Berdasarkan empat dokumen yang dijelaskan, teridentifikasi beberapa akar penyebab rendahnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal HOTS dan literasi numerasi, serta kurang optimalnya pemanfaatan teknologi dan model pembelajaran inovatif oleh guru. Salah satu penyebab utamanya adalah kurangnya pembiasaan siswa dan guru dalam mengerjakan soal berkarakteristik tinggi melalui berbagai metode pembelajaran
1. LK 1.3 Penentuan Penyebab Masalah
No. Hasil eksplorasi penyebab masalah
Akar penyebab
masalah
Analisis akar penyebab
masalah
1 Berdasarkan kajian literatur serta hasil
wawancara dengan rekan sejawat, pakar, dan
kepala sekolah diperoleh hasil ekplorasi
penyebab dari kemampuan berpikir tingkat
tinggi siswa dalam menyelesaikan soal HOTS
masih rendah, adalah sebagai berikut.
1. Siswa terbiasa untuk mengingat bukan
menguasai konsep. (Intan, 2020)
2. Rendahnya kemampuan siswa
memecahkan masalah kontekstual.
(Wayan, 2020)
3. Siswa mengalami kendala pada proses
membentuk kalimat matematika.
(Agustika, 2020)
4. Kurangnya kemampuan numerasi dasar
siswa.
5. Rendahnya kemampuan berpikir kritis
siswa.
6. Kurangnya kemampuan penalaran siswa
7. Kurangnya kemampuan siswa
memanipulasi rumus terkait dalam
menyelesaikan soal HOTS.
8. Siswa hanya terbiasa mengerjakan soal
LOTS atau MOTS
9. Siswa belum optimal dalam
memanfaatkan kesempatan untuk
bertanya.
Referensi:
1. Intan (2020)
https://www.researchgate.net/publication/342
311473
2. Wayan (2020)
https://www.semanticscholar.org/paper/The-
Effect-of-Digital-Literacy-on-the-Ability-of-
to-
Widana/e4d3252e9571f54b473a8eeae853db8
c9d7b0742
3. Agustika (2020)
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JIS
D/article/view/25336
Siswa belum
terlatih
mengerjakan
soal HOTS.
Berdasarkan hasil diskusi dan
analisis dapat ditentukan bahwa
akar peyebab masalah adalah
siswa belum dibiasakan atau
dilatih utuk mengerjakan soal
dengan karakteristik HOTS.
Dengan kurang terlatihnya siswa
dalam menyelesaikan soal HOTS
dapat mengakibatkan rendahnya
perkembangan kemampuan
penalaran dan berpikir kritis
siswa. Siswa juga kesulitan untuk
membentuk permodelan atau
kalimat matematika. Dengan
karakteristik matematika yang
abstrak, siswa dituntut untuk
memiliki kemampuan atau
keterampilan bernalar dan
berpikir kritis yang tinggi dalam
menyelesaikan soal HOTS. Proses
berlatih terus menerus secara rutin
dan konsisten dapat meningkatkan
kemampuan dan keterampilan
seseorang. Oleh karena itu, untuk
meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa dalam
meyelesaikan soal HOTS, guru
perlu melatih siswa dengan
membahas soal-soal HOTS dalam
proses pembelajaran di kelas dan
memberikan soal-soal HOTS
sebagai latihan mandiri.
2 Berdasarkan kajian literatur serta hasil
wawancara dengan rekan sejawat, pakar, dan
kepala sekolah diperoleh hasil ekplorasi
penyebab dari kemampuan guru dalam
menggunakan teknologi yang sesuai dengan
Guru belum
mampu
mengikuti
perkembangan
Berdasarkan hasil diskusi dan
analisis dapat ditentukan bahwa
akar peyebab masalah adalah
belum optimalnya pengetahuan
dan keterampilan guru mengikuti
2. materi ajar masih kurang, adalah sebagai
berikut.
1. Kurangnya pelatihan yang diberikan kepada
guru dan kurangnya upaya guru untuk
meningkatkan kemampuannya pada bidang
teknologi. (Rahmita, 2017)
2. Kendala waktu. Penggunaan teknologi
membutuhkan waktu yang cukup banyak.
(Kurniawan, 2020)
3. Keterbatasan pengetahuan guru dalam
menentukan teknologi yag cocok atau
sesuai dengan karakteristik materi. (Naufal,
2018)
4. Sarana dan prasarana seperti laptop,
wifi/internet/kuota data tidak mendukung.
5. Rendahnya kemampuan guru dalam
menemukan atau mencipta media berbasis
teknologi.
6. Kurangnya kemauan guru untuk
mengeksplore pengetahuan dan
kemampuannya dalam pemanfaatan setiap
sarana/prasarana teknologi yang tersedia di
sekolah.
Referensi:
1. Rahmita (2017)
https://jim.unsyiah.ac.id/pgsd/article/view/45
73
2. Kurniawan (2020)
https://www.researchgate.net/publication/341
138202_problematika_guru_dalam_menggun
akan_teknologi_informasi_dan_komunikasi_t
ik
3. Naufal (2018)
https://www.researchgate.net/publication/330
752378_upaya_peningkatan_kemampuan_gur
u_matematika_sma_dalam_memvisualisasika
n_materi_ajar_dengan_menggunakan_websit
e_desmos
teknologi secara
optimal.
perkembangan teknologi 5.0 masa
kini terutama yang terkait dengan
pendidikan. Sehingga hal ini
mempengaruhi sikap guru untuk
memilih dan menggunakan
teknologi yang sesuai dengan
materi matematika yang akan
diajar.
Pemanfaatan teknologi sebagai
media ajar dapat membantu guru
dalam proses penyampaian materi
pembelajaran matematika,
terlebih dengan karakteristik
matematika yang abstrak.
Teknologi dapat menjadi alat
untuk melatih keterampilan
bermatematika, dan alat untuk
membantu mengembangkan
pemahaman konsep matematis.
Diperlukan kesadaran dan
kemauan guru untuk belajar dan
berlatih menggunakan teknologi
dalam proses pembelajaran.
Semakin banyak pengetahuan dan
keterampilan guru maka semakin
mudah guru memilih teknologi
yang sesuai dengan materi yang
akan diajar. Banyak aplikasi
matematika berbasis teknologi
yang dapat digunakan guru dalam
pembelajaran matematika, seperti
Microsoft Mathematics, Desmos,
SpeQ Mathematics, dll.
Salah satu cara yang dapat
dilakukan guna meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan
guru terkait pemanfaatan
teknologi dalam pembelajaran
matematika adalah mengikuti
workshop/pelatihan mengenai
aplikasi teknologi dalam
pembelajaran matematika dan
komitmen untuk
mempraktikkannya dalam proses
pembelajaran.
3 Berdasarkan kajian literatur serta hasil
wawancara dengan rekan sejawat, pakar, dan
kepala sekolah diperoleh hasil ekplorasi
penyebab dari Guru belum melaksanakan
Profesionalisme
guru dalam
penerapan
model-model
pembelajaran
Berdasarkan hasil diskusi dan
analisis dapat ditentukan bahwa
akar peyebab masalah adalah
pengetahuan dan keterampilan
guru dalam menerapkan model-
3. model pembelajaran innovatif secara optimal,
adalah sebagai berikut.
1. Guru kesulitan mengatur alokasi waktu.
(Remeja, 2019).
2. Efikasi atau kepercayaan diri guru masih
kurang dalam melaksanakan beberapa
tahapan dari model pembelajaran saintifik
(Zaenal, 2022).
3. Pengetahuan guru dalam memahami
teknik-teknik dalam menerapkan
pembelajaran saintifik masih kurang.
4. Guru masih kesulitan menentukan soal-
soal kontekstual atau proyek matematika
materi SMA yang akan ditugaskan terkait
dengan model pembelajaran PBL dan
PJBL.
5. Guru belum melibatkan siswa secara
optimal dalam proses pembelajaran.
Referensi:
1. Remeja (2019)
https://jim.unsyiah.ac.id/pgsd/article/view/13
324
2. Zaenal (2022)
https://adoc.pub/efikasi-guru-mipa-smp-
dalam-menerapkan-pendekatan-saintifik.html
innovatif masih
kurang.
model pembelajaran inovatif
masih rendah.
Kurangnya pengetahuan dan
keterampilan guru megenai
model-model pembelajaran
inovatif dapat disebabkan karena
kurangnya pelatihan/workshop
dan rendahnya komitmen dan
motivasi guru dalam menerapkan
model-model pembelajaran
inovatif.
4 Berdasarkan kajian literatur serta hasil
wawancara dengan rekan sejawat, pakar, dan
kepala sekolah diperoleh hasil ekplorasi
penyebab dari kemampuan literasi numerasi
siswa masih rendah, adalah sebagai berikut.
1. Tingginya kecemasan siswa sehingga
berdampak siswa sulit memahami soal
literasi numerasi. (Nurfadilah, 2015).
2. Redahnya kemampuan penalaran siswa
dalam memahami masalah yang disajikan
dengan basis literasi numerasi. (Rezky,
2022).
3. Siswa belum terbiasa dengan proses
pembelajaran berbasis literasi
numerasi.
4. Siswa cenderung malas membaca soal
matematika yang disajikan dalam
kalimat cerita atau dengan narasi
yang panjang.
5. Siswa cenderung tidak memahami
materi/konsep matematika yang
terkait pada soal literasi numerasi.
Tidak
terbiasanya
siswa dengan
pembelajaran
matematika
berbasis
kontekstual di
kelas
Berdasarkan hasil diskusi dan
analisis dapat ditentukan bahwa
akar penyebab masalah adalah
pembelajaran matematika yang
tidak kontekstual.
Pembelajaran kontekstual dapat
melatih penalaran dan
kemampuan penguasaan konsep
siswa akan suatu materi. Melatih
siswa untuk menyatakan masalah
dalam kehidupan sehari-hari
menjadi kalimat atau pemodelan
matemtika dapat berdampak
positif terhadap pengembangan
kemampuan literasi numerasi
siswa. Namun dibutuhkan
kekontinuan dalam melaksanakan
pembelajaran matematika
berbasis kotekstual di kelas
supaya hasil dari peningkatan
kemampuan literasi numerasi
siswa menjadi optimal. Dengan
pembiasaan, siswa menjadi
4. 6. Siswa kesulitan mengubah kalimat
cerita menjadi persamaan atau
kalimat matematika.
7. Siswa malas untuk mencoba
mengerjakan karena menganggap
bahwa soal tersebut adalah soal yang
sulit.
Referensi:
1. Nurfadilah (2015)
http://repository.upi.edu/18239/
2. Rezky (2022)
https://www.researchgate.net/publicati
on/362395824_kemampuan_literasi_nu
merasi_siswa_dalam_menyelesaikan_soa
l_konteks_sosial_budaya_pada_topik_geo
metri_jenjang_smp
terlatih dan dapat meningkatkan
minat dan kepercayaan dirinya
dalam menyelesaikan soal literasi
numerasi.
Salah satu cara untuk melakukan
pembelajaran kontekstual di kelas
adalah guru mendorong dan
membimbing siswa untuk
menemukan keterkaitan materi
ajar dengan konteks kehidupan
sehari-hari.