PPT KELOMPOKperkembggannanan sdidtk pada anak1.pptx
Artikel Lamivudin
1. ARTIKEL
MATA KULIAH BAHASA INDONESIA
LAMIVUDIN
OLEH:
MAULANA SAKTI (151501234)
KELAS II-D
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TAHUN AJARAN 2015-2016
2. LAMIVUDIN
Ketika googling dan masuk ke laman berita pada tanggal 14 Mei lalu
pukul 22.52 WIB, di bagian kesehatan HIV masih menjadi trending topic.
Berdasarkan data dari WHO belum ada obat yang dapat menyembuhkan infeksi
HIV. Perlu diketahui HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus
penyebabnya dan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah sindrom
atau penyakitnya.
Obat-obat yang kini tersedia untuk terapi AIDS terdiri atas dua kelompok,
yakni reverse-transcriptase inhibitors dan protease-inhibitors. Semua obat ini
menghambat enzim RT, sehingga sintesa DNA virus (bertolak dari RNAnya) dan
multiplikasinya dicegah. Hanya bekerja virustatis tetapi virus-virus laten tidak
dimatikan.2
HIV dapat ditekan dengan ART (antiretroviral therapy) kombinasi yang
terdiri dari 3 atau lebih obat ARV (Antiretroviral).1 Triple therapy dari RT-
blockers bersama 1 protease-blockers ternyata sangat efektif, misalnya AZT +
3TC + indinavir.2
Salah satu dari obat ARV kelas RT-inhibitors atau RT-blockers dan lebih
tepatnya Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTIs) yaitu Lamivudin.
Lamivudin yang biasanya terkenal dengan merek dagang Epivir atau versi Kimia
Farma adalah Hiviral, dan 3TC untuk merek dagang dari GlaxoSmithKline
Indonesia merupakan “obat antiretroviral yang digunakan sebagai terapi untuk
dewasa dan anak yang terinveksi HIV, dalam kombinasi dengan obat
antiretroviral lain.”3
Semua golongan NRTIs hanya sedikit memiliki gugus 3’-hidroksil,
sehingga penggabungan enzim ini pada proses perpanjangan gugus DNA
menghasilkan penghentian perpanjangan tersebut. Obat ini memblok replikasi
HIV dan kemudian menghentikan proses infeksi terhadap sel baru, tapi hanya
menghasilkan sedikit efek terhadap sel yang telah terinfeksi. NRTIs menghambat
polimerase seluler dan mitokondria DNA berbagai kinase seluler sehingga
menghasilkan toksisitas. Semua NRTIs dapat berpotensi menghasilkan gejala
3. yang fatal dari laktat asidosis dan hepatomegali berat, yang berasal dari efek
toksik obat-obat ini di mitokondria.5
Lamivudin memiliki rumus molekul C8H11N3O3S dengan berat molekul
229,26 gram/mol. Nama kimia Lamivudin adalah 2(1H)-Pyrimidone,4-amino-1-
[2-(hydroxymethyl)-1,3 oxathiolan-5-yl]-(2R-cis), dengan rumus struktur seperti
pada gambar. Lamivudin merupakan obat ARV sintetik, golongan Nucleoside
Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI) yang aktif melawan virus HIV dan
Hepatitis B. Lamivudin merupakan analog sitosin dengan aktivitas in vitro yang
melawan infeksi HIV yang berjalan sinergis dengan antiretroviral analog
nukleosida, termasuk zidovudin dan stavudin. Obat ini digunakan per oral dengan
mekanisme kerjanya menghambat replikasi DNA virus dari RNA dengan
menghasilkan sel tiruan yang mengganggu proses replikasi virus HIV.7
Lamivudin dimetabolisme secara
interseluler menjadi lamivudin trifosfat dan
bekerja sebagai penghenti rantai DNA serta
sebagai inhibitor kompetitif dari enzim
reverse transcriptase HIV. Resistensi
terhadap lamivudin dapat ditunda jika obat
ini dikonsumsi bersama dengan zidovudin,
dan hasil kombinasi antara keduanya akan
lebih menghasilkan jumlah CD4 yang lebih
tinggi daripada zidovudin sebagai
monotherapy.8 Bioavailabilitas oral mencapai 80% dan tidak dipengaruhi oleh
makanan. Absorpsi berlangsung sangat cepat, dengan volum distribusi mencapai
1,3 L/kg. Dalam proses metabolisme, 5,6% berupa metabolit trans-sulfoxide.
Waktu paruh eliminasi rata-rata mencapai 2,5 jam, dimana waktu paruh
interseluler metabolit aktif 5’-trifosfat pada sel yang terinfeksi HIV-1 adalah 10,5-
15,5 jam. Mayoritas lamivudin dieliminasi dalam bentuk tidak berubah di urin,
dan dosis sebaiknya diturunkan pada pasien dengan insufiensi ginjal atau berat
badan yang rendah. Tidak dibutuhkan penambahan dosis setelah pasien menjalani
hemodialisis rutin.7
Gambar 1: Struktur Lamivudin6
4. Area Under Curve (AUC) lamivudin meningkat saat diberikan bersamaan
dengan Trimetophrim-Sulfametoksazole, walaupun efek ini tidak dirasakan pada
klinis pasien. Obat-obat yang dapat menurunkan efek toksisitas zidovudin yaitu,
kotrimoksasol, dan analog nukleosida dapat meningkatkan resiko asidosis laktat.
Obat yang dapat menurunkan efek lamivudin yaitu zalcitabin, sehingga harus
dihindari penggunaannya secara bersamaan.7
Berdasarkan MIMS edisi 20153, Lamivudin merupakan obat bergolongan
G atau obat keras dengan dosis sebagai berikut:
- Dewasa dan Remaja ≤30 kg: 300 mg (2 tablet 150mg 1 kali/hari atau 150mg 2
kali/hari).
- Anak >3 bulan dengan BB 21-30 kg: ½ tablet pada pagi hari dan 1 tablet pada
senja.
- Anak >3 bulan dengan BB 14-21 kg: ½ tablet 2 kali/hari.
Efek samping yang paling sering terjadi pada saluran cerna, dan umumnya
terjadi pada awal terapi, yaitu 33% berupa mual, diare 18%, muntah 13%,
anoreksia 10%, 9% mengalami nafsu makan yang menurun, nyeri abdomen 6%,
dan 5% mengalami dispepsia. Sembilan persen pasien mengalami ruam kulit pada
pemberian lamivudin bersamaan dengan zidovudin dan anemia juga dilaporkan
terjadi pada 2,9% pasien yang menerima terapi tersebut. Netropeni terjadi pada
7,2% pasien, sedangkan trombositopeni terjadi pada 0,4% pasien. Pankreatitis
dilaporkan terjadi pada kurang dari 0.5% pasien yang menerima lamivudin pada
terapi infeksi HIV. Angka kejadian pankreatitis mencapai 14-18% pada pasien
pediatric yang terinfeksi HIV dan menerima lamivudin ditemukan pada penelitian
open label. Laktat asidosis dan hepatomegali yang parah dengan steanosis,
dilaporkan jarang terjadi pada pasien yang menerima lamivudin dan NRTI lain.
Peningkatan SGOT, SGPT dan bilirubin telah dilaporkan pada pasien yang
menerima lamivudin bersama dengan obat ARV lain pada terapi infeksi HIV.9
Demikian sedikit penjabaran tentang salah satu obat antiretroviral berupa
Lamivudin, diharapkan dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi dapat ditemukan cara untuk menyembuhkan infeksi HIV karena saya
percaya bahwa semua penyakit pasti ada obatnya. Semoga tulisan ini bermanfaat
bagi para pembaca sekalian.
5. DAFTAR PUSTAKA
[1] WHO. November 2015. HIV/AIDS Fact Sheet.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs360/en/. Diakses 15 Me
2016.
[2] Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting
Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya, Edisi Keenam. Jakarta:
PT. Elex Media Komputindo.
[3] Anonim. 2014. MIMS. Edisi 15. Jakarta: PT. Buana Ilmu Populer
(Kelompok Gramedia).
[4] PubChem. 21 Mei 2016. Lamivudine. Diakses 25 Mei 2016.
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/lamivudine#section=Top.
[5] Craig CR, dan Stitzel RE. 2004. Medical Pharmacology with
Clinical Applications 6th edition. Lippincott Williams & Wilkins.
[6] Wikipedia. 2016, 2 April. Lamivudine. Diakses 15 Mei 2016.
https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/d/d2/Lamivudine
_structure.svg/2000px-Lamivudine_structure.svg.png.
[7] Katzung BG. 2001. Basic & Clinical Pharmacology 8th edition.
McGraw Hill Companies Inc.
[8] Anderson PO, Knoben JE, Troutman WG. 2002. Handbook of Clinical
Drug Data. McGrawHill.
[9] McEvoy GK. 2004. AHFS Drug Information 2004. Amer Soc of
Health System.