas dan Stelsel Akrual Dalam
Pembukuan
• Siklus Akuntansi
3. Definisi Akuntansi
“Accounting is a service activity. Its
function is to provide quantitative
information, primarily financial in nature,
about economic entities that is intended to
be useful in making economic decisions—
in making reasoned choices among
alternative courses of action.”
(Statement of the Accounting Principles
Board No. 4, p. 40)
4. 4
DEFINISI AKUNTANSIDEFINISI AKUNTANSI
PERPAJAKANPERPAJAKAN
Niswonger dan Fees (Accounting Principles,
2007):
Akuntansi perpajakan dirumuskan sebagai
bagian dari akuntansi yang menekankan
kepada penyusunan surat pemberitahuan
pajak (tax return) dan pertimbangan
konsekuensi perpajakan terhadap transaksi
atau kegiatan perusahaan dalam rangka
pemenuhan kewajiban perpajakan (tax
compliance).
6. PENGERTIAN PEMBUKUAN
MELIPUTI
Harta
Kewajiban
Modal
Penghasilan dan Biaya
Harga Perolehan dan Penyerahan Barang/Jasa
Proses Pencatatan secara teratur untuk mengumpulkan
DATA dan INFORMASI KEUANGAN
Dengan menyusun LAPORAN KEUANGAN
(NERACA & LABA RUGI)
Untuk periode Tahun Pajak tersebut
Pasal 1 angka 29 UU KUP
7. KEWAJIBAN PEMBUKUAN TAHUN PAJAK 2007 - 2008KEWAJIBAN PEMBUKUAN TAHUN PAJAK 2007 - 2008
Pasal 28 ayat (1) UU KUP Jo. PMK No.01/PMK.03/2007
WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YG
MELAKUKAN KEGIATAN USAHA
ATAU PEKERJAAN BEBAS, PEREDARAN
BRUTO DALAM 1 (SATU) TAHUN >= 1,8
MILIAR
WAJIB PAJAK
BADAN
DI INDONESIA
WAJIB
MENYELENGGARAKAN
PEMBUKUAN
8. KEWAJIBAN PEMBUKUAN TAHUN PAJAK 2009 - DSTKEWAJIBAN PEMBUKUAN TAHUN PAJAK 2009 - DST
Pasal 28 ayat (1) UU KUP Jo. Pasal 14 ayat (1) UU PPh No. 36 Tahun 2008
WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YG
MELAKUKAN KEGIATAN USAHA
ATAU PEKERJAAN BEBAS,
PEREDARAN BRUTO DALAM SATU
TAHUN >= 4,8 MILIAR
WAJIB PAJAK
BADAN
DI INDONESIA
WAJIB
MENYELENGGARAKAN
PEMBUKUAN
9. KEWAJIBAN PEMBUKUAN TAHUN PAJAK 2009 - DSTKEWAJIBAN PEMBUKUAN TAHUN PAJAK 2009 - DST
Pasal 28 ayat (1) UU KUP Jo. Pasal 14 ayat (1) UU PPh No. 36 Tahun 2008
KEWAJIBAN PEMBUKAN
Pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem
yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan
Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundang-
undang perpajakan menentukan lain
(Pasal 28 ayat 7 UU KUP No.28 Tahun 2007)
10. DIKECUALIKAN DARI KEWAJIBAN PEMBUKUAN
TETAPI WAJIB PENCATATAN UNTUK TAHUN 2007 - 2008
DIKECUALIKAN DARI KEWAJIBAN PEMBUKUAN
TETAPI WAJIB PENCATATAN UNTUK TAHUN 2007 - 2008
Pasal 28 ayat (2) UU KUP
WP ORANG PRIBADI
YG MELAKUKAN
KEGIATAN USAHA/
PEKERJAAN BEBAS
YG DIPERBOLEHKAN MENGHITUNG
PENGHASILAN NETO DGN
MENGGUNAKAN NORMA
PENGHITUNGAN
PENGHASILAN NETO PEREDARAN
BRUTONYA DALAM 1 (SATU) TAHUN
KURANG DARI Rp 1.800.000.000,00
(PMK NO. 01/PMK.03/2007)
TIDAK WAJIB PEMBUKUAN TETAPI
WAJIB MELAKUKAN PENCATATAN
WP ORANG PRIBADI
YG TIDAK MELAKUKAN
KEGIATAN USAHA
ATAU
PEKERJAAN BEBAS
11. DIKECUALIKAN DARI KEWAJIBAN PEMBUKUAN
TETAPI WAJIB PENCATATAN UNTUK TAHUN 2009 - DST
DIKECUALIKAN DARI KEWAJIBAN PEMBUKUAN
TETAPI WAJIB PENCATATAN UNTUK TAHUN 2009 - DST
Pasal 28 ayat (2) UU KUP
WP ORANG PRIBADI
YG MELAKUKAN
KEGIATAN USAHA/
PEKERJAAN BEBAS
YG DIPERBOLEHKAN MENGHITUNG
PENGHASILAN NETO DGN
MENGGUNAKAN NORMA
PENGHITUNGAN
PENGHASILAN NETO PEREDARAN
BRUTONYA DALAM 1 (SATU) TAHUN
KURANG DARI Rp 4.800.000.000,00
(Ps. 14 ayat (2) UU PPh No.36 Th 2008)
TIDAK WAJIB PEMBUKUAN TETAPI
WAJIB MELAKUKAN PENCATATAN
WP ORANG PRIBADI
YG TIDAK MELAKUKAN
KEGIATAN USAHA
ATAU
PEKERJAAN BEBAS
12. Harus memperhatikan itikad baik
Mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha sebenarnya
Diselenggarakan di Indonesia
Huruf latin
Angka Arab
Satuan mata uang Rupiah
Bahasa Indonesia atau Bahasa Asing yang diizinkan Menteri
Keuangan yaitu bahasa Inggris
Diselenggarakan dgn prinsip taat asas dan dgn stelsel akrual
atau stelsel kas
Sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai
harta,kewajiban, modal, penghasilan & biaya, serta penjualan
& pembelian (sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang
terutang)
SYARAT PEMBUKUANSYARAT PEMBUKUAN
Pasal 28 ayat (3), (4), (5), (7) UU KUP
13. PERUBAHAN THN BUKU DAN/ATAU METODE PEMBUKUANPERUBAHAN THN BUKU DAN/ATAU METODE PEMBUKUAN
TAHUN BUKU
METODE PEMBUKUAN,
misal :
Pengakuan Penghasilan
& biaya
Metode Penyusutan
Aktiva Tetap
Metode Penilaian Persediaan
Harus mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak
Diajukan sebelum dimulainya tahun buku yang bersangkutan dengan
alasan-alasan perubahan
Pasal 28 ayat (6) UU KUP
PERUBAHAN
14. PENGERTIAN PENCATATANPENGERTIAN PENCATATAN
PENGUMPULAN DATA SECARA TERATUR
tentang
Peredaran atau penerimaan bruto
dan atau;
Penghasilan bruto
SEBAGAI DASAR UNTUK
MENGHITUNG JUMLAH PAJAK TERUTANG,
(termasuk Penghasilan yg bukan objek pajak
dan/atau yg dikenakan pajak yg
bersifat final)
SEBAGAI DASAR UNTUK
MENGHITUNG JUMLAH PAJAK TERUTANG,
(termasuk Penghasilan yg bukan objek pajak
dan/atau yg dikenakan pajak yg
bersifat final)
Pasal 28 ayat (9) UU KUP
15. KEWAJIBAN PENYIMPANAN BUKU/CATATAN/DOKUMENKEWAJIBAN PENYIMPANAN BUKU/CATATAN/DOKUMEN
BADAN ORANG PRIBADI
Pasal 28 ayat (11) UU KUP
PENYIMPANAN BUKU/CATATAN/DOKUMEN YANG MENJADI
DASAR PEMBUKUAN ATAU PENCATATAN & DOKUMEN LAIN
TERMASUK PEMBUKUAN SECARA ELEKTRONIK/PROGRAM
APLIKASI ONLINE
SELAMA 10 TAHUN
DI INDONESIA
Tempat Kedudukan
Tempat Kegiatan
atau
Tempat Tinggal
16. KEGIATAN PENCATATANKEGIATAN PENCATATAN
Pasal 28 ayat (12) UU KUP dan Peraturan Menkeu
(Keputusan Dirjen Pajak KEP-520/PJ./2000)
1. WP OP YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA ATAU
PEKERJAAN BEBAS YANG DIPERBOLEHKAN
MENGHITUNG PENGHASILAN NETO DENGAN
NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO
2. WP OP YANG TIDAK MELAKUKAN KEGIATAN USAHA
ATAU PEKERJAAN BEBAS
PENCATATAN
WAJIB
DILAKUKAN
SYARAT PENCATATAN
1. PENCATATAN HARUS DIBUAT LENGKAP DAN BENAR
2. DIDUKUNG DENGAN DOKUMEN ;
* YANG MENJADI DASAR PENGHITUNGAN PEREDARAN ATAU
PENERIMAAN BRUTO DAN ATAU PENGHASILAN BRUTO
* PENGHASILAN YANG BUKAN OBJEK PAJAK DAN ATAU
* PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PAJAK SECARA
FINAL
3. JANGKA WAKTU PENCATATAN MELIPUTI JANGKA WAKTU 12 BULAN
MULAI TANGGAL 1 JANUARI SAMPAI DENGAN TANGGAL 31 DESEMBER
17. Conceptual Framework of
Accounting
Objectives
of Financial
Reporting
Qualitative
Characteristics
of Information
Accounting
Elements
of Financial
Statements
Recognition and Measurement Concepts
Assumptions Principles Constraints
19. 19
PRINSIP-PRINSIP AKUNTANSI DAN
AKUNTANSI PERPAJAKAN
Prinsip, prosedur, metode dan teknik akuntansi yang
mengatur penyusunan Laporan Keuangan Standar
Akuntansi Keuangan
Fungsi akuntansi adalah menyajikan data kuantitatif yang
akan digunakan dalam pengambilan keputusan harus
memenuhi tujuan kualitatif:
Relevan
Dapat dimengerti
Daya Uji
Netral
Tepat Waktu
Daya Banding
Lengkap
Batasannya: 1) manfaat lebih besar dari beban, 2) Material
(cukup berarti).
20. Assumptions
• Economic Entity
• Going Concern
• Arm’s-Length
Transactions
• Monetary Unit
• Periodicity
Principles
• Historical Cost
• Revenue
Recognition
• Matching
• Full Disclosure
Constraints
• Cost-Benefit
• Materiality
• Industry Practice
• Conservatism
Recognition, Measurement,
and Reporting
Recognition and Measurement Concepts
21. 21
PRINSIP-PRINSIP AKUNTANSI DAN
AKUNTANSI PERPAJAKAN
a) Kesatuan Ekonomi (harus ada pemisahan yg jelas antara
perusahaan dengan pemilik)
b) Kesinambungan Usaha (Going Concern) Historical Cost
dan Periodisasi
c) Harga Pertukaran yang Obyektif / Wajar Arm length’s
Price, tidak dipengaruhi hubungan istimewa, tidak ada
transfer pricing
d) Mempertemukan pendapatan dan beban yang paling tepat
berdasarkan Stelsel Akrual Untuk tujuan perpajakan,
stelsel akrual dan stelsel cash modified (campuran) diakui
untuk penghitungan penghasilan dan biaya kena pajak.
e) Konsisten jika ada perubahan metode akuntansi /
pembukuan harus diungkapkan dalam laporan keuangan
secara fiskal harus mendapat persetujuan dari Direktur
Jenderal Pajak
22. What About Conservatism?
The concept of conservatism can
be summarized as follows: When
in doubt, recognize all losses but
don’t recognize any gains.
The concept of conservatism can
be summarized as follows: When
in doubt, recognize all losses but
don’t recognize any gains.
24. Perbandingan SPT Tahunan PPh Badan dan Laporan Keuangan Komersial
NO ASPEK SPT TAHUNAN PPh BADAN LAPORAN KEUANGAN
1 Pengguna Fiskus Berbagai pengguna (Multi Users)
2 Sifat Informasi Rahasia Dapat digunakan oleh umum, khususnya untuk
laporan keuangan listed company.
3 Pedoman
Penyusunan
Udang-Undang Perpajakan dan
Peraturan Pelaksanaannya
Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum (PABU):
PSAK, Interpretasi PSAK, Peraturan
Pemerintah untuk Industri, IFRS, buletin teknis,
pedoman atau praktik konvensional, hasil riset
dan pendapat ahli.
4 Mata Uang
Pelaporan
Wajib dalam Rupiah dan mata
uang US$ sepanjang memperoleh
izin dari otoritas pajak terkait.
Dapat menggunakan mata uang lain selain
Rupiah. Jika laporan keuangan disajikan dalam
mata uang selain mata uang fungsionalnya,
laporan keuangan harus lebih dahulu dilakukan
remeasurement.
5 Dasar
Pencatatan
Transaksi
Transaksi dicatat dan dilaporkan
apabila memenuhi syarat dan
ketentuan perpajakan. Transaksi
dicatat dengan mengutamakan
hakikat formal atau hukum
daripada substansinya.
Transaksi dicatat dengan asas substance over
form.
6 Batas Waktu
Penyampaian
Disampaikan paling lambat 4 bulan
setelah akhir tahun pajak dan
dapat melakukan perpanjangan
paling lama 2 bulan.
Pasal 66 (1) UU No.40 Tahun 2007 “Perseroan
Terbatas”, Direksi menyampaikan laporan
tahunan kepada RUPS setelah ditelaah oleh
Dewan Komisaris dalam jangka waktu 6 bulan
setelah tahun buku Perseoran berakhir.
Sumber: Marisi P. Purba, Akuntansi Pajak Penghasilan,2009, hal.3-4.
26. AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN
PEMOTONGAN & PEMUNGUTAN PAJAK
PENGHASILAN:
PPh PASAL 21/26
PPh PASAL 22
PPh PASAL 23
PPh PASAL 4(2)
PAJAK PENGHASILAN TAHUN BERJALAN (PPh
PASAL 25)
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK
PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN, BEA
PEROLEHAN ATAS HAK TANAH DAN
BANGUNAN & BEA METERAI
27. AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN-PPh PASAL 21/26
• Saat Terutang PPh Pasal 21/26 (Pasal 21 Peraturan
Dirjen Pajak - PER - 31/PJ/2009, 25 Mei 2009):
1) PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 terutang bagi
Penerima Penghasilan pada saat dilakukan pembayaran
atau pada saat terutangnya penghasilan yang
bersangkutan.
2) PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 terutang bagi
Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 untuk
setiap masa pajak.
3) Saat terutang untuk setiap masa pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) adalah akhir bulan dilakukannya
pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya
penghasilan yang bersangkutan.
28. AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN-PPh PASAL 21/26
Ilustrasi Kasus:
Ahmad Zakaria, ber-NPWP, pada tahun 2009 bekerja pada perusahaan PT Zamrud Abadi dengan
memperoleh gaji sebulan Rp 2.500.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp 100.000,00. Ahmad
menikah tetapi belum mempunyai anak. Penghitungan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut :
Gaji sebulan Rp 2.500.000,00
Pengurangan :
1. Biaya Jabatan :
5% x Rp 2.500.000,00 Rp 125.000,00
2. Iuran pensiun Rp 100.000,00
Rp 225.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 2.275.000,00
Penghasilan neto setahun adalah 12 x Rp 2.275.000,00 Rp 27.300.000,00
PTKP setahun
- untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00
- tambahan WP kawin Rp 1.320.000,00
Rp 17.160.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 10.140.000,00
PPh Pasal 21 terutang 5% x Rp 10.140.000,00= Rp 507.000,00
PPh Pasal 21 sebulan Rp 507.000,00 : 12 = Rp 42.250,00
29. Jurnal Akuntansi:
1. Saat pemotongan pajak atas pembayaran gaji setiap bulan:
Biaya Gaji 2.500.000
Iuran Pensiun Terutang 100.000
PPh Pasal 21 Terutang 42.250
Kas dan Bank 2.357.750
2. Saat menyetor PPh Pasal 21 ke kas negara dan pembayaran pensiun via bank:
PPh Pasal 21 Terutang 42.250
Iuran Pensiun Terutang 100.000
Kas dan Bank 142.250
Jurnal Akuntansi:
1. Saat pemotongan pajak atas pembayaran gaji setiap bulan:
Biaya Gaji 2.500.000
Iuran Pensiun Terutang 100.000
PPh Pasal 21 Terutang 42.250
Kas dan Bank 2.357.750
2. Saat menyetor PPh Pasal 21 ke kas negara dan pembayaran pensiun via bank:
PPh Pasal 21 Terutang 42.250
Iuran Pensiun Terutang 100.000
Kas dan Bank 142.250
30. AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN-PPh PASAL 21/26
Ilustrasi Kasus:
Karyawati Ken Prameswari (tidak kawin), ber-NPWP, bekerja pada PT Prabu Kedaton dengan
memperoleh gaji sebesar Rp 2.750.000,00 sebulan. Perusahaan ikut dalam program jamsostek. Premi
Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dan Iuran Jaminan Hari Tua dibayar oleh
pemberi kerja setiap bulan masing-masing sebesar 1,00%, 0,30% dan 3,70% dari gaji. Prameswari
membayar iuran Pensiun Rp 50.000,00 dan iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji untuk setiap
bulan.
Perhitungan PPh Pasal 21/bulan:
Gaji setahun (12xRp 2.750.000,00) = Rp 33.000.000,00
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja 12 x Rp 27.500,00 = Rp 330.000,00
Premi Jaminan Kematian12 x Rp 8.250,00 = Rp 99.000,00
Jumlah Rp 33.429.000,00
Pengurangan :
1. Biaya Jabatan
5% x Rp 33.429.000,00= Rp 1.671.450,00
2. Iuran pensiun setahun
12 x Rp 50.000,00= Rp 600.000,00
3. Iuran Jaminan Hari Tua
12 x Rp 55.000,00= Rp 660.000,00
Jumlah Rp 2.931.450,00
Penghasilan neto setahun = Rp 30.497.550,00
PTKP
- untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 14.657.550,00
Pembulatan Rp 14.657.000,00
PPh Pasal 21 terutang 5% x Rp 14.657.000,00= Rp 732.850,00
Bagaimana jurnal akuntansi atas PPh Pasal 21 di atas?Bagaimana jurnal akuntansi atas PPh Pasal 21 di atas?
31. Pembahasan:
Jurnal Akuntansi:
1. Saat pemotongan pajak atas pembayaran gaji setiap bulan:
Biaya Gaji 2.750.000
Biaya Asuransi- JKK 27.500
Biaya Asuransi- Jaminan Kematian 8.250
Asuransi- JKK Terutang 27.500
Asuransi- Jaminan Kematian Terutang 8.250
Iuran Pensiun Terutang 50.000
Iuran JHT Terutang 55.000
PPh Pasal 21 Terutang 732.850
Kas dan Bank 1.912.150
2. Saat menyetor PPh Pasal 21 ke kas negara dan pembayaran pensiun via
bank:
PPh Pasal 21 Terutang 732.850
Asuransi- JKK Terutang 27.500
Asuransi- Jaminan Kematian Terutang 8.250
Iuran Pensiun Terutang 50.000
Iuran JHT Terutang 55.000
Kas dan Bank 873.600
Jurnal Akuntansi:
1. Saat pemotongan pajak atas pembayaran gaji setiap bulan:
Biaya Gaji 2.750.000
Biaya Asuransi- JKK 27.500
Biaya Asuransi- Jaminan Kematian 8.250
Asuransi- JKK Terutang 27.500
Asuransi- Jaminan Kematian Terutang 8.250
Iuran Pensiun Terutang 50.000
Iuran JHT Terutang 55.000
PPh Pasal 21 Terutang 732.850
Kas dan Bank 1.912.150
2. Saat menyetor PPh Pasal 21 ke kas negara dan pembayaran pensiun via
bank:
PPh Pasal 21 Terutang 732.850
Asuransi- JKK Terutang 27.500
Asuransi- Jaminan Kematian Terutang 8.250
Iuran Pensiun Terutang 50.000
Iuran JHT Terutang 55.000
Kas dan Bank 873.600
32. AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN-PPh PASAL 22
• SAAT TERUTANG PPH PASAL 22 (Keputusan Menteri Keuangan Nomor
254/KMK.03/2001):
– Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang terutang dan dilunasi
bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk.
– Dalam hal pembayaran Bea Masuk atas impor barang ditunda atau
dibebaskan, maka Pajak Penghasilan Pasal 22 terutang dan dilunasi pada
saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
– Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang oleh Direktorat Jenderal
Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik di tingkat Pemerintah Pusat
maupun di tingkat Pemerintah Daerah, yang melakukan pembayaran atas
pembelian barang dan Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik
Daerah, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber
dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), terutang dan
dipungut pada saat pembayaran.
– Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi oleh Badan usaha
yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri
baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan
Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri, terutang dan
dipungut pada saat penjualan (industri rokok mulai 1 Januari 2009 tidak
ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22, lihat PMK 210/PMK.03/2008).
– Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi atau penyerahan
barang oleh Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam
bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas atas penjualan
hasil produksinya, dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah
Pengeluaran Barang (delivery order).
33. AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN-PPh PASAL 22
• Ilustrasi Kasus:
PT Blora adalah produsen semen Empat Roda dan menjual semen kepada PT Jaya,
distributor semen, senilai Rp 400.000.000 secara tunai. Tarif PPh Pasal 22 atas
penjualan sebesar 0,25% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
• Jurnal oleh PT Blora selaku Pemungut PPh 22:
– Saat terjadi transaksi:
Kas dan Bank Rp 401.000.000
PPh pasal 22 terutang 1.000.000
Penjualan 400.000.000
– Saat penyetoran PPh Pasal 22:
PPh pasal 22 terutang Rp 1.000.000
Kas dan Bank 1.000.000
• Jurnal oleh PT Jaya selaku Pihak yang Dipungut:
– Saat terjadi transaksi:
Pembelian Rp 400.000.000
PPh pasal 22-Dibayar dimuka 1.000.000
Kas dan Bank 400.000.000
– Saat pengkreditan PPh Pasal 22 di PPh Badan terutang akhir tahun:
PPh terutang Rp 1.000.000
PPh pasal 22-Dibayar dimuka 1.000.000
34. AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN-PPh PASAL 23
• SAAT TERUTANG PPH PASAL 23:
– Ketentuan sebelum 1 Januari 2009:
Pemotongan Pajak Penghasilan oleh pihak-pihak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 Undang-undang Pajak Penghasilan, terutang pada akhir
bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya
penghasilan yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi
terlebih dahulu (Peraturan Pemerintah No.138 Tahun 2000).
– Ketentuan sejak 1 Januari 2009:
“Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk
apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah
jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak
badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam
negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib
membayarkan….” (Pasal 23 UU Nomor 36 Tahun 2008).
– Note:
Selama ini banyak terjadi sengketa antara Wajib Pajak dengan Fiskus
dalam hal kapan saat terutang PPh Pasal 23, dimana menurut Undang-
undang PPh yang berlaku sekarang PPh Pasal 23 terutang pada saat
mana yang lebih dahulu terjadi apakah dilakukan pembayaran atau
dibebankan sebagai biaya, sementara sebagian Wajib Pajak memotong
PPh Pasal 23 pada saat adanya pembayaran.
35. Ilustrasi Kasus PPh Pasal 23
• PT Naroda meminjam dana sebesar Rp 1 miliar kepada PT ABC, bukan bank,
dengan tingkat bunga 10% per tahun dengan pembayaran tiap tengah tahun
(semi annual).
• Atas pembayaran bunga pinjaman sebesar Rp 50 juta tiap semester, maka
jurnal yang terkait:
• Bagi PT Naroda (pihak yang membayar):
– Saat pembayaran bunga:
Biaya bunga 50.000.000
PPh Pasal 23 terutang 7.500.000
Kas dan Bank 42.500.000
– Saat menyetor PPh Pasal 23 ke kas negara:
PPh Pasal 23 terutang 7.500.000
Kas dan bank 7.500.000
• Bagi PT ABC (pihak yang menerima penghasilan bunga):
– Saat pembayaran bunga:
Kas dan bank 42.750.000
PPh Pasal 23 – Dibayar dimuka 7.500.000
Penghasilan bunga pinjaman 50.000.000
– Saat mengkreditkan PPh Pasal 23 ke PPh Badan terutang akhir tahun:
• PPh Badan terutang 7.500.000
PPh Pasal 23-dibayar dimuka 7.500.000
36. AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN-PPh PASAL 4(2)
Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:
a) penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi
dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh
koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
b) penghasilan berupa hadiah undian;
c) penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif
yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau
pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang
diterima oleh perusahaan modal ventura;
d) penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah
dan bangunan; dan
e) penghasilan tertentu lainnya;
yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah
(Pasal 4 ayat 2 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008).
37. Ilustrasi Kasus-PPh PASAL 4(2)
PT Aman membayar sewa bangunan sebesar Rp
50.000.000 kepada PT XYZ. Atas sewa bangunan
dikenakan PPh final 10%.
Jurnal yang terkait dengan transaksi di atas:
1)Pihak yang membayar sewa:
Beban sewa bangunan Rp 50.000.000
PPh Final –Terutang 5.000.000
Kas dan Bank 45.000.000
2) Pihak yang menerima penghasilan:
Kas dan Bank Rp 45.000.000
Beban PPh Final 5.000.000 not creditable
Penghasilan Sewa Bangunan Rp 50.000.000
38. AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN-PPh PASAL 25
Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak
Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22; dan
Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh
dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24,
dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk
bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
disampaikan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan sama dengan besarnya angsuran pajak untuk
bulan terakhir tahun pajak yang lalu.
Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk
tahun pajak yang lalu, besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan
surat ketetapan pajak tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah
bulan penerbitan surat ketetapan pajak.
Pasal 25 ayat (1), (2), (4) UU PPh No.36 Tahun 2008.
39. AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN-PPh PASAL 25
Tuan Andi, WP OP, memiliki data Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2009 sbb:
Pajak Penghasilan Terutang Rp 50.000.000,00
Dikurangi:
Pajak Penghasilan yang dipotong pemberi Kerja (Pasal 21) Rp15.000.000,00
Pajak Penghasilan yang dipungut oleh pihak lain (Pasal 22) Rp10.000.000,00
Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak lain (Pasal 23) Rp 2.500.000,00
Kredit Pajak Penghasilan luar negeri (Pasal 24) Rp7.500.000,00 (+)
Jumlah kredit pajak Rp35.000.000,00 (-)
Selisih Rp15.000.000,00
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri setiap bulan untuk tahun
2010 adalah sebesar Rp1.250.000,00 (Rp15.000.000,00 dibagi 12).
1)Jurnal pada saat penyetoran PPh Pasal 25 setiap bulan:
PPh Pasal 25-dibayar dimuka Rp 1.250.000
Kas dan bank Rp 1.250.000
2) Jurnal pada saat mengkreditkan PPh Pasal 25 di akhir tahun:
PPh Badan-Terutang Rp 15.000.000
PPh Pasal 25-dibayar dimuka Rp 15.000.000
40. AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)
1) Pencatatan akuntansi yang harus diperhatikan adalah:
Akun Pajak Masukan (Value Added Tax – In / VAT-in)
Untuk mencatat besarnya PPN terutang yang dibayar atau
dipungut atas terjadinya transaksi pembelian BKP dan
JKP.
Akun Pajak Keluaran
Untuk mencatat besarnya PPN terutang yang wajib
dipungut atas penyerahan BKP dan JKP kepada pihak lain.
1)Beberapa kemungkinan transaksi perolehan dan
penyerahan BKP/JKP antara lain perolehan secara tunai
dan secara kredit, terdapat diskon atau tidak, terjadinya
retur barang atau tidak, terjadi penggantian FP yang
mengakibatkan pembetulan SPT Masa PPN, dll.
2)Pemahaman saat terutang dan saat paling lambat
penerbitan FP, khususnya FP standar menjadi hal penting
yang harus diperhatikan oleh Wajib Pajak untuk
melakukan pembukuan terkait dengan PPN secara benar.
41. AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)
1) Pencatatan akuntansi yang harus diperhatikan adalah:
Akun Pajak Masukan (Value Added Tax – In / VAT-in)
Untuk mencatat besarnya PPN terutang yang dibayar atau
dipungut atas terjadinya transaksi pembelian BKP dan
JKP.
Akun Pajak Keluaran
Untuk mencatat besarnya PPN terutang yang wajib
dipungut atas penyerahan BKP dan JKP kepada pihak lain.
1)Beberapa kemungkinan transaksi perolehan dan
penyerahan BKP/JKP antara lain perolehan secara tunai
dan secara kredit, terdapat diskon atau tidak, terjadinya
retur barang atau tidak, terjadi penggantian FP yang
mengakibatkan pembetulan SPT Masa PPN, kompensasi
PPN lebih bayar ke masa berikutnya.
2)Pemahaman saat terutang dan saat paling lambat
penerbitan FP, khususnya FP standar menjadi hal penting
yang harus diperhatikan oleh Wajib Pajak untuk
melakukan pembukuan terkait dengan PPN secara benar.
42. Ilustrasi Akuntansi Pajak untuk PPN
• PT ABC, telah PKP, melakukan penjualan barang secara tunai, diskon 10%,
kepada PT XYZ dengan harga jual sebesar Rp 100 juta.
– Harga jual Rp 100.000.000
– Potongan tunai Rp 10.000.000
– Jumlah Pembayaran Rp 90.000.000
– PPN (10%) Rp 9.000.000
• Potongan harga yang tercantum dalam FP Standar dapat mengurangi
dasar pengenaan PPN. Ayat jurnal terkait:
• Bagi PT ABC selaku penjual:
Kas Rp 99.000.000
Potongan Penjualan 10.000.000
Penjualan 100.000.000
Pajak Keluaran 9.000.000
• Bagi PT XYZ selaku pembeli:
Pembelian-net Rp 90.000.000
Pajak Masukan 9.000.000
Kas Rp 99.000.000
43. Ilustrasi Akuntansi Pajak untuk PPN
• Masih melanjutkan kasus sebelumnya, jika PT ABC juga melakukan
pembelian barang secara tunai kepada PT FGH dengan harga jual sebesar
Rp 88 juta termasuk PPN, maka jurnal terkait:
• Bagi PT ABC selaku pembeli:
Pembelian-net Rp 80.000.000
Pajak Masukan 8.000.000
Kas Rp 88.000.000
• Jika pajak keluaran dan pajak masukan PT ABC pada
dilaporkan pada SPT Masa PPN yang sama, maka pencatatan
akuntansi untuk menunjukkan selisih kurang atau lebih bayar
PPN sebagai berikut:
Pajak Keluaran Rp 9.000.000
Pajak Masukan Rp 8.000.000
PPN Terutang Rp 1.000.000
• Selanjutnya, penyetoran PPN terutang ke kas negara:
PPN terutang Rp 1.000.000
Kas dan Bank Rp 1.000.000
44. AKUNTANSI PAJAK: PERLAKUAN BPHTB ATAS
PEROLEHAN TANAH & BANGUNAN
(Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-01/PJ.42/2002 )
• BPHTB atas hak atas tanah yang dimiliki dan dipergunakan
dalam perusahaan, atau dimiliki untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan, dapat dikurangkan sebagai biaya
dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak melalui
amortisasi hak atas tanah sepanjang hak atas tanah
tersebut dapat diamortisasi sesuai ketentuan Pasal 11A Undang-
undang Pajak Penghasilan;
• BPHTB atas hak atas bangunan yang dimiliki dan dipergunakan
dalam perusahaan, atau dimiliki untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan dapat dikurangkan sebagai biaya
dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak melalui
penyusutan bangunan tersebut sesuai ketentuan Pasal 11
Undang-undang Pajak Penghasilan.