1. LK. 1.2 Eksplorasi Penyebab Masalah
No.
Masalah yang
telah
diidentifikasi
Hasil eksplorasi penyebab masalah
Analisis eksplorasi
penyebab masalah
1 Kemampuan
berpikir tingkat
tinggi siswa
dalam
menyelesaikan
soal HOTS
masih rendah.
Sumber Kajian Literatur Jurnal/artikel:
1. Dalam penelitian Intan (2020), dituliskan
hasil survei PISA 2012 yang menyatakan
bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam
mengerjakan soal HOTS (Higher Order
Thinking Skills) sangat rendah. Hal tersebut
disebabkan karena kurang terlatihnya siswa
dalam mengerjakan soal HOTS dan siswa
hanya dibiasakan untuk mengingat bukan
menguasai konsep.
Sumber:
https://www.researchgate.net/publication/342311473
2. Widana, Wayan (2020) menyatakan dalam
hasil penelitiannya bahwa rendahnya
kemampuan siswa dalam memecahkan
masalah kontekstual merupakan dampak
dari rendahnya kemampuan guru dalam
mengembangkan soal HOTS.
Sumber :
https://www.semanticscholar.org/paper/The-
Effect-of-Digital-Literacy-on-the-Ability-of-to-
Widana/e4d3252e9571f54b473a8eeae853db8c
9d7b0742
3. Pada hasil penelitian Agustika (2020),
diperoleh terdapat 53 siswa (62%) siswa
mengalami kendala pada proses membuat
atau membentuk kalimat matematika. Hal
ini berimplikasi pada simpulan bahwa
kemampuan berpikir HOTS siswa masih
rendah.
Sumber:
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JIS
D/article/view/25336
Sumber Wawancara Kepada Guru (Heppy
Manalu, S.Si):
1. Berdasarkan hasil pengamatan dan
evaluasi, kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal HOTS masih kurang
karena kemampuan numerasi dasarnya
yang juga rendah seperti operasi matematika
dasar untuk perkalian, pembagian
penjumlahan dan pengurangan masih salah.
Selain itu, siswa cenderung tidak
mengembangkan konsep dasar dari materi
yang telah disampaikan guru sehingga cara
1. Kurang terlatihnya
siswa dalam
mengerjakan soal
HOTS.
2. Siswa hanya
dibiasakan untuk
mengingat bukan
menguasai konsep.
3. Rendahnya
kemampuan guru
mengembangkan soal
HOTS. Penggunaan
soal HOTS hanya
terbatas pada materi-
materi tertentu, yaitu
program linear,
aplikasi turunan,
aplikasi trigonometri
dan peluang.
4. Siswa mengalami
kendala pada proses
membuat atau
membentuk kalimat
matematika.
5. Kemampuan numerasi
dasar siswa seperti
operasi matematika
dasar untuk
pembagian, perkalian,
penjumlahan dan
pengurangan masih
kurang.
6. Siswa tidak
mengembangkan
konsep dasar yang
telah disampaikan
guru, sehingga
kemampuan berpikir
kritis siswa tidak
berkembang dengan
baik.
2. berpikir kritis siswa tidak berkembang
dengan baik.
2. Guru masih terbatas dalam memberikan
soal-soal HOTS pada materi tertentu yaitu
pada materi program linear, aplikasi
turunan, aplikasi trigonometri dan peluang.
Sumber Wawancara Kepada Kepala Sekolah
(Rugun D.S Tampubolon, M.Pd):
Berdasarkan hasil observasi pada kegiatan
supervisi, kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal HOTS masih rendah karena
guru belum sepenuhnya melatih berpikir kritis
siswa dalam proses pembelajaran. Dalam
memberikan stimulus pada penyampaian
materi, guru masih membiasakan dengan kata
”apa” bukan ”bagaimana” dan belum mendorong
siswa secara optimal untuk bertanya atau
menemukan permasalahan.
Sumber Wawancara Kepada Pakar:
Nama : Juniar Saragih, M.Pd
Profesi : Konsultan Pendidikan
1. Kemampuan siswa dalam meyelesaikan soal
HOTS masih rendah karena siswa terbiasa
dengan soal LOTS
2. Siswa menerima sepenuhnya informasi dari
guru dan tidak berusaha mencari informasi
dari sumber lain atau berusaha untuk
mengembangkan konsep/materi yang telah
diajarkan guru sehingga siswa tidak terbiasa
untuk berpikir kritis atau berpikir tingkat
tinggi.
7. Logika penalaran siswa
masih kurang sehingga
tidak mampu
memahami mengenai
permasalahan yang
harus diselesaikan
pada soal HOTS
tersebut.
8. Siswa kesulitan dalam
memanipulasi rumus
atau materi yang sudah
diajarkan guru terkait
penyelesaian dari soal
HOTS tersebut.
9. Siswa terbiasa
diberikan soal LOTS
atau soal dengan
tingkat taksonomi C1 –
C3.
10.Guru belum optimal
mendorong siswa
untuk bertanya atau
membimbing siswa
menemukan dan
mengkomunikasikan
permasalahan dari
stimulus yang
diberikan guru pada
proses pembelajaran.
2 Kemampuan
guru dalam
menggunakan
teknologi yang
sesuai dengan
materi ajar
masih kurang
Sumber Kajian Literatur Jurnal/artikel:
1. Menurut Rahmita (2017), salah satu faktor
yang membuat para guru tidak
menggunakan IT sebagai media dalam
pembelajaran adalah minimnya
pengetahuan guru dibidang IT yang
disebabkan oleh kurangnya pelatihan
tentang IT dan tidak adanya upaya guru
dalam meningkatkan kompetensi yang
dimilikinya.
Sumber:
https://jim.unsyiah.ac.id/pgsd/article/view/4
573
2. Kurniawan, dkk (2020), dalam hasil
penelitiannya menyatakan bahwa terdapat
beberapa masalah pada penggunaan
teknologi dalam pembelajaran, yaitu: 1)
penggunaan teknologi informasi dan
1. Minimalnya
pengetahuan guru
pada bidang IT
(informasi teknologi)
yang disebabkan oleh
kurangnya pelatihan
dan tidak adanya
upaya dari guru itu
sendiri untuk
meningkatkan
kemampuannya.
2. Persiapan sarana dan
prasarana untuk
penggunaan IT
membutuhkan waktu
yang banyak, sehingga
proses pembelajaran
3. komunikasi (TIK) dalam proses pembelajaran
dapat menguras waktu yang cukup banyak
sehingga proses pembelajaran kurang
efektif karea harus menyiapkan sarana dan
prasarana seperti menyiapkan laptop,
menghubungkan dengan infokus dan
menyiapkan media pembelajaran berbasis
Teknologi lainnya.
Sumber:
https://www.researchgate.net/publication/341
138202_problematika_guru_dalam_menggunak
an_teknologi_informasi_dan_komunikasi_tik
3. Naufal (2018), dalam penelitiannya
menyatakan bahawa sebagian guru-guru
sudah menggunakan teknologi dalam media
pembelajarannya namun hanya terbatas
yaitu pada penggunaan powerpoint sebagai
media visual matematika. Tentunya sebagai
media presentasi, perangkat lunak ini
merupakan media yang tepat. Akan tetapi,
menjadi seorang guru matematika,
diperlukan lebih dari hanya kemampuan
presentasi, melainkan kemampuan untuk
mengajar. Oleh sebab itu, penguasaan
Power Point tidaklah cukup bagi guru
matematika dikarenakan tingkat akurasi
visual Power Point masih jauh dari kata tepat.
Sumber:
https://www.researchgate.net/publication/330
752378_upaya_peningkatan_kemampuan_guru
_matematika_sma_dalam_memvisualisasikan_
materi_ajar_dengan_menggunakan_website_des
mos
Sumber Wawancara Kepada Guru (Heppy
Manalu, S.Si):
1. Guru sudah mampu menggunakan teknologi
secara umum, namun masih sulit untuk
menentukan teknologi yang cocok/sesuai
dengan materi ajar.
2. Terkadang sarana dan prasarana seperti
laptop, wifi/internet tidak mendukung.
Sumber Wawancara Kepada Kepala Sekolah
(Rugun D.S Tampubolon, M.Pd):
Sekolah sudah memiliki sarana prasarana yang
sarat dengan teknologi seperti IFP (Image
Focussing Plate) sebagai pengganti papan
tulis/white board konvensional dan free wifi.
Namun sarana dan prasarana tersebut akan
dapat berguna dengan baik jika guru mau
berlatih dan mengeksplore kemampuannya
dirasakan kurang
efektif.
3. Guru sudah merasa
cukup dengan
penggunaan slide
power point sebagai
teknologi dalam proses
pembelajaran
meskipun tingkat
akurasi visualnya
dalam menyajikan
materi matematika
yang berkarakteristik
abstrak masih jauh
dari kata tepat.
4. Keterbatasan
pengetahuan guru
dalam menentukan
teknologi yag cocok
atau sesuai dengan
karakteristik materi
yang akan diajarkan
yag diharapkan dapat
membuat proses
pembelajaran
berlagsung efektif dan
menarik.
5. Terkadang sarana dan
prasarana seperti
laptop,
wifi/internet/kuota
data tidak mendukung.
6. Kemampuan guru
belum mumpuni dalam
menemukan atau
mencipta media
pembelajaran berbasis
teknologi sehingga
dapat terlaksana
proses pembelajaran
matematika yang
kreatif dan menarik.
7. Kemauan guru belum
maksimal untuk
mengeksplore
pengetahuan dan
kemampuannya dalam
pemanfaatan setiap
4. dalam pemanfaatan sarana/prasarana
teknologi tersebut untuk menunjang proses
pembelajaran.
Sumber Wawancara Kepada Pakar:
Nama : Juniar Saragih, M.Pd
Profesi : Konsultan Pendidikan
Guru belum mampu mengembangkan
kemampuannya dalam menemukan atau
mencipta media pembelajaran berbasis
teknologi sehingga dapat menyajikan
pembelajaran yang kreatif dan menarik.
sarana/prasarana
teknologi yang tersedia
di sekolah.
3 Guru belum
malaksanakan
model
pembelajaran
innovatif secara
optimal.
Sumber Kajian Literatur Jurnal/artikel:
1. Menurut Remeja (2019), beberapa hambatan
yang dialami guru dalam menerapkan model
pembelajaran saintifik yaitu: 1) materi yang
sulit tidak sesuai dengan pengetahuan awal
peserta didik, 2) peserta didik kurang percaya
diri dalam menyatakan pendapat, 3) guru
kesulitan mengatur alokasi waktu.
Sumber:
https://jim.unsyiah.ac.id/pgsd/article/view/1
3324
2. Menurut Zaenal (2022) dalam hasil
penelitiannya, menyatakan bahwa 40% guru
tidak yakin mampu menerapkan model
pembelajaran saintifik. Efikasi atau
kepercayaan diri guru paling rendah terletak
pada tahap mendorong siswa untuk bertanya
berdasarkan hasil observasi dan mendorong
siswa untuk menalar atau menanya. Faktor-
faktor penyebab kendala guru dalam
mendorong siswa bertanya adalah bahwa
guru tidak tahu harus menggunakan teknik-
teknik tertentu untuk meningkatkan
kemampuan siswa bertanya dan guru tidak
tahu cara meningkatkan kemampuannya
menggunakan ternik-teknik tersebut. Hal ini
menunjukkan rendahnya pengetahuan
tentang beragam teknik bertanya untuk
membimbing siswa. Sebagian besar guru
masih belum memahami teknik-teknik dalam
menerapkan kurikulum 2013 khususnya
dalam menerapkan model pembelajaran
saintifik.
Sumber:
https://adoc.pub/efikasi-guru-mipa-smp-
dalam-menerapkan-pendekatan-saintifik.html
Sumber Wawancara Kepada Guru (Heppy
Manalu, S.Si):
1. Kurangnya
pengetahuan dasar
siswa terlebih pada
pembelajaran advance
materi sehingga guru
ragu untuk
menerapkan model
saintifik pada proses
pembelajaran.
2. Karakter siswa yang
tidak mendukung
dalam penggunaan
model pembelajaran
innovatif seperti
kepercayaan diri siswa
yang masih rendah
dalam menyampaikan
pendapat.
3. Guru kesulitan
mengatur alokasi
waktu, karena model
pembelajaran innovatif
yang berpusat pada
siswa membutuhkan
waktu yang lebih
banyak.
4. Efikasi atau
kepercayaan diri guru
masih kurang dalam
melaksanakan
beberapa tahapan dari
model pembelajaran
saintifik, seperti:
mendorong siswa
untuk bertanya atau
membimbing siswa
dalam proses
5. Model pembelajaran innovatif yang digunakan
belum optimal karena memerlukan waktu yang
lebih dan sulit menyesuaikan dengan
karakteristik materi dan siswa.
Sumber Wawancara Kepada Kepala Sekolah
(Rugun D.S Tampubolon, M.Pd):
Model pembelajaran innovatif sudah cukup
dilaksanakan dengan baik. Beberapa guru ada
yang sudah mencoba setiap model pembelajaran
saintifik seperti inquiri, DL, PBL dan PJBL
namun terkadang aktivitas yang dilakukan
tidak sesuai dengan tahapan atau sintaks yang
seharusnya sehingga tidak termanfaatkan
secara optimal untuk mendukung pembelajaran
yang kreatif dan innovatif.
Sumber Wawancara Kepada Pakar:
Nama : Juniar Saragih, M.Pd
Profesi : Konsultan Pendidikan
1. Guru masih jarang menggunakan model PBL
dan PJBL dalam proses pembelajaran
matematika karena terkendala sulitnya
menemukan masalah kontekstual atau
proyek yang akan dibuat siswa terkait
dengan materi matematika SMA yang sarat
dengan karakteristik abstrak.
2. Banyak hal yang harus diperhatikan guru
dalam mempersiapkan rancangan
pembelajaran menggunakan model innovatif,
seperti pengelolaan waktu, kelas dan
kemampuan profesional guru.
pembelajaran student-
center.
5. Pengetahuan guru
dalam memahami
teknik-teknik dalam
menerapkan
pembelajaran saintifik
masih kurang.
6. Guru masih kesulitan
menentukan soal-soal
kontekstual atau
proyek matematika
materi SMA yang akan
ditugaskan terkait
dengan model
pembelajaran PBL dan
PJBL.
4 Kemampuan
literasi
numerasi siswa
masih rendah.
Sumber Kajian Literatur Jurnal/artikel:
1. Menurut Nurfadilah (2015) menyatakan
dalam penelitiannya bahwa kemampuan
literasi numerasi peserta didik memiliki
hubungan dengan kecemasan matematika
yang dimiliki oleh peserta didik.
Sumber:
http://repository.upi.edu/18239/
2. Maskanur Rezky (2022) menyatakan bahwa
subjek dengan kemampuan rendah masih
belum bisa memahami makna dari suatu
masalah yang disajikan sehingga berakibat
belum memenuhi capaian indiaktor dalam
kemampuan literasi numerasi.
Sumber:
https://www.researchgate.net/publication/362
395824_kemampuan_literasi_numerasi_siswa_
dalam_menyelesaikan_soal_konteks_sosial_bud
aya_pada_topik_geometri_jenjang_smp
1. Tingginya kecemasan
siswa sehingga
berdampak siswa sulit
memahami soal literasi
numerasi.
2. Kemampuan penalaran
siswa memahami
masalah yang disajikan
dengan basis literasi
numerasi masih
rendah.
3. Guru belum
membiasakan proses
pembelajaran berbasis
literasi numerasi.
4. Guru membutuhkan
waktu yang cukup
6. Sumber Wawancara Kepada Guru (Heppy
Manalu):
1. Kemampuan literasi numerasi siswa masih
kurang karena guru juga belum
membiasakan pembelajaran atau
memberikan soal-soal berbasis literasi
numerasi disebabkan membutuhkan waktu
yang lebih.
2. Siswa masih kesulitan menyelesaikan soal
literasi numerasi karena siswa tidak
memahami maksud soal, tidak tahu
konsep/materi yang terkait, malas membaca
soal cerita atau yang narasinya panjang dan
merasa tidak bisa atau sudah bisa tanpa
mengerjakan.
Sumber Wawancara Kepada Kepala Sekolah
(Rugun D.S Tampubolon, M.Pd):
Guru perlu menyiapkan waktu khusus secara
berkala namun rutin untuk memberikan soal-
soal matematika berbasis literasi numerasi.
Sumber Wawancara Kepada Pakar:
Nama : Juniar Saragih, M.Pd
Profesi : Konsultan Pendidikan
1. Kemampuan dasar literasi numerasi siswa
masih rendah.
2. Kemampuan penalaran siswa masih kurang.
3. Siswa tidak dilatih dengan aktivitas literasi
sehingga ada kecenderungan malas
membaca.
banyak untuk
mengembangkan soal-
soal literasi numerasi.
5. Siswa cenderung malas
membaca soal
matematika yang
disajikan dalam
kalimat cerita atau
dengan narasi yang
panjang.
6. Siswa cenderung tidak
memahami
materi/konsep
matematika yang
terkait pada soal
literasi numerasi.
7. Siswa kesulitan
mengubah kalimat
cerita menjadi
persamaan atau
kalimat matematika.
8. Paradigma siswa
bahwa soal literasi
numerasi pastilah sulit
sehingga siswa
langsung merasa tidak
bisa sebelum mencoba
untuk mengerjakan.
9. Siswa tidak dilatih
dengan aktivitas
literasi secara umum
sehingga kurang
tertarik dalam
membaca.