SlideShare a Scribd company logo
1 of 5
Download to read offline
Jurnal Biologi Sumatera, Juli 2007, hlm. 37 – 41
ISSN 1907-5537
Vol. 2, No. 2
KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS DI MUARA
SUNGAI BELAWAN
Mayang Sari Yeanny
Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara,
Jln. Bioteknologi No. 1, Kampus USU, Padang Bulan, Medan 20155
Abstract
Diversity of Macrozoobenthic in Belawan river in Medan. Sampling station was determined by using
purposive random sampling. The result showed that fifteen generas of macrozoobenthic, which were
categorized into two phylums, four classes, seven orders, twelve families. The highest index of the population
density was shown by Littorina 42.672 ind./m2
which found in stasion II. The highest index of the diversity was
found in station III: 1.67 and the lowest was found in station I: 1.52. The highest index of the equaitability was
found in station I: 0.95 and the lowest was found in station II: 0.90. The diversity of macrozoobenthic was
effected by some environment factors such as; temperature, salinity, DO, the content of organic substrate, that
were significant effected and pH was highly significant effected
Keywords: macrozoobenthic, diversity, Belawan River
PENDAHULUAN
Sungai Belawan merupakan sumber air yang
sangat penting fungsinya dalam pemenuhan
kebutuhan masyarakat. Salah satu bagian sungai
adalah muara. Muara merupakan penggabungan
beberapa sungai yang menyatu dan menbentuk suatu
daerah yang lebih besar, dimana dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Sungai Belawan Medan merupakan
salah satu sungai yang mempunyai panjang 74 km.
Dimana aliran sungai Belawan melawati kawasan
pemukiman, industri, Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(PLTU) dan pertambakan. Dengan adanya aktivitas
tersebut, akan mempengaruhi lingkungan sehingga
mengganggu kehidupan organisme air.
Salah satu organisme air adalah
makrozoobentos. Makrozoobentos adalah organisme
yang hidup di dasar perairan, hidup sesil, merayap,
atau menggali lubang. Kelimpahan dan
keanekaragamannya sangat dipengaruhi oleh toleransi
dan sensitivitasnya terhadap perubahan lingkungan.
Kisaran toleransi dari makrozoobentos terhadap
lingkungan berbeda-beda (Wilhm, 1975 dalam
Marsaulina, 1994). Sejauh ini keanekaragaman
Makrozoobentos di Muara Sungai Belawan belum
diketahui sehingga perlu dilakukan penelitian.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui
keanekaragaman Makrozoobentos di Muara Sungai
Belawan. (2) Mengetahui pengaruh faktor fisik kimia
terhadap keanekaragaman makrozoobentos di muara
Sungai Belawan Medan.
BAHAN DAN METODE
Pengambilan Sampel
Metode yang digunakan adalah Purposive
Random Sampling sebanyak 3 (tiga) stasiun. Pada
setiap stasiun dilakukan 3 kali pengambilan sampel.
Pengambilan sampel menggunakan eckmamn grab
yang dilakukan dengan cara menurunkannya dalam
keadaan terbuka sampai dasar sungai, kemudian
pengait ditarik sehingga eckmann grab secara
otomatis tertutup bersamaan dengan masuknya
substrat. Sampel yang didapat disortir menngunakan
metode hand sorting dengan bantuan ayakan,
selanjutnya dibersihkan dengan air dan dimasukkan ke
dalam botol sampel yang telah berisi formalin 4%
selama 1 hari, kemudian dicuci dengan akuades dan
dikeringanginkan, lalu masukkan kembali ke dalam
botol koleksi yang telah diberikan alkohol 70%
sebagai pengawet dan diberi label (Suin, 2002).
Sampel dibawa ke Laboratorium Ekologi untuk
diamati dengan menggunakan mikroskop stereo dan
alat bantu cawan petri, pinset serta kuas, lalu
diidentifikasi dengan menggunakan buku acuan
Edmonson dan Dharma (1988).
Pengukuran Faktor Fisik Kimia Air
Pengukuran faktor fisik kimia air yang diukur
dalam penelitian ini adalah: suhu, penetrasi cahaya,
kedalaman, pH, salinitas, DO (Dissolved Oygene),
BOD5 (Biochemical Oxygene Demand) dan
kandungan organik substrat. Sebagian dilakukan
langsung di lapangan dan sebagian lagi diukur di
laboratorium.
Analisis Data
Data yang diperoleh diolah menghitung
kepadatan populasi, kerapatan relatif, frekwensi
kehadiran, indeks diversitas Shannon-Wiener, indeks
ekuitabilitas, dan analisa korelasi dengan persanaan
sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
YEANNY J. Biologi Sumatera38
a. Kepadatan Populasi (K)
sampelnpengambilaareaLuas
jenissuatuindividuJumlah
K =
b. Kepadatan Relatif (KR)
KR =
N
ni
Σ
x 100%
Dengan ni : jumlah individu spesies i
NΣ : total individu seluruh jenis
c. Frekwensi Kehadiran (FK)
%100x
plottotalJumlah
jenissuatuditempatiplotJumlah
FK =
Dengan nilai FK: 0-25% (sangat jarang); 25-50%
(jarang); 50-75% (sering); >75%
(sangat sering)
d. Indeks Diversitas Shannon-Wiener (H1
)
H1
= -Σ pi ln pi
Dengan H1
= indeks diversitas Shannon Wiener
pi = proporsi spesies ke-i
ln = logaritma nature
pi = Σ ni/N (Perbandingan jumlah
individu suatu jenis dengan
keselurahan jenis)
dengan nilai H1
:
0<H1
<2,302 = keanekaragaman rendah
2,302<H1
<6,907 = keanekaragaman sedang
H1
> 6,907 = keanekaragaman tinggi
e. Indeks Equitabilitas (E)
Indeks Equitabilitas (E) =
max
`
H
H
Dengan:
H1
= indeks diversitas Shannon-wiener
Hmax = keanekaragaman spesies maksimum
= ln S (dimana S banyaknya spesies)
dengan nilai E berkisar antara 0-1
f. Analisis Kolerasi
Nilai Kolerasi diperoleh dari persamaan:
22
.
.
yx
yx
r
Σ
Σ
=
Dengan r = koefisien kolerasi
x = Variabel x (indeks Keanekaragaman)
y = Variabel y (faktor fisik kimia)
Selanjutnya dihutung dengan uji (t) menurut Michael
(1984) dengan persamaan:
2
1
2
r
nr
t
−
−
=
HASIL DAN PEMBAHASAN
Faktor Fisik Kimia Perairan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
nilai rata-rata faktor fisik kimia air pada setiap stasiun
pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Nilai rata-rata faktor fisik kimia air pada
setiap stasiun pengamatan
Stasiun
No Parameter Satuan
I II III
1. Suhu o
C 32,00 33,33 33,17
2. Penetrasi
cahaya
cm 26,67 66,67 61,67
3. Kedalaman m 2,33 6,80 6,67
4. pH - 6,23 6,80 6,87
5 DO mg/l 4,73 4,4 4,3
6. Salinitas o
/oo
18,00 18,33 19,33
7. BOD5 mg/l 0,93 0,90 0,83
8. Substrat dasar Lumpur
berpasir,
Lumpur
berbatu
Lumpur
berpasir
Lumpur
berbatu
9. Kandungan
organik
subsrat
% 5,95 6,38 6,03
Keterangan:
Stasiun I = Lokasi Pemukiman Penduduk
Stasiun II = Lokasi PLTU
Stasiun III = Lokasi Pelabuhan Lama
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa suhu ketiga
stasiun berkisar 32,00 – 33,00 o
C denga suhu tertinggi
pada stasiun II sebesar 33,33 o
C, dan yang terendah
pada stasiun I sebesar 32,00 o
C. Rendahnya suhu pada
stasiun I disebabkan kondisi yang lebih ternaungi oleh
tumbuhan bakau dibandung kedua stasiun lainnya (I
dan III). Menurut Odum (1988) suhu ekosistem
perairan selain dipengaruhi oleh penetrasi cahaya,
pertukaran panas antara air dan udara sekelilingnya,
ketinggian kanopi (penutup vegetasi) dari pepohonan
yang di pinggiran perairan.
Penetrasi cahaya ketiga stasiun berkisar 26,67
– 66,67 cm, tertinggi di stasiun II sebesar 26,67 cm
dan terendah di stasiun I sebesar 66,67 cm.
Rendahnya penetrasi cahaya di stasiun I disekan oleh
aktivitas masyarakat seperti pertambakan, perikanan
dan pembuangan limbah masyarakat. Sastrawidjaya
(1991) menyatakan bahwa cahaya matahari tidak
dapat menembus dasar perairan jika konsentrasi bahan
suspensi atau bahan terlarut terlalu tinggi, akibatnya
akan mempengaruhi proses fotosintasis di dalam
perairan tersebut.
Kedalaman pada ketiga stasiun berkisar 2,33
– 12,00 m. Kedalaman terendah pada stasiun I sebasar
2,33 dan tertinggi pada stasiun II. Tingginya
kedalaman pada stasiun II disebabkan karena stasiun
ini merupakan lokasi PLTU yang berdekatan dengan
laut.
Derajat Keasaman atau kebasaan (pH) pada
stasiun penelitian rata-rata mnendekati netral berkisar
6,23-6,87. pH tertinggi pada stasiun III sebesar 6,23
dan terendah pada stasiun I sebesar 6,87, namun
keseruhan pH sangat mendukung kehidupan
makrozoobentos. Sutrisno (1987) menyatakan, pH
yang optimal untuk spesies makrozoobentos berkisar
6,0-8,0.
Universitas Sumatera Utara
Vol. 2, 2007 J. Biologi Sumatera 39
Oksigen terlarut (DO) pada ketiga stasiun
berkisar 4,33-4,73. DO tertinggi pada stasiun I sebesar
4,73 dan terendah pada stasiun III sebesar 4,33.
Tingginya DO pada stasiun I berkaitan dengan
rendahnya suhu perairan tersebut. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Sastrawijaya (1991), bahwa suhu
mempunyai pengaruh besar terhadap kelarutan
oksigen, jika suhu naik maka oksigen di dalam air
akan menurun. Namun secara keseluruhan kandungan
oksigen semua stasiun sangat mendukung kehidupan
organisme perairan.
Salinitas pada ketiga stasiun berkisar 18,00-
19,33o
/oo. Salinitas tertinggi pada stasiun III sebesar
19,33o
/oo dan terendah pada stasiun I sebesar 18,00o
/oo.
Tingginya salinitas pada stasiun III disebabkan lebih
dekat dengan laut bebas. Nybakken (1992),
menyatakan adanya penambahan air tawar yang
mengalir masuk ke perauran laut (muara) dapat
menurunkan salinitas.
BOD5 pada ketiga stasiun berkisar 0,833-
0,933 mg/l. BOD5 tertinggi pada stasiun I sebesar
0,933 mg/l dan terendah pada stasiun III sebesar 0,833
mg/l. Tingginya BOD5 pada stasiun I disebabkan
banyaknya limbah dari aktivitas masyarakat seperti
pertambakan, perikanan dan pembuangan limbah
masyarakat sehingga oksigen yang dibutuhkan untuk
mengurai bahan tersebut semakin sedikit. Brower et
al., (1990), menyatakan jika konsumsi oksigen pada
periode lima hari berkisar 5 ppm maka perairan
tersebut tergolong baik, sedangkan jika berkisar 10-20
ppm maka perairan tersebut menunjukkan tingkat
pencemaran oleh materio organik.
Substrat dasar pada ketiga stasiun terdiri dari
lumpur berpasir dan lumpur berbatu. Kondisi substrat
yang demikian karena muara merupakan kumpulan
dari anak sungai sehingga sedimen lumpur
terakumulasi dan substrat lumpur yang dominan. Jenis
substrat dapat menyebabkan perbedaan jenis
makrozoobentos yang hidup pada masing-masing
stasiun tersebut (Nybakken, 1992).
Kandungan organik subsrat pada ketiga
stasiun berkisar 5,95-6,38% dengan nilai tertinggi
didapatkan pada stasiun I sebesar 6,38%, dan terendah
distasiun I sebesar 5,95%. Secara keseluruhan nilai
kandungan organik yang dapat pada ketiga
stasiunpenelitian tergolong tinggi. Menurut Pusat
Penelitian Tanah (1983) dalam Djaenuddin et al.,
(1994), kriteria tinggi rendahnya kandungan organik
substrat/tanah berdasarkan persentase adalah sebagai
berikut; <1% (sangat rendah); 1-2% (rendah); 2,01-
3% (sedang); 3,01-5% (tinggi); >5,01% (sangat
tinggi);
Jenis-Jenis Makrozoobentos yang Didapat pada
Setiap Stasiun
Berdasarkan hasil penelitian dip[eroleh jenis-
jenis makrozoobentos yang didapatkan pada beberapa
stasiun lokasi penelItian seperti Tabel 2. Pada Tabel
tersebut dapat dilihat makrozoobentos yang
didapatkan sebanyak 15 genus yang di kelompokkan
dalam 2 phylum, 4 kelas, 7 ordo dan 12 famili.
Makrozoobentos yang paling banyak ditemukan
adalah dari kelas Gastropoda, ini disebabkan kondisi
lingkungan sesuai dengan kehidupannya. Menurut
Hutchinson (1993), Gastropoda merupakan hewan
yang dapat hidup dan berkembang dengan baik pada
berbagai jenis substrat yang memiliki kesediaan
makanan dan kehidupannya selalu dipengaruhi oleh
kondisi fisik kimia perairan seperti, suhu, pH maupun
oksigen terlarut.
Tabel 2. Jenis-jenis Makrozoobentos yang didapatkan di Muara Percut Sei Tuan
Phylum Kelas Ordo Famili Genus
Annelida Oligochaeta Opisthopora Tubificidae Tubifex
Moluska Bivalvia Toxodonta Arcidae Anadara
Gastropoda Archaegastropoda Trocidae Monodonta
Basommatophora Physidae Physa
Mesogastropoda Cymatiidae Cymatium
Linatella
Epitoiniidae Epitonium
Littorinidae Littorina
Pleuroceridae Goniobasis
Pleurocera
Phylum Kelas Ordo Famili Genus
Potamididae Telescopium
Neogastropoda Melongnidae Pugilina
Muricidae Chicoreus
Murex
Pelecypoda Heterodonta Sphaeriidae Sphaerium
Keterangan:
B : Bawah
T : Tengah
A : Atas
- : tidak ditemukan
Universitas Sumatera Utara
YEANNY J. Biologi Sumatera40
Tabel 3. Nilai kepadatan (ind./m2
), Kepadatan Relatif (%) dan Frekwensi Kehadiran (%) pada setiap stasiun
penelitian
I II III
TAKSA
K KR FK K KR FK K KR FK
Tubifex 26,67 37,50 100
Anadara 10,67 14,29 33,33
Monodonta 10,67 15,39 66,67 16,00 14,99 66,67
Physa 16,00 14,99 66,67
Cymatium 10,67 14,29 66,67
Linatella 10,67 10,00 33,33
Epitonium 5,33 7,13 33,33
Littorina 5,33 7,68 33,33 42,67 39,99 66,67
Goniobasis 16,00 23,08 100
Pleurocera 21,33 30,76 100
Telescopium 10,67 10,00 33,33
Pugilina 10,67 10,00 33,33
Chicoreus 10,67 14,29 33,33
Murex 10,67 14,29 66,67
Sphaerium 16,00 23,08 66,67
Total 69,33 100 106,69 100 74,69 100
Nilai Kepadatan, Kepadatan Relatif, dan
Frekwensi Relatif Makrozoobentos
Hasil penelitian mendapatkan nilai kepadatan,
kapadatan relatif dan frekwensi relatif di stasiun
seperti tertera pada Tabel 3. Dari Tabel tersebut dapat
dilihat bahwa bahwa genus Littorina yang paling
banyak dijumpai diantara ketiga stasiun penelitian
yaitu sebesar 42,67 ind./m2
(K), 39,99% (KR) dan
33,33% (FK) yang terdapat stasiun II. Tingginya
genus ini disebabkan substrat dasar perairan lumpur
berpasir mendukung keberadaannya. Dharma (1988)
menyatakan genus Littorina banyak dijumpai pada
perairan dengan substrat lumpur berpasir disekitar
muara.
Indeks Keanekaragaman (H1
) dan Indeks
Keseragaman (E)
Dari Tabel indeks keanekaragaman (H1
) pada
ketiga stasiun berkisar 1,52-1,67. Indeks
keanekaragaman (H1
) tertinggi sebesar 1,67 pada
stasiun III dan terendah pada stasiun I sebesar 1,52.
Keanekaragaman makrozoobentos pada ketiga stasiun
penelitian tergolong rendah. Menurut Kreb (1985),
Keanekaragaman rendah bila 0<H1
<2,30,
Keanekaragaman sedang bila 2,302<H1
<6,907,
Keanekaragaman tinggi bila H1
< 6,907.
Tabel 4. Nilai Keanekaragaman (H1
) dan Nilai
Keseragaman (E) Makrozoobentos
Stasiun
Indeks
I II III
Indeks keanekaragaman (H1
) 1,52 1,62 1,67
Indeks Keseragaman (E) 0,95 0,90 0,93
Indeks Keseragaman (E) ketiga stasiun
penelitian berkisar 0,904 – 0,947 dengan indeks
keseragaman tertinggi pada stasiun I sebesar 0,947
dan terendah pada stasiun II sebesar 0,904. Secara
keseluruhan indeks keseragaman ketiga stasiun
tergolong tingg, yang berarti penyebaran individu
sangat seragam dan merata. Menurut Kreb (1985)
indeks keseragaman (E) berkisar 0-1. Bila nilai
mendekati 0 berarti keseragaman rendah karena
adanya jenis yang mendominasi dan bila mendekati 1,
keseragaman tinggi yang menunjukkan tidak ada jenis
yang mendominasi.
Analisa Kolerasi Keanekaragaman Makrozoobentos
dengan Faktor Fisik Kimia Perairan
Berdasarkan pengukuran faktorfisik kimia
perairan yang telah dilakukan pada setiap stasiun
penelitian, dan dikolerasikan dengan Indeks
Keanekaragaman (Diversitas Shannon-Wiener) maka
diperoleh nilai kolerasi seperti terlihat pada tabel
berikut:
Tabel 5. Nilai analisis kolerasi keanekaragaman
Makrozoobentos dengan Faktor Fisik Kimia
Perairan
No Parameter r t
1. Suhu 1,00 44,43*
2. Penetrasi cahaya 0,96 3,26tn
3. Kedalaman 0,86 1,69tn
4. pH 1,00 100,82**
5. DO 0,99 13,05*
6. Salinitas 1,00 55,03*
7. BOD 0,99 12,036tn
8. Kandungan organik
subsrat
0,99 26,02*
Keterangan:
tn = tidak berpengaruh
* = berpengaruh nyata
** = berpengaruh sangat nyata
Universitas Sumatera Utara
Vol. 2, 2007 J. Biologi Sumatera 41
Dari Tabel 5 hasil analisis kolerasi antara
faktor fisik kimia perairan dengan indeks
keanekaragaman dengan uji t memberikan hasil
bahwa suhu, DO, Salinitas dan kandungan organik
sustrat berpengaruh nyata terhadap keanekaragaman
makrozoobentos, sedangkan pH memberi pengaruh
sangat nyata terhadap keanekaragaman
makrozoobentos.
Suhu berpengaruh nyata terhadap
keanekaragaman makrozoobentos disebabkan
makrozoobentos memiliki kisaran toleransi untuk
dapat hidup baik di tempat tersebut. Oksigen terlarut
salah satu faktor penting dalam suatu perairan untuk
kelangsungan hidup makrozoobentos. Menurut
Sastrawijaya (1991), untuk mempertahankan
hidupnya, organisme air bergantung pada oksigen
terlarut. Salinitas berpengaruh terhadap kehidupan
makrozoobentos antara lain mempengaruhi laju
pertumbuhan, jumlah makanan yang dikomsumsi,
nilai konversi makanan dan daya kelangsungan hidup
biota air. Kandungan organik substrat memberi
pengaruh karena habitat dari makrozoobentos terdapat
di substrat dasar perairan. Menurut Hutchinson
(1993), keanekaragaman makrozoobentos di perairan
juga dipengaruhi oleh jenis substrat dan kandungan
organik substrat. Derajat Keasaman (pH) sangat
penting mendukung kelangsungan hidup organisme
akuatik karena pH dapat mempengaruhi jenis dan
susunan zat dalam lingkungan perairan dan
tersedianya unsur hara serta toksisitas unsur renik.
Sastrawijaya (1991) kondisi perairan yang sangat
asam atau basa akan membahayakan kelangsungan
hidup organisme karena akan menyebabkan
terganggunya metabolisme dan respirasi, dimana pH
yang rendah menyebabkan mobilitas kelangsungan
hidup organisme perairan. Dari penelitian tentang
keanekaragaman makrozoobentos di muara sungai
Belawan dapat disimpulkan sebagai barikut: (1)
Secara keseluruhan makrozoobentos yang didapatkan
sebanyak 15 genera dari 12 famili, 7 ordo, 4 kelas dan
2 filum. (2) Kepadatan makrozobentos tertinggi
terdapat pada genus Littorina sebasar 42,672 ind./m2
(stasiun II) dan terendah pada genus Epitonium
sebesar 5,328 ind./m2
(stasiun III). (3)
Keanekaragaman pada ketiga stasiun tergolong rendah
(1,52-1,67) dan keseragaman tergolong tinggi (0,90-
0,95). (4) Suhu, DO, Salinitas, dan kandungan organik
berpengaruh nyata sedangkan pH berpengaruh sangat
nyata.
DAFTAR PUSTAKA
Brower, J. E. H. Z. Jerrold & Car I. N. Von Ende.
1990. Field and Laboratory Methods for
General Ecology. Third Edition. Wm C.
Brown publisher USA, New York. hlm. 52.
Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia.
Cetakan pertama. Sarana Graha, Jakarta hlm
4-27
Edmonson, W.T. 1963. Fresh Water Biologi. Second
Edition. Jhon Willey & Sons, inc, New York.
hlm. 274-285
Krebs.C. J. 1985. Experimental Analysis of
Distribubution of Abudance Third edition.
Harper & Row Publisher, New York. hal.
186-187
Marsaulina, L. 1994. Keberadaan dan
Keanekaragaman Makrozoobentos di Sungai
Semayang Kecamatan Sunggal. Karya tulis.
Lembaga Penelitian USU, Medan hlm 2, 6-10
Michael, P. 1984. Metode Ekologi untuk Penyelidikan
Ladang dan Laboratorium. UI Pres, Jakarta.
hlm. 140,168.
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut Suatu
Pendekatan Ekologi. PT. Gramedia, Jakarta
hlm. 45-48.
Odum, E.P. 1994. Dasar-dasar Ekologi. Edisi ketiga.
Gadjah Mada University Pres. Yogyakarta.
hlm. 373,397.
Sastrawijaya, A. T. 1991. Pencemaran Lingkungan.
Rineka Cipta. Jakarta. hlm. 35, 83-87.
Suin, N. M. 2002. Metode Ekologi. Universitas
Andalas, Padang. hlm. 58-59.
Universitas Sumatera Utara

More Related Content

What's hot

Pengenceran berseri dan perhitungan mikroba secara tidak langsung dengan meto...
Pengenceran berseri dan perhitungan mikroba secara tidak langsung dengan meto...Pengenceran berseri dan perhitungan mikroba secara tidak langsung dengan meto...
Pengenceran berseri dan perhitungan mikroba secara tidak langsung dengan meto...Farida Lukmi
 
Laporan Praktikum Ekologi: Produktivitas Primer
Laporan Praktikum Ekologi: Produktivitas PrimerLaporan Praktikum Ekologi: Produktivitas Primer
Laporan Praktikum Ekologi: Produktivitas PrimerUNESA
 
Komunikasi Lintas Budaya dan perubahan sosial budaya
Komunikasi Lintas Budaya dan perubahan sosial budayaKomunikasi Lintas Budaya dan perubahan sosial budaya
Komunikasi Lintas Budaya dan perubahan sosial budayaiwayan suta
 
LAPORAN PRAKTIKUM PARASITOLOGI DASAR 1
LAPORAN PRAKTIKUM PARASITOLOGI DASAR 1LAPORAN PRAKTIKUM PARASITOLOGI DASAR 1
LAPORAN PRAKTIKUM PARASITOLOGI DASAR 1Awe Wardani
 
Faktor Pembatas
Faktor PembatasFaktor Pembatas
Faktor PembatasNur Aini
 
Cimex lectularius
Cimex lectulariusCimex lectularius
Cimex lectulariusIshaqHaris
 
Morfologi jamur tugas
Morfologi jamur tugasMorfologi jamur tugas
Morfologi jamur tugasprogsus6
 
Komunikasi Kelompok
Komunikasi KelompokKomunikasi Kelompok
Komunikasi KelompokRatih Aini
 
Groupthink Theory
Groupthink Theory Groupthink Theory
Groupthink Theory mankoma2012
 
Komunikasi antarbudaya dan komunikasi organisasi
Komunikasi antarbudaya dan komunikasi organisasiKomunikasi antarbudaya dan komunikasi organisasi
Komunikasi antarbudaya dan komunikasi organisasiputiandinis
 
Teori roland barthes
Teori roland barthesTeori roland barthes
Teori roland barthesRestuads
 
Bahasa dan budaya dalam komunikasi lintas budaya
Bahasa dan budaya dalam komunikasi lintas budayaBahasa dan budaya dalam komunikasi lintas budaya
Bahasa dan budaya dalam komunikasi lintas budayaFuji Lestari
 
PPT Hematologi - PT ( Protrombin)
PPT Hematologi - PT ( Protrombin)PPT Hematologi - PT ( Protrombin)
PPT Hematologi - PT ( Protrombin)Riskymessyana99
 
Presentasi metode clotting time hub aptt
Presentasi metode clotting time hub apttPresentasi metode clotting time hub aptt
Presentasi metode clotting time hub apttDiana Arwati
 
Makalah Filsafat Komunikasi: Komunikasi sebagai Ilmu Pengetahuan
Makalah Filsafat Komunikasi: Komunikasi sebagai Ilmu PengetahuanMakalah Filsafat Komunikasi: Komunikasi sebagai Ilmu Pengetahuan
Makalah Filsafat Komunikasi: Komunikasi sebagai Ilmu PengetahuanSerenity 101
 

What's hot (20)

Pengenceran berseri dan perhitungan mikroba secara tidak langsung dengan meto...
Pengenceran berseri dan perhitungan mikroba secara tidak langsung dengan meto...Pengenceran berseri dan perhitungan mikroba secara tidak langsung dengan meto...
Pengenceran berseri dan perhitungan mikroba secara tidak langsung dengan meto...
 
Makalah ekosistem
Makalah ekosistemMakalah ekosistem
Makalah ekosistem
 
Laporan Praktikum Ekologi: Produktivitas Primer
Laporan Praktikum Ekologi: Produktivitas PrimerLaporan Praktikum Ekologi: Produktivitas Primer
Laporan Praktikum Ekologi: Produktivitas Primer
 
Etika Komunikasi Dalam Kelompok
Etika Komunikasi Dalam KelompokEtika Komunikasi Dalam Kelompok
Etika Komunikasi Dalam Kelompok
 
Siklus sel
Siklus selSiklus sel
Siklus sel
 
Komunikasi Lintas Budaya dan perubahan sosial budaya
Komunikasi Lintas Budaya dan perubahan sosial budayaKomunikasi Lintas Budaya dan perubahan sosial budaya
Komunikasi Lintas Budaya dan perubahan sosial budaya
 
LAPORAN PRAKTIKUM PARASITOLOGI DASAR 1
LAPORAN PRAKTIKUM PARASITOLOGI DASAR 1LAPORAN PRAKTIKUM PARASITOLOGI DASAR 1
LAPORAN PRAKTIKUM PARASITOLOGI DASAR 1
 
Faktor Pembatas
Faktor PembatasFaktor Pembatas
Faktor Pembatas
 
Konsep ekologi
Konsep ekologiKonsep ekologi
Konsep ekologi
 
Cimex lectularius
Cimex lectulariusCimex lectularius
Cimex lectularius
 
Morfologi jamur tugas
Morfologi jamur tugasMorfologi jamur tugas
Morfologi jamur tugas
 
Komunikasi Kelompok
Komunikasi KelompokKomunikasi Kelompok
Komunikasi Kelompok
 
Groupthink Theory
Groupthink Theory Groupthink Theory
Groupthink Theory
 
Komunikasi antarbudaya dan komunikasi organisasi
Komunikasi antarbudaya dan komunikasi organisasiKomunikasi antarbudaya dan komunikasi organisasi
Komunikasi antarbudaya dan komunikasi organisasi
 
Teori roland barthes
Teori roland barthesTeori roland barthes
Teori roland barthes
 
Bahasa dan budaya dalam komunikasi lintas budaya
Bahasa dan budaya dalam komunikasi lintas budayaBahasa dan budaya dalam komunikasi lintas budaya
Bahasa dan budaya dalam komunikasi lintas budaya
 
PPT Hematologi - PT ( Protrombin)
PPT Hematologi - PT ( Protrombin)PPT Hematologi - PT ( Protrombin)
PPT Hematologi - PT ( Protrombin)
 
Materi Sosiologi Komunikasi
Materi Sosiologi KomunikasiMateri Sosiologi Komunikasi
Materi Sosiologi Komunikasi
 
Presentasi metode clotting time hub aptt
Presentasi metode clotting time hub apttPresentasi metode clotting time hub aptt
Presentasi metode clotting time hub aptt
 
Makalah Filsafat Komunikasi: Komunikasi sebagai Ilmu Pengetahuan
Makalah Filsafat Komunikasi: Komunikasi sebagai Ilmu PengetahuanMakalah Filsafat Komunikasi: Komunikasi sebagai Ilmu Pengetahuan
Makalah Filsafat Komunikasi: Komunikasi sebagai Ilmu Pengetahuan
 

Viewers also liked

Viewers also liked (8)

Antimikroba adila
Antimikroba adilaAntimikroba adila
Antimikroba adila
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Ppt biomon
Ppt biomonPpt biomon
Ppt biomon
 
studi makrobentos
studi makrobentosstudi makrobentos
studi makrobentos
 
Pim1221 7 menangkap ikan dengan trawl
Pim1221 7 menangkap ikan dengan trawlPim1221 7 menangkap ikan dengan trawl
Pim1221 7 menangkap ikan dengan trawl
 
keanekaragaman dan kelimpahan makrobentos
keanekaragaman dan kelimpahan makrobentoskeanekaragaman dan kelimpahan makrobentos
keanekaragaman dan kelimpahan makrobentos
 
PPT bioindikator
PPT bioindikatorPPT bioindikator
PPT bioindikator
 
Contoh jurnal
Contoh jurnalContoh jurnal
Contoh jurnal
 

Similar to keanekaragaman makrozoobentos di muara sungai belawan

Laporan estimasi populasi gastropoda dan makrobentos
Laporan estimasi populasi gastropoda dan makrobentosLaporan estimasi populasi gastropoda dan makrobentos
Laporan estimasi populasi gastropoda dan makrobentosPT. SASA
 
Estimasi populasi gastropoda 1
Estimasi populasi gastropoda 1Estimasi populasi gastropoda 1
Estimasi populasi gastropoda 1PT. SASA
 
estimasi populasi gastropoda di tambakbayan yogyakarta
estimasi populasi gastropoda di tambakbayan yogyakartaestimasi populasi gastropoda di tambakbayan yogyakarta
estimasi populasi gastropoda di tambakbayan yogyakartaPT. SASA
 
kualitas perairan sungai kapuas kota sintang
kualitas perairan sungai kapuas kota sintangkualitas perairan sungai kapuas kota sintang
kualitas perairan sungai kapuas kota sintangPT. SASA
 
1 jurnal zainuri_1-17
1 jurnal zainuri_1-171 jurnal zainuri_1-17
1 jurnal zainuri_1-17Hotma Purba
 
Praktikum ekosistem perairan mengalir di sungai pasauran banten
Praktikum ekosistem perairan mengalir di sungai pasauran bantenPraktikum ekosistem perairan mengalir di sungai pasauran banten
Praktikum ekosistem perairan mengalir di sungai pasauran bantenPT. SASA
 
Ekosistem sungai 1
Ekosistem sungai 1Ekosistem sungai 1
Ekosistem sungai 1PT. SASA
 
Jurnal meikel, foraminifera
Jurnal meikel, foraminiferaJurnal meikel, foraminifera
Jurnal meikel, foraminiferaMeikel Sihombing
 
BIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDA
BIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDABIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDA
BIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDARepository Ipb
 
2575 5225-1-sm
2575 5225-1-sm2575 5225-1-sm
2575 5225-1-smmorila mei
 
Jurnal ekologi perairan
Jurnal ekologi perairanJurnal ekologi perairan
Jurnal ekologi perairanPT. SASA
 
laporan praktikum Ekologi perairan di danau
laporan praktikum Ekologi perairan di danaulaporan praktikum Ekologi perairan di danau
laporan praktikum Ekologi perairan di danauHanna Silvia'mick
 
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN TELUK SEMARANGKOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN TELUK SEMARANGMustain Adinugroho
 
HUBUNGAN LOGAM BERAT Pb DAN Cd PADA AIR LAUT, PLANKTON DAN LARVA PELAGIS IKAN...
HUBUNGAN LOGAM BERAT Pb DAN Cd PADA AIR LAUT, PLANKTON DAN LARVA PELAGIS IKAN...HUBUNGAN LOGAM BERAT Pb DAN Cd PADA AIR LAUT, PLANKTON DAN LARVA PELAGIS IKAN...
HUBUNGAN LOGAM BERAT Pb DAN Cd PADA AIR LAUT, PLANKTON DAN LARVA PELAGIS IKAN...Mustain Adinugroho
 
Ekosistem sungai 2
Ekosistem sungai 2Ekosistem sungai 2
Ekosistem sungai 2PT. SASA
 

Similar to keanekaragaman makrozoobentos di muara sungai belawan (20)

Laporan estimasi populasi gastropoda dan makrobentos
Laporan estimasi populasi gastropoda dan makrobentosLaporan estimasi populasi gastropoda dan makrobentos
Laporan estimasi populasi gastropoda dan makrobentos
 
Estimasi populasi gastropoda 1
Estimasi populasi gastropoda 1Estimasi populasi gastropoda 1
Estimasi populasi gastropoda 1
 
estimasi populasi gastropoda di tambakbayan yogyakarta
estimasi populasi gastropoda di tambakbayan yogyakartaestimasi populasi gastropoda di tambakbayan yogyakarta
estimasi populasi gastropoda di tambakbayan yogyakarta
 
kualitas perairan sungai kapuas kota sintang
kualitas perairan sungai kapuas kota sintangkualitas perairan sungai kapuas kota sintang
kualitas perairan sungai kapuas kota sintang
 
1 jurnal zainuri_1-17
1 jurnal zainuri_1-171 jurnal zainuri_1-17
1 jurnal zainuri_1-17
 
Praktikum ekosistem perairan mengalir di sungai pasauran banten
Praktikum ekosistem perairan mengalir di sungai pasauran bantenPraktikum ekosistem perairan mengalir di sungai pasauran banten
Praktikum ekosistem perairan mengalir di sungai pasauran banten
 
Ekosistem sungai 1
Ekosistem sungai 1Ekosistem sungai 1
Ekosistem sungai 1
 
Jurnal meikel, foraminifera
Jurnal meikel, foraminiferaJurnal meikel, foraminifera
Jurnal meikel, foraminifera
 
Prin besok
Prin besokPrin besok
Prin besok
 
BIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDA
BIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDABIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDA
BIO-ECOLOGI KERANG LAMIS (Meretrix meretrix) DI PERAIRAN MARUNDA
 
2575 5225-1-sm
2575 5225-1-sm2575 5225-1-sm
2575 5225-1-sm
 
Jurnal ekologi perairan
Jurnal ekologi perairanJurnal ekologi perairan
Jurnal ekologi perairan
 
2 bl00848
2 bl008482 bl00848
2 bl00848
 
laporan praktikum Ekologi perairan di danau
laporan praktikum Ekologi perairan di danaulaporan praktikum Ekologi perairan di danau
laporan praktikum Ekologi perairan di danau
 
Estimasi
EstimasiEstimasi
Estimasi
 
Identifikasi bakteri patogen
Identifikasi bakteri patogenIdentifikasi bakteri patogen
Identifikasi bakteri patogen
 
Identifikasi bakteri patogen
Identifikasi bakteri patogenIdentifikasi bakteri patogen
Identifikasi bakteri patogen
 
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN TELUK SEMARANGKOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
 
HUBUNGAN LOGAM BERAT Pb DAN Cd PADA AIR LAUT, PLANKTON DAN LARVA PELAGIS IKAN...
HUBUNGAN LOGAM BERAT Pb DAN Cd PADA AIR LAUT, PLANKTON DAN LARVA PELAGIS IKAN...HUBUNGAN LOGAM BERAT Pb DAN Cd PADA AIR LAUT, PLANKTON DAN LARVA PELAGIS IKAN...
HUBUNGAN LOGAM BERAT Pb DAN Cd PADA AIR LAUT, PLANKTON DAN LARVA PELAGIS IKAN...
 
Ekosistem sungai 2
Ekosistem sungai 2Ekosistem sungai 2
Ekosistem sungai 2
 

More from PT. SASA

Laporan praktikum ekologi perairan
Laporan praktikum ekologi perairanLaporan praktikum ekologi perairan
Laporan praktikum ekologi perairanPT. SASA
 
Hasil pengamatan ekoper 3 word
Hasil pengamatan ekoper 3 wordHasil pengamatan ekoper 3 word
Hasil pengamatan ekoper 3 wordPT. SASA
 
Ekosistem sungai
Ekosistem sungaiEkosistem sungai
Ekosistem sungaiPT. SASA
 
Ekosistem danau 1
Ekosistem danau 1Ekosistem danau 1
Ekosistem danau 1PT. SASA
 
Pendahuluan ekologi perairan
Pendahuluan ekologi perairanPendahuluan ekologi perairan
Pendahuluan ekologi perairanPT. SASA
 
Laporan praktikum ekologi perairan
Laporan praktikum ekologi perairanLaporan praktikum ekologi perairan
Laporan praktikum ekologi perairanPT. SASA
 
Laporan praktikum ekologi perairan kondisi fisikokimia ekosistem sungai
Laporan praktikum ekologi perairan kondisi fisikokimia ekosistem sungaiLaporan praktikum ekologi perairan kondisi fisikokimia ekosistem sungai
Laporan praktikum ekologi perairan kondisi fisikokimia ekosistem sungaiPT. SASA
 
Laporan ekologi perairan acara estimasi populasi gastropoda
Laporan ekologi perairan acara estimasi populasi gastropodaLaporan ekologi perairan acara estimasi populasi gastropoda
Laporan ekologi perairan acara estimasi populasi gastropodaPT. SASA
 
Presentasi ekoper gastro n macro
Presentasi ekoper gastro n macroPresentasi ekoper gastro n macro
Presentasi ekoper gastro n macroPT. SASA
 
Penanganan ikan-segar
Penanganan ikan-segarPenanganan ikan-segar
Penanganan ikan-segarPT. SASA
 
Makalah dpi penangkapan ikaan dengan jaring
Makalah dpi penangkapan ikaan dengan jaringMakalah dpi penangkapan ikaan dengan jaring
Makalah dpi penangkapan ikaan dengan jaringPT. SASA
 
Uu 31 th 2004 tentang perikanan
Uu 31 th 2004 tentang perikananUu 31 th 2004 tentang perikanan
Uu 31 th 2004 tentang perikananPT. SASA
 
Pim1221 b 1 ruang lingkup penangkapan ikan
Pim1221 b 1 ruang lingkup penangkapan ikanPim1221 b 1 ruang lingkup penangkapan ikan
Pim1221 b 1 ruang lingkup penangkapan ikanPT. SASA
 
Pim1221 13 penangkapan ikan ramah lingkungan
Pim1221 13 penangkapan ikan ramah lingkunganPim1221 13 penangkapan ikan ramah lingkungan
Pim1221 13 penangkapan ikan ramah lingkunganPT. SASA
 
Pim1221 10 menangkap ikan dengan pancing rawe
Pim1221 10 menangkap ikan dengan pancing rawePim1221 10 menangkap ikan dengan pancing rawe
Pim1221 10 menangkap ikan dengan pancing rawePT. SASA
 
Pim1221 9 menangkap ikan dengan pancing joran
Pim1221 9 menangkap ikan dengan pancing joranPim1221 9 menangkap ikan dengan pancing joran
Pim1221 9 menangkap ikan dengan pancing joranPT. SASA
 
Pim1221 8 menangkap ikan denganpukat kantong lingkar
Pim1221 8 menangkap ikan denganpukat kantong lingkarPim1221 8 menangkap ikan denganpukat kantong lingkar
Pim1221 8 menangkap ikan denganpukat kantong lingkarPT. SASA
 

More from PT. SASA (18)

Sungai
SungaiSungai
Sungai
 
Laporan praktikum ekologi perairan
Laporan praktikum ekologi perairanLaporan praktikum ekologi perairan
Laporan praktikum ekologi perairan
 
Hasil pengamatan ekoper 3 word
Hasil pengamatan ekoper 3 wordHasil pengamatan ekoper 3 word
Hasil pengamatan ekoper 3 word
 
Ekosistem sungai
Ekosistem sungaiEkosistem sungai
Ekosistem sungai
 
Ekosistem danau 1
Ekosistem danau 1Ekosistem danau 1
Ekosistem danau 1
 
Pendahuluan ekologi perairan
Pendahuluan ekologi perairanPendahuluan ekologi perairan
Pendahuluan ekologi perairan
 
Laporan praktikum ekologi perairan
Laporan praktikum ekologi perairanLaporan praktikum ekologi perairan
Laporan praktikum ekologi perairan
 
Laporan praktikum ekologi perairan kondisi fisikokimia ekosistem sungai
Laporan praktikum ekologi perairan kondisi fisikokimia ekosistem sungaiLaporan praktikum ekologi perairan kondisi fisikokimia ekosistem sungai
Laporan praktikum ekologi perairan kondisi fisikokimia ekosistem sungai
 
Laporan ekologi perairan acara estimasi populasi gastropoda
Laporan ekologi perairan acara estimasi populasi gastropodaLaporan ekologi perairan acara estimasi populasi gastropoda
Laporan ekologi perairan acara estimasi populasi gastropoda
 
Presentasi ekoper gastro n macro
Presentasi ekoper gastro n macroPresentasi ekoper gastro n macro
Presentasi ekoper gastro n macro
 
Penanganan ikan-segar
Penanganan ikan-segarPenanganan ikan-segar
Penanganan ikan-segar
 
Makalah dpi penangkapan ikaan dengan jaring
Makalah dpi penangkapan ikaan dengan jaringMakalah dpi penangkapan ikaan dengan jaring
Makalah dpi penangkapan ikaan dengan jaring
 
Uu 31 th 2004 tentang perikanan
Uu 31 th 2004 tentang perikananUu 31 th 2004 tentang perikanan
Uu 31 th 2004 tentang perikanan
 
Pim1221 b 1 ruang lingkup penangkapan ikan
Pim1221 b 1 ruang lingkup penangkapan ikanPim1221 b 1 ruang lingkup penangkapan ikan
Pim1221 b 1 ruang lingkup penangkapan ikan
 
Pim1221 13 penangkapan ikan ramah lingkungan
Pim1221 13 penangkapan ikan ramah lingkunganPim1221 13 penangkapan ikan ramah lingkungan
Pim1221 13 penangkapan ikan ramah lingkungan
 
Pim1221 10 menangkap ikan dengan pancing rawe
Pim1221 10 menangkap ikan dengan pancing rawePim1221 10 menangkap ikan dengan pancing rawe
Pim1221 10 menangkap ikan dengan pancing rawe
 
Pim1221 9 menangkap ikan dengan pancing joran
Pim1221 9 menangkap ikan dengan pancing joranPim1221 9 menangkap ikan dengan pancing joran
Pim1221 9 menangkap ikan dengan pancing joran
 
Pim1221 8 menangkap ikan denganpukat kantong lingkar
Pim1221 8 menangkap ikan denganpukat kantong lingkarPim1221 8 menangkap ikan denganpukat kantong lingkar
Pim1221 8 menangkap ikan denganpukat kantong lingkar
 

Recently uploaded

Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau tripletMelianaJayasaputra
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxSyaimarChandra1
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxnerow98
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfkustiyantidew94
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxDwiYuniarti14
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 

Recently uploaded (20)

Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
04-Gemelli.- kehamilan ganda- duo atau triplet
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 

keanekaragaman makrozoobentos di muara sungai belawan

  • 1. Jurnal Biologi Sumatera, Juli 2007, hlm. 37 – 41 ISSN 1907-5537 Vol. 2, No. 2 KEANEKARAGAMAN MAKROZOOBENTOS DI MUARA SUNGAI BELAWAN Mayang Sari Yeanny Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara, Jln. Bioteknologi No. 1, Kampus USU, Padang Bulan, Medan 20155 Abstract Diversity of Macrozoobenthic in Belawan river in Medan. Sampling station was determined by using purposive random sampling. The result showed that fifteen generas of macrozoobenthic, which were categorized into two phylums, four classes, seven orders, twelve families. The highest index of the population density was shown by Littorina 42.672 ind./m2 which found in stasion II. The highest index of the diversity was found in station III: 1.67 and the lowest was found in station I: 1.52. The highest index of the equaitability was found in station I: 0.95 and the lowest was found in station II: 0.90. The diversity of macrozoobenthic was effected by some environment factors such as; temperature, salinity, DO, the content of organic substrate, that were significant effected and pH was highly significant effected Keywords: macrozoobenthic, diversity, Belawan River PENDAHULUAN Sungai Belawan merupakan sumber air yang sangat penting fungsinya dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat. Salah satu bagian sungai adalah muara. Muara merupakan penggabungan beberapa sungai yang menyatu dan menbentuk suatu daerah yang lebih besar, dimana dipengaruhi oleh beberapa faktor. Sungai Belawan Medan merupakan salah satu sungai yang mempunyai panjang 74 km. Dimana aliran sungai Belawan melawati kawasan pemukiman, industri, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan pertambakan. Dengan adanya aktivitas tersebut, akan mempengaruhi lingkungan sehingga mengganggu kehidupan organisme air. Salah satu organisme air adalah makrozoobentos. Makrozoobentos adalah organisme yang hidup di dasar perairan, hidup sesil, merayap, atau menggali lubang. Kelimpahan dan keanekaragamannya sangat dipengaruhi oleh toleransi dan sensitivitasnya terhadap perubahan lingkungan. Kisaran toleransi dari makrozoobentos terhadap lingkungan berbeda-beda (Wilhm, 1975 dalam Marsaulina, 1994). Sejauh ini keanekaragaman Makrozoobentos di Muara Sungai Belawan belum diketahui sehingga perlu dilakukan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui keanekaragaman Makrozoobentos di Muara Sungai Belawan. (2) Mengetahui pengaruh faktor fisik kimia terhadap keanekaragaman makrozoobentos di muara Sungai Belawan Medan. BAHAN DAN METODE Pengambilan Sampel Metode yang digunakan adalah Purposive Random Sampling sebanyak 3 (tiga) stasiun. Pada setiap stasiun dilakukan 3 kali pengambilan sampel. Pengambilan sampel menggunakan eckmamn grab yang dilakukan dengan cara menurunkannya dalam keadaan terbuka sampai dasar sungai, kemudian pengait ditarik sehingga eckmann grab secara otomatis tertutup bersamaan dengan masuknya substrat. Sampel yang didapat disortir menngunakan metode hand sorting dengan bantuan ayakan, selanjutnya dibersihkan dengan air dan dimasukkan ke dalam botol sampel yang telah berisi formalin 4% selama 1 hari, kemudian dicuci dengan akuades dan dikeringanginkan, lalu masukkan kembali ke dalam botol koleksi yang telah diberikan alkohol 70% sebagai pengawet dan diberi label (Suin, 2002). Sampel dibawa ke Laboratorium Ekologi untuk diamati dengan menggunakan mikroskop stereo dan alat bantu cawan petri, pinset serta kuas, lalu diidentifikasi dengan menggunakan buku acuan Edmonson dan Dharma (1988). Pengukuran Faktor Fisik Kimia Air Pengukuran faktor fisik kimia air yang diukur dalam penelitian ini adalah: suhu, penetrasi cahaya, kedalaman, pH, salinitas, DO (Dissolved Oygene), BOD5 (Biochemical Oxygene Demand) dan kandungan organik substrat. Sebagian dilakukan langsung di lapangan dan sebagian lagi diukur di laboratorium. Analisis Data Data yang diperoleh diolah menghitung kepadatan populasi, kerapatan relatif, frekwensi kehadiran, indeks diversitas Shannon-Wiener, indeks ekuitabilitas, dan analisa korelasi dengan persanaan sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara
  • 2. YEANNY J. Biologi Sumatera38 a. Kepadatan Populasi (K) sampelnpengambilaareaLuas jenissuatuindividuJumlah K = b. Kepadatan Relatif (KR) KR = N ni Σ x 100% Dengan ni : jumlah individu spesies i NΣ : total individu seluruh jenis c. Frekwensi Kehadiran (FK) %100x plottotalJumlah jenissuatuditempatiplotJumlah FK = Dengan nilai FK: 0-25% (sangat jarang); 25-50% (jarang); 50-75% (sering); >75% (sangat sering) d. Indeks Diversitas Shannon-Wiener (H1 ) H1 = -Σ pi ln pi Dengan H1 = indeks diversitas Shannon Wiener pi = proporsi spesies ke-i ln = logaritma nature pi = Σ ni/N (Perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan keselurahan jenis) dengan nilai H1 : 0<H1 <2,302 = keanekaragaman rendah 2,302<H1 <6,907 = keanekaragaman sedang H1 > 6,907 = keanekaragaman tinggi e. Indeks Equitabilitas (E) Indeks Equitabilitas (E) = max ` H H Dengan: H1 = indeks diversitas Shannon-wiener Hmax = keanekaragaman spesies maksimum = ln S (dimana S banyaknya spesies) dengan nilai E berkisar antara 0-1 f. Analisis Kolerasi Nilai Kolerasi diperoleh dari persamaan: 22 . . yx yx r Σ Σ = Dengan r = koefisien kolerasi x = Variabel x (indeks Keanekaragaman) y = Variabel y (faktor fisik kimia) Selanjutnya dihutung dengan uji (t) menurut Michael (1984) dengan persamaan: 2 1 2 r nr t − − = HASIL DAN PEMBAHASAN Faktor Fisik Kimia Perairan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan nilai rata-rata faktor fisik kimia air pada setiap stasiun pada Tabel 1 berikut: Tabel 1. Nilai rata-rata faktor fisik kimia air pada setiap stasiun pengamatan Stasiun No Parameter Satuan I II III 1. Suhu o C 32,00 33,33 33,17 2. Penetrasi cahaya cm 26,67 66,67 61,67 3. Kedalaman m 2,33 6,80 6,67 4. pH - 6,23 6,80 6,87 5 DO mg/l 4,73 4,4 4,3 6. Salinitas o /oo 18,00 18,33 19,33 7. BOD5 mg/l 0,93 0,90 0,83 8. Substrat dasar Lumpur berpasir, Lumpur berbatu Lumpur berpasir Lumpur berbatu 9. Kandungan organik subsrat % 5,95 6,38 6,03 Keterangan: Stasiun I = Lokasi Pemukiman Penduduk Stasiun II = Lokasi PLTU Stasiun III = Lokasi Pelabuhan Lama Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa suhu ketiga stasiun berkisar 32,00 – 33,00 o C denga suhu tertinggi pada stasiun II sebesar 33,33 o C, dan yang terendah pada stasiun I sebesar 32,00 o C. Rendahnya suhu pada stasiun I disebabkan kondisi yang lebih ternaungi oleh tumbuhan bakau dibandung kedua stasiun lainnya (I dan III). Menurut Odum (1988) suhu ekosistem perairan selain dipengaruhi oleh penetrasi cahaya, pertukaran panas antara air dan udara sekelilingnya, ketinggian kanopi (penutup vegetasi) dari pepohonan yang di pinggiran perairan. Penetrasi cahaya ketiga stasiun berkisar 26,67 – 66,67 cm, tertinggi di stasiun II sebesar 26,67 cm dan terendah di stasiun I sebesar 66,67 cm. Rendahnya penetrasi cahaya di stasiun I disekan oleh aktivitas masyarakat seperti pertambakan, perikanan dan pembuangan limbah masyarakat. Sastrawidjaya (1991) menyatakan bahwa cahaya matahari tidak dapat menembus dasar perairan jika konsentrasi bahan suspensi atau bahan terlarut terlalu tinggi, akibatnya akan mempengaruhi proses fotosintasis di dalam perairan tersebut. Kedalaman pada ketiga stasiun berkisar 2,33 – 12,00 m. Kedalaman terendah pada stasiun I sebasar 2,33 dan tertinggi pada stasiun II. Tingginya kedalaman pada stasiun II disebabkan karena stasiun ini merupakan lokasi PLTU yang berdekatan dengan laut. Derajat Keasaman atau kebasaan (pH) pada stasiun penelitian rata-rata mnendekati netral berkisar 6,23-6,87. pH tertinggi pada stasiun III sebesar 6,23 dan terendah pada stasiun I sebesar 6,87, namun keseruhan pH sangat mendukung kehidupan makrozoobentos. Sutrisno (1987) menyatakan, pH yang optimal untuk spesies makrozoobentos berkisar 6,0-8,0. Universitas Sumatera Utara
  • 3. Vol. 2, 2007 J. Biologi Sumatera 39 Oksigen terlarut (DO) pada ketiga stasiun berkisar 4,33-4,73. DO tertinggi pada stasiun I sebesar 4,73 dan terendah pada stasiun III sebesar 4,33. Tingginya DO pada stasiun I berkaitan dengan rendahnya suhu perairan tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sastrawijaya (1991), bahwa suhu mempunyai pengaruh besar terhadap kelarutan oksigen, jika suhu naik maka oksigen di dalam air akan menurun. Namun secara keseluruhan kandungan oksigen semua stasiun sangat mendukung kehidupan organisme perairan. Salinitas pada ketiga stasiun berkisar 18,00- 19,33o /oo. Salinitas tertinggi pada stasiun III sebesar 19,33o /oo dan terendah pada stasiun I sebesar 18,00o /oo. Tingginya salinitas pada stasiun III disebabkan lebih dekat dengan laut bebas. Nybakken (1992), menyatakan adanya penambahan air tawar yang mengalir masuk ke perauran laut (muara) dapat menurunkan salinitas. BOD5 pada ketiga stasiun berkisar 0,833- 0,933 mg/l. BOD5 tertinggi pada stasiun I sebesar 0,933 mg/l dan terendah pada stasiun III sebesar 0,833 mg/l. Tingginya BOD5 pada stasiun I disebabkan banyaknya limbah dari aktivitas masyarakat seperti pertambakan, perikanan dan pembuangan limbah masyarakat sehingga oksigen yang dibutuhkan untuk mengurai bahan tersebut semakin sedikit. Brower et al., (1990), menyatakan jika konsumsi oksigen pada periode lima hari berkisar 5 ppm maka perairan tersebut tergolong baik, sedangkan jika berkisar 10-20 ppm maka perairan tersebut menunjukkan tingkat pencemaran oleh materio organik. Substrat dasar pada ketiga stasiun terdiri dari lumpur berpasir dan lumpur berbatu. Kondisi substrat yang demikian karena muara merupakan kumpulan dari anak sungai sehingga sedimen lumpur terakumulasi dan substrat lumpur yang dominan. Jenis substrat dapat menyebabkan perbedaan jenis makrozoobentos yang hidup pada masing-masing stasiun tersebut (Nybakken, 1992). Kandungan organik subsrat pada ketiga stasiun berkisar 5,95-6,38% dengan nilai tertinggi didapatkan pada stasiun I sebesar 6,38%, dan terendah distasiun I sebesar 5,95%. Secara keseluruhan nilai kandungan organik yang dapat pada ketiga stasiunpenelitian tergolong tinggi. Menurut Pusat Penelitian Tanah (1983) dalam Djaenuddin et al., (1994), kriteria tinggi rendahnya kandungan organik substrat/tanah berdasarkan persentase adalah sebagai berikut; <1% (sangat rendah); 1-2% (rendah); 2,01- 3% (sedang); 3,01-5% (tinggi); >5,01% (sangat tinggi); Jenis-Jenis Makrozoobentos yang Didapat pada Setiap Stasiun Berdasarkan hasil penelitian dip[eroleh jenis- jenis makrozoobentos yang didapatkan pada beberapa stasiun lokasi penelItian seperti Tabel 2. Pada Tabel tersebut dapat dilihat makrozoobentos yang didapatkan sebanyak 15 genus yang di kelompokkan dalam 2 phylum, 4 kelas, 7 ordo dan 12 famili. Makrozoobentos yang paling banyak ditemukan adalah dari kelas Gastropoda, ini disebabkan kondisi lingkungan sesuai dengan kehidupannya. Menurut Hutchinson (1993), Gastropoda merupakan hewan yang dapat hidup dan berkembang dengan baik pada berbagai jenis substrat yang memiliki kesediaan makanan dan kehidupannya selalu dipengaruhi oleh kondisi fisik kimia perairan seperti, suhu, pH maupun oksigen terlarut. Tabel 2. Jenis-jenis Makrozoobentos yang didapatkan di Muara Percut Sei Tuan Phylum Kelas Ordo Famili Genus Annelida Oligochaeta Opisthopora Tubificidae Tubifex Moluska Bivalvia Toxodonta Arcidae Anadara Gastropoda Archaegastropoda Trocidae Monodonta Basommatophora Physidae Physa Mesogastropoda Cymatiidae Cymatium Linatella Epitoiniidae Epitonium Littorinidae Littorina Pleuroceridae Goniobasis Pleurocera Phylum Kelas Ordo Famili Genus Potamididae Telescopium Neogastropoda Melongnidae Pugilina Muricidae Chicoreus Murex Pelecypoda Heterodonta Sphaeriidae Sphaerium Keterangan: B : Bawah T : Tengah A : Atas - : tidak ditemukan Universitas Sumatera Utara
  • 4. YEANNY J. Biologi Sumatera40 Tabel 3. Nilai kepadatan (ind./m2 ), Kepadatan Relatif (%) dan Frekwensi Kehadiran (%) pada setiap stasiun penelitian I II III TAKSA K KR FK K KR FK K KR FK Tubifex 26,67 37,50 100 Anadara 10,67 14,29 33,33 Monodonta 10,67 15,39 66,67 16,00 14,99 66,67 Physa 16,00 14,99 66,67 Cymatium 10,67 14,29 66,67 Linatella 10,67 10,00 33,33 Epitonium 5,33 7,13 33,33 Littorina 5,33 7,68 33,33 42,67 39,99 66,67 Goniobasis 16,00 23,08 100 Pleurocera 21,33 30,76 100 Telescopium 10,67 10,00 33,33 Pugilina 10,67 10,00 33,33 Chicoreus 10,67 14,29 33,33 Murex 10,67 14,29 66,67 Sphaerium 16,00 23,08 66,67 Total 69,33 100 106,69 100 74,69 100 Nilai Kepadatan, Kepadatan Relatif, dan Frekwensi Relatif Makrozoobentos Hasil penelitian mendapatkan nilai kepadatan, kapadatan relatif dan frekwensi relatif di stasiun seperti tertera pada Tabel 3. Dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa bahwa genus Littorina yang paling banyak dijumpai diantara ketiga stasiun penelitian yaitu sebesar 42,67 ind./m2 (K), 39,99% (KR) dan 33,33% (FK) yang terdapat stasiun II. Tingginya genus ini disebabkan substrat dasar perairan lumpur berpasir mendukung keberadaannya. Dharma (1988) menyatakan genus Littorina banyak dijumpai pada perairan dengan substrat lumpur berpasir disekitar muara. Indeks Keanekaragaman (H1 ) dan Indeks Keseragaman (E) Dari Tabel indeks keanekaragaman (H1 ) pada ketiga stasiun berkisar 1,52-1,67. Indeks keanekaragaman (H1 ) tertinggi sebesar 1,67 pada stasiun III dan terendah pada stasiun I sebesar 1,52. Keanekaragaman makrozoobentos pada ketiga stasiun penelitian tergolong rendah. Menurut Kreb (1985), Keanekaragaman rendah bila 0<H1 <2,30, Keanekaragaman sedang bila 2,302<H1 <6,907, Keanekaragaman tinggi bila H1 < 6,907. Tabel 4. Nilai Keanekaragaman (H1 ) dan Nilai Keseragaman (E) Makrozoobentos Stasiun Indeks I II III Indeks keanekaragaman (H1 ) 1,52 1,62 1,67 Indeks Keseragaman (E) 0,95 0,90 0,93 Indeks Keseragaman (E) ketiga stasiun penelitian berkisar 0,904 – 0,947 dengan indeks keseragaman tertinggi pada stasiun I sebesar 0,947 dan terendah pada stasiun II sebesar 0,904. Secara keseluruhan indeks keseragaman ketiga stasiun tergolong tingg, yang berarti penyebaran individu sangat seragam dan merata. Menurut Kreb (1985) indeks keseragaman (E) berkisar 0-1. Bila nilai mendekati 0 berarti keseragaman rendah karena adanya jenis yang mendominasi dan bila mendekati 1, keseragaman tinggi yang menunjukkan tidak ada jenis yang mendominasi. Analisa Kolerasi Keanekaragaman Makrozoobentos dengan Faktor Fisik Kimia Perairan Berdasarkan pengukuran faktorfisik kimia perairan yang telah dilakukan pada setiap stasiun penelitian, dan dikolerasikan dengan Indeks Keanekaragaman (Diversitas Shannon-Wiener) maka diperoleh nilai kolerasi seperti terlihat pada tabel berikut: Tabel 5. Nilai analisis kolerasi keanekaragaman Makrozoobentos dengan Faktor Fisik Kimia Perairan No Parameter r t 1. Suhu 1,00 44,43* 2. Penetrasi cahaya 0,96 3,26tn 3. Kedalaman 0,86 1,69tn 4. pH 1,00 100,82** 5. DO 0,99 13,05* 6. Salinitas 1,00 55,03* 7. BOD 0,99 12,036tn 8. Kandungan organik subsrat 0,99 26,02* Keterangan: tn = tidak berpengaruh * = berpengaruh nyata ** = berpengaruh sangat nyata Universitas Sumatera Utara
  • 5. Vol. 2, 2007 J. Biologi Sumatera 41 Dari Tabel 5 hasil analisis kolerasi antara faktor fisik kimia perairan dengan indeks keanekaragaman dengan uji t memberikan hasil bahwa suhu, DO, Salinitas dan kandungan organik sustrat berpengaruh nyata terhadap keanekaragaman makrozoobentos, sedangkan pH memberi pengaruh sangat nyata terhadap keanekaragaman makrozoobentos. Suhu berpengaruh nyata terhadap keanekaragaman makrozoobentos disebabkan makrozoobentos memiliki kisaran toleransi untuk dapat hidup baik di tempat tersebut. Oksigen terlarut salah satu faktor penting dalam suatu perairan untuk kelangsungan hidup makrozoobentos. Menurut Sastrawijaya (1991), untuk mempertahankan hidupnya, organisme air bergantung pada oksigen terlarut. Salinitas berpengaruh terhadap kehidupan makrozoobentos antara lain mempengaruhi laju pertumbuhan, jumlah makanan yang dikomsumsi, nilai konversi makanan dan daya kelangsungan hidup biota air. Kandungan organik substrat memberi pengaruh karena habitat dari makrozoobentos terdapat di substrat dasar perairan. Menurut Hutchinson (1993), keanekaragaman makrozoobentos di perairan juga dipengaruhi oleh jenis substrat dan kandungan organik substrat. Derajat Keasaman (pH) sangat penting mendukung kelangsungan hidup organisme akuatik karena pH dapat mempengaruhi jenis dan susunan zat dalam lingkungan perairan dan tersedianya unsur hara serta toksisitas unsur renik. Sastrawijaya (1991) kondisi perairan yang sangat asam atau basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terganggunya metabolisme dan respirasi, dimana pH yang rendah menyebabkan mobilitas kelangsungan hidup organisme perairan. Dari penelitian tentang keanekaragaman makrozoobentos di muara sungai Belawan dapat disimpulkan sebagai barikut: (1) Secara keseluruhan makrozoobentos yang didapatkan sebanyak 15 genera dari 12 famili, 7 ordo, 4 kelas dan 2 filum. (2) Kepadatan makrozobentos tertinggi terdapat pada genus Littorina sebasar 42,672 ind./m2 (stasiun II) dan terendah pada genus Epitonium sebesar 5,328 ind./m2 (stasiun III). (3) Keanekaragaman pada ketiga stasiun tergolong rendah (1,52-1,67) dan keseragaman tergolong tinggi (0,90- 0,95). (4) Suhu, DO, Salinitas, dan kandungan organik berpengaruh nyata sedangkan pH berpengaruh sangat nyata. DAFTAR PUSTAKA Brower, J. E. H. Z. Jerrold & Car I. N. Von Ende. 1990. Field and Laboratory Methods for General Ecology. Third Edition. Wm C. Brown publisher USA, New York. hlm. 52. Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia. Cetakan pertama. Sarana Graha, Jakarta hlm 4-27 Edmonson, W.T. 1963. Fresh Water Biologi. Second Edition. Jhon Willey & Sons, inc, New York. hlm. 274-285 Krebs.C. J. 1985. Experimental Analysis of Distribubution of Abudance Third edition. Harper & Row Publisher, New York. hal. 186-187 Marsaulina, L. 1994. Keberadaan dan Keanekaragaman Makrozoobentos di Sungai Semayang Kecamatan Sunggal. Karya tulis. Lembaga Penelitian USU, Medan hlm 2, 6-10 Michael, P. 1984. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. UI Pres, Jakarta. hlm. 140,168. Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi. PT. Gramedia, Jakarta hlm. 45-48. Odum, E.P. 1994. Dasar-dasar Ekologi. Edisi ketiga. Gadjah Mada University Pres. Yogyakarta. hlm. 373,397. Sastrawijaya, A. T. 1991. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta. Jakarta. hlm. 35, 83-87. Suin, N. M. 2002. Metode Ekologi. Universitas Andalas, Padang. hlm. 58-59. Universitas Sumatera Utara