2. PETA KONSEP
OBAT HIV/AIDS
Viurs HIV
Struktur virus
Replikasi virus
Cara penularan dan
pencegahan
Penyakit AIDS
Diagnosis
laboratorium
HIV/AIDS
Faktor risiko HIV/AIDS
Penanda perkembangan HIV
Gejala Klinis
Infeksi oportunistik
Regimen terapi
antiretrovirus
Antiretroviru
s lini pertama
Antiretrovirus lini kedua
Penggolongan terapi antiretrovirus
Nucleoside/nucleotide reverse
transcriptase inhibitors
(NRTI/NtRTI)
Non-nucleoside reverse
transcriptase inhibitors (NNRTI)
Protease inhibitors (Pi)
Fusion inhibitors (Fi)
Antagonis CCR5
Integrase strand transter inhibitors (INSTI)
3. ACQUIRED IMMUNODEFICIENCY
SYNDROME (AIDS)
• Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh infeksi
human Immunodeficiency Virus (HIV). HIV adalah jenis retrovirus yang menginfeksi sistem kekebalan tubuh dan
menghancurkan atau merusak fungsinya. Ketika infeksi berlangsung, sistem kekebalan tubuh melemah dan
penderita lebih rentan terhadap infeksi. Stadium lanjut infeksi ini adalah terjadinya Immunodeficiency (AIDS)
sehingga penderitaan sangat mudah mendapatkan infeksi oportunistik.
• Jumlah penderita AIDS di seluruh dunia terus meningkat. Hingga Desember 2013, tercatat jumlah penderita AIDS
di seluruh dunia sekitar 34 juta orang. Pendrita yang baru terinfeksi sekitar 2,7 juta orang dan penderita yang
meninggal akibat HIV/AIDS sekitar 2juta orang. Pada tahun 2008, jumlah orang yang hidup dengan virus ini
meningkat 20% sejak tahun 2000. Pravalensinya meningkat sekitar tiga kali lipat sejak tahun 1990
• Kasus HIV/ AIDS di indonesia merupakan fenomena gunung es. Jumlah kasus HIV/AIDS yang dilaporkan lebih
sedikit dibandingkan kondisi yang sebenarnya karena sistem pelaporan belum sempurna. Jumlah kumulatif kasus
HIV/AIDS di indonesia hingga maret 2014 dilaporkan sebanyak 134.042 orang, dengan AIDS positif sebanyak
54.231 orang. Sejak april 1987, jumlah penderita yang meninggal dunia sebanyak 9.516 orang. Prevalesi tertinggi
terjadi di propinsi papua, di ikuti oleh jawa timur dan DKI jakarta di urutan ketiaga.
• Prnggunaan HAART telah berhasil menurunkan secara signifikan mortaliti dan morbiditas terkait AIDS serta
perawatan rumah sakit. Akat tetapi, sekitar 25% pengguna menghentikan penggunaan reglmen antiretrovirus
(ARV) pada delapan bulan pertama pengobatan. Penyebabnya karena kegagalan pengobatan, ketikpatuha n pada
terapi yang diberikan dan efek tosik yang ditimbulkan.
• Efek toksik yang ditimbulkan oleh ARV menjadi salah satu penyebab kurangnya kepatuhan pasien terhadap terapi
yang diberikan dan menjadi alasan utama terjadinya kegagalan terapi. Ketidak patuhan terhadap terapi juga
mengakibatkan resistasi obat. Sebanyak 23% dari 514 pasien yang diwawancarai di botswana menggunakan obat
kurang dari 95% dosis yang seharusnya digunakan.
• Masing-masing antiretrovirus umumnya menimbulkan efek samping tersendiri. Efek samping yang ringan dan
umum terjadi pada awal terapi adalah kembung, mual dan diare. Efek ini mungkin bersifat sementara atau dapat
juga bertahan selama penggunaan obat. Hal ini juga menyebabkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan
berkurang.
4. HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS
(HIV)
human immunodeficiency virus (HIV) adalah virus
yang dapat menyebabkan penurunan kekebalan
tubuh, HIV termasuk genus retrovirus dan
tergolong dalam famili lentivirus. Infeksi virus ini
khas dengan sifat laten yang lama, masa inkubasi
yang lama, replikasi virus yang persisten,dan
keterlibatan dari susuna saraf pusat. Ciri Khas
retrovirus adalah dikelilingi oleh membran lipid,
memiliki kemampuan variasi genetik yang tinggi,
memiliki cara yang unik untuk replikasi serta
dapat menginfeksi jenis vertebrata
5. Struktur HIV
• Virus HIV berbentuk sferis dengan diameter 80-100 nm dan
memiliki inti berbentuk kerucut yang dikelilingi oleh
membran lipid yang berasal dari sel hospes, inti virus
mengandung protein kapsid terbesar, yaitu p24, protein
nukleokapsid p7/p9, dua salinan RNA genon, dan tiga
enzim virus, yaitu protease, transkriptase balik dan
integrase.
• Protein p24 adalah antigen virus yang cepat terdeteksi dan
merupakan target antibodi dalam tes skrining HIV. Inti virus
dikelilingi oleh matriks protein yang disebut p17, yaitu
lapisan dibawah memberan lipid. Membran lipid virus
mengandung dua glikoprotein yang sangat penting dalam
proses infeksi HIV ke dalam sel, yaitu gp 120 dan gp 41
6. Replikasi HIV
• HIV bereplikasi atau memperbanyak diri setelah menginfeksi sel rangetnya
pada CD4 yang merupakan bagian dari limfosit atau sistem pertahanan
tubuh manusia. Tahapan-tahapan HIV memperbanyak diri dijelaskan
sebagai berikut :
• Virus mengenali (lending) sel target CD4 dan berfusi ke dalam sel target
• Virus melepaskan materi genetiknya ke dalam sel target
• Terjadi transkripsi balik RNA menjadi DNA dengan bantuan enzim
transkriptase balik (reverse trancriptase).
• Integrasi DNA virus ke dalam DNA manusia yang sedang bereplikasi
dengan bantuan enzim integrase.
• Terbentuknya RNA virus yang ditranslasi menjadi protein besar, dan
kemudian dipecah menjadi protein kecil
• Virus immature melewati membran sel inang dengan mengambil protein
sel membran (budding) yang dibantu oleh enzim protease.
• Virion baru yang menular dilepaskan dari sel target.
7.
8. Cara penularan (transmisi) HIV
• HIV terdapat dalam cairan tubuh penderita dan dapat ditularkan
melalui cairan tersebut. Meskipun menurut penelitian virus
terdapat dala saliva, air mata, cairan cerebrospinal, dan urine,
cairan tersebut tidak terbukti beresiko menularkan karena kadarnya
sangat rendah. Selain itu, tidak ada mekanisme yang memfasilitasi
untuk masuk ke dalam darah, kecuali ada luka.
• Cara penularan yang lazimnya adalah melalui hubungan seksual
yang tidak aman ( tidak menggunakan condom) dengan mitra
seksual yang terinfeksi HIV, kontak dengan darah orang yang
terinfeksi melalui tusukan jarum suntik[ pemakaian bersama produk
yang terkontaminasi atau jarum suntik yang umum dilakukan
pengguna narkoba suntik (injecting drugs users, IDU), serta
penularan dari ibu ke bayi. Cara lain yang lebih jarang adalah
pembuatan tato, transplantasi organ dan jaringan, inseminasi
buatan atau tindakan medis semi invasif.
9. Penularan Pencegahan
Seksual
Hubungan seksual yang tidak aman dengan
pasangan terinfeksi HIV (+), homoseksual/
heteroseksual
Lakukan hubungan seksual dengan pasangan sah dan
tidak berganti-ganti pasangan.
Tidak melakukan hubungan seks bebas untuk orang
yang belum menikah.
Menggunakan kondom dan jel spermisida pada
hubungan seksual yang beresiko.
Parenteral
Jarum suntik, tindik, tato yang
terkontaminasi HIV
Transfusi darah yang terinfeksi HIV
Lakukan sterilisasi aat suntik, alat tindik, dan alat tato.
PMI sudah melakukan usaha maksimal untuk skrining
donor darah sehingga kasus ini cukup jarang
ditemukan.
Perinatal
Ibu hamil kepada bayi yang akan dilahirkan
Melahirkan dengan cara sctio caesarea.
Menggunakan obat pencegah infeksi HIV selama dan
sesudah kelahiran pada bayi.
Mengganti ASI dengan susu Formula.
Tabel 4.1 cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS
10. Penyakit AIDS
• human immunodeficiency virus (HIV) adalah virus yang
menginfeksi sistem kekebalan tubuh manusia sehingga
dapat menimbulkan penurunan Imunitas tubuh. Seseorang
dikatakan HIV (+) apabila sudah terinfeksi virus tersebut
dan di dalam tubuhnya sudah terdeteksi adanya
perkembangan virus tersebut , sedangkan penderita
HIV/AIDS adalah stadium lanjut dari orang yang telah
terinfeksi HIV (+) dan sudah menunjukkan gejala-gejala
khusus AIDS.
• WHO telah menetapkan stadium klinis HIV/AIDS untuk
dewasa maupun anak yang masing-masing terdiri dari 4
stadium. Pembagian stadium klinis HIV/AIDS berdasarkan
gejala yang terjadi dapat dilihat pada Tabel 4.2
11. Diagnosis laboratorium HIV/AIDS
• Terkadang orang tidak mengetahui status mereka terinfeksi HIV atau tidak. Tes HIV
bagi orang yang menginginkannya perlu dilakukan setelah mendapatkan konseling
pra tes. Indikasi lain yang memerlukan tes HIV adalah adanya infeksi menular
seksual (IMS), hamil, tuberkulosis(TB) aktif, serta gejala dan tanda yang mengarah
adanya infeksi HIV.
• Prosedur pemeriksaan laboratorium untuk HIV sesuai dengan panduan nasional
yang berlaku saat ini adalah dengan menggunakan strategi 3A dan selalu didahului
dengan konseling pra-tes. Untuk pemeriksaan pertama (A1), biasanya digunakan
tes cepat dengan sensitivitas yang cukup tinggi, sedangkan untuk pemeriksaan
selanjutnya. (A2 dan A3), digunakan perlengkapan tes dengan spesifitas yang lebih
tinggi.
• Antibodi biasanya baru dapat terdeteksi sejak 2 minggu hingga 3 bulan setelah
terinfeksi HIV (97%). Masa tersebut disebut “masa jendela” (window period). Jika
hasil tes HIV negatif hal yang dapat dilakukan dalam 3 bulan setelah kemungkinan
terinfeksi adalah malakukan tes ulang, khususnya jika masih terdapat perilaku yang
beresiko, seperti malakukan hubungan seksual yang tidak terlindungi dengan
penderita IMS, para pekerja seks dan pelanggannya, lelaki suka lelaki (LSL), atau
orang dengan HIV/AIDS (ODHA), dan pemakaian alat suntik secara bersamaan di
antara para pengguna narkoba suntik.
12. Gejala HIV Stadium
Asimtomatik 1
Gejala ringan 2
Gejala lanjut 3
Gejala berat/ sangat lanjut 4
Tabel 4.2 tingkat gejala dan stadium HIV/AIDS
13. Faktor Resiko HIV/AIDS
Orang-orang yang memiliki risiko tertular HIV/AIDS antara lain:
• Pekerja seks pria atau wanita
• Pengguna narkob suntik
• Pria yang berhubungan seks dengan sesama pria
• Melakukan hubungan seks ual tanpa perlindungan dengan
penjaja seks komersial
• Perna atau sedang mengidap penyakit infeksi menular
seksual
• Pernah mendapatkan transfusi darah atau resipien produk
darah
• Suntkan, tato dan tindik dengan menggunakan alat non
steril
14. Penanda perkembangan HIV
Jumlah CD4
• Kecepatan penurunan jumlah CD4 telah terbukti dapat digunakan sebagai
penanda/ petunjuk perkembangan penyakit AIDS. Jumlah CD4 menurun secara
bertahap selama perjalanan penyakit, dan kecepatan penurunannya dari waktu ke
waktu rata-rata 100 sel/tahun. Seseorang dikatakan HIV(-) apabila deteksi jumlah
CD4 antara 500-1500 sel/ml, engan rata-rata lebih dari 800 sel/ml. Pada penderita
HIV/AIDS, jumlah CD4 dapat terus menurun hingga jumlah yang sangat rendah.
Jumlah CD4 lebih menggambarkan progresifitas AIDS, bukan tingkat muatan virus
meskipun nilai prediktif dari muatan virus akan meningkat seiring dengan lamanya
infeksi.
• Muatan virus pada plasma darah
Kecepatan peningkatan muatan virus dapat digunakan untuk memperkirakan
perkembangan infeksi HIV. Muatan virus meningkat secara bertahap dari waktu ke
waktu
15. Gejala Klinis
Gejala Klinis pada infeksi HIV biasanya bervariasi dan umumnya terjadi
sindrom retrovirus akut. Gejala klinis yang terjadi pada infeksi HIV
adalah :
• Demam, lemah, radang tenggorokan, penurunan berat badan yang
signifikan, dan mialgia.
• 40-80% pasien menunjukkan bintik merah (rash), morbilliform atau
maculopapular.
• Diare, mual dan muntah.
• Limfadenopati, berkeringat di malam hari.
• Meningitis aseptik
• Muatan virus lebih dari 50.000 sel/ml pada orang dewasa atau
500.000 sel/ml pada anak-anak
• Penurunan CD4 yang persisten
16.
17. Stadium 1 Asimtomatik
Tidak ada penurunan berat badan
Tidak ada gejala atau hanya limfadenopati generalisata persisten
Stadium 2 Sakit Ringan
Penurunan berat badan 5-10%
ISPA berulang, misalnya sinusitis atau otitis
Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
Luka disekitar bibir
Ulkus mulut berulang
Ruam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo-PPE)
Dermatitis serboroik
Infeksi jamur kuku
Stadium 3 Sakit Sedang
Penurunan berat badan >10%
Diare, demam yang tidak diketahui penyebabnya lebih dari 1 bulan
Kandidiasis oral atau vaginal
Oral hairy leukoplakia
Tuberkulosis limfadenopati
Gingivitis/ periodonitis ulseratif nekrosis akut
Anemia, netropenia, trombositopeni kronis
Stadium 4 Sakit Berat (AIDS)
Sindrom wasting HIV
Pneumonia pnamosistis, pneumonia bakteri parah yang berulang
Herpes simpleks ulseratif lebih dari satu bulan
Kandidiasis esofagus
Tuberkulosis ekstraparu
Sarkoma kaposi
Retinitis CMV
Abses otak toksoplasmosis
Ensefalopati HIV
Meningitis kriptokokus
Infeksi mikobakteria non-tuberkulosis meluas
Kanker serviks invasif
Leismaniasis atopik meluas
Tabel 4.3 Gejala klinis HIV/AIDS berdasarkan Stadium
18. Infeksi Oportunistik
Infeksi oportunistik pada penderita HIV/AIDS adalah
infeksi pada berbagai organ yang disebabkan oleh
berbagai jenis bakteri. Penderita HIV/AIDS sangat
mudah terkena infeksi lain karena daya tahan
tubuh yang semakin menurun. Tidak jarang
penderita HIV/AIDS mengalami kematian karena
infeksi oportunistik yang tidak tertangani.
Berbagai infeksi oportunistik yang sering menyertai
penderita HIV/AIDS antara lain tuberkulosis paru
(hampir 50-65% pada penderita HIV/AIDS),
kandidiasis dan herpes.
19. PENGOBATAN HIV/AIDS
Tujuan Pengobatan HIV/AIDS adalah :
• Mengurangi laju penularan HIV di masyarakat
• Memulihkan dan atau memelihara fungsi
imunologis (stabilisasi/peningkatan sel CD4 )
• Menurunkan komplikasi akibat HIV
• Memperbaiki kualitas hidupODHA
• Menekan replikasi virus secara maksimal dan
terus menerus
• Menurunkan angka kesakitan dan kematian yang
berhubungan dengan HIV
20. Penggolongan terapi antiretrovirus
(ARV)
Antiretrovirus (ARV) adalah obat antivirus yang menghambat replikasi HIV (retrovirus). Berdasarkan mekanisme kerjanya, terdapat lebih dari 20
antiretrovirus yang digolongkan menjadi enam penggolongan besar yaitu :
• Nucleoside/ nucleotide reverse trunscriptase inhobitors (NRTI/NtRTI
• NRTI bekerja dengan cara menghambat (sebagai inhibitor kompetitif) enzim transkriptase balik(reserve transcriptase) HIV-1 dan dapat bergabung
dengan rantai DNA virus yang sedang aktif sehingga menyebabkan terminasi (berhentinya prosesreplikasi virus). Obat golongan ini memerlukan
aktivasi intransitoplasma yang difosforilasi oleh enzim menjadi bentuk trifosfat. Obat golongan ini terdiri dari :
a. Analog deoksitimidin, yaitu zidovudin (AZT/ZDV)
b. Analog timidin, yaitu stavudin (d4T)
c. Analog deoksiadenosin, yaitu didanosin (ddl)
d. Analog adenosin (nukleotida/nt) yaitu tenofovir disoproxil fumarat (TDF)
e. Analog sitosin yaitu lamivudin (3TC) dan zalcitabin (ZTC)
f. Analog guanosin yaitu abacavir (ABC)
• Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NNRTI)
NNRTI bekerja dengan cara membentuk ikatan langsung pada situs aktif enzim transkriptase balik yang menyebabkan aktivitas DNA polimerase
terhambat. Golongan ini tidak bersaing dengan nukleosida trifosfat dan tidak memerlukan fosforilasi untuk menjadi aktif. Obat yang termasuk
golongan ini adalah nevirapin (NVP), efavirenz (EFZ) dan delavirdin
• Protease inhibitors (PI)
Selama tahap akhir siklus pertumbuhan, 3 gen dari HIV (gag, pol dan env) ditranslasikan menjadi poliprotein dan kemudian menjadi partikel yang
belum matang. Protease bertanggung jawab pada pembelahan molekul sebelumnya untuk menghasilkan protein bentuk akhir ari inti virion matang
dan protease penting untuk memproduksi virion matang selama replikasi. Obat golongan ini menghambat kerja enzim protease sehingga mencegah
pembantukan virion baru yang infeksius. Obat yang termasuk golongan ini adalah saquinavit (SQV), lopinavir (LPV), ritonavir (r),nelfinavir dan
amprenacir.
• Fusion inhibitors (FI)
FI menghambat masuknya virus ke dalam sel dengan cara berikatan dengan subunit gp 41 selubung glikoprotein virus sehingga fusi virus ke sel target
dapat dihambat. Obat yang termasuk golongan ini adalah enfuvirtide (T-20)
• Antagonis CCR5
CCR5 bekerja dengan cara mengikat CCR5 (reseptor komokin 5) dipermukaan sel CD4 dan mencegah pelekatan virus dengan sel target. Obat yang
termasuk golongan ini adalah maraviroc, aplaviroc,dan vicrivirox (Tslbris,2007)
• Integrase strand transfer inhibitors (INSTI)
INSTI bekerja dengan cara menghambat penggabungan sirkulasi DNA virus dengan sel inang (hospes). Obat yang termasuk golongan ini adalah
reltegravir dan elvitegravir (Evering H, 2008)
21.
22.
23. Regimen Terapi Antiretrovirus
Sejak ditemukan pada tahun 1996, terapi antiretrovirus
terus mengalami kemajuan. Tetapi diawali dengan
menggunakan satu jenis obat (monoterapi), dua jenis
obat, hingga saat ini menggunakan 3 jenis atau lebih
obat yang dikenal dengan intilah HAART (highly active
antiretroviral therapy). Kombinasi ini sering di
istilahkan dengan regimen terapi. Pada pasien HIV/AIDS
yang baru memulai penggunaan antiretrovirus,
umumnya menggunakan regimen lini pertama.
Selanjutnya, padapasien yang sudah mengalami
resistansi atau masalah toksisitas, regimen dapat
diganti menjadi regimen lini kedua.
24. Antiretrovirus lini pertama
Lamivudin (3TC) ditambah salah satu obat dari golongan NRTI, seperti zidovudin (AZT) atau stavudin (d4T),
ditambah salah satu NNRTI.
3TC + AZT/ d4T + NPV/EFV
Pilihan utama untuk lini 1 adalah 3TC + AZT + NPV
Pilihan alternatif untuk lini 1 adalah 3TC + AZT + EFV atau 3TC + d4T + NPV/EFV
Antiretrovirus lini kedua
NRTI seperti ddl dan TDF ditambah golongan protease inhibitor (SQV/r =saquinavir/ritonavir)
ddI + TDF/ABC + LPV/r atau SQV/r
Terapi antiretrovirus lini pertama dan lini kedua terdiri dari kombinasi :
25. Alasan mengganti (switching/substitusing) Antiretrovirus
Penggantian antiretrovirus (ARV) kemungkinan dapat disebabkan
oleh dua hal yaitu karena toksisitas atau kegagalan terapi.
• Toksisitas
Toksisitas terkait dengan ketidakmampuan untuk menahan
efek samping obat sehingga terjadi disfungsi organ yang
cukup berat. Hal tersebut dapat dipantau secara klinis, baik
dari keluhan atau dari hasil pemeriksaan fisik pasien atau
dari hasil pemeriksaan laboratorium, tergantung pada jenis
kombinasi obat yang digunakan dan sarana pelayanan
kesehatan yang ada.
• Kegagalan terapi
Kegagalan terapi dapat didefinisikan secara klinis dengan
menilai perkembangan penyakit secara imunologis dengan
penghitungan CD4 dan atau secara virologis dengan
mengukur muatan virus
26. Efek samping umum Antiretrovirus
Efek samping umum Antiretrovirus merupakan
salah satu penyebab morbiditas, dirawatnya
pasien dan mortslitas. Hal tersebut juga
berpengaruh pada kepatuhan pasien terhadap
rencana terapi. Oleh sebab itu pendeteksian
dini efek samping merupakan hal yang kritis
dan dalam hal ini, dibutuhkan peran semua
pihak, baik penderita, keluarga, dokter,
maupun apoteker.
27. Golongan Efek samping
NRTI Laktat asirlosis dan hepatotoksik, neuropati, perifer
NtRTI (Tenofovir/TFV) Toksisitas ginjal
NNRTI Hepatoksisitas dan gatal-gatal
PI Gangguan metabolik ganda (insulin resistansi, hiperlipidemia, lipodistropi = penyebaran
lemak tubuh yang tidak merata), hepatotoksisitas, gangguan tulang, peningkatan
pendarahan pada penderita hemofilia.
Tabel 4.4 Efek samping umum Antiretrovirus