Penelitian ini mengkaji hubungan konsentrasi logam berat kadmium dan timbal yang terkandung dalam air laut, plankton, dan larva ikan di Teluk Semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi logam timbal dan kadmium pada ketiga komponen tersebut masih di bawah baku mutu yang ditetapkan. Namun demikian, terdapat beberapa stasiun yang menunjukkan konsentrasi logam berat di atas rata-rata.
PERSIAPAN WADAH DAN MEDIA - BUDIDAYA UDANG VANNAMEI DENGAN TERPAL HDPE
HUBUNGAN LOGAM BERAT Pb DAN Cd PADA AIR LAUT, PLANKTON DAN LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN TELUK SEMARANG
1. Seminar Nasional Kelautan X, Universitas Hang Tuah Surabaya, 2015
HUBUNGAN LOGAM BERAT PB DAN CD PADA AIR LAUT,
PLANKTON DAN LARVA PELAGIS IKAN DI PERAIRAN
TELUK SEMARANG
Musta’in Adinugroho1
, Subiyanto1
, Haeruddin1
Magister Manajemen Sumberdaya Pantai, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Soedarto, SH Semarang
Email: t41n_smg@yahoo.co.id
Abstrak: Teluk Semarang merupakan teluk yang terbentang dari Kabupaten Kendal, hingga Kabupaten Demak
dan terbagi kedalam 2 sel sedimen (sel sedimen 4 dan 5). Daerah ini memiliki habitat vital seperti estuari dan
mangrove yang merupakan daerah asuhan bagi organisme air. Namun banyak aktifitas manusia seperti industri,
pemukiman dan pelabuhan bermuara di teluk ini. Logam berat adalah salah satu hasil buangan aktifitas
tersebut yang merupakan polutan berbahaya karena bersifat racun, nondegradable dan dapat terakumulasi
pada jaringan tubuh. Tekanan lingkungan ini dikhawatirkan akan berdampak bagi habitat vital serta tumbuh
dan berkembangnya organisme terutama larva ikan. Larva merupakan salah satu fase dalam siklus hidup
organisme yang rentan terhadap tekanan lingkungan tersebut. Pengambilan sample dilakukan pada bulan Sept-
Okt 2014 pada 15 stasiun. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 4 kali, dengan interval waktu 2 minggu.
Pengujian logam berat menggunakan metode ASS di Laboratorium Kimia FSM Universitas Diponegoro.
Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui hubungan logam Pb dan Cd di air, plankton dan larva
pelagis ikan. Hasil menunjukkan bahwa kosentrasi logam berat Pb dalam air laut berkisar antara 0,0178-
0,0663 mg/L, sedangkan logam Cd berkisar antara 0,0024-0,0056 mg/L. Konsentrasi logam Pb pada plankton
berkisar antara 0,0375-0,1854 mg/kg, sedangkan logam Cd berkisar antara 0,0310-0,1018 mg/kg. Kosentrasi
logam Pb pada larva ikan berkisar antara 0,0554-0,2789 mg/kg, sedangkan logam Cd berkisar antara 0,0346-
0,1635 mg/kg. Hubungan korelasi logam Pb maupun Cd pada air laut dan plankton berpengaruh lemah dan
tidak signifikan. Kandungan logam berat Pb pada air laut dan plankton hanya berpengaruh sebesar 39,4% pada
sel sedimen 4 dan 1,9% pada sel sedimen 5. Sedangkan Kandungan logam berat Cd pada air laut dan plankton
hanya berpengaruh sebesar 24,6% pada sel sedimen 4 dan 13,8% pada sel sedimen 5.
Kata kunci: larva ikan, plankton, logam Cd dan Pb
PENDAHULUAN
Stadia larva adalah stadia atau siklus hidup ikan yang yang sifatnya sangat ditentukan
oleh lingkungannya terutama dalam pergerakan dan migrasinya. Ikan memiliki preferensi
tersendiri dalam melakukan perkembangbiakan, tumbuh higga menjadi dewasa. Harden
Jones’ dalam teori segi tiga migrasi (migration triangle hypothesis) memisahkan secara tegas
antara lokasi pemijahan (spawning area), daerah ipukan (nursery ground) dan daerah ikan
dewasa (adult ground). Keberhasilan larva dan awal stadia juvenil ikan mencapai nursery
area akan sangat menentukan dalam tahapan proses rekrutmen stok ikan di alam. Pada
dasarnya akumulasi larva di daerah dekat pantai (nearshore zone) merupakan proses yang
pasif karena tipikal larva adalah planktonik. Larva bergerak menuju pantai (onshore
transport) pada saat periode arus air bergerak menuju ke arah pantai (Amarullah, 2008).
Daerah yang umumnya menjadi nursery ground ikan adalah daerah estuari, mangrove,
terumbu karang, lamun, rumput laut, dan lain-lain (Nybaken, 1992). Teluk Semarang adalah
teluk yang terbesar di wilayah pantai utara Jawa Tengah yang terbentang dari Kabupaten
2. Seminar Nasional Kelautan X, Universitas Hang Tuah Surabaya, 2015
Kendal hingga Kabupaten Demak. Daerah ini memiliki banyak muara sungai (estuari) dan
habitat vital lain seperti mangrove yang merupakan daerah penting bagi larva organisme air
untuk tumbuh dan berkembang. Teluk Semarang sendiri masuk kedalam sel sedimen pesisir
(coastal sediment cell) 4 (bagian barat) dan 5 (bagian timur). Batas sel sediment 4 adalah
Tanjung Bugel hingga Teluk Semarang, sedangkan batas sel sedimen 5 adalah Teluk
Semarang hingga Tanjung Korowelang. Sel sedimen adalah satuan panjang pantai yang
memiliki keseragaman kondisi fisik dengan karakteristik dinamika sedimen yang dalam
wilayah geraknya tidak mengganggu keseimbangan kondisi pantai yang berdekatan (KKP,
2007).
Namun berbagai sisa hasil kegiatan manusia di daratan, seperti limbah domestik,
pertanian dan perindustrian bermuara di teluk ini. Wilayah pesisir menjadi salah satu tempat
yang menerima dampak negatip akibat peningkatan aktivitas perindustrian dan juga kegiatan
domestik lainnya dari daratan. Meningkatnya industri memberikan dampak meningkatnya
pelepasan limbah ke lingkungan sekitar termasuk didalamnya lingkungan perairan laut.
Buangan limbah yang masuk ke perairan laut dapat melalui aliran run off maupun aliran
sungai. Salah satu limbah industri yang dilepaskan ke perairan laut adalah logam berat
(Setiawati, 2009 dalam Rahmadiani, W. D. D. dan Aunurohim. 2013). Menurut Suprijantoo et
al (1997) dalam Zulmadara (2009), logam berat yang sering ditemukan akibat limbah industri
yang dibuang ke perairan diantaranya adalah Cd, Cr, Cu, Pb dan Zn. Secara toksisitas logam
berat berturut-turut adalah Hg, Cd, Pb, As, Cu dan Zn yang terakumulasi melalui rantai
makanan. Semakin tinggi tingkat trofiknya maka akumulasi logam berat didalamnya semain
bertambah. Logam berat seperti Cd dan Pb adalah logam berat yang bersifat toxid bagi
kehidupan organisme walaupun dalam konsentrasi yang rendah. Logam Cd sendiri adalah
salah satu logam yang paling beracun bagi tubuh organisme, karena dapat mengganggu fungsi
kerja organ. Logam Pb juga cukup beracun dan merupakan major hazard bagi manusia dan
hewan. (Khallaf et al., 1998 dalam Bahnasawy, et al. 2011).
Peningkatan konsentrasi logam berat di lingkungan perairan laut menimbulkan
kekhawatiran akan terjadinya toksisitas logam berat yang tinggi bagi makhluk hidup terutama
bila terjadi bioakumulasi pada rantai makanan. Plankton merupakan bagian awal rantai
makanan bagi organisme perairan yang lebih tinggi yang mampu mengabsorbsi logam berat
sampai konsentrasi tertentu tanpa menyebabkan keracunan pada organisme tersebut. Oleh
karena itu suatu zat yang terakumulasi dalam plankton akan terakumulasi juga pada
3. Seminar Nasional Kelautan X, Universitas Hang Tuah Surabaya, 2015
organisme perairan yang lebih tinggi (Purbonegoro, 2008 dalam Rahmadiani, W. D. D. dan
Aunurohim. 2013).
Berdasarkan latar belakang tersebut, tekanan lingkungan ini dikhawatirkan
mempengaruhi keberadaaan larva ikan di Teluk Semarang karena fase ini adalah fase yang
paling rentan terhadap terjadinya perubahan dan tekanan lingkungan. Mengkaji hubungan
konsentrasi logam berat Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb) yang terkandung dalam air laut
(permukaan), plankton dan larva ikan akan menjadi fokus dalam penelitian ini.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2014 pada 15 stasiun.
Pengambilan sample dilakukan sebanyak 4 kali, dengan interval waktu 2 minggu sekali.
Pengambilan sample larva dan juvenil ikan mengacu pada Backiel dan Welcomme (FAO,
1980) yaitu menggunakan drift net sampler dengan mesh size 500 μm, diameter mulut 80 cm,
pada bagian akhir dari jaring dipasang penampung sampel. Drift net dioperasikan dengan
ditarik perahu dengan kecepatan stabil, kurang lebih 0,5 m/s selama 10 menit dengan metode
swep area. Sampel yang tertangkap dimasukkan ke botol sample dan diberi formalin hingga
mencapai konsentrasi 4%. Pengambilan sampel plankton mengacu pada Standart Methode
(APHA, 1981) menggunakan plankton net dengan mesh size 50 μm diambil pada kedalaman
yang sama dengan kedalaman pengambilan sample larva ikan. Sample dimasukkan ke dalam
botol sample kemudian diberi larutan lugol kedalamnya, lalu disimpan pada tempat yang
gelap. Pengambilan sample air dilakukan berdasarkan SNI 6989.57 (2008) tentang metode
pengambilan air contoh permukaan menggunakan point sampler. Sample air yang diambil
merupakan air yang berada pada kedalaman yang sama dengan larva ikan dan plankton.
Pengukuran logam berat dalam plankton dan larva pelagis ikan dilakukan dengan
mendestruksi biomassa plankton dan larva ikan terlebih dahulu. Penelitian ini mengasumsikan
bahwa logam berat masih tersebar merata diseluruh tubuh karena fase dan tingkat
perkembangan tubuh yang belum sempurna. Pengukuran logam berat dilakukan
menggunakan metode SSA (Spektrofotometri Serapan Atom) berdasarkan SNI 6989.16
(2009) tentang Cara uji kadmium (Cd) secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) nyala
dan SNI 6989.8 (2009) tentang Cara uji timbal (Pb) secara Spektrofotometri Serapan Atom
(SSA) nyala.
4. Seminar Nasional Kelautan X, Universitas Hang Tuah Surabaya, 2015
Gambar 1. Lokasi Sampling
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan logam berat Pb tertinggi pada masing-masing transek yaitu stasiun A3, B3,
C2, D1 dan E3 yaitu 0,0663 mg/l, 0,0487 mg/l, 0,0590 mg/l, 0,0367 mg/l dan 0,0261 mg/l.
Sedangkan logam berat Cd tertinggi pada masing-masing transek yaitu stasiun A1, B3, C3,
D2 dan E1 yaitu 0,0052 mg/l, 0,0031 mg/l, 0,0030 mg/l, 0,0049 mg/l dan 0,0038 mg/l. Logam
berat pada plankton menunjukkan rata-rata kandungan logam berat Pb masih lebih tinggi
daripada Cd. Logam berat Pb tertinggi pada masing-masing transek yaitu stasiun A1, B1, C1,
D3 dan E1 yaitu 0,1600 mg/l, 0,1854 mg/l, 0,1822 mg/l, 0,1288 mg/l dan 0,0783 mg/l.
Sedangkan logam berat Cd tertinggi pada masing-masing transek yaitu stasiun A3, B1, C3,
D3 dan E2 yaitu 0,0715 mg/l, 0,0714 mg/l, 0,1018 mg/l, 0,0881 mg/l dan 0,0456 mg/l. Logam
berat pada larva ikan juga menunjukkan rata-rata kandungan logam berat Pb masih lebih
tinggi daripada Cd. Logam berat Pb tertinggi pada masing-masing transek yaitu stasiun A3,
B3, C1, D1 dan E1 yaitu 0,2789 mg/l, 0,2877 mg/l, 0,3731 mg/l, 0,2143 mg/l dan 0,0919
mg/l. Sedangkan logam berat Cd tertinggi pada masing-masing transek yaitu stasiun A3, B1,
C2, D1 dan E1 yaitu 0,1377 mg/l, 0,1157 mg/l, 0,1473 mg/l, 0,1635 mg/l dan 0,0599 mg/l.
5. Seminar Nasional Kelautan X, Universitas Hang Tuah Surabaya, 2015
Tabel 1. Kandungan Logam Berat Pb dan Cd Pada Air Laut, Plankton dan Larva Ikan
Stasiun
Pb (mg/kg) Cd (mg/kg)
Air Laut Plankton Larva Ikan Air Laut Plankton Larva Ikan
A1 0.0386 0.1600 0.1353 0.0052 0.0366 0.0648
A2 0.0537 0.0435 0.2230 0.0035 0.0525 0.0724
A3 0.0663 0.0713 0.2789 0.0025 0.0715 0.1377
B1 0.0285 0.1854 0.2478 0.0024 0.0714 0.1157
B2 0.0432 0.0692 0.0811 0.0026 0.0411 0.0346
B3 0.0487 0.0723 0.3731 0.0031 0.0310 0.1127
C1 0.0472 0.1823 0.2753 0.0056 0.0893 0.1287
C2 0.0590 0.1518 0.0915 0.0051 0.0864 0.1473
C3 0.0536 0.1273 0.2143 0.0030 0.1018 0.0476
D1 0.0367 0.0872 0.1279 0.0037 0.0427 0.1635
D2 0.0274 0.0842 0.1713 0.0049 0.0655 0.1150
D3 0.0300 0.1288 0.0919 0.0026 0.0881 0.0623
E1 0.0178 0.0783 0.0599 0.0038 0.0386 0.0599
E2 0.0194 0.0601 0.0554 0.0029 0.0456 0.0467
E3 0.0261 0.0375 0.0554 0.0036 0.0383 0.0502
Baku mutu
0.008* 0.001*
0.05** 0.01**
0.3-0.4*** 0.1-0.5***
*Baku Mutu Air Untuk Biota KEPMEN LH No. 51 Tahun 2004
**Baku Mutu Air Untuk Pelabuhan KEPMEN LH No. 51 Tahun 2004
***Bata Maksimum Cemaran Logam Dalam Pangan SNI 7387 tahun 2009
Bila dibandingkan dengan baku mutu air laut, kandungan logam Pb dan Cd di teluk
Semarang untuk peruntukan kehidupan biota telah melebihi ambang batas. Namun seperti kita
ketahui bahwa teluk Semarang merupakan bagian dari pelabuhan Tanjung Mas di Semarang,
pelabuhan kayu lapis di Kendal dan Pelabuhan Perikanan Pantai Moro Demak di Demak
sehingga baku mutu untuk pelabuhan juga berlaku dimana konsentrasinya masih termasuk
dibawah ambang batas. Bila dibandingkan dengan penelitian Maslukah (2006) dan Budiarti et
al (2010) di Muara Banjir Kanal Barat dimana kandungan logam Pb berkisar antara 0,0011-
0,008 mg/l dan kandungan logam Cd berkisar antara 0,001-0,003 mg/l berati telah terjadi
peningkatan kandungan logam berat di wilayah tersebut. Tinggi rendahnya nilai kandungan
logam Pb dan Cd dalam kolom air dapat disebabkan oleh adanya pengaruh iklim, dalam hal
ini curah hujan. Darmono (2001) mengatakan kandungan logam dalam air dapat berubah
bergantung pada lingkungan dan iklim. Pada musim hujan, kandungan logam akan lebih kecil
karena proses pelarutan sedangkan pada musim kemarau kandungan logam akan lebih tinggi
karena logam menjadi terkonsentrasi.
Kandungan logam berat dalam plankton dan larva ikan masih dibatas ambang batas
maksimum menurut SNI 7387 tahun 2009. Hal ini berarti organisme baik plankton maupun
larva ikan masih dalam kondisi yang cukup baik. Namun perlu berhati-hati bahwa sifat logam
berat adalah terakumulasi dalam tubuh mahluk hidup, maka masih ada potensi peningkatan
atau penurunan kandungan logam berat pada larva ikan seiring dengan tumbuh dan
6. Seminar Nasional Kelautan X, Universitas Hang Tuah Surabaya, 2015
berkembangnya organ tubuh ketika menjadi organisme dewasa. Sebagai contoh dalam
penelitian Budiarti et al (2010), tentang kandungan logam Pb dalam ikan pindang salem yang
didapatkan di pasar Johar, Peterongan dan Karangayu menunjukkan kandungan logam berat
Pb sebesar 0,06-0,07 mg/kg. Pada penelitian yang dilakukan oleh Bangun (2005) di teluk
Jakarta juga menunjukkan bahwa walaupun kandungan logam berat Pb dan Cd di air masih
berada di bawah baku mutu air laut namun kandungan logam berat Pb dalam daging ikan
sokang (Triacanthus nieuhofi) telah melampaui batas maksimum cemaran logam berat, begitu
pula logam berat pada hati, ginjal dan insang.
Hasil analisis regresi berganda, menunjukkan hubunngan antara logam Pb dalam air dan
plankton terhadap logam Pb dalam larva ikan pada sel sedimen 4 berpengaruh sebesar 39,4%
dengan rumus regresi y = -0,024 + 3,556X1 + 0,309X2. Sedangkan pada sel sedimen 5
berpengaruh sebesar 1,9% dengan rumus regresi y = 0,234 + 0,132X1 – 0,226X2. Hasil
analisis regresi berganda, menunjukkan hubunngan antara logam Cd dalam air dan plankton
terhadap logam Cd dalam larva ikan pada sel sedimen 4 berpengaruh sebesar 24,6% dengan
rumus regresi y = -0,035 + 29,457X1 – 0,226X2. Sedangkan pada sel sedimen 5 berpengaruh
sebesar 13,8% dengan rumus regresi y = 0,042 + 6,853X1 – 0,446X2. Secara bersama-sama
rata-rata kandungan logam berat Pb ataupun Cd dalam air laut dan plankton berpengaruh
tidak signifikan terhadap rata-rata kandungan logam berat Pb atau Cd dalam larva ikan,
dimana pada hasil analisis regresi nilai sig lebih besar dari 0,05. Sehingga model regresi yang
didapatkan tidak layak digunakan untuk memprediksi besarnya kandungan logam berat pada
larva ikan berdasarkan variable rata-rata kandungan logam berat Cd dalam air dan plankton.
Hal ini berarti logam berat yang terkandung dalam larva ikan lebih banyak berasal dari faktor
lain.
Tabel 2. Model Summary Regresi Berganda Kandungan Logam Pb dalam Larva Ikan, Air Laut dan Plankton
Model Summaryb
Model
Sel Sedimen 4 Sel Sedimen 5
R R Square R R Square
1 .628a
.394 .137a
.019
a. Predictors: (Constant), Pb_Plankton, Pb_AirLaut
b. Dependent Variable: Pb_LarvaIkan
Tabel 3. Coefficient Regresi Berganda Kandungan Logam Pb dalam Larva Ikan, Air Laut dan Plankton
Coefficientsa
Model
Sel Sedimen 4 Sel Sedimen 5
B Sig. B Sig.
1
(Constant) -.024 .798 .234 .399
Pb_AirLaut 3.556 .364 .132 .974
Pb_Plankton .309 .712 -.226 .791
a. Dependent Variable: Pb_LarvaIkan
7. Seminar Nasional Kelautan X, Universitas Hang Tuah Surabaya, 2015
Tabel 4. Model Summary Regresi Berganda Kandungan Logam Cd dalam Larva Ikan, Air Laut dan Plankton
Model Summaryb
Model
Sel Sedimen 4 Sel Sedimen 5
R R Square R R Square
1 .496a
.246 .371a
.138
a. Predictors: (Constant), Cd_Plankton, Cd_AirLaut
b. Dependent Variable: Cd_LarvaIkan
Tabel 5. Coefficient Regresi Berganda Kandungan Logam Cd dalam Larva Ikan, Air Laut dan Plankton
Coefficientsa
Model
Sel Sedimen 4 Sel Sedimen 5
B Sig. B Sig.
1
(Constant) -.035 .818 0.042 .499
Cd_AirLaut 29.457 .396 6.853 .602
Cd_Plankton .226 .863 0.446 .503
a. Dependent Variable: Cd_LarvaIkan
Rendahnya hubungan antara logam berat yang terkandung dalam air dan plankton
terhadap larva ikan, terutama pada sel sedimen 5 dapat terjadi karena faktor lain. Hal ini
terjadi karena ikan masih berda pada fase larva ikan. Larva ikan masih belum mengkonsumsi
plankton secara sempurna dan organ tubuh (utamanya insang dan sistem pencernaan) masih
belum terbentuk sempurna, sehingga penyerapan nutrisi dalam air masih berjalan kurang baik,
sehingga kemungkinan absorbsi logam berat pun masih rendah. Bila dilihat dari pergerakan
arus pada bulan September dan Oktober, arus bergerak dari barat ke timur, sehingga
kemungkinan larva ikan berasal dari daerah lain (terbawa arus) (NOAA, 2015). Menurut
Laevastu dan Hayes (1981) dalam Maravelias (1997) menyatakan bahwa arus berperan dalam
distribusi pemindahan telur, larva dan ikan-ikan kecil. Logam berat yang terkandung dalam
larva ikan dapat berasal dari induk ikan. Dimana dalam ikan dewasa telah terkontaminasi
logam berat pada gonadnya. Sehingga pada saat terjadi pembuahan dan terbentuk telur
kemudian menjadi larva ikan, logam berat telah terdapat dalam larva ikan tersebut. Menurut
Black et al (1988) akumulasi logam berat yang tersimpan pada jaringan lemak ikan betina
dapat menyebabkan kemungkinan terjadinya transfer logam berat bersamaan dengan lemak ke
pertumbuhan gonad selama proses vitellogenesis. Hal ini berpotensi menjadi dampak negatif
pada keberlangsungan generasi berikutnya melalui bioakumulasi di oocytes ovarium. Hano et
al (2007) juga menambahkan kontaminasi pada maternal ovarium juga dapat menyebabkan
keturunan yang berukuran lebih kecil dari normalnya hingga kelainan bentuk embrio
(embryotic malformation) akibat penyimpangan kromosom dan kelainan enzim tertentu.
Dampak pencemaran bahan kimia yang langsung pada embrio dan larva ikan di perairan dapat
terjadi pada fase yang berbeda. Penelitian oleh Von Westernhagen et al (1988) dalam
Prochazka (2009) melaporkan terjadinya kecacatan pada fase embrio awal. Hal ini termasuk
8. Seminar Nasional Kelautan X, Universitas Hang Tuah Surabaya, 2015
bentuk yang tidak biasa pada blastodic. Hal ini berarti berpotensi terjadi kelainan morfologi
(morphological malformation) pada fase perkembangan larva berikut-berikutnya, namun
bagaimanapun juga sistem kekebalan pada sel tubuh memungkinkan untuk mencegah
terjadinya kelainan tersebut. Bentuk kelainan (abnormalities) yang lain adalah jaringan
embrio yang tidak berbentuk dimana umumnya hasil mortalitas embrio awal serta kekakuan
pada jaringan tubuh yang dimungkinkan oleh hasil kelainan embrio (embryonic
malformations) serta terjadinya kematian.
KESIMPULAN
1. Kosentrasi logam berat Pb dalam air laut berkisar antara 0,0178-0,0663 mg/L, sedangkan
logam Cd berkisar antara 0,0024-0,0056 mg/L. Konsentrasi logam Pb pada plankton
berkisar antara 0,0375-0,1854 mg/kg, sedangkan logam Cd berkisar antara 0,0310-0,1018
mg/kg. Kosentrasi logam Pb pada larva ikan berkisar antara 0,0554-0,2789 mg/kg,
sedangkan logam Cd berkisar antara 0,0346-0,1635 mg/kg.
2. Kandungan logam berat Pb dan Cd dalam plankton dan larva masih berada dibawah
ambang batas yang diijinkan sesuai dengan SNI 7387 tahun 2009.
3. Hubungan korelasi logam Pb maupun Cd pada air laut dan plankton berpengaruh lemah
dan tidak signifikan. Logam berat Pb pada air laut dan plankton hanya berpengaruh
sebesar 39,4% pada sel sedimen 4 dan 1,9% pada sel sedimen 5. Sedangkan logam berat
Cd pada air laut dan plankton hanya berpengaruh sebesar 24,6% pada sel sedimen 4 dan
13,8% pada sel sedimen 5.
4. Kemampuan organisme perairan dalam mengakumulasi logam berat dari lingkungannya
tergantung pada jenis organisme, jenis logam, lamanya waktu pemaparan, stadia
organisme, serta kondisi perairan.
DAFTAR REFRENSI
Amarullah, M.H. 2008. Hidro Biologi Larva Ikan Dalam Proses Recruitment. Jurnal Hidrosfir
Indonesia. Vol 3. No. 2. Hal. 75-80.
APHA. 1981. Standart Methode for The Examination of Water and Wastewater 15th Edition.
American Public Health Assoiation. Washington DC.
Bahnasawy, et al. 2011. Assessment of heavy metal concentrations in water, plankton, and
fish of Lake Manzala, Egypt. Research Article. TÜBITAK Turk Journal Zoology 2011;
35(2): 271-280
9. Seminar Nasional Kelautan X, Universitas Hang Tuah Surabaya, 2015
Bangun, J.M. 2005. Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) Dan Kadmium (Cd) Dalam Air,
Sedimen Dan Organ Tubuh Ikan Sokang (Triacanthus nieuhofi) Di Perairan Ancol,
Teluk Jakarta. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Black, D.E., Phelps, D.K. & Lapan, R.L. 1988. The effect of inherited contamination on egg
and larval winter flounder, Pseudopleuronectes americanus. Marine Environmental
Research, 25, 4562.
Budiarti, A., Kurseni dan S. Musinah. 2010. Analisis Kandungan Logam Berat Timbal (Pb)
dan Kadmium (Cd) dalam udang Putih (Litopenaeus vannamei) yang Diperoleh dari
Muara Sungai Banjir Kanal dan Perairan Pantai Kota Semarang. Prosiding Seminar
Nasional Sains dan Teknologi 2010. Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim
Semarang. Semarang.
Budiarti, A., Listyowati dan H.R. Soenoko. 2010. Analisis Kadar Timbal (Pb) Dan Merkuri
(Hg) Pada Ikan Pindang Salem (Scomber australasicus) Yang Diperoleh Dari Tiga
Pasar Tradisional Terbesar Di Kota Semarang. Universitas Wahid Hasyim. Semarang.
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup Dan Pencemaran. Universitas Indonesia, Jakarta.
FAO. 1980. Guidelines for Sampling Fish in Inland Waters. Fisheries and Aquaculture
Department. Food And Agriculture Organization Of The United Nations. Rome.
Hano, T., Oshima, Y., Kim, S.G., Satone, H., Oba, Y., Kitano, T., Inoue, S., Shimasaki, Y. &
Honjo, T. 2007. Tributyltin causes abnormal development in embryos of medaka,
Oryzias latipes. Chemosphere, 69, 927-933.
Maravelias, C.D. 1997. Trends In Abundance And Geographic Distribution Of North Sea
Herring In Relation To Environmental Factors. Marine Ecology Progress Series. Vol
159:151-164, 1997.
Maslukah, L. 2006. Konsentrasi Logam Berat Pb, Cd, Cu, Zn dan Pola Sebarannya di Muara
banjir Kanal Barat, Semarang (Tesis). Sekolah Paskasarjana Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
NOAA. 2015. Geostrophic Currents and GTS. Global Ocean Observation.
http://www.aoml.noaa.gov/phod/dataphod/work/trinanes/INTERFACE/index.html
(Online)
Nybaken, J.W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Eologis. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta. (diterjemahkan oleh M. Eidman, Koesoebiono, D. G. Bengen, M. Hutomo, dan
S. Sukardjo).
Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2007. Laporan Akhir: Identifikasi Kerusakan dan
Perencanaan Rehabilitasi Pantura Jawa Tengah. Kementrian Kelautan dan Perikanan,
Satuan Kerja Dinas Kelautan ddan Perikanan Provinsi Jawa Tengah dan CV Tumbuh
Jaya Desain. Semarang.
Keputsan Mentri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut.
Kementrian Lingkungan Hidup. Jakarta.
10. Seminar Nasional Kelautan X, Universitas Hang Tuah Surabaya, 2015
Prochazka, E. 2009. Incidence of Malformations in Fish Embryos / Larvae (Review). Smart
Water Research Facility, Griffith University – Nathan / Gold Coast Campus.
Rahmadiani, W. D. D. dan Aunurohim. 2013. Bioakumulasi Logam Berat Kadmium (Cd)
oleh Chaetoceros calcitrans pada Konsentrasi Sublethal. Jurnal Sains Dan Seni Pomits
Vol. 2, No. 2, (2013) 2337-3520 (2301-928X)
SNI 6989.57. 2008. Metode pengambilan air contoh permukaan. Badan Standarisasi Nasional.
Jakarta.
SNI 6989.16. 2009. Cara uji kadmium (Cd) secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)
nyala. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
SNI 6989.8. 2009. Cara uji timbal (Pb) secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) nyala.
Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
SNI 7389. 2009. Batas Maksimum Cemaran Logam Berat Dalam Pangan. Badan Standarisasi
Nasional. Jakarta.
Zulmadara, L. 2009. Kajian Konsntrasi Logam Berat Timbal (Pb) dan Tembaga (Cu) dalam
Air, Sedimen dan Jaringan Lunak Kerang Darah (Anadara granosa) di Perairan Pantai
Semarang Jawa Tengah.