Bab ini membahas tentang ketidakwajaran skor yang terjadi karena ketidakcocokan antara kemampuan responden dengan skor yang diperoleh. Dijelaskan beberapa metode untuk mengukur ketidakwajaran skor seperti metode Ghiselli, Jacob, dan Donlon-Fisher yang memanfaatkan tingkat kesulitan butir dan frekuensi jawaban yang benar.
Bab 18 membahas karakteristik butir dalam pengukuran. Butir merupakan komponen dasar dalam alat ukur dan pengukuran. Alat ukur dibentuk melalui perakitan butir-butir berdasarkan tata cara tertentu. Setiap butir memiliki parameter seperti taraf kesukaran dan daya beda yang menunjukkan kemampuannya untuk membedakan responden.
Dokumen tersebut membahas tentang estimasi parameter secara serentak pada model logistik satu parameter (L1P). Terdapat beberapa langkah yang dijelaskan seperti mengeluarkan responden dan butir dengan jawaban semua benar atau salah, menghitung logit sukses dan gagal, serta mengestimasi parameter kemampuan responden dan kesukaran butir menggunakan prosedur PROX.
Bab 19 membahas karakteristik model butir ojaif normal berdasarkan distribusi probabilitas normal. Model ini mengasumsikan bahwa variabel acak memiliki distribusi normal dan probabilitas jawaban benar berbentuk kumulatif atau ojaif normal. Fungsi distribusi normal baku digunakan untuk menghitung nilai probabilitas pada model ini.
Bab 17 membahas estimasi melalui pensampelan matriks. Terdapat beberapa metode pensampelan seperti pensampelan responden, butir, dan matriks. Pensampelan matriks melibatkan penarikan sampel responden dan butir secara acak. Rancangan pensampelan matriks mempertimbangkan ukuran sampel, pengembalian, dan kelengkapan butir/responden. Metode ini digunakan untuk memperkirakan atribut responden, butir, dan program secara umum
Bab ini membahas tentang ketidakwajaran skor yang terjadi karena ketidakcocokan antara kemampuan responden dengan skor yang diperoleh. Dijelaskan beberapa metode untuk mengukur ketidakwajaran skor seperti metode Ghiselli, Jacob, dan Donlon-Fisher yang memanfaatkan tingkat kesulitan butir dan frekuensi jawaban yang benar.
Bab 18 membahas karakteristik butir dalam pengukuran. Butir merupakan komponen dasar dalam alat ukur dan pengukuran. Alat ukur dibentuk melalui perakitan butir-butir berdasarkan tata cara tertentu. Setiap butir memiliki parameter seperti taraf kesukaran dan daya beda yang menunjukkan kemampuannya untuk membedakan responden.
Dokumen tersebut membahas tentang estimasi parameter secara serentak pada model logistik satu parameter (L1P). Terdapat beberapa langkah yang dijelaskan seperti mengeluarkan responden dan butir dengan jawaban semua benar atau salah, menghitung logit sukses dan gagal, serta mengestimasi parameter kemampuan responden dan kesukaran butir menggunakan prosedur PROX.
Bab 19 membahas karakteristik model butir ojaif normal berdasarkan distribusi probabilitas normal. Model ini mengasumsikan bahwa variabel acak memiliki distribusi normal dan probabilitas jawaban benar berbentuk kumulatif atau ojaif normal. Fungsi distribusi normal baku digunakan untuk menghitung nilai probabilitas pada model ini.
Bab 17 membahas estimasi melalui pensampelan matriks. Terdapat beberapa metode pensampelan seperti pensampelan responden, butir, dan matriks. Pensampelan matriks melibatkan penarikan sampel responden dan butir secara acak. Rancangan pensampelan matriks mempertimbangkan ukuran sampel, pengembalian, dan kelengkapan butir/responden. Metode ini digunakan untuk memperkirakan atribut responden, butir, dan program secara umum
Bab 25 membahas pencocokan model pada teori respons butir. Ada beberapa cara untuk melakukan pencocokan model, yaitu cara statistika melalui prosedur PROX, cara pemenuhan syarat model, dan cara kecermatan pada prediksi model. Cara statistika menggunakan statistik uji-t untuk menguji kecocokan data dengan model. Cara pemenuhan syarat model menguji syarat-syarat seperti unidimensi dan independensi lokal. Cara kecermatan
Bab 12 membahas reliabilitas penilai dan pengamat dalam pengukuran. Terdapat beberapa poin penting, yaitu:
1. Penilai dan pengamat digunakan untuk menentukan skor dengan mengikuti kriteria tertentu.
2. Diperlukan kesesuaian antara hasil penilaian dan pengamatan oleh lebih dari satu penilai atau pengamat.
3. Kecocokan dapat berupa kecocokan peringkat atau kategori dan diuk
Bab 21 membahas teori responsi butir yang menjelaskan hubungan antara kemampuan responden dan kesukaran butir. Teori ini memisahkan kemampuan responden dan kesukaran butir menjadi independen untuk meningkatkan akurasi pengukuran. Terdapat model satu, dua, dan tiga parameter yang menentukan karakteristik butir berdasarkan respon responden. Teori ini memenuhi syarat unidimensi, invarian kelompok, dan independensi lokal untuk mencapai kemand
Bab 1 Pendahuluan membahas konsep-konsep dasar pengukuran psikologi seperti evaluasi, asesmen, metode pengukuran, teori pengukuran, sasaran ukur, skala ukur, alat ukur, cara pengukuran, matriks sekor, pensekoran, reliabilitas, validitas, dan karakteristik butir. Bab ini juga menjelaskan proses penyediaan alat ukur mulai dari pembuatan, uji coba, dan perbaikan.
Bab 8 membahas nilai acuan kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah siswa sudah menguasai suatu kemampuan. Terdapat penjelasan tentang wilayah kriteria, format butir alat ukur, contoh butir, standar batas penguasaan, dan prosedur penilaian untuk menghasilkan nilai acuan kriteria berupa sudah menguasai atau belum menguasai. Juga diberikan contoh-contoh penyusunan alat ukur berdas
Bab 3 membahas tentang skala ukur, yang merupakan aturan untuk mengaitkan atribut dengan bilangan. Terdapat beberapa jenis skala ukur seperti nominal, ordinal, interval, dan rasio, yang masing-masing memiliki tingkat informasi yang berbeda. Bab ini juga menjelaskan ciri-ciri skala ukur seperti nilai, sifat, dan level skalanya, yang mempengaruhi pengolahan data hasil pengukuran.
Bab 11 membahas reliabilitas yang merupakan tingkat kepercayaan terhadap suatu skor. Terdapat dua jenis reliabilitas yaitu reliabilitas stabilitas yang menggunakan uji ulang untuk melihat kestabilan jawaban, dan reliabilitas ekivalensi yang menggunakan uji setara untuk melihat ekivalensi pengukuran. Koefisien reliabilitas digunakan untuk mengukur tingkat kecocokan antara hasil uji dan menentukan apakah al
Bab 22 membahas estimasi parameter secara terpisah pada model logistik tiga parameter. Terdapat tiga kemungkinan estimasi parameter yaitu parameter responden, parameter butir, atau keduanya. Estimasi dilakukan dengan cara coba-coba menghitung kemungkinan jawaban benar dengan berbagai nilai kemampuan atau dengan metode Newton-Raphson untuk memperoleh nilai maksimum kemungkinan. Prosedur lengkapnya melibatkan penentuan nilai awal, perhitungan
Bab 20 membahas karakteristik butir model logistik. Terdapat tiga model logistik yaitu satu parameter, dua parameter, dan tiga parameter. Model logistik satu parameter (L1P) mirip dengan model Rasch. L1P dan Rasch menggunakan fungsi logistik dengan satu parameter butir. Model L1P dua parameter (L2P) dan tiga parameter (L3P) menggunakan dua dan tiga parameter. Nilai konstanta D pada umumnya diambil 1,7 agar model logistik mendek
Bab 27 membahas tentang bank butir dan perangkat ujian. Bank butir adalah kumpulan butir-butir ujian yang telah diseleksi dan dicatat kualitasnya untuk keperluan penyusunan perangkat ujian. Bank butir perlu disiapkan dengan baik melalui proses seleksi, pengembangan, dan kalibrasi butir-butir agar kualitasnya terjaga.
Dokumen ini membahas tentang korelasi dan teknik analisis korelasi Pearson product moment. Korelasi menyatakan derajat hubungan linier antara dua variabel atau lebih. Teknik Pearson product moment digunakan untuk variabel skala interval atau rasio untuk mengetahui ada tidaknya hubungan dan besarnya sumbangan satu variabel terhadap yang lain. Hasil korelasi akan diuji signifikasinya.
Analisis jalur digunakan untuk menguji hubungan antar variabel penelitian. Variabel penelitian meliputi kepemimpinan kepala sekolah, profesionalisme guru, kerajinan belajar murid, dan prestasi belajar. Hasil analisis menunjukkan profesionalisme guru dan kerajinan belajar berpengaruh langsung terhadap prestasi belajar, sedangkan kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh tidak langsung melalui variabel lain.
Bab 25 membahas pencocokan model pada teori respons butir. Ada beberapa cara untuk melakukan pencocokan model, yaitu cara statistika melalui prosedur PROX, cara pemenuhan syarat model, dan cara kecermatan pada prediksi model. Cara statistika menggunakan statistik uji-t untuk menguji kecocokan data dengan model. Cara pemenuhan syarat model menguji syarat-syarat seperti unidimensi dan independensi lokal. Cara kecermatan
Bab 12 membahas reliabilitas penilai dan pengamat dalam pengukuran. Terdapat beberapa poin penting, yaitu:
1. Penilai dan pengamat digunakan untuk menentukan skor dengan mengikuti kriteria tertentu.
2. Diperlukan kesesuaian antara hasil penilaian dan pengamatan oleh lebih dari satu penilai atau pengamat.
3. Kecocokan dapat berupa kecocokan peringkat atau kategori dan diuk
Bab 21 membahas teori responsi butir yang menjelaskan hubungan antara kemampuan responden dan kesukaran butir. Teori ini memisahkan kemampuan responden dan kesukaran butir menjadi independen untuk meningkatkan akurasi pengukuran. Terdapat model satu, dua, dan tiga parameter yang menentukan karakteristik butir berdasarkan respon responden. Teori ini memenuhi syarat unidimensi, invarian kelompok, dan independensi lokal untuk mencapai kemand
Bab 1 Pendahuluan membahas konsep-konsep dasar pengukuran psikologi seperti evaluasi, asesmen, metode pengukuran, teori pengukuran, sasaran ukur, skala ukur, alat ukur, cara pengukuran, matriks sekor, pensekoran, reliabilitas, validitas, dan karakteristik butir. Bab ini juga menjelaskan proses penyediaan alat ukur mulai dari pembuatan, uji coba, dan perbaikan.
Bab 8 membahas nilai acuan kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah siswa sudah menguasai suatu kemampuan. Terdapat penjelasan tentang wilayah kriteria, format butir alat ukur, contoh butir, standar batas penguasaan, dan prosedur penilaian untuk menghasilkan nilai acuan kriteria berupa sudah menguasai atau belum menguasai. Juga diberikan contoh-contoh penyusunan alat ukur berdas
Bab 3 membahas tentang skala ukur, yang merupakan aturan untuk mengaitkan atribut dengan bilangan. Terdapat beberapa jenis skala ukur seperti nominal, ordinal, interval, dan rasio, yang masing-masing memiliki tingkat informasi yang berbeda. Bab ini juga menjelaskan ciri-ciri skala ukur seperti nilai, sifat, dan level skalanya, yang mempengaruhi pengolahan data hasil pengukuran.
Bab 11 membahas reliabilitas yang merupakan tingkat kepercayaan terhadap suatu skor. Terdapat dua jenis reliabilitas yaitu reliabilitas stabilitas yang menggunakan uji ulang untuk melihat kestabilan jawaban, dan reliabilitas ekivalensi yang menggunakan uji setara untuk melihat ekivalensi pengukuran. Koefisien reliabilitas digunakan untuk mengukur tingkat kecocokan antara hasil uji dan menentukan apakah al
Bab 22 membahas estimasi parameter secara terpisah pada model logistik tiga parameter. Terdapat tiga kemungkinan estimasi parameter yaitu parameter responden, parameter butir, atau keduanya. Estimasi dilakukan dengan cara coba-coba menghitung kemungkinan jawaban benar dengan berbagai nilai kemampuan atau dengan metode Newton-Raphson untuk memperoleh nilai maksimum kemungkinan. Prosedur lengkapnya melibatkan penentuan nilai awal, perhitungan
Bab 20 membahas karakteristik butir model logistik. Terdapat tiga model logistik yaitu satu parameter, dua parameter, dan tiga parameter. Model logistik satu parameter (L1P) mirip dengan model Rasch. L1P dan Rasch menggunakan fungsi logistik dengan satu parameter butir. Model L1P dua parameter (L2P) dan tiga parameter (L3P) menggunakan dua dan tiga parameter. Nilai konstanta D pada umumnya diambil 1,7 agar model logistik mendek
Bab 27 membahas tentang bank butir dan perangkat ujian. Bank butir adalah kumpulan butir-butir ujian yang telah diseleksi dan dicatat kualitasnya untuk keperluan penyusunan perangkat ujian. Bank butir perlu disiapkan dengan baik melalui proses seleksi, pengembangan, dan kalibrasi butir-butir agar kualitasnya terjaga.
Dokumen ini membahas tentang korelasi dan teknik analisis korelasi Pearson product moment. Korelasi menyatakan derajat hubungan linier antara dua variabel atau lebih. Teknik Pearson product moment digunakan untuk variabel skala interval atau rasio untuk mengetahui ada tidaknya hubungan dan besarnya sumbangan satu variabel terhadap yang lain. Hasil korelasi akan diuji signifikasinya.
Analisis jalur digunakan untuk menguji hubungan antar variabel penelitian. Variabel penelitian meliputi kepemimpinan kepala sekolah, profesionalisme guru, kerajinan belajar murid, dan prestasi belajar. Hasil analisis menunjukkan profesionalisme guru dan kerajinan belajar berpengaruh langsung terhadap prestasi belajar, sedangkan kepemimpinan kepala sekolah berpengaruh tidak langsung melalui variabel lain.
Terdapat tiga tes statistik yang dijelaskan dalam dokumen tersebut, yaitu Tes "t", Tes Kai Kuadrat, dan Uji Z. Tes "t" digunakan untuk menguji hipotesis nihil mengenai perbedaan rata-rata dua sampel. Contoh penggunaan Tes "t" untuk menguji apakah terdapat perbedaan prestasi belajar siswa sebelum dan sesudah diterapkannya metode baru mengajar. Hasilnya menunjukkan adanya perbedaan
Dokumen tersebut membahas tentang penggunaan uji kai kuadrat untuk menguji perbedaan frekuensi antara data yang diamati dengan yang diharapkan secara teoritis. Metode kai kuadrat digunakan untuk menganalisis beberapa contoh, termasuk pendapat staf pengajar tentang sistem kredit semester dan sikap pegawai terhadap pemotongan gaji. Dokumen ini menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan prestasi belajar yang signifikan
Dokumen ini membahas tentang uji Z, yaitu salah satu uji statistika yang menggunakan distribusi normal. Uji Z digunakan untuk menguji hipotesis dengan sampel besar dan varians yang diketahui. Dokumen ini menjelaskan pengertian, kriteria penggunaan, rumus, dan contoh soal uji Z dua pihak dan satu pihak beserta analisisnya.
Dokumen tersebut membahas tentang uji persyaratan data untuk analisis varian, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Secara khusus membahas tentang pengertian dan teknik uji normalitas dengan menggunakan teknik Shapiro-Wilk beserta contoh penyelesaiannya, serta pengertian dan teknik uji homogenitas menggunakan uji Fisher.
Teks tersebut membahas tentang landasan sosiologi pendidikan di Indonesia. Secara garis besar, teks tersebut menjelaskan bahwa pendidikan di Indonesia didasarkan pada pendekatan integralistik dimana setiap anggota masyarakat saling terkait dan berhubungan erat untuk mencapai tujuan bersama. Teks tersebut juga membahas ruang lingkup kajian sosiologi pendidikan yaitu hubungan antara sistem pendidikan dengan aspek masyarak
1. Dokumen tersebut membahas tentang aliran pendidikan progresivisme, yang muncul pada abad ke-19 di Amerika Serikat. Aliran ini menekankan pendidikan berpusat pada peserta didik dan pengalaman belajar mereka.
2. Prinsip-prinsip progresivisme antara lain melihat pendidikan sebagai bagian dari kehidupan, berkaitan dengan minat peserta didik, dan belajar melalui pemecahan masalah. Kurikulum progresivisme
Workshop "CSR & Community Development (ISO 26000)"_di BALI, 26-28 Juni 2024Kanaidi ken
Dlm wktu dekat, Pelatihan/WORKSHOP ”CSR/TJSL & Community Development (ISO 26000)” akn diselenggarakan di Swiss-BelHotel – BALI (26-28 Juni 2024)...
Dgn materi yg mupuni & Narasumber yg kompeten...akn banyak manfaat dan keuntungan yg didpt mengikuti Pelatihan menarik ini.
Boleh jga info ini👆 utk dishare_kan lgi kpda tmn2 lain/sanak keluarga yg sekiranya membutuhkan training tsb.
Smga Bermanfaat
Thanks Ken Kanaidi
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...nasrudienaulia
Dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Talcott Parsons, konsep struktur sosial sangat erat hubungannya dengan kulturalisasi. Struktur sosial merujuk pada pola-pola hubungan sosial yang terorganisir dalam masyarakat, termasuk hierarki, peran, dan institusi yang mengatur interaksi antara individu. Hubungan antara konsep struktur sosial dan kulturalisasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pola Interaksi Sosial: Struktur sosial menentukan pola interaksi sosial antara individu dalam masyarakat. Pola-pola ini dipengaruhi oleh norma-norma budaya yang diinternalisasi oleh anggota masyarakat melalui proses sosialisasi. Dengan demikian, struktur sosial dan kulturalisasi saling memengaruhi dalam membentuk cara individu berinteraksi dan berperilaku.
2. Distribusi Kekuasaan dan Otoritas: Struktur sosial menentukan distribusi kekuasaan dan otoritas dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat juga memengaruhi bagaimana kekuasaan dan otoritas didistribusikan dalam struktur sosial. Kulturalisasi memainkan peran dalam melegitimasi sistem kekuasaan yang ada melalui nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat.
3. Fungsi Sosial: Struktur sosial dan kulturalisasi saling terkait dalam menjalankan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya dan norma-norma yang terinternalisasi membentuk dasar bagi pelaksanaan fungsi-fungsi sosial yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan stabilitas dalam masyarakat.
Dengan demikian, konsep struktur sosial dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Parsons tidak dapat dipisahkan dari kulturalisasi karena keduanya saling berinteraksi dan saling memengaruhi dalam membentuk pola-pola hubungan sosial, distribusi kekuasaan, dan pelaksanaan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat.
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdffadlurrahman260903
Ppt landasan pendidikan tentang pendidikan seumur hidup.
Prodi pendidikan agama Islam
Fakultas tarbiyah dan ilmu keguruan
Universitas Islam negeri syekh Ali Hasan Ahmad addary Padangsidimpuan
Pendidikan sepanjang hayat atau pendidikan seumur hidup adalah sebuah system konsepkonsep pendidikan yang menerangkan keseluruhan peristiwa-peristiwa kegiatan belajarmengajar yang berlangsung dalam keseluruhan kehidupan manusia. Pendidikan sepanjang
hayat memandang jauh ke depan, berusaha untuk menghasilkan manusia dan masyarakat yang
baru, merupakan suatu proyek masyarakat yang sangat besar. Pendidikan sepanjang hayat
merupakan asas pendidikan yang cocok bagi orang-orang yang hidup dalam dunia
transformasi dan informasi, yaitu masyarakat modern. Manusia harus lebih bisa menyesuaikan
dirinya secara terus menerus dengan situasi yang baru.
2. ------------------------------------------------------------------------------
Bias Butir
------------------------------------------------------------------------------
Bab 30
BIAS BUTIR
A. Pendahuluan
1. Hakikat Bias Butir
• Bias butir juga dikenal sebagai Differential
Item Functioning (DIF)
• Butir adalah bias jika kelompok berbeda
dengan kemampuan sama memperoleh sekor
yang berbeda
• Misalnya, kelompok pria dan kelompok wanita
berkemampuan sama memperoleh sekor
berbeda (bias gender)
3. ------------------------------------------------------------------------------
Bias Butir
------------------------------------------------------------------------------
2. Kelompok Bias
• Perlu ada kelompok yang terkena dampak bias
butir sehingga terdapat lebih dari satu
kelompok
• Kelompok yang terkena bias bisa bermacam-macam
Kelamin pria atau wanita
Wilayah orang kota atau orang desa
Etnis orang kulit putih atau kulit hitam
3. Kelompok Fokus dan Referensi
• Apabila terjadi bias butir maka ada kelompok
yang dianggap diuntungkan atau dirugikan
• Kelompok yang menjadi perhatian (diuntungkan
atau dirugikan) dinamakan kelompok fokus
• Kelompok lainnya dinamakan kelompok
referensi
4. ------------------------------------------------------------------------------
Bias Butir
------------------------------------------------------------------------------
4. Kriteria Bias
Kriteria adalah besaran yang menimbulkan bias
butir terhadap kelompok
Misalkan, suatu butir ujian matematika
menyebabkan bias terhadap wanita dibandingkan
dengan pria
Dalam hal ini dikatakan bahwa
• Kriteria adalah ujian matematika
• Kelompok fokus adalah wanita
• Kelompok referensi adalah pria
Ada kalanya tidak dispesifikasi mana kelompok
fokus dan mana kelompok referensi
Dalam banyak hal kelompok tersebut disebut juga
sebagai subpopulasi
5. ------------------------------------------------------------------------------
Bias Butir
------------------------------------------------------------------------------
5. Indeks Bias Butir
• Bias butir dapat dinyatakan melalui indeks bias
butir
• Ada bias butir ditentukan melalui pendekatan
klasik melalui teori ujian klasik
• Ada bias butir pendekatan modern melalui teori
responsi butir
6. Cara Pendeteksian Bias Butir
Ada sejumlah cara untuk melakukan pendeteksian
butir yang bias. Di antaranya terdapat
Model Validitas Kelompok Tunggal
Model Validitas Diferensial
Model Regresi atau Cleary
Prosedur Diskriminasi Butir
Metoda Plot Delta
Pendekatan Khi-kuadrat Scheuneman
Pendekatan Khi-kuadrat Camilli
6. ------------------------------------------------------------------------------
Bias Butir
------------------------------------------------------------------------------
B. Beberapa Model Korelasi dan Regresi
1. Model Validitas Kelompok Tunggal
• Populasi dibagi ke dalam sejumlah subpopulasi
yang diduga terkena bias butir
• Sekor total adalah Y (kriteria) sedangkan sekor
pada subpopulasi adalah masing-masing X1, X2,
X3, dan seterusnya
• Dihitung koefisien korelasi di antara sekor Y
dengan masing-masing sampel subpopulasi
rYX1 , rYX2, rYX3, . . .
• Uji hipotesis statistika
bias jika rYX = 0
tidak bias jika rYX > 0
7. ------------------------------------------------------------------------------
Bias Butir
------------------------------------------------------------------------------
2. Model Validitas Diferensial
• Populasi dibagi ke dalam subpopulasi yang diduga
terkena bias butir
• Misalkan populasi dibagi ke dalam dua subpopulasi
dengan sekor X1 dan X2 (misal pria dan wantia)
• Sekor total Y adalah kriteria
• Koefisien korelasi di antara kriteria Y dengan
masing-masing sampel subpopulasi adalah
rYX1 dan rYX2
• Uji hipotesis statistika
bias jika rYX1 ≠ rYX2
tidak bias jika rYX1 = rYX2
8. ------------------------------------------------------------------------------
Bias Butir
------------------------------------------------------------------------------
3. Model Regresi atau Model Cleary
• Populasi dibagi ke dalam subpopulasi yang diduga
terkena bias butir
• Misalkan populasi itu dibagi ke dalam dua
subpopulasi X1 dan X2 (misal pria dan wanita)
• Sekor total Y adalah sekor kriteria
• Regresi dari sekor kriteria terhadap sampel masing-masing
sekor subpopulasi
Y = A1 + B1X1 dan Y = A2 + B2X2
• Uji hipotesis tentang kesamaan koefisien regresi
bias jika A1 ≠ A2 atau B1 ≠ B2
tidak bias jika A1 = A2 atau B1 = B2
10. ------------------------------------------------------------------------------
Bias Butir
------------------------------------------------------------------------------
4. Prosedur Diskriminasi Butir
• Populasi dibagi ke dalam subpopulasi yang diduga
terkena bias butir
• Terhadap suatu kriteria, dihitung korelasi biserial
butir sama di antara subpopulasi
• Uji statistika
bias jika koefisien korelasi biserial tidak sama
di antara subpopulasi
tidak bias jika koefisien korelasi biserial
sama di antara subpopulasi
11. ------------------------------------------------------------------------------
Bias Butir
------------------------------------------------------------------------------
C. Metoda Plot Delta
1. Pendahuluan
• Delta adalah ukuran taraf sukar butir. Untuk z
sebagai proporsi jawaban salah pada distribusi
probabilitas normal baku, maka
D = 13 + 4 z
• Populasi dibagi ke dalam subpopulasi yang
diduga terkena bias butir, misalkan,
subpopulasi 1 dan subpopulasi 2 (misal pria
dan wanita)
• Untuk butir ke-i, taraf sukar butir adalah Di1 dan
Di2
• Butir adalah bias jika Di1 ≠ Di2 dan tidak bias jika
Di1 = Di2
12. ------------------------------------------------------------------------------
Bias Butir
------------------------------------------------------------------------------
2. Hubungan Linier Taraf Sukar Butir
• Rerata taraf sukar butir pada subpopulasi 1 dan 2
adalah
mD1 dan mD2
• Kekeliruan baku taraf sukar butir pada subpopulasi
1 dan subpopulasi 2 adalah
s1 dan s2
• Koefisien korelasi di antara taraf sukar butir pada
subpopulasi 1 dan subpopulasi 2 adalah r
• Hubungan linier di antara dua taraf sukar butir
apabila tidak ada bias
D2 = k D1 + d
14. ------------------------------------------------------------------------------
Bias Butir
------------------------------------------------------------------------------
3. Bias Butir
• Penyimpangan dari garis linier di antara dua
taraf sukar adalah bias
• Bias butir membentuk jarak ke garis linier, dan
untuk butir ke-i, jarak adalah
k D - D +
d
D i i
i
1 2
2 +
1
=
k
• Makin besar nilai D makin besar bias butir
• Diperlukan suatu ketentuan untuk memutuskan
apakah suatu butir bias atau tidak bias
terhadap kriteria
16. ------------------------------------------------------------------------------
Bias Butir
------------------------------------------------------------------------------
Dari statistik ini ditemukan nilai
k = 0,946 dan d = 0,578
Selanjutnya nilai d untuk butir 1
0,3866
D = - +
(0,942)(12,088) 12,496 0,581
1 2 = -
+
(0,942) 1
Dengan cara sama d untuk butir 2 sampai 10
dapat dihitung, sehingga menghasilkan
Butir D Butir D
1 –0,3507 6 –0,1039
2 0,0740 7 0,5205
3 0,1018 8 0,4861
4 -0,0756 9 –0,1058
5 0,1077 10 –0,2872
17. ------------------------------------------------------------------------------
Bias Butir
------------------------------------------------------------------------------
D. Model Beda-P Terbakukan
1. Pendahuluan
• Populasi dibagi ke dalam dua subpopulasi yakni
subpopulasi referensi dan subpopulasi fokus
• Pada satu sekor, dihitung proporsi jawaban
betul pada subpopulasi referensi dan
subpopulasi fokus
• Selisih proporsi mereka dijadikan patokan untuk
menentukan bias tidaknya butir itu
• Pada sekor ke-Ai banyaknya responden pada
subpopulasi referensi adalah mR dan pada
subpopulasi fokus adalah mF
• Proporsi mereka adalah masing-masing pR
= mR / MR dan pF = mF / MF
18. ------------------------------------------------------------------------------
Bias Butir
------------------------------------------------------------------------------
MR dan MF adalah banyaknya responden pada
tiap subpopulasi
2. Beda-P Terbakukan
Selisih proporsi adalah D = pF – pR dan
Jika beda-p terbakukan adalah PD maka
A
å
= =A
Dm
1
å
=
i
iF
iF
i
P
D
m
1
Makin besar D makin besar perbedaan di antara
dua subpopulasi itu sehingga makin besar PD
yakni makin bias butir
19. ------------------------------------------------------------------------------
Bias Butir
------------------------------------------------------------------------------
Contoh 2
Sekor mR pR mF pF D DmiF
1 10 0,3000 4 0,2500 –0,0500 –0,2000
2 30 0,4000 3 0,3333 –0,0667 –0,2000
3 85 0,4588 7 0,4286 –0,0303 –0,2118
4 110 0,4818 15 0,4667 –0,0152 –0,2273
5 150 0,5133 9 0,4444 –0,0689 –0,6200
6 140 0,7143 12 0,6667 –0,0476 –0,5714
7 130 0,8538 16 0,8125 –0,0413 –0,6615
8 100 0,8800 22 0,8182 –0,0618 –1,3600
9 45 0,9556 12 0,9167 –0,0389 –0,4667
100 –4,5187
Beda-p terbakukan menjadi
å
Dm
= 1 = - , = - ,
å
0 0452
4 5187
100
=
A
=
1
i
iF
A
i
iF
D
m
P
20. ------------------------------------------------------------------------------
Bias Butir
------------------------------------------------------------------------------
E. Pendekatan Khi-kuadrat Scheuneman dan Camilli
1. Pendekatan Khi-kuadrat Scheuneman
• Populasi responden dibagi ke dalam
subpopulasi yang diduga terkena bias butir,
misalkan ke dalam subpopulasi 1 dan
subpopulasi 2 (misal pria dan wanita)
• Sekor responden dibagi ke dalam interval,
misalkan ke dalam K interval
• Ada K interval sekor pada subpopulasi 1 dan
ada K interval sekor pada subpopulasi 2
• Butir tidak bias jika proporsi jawaban betul pada
setiap interval adalah sama untuk dua
subpopulasi itu
21. ------------------------------------------------------------------------------
Bias Butir
------------------------------------------------------------------------------
Langkah Pemeriksaan Bias Butir
• Pertama kita menentukan butir mana yang akan
diperiksa bias atau tidak bias, misalkan butir ke-8
• Pada butir ke-8 urut sekor responden dari kecil ke
besar, dan perhatikan salah satu sekor, misalkan
sekor 12
• Perhatikan semua responden dengan sekor 12 dan
mereka dipecah ke dalam dua subpopulasi yang
diduga terkena bias butir
• Hitung proporsi jawaban betul pada setiap populasi
Subpopulasi 1 frekuensi betul dan salah
Subpopulasi 2 frekuensi betul dan salah
• Sekor lainnya dibagi ke dalam interval sehingga
seluruhnya (termasuk sekor 12) menjadi 3 sampai 5
interval
22. ------------------------------------------------------------------------------
Bias Butir
------------------------------------------------------------------------------
• Menurut Scheuneman, setiap interval mengandung
10 sampai 20 sekor
• Karena Scheuneman menggunakan distribusi
probabilitas khi-kuadrat maka setiap sel harapan
jangan kurang dari 5 sekor (syarat pendekatan ke
distribusi probabilitas khi-kuadrat)
• Perhatikan statistik setiap interval sekor pada
setiap subpopulasi, misalnya, interval sekor ke-k
Subpo- interval banyaknya banyaknya
pulasi responden jawaban betul
1 k1 mk1 Ak1
2 k2 mk2 Ak2
23. ------------------------------------------------------------------------------
Bias Butir
------------------------------------------------------------------------------
Statistik Jawaban
• Proporsi jawaban betul P dan jawaban salah Q
Subpop 1 Pk1 = Ak1 / mk1 Qk1 = 1 – Pk1
Subpop 2 Pk2 = Ak2 / mk2 Qk2 = 1 – Pk2
Gabungan
subpop
A +
A
k k
P = -
= 1 2
Q 1
P
k t ki kt
m +
m
k k
1 2
• Harapan matematik jawaban betul dan salah
Subpop 1 EPk1 = Pkt mk1
EQk1 = Qkt mk1
Subpop 2 EPk2 = Pkt mk2
EQk2 = Qkt mk2
24. ------------------------------------------------------------------------------
Bias Butir
------------------------------------------------------------------------------
• Statistik khi-kuadrat tiap interval
( A -
E
)
k 1 P
k
1
E
P
( k
1
A -
E
)
k P
k
2 2
2
c
P
k
1
2
2
2
2
2
P
k
c
P
k
E
=
=
• Khi-kuadrat Scheuneman pada K interval
K
K
=å +å
c c c
s Pk P
k
n
1 2
k
k
= =
SP K s
1
2
2 2
1
( 1)( 1)
= - -
SP = banyaknya subpopulasi
K = banyaknya interval
25. ------------------------------------------------------------------------------
Bias Butir
------------------------------------------------------------------------------
Contoh 3
Suatu data dibagi ke dalam dua subpopulasi
berupa subpopulasi 1 dan subpopulasi 2 (misal pria
dan wanita)
Sekor 12 dijadikan satu interval sebagai k = 3
Selanjutnya sekor 1 sampai 9 menjadi k =1
sekor 10 sampai 11 menjadi k =2
sekor 13 sampai 14 menjadi k = 4
Format statistik menjadi
statistik interval sekor k jumlah
1 2 3 4
sekor 1-9 10-11 12 13-14
agar isi tiap interval (harapan) tidak kurang dari
5 atau menurut Scheuneman di antara 10
sampai 20
27. ------------------------------------------------------------------------------
Bias Butir
------------------------------------------------------------------------------
statis- interval sekor ke-k jumlah
tik 1 2 3 4
sekor 1-9 10-11 12 13-14
EQk1 1,32 3,05 14,46 45,54 64,37
EQk2 16,66 13,96 35,54 64,46 130,62
c2
Pk1 0,1192 0,4180 3,3122 1,5319 5,3813
c2
Pk2 0,0095 0,0912 1,3472 1,0825 2,5304
c2
Qk1 2,1382 2,8533 7,6827 0,6546 13,3288
c2
Qk2 0,1654 0,6276 2,1258 0,4625 4,3813
Masukkan ke rumus khi-kuadrat
c2
s = 5,3813 + 2,5304 = 7,912
ns = (2 – 1)(4 – 1) = 3
Dengan menentukan taraf signifikansi a serta tabel
fungsi distribusi c2
(a)(n) dapat diputuskan apakah butir
ini bias atau tidak
28. ------------------------------------------------------------------------------
Bias Butir
------------------------------------------------------------------------------
2. Pendekatan Khi-kuadrat Camilli
• Pada prinsipnya pendekatan khi-kuadrat Camilli
sama dengan pendekatan khi-kuadrat
Scheuneman
• Pendekatan khi-kuadrat Scheuneman hanya
memperhatikan proporsi jawaban betul
• Pada pendekatan khi-kuadrat Camilli, selain
memperhatikan proporsi jawaban betul, juga
memperhatikan proporsi jawaban salah
• Semua rumus pada pendekatan khi-kuadrat
Scheuneman digunakan di sini
• Perbedaan hanya terletak pada perhitungan
akhir yakni pada khi-kuadrat
29. ------------------------------------------------------------------------------
Bias Butir
------------------------------------------------------------------------------
Statistik khi-kuadrat Camilli
c2
betul = c2
Pk1 + c2
Pk2
c2
salah = c2
Qk1 + c2
Qk2
sehingga khi-kuadrat Camilli menjadi
c2
C = Sc2
betul + Sc2
salah
nC = (SP – 1)K
SP = banyaknya subpopulasi
K = banyaknya interval
Contoh 4
Dari contoh 3 diperoleh
c2
C = 5,3813 + 2,5304 + 13,3288 + 4,3813
= 25,622
nC = (2 – 1)(4) = 4
30. ------------------------------------------------------------------------------
Bias Butir
------------------------------------------------------------------------------
F. Prosedur Mantel-Haenszel
1. Pendahuluan
• Populasi dibagi ke dalam subpopulasi yang
diduga terkena bias butir dan dinamakan
subpopulasi referensi (R) dan subpopulasi
fokus (F)
• Sekor dibagi ke dalam K level
• Pada setiap level, banyaknya responden pada
setiap subpopulasi berdasarkan jawaban betul
dan salah
Subpop Betul Salah Jumlah
Referensi MRbk MRsk MRk
Fokus MFbk MFsk MFk
Jumlah Mbk Msk Mk
31. ------------------------------------------------------------------------------
Bias Butir
------------------------------------------------------------------------------
2. Statistik Mantel-Haenszel (MH)
Dari level k = 1 sampai k = K
K
å
M M
Rbk Fsk
M
k k
= = K
a 1
å
M M
Rsk Fbk
M
k =
k
MH
1
• Ukuran bias butir delta dapat dihitung dari
Dbias-MH = – 2,35 ln aMH
Makin negatif makin sukar butir itu bagi
subpopulasi fokus
32. ------------------------------------------------------------------------------
Bias Butir
------------------------------------------------------------------------------
3. Distribusi bias butir MH
Bias butir MH berdistribusi khi-kuadrat
M M M
å å
| | 0,5
= -
å
=
é
bk Rk
M M M M
bk sk Rk Fk
Dengan distribusi khi-kuadrat dapat
dilakukan pengujian selanjutnya
ù
úû
êë
- -
= K
k k
K
k
K
k k
Rbk
MH
M
M
1
2
2 1 1
c
33. ------------------------------------------------------------------------------
Bias Butir
------------------------------------------------------------------------------
G. Pendeteksian Modern denganTeori Responsi Butir
1. Pendeteksian Melalui Pencocokan Paramater
• Populasi dibagi ke dalam subpopulasi yang
diduga terkena bias butir (misal pria wanita)
• Pada setiap subpopulasi dilakukan pencocokan
di antara data dan model karakteristik butir
yang digunakan
• Jika model cocok dengan data maka dicari
penyetaraan skala di antara subpopulasi (skala
b, a, dan c)
• Uji statistika terhadap kesamaan parameter
butir di antara subpopulasi
• Terdapat bias butir jika mereka tidak sama dan
tiada bias butir jika mereka sama
34. ------------------------------------------------------------------------------
Bias Butir
------------------------------------------------------------------------------
• Pencocokan model dengan data untuk model
1P menurut Wright dan Stone
[ X P
( q
)
]
gi i
( q ) ( q
)
i i i
1
M
=1
å=
M
2
H
i
n
= -
-
P Q
M = banyaknya responden di dalam
subpopulasi
• Statistik ini mendekati distribusi probabilitas
khi-kuadrat
• Statistik uji untuk kesamaan parameter b
(berdistribusi probabilitas normal)
z = b -
b
i i
1 2
2
2
i s s
2
1
+
bi bi
35. ------------------------------------------------------------------------------
Bias Butir
------------------------------------------------------------------------------
2. Pendekatan melalui Luas di antara Lengkungan
• Populasi dibagi ke dalam subpopulasi yang diduga
terkena bias butir (misal pria wanita)
• Setiap subpopulasi membentuk karakteristik butir
• Jika karakteristik butir tidak sama maka di antara
dua lengkungan karakteritik butir itu terdapat luas
• Makin besar luas itu makin bias butir itu
Pi(q)
q
Subpop 1
Subpop2
Luas
36. ------------------------------------------------------------------------------
Bias Butir
------------------------------------------------------------------------------
• Probabilitas jawaban betul pada supopulasi
untuk butir ke-i
Subpopulasi 1 Pi1(q)
Subpopulasi 2 Pi2(q)
Selisih Pi1(q) – Pi2(q)
• Untuk nilai q dari – 4,00 sampai 4,00 dengan
interval 0,005
• Luas wilayah di antara lengkungan menjadi
4 00
å-
A = P -
P
i i i =
1 2 0 005
4 00
,
,
, | |
q