SlideShare a Scribd company logo
1 of 92
Download to read offline
BOLEHKAH TEMPAT USAHA YANG PADANYA TERJADI CAMPUR BAUR
ANTARA PRIA DAN WANITA
(Asy-Syaikh Ubaid bin Abdillah Al-Jabiry hafizhahullah)
Pertanyaan:
Semoga Allah memberkahi Anda wahai syaikh kami, Di tempat kami di negeri
timur Asia terdapat rumah-rumah makan yang kebiasaannya para pengunjungnya
dari kalangan pria dan wanita sehingga seringnya terjadi ikhtilath dan sebagian
kemungkaran. Maka apakah pemilik rumah-rumah makan tersebut berdosa atasnya
dan apakah hal itu teranggap saling membantu dalam dosa dan permusuhan?
Jawaban:
Jika dia benar-benar seorang muslim maka tidak halal hal seperti ini baginya.
Hendaknya dia berusaha memisah antara pria dengan wanita, dan tidak halal
baginya untuk membiarkan mereka duduk di samping pria. Adapun berkaitan
dengan melarang maka saya kira hal itu tidak mudah baginya, karena negara-
negara kafir mengharuskan, dan barangsiapa dari kaum Muslimin yang meniru
mereka maka mereka akan mengharuskannya.
Tetapi hendaknya dia membuat tirai pembatas sebisa mungkin, dan jangan
sampai misalnya dia membiarkan orang minum khamer, menari, dan hal yang sia-
sia. Jangan sampai dia membiarkan hal ini, walaupun hal itu membuatnya terpaksa
harus menutup rumah makan tersebut. Dan hendaklah dia percaya dengan janji
Allah:
“Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah maka pasti Dia akan memberikan jalan
keluar bagi kesulitannya dan akan memberinya rezeki dari arah yang tidak dia
sangka-sangka, dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah maka Dia akan
mencukupinya.” (QS. Ath-Thalaq: 2-3)
Sumber audio dan transkripnya : http://ar.miraath.net/fatwah/10512
Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=8918
SAHKAH MENIKAH YANG KEDUA TANPA SURAT NIKAH
(Asy-Syaikh Zaid bin Muhammad Al-Madkhaly rahimahullah)
Pertanyaan:
Semoga Allah senantiasa melimpahkan kebaikan-Nya kepada Anda,
penanya dari Perancis mengatakan: “Bolehkah bagi saya untuk menikah dengan istri
yang kedua dengan akad yang diakui oleh adat-istiadat saja, karena poligami
dilarang di negara saya?”
Jawaban:
Apa yang dimaksud dengan akad yang diakui oleh adat-istiadat tersebut?!
Jika hal tersebut maksudnya adalah dengan hanya mencukupkan dengan akad yang
dilakukan oleh wali si wanita dan hadirnya dua orang saksi yang adil, jika
maksudnya tersebut adalah seperti ini maka pernikahan tersebut sah dan akadnya
sah.
Namun jika maksudnya lain maka kami tidak tahu dan kami tidak bisa
menetapkan fatwa hukumnya. Hanya saja seperti ini dugaan kuatnya yaitu bahwa
yang dimaksud dengan pernikahan yang diakui oleh adat adalah yang tidak
dicatatkan di kantor pemerintah, tetapi hanya dilakukan di tengah-tengah kabilah
(suku atau masyarakat –pent) dengan kehadiran pihak yang mengurusi akad, wali,
pihak yang menikah atau perwakilannya, atau wali juga bisa diwakilkan, dan dua
orang saksi, kemudian dilaksanakan akad.
Yang semacam ini boleh dan teranggap pernikahan yang sah menurut
syari’at, walaupun tidak dicatatkan pada kantor pemerintah yang melarang apa yang
diperbolehkan dan disyariatkan oleh Allah Azza wa Jalla.
Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=8689
BOLEHKAH SHALAT DI MASJID AHLI BID’AH
(Asy-Syaikh Abdullah Al-Bukhary hafizhahullah)
Pertanyaan:
Semoga Allah melimpahkan kebaikannya kepada Anda, wahai syaikh kami, di
negeri kami terdapat dua masjid, salah satu dari keduanya milik Ahlus Sunnah
sedangkan yang lainnya milik ahli bid’ah, maka bolehkah bagi saya untuk
mengerjakan shalat di masjid ahli bid’ah kadang-kadang saja, tujuannya untuk
menasehati orang-orang awam? Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan.
Jawaban:
Orang-orang awam yang ingin engkau nasehati itu –baarakallahu fiikum– jika
mereka tidak mengetahui keadaan ahli bid’ah tersebut berupa kesesatan yang ada
pada mereka dan engkau orang yang memiliki kemampuan untuk menyampaikan
nasehat dan menjelaskan kebenaran kepada mereka serta mengingatkan mereka
dengan ajaran As-Sunnah, maka tidak mengapa engkau menasehati mereka jika
engkau benar-benar memiliki kemampuan untuk melakukannya, jika orang-orang
awam tersebut tidak mampu untuk membedakan dan tidak mengetahui mana yang
benar dan mana yang bathil.
Tetapi jika ahli bid’ah akan memanfaatkan keberadaanmu di masjid tersebut
sehingga jumlah mereka menjadi bertambah banyak atau mereka semakin
meramaikannya, maka keselamatan itu sesuatu yang tidak bisa digantikan dengan
apapun. Jangan engkau masukkan dirimu ke dalam tempat yang membahayakan
dan jangan membingungkan dirimu dan saudara-saudaramu (sesama Ahlus Sunnah
–pent).
Siapa yang engkau kenal dari orang-orang awam tersebut maka datanglah
ke rumahnya dan nasehatilah dia! Namun jika keberadaanmu tidak akan
dimanfaatkan, mereka tidak mempedulikan dirimu, dan mereka tidak mengenal
sama sekali siapa engkau, maka demi tujuan yang mulia ini jika engkau benar-benar
memiliki kemampuan untuk menyampaikan nasehat dan engkau memiliki sebab
yang menuntut untuk menyampaikannya, maka tidak masalah in syaa Allah Ta’ala.
Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=8448
APAKAH SESEORANG MENDAPATKAN PAHALA JIKA MELAKUKAN
KEBAIKAN TANPA DISERTAI NIAT KARENA ALLAH
(Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah)
Pertanyaan:
Seseorang terkadang melakukan kebaikan, hanya saja mungkin di dalam
lubuk hatinya tidak meniatkan kebaikan dan tidak pula keburukan, apakah dia
mendapatkan pahala atasnya?
Jawaban:
Tidak, karena Rasulullah shallallahu alaihi was sallam bersabda:
“Hanyalah amal-amal itu diberi balasan sesuai dengan niatnya, dan setiap orang
akan mendapatkan balasan sesuai dengan apa yang telah dia niatkan.”
Maka jika seseorang melakukan sesuatu tanpa meniatkan untuk
mendapatkan pahala dan tidak meniatkan untuk mendapatkan ganjaran, maka dia
tidak akan mendapatkan pahala.
Sumber artike : http://www.albaidha.net/vb/showthread.php?t=54411
Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=7892
BOLEHKAH MENJUAL BARANG LANGSUNG DARI TEMPAT MEMBELINYA
(Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah)
Pertanyaan:
Sebagian pedagang membeli barang, kemudian dia tidak segera mengambil
barang tersebut dan tidak melihatnya langsung, tetapi dia akan mengambilnya
sewaktu-waktu dengan kwitansi dan tetap meletakkan barangnya tersebut di gudang
penjual yang dia membeli darinya. Kemudian dia menjualnya ke orang lain (baik
serah terima barangnya di tempat maupun dengan cara mengirimkannya ke pembeli
lain –pent) ketika barang itu masih berada di gudang penjual pertama tadi.
Bagaimana hukum hal tersebut?
Jawaban:
Tidak boleh bagi pembeli untuk menjual barang tersebut selama masih
berada pada penjual sampai pembeli tersebut menerimanya dan memindahkannya
ke rumahnya atau ke pasar. Hal ini berdasarkan riwayat dari Nabi shallallahu alaihi
was sallam dalam hadits-hadits yang shahih tentang hal tersebut, diantaranya
adalah sabda beliau shallallahu alaihi was sallam:
“Tidak boleh hutang dan jual beli sekaligus dalam satu transaksi, dan tidak halal
menjual apa yang tidak engkau miliki.” Diriwayatkan oleh Ahmad dan para penyusun
kitab As-Sunan dengan sanad shahih. (Al-Albany rahimahullah berkata dalam
Shahih Sunan Abu Dawud II/374 no. 3504: “Hasan shahih.” –pent)
Juga berdasarkan sabda beliau shallallahu alaihi was sallam kepada Hakim bin
Hizam:
“Janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak engkau miliki.” Dikeluarkan oleh
para imam hadits yang lima kecuali Abu Dawud dengan sanad jayyid. (Al-Albany
rahimahullah berkata dalam Irwa’ul Ghalil no. 1292: “Shahih.” –pent)
Juga berdasarkan riwayat dari Zaid bin Tsabit dari Nabi shallallahu alaihi was
sallam:
“Beliau melarang menjual barang di tempat barang tersebut dibeli, sampai para
pedagang memindahkannya ke tempat mereka sendiri.” Diriwayatkan oleh Ahmad
dan Abu Dawud, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim. (Al-Albany
rahimahullah berkata dalam Shahih Sunan Abu Dawud II/373 no. 3499: “Hasan
berdasarkan riwayat sebelumnya.” –pent)
Jadi siapa yang membeli barang maka tidak boleh baginya untuk menjualnya
sampai dia memindahkan barang yang telah dibelinya tersebut ke rumahnya atau ke
tempat yang lain seperti pasar misalnya, hal ini berdasarkan hadits-hadits yang telah
disebutkan tadi.
Sumber artikel: Majmuu’ul Fataawaa, XIX/121-122
Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=7842
BOLEHKAH MEMBERIKAN KARTU DISKON BELANJA
(Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah)
Pertanyaan:
Sebagian supermarket memiliki kartu yang diberikan kepada pelanggan,
ketika berbelanja Anda akan diberi poin sesuai nilai barang yang Anda beli, dari
sana poin-poin tersebut akan diganti dengan barang yang mereka tentukan, dan
dengan kartu ini Anda bisa mendapatkan harga diskon?
Jawaban:
Ini semua termasuk perjudian sehingga tidak boleh, jika seorang pelanggan
membutuhkan barang hendaklah dia pergi ke pasar, tinggalkan cara-cara buruk
semacam ini, yaitu membeli barang dengan iming-iming siapa yang cepat atau
beruntung maka dia akan mendapat hadiah, tinggalkan karena itu merupakan
perjudian. Konsumen akan membeli ke mereka dan tidak mau membeli ke selain
mereka, jadi mereka memalingkan manusia dari tempat belanja yang lain, sehingga
mereka merugikan orang lain.
Nabi shallallahu alaihi was sallam melarang mencegat orang-orang yang ingin
menjual barangnya sebelum sampai ke pasar. Beliau juga melarang orang kota
menjualkan barang orang desa. Hal itu bertujuan agar keuntungan bisa didapatkan
oleh semua orang yang ada di pasar dan tidak ada seorang pun memiliki kelebihan
atas orang lain. Misalnya dengan engkau memberikan berbagai hadiah agar
manusia hanya membeli kepadamu dan engkau menyebabkan pembeli tidak mau
belanja ke orang lain.
Kemudian barang yang diterima oleh pembeli semacam ini tidak boleh
hukumnya, karena itu didapatkan tanpa mengeluarkan apapun. Dia
mendapatkannya hanya sebagai imbalan dari kartu tadi yang tujuannya untuk
mengarahkan manusia agar berbelanja ke toko mereka atau tempat jualan mereka
serta merugikan penjual yang lain. Tidak boleh merugikan orang lain sebagaimana
tidak boleh merugikan diri sendiri. Yang semacam ini tidak boleh.
Sumber audio: http://www.albaidha.net/vb/showthread.php?t=54279
Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=7791
BOLEHKAH MENJUAL BARANG ORANG LAIN
Pertanyaan:
Seorang pelanggan datang kepada saya dan meminta barang tertentu,
namun barang yang dia inginkan itu tidak ada pada saya, tetapi barang tersebut ada
di toko lain, dan harganya di toko lain tersebut misalnya 100 Riyal. Maka orang yang
ingin membeli tersebut berkata kepada saya setelah memintanya: “Berapa
harganya?” Saya jawab: “Harganya 150 Riyal.” Lalu dia berkata kepada saya: “Tidak
masalah, bawakan barang itu kepada saya!” Jika saya membeli barang barang
tersebut seharga 100 Riyal dan saya jual kepadanya seharga 150 Riyal, apakah
semacam ini boleh?
Atau bolehkah saya meminta kepadanya agar memberi saya senilai harga
jual barang tersebut yaitu 150 Riyal, lalu saya belikan barang tersebut seharga 100
Riyal dan saya mengambil sisanya yang 50 Riyal tadi yang saya anggap keuntungan
sebagai imbalan atas keletihan dan usaha saya? Jika tidak boleh maka bagaimana
yang wajib kami lakukan, dan apakah jual beli semacam ini teranggap jual beli
barang yang tidak dimiliki oleh seseorang?
Jawaban:
Jual beli yang sifatnya disebutkan tadi adalah jual beli apa yang tidak engkau
miliki dan yang tidak ada padamu. Maka tidak boleh memperjualbelikan barang tadi
sampai engkau mengambilnya dan memindahkannya ke tempatmu (tidak harus ke
rumah atau ke tokonya terlebih dahulu, tetapi bisa di kendaraan terus diserahkan ke
pembeli –pent). Jika engkau telah memiliki barang tersebut maka boleh bagimu
untuk menjualnya ke pembeli dengan harga yang kalian sepakati berdua dan
dengan keridhaan kalian berdua dengan keuntungan yang bisa memberi manfaat
bagi dirimu namun tidak merugikan pembeli.
Tetapi jika pembeli mewakilkan kepadamu untuk membeli barang tertentu,
maka tidak boleh bagimu untuk mengambil lebih dari harga barang tersebut, karena
orang yang diminta mewakili adalah orang yang dipercaya. Jika pembeli tersebut
memberimu sejumlah uang secara suka rela sebagai imbalan bagi keletihanmu,
maka halal bagimu untuk mengambilnya dalam keadaan seperti ini..
Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhutsil Ilmiyyah wal Ifta’
Tertanda:
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz
Anggota:
- Abdul Aziz Alus Syaikh
Shalih Al-Fauzan
Bakr Abu Zaid
Sumber artikel: Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhutsil Ilmiyyah wal Ifta’,
XIII/260-261, fatwa no. 19912
Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=7739
BOLEHKAH DALAM JUAL BELI MENENTUKAN SYARAT: “BARANG BISA
DITUKAR, TETAPI UANG TIDAK BISA DIKEMBALIKAN”
Pertanyaan:
Bagaimana menurut Anda –baarakallahu fiikum– tentang apa yang dilakukan
oleh sebagian pedagang berupa kesepakatan dengan pembeli bahwa pembeli boleh
mengembalikan barang yang dia beli jika dia menginginkan, namun dia tidak boleh
meminta kembali uang yang dibayarkan, tetapi dia boleh memilih barang lain yang
ada pada penjual yang dia inginkan yang seharga dengan barang yang
dikembalikan.
Kalau dia tidak mendapatkan barang yang sesuai pada penjual, maka penjual
menulis uang pembayaran si pembeli, tujuannya jika kapan saja dia ingin membeli
sesuatu dari toko tersebut dia bisa menggunakan uang tersebut sebagai deposit?
Jawaban:
Boleh mensyaratkan untuk menentukan pilihan atau keputusan dalam jual beli
untuk jangka waktu tertentu, dan pembeli boleh mengembalikan barang yang telah
dia beli dalam waktu yang telah disepakati tersebut, dan dia boleh mengambil
kembali uang yang telah dia bayarkan kepada penjual, karena itu adalah hartanya.
Adapun pensyaratan tidak boleh meminta kembali uang yang telah
dibayarkan oleh si pembeli dan hanya boleh digunakan untuk membeli barang yang
lain kepada si penjual, maka ini merupakan syarat yang bathil dan tidak boleh
diterapkan. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi was sallam:
“Semua syarat yang tidak ada di dalam Kitabullah adalah bathil, walaupun ada 100
syarat.” (HR. Al-Bukhary no. 2155 dan Muslim no. 1504 –pent)
Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhutsil Ilmiyyah wal Ifta’
Tertanda
:
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz
Anggota:
- Abdullah bin Ghudayyan
Shalih Al-Fauzan
Abdul Aziz Alus Syaikh
Bakr Abu Zaid
Sumber artikel: Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhutsil Ilmiyyah wal Ifta’,
XIII/199, fatwa no. 19804
Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=7613
MUNGKINKAH MELIHAT ALLAH DALAM MIMPI
(Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah)
Pertanyaan:
Semoga Allah berbuat baik kepada Anda wahai Shahibul Fadhilah, penanya
ini mengatakan apakah mungkin Allah Jalla wa Ala dilihat dalam mimpi?
Jawaban:
Ya termasuk hal yang mungkin, termasuk hal yang mungkin Dia dilihat dalam
mimpi. Mimpi bukan dalam keadaan berjaga. Kita menafikan hal ini hanyalah dalam
keadaan berjaga di dunia. Adapun dalam mimpi maka hal itu mungkin terjadi bagi
siapa yang pantas untuk mendapatkannya, bagi yang memang pantas
mendapatkannya. Kalau misalnya ada seseorang dari ahli khurafat mengatakan:
“Saya telah bermimpi melihat Allah.” Maka tidak diterima ucapannya tersebut. Kalau
dia termasuk ahli iman, akidah, dan ilmu, maka mungkin saja dia bisa bermimpi
melihat Allah. Adapun jika dia termasuk ahli khurafat dan para pendusta maka
ucapannya tidak dibenarkan.
Sumber artikel:
http://www.albaidha.net/vb/showthread.php?t=54030
Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=7419
BOLEHKAH SYARAT “BARANG TIDAK BOLEH DIKEMBALIKAN DAN
TIDAK BISA” DITUKAR DALAM JUAL BELI
Pertanyaan:
Apa hukum syari’at menulis ungkapan “Barang yang dibeli tidak boleh
dikembalikan atau ditukar” yang ditulis oleh sebagian toko di faktur yang mereka
keluarkan, dan apakah syarat semacam ini boleh menurut syari’at, dan apa nasehat
Anda tentang perkara ini?
Jawaban:
Menjual barang dengan syarat tidak boleh dikembalikan dan tidak boleh
ditukar adalah tidak boleh, karena itu merupakan syarat yang tidak sah karena
mengandung tindakan merugikan pihak lain dan tindakan menyembunyikan cacat
barang yang dijual, juga karena tujuan dari penjual dengan membuat syarat
semacam ini adalah mengharuskan pembeli untuk menerima barang walaupun
barang tersebut memiliki cacat, sementara penentuan syarat semacam ini tidak bisa
membersihkan cacat yang ada pada barang tersebut.
Jadi seandainya barang tersebut memiliki cacat, maka pembeli boleh untuk
meminta ganti dengan barang yang tidak memiliki cacat, atau dia boleh meminta
kompensasi dari cacat yang ada tersebut. Juga karena harga yang sempurna
merupakan imbalan bagi barang yang bagus kwalitasnya, dan tindakan penjual
mengambil pembayaran dalam keadaan barang yang dia jual memiliki cacat
merupakan perbuatan mengambil tanpa hak.
Dan karena syariat menegakkan syarat yang telah dikenal di tengah-tengah
manusia (seperti tidak boleh menjual barang yang cacat –pent) sama seperti syarat
yang terucap, dan hal itu tujuannya adalah agar barang yang diperjualbelikan bebas
dari cacat, sehingga boleh baginya untuk mengembalikannya jika ternyata didapati
ada cacatnya. Hal ini merupakan penerapan bagi pensyaratan bebasnya barang
yang diperjualbelikan dari cacat yang telah dikenal di tengah-tengah manusia,
walaupun syarat tersebut tidak diucapkan.
Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhutsil Ilmiyyah wal Ifta’
Tertanda:
Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz
Anggota:
- Abdullah bin Ghudayyan
Shalih Al-Fauzan
Abdul Aziz Alus Syaikh
Bakr Abu Zaid
Sumber artikel: Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhutsil Ilmiyyah wal Ifta’,
XIII/187-198, fatwa no. 13788
Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=7415
BOLEHKAH MENGERASKAN BACAAN SHALAT SIRRIYAH ATAU
SEBALIKNYA DAN BIMBINGAN MENGGUNAKAN PENGERAS
SUARA DI MASJID
(Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah)
Pertanyaan:
Pendengar yang bernama Muhammad Khair dari Suriyah mengatakan dalam
suratnya: “Apakah disyaratkan untuk mengeraskan suara pada shalat-shalat jahriyah
semuanya, dan apa hukumnya jika seseorang mengeraskan suara pada rakaat
pertama dan melirihkan pada rakaat kedua?”
Jawaban:
Melirihkan bacaan pada tempatnya dan mengeraskan bacaan pada
tempatnya ketika shalat hukumnya sunnah dan tidak wajib, karena yang wajib
adalah membaca, hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi was sallam:
“Tidak sah shalat orang yang tidak membaca Ummul Qur’an (Al-Fatihah).” [1]
Jika seseorang mengeraskan suara pada shalat yang sunnahnya melirihkan
atau dia melirihkan pada shalat yang sunnahnya mengeraskan, jika tujuannya
tersebut adalah menyelisihi As-Sunnah, maka tidak diragukan lagi bahwa ini adalah
perkara yang haram dan sangat berbahaya. Namun jika dia melakukannya karena
tujuan yang lain, apakah semata-mata karena meremehkan As-Sunnah atau karena
sebuah sebab yang menuntut untuk melirihkan atau mengeraskan –dan situasi
kondisi yang menuntut demikian, kita tidak mampu untuk membatasinya di sini–
maka tidak mengapa.
Bahkan seandainya seseorang sengaja tidak melirihkan pada shalat yang
sunnahnya melirihkan atau tidak mengeraskan pada shalat yang sunnahnya
mengeraskan dengan syarat hal itu bukan karena membenci As-Sunnah dan
meninggalkannya, maka dia tidak berdosa. Hanya saja dia terluput dari pahala (yang
sempurna –pent).
Terdapat riwayat di dalam Ash-Shaihain yang menyebutkan bahwa
Rasulullah shallallahu alaihi was sallam pada shalat sirriyah beliau terkadang
mengeraskan ayat yang beliau baca hingga para Shahabat yang menjadi ma’mum di
belakang beliau bisa mendengarnya. Jadi jika seorang imam terkadang melakukan
hal itu maka tidak masalah bagi imam. Adapun bagi para ma’mum maka mereka
tidak boleh mengeraskan bacaan, karena hal itu akan mengganggu jama’ah yang
lain. Pernah Nabi shallallahu alaihi was sallam keluar menuju para Shahabat ketika
mereka sedang membaca Al-Qur’an dan mengeraskan bacaannya. Maka beliau
shallallahu alaihi was sallam bersabda:
“Janganlah sebagian kalian mengeraskan Al-Qur’an terhadap sebagian yang
lain.” [3]
Atau dalam riwayat lain jangan mengeraskan bacaannya. Jadi kapan saja
tindakan mengeraskan suara akan mengganggu yang lain maka hal itu dilarang.
Pada kesempatan ini saya ingin mengingatkan bahwa sebagian orang ada yang
melakukan perbuatan yang mengganggu orang lain, padahal maksud mereka
adalah baik insya Allah. Yaitu ketika mereka melaksanakan shalat jama’ah maka
sebagian mereka ada yang menghidupkan pengeras suara yang ada di menara,
sehingga engkau jumpai mereka mengganggu masjid-masjid lain yang ada di
dekatnya dan juga orang-orang yang mengerjakan shalat di rumah (para wanita dan
orang-orang yang mendapatkan udzur –pent).
Terkadang mereka juga mengganggu orang lain yang ingin istirahat karena
mereka telah menunaikan kewajiban mereka. Jadi kita anggap misalnya di rumah-
rumah penduduk sebagian mereka ada yang sakit yang telah mengerjakan shalat
dan ingin bersitirahat, maka suara-suara dari masjid ini bisa mengganggu mereka.
Jika suara-suara ini hanya mengganggu masjid-masjid yang lain maka
sesungguhnya hadits yang telah kami isyaratkan tadi yang diriwayatkan oleh Malik
dalam Al-Muwaththa’ dan dinilai shahih oleh Ibnu Abdil Barr, tepat untuk diterapkan
pada keadaan semacam ini. Yaitu sabda Nabi shallallahu alaihi was sallam:
“Janganlah sebagian kalian mengeraskan Al-Qur’an terhadap sebagian yang lain.”
Atau dalam riwayat lain jangan mengeraskan bacaannya. Kemudian
sesungguhnya mengeraskan suara di atas menara bisa menyebabkan kemalasan
dan sikap menunda-nunda, karena orang-orang yang di rumah yang mendengarnya
terkadang salah seorang dari mereka ada yang mengatakan dalam hati: “Shalat
masih berlangsung, saya masih bisa mendapatkan rakaat terakhir.” Jika perkaranya
seperti itu maka terkadang dia bisa saja tidak mendapatkan shalat berjama’ah.
Karena ketika dia mendengar suara imam, engkau jumpai dia meremehkan dan
jiwanya mengajak kepada kemalasan. Adapun jika dia tidak mendengar suara imam,
maka semuanya masih bisa mendengar adzan, sehingga seseorang akan segera
bersiap-siap menuju shalat.
Jadi menurut saya dalam masalah ini shalat jangan dikeraskan dengan
pengeras suara di atas menara, hal ini berdasarkan hadits yang telah saya sebutkan
dan juga karena sebab-sebab lain yang menuntut untuk tidak mengeraskan shalat di
atas menara. Adapun iqamah shalat dengan pengeras suara di atas menara maka
saya berharap hal ini tidak mengapa, walaupun sebagian orang ada yang
membantah dengan dalih bahwa mengeraskan iqamah di atas menara juga akan
menyebabkan kemalasan, karena jika seseorang mendengar adzan maka dia akan
menunggu dan mengatakan: “Saya tunggu sampai iqamah.”
Hanya saja menurut saya hal itu tidak mengapa, karena dalam sebuah hadits
shahih dari shallallahu alaihi was sallam beliau bersabda:
“Jika kalian mendengar iqamah maka berjalanlah menuju shalat dalam keadaan
tenang dan jangan terburu-buru.” [4]
Ini merupakan dalil yang menunjukkan bahwa iqamah pada masa Nabi
shallallahu alaihi was sallam terdengar dari luar masjid. Jika ada yang mengatakan:
“Terkadang jama’ah banyak, sementara masjidnya luas dan suara imam lemah,
sehingga tidak terdengar oleh sebagian ma’mum.” Maka kita katakan bahwa bisa
dengan menggunakan pengeras suara di dalam masjid saja, jadi tidak perlu dengan
yang ada di menara, karena tujuannya bisa tercapai.
Catatan kaki:
[1] Hadits Ubadah bin Ash-Shamit yang diriwayatkan oleh Al-Bukhary no. 756 dan
Muslim
no. 394, dan ini adalah lafazh Muslim. (pent)
[2] Abu Qatadah Al-Harits bin Rib’iy radhiyallahu anhu menceritakan:
“Nabi shallallahu alaihi was sallam pernah membaca Ummul Kitab (Al-Fatihah) dan
dua surat pada shalat Zhuhur di dua rakaat pertama, dan pada dua rakaat yang
terakhir beliau membaca Ummul Kitab dan mengeraskan bacaannya hingga kami
mendengarnya. Beliau memanjangkan bacaan pada rakaat pertama dan tidak
memanjangkannya pada rakaat kedua. Demikian juga pada shalat Ashar dan juga
pada shalat Shubuh.”
(HR. Al-Bukhary no. 776 –pent)
[3] Lihat: Silsilah Ash-Shahihah no. 1603. (pent)
[4] HR. Al-Bukhary no. 636 dan Muslim no. 602 dan ini adalah lafazh Al-Bukhary.
(pent)
Sumber artikel: Fataawa Nuurun Alad Darb, Program Maktabah Asy-Syaamilah,
VIII/2
Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=6941
BOLEHKAH PUASA ARAFAH JIKA BERTEPATAN DENGAN HARI JUM’AT
(Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah)
Pertanyaan:
Hari Arafah pernah bertepatan dengan hari Jum’at, dan saya berpuasa pada
hari Jum’at yang bertepatan dengan hari Arafah tersebut dan saya tidak berpuasa
pada hari Kamis sebelumnya. Apakah saya berdosa?
Jawaban:
Kami berharap engkau tidak berdosa, karena engkau tidak meniatkan untuk
puasa pada hari Jum’at saja. HANYA SAJA JIKA ENGKAU JUGA BERPUASA
PADA HARI KAMIS MAKA HAL ITU LEBIH HATI-HATI. Karena Rasulullah
shallallahu alaihi was sallam melarang untuk mengkhususkan hari Jum’at dengan
berpuasa [1] bagi orang yang melakukan puasa nafilah (jadi tidak berlaku bagi yang
membayar hutang puasa –pent).
Engkau melakukan puasa nafilah, maka jika engkau juga berpuasa pada hari
Kamis maka akan lebih hati-hati, walaupun niatmu adalah puasa Arafah. Hanya saja
jika seorang mu’min berusaha mencocoki Nabi shallallahu alaihi was sallam dan
melaksanakan perintah beliau maka akan lebih hati-hati. Adapun jika berpuasa pada
hari Jum’at karena ingin mendapatkan keutamaan hari tersebut maka tidak boleh,
karena Rasulullah shallallahu alaihi was sallam melarangnya. Tetapi jika dia
berpuasa pada hari Jum’at karena bertepatan dengan hari Arafah maka kami
berharap tidak ada dosa atasnya. Hanya saja kalau lebih berhati-hati dengan
berpuasa juga pada hari Kamis maka akan lebih selamat.
Catatan Kaki:
[1] Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu alaihi was
sallam bersabda:
“Janganlah kalian mengkhususkan malam Jum’at diantara malam-malam yang lain
dengan melakukan shalat, dan janganlah mengkhususkan hari Jum’at diantara hari-
hari yang lain dengan melakukan puasa.” (Al-Bukhary no. 1985 dan Muslim no.
1144 dan ini adalah lafazh Muslim –pent)
Sumber artikel:
http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=147447
Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=6918
BOLEHKAH WANITA MENYETIR
(Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah)
Pertanyaan:
Syaikh kami yang mulia, ada banyak pertanyaan seputar tema-tema dan
kejadian terkini, diantaranya pertanyaan yang sering terlontar, yaitu:
Fadhilatus Syaikhina wa Waalidina, di hari-hari beredar seruan untuk
memperbolehkan wanita menyetir, dan di sana ada sebagian dai dan orang-orang
yang dianggap baik berpendapat bahwa hal tersebut tidak mengapa, dengan dalih
bahwa hal itu jauh lebih ringan dibandingkan mempekerjakan sopir yang bukan
mahram. Maka apa bimbingan Anda, apa hukumnya secara syariat, dan apa dalil
yang menjadi sandaran mereka?
Jawaban:.
Masalah ini para ulama telah berbicara tentangnya dan mereka telah
menjawabnya dengan jawaban yang mantap walhamdulillah. Intinya bahwasanya
menyetirnya wanita mengandung berbagai bahaya, jika melihat maslahat yang
sifatnya hanya sebagian maka perlu diketahui bahwa padanya terdapat bahaya yang
banyak. Jadi tidak tepat dengan memandang sebagian namun mengabaikan
bahaya-bahaya yang lainnya. Karena mencegah kerusakan harus didahulukan atas
meraih maslahat, ini merupakan kaedah syari’at. Menyetirnya wanita mengandung
berbagai kerusakan.
Diantaranya, akan memaksa wanita untuk menanggalkan hijab, tidak mungkin
dia akan menyetir mobil dalam keadaan berhijab. Walaupun dia berhijab maka
hijabnya akan rawan untuk terlepas, mau nggak mau. Yang kedua diantara
kerusakannya adalah wanita tersebut akan bercampur baur dengan pria, seperti
polisi lalu lintas, terlebih lagi ketika terjadi kecelakaan, dan betapa banyaknya
kecelakaan terjadi. Dia akan campur baur dengan pria seperti pergi ke kantor polisi
dan yang lainnya.
Demikian juga jika terjadi kerusakan mobil sehingga mogok di tengah jalan,
hal itu akan memaksanya untuk meminta bantuan kepada pria, sebagaimana hal ini
pun terjadi di antara para sopir pria. Jadi wanita akan rawan mengalami campur baur
dengan pria yang hal itu merupakan penyebab fitnah. Diantara bahaya lain jika
seorang wanita dipegangi mobil maka dia akan keluar kapan saja dia mau siang dan
malam. Karena kuncinya dia pegang dan mobilnya dia bawa sehingga dia akan bisa
pergi sesukanya. Berbeda jika dia mengikuti walinya yang menyetir yang akan
bersamanya di mobil dan menemaninya.
Adapun jika urusannya ada di tangannya maka dia akan pergi sesukanya dan
kapan saja dia diminta untuk keluar oleh orang lain. Karena dia bisa saja menjalin
komunikasi dan memiliki hubungan dengan orang-orang yang rusak. Sebagaimana
kalian mengetahui komunikasi di masa sekarang demikian mudahnya terhubung di
mana seorang wanita bisa dihubungi ketika dia sedang di atas tempat tidurnya, di
kamarnya atau di rumahnya.Dia akan mudah dibujuk karena wanita itu tabiatnya
lemah lalu dia pun akan pergi.
Jadi menyetirnya wanita mengandung berbagai bahaya yang banyak. Kalian
juga mengetahui bahwa sekarang lalu lintas sudah sangat padat di jalan raya. Maka
akan bagaimana lagi jika wanita diperbolehkan untuk menyetir mobil?! Tentu jumlah
mobil akan berlipat, akan semakin besar bahaya dan kepadatan lalu lintas akan
semakin parah. Jadi menyetirnya wanita mengandung berbagai bahaya yang
banyak. Yang terbesar adalah bahaya yang mengintai kewanitaannya,
kehormatannya, dan sifat malunya. Jadi, inilah yang enjadi sebab dilarangnya
wanita menyetir mobil.
Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=1851
BOLEHKAH MENDENGARKAN BERITA YANG DIIRINGI OLEH MUSIK
(Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah)
Pertanyaan:
Fadhilatus Syaikh –semoga Allah memberi taufik kepada Anda– ada banyak
pertanyaan yang intinya satu tema, yaitu telah beredar pada hari-hari ini fatwa
tentang bolehnya musik yang sedikit yang mengiringi berita dan program/software
tertentu karena hal itu tidak akan mempengaruhi syahwat, bagaimana pendapat
Anda tentang fatwa semacam ini?
Jawaban:
Nabi shallallahu alaihi was sallam telah mengharamkan alat-alat musik dan
seruling dan para ulama juga telah berijmak atas perkara tersebut, sebagaimana
yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Jadi tidak boleh seorang pun
untuk mengecualikan sedikit pun darinya dan tidak boleh juga untuk mengkhususkan
sesuatu pun dengan menganggapnya boleh. Rasul shallallahu alaihi was sallam
melarangnya dan mengharamkannya, sehingga tidak boleh hal semacam ini. Tidak
ada sedikit pun yang halal pada musik, demikian juga tidak ada sedikit pun yang
halal pada alat-alat musik dan alat-alat yang sia-sia.
Sumber audio dan transkripnya:
http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=142654
Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=4865
BOLEHKAH NADA DERING DENGAN SUARA ADZAN DAN BOLEHKAH
PROGRAM AL-QUR’AN DI HANDPHONE
(Asy-Syaikh Abdullah Al-Bukhary hafizhahullah)
Pertanyaan:
Apa hukum menginstall suara adzan di handphone untuk mengingatkan suara
adzan atau untuk membangunkan dari tidur dan yang semisalnya?
Jawaban:
Jangan engkau lakukan! Saya katakan: jangan lakukan hal ini! Adzan adalah
ibadah. Terkadang suara adzan muncul dan meninggi, yaitu suara di HP, padahal
engkau sedang berada di WC atau kamar kecil atau selainnya. Jika engkau ingin
bangun maka jadikanlah sesuatu untuk mengingatkanmu! Kenapa harus dengan
suara adzan?! Jelas? Ini merupakan kesalahan, baarakallahu fiikum.
Tidak semua yang berijtihad… Saya katakan: di sana ada banyak pihak yang
kalian ketahui, yaitu para pemilik HP, sampai yang menggunakannya ada yang
muslim dan yang selain muslim. Mereka menggunakan program semacam ini dan
memasukannya.
Diantaranya adalah adzan, dan diantaranya juga adalah Al-Qur’an. Benar
kan?! Ada yang mengatakan: “HP ini di dalamnya terdapat mushaf, padanya
terdapat mushaf lengkap.” Ini juga tidak sepantasnya untuk dilakukan. Bahkan yang
utama dan wajib adalah dengan menghapusnya dari HP. Karena hal itu adalah
mushaf, sama saja berada di dalam HP, di sakumu, di wadahmu, di kantongmu,
ataupun pada selainnya. Namanya apa?! Namanya mushaf. Engkau bawa keluar
masuk ke dalam WC, engkau bawa tidur, engkau letakkan di bawahmu, dan hingga
terkadang engkau lupa. Jadi pada tindakan semacam ini terdapat penghinaan
terhadap Al-Qur’an.
Beberapa ulama di masa ini diantaranya Asy-Syaikh Al-Allamah Rabi’ dan
selain beliau berpendapat tidak bolehnya melakukan hal ini, bahkan mereka
berpendapat agar menghapusnya dari HP. Dan inilah pendapat yang benar. Jadi
wajib untuk memuliakannya. Jika engkau ingin muraja’ah Al-Qur’an, engkau bisa
menggunakan mushaf dan bacalah padanya! Kenapa harus di HP?! Termasuk yang
tidak boleh adalah adzan juga.
Sepantasnya untuk menjaga kemuliaan ibadah yang dituntunkan oleh syari’ah
ini sehingga tidak boleh dihinakan. Jika engkau ingin diingatkan waktu shalat maka
jadikanlah nada dering yang lain sebelum adzan beberapa menit. Di HP-mu ada
beberapa nada dering yang bisa digunakan (selain musik dan suara yang haram
lainnya –pent). Benar kan?!
Penanya juga mengatakan bagaimana jika digunakan untuk membangunkan
dari tidur? Demikian juga hukumnya. Memangnya bagaimana dahulu manusia
bangun sebelum adanya HP yang berisi adzan dan muadzinnya?! Bagaimana
mereka dahulu bisa bangun?! Laa haula wa laa quwwata illa billah.
Nabi shallallahu alaihi was sallam bersabda:
“Ada 7 golongan yang Allah akan menaungi mereka di bawah naungan-Nya pada
hari ketika nanti tidak ada naungan selain naungan-Nya… diantaranya adalah
seseorang yang hatinya selalu terikat dengan masjid.”
(Lihat: Shahih Al-Bukhary no. 660 –pent)
Siapa yang mengetahui tingginya nilai hadits yang agung ini dan meresapinya
dengan mendalam, maka dia akan mengetahui makna naungan ini.
Sumber audio: www.youtube.com/watch?v=T-7zsmi4MNs
Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=4508
BOLEHKAH BERPUASA KETIKA SAFAR
(Asy-Syaikh Al-Albany rahimahullah)
Rasulullah shallallahu alaihi was sallam bersabda:
“Tidakkah cukup bagimu dengan engkau berada di jalan Allah bersama Rasulullah
shallallahu alaihi was sallam, sampai-sampai engkau harus berpuasa.” Hadits ini
dikeluarkan oleh Ahmad (III/327):
“Telah menceritakan kepada kami Zaid bin Al-Hubab, telah menceritakan kepadaku
Husain bin Waqid dari Abuz Zubair dia berkata: “Saya mendengar Jabir
menceritakan: “Nabi shallallahu alaihi was sallam melewati seseorang yang
membolak balik punggungnya karena perutnya sakit. Maka beliau bertanya tentang
keadaan orang tersebut, lalu mereka menjawab: “Dia sedang berpuasa, wahai nabi
Allah.” Maka beliau memanggilnya dan menyuruhnya agar berbuka.” Lalu Jabir
menyebutkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi was sallam di atas.
Ini merupakan sanad yang shahih sesuai dengan syarat Muslim, dan hadits
ini memiliki jalan-jalan yang lain dari Jabir dengan yang semakna di dalam Ash-
Shahihain dan selainnya, dan sudah ditakhrij dalam Irwa’ul Ghalil no. 925. Di dalam
hadits di atas terdapat dalil yang jelas menunjukkan bahwa tidak boleh berpuasa
ketika safar jika hal itu akan membahayakan orang yang berpuasa.
Hal ini juga berdasarkan makna yang dipahami dari sabda Rasulullah shallallahu
alaihi was sallam:
“Bukan termasuk kebaikan, berpuasa ketika safar.” (Al-Albany berkata di dalam
Irwa’ul Ghalil no. 925: “Muttafaqun alaih.” –pent)
Juga sabdanya:
“Mereka (yang berpuasa ketika safar –pent) adalah orang-orang yang
bermaksiat.” (Shahih Muslim no. 1114 –pent)
Adapun jika keadaannya tidak demikian (tidak membahayakan bagi yang
berpuasa –pent) maka dia diberi pilihan, jika dia menghendaki dia boleh berpuasa
dan jika dia menghendaki dia juga boleh tidak berpuasa. Ini adalah kesimpulan dari
hadits-hadits yang ada dalam bab (masalah) ini, jadi tidak ada pertentangan diantara
hadits-hadits tersebut.
Walhamdulillah.
Sumber artikel: Silsilah Ash-Shahihah no. 2595
Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=3950
HUKUM JABAT TANGAN KETIKA MENINGGALKAN MAJELIS
(Asy-Syaikh Muqbil bin Hady rahimahullah)
Penanya:
Apa hukum jabat tangan ketika meninggalkan majelis?
Asy-Syaikh:
Saya tidak mengetahui dalil tentang hal ini. Jabat tangan dilakukan ketika
bertemu. Memang Nabi shallallahu alaihi was sallam ketika melepas komandan
pasukan, beliau memegang tangannya. Namun apakah itu merupakan jabat tangan
atau hanya sekedar memegangi tangannya untuk berjalan sebentar bersamanya.
Karena beliau terkadang melepas orang yang akan bepergian dan berjalan sebentar
bersamanya.
Adapun melakukan hal ini secara khusus, maka saya tidak mengetahui
adanya dalil yang menunjukkannya ketika berpisah. Riwayat yang ada tentang jabat
tangan ketika bertemu adalah:
“Jika dua orang muslim bertemu lalu keduanya berjabat tangan, maka gugurlah
dosa-dosa atau kesalahan keduanya dari jari-jari mereka.” [1] Atau yang semakna
dengannya.
Penanya:
Apakah ini sampai ke batasan bid’ah?
Asy-Syaikh:
Jika hal itu dilakukan terus-menerus.
Sumber artikel:
http://www.muqbel.net/fatwa.php?fatwa_id=
Keterangan:
[1] Disebutkan dalam riwayat At-Tirmidzy no. 2727 dan Abu Dawud no. 5212 dan
dinilai hasan oleh Al-Albany dalm Ash-Shahihah no. 525:
“Tidaklah dua orang muslim bertemu lalu keduanya berjabat tangan, kecuali
keduanya mendapatkan ampunan sebelum mereka berpisah.” (pent)
Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=3752
BOLEHKAH MEMBACA KORAN
(Asy-Syaikh Muqbil bin Hady rahimahullah)
Pertanyaan:
Apakah hukum membaca surat kabar, koran, dan majalah dengan tujuan
untuk menyaring berita-berita yang beredar di masyarakat? Berita-berita tersebut
ada yang tentang Islam, tentang politik, dan tentang wawasan. Agar kita mengetahui
apa yang terjadi di sekitar kita.
Jawaban:
Yang kami nasehatkan adalah agar menjauhinya. Karena mayoritas koran
dan majalah digunakan untuk kepentingan poitik, sehingga biasa berdusta demi
politik dan menyebarkan berita dajjal untuk kepentingan politik. Sedikit sekali engkau
menjumpai koran atau majalah yang memberitakan sesuai dengan fakta. Kemudian
setelah ini, umur sangat pendek sehingga seseorang seharusnya tidak memiliki
waktu lagi untuk menyia-nyiakannya dengan membaca koran dan majalah.
Isinya hanyalah hal-hal yang akan mengeruhkan hatinya dan menyebabkan
kegelisahan. Terkadang seseorang akan menjumpai celaan terhadap Islam dan
penghinaan terhadap kaum Muslimin, dan yang lainnya. Yang jelas kami tidak
mengharamkan membacanya, hanya saja kami menasehati penuntut ilmu agar
memfokuskan diri mempelajari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Adapun berita-berita yang penting sekali, maka dia tidak akan
menyembunyikan dirinya. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh seorang penyair:
“Orang yang tidak engkau suruh akan datang membawa berita kepadamu”
Jadi berita-berita yang sangat penting itu tidak akan menyembunyikan dirinya.
Dia akan muncul di lapangan dalam waktu yang sangat cepat. Jika membaca
semisal majalah Al-Bayan dan majalah As-Sunnah**, maka tidak masalah membaca
semacam majalah Islam ini. Adapun majalah-majalah kafir maka seringnya
melemparkan syubhat dan hanya akan menghabiskan waktumu dengan sia-sia.
Kemudian sesungguhnya orang-orang yang bekerja di media-media dan surat kabar
tersebut mayoritasnya suka berdusta dan berbuat kemunafikan. Wallahul musta’an.
Sumber artikel: http://www.muqbel.net/fatwa.php?fatwa_id=3542
Tanbih ** Majalah As Sunnah & Al Bayan adalah Majalah Hizbiyyah, mungkin
ketika Asy Syaikh berbicara tentang Kedua majalah ini, majalah tersebut
belum di Tahdzir
Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=3744
BOLEHKAH MEMBERIKAN KARANGAN BUNGA KEPADA ORANG SAKIT
(Asy-Syaikh Muqbil bin Hady rahimahullah)
Pertanyaan:
Bagaimana pendapat Anda tentang memberikan karangan bunga kepada
orang yang sakit ketika menjenguknya? Apakah hal tersebut termasuk bentuk
tasyabbuh (menyerupai orang kafir –pent)?
Jawaban:
Jika hal tersebut merupakan kekhususan atau perbuatan yang hanya
dilakukan oleh musuh-musuh Islam, maka hal tersebut merupakan sikap tasyabbuh
dengan mereka. Adapun jika tujuannya adalah untuk menghibur orang yang sakit
dan bukan menjadi kebiasaan (maka tidak masalah –pent), namun jika hal itu
dijadikan kebiasaan (atau dianggap syarat atau keharusan –pent) walaupun yang
diberikan adalah berupa buah-buahan, misalnya seperti; apel, delima, atau jeruk,
maka bisa jadi hal tersebut akan menyebabkan orang tidak mau menjenguk orang
sakit.
Sumber artikel:
http://www.muqbel.net/fatwa.php?fatwa_id=3916
Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=3706
BOLEHKAH PAKAIAN ANAK-ANAK YANG BERGAMBAR MAKHLUK HIDUP
(Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah)
Pertanyaan:
Apakah hukum gambar dan lukisan makhluk hidup yang terdapat pada
pakaian anak-anak, di mana jarang ada pakaian anak-anak yang selamat dari
gambar semacam itu?
Jawaban:
Tidak boleh membeli pakaian yang padanya terdapat gambar dan lukisan
makhluk yang bernyawa seperti manusia atau hewan atau burung. Hal itu karena
gambar makhluk bernyawa hukumnya haram dan tidak boleh menggunakannya,
berdasarkan hadits-hadits shahih yang melarang hal tersebut dan mengancamnya
dengan ancaman yang paling keras.
Rasulullah shallallahu alaihi was sallam telah melaknat orang-orang yang
menggambar [1] dan beliau mengabarkan bahwa mereka adalah manusia yang
paling keras adzabnya pada hari kiamat nanti. [2] Jadi tidak boleh memakai pakaian
yang padanya tidak gambar, dan tidak boleh memakaikannya kepada anak kecil.
Dan wajib untuk membeli pakaian yang bersih dari gambar, dan alhamdulillah
pakaian yang seperti itu banyak jumlahnya.
[1] Lihat: Shahih Al-Bukhary, 7/67.
[2] Lihat: Shahih Al-Bukhary, 7/64-65.
Sumber artikel: Al-Muntaqaa min Fataawa Al-Fauzan, 3/339, pertanyaan no. 505
BOLEHKAH WANITA MENAMPAKKAN TELAPAK TANGANNYA
Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=3628
Pertanyaan:
Apakah hukum nampaknya telapak tangan wanita di pasar secara khusus?
Dan apakah boleh memakai kaos tangan hitam atau putih? Perlu diketahui bahwa
sebagian pihak ada yang mengatakan bahwa tidak masalah menampakkan telapak
tangan dan menggunakan kaos tangan merupakan sikap sok agamis. Bagaimana
pendapat Anda tentang hal tersebut?
Jawaban:
Wajib atas wanita untuk menutupi wajahnya dan kedua telapak tangannya
serta seluruh anggota badannya dari pandangan pria yang bukan mahramnya. Jadi
jika seorang wanita keluar ke pasar maka hal itu lebih ditekankan lagi atasnya.
Demikian juga dia diperintahkan untuk melonggarkan pakaiannya dan
memanjangkannya agar menutupi kedua tumitnya. Maka menutup kedua telapak
tangan lebih wajib lagi, karena nampaknya telapak tangan menimbulkan fitnah.
Dan wajib atas wanita untuk menutupi telapak tangannya dari pandangan pria
yang bukan mahramnya, sama saja apakah menutupinya dengan memasukkan ke
dalam pakaiannya atau abayanya atau dengan memakai kaos tangan.
Sumber artikel: Al-Muntaqaa min Fataawa Al-Fauzan, 3/315, pertanyaan no. 466
BOLEHKAH MENJUAL KOTORAN KAMBING UNTUK PUPUK
(Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah)
Pertanyaan:
Kami memiliki beberapa ekor kambing, kotorannya kami kumpulkan dan kami
timbun, karena kami tidak memiliki ladang untuk memanfaatkannya, maka apakah
boleh menjual kotoran kambing tersebut dan apakah halal memakan hasilnya
ataukah tidak boleh?
Jawaban:
Tidak mengapa memperjualbelikan pupuk yang tidak najis, seperti pupuk dari
kotoran kambing, unta, dan sapi. Jadi kotoran hewan yang dagingnya boleh dimakan
sifatnya tidak najis, memperjualbelikannya tidak masalah, hasilnya mubah dan tidak
ada dosa padanya. Yang tidak jelas dan menjadi masalah adalah pupuk dari kotoran
yang najis atau yang dianggap najis.
Inilah yang dipermasalahkan dan ada perbedaan pendapat tentangnya.
Adapun pupuk dari kotoran yang tidak najis, maka tidak masalah menggunakannya,
dan tidak mengapa memperjualbelikan dan memakan hasilnya.
Sumber artikel: Al-Muntaqaa min Fataawa Al-Fauzan, 3/197, pertanyaan no. 302
Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=3616
BOLEHKAH JUAL BELI UANG KERTAS
(Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah)
Pertanyaan:
Apa hukum membeli uang kertas dan menjualnya kembali jika nilainya naik?
Jawaban:
Muamalah dengan menjual dan membeli mata uang disebut penukaran mata
uang. Penukaran mata uang harus dilakukan dengan serah terima secara langsung
di tempat transaksi. Jika terjadi serah terima langsung di tempat transaksi maka hal
itu tidak masalah. Maksudnya jika seseorang misalnya menukar Riyal Saudi dengan
dollar Amerika maka hal ini tidak masalah, walaupun dia mengharapkan keuntungan
di masa mendatang. Hanya saja dengan syarat dia mengambil dollar yang dia beli
dan menyerahkan uang Saudi yang dia jual. Adapun tanpa serah terima secara
langsung di tempat maka hal tersebut tidak sah, dan hal itu termasuk riba nasi’ah.
Sumber artikel: Fataawaa Ulama Al-Balad Al-Haram, hal. 701
Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=3572
BOLEHKAH MENGGUNAKAN PENANGGALAN MASEHI
(Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah)
Pertanyaan:
Apakah penanggalan menggunakan kalender Masehi teranggap sikap loyal
kepada orang-orang Nashara?
Jawaban:
Tidak teranggap sikap loyalitas, tetapi teranggap sikap tasayabbuh
(menyerupai) mereka. Pada masa Shahabat radhiyallahuanhum ada penanggalan
Masehi, namun mereka tidak menggunakannya, bahkan mereka berpaling kepada
penanggalan Hijriyah dan menggunakan penanggalan Hijriyah.
Mereka tidak menggunakan penanggalan Masehi, padahal ada di masa
mereka. Ini menunjukkan bahwa kaum Muslimin wajib untuk membebaskan diri dari
budaya orang-orang kafir dan tidak membebek mereka. Terlebih lagi penanggalan
dengan kalender Masehi merupakan symbol agama mereka, karena menunjukkan
pengagungan kelahiran Al-Masih dan memperingatinya di awal tahun.
Ini merupakan bid’ah yang diada-adakan dalam agama Nashara, sehingga
kita tidak ikut-ikutan dengan mereka dan tidak pula menganjurkan perkara ini. Jika
kita menggunakan penanggalan kalender mereka, artinya kita melakukan
tasayabbuh dengan mereka, padahal kita memiliki penanggalan Hijriyah yang telah
dicanangkan bagi kita oleh Amirul Mu’minin Umar bin Al-Khaththab radhiyallahuanhu
di hadapan orang-orang Muhajirin dan Anshar, dan ini telah mencukupi kita.
Sumber artikel: Al-Muntaqa min Fataawa Al-Fauzan, bab Aqidah, pertanyaan no.
269
Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=3564
BOLEHKAH BONEKA UNTUK MAINAN ANAK-ANAK
(Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah)
Pertanyaan:
Penanya yang bernama Sulaiman mengatakan: “Saya memohon penjelasan tentang
hukum mainan anak-anak yang berupa boneka baik yang untuk anak kecil maupun yang
sudah besar, yang berbentuk pengantin atau hewan, semoga Anda mendapatkan pahala?
Asy-Syaikh:
Yang benar tidak boleh untuk memberi mainan kepada anak-anak berupa gambar
atau semacam patung makhluk yang bernyawa, terlebih lagi gambar-gambar modern yang
ada di zaman ini yang persis menyerupai manusia yang bisa bergerak dengan tenaga listrik,
dan terkadang bisa bicara atau tertawa dengan tenaga listrik dan teknologi tertentu yang
menjadikannya seakan-akan hewan atau manusia sungguhan. Jadi fitnah yang
ditimbulkannya jelas lebih besar, sehingga anak-anak dan selain mereka harus dijauhkan
darinya.
Sumber artikel: http://forumsalafy.net/?p=3098
Alih bahasa: Abu Almass
| | |
BOLEHKAH BERPUASA KETIKA SAFAR
Asy-Syaikh Al-Albany rahimahullah
| | |
Rasulullah shallallahu alaihi was sallam bersabda:
“Tidakkah cukup bagimu dengan engkau berada di jalan Allah bersama Rasulullah
shallallahu alaihi was sallam, sampai-sampai engkau harus berpuasa.” Hadits ini
dikeluarkan oleh Ahmad (III/327):
“Telah menceritakan kepada kami Zaid bin Al-Hubab, telah menceritakan kepadaku Husain
bin Waqid dari Abuz Zubair dia berkata: “Saya mendengar Jabir menceritakan: “Nabi
shallallahu alaihi was sallam melewati seseorang yang membolak balik punggungnya
karena perutnya sakit. Maka beliau bertanya tentang keadaan orang tersebut, lalu mereka
menjawab: “Dia sedang berpuasa, wahai nabi Allah.” Maka beliau memanggilnya dan
menyuruhnya agar berbuka.” Lalu Jabir menyebutkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi
was sallam di atas.
Ini merupakan sanad yang shahih sesuai dengan syarat Muslim, dan hadits ini
memiliki jalan-jalan yang lain dari Jabir dengan yang semakna di dalam Ash-Shahihain dan
selainnya, dan sudah ditakhrij dalam Irwa‟ul Ghalil no. 925. Di dalam hadits di atas terdapat
dalil yang jelas menunjukkan bahwa tidak boleh berpuasa ketika safar jika hal itu akan
membahayakan orang yang berpuasa.
Hal ini juga berdasarkan makna yang dipahami dari sabda Rasulullah shallallahu
alaihi was sallam:
“Bukan termasuk kebaikan, berpuasa ketika safar.” (Al-Albany berkata di dalam Irwa‟ul
Ghalil no. 925: “Muttafaqun alaih.” –pent)
Juga sabdanya:
“Mereka (yang berpuasa ketika safar –pent) adalah orang-orang yang bermaksiat.” (Shahih
Muslim no. 1114 –pent)
Adapun jika keadaannya tidak demikian (tidak membahayakan bagi yang berpuasa –
pent) maka dia diberi pilihan, jika dia menghendaki dia boleh berpuasa dan jika dia
menghendaki dia juga boleh tidak berpuasa. Ini adalah kesimpulan dari hadits-hadits yang
ada dalam bab (masalah) ini, jadi tidak ada pertentangan diantara hadits-hadits tersebut.
Walhamdulillah.
Sumber artikel:
Silsilah Ash-Shahihah no. 2595
Melepas Sandal Ketika Masuk Kuburan
| | |
Pertanyaan:
Apakah melepas sandal waktu di kuburan itu sunnah atau bid‟ah?
Jawab:
Disyariatkan bagi yang masuk kuburan untuk melepas kedua sandalnya,
berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Basyir bin Al-Khashashiyyah radhiyallahu „anhu, ia
mengatakan: Ketika aku berjalan mengiringi Rasulullah shallallahu alaihi was sallam,
ternyata ada seseorang berjalan di kuburan dengan mengenakan kedua sandalnya. Maka
Nabi shallallahu alaihi was sallam mengatakan:
“Hai pemakai dua sandal tanggalkan kedua sandal kamu!”
Orang itu pun menoleh. Ketika dia tahu bahwa itu ternyata Rasulullah shallallahu
alaihi was sallam, ia melepaskannya serta melemparkan keduanya. (HR. Abu Dawud)
Al-Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Sanad hadits Basyir bin Al-Khashashiyyah
bagus. Aku berpendapat dengan apa yang terkandung padanya kecuali bila ada
penghalang.”
Penghalang yang dimaksudkan Al-Imam Ahmad adalah semacam duri, kerikil yang
panas, atau semacam keduanya. Ketika itu, tidak mengapa berjalan dengan kedua sandal di
antara kuburan untuk menghindari gangguan itu. Allah subhanahu wa ta‟ala-lah yang
memberi taufiq, semoga shalawat dan salam-Nya tercurah atas Nabi kita
Muhammad shallallahu alaihi was sallam, keluarganya, dan para sahabatnya.
Ditandatangani oleh Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Asy-Syaikh Abdurrazzaq Afifi, dan Asy-
Syaikh Abdullah Ghudayyan. (Fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah, 9/123-124)
MENGHITUNG TASBIH DENGAN JARI ATAUKAH DENGAN RUAS JARI
Asy-Syaikh Muqbil bin Hady rahimahullah
| | |
Pertanyaan:
Apa hukum menghitung tasbih dengan menggunakan jari dan bukan dengan ruas
jari?
Jawaban:
Yang saya ketahui bahwasanya Nabi shallallahu alaihi was sallam menghitung tasbih
dengan tangan kanan beliau. [1]
Adapun hadits yang berbunyi:
“Bertasbihlah kalian wahai para wanita dengan hitunglah dengan ruas-ruas jari, karena
ruas-ruas jari tersebut akan diperintahkan untuk berbicara.”
Yang saya ketahui pada hadits ini terdapat kelemahan. Yang saya ingat padanya ada
seorang perawi yang tidak dikenal, wallahu a‟lam. [2]
Tinggal perkaranya engkau diberi pilihan untuk menghitung tasbih menggunakan jari,
engkau perhatikan mana yang mudah bagimu untuk menghitung. Jika engkau merasa lebih
mudah menghitungnya dengan cara menekuk atau melipat jari maka engkau boleh
melakukannya. Namun jika engkau merasa lebih mudah menghitungnya dengan ruas-ruas
jari maka engkau juga boleh melakukannya. Selama hadits menyebutkan secara umum,
maka engkau tidak perlu menentukan atau mempersulit dirimu.
Penanya:
Bagaimana dengan menggunakan alat penghitung tasbih?
Asy-Syaikh:
Pertanyaan yang bagus –baarakallahu fiik– Akh Ali, menggunakan alat penghitung tasbih
adalah bid‟ah.
sedangkan hadits yang berbunyi:
“Sebaik-baik pengingat adalah alat tasbih.”
Maka ini adalah hadits palsu.
Juga hadits yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu alaihi was sallam melewati
seorang wanita yang sedang bertasbih dan menghitungnya menggunakan kerikil, lalu beliau
menyetujui hal itu, ini juga tidak shahih. Hal itu sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Asy-
Syaikh Nashir Al-Albany di jilid pertama dari kitab As-Silsilah Adh-Dha‟ifah. [3]
Jadi ini adalah mengingatkan yang baik, jazakallahu khairan.
Sumber artikel:
http://www.muqbel.net/fatwa.php?fatwa_id=3109
Keterangan:
[1] Abdullah bin Amr radhiyallahu anhuma menceritakan:
“Saya melihat Rasulullah shallallahu alaihi was sallam menghitung tasbih menggunakan
tangan kanan beliau.”
Lihat: Shahih Sunan Abi Dawud no. 1346.
[2] Lihat: As-Silsilah Adh-Dha‟ifah, III/48 penjelasan hadits no. 1002.
[3] Lihat: As-Silsilah Adh-Dha‟ifah no. 83. (pent)
KAPANKAH WANITA HAIDH DIWAJIBKAN MENGQADHA’ SHALAT
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah
| | |
Penanya:
Fadhilatus Syaikh yang semoga diberi taufik oleh Allah, jika seorang wanita
mengalami haidh pada awal waktu Zhuhur, apakah dia harus menqadha‟ shalat?
Asy-Syaikh:
Tidak, dia hanya wajib mengqadha‟ jika mengalami haidh di akhir waktu shalat. Jika
dia mengalami haidh di akhir waktu shalat sementara dia belum mengerjakan shalat, maka
dia wajib mengqadha‟. Adapun jika dia mengalami haidh di awal waktu, sementara waktunya
panjang, dia boleh mengakhirkan shalat, namun ketika itu haidh datang di waktu yang dia
diberi keluasan untuk mengakhirkan, maka dia tidak berdosa dan tidak wajib mengqadha‟.
Sumber artikel:
http://www.alfawzan.af.org.sa/node/7936
BOLEHKAH ORANG YANG JUNUB, BERWUDHU SAJA JIKA AIR SANGAT DINGIN
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah
| | |
Penanya:
Semoga Allah berbuat baik kepada Anda, penanya mengatakan: “Saya mengalami
junub, sementara saya tidak memiliki air panas, maka saya membasuh kemaluan dengan air
dingin, lalu saya berwudhu dengan air dingin tersebut dan tidak bertayamum, kemudian
saya mengerjakan shalat. Apakah perbuatan saya tersebut benar?
Asy-Syaikh:
Yang wajib adalah dengan engkau mandi dengan air, kecuali jika engkau
mengkhawatirkan bahaya karena air yang sangat dingin dan engkau tidak mampu
memanaskannya, airnya sangat dingin yang engkau tidak mampu menahan rasa dinginnya,
sementara engkau tidak mampu memanaskannya, maka cukup bagimu untuk tayammum
dengan debu dan mengerjakan shalat. Adapun jika engkau mampu memanaskan air seperti
dengan kayu bakar atau gas, maka wajib untuk menggunakan air (mandi –pent).
Sumber artikel:
http://www.alfawzan.af.org.sa/node/7917
BOLEHKAH MENJAMA’ SHALAT JUM’AT DAN ASHAR
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah
| | |
Penanya:
Ada beberapa orang melakukan safar, lalu mereka menjama‟ shalat Jum‟at dengan
shalat Ashar, kemudian mereka bertanya kepada salah seorang penuntut ilmu tentang hal
tersebut, maka dia menjawab: “Saya tidak mengetahui ada yang melarang hal tersebut?”
Maka hukum hal tersebut berkaitan dengannya dan dengan mereka? Apakah di sana ada
pendapat sebagian ulama yang menyatakan bolehnya hal tersebut?
Asy-Syaikh:
Ini merupakan pendapat yang lemah. Jumhur ulama berpendapat bahwa tidak boleh
menjama‟ shalat Ashar dengan shalat Jum‟at. Dan tidak ada riwayat dari Salaf satu huruf
pun yang menyebutkan bahwa mereka menjama‟ shalat Jum‟at dengan Ashar, tidak ada
riwayat semacam ini. Yang ada hanya pendapat yang lemah dari sebagian pengikut
madzhab Asy-Syafi‟iy. Adapun jumhur berpendapat sebaliknya. Bahkan siapa yang
menjama‟ shalat Ashar dengan shalat Zhuhur (mungkin maksudnya Jum‟at –pent) maka dia
wajib mengulang, wajib atasnya untuk mengulang shalat Ashar.
Penanya:
Kalau telah lewat?
Asy-Syaikh:
Walaupun telah berlalu 100 tahun dia harus mengulangi shalat Ashar.
Penanya:
Kalau dia mengerjakan shalat Zhuhur dan tidak menghadiri shalat Jum‟at?
Asy-Syaikh:
Yang tidak ada adalah menjama‟ dengan shalat Jum‟at. Gambarannya seseorang
mengerjakan shalat Jum‟at bersama manusia, dan tatkala mereka selesai dari shalat Jum‟at
dia bangkit mengerjakan shalat Ashar.
Penanya:
(Suara kurang jelas).
Asy-Syaikh:
Tidak tepat, tidak boleh menjama‟ dan waktunya belum datang. Shalat Ashar
dikerjakan pada waktunya yaitu waktu Ashar.
Penanya:
Bagaimana dengan orang yang tidak menghadiri shalat Jum‟at apakah boleh
mengerjakan shalat Zhuhur dan Ashar dengan menjama‟?
Asy-Syaikh:
Jika dia mengerjakan shalat Zhuhur dan Ashar di … (suara kurang jelas –pent) hal
ini mungkin, seperti seorang musafir yang tidak menghadiri shalat Jum‟at bersama orang-
orang yang mukim lalu dia mengerjakan shalat Zhuhur dan menjama‟nya dengan shalat
Ashar maka tidak mengapa. Karena pembicaraan kita berkaitan dengan menjama‟ shalat
Ashar dengan shalat Jum‟at.
Sumber artikel:
http://www.alfawzan.af.org.sa/index.php?q=node/11646
BOLEHKAH MUSAFIR UNTUK TIDAK MENGERJAKAN SHALAT DI MASJID
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah
| | |
Penanya:
Jika seorang musafir singgah di hotel atau di sebuah rumah dan di sekitarnya
terdapat masjid yang ditegakkan shalat jama‟ah padanya, bolehkah baginya untuk menjama‟
shalat di rumah, terlebih lagi jika dia membutuhkan istirahat?
Asy-Syaikh:
Jika dia membutuhkan istirahat maka boleh baginya untuk menjama‟, atau jika dia
ingin tidur, misalnya karena dia lelah sehingga ingin tidur dan dia seorang musafir, maka
tidak masalah baginya untuk menjama‟ di hotel atau di rumah.
Adapun jika dia dalam kondisi semangat atau dia hanya duduk hingga mu‟adzin
mengumandangkan adzan untuk shalat berikutnya, maka yang afdhal dan lebih hati-hati
baginya adalah dengan pergi ke masjid untuk shalat jama‟ah.
HUKUM MENGERASKAN BASMALAH DALAM SHALAT
Asy-Syaikh Shalih As-Suhaimy hafizhahullah
| | |
Penanya:
Di sebagian masjid bacaan basmalah dibaca dengan keras dan di sebagian yang
lain dibaca dengan lirih, bagaimana menyikapi perbedaan ini?
Jawaban:
Ini adalah perkara yang diperselisihkan bahkan oleh sebagian shahabat radhiyallahu
anhum. Adapun pendapat yang dikuatkan oleh dalil-dalil yang ada adalah dengan tidak
mengeraskan bacaan basmalah. Dan siapa yang mengeraskan bacaan maka tidak boleh
diingkari lebih dari sekedar menjelaskan dalil bagi pendapat yang rajih (lebih kuat –pent).
HUKUM ADZAN BAGI WANITA
Fatwa Kewanitaan Bersama Syaikh Muqbil Bin Hadi al-Wadi‟iy rohimahulloh.
| | |
Pertanyaan:
Apakah disyariatkan adzan bagi wanita?
Jawaban:
Tidak disyariatkan, dan baginya (cukup dengan) iqomah saja karena suara wanita
adalah fitnah, dan Alloh azza wa jalla berfirman:
“Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada
penyakit dalam hatinya.” [Qs. Al-Ahzab: 32]
Dan yang berpendapat hal itu disyariatkan ialah imam Syaukani dan Muhammad
Shiddiq Hasan Khan dan keduanya berkata:
“Hukum asalnya ialah keumuman pensyariatan”.
Akan tetapi (pendapat) yang benar ialah tidak disyariatkan bagi wanita.
[Sumber: http://www.muqbel.net/fatwa.php?fatwa_id=2147]
APAKAH OBAT UNTUK MEMBERSIHKAN RIYA’ ?
Asy-Syaikh Muhammad bin Hady hafizhahullah
| | |
Pertanyaan:
Saya bertanya tentang obat yang bisa membersihkan riya‟?
Jawaban:
Demi Allah wahai saudaraku, engkau telah menanyakan perkara yang besar.
Pertama hendaklah engkau memperbanyak doa, hendaknya engkau berdoa kepada Allah
Subhanahu wa Ta‟ala agar mengkaruniakan keikhlasan kepadamu dan membersihkan
dirimu dari bala ini. Dan setiap muslim hendaknya berdoa kepada Rabbnya Subhanahu wa
Ta‟ala agar membersihkan dirinya dari kesyirikan walaupun yang sedikit kadarnya, apalagi
yang banyak. Karena sebagaimana yang telah kita katakan pada pertemuan-pertemuan
sebelumnya, bisa jadi riya‟ tersebut akan menggugurkan amal secara keseluruhan, atau
mengurangi pahalanya. Maka wajib atas seorang hamba untuk semangat berdoa, karena
Allah Jalla wa Ala berfirman:
“Maka barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah dia beramal
shalih dan jangan menyekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan seorang
pun.” (QS. Al-Kahfi: 110)
Dan Nabi shallallahu alaihi was sallam telah menjelaskan bahaya syirik asghar (syirik
kecil) yaitu riya‟, dan ini merupakan perkara yang paling beliau khawatirkan akan menimpa
kita, dan dia lebih samar dibandingkan rayapan semut hitam di atas batu hitam di malam
yang gelap gulita. Jadi dia sangat tersembunyi, oleh karena itulah banyak manusia yang
tidak mewaspadainya sehingga menjalar kepada mereka.
Perkara terbesar yang bisa engkau gunakan untuk mengobatinya adalah dengan
engkau menghisab dirimu:
Apa yang bisa dilakukan untukmu oleh orang yang engkau berbuat riya‟ kepadanya dengan
amalmu itu?
Balasan apa yang akan dia berikan kepadamu?Ingatlah hal ini selalu dan renungkanlah!
Balasan apa yang akan diberikan kepadamu oleh orang yang engkau berbuat riya‟
kepadanya dengan amal shalihmu tersebut? Apakah dia bisa membela dirimu dari adzab
Allah sedikit saja? Ingatlah selalu firman Allah Tabaraka wa Ta‟ala kepadamu pada hari
kiamat nanti:
“Amalnya yang disertai riya‟ tersebut untuk yang dia jadikan sekutu selain Allah.” (Asal
hadits ini adalah riwayat Muslim no. 2985, namun dengan lafazh ini diriwayatkan oleh Ibnu
Majah. Al-Albany rahimahullah berkata dalam Shahih Sunan Ibnu Majah III/371 no. 3406:
“Shahih.” –pent)
Kita memohon keselamatan kepada Allah.
Jika engkau merenunginya maka insya Allah hal itu akan mewariskan kepadamu
untuk berusaha mengobati hatimu, muhasabah (instropeksi), dan berusaha dengan
sungguh-sungguh untuk membebaskan diri dari bencana besar ini.
Jadi dengan selalu mengingat dan merenungkan keagungan Allah Jalla wa Ala Yang
kita ibadahi yang hanya kepada-Nya saja ibadah boleh ditujukan, merenungkan bahwa
perbuatan yang engkau lakukan karena riya‟ untuk orang tersebut akan menghancurkan
dirimu, dan engkau tidak akan menjumpai selain kecelakaan dan kebinasaan pada hari
kiamat nanti, ini semua insya Allah Ta‟ala yang akan membantumu untuk ikhlash dalam
beribadah.
Sumber artikel: http://www.albaidha.net/vb/showthread.php?t=54349
BAHAYA KETENARAN
Asy-Syaikh Shalih bin Abdul Aziz hafizhahullah
[Menteri Urusan Agama Kerajaan Arab Saudi]
| | |
Ibnu Mas‟ud radhiyallahu anhu berkata:
“Seandainya kalian mengetahui dosa-dosaku, tidak akan ada orang yang mau berjalan di
belakangku (mengikutiku) walaupun cuma dua orang.” (Lihat: Siyar A‟lamin Nubala‟, I/495 –
pent)
Ada orang-orang yang terkenal, sebagian mereka ada yang terkenal karena dia
seorang qari‟ Al-Qur‟an, dia terkenal karena bagusnya bacaannya dan karena kemerduan
suaranya, sehingga manusia banyak yang mendatanginya. Diantara mereka ada yang
merupakan seorang ulama yang dia terkenal karena ilmu, fatwa, wara‟ dan kesalehannya,
sehingga banyak manusia yang mendatanginya.
Diantara mereka ada yang sebagai seorang dai yang dia terkenal karena apa yang
dia kerahkan dan dia upayakan untuk manusia, sehingga banyak dari mereka yang
mendatanginya disebabkan karena Allah memberi mereka hidayah kepada kebenaran
melalui perantaraan dia. Ada juga seseorang yang terkenal karena dia seorang yang
menunaikan amanah, ada yang terkenal karena suka melakukan amar ma‟ruf nahi mungkar,
dan seterusnya.
Ketenaran merupakan kedudukan yang sangat rawan untuk menggelincirkan
seseorang. Oleh karena inilah Ibnu Mas‟ud radhiyallahu anhu mewasiatkan untuk dirinya
sendiri yang menjelaskan keadaan beliau dan menjelaskan apa yang wajib untuk dilakukan
–katakanlah– oleh siapa saja yang memiliki pengikut, beliau mengatakan:
“Seandainya kalian mengetahui dosa-dosaku, tidak akan ada orang yang mau berjalan di
belakangku (mengikutiku) walaupun cuma dua orang, dan niscaya kalian akan menaburkan
debu di kepalaku.”
Wajib atas siapa saja yang memiliki ketenaran atau dia termasuk orang yang
menjadi idola manusia, untuk senantiasa menganggap rendah dirinya di tengah-tengah
mereka, dan hendaknya dia menampakkan hal itu namun bukan agar dimuliakan oleh
mereka. Tetapi dia melakukannya semata-mata agar mendapatkan kemuliaan di sisi Allah
Jalla wa Ala. Dan poros dari hal itu adalah keikhlasan, karena sungguh diantara manusia
ada yang terkadang merendahkan dirinya di hadapan manusia agar dia nampak atau
menonjol (agar dianggap sebagai orang yang tawadhu‟ –pent) diantara mereka. Yang
semacam ini termasuk perbuatan syaithan.
Diantara mereka ada yang merendahkan dirinya di tengah-tengah manusia dalam
keadaan Allah Jalla wa Ala mengetahui hatinya bahwa dia jujur dalam hal tersebut. Dia
melakukannya karena takut perjumpaan dengan Allah Jalla wa Ala, dan dia takut terhadap
hari ketika apa yang tersembunyi dalam dada diberi balasan setimpal, dan hari ketika semua
yang ada di dalam hati dibongkar. Dan ketika itu tidak ada sedikitpun yang tersembunyi dari
ilmu Allah.
APAKAH SESEORANG AKAN DIADZAB KARENA BERDEKATAN DENGAN ORANG
YANG SESAT
Asy-Syaikh Shalih bin Muhammad Al-Luhaidan hafizhahullah
| | |
Saya (Asy-Syaikh Badr bin Muhammad Al-Badr hafizhahullah –pent) bertanya
kepada guru kami Shalih Al-Luhaidan pada pagi hari Rabu 5 Muharram 1436 H tentang
firman Allah Ta‟ala:
“Dan ingatlah pada hari ketika orang yang zhalim menggigit kedua tangannya seraya
berkata: „Duhai sekiranya aku dahulu menempuh jalan Rasul. Duhai celaka diriku,
seandainya saja aku dulu tidak menjadikan si fulan sebagai teman dekat. Sungguh dia telah
menyesatkan diriku dari Al-Qur‟an ketika telah datang kepadaku.‟ Dan syaithan tidak pernah
mau menolong manusia.” (QS. Al-Furqaan: 27-29)
Juga firman-Nya:
“Ingatlah ketika orang-orang yang diikuti (kesesatannya) berlepas diri dari orang-orang yang
mengikuti mereka dan mereka telah melihat adzab serta segala hubungan telah terputus.
Dan orang-orang yang mengikuti mengatakan: „Seandainya kami dikembalikan ke dunia
agar kami bisa berlepas diri dari mereka sebagaimana mereka telah berlepas diri dari kami.‟
Demikianlah Allah akan menampakkan amal perbuatan mereka sebagai penyelasan yang
mendalam atas mereka, dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari neraka.” (QS. Al-
Baqarah: 166-167)
Apakah ayat-ayat ini menunjukkan bahwa seseorang akan dihisab dan diadzab
karena dia berteman dengan orang menyimpang dan sesat?
Beliau menjawab:
Apakah ada seseorang yang ragu tentang hal ini, wahai anakku?! Tidak diragukan
lagi dia akan dihisab. Bukankah Nabi shallallahu alaihi was sallam telah mentahdzir dari
teman yang buruk, sebagaimana dalam hadits:
“Permisalan teman duduk yang baik dan teman duduk yang buruk adalah seperti pembawa
minyak wangi dan peniup api atau pandai besi.” (HR. Al-Bukhary no. 5534 dan Muslim no.
2628 –pent)
Peniup api bisa membakar bajumu, dan sabda beliau ini merupakan tahdzir agar
jangan berteman dengannya.
Saya bertanya lagi:
Apakah artinya dia akan diadzab dan dihisab karena berteman dengan orang yang
menyimpang tadi, wahai syaikh kami?
Beliau menjawab:
Ya, dia juga akan diadzab.
Sumber artikel: www.bayenahsalaf.com/vb/showthread.php?t=22503
BAGAIMANA MENJAGA DIRI DARI SYIRIK TERSEMBUNYI
Asy-Syaikh Ubaid Al-Jabiry hafizhahullah
| | |
Pertanyaan:
Bagaimana saya melindungi dan menjaga diri saya dari syirik tersembunyi? Apakah
orang yang terjatuh padanya tempat tinggalnya di neraka? Dan bagaimana saya bisa
mengetahui bahwa saya terjatuh padanya?
Jawaban:
Syirik tersembunyi adalah riya‟, seperti engkau mengerjakan shalat dan
membaguskan shalatmu karena ada orang lain yang melihatmu, atau engkau bersedekah
agar manusia menyebutmu. Semacam ini merupakan syirik tersembunyi.
Untuk membebaskan diri darinya dengan cara:
Pertama: Berusaha semaksimal mungkin menundukkan jiwamu, selama engkau terus
berusaha menundukkannya dan melawannya namun engkau masih menjumpai hal itu maka
insya Allah Ta‟ala hal itu tidak akan merugikanmu.
Kedua: Jika hal ini mempengaruhi dirimu, maksudnya jika pandangan manusia
mempengaruhi dirimu ketika engkau mengerjakan amal shalih, maka bersembunyilah
semaksimal mungkin. Dan jika engkau tidak mampu maka kuatkan tekat dan jauhkanlah
was-was dari dirimu, dan saya khawatir yang menimpamu termasuk was-was.
Terakhir: Hendaklah engkau memperbanyak mengucapkan doa ini:
“Yaa Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu sedikit saja
dalam keadaan aku mengetahui, dan aku meminta ampunan kepada-Mu dari dosa yang
tidak aku ketahui.” (Lihat: Shahih Al-Adabul Mufrad no. 551 –pent)
Adapun apakah pelakunya akan masuk neraka, orang yang berbuat riya‟ terancam
dengan neraka. Hanya saja dengan banyak bertaubat, istighfar, dan terus menerus berdoa
dengan doa ini sebagaima yang telah saya sebutkan kepadamu tadi, dan itu adalah riwayat
yang shahih, dinilai shahih oleh Al-Albany dan ulama yang lain –semoga Allah merahmati
mereka semua– insya Allah Ta‟ala engkau akan aman dan mendapatkan taufik untuk
membersihkan dirimu dari syirik tersembunyi berupa riya‟.
Sumber artikel: http://www.albaidha.net/vb/showthread.php?t=54187
ORANG YANG IKHLASH DAN JUJUR SELALU BERBAIK SANGKA KEPADA ALLAH
APAPUN YANG MENIMPANYA SELAMA DIA DI ATAS KEBENARAN
Al-Allamah Abdurrahman bin Yahya Al-Mu‟allimy Al-Yamany rahimahullah
| | |
Sebagian orang pernah bercerita kepadaku bahwa ada seseorang yang
kebiasaannya mencium kuku kedua ibu jarinya ketika dia mendengar muadzin
mengucapkan: “Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah.” Kemudian dia meninggalkannya
ketika ada salah seorang ulama mengatakan kepadanya bahwa hal itu adalah perbuatan
bid‟ah dan hadits yang diriwayatkan tentang perkara tersebut dihukumi oleh para ahli hadits
sebagai riwayat dusta.
Ketika dia meninggalkan kebiasaannya tersebut maka dia ditimpa rasa sakit di kedua
matanya. Maka dia pun berusaha untuk mengobatinya dengan berbagai macam obat.
Namun berbagai macam obat tersebut tidak mempan, sampai ada sebagian orang-orang
shufi mengatakan kepadanya: “Makanya hendaknya engkau meneruskan mencium kedua
ibu jarimu ketika adzan!”
Lalu terbetiklah di dalam hatinya anggapan bahwa rasa sakit tersebut menimpanya
sebagai hukuman terhadapnya karena dia meninggalkan kebiasaan tersebut. Akhirnya dia
pun kembali melakukan bid‟ah tersebut dan ternyata rasa sakitnya pun hilang.
Maka katakanlah kepadanya di dalam menilai apa yang dia alami tersebut:
sesungguhnya Allah senantiasa menguji hamba-hamba-Nya dengan apa yang Dia
kehendaki dan menggiring orang-orang yang sengaja memilih kesesatan semakin jauh dari
jalan yang benar tanpa mereka sadari.
Kami telah mendengar dari beberapa orang yang menceritakan bahwa ada
seseorang yang tidak mengerjakan shalat, maka sebagian orang-orang yang suka
menasehati berusaha memotivasinya untuk mengerjakan shalat dan menakut-nakutinya
dengan hukuman yang akan menimpanya akibat meninggalkannya. Maka dia pun mulai
menjaga shalat. Setelah itu ternyata dia ditimpa berbagai musibah pada keluarga dan
hartanya. Maka dia menganggap bahwa hal itu adalah akibat shalat yang dia kerjakan
sehingga dia pun meninggalkannya.
Kami katakan: bisa saja musibah yang menimpanya adalah akibat dari shalat yang
dia kerjakan. Penjelasannya adalah hadits yang menyatakan:
“Sesungguhnya Allah Maha Baik dan tidak akan menerima kecuali seuatu yang baik pula.”
(HR. Muslim no. 1015 –pent)
Jadi termasuk sunnatullah adalah jika seorang hamba meninggalkan sebuah
kemaksiatan, maka Allah akan mengujinya agar nampak hakekatnya dan apa sebenarnya
yang mendorongnya untuk meninggalkan maksiat tersebut. Apakah karena iman atau
karena sesuatu yang lain.
Yang semisal dengannya adalah yang diceritakan oleh sebagian orang kepada saya
bahwa ada seseorang yang jika dia mengerjakan shalat wajib sendirian maka dia
merasakan hatinya lembut dan khusyuk, namun jika dia shalat berjamaah justru dia tidak
bisa khusyuk. Sebab dari apa yang menimpanya ini karena sesungguhnya syaithan
berusaha menyeretnya agar meninggalkan shalat berjamaah. Jadi syaithan membiarkannya
khusyuk jika dia mengerjakan shalat sendirian dan mengganggunya jika dia shalat
berjamaah, dengan tujuan agar orang tersebut meninggalkan shalat berjamaah dan agar
meyakini bahwa shalat sendirian lebih afdhal (karena menurutnya bisa lebih khusyuk –pent).
Sehingga keyakinan dia yang seperti ini merupakan sikap menyelisihi syari‟at yang
bahayanya lebih besar atasnya dari sekedar meninggalkan shalat berjamaah. Yang semisal
dengannya juga adalah apa yang saya jumpai sendiri. Dahulu saya pernah dalam keadaan
yang baik pada keluarga (sehat –pent) dan harta saya (berkecukupan –pent). Maka saya
menginfakkan sebagian harta saya pada salah satu jalan kebaikan. Kemudian saya ingin
melakukannya lagi, namun tiba-tiba muncul musibah yang menimpa keluarga dan harta
saya.
Namun –dengan memuji Allah semata– saya tidak terpengaruh dengan musibah
tersebut dan saya tetap melaksanakan untuk menginfakkan harta yang telah saya niatkan
sebelumnya. Bahkan kemudian saya mengulanginya untuk ketiga kalinya. Sampai sekarang
sebagian musibah tersebut belum hilang sepenuhnya. Namun nampaklah kepada saya
rahasia kenapa musibah-musibah tersebut menimpa saya. Barangkali apa yang saya
infakkan tersebut diterima di sisi Allah Azza wa Jala, lalu Allah ingin membalasnya dengan
membersihkan diri saya dari sebagian dosa-dosa yang telah saya lakukan. Dan musibah-
musibah tersebut adalah sebagian dari bentuk pembersihan dosa itu.
[Risaalah Fii Tahqqiihil Bid‟ah, hal. 28-32]
Sumber artikel: Al-Imam Abdurrahman Al-Yamany Hayaatuhu wa Aatsaaruh, hal. 57-58
HIKMAH TERJATUHNYA SEBAGIAN ORANG YANG IKHLASH DALAM KESALAHAN
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Yahya Al-Mu‟allimy rahimahullah
| | |
Ketahuilah bahwasanya Allah Ta‟ala terkadang menjatuhkan sebagian orang-orang
yang ikhlash pada sebuah kesalahan sebagai ujian bagi yang lain; yaitu apakah mereka
akan mengikuti kebenaran dan meninggalkan pendapat orang yang salah tersebut, ataukah
justru mereka tertipu dengan keutamaan dan kemuliaannya?
Adapun ulama yang salah tersebut mendapatkan udzur, bahkan dia mendapatkan
pahala karena ijtihadnya dan tujuannya yang baik serta tidak meremehkan usaha. Tetapi
orang yang mengikuti semata-mata karena tertipu dengan nama besarnya tanpa mau
memperhatikan hujjah-hujjah yang sesungguhnya yang berasal dari Kitab Allah dan Sunnah
Rasul-Nya shallallahu alaihi was sallam, maka dia tidak mendapatkan udzur, bahkan dia
berada dalam bahaya yang besar.
Ketika Ummul Mu‟minin Aisyah radhiyallahu anha pergi ke Bashrah sebelum
pecahnya Perang Jamal, Amirul Mu‟minin Ali radhiyallahu anhu menyusulkan putra beliau
Al-Hasan dan Ammar bin Yasir radhiyallahu anhuma untuk menasehati manusia. Diantara
perkataan Ammar kepada penduduk Bashrah adalah:
“Demi Allah, sesungguhnya dia adalah istri dari Nabi kalian shallallahu alaihi was sallam di
dunia dan akhirat, tetapi Allah Tabaaraka wa Ta‟aala menguji kalian untuk mengetahui
apakah kalian lebih mentaati beliau ataukah mentaatinya.” [1]
Termasuk contoh terbesar yang juga semakna dengan ini adalah tuntutan Fathimah
radhiyallahu anha agar mendapat warisan dari ayahnya shallallahu alaihi was sallam. Dan
ini merupakan ujian besar bagi Ash-Shiddiq (Abu Bakr) radhiyallahu anhu. Namun Allah
mengokohkannya menghadapi ujian ini.
[Raf‟ul Isytibaah An Ma‟nal Ibaadah wal Ilah, hal 152-153]
Catatan Kaki:
[1] HR. Al-Bukhary no. 7110. (pent)
[2] Hal ini karena Abu Bakr radhiyallahu anhu mendengar sabda Rasulullah shallallahu alaihi
was sallam:
“Kami tidak diwarisi, apa saja yang kami tinggalkan maka itu semuanya menjadi shadaqah.”
Lihat: Shahih Al-Bukhary no. 4240. (pent)
Sumber artikel: http://www.ajurry.com/vb/showthread.php?t=39521
TAUHID SEPERTI NAFAS YANG JIKA BERHENTI MAKA KITA AKAN MATI
Asy-Syaikh Muhammad bin Hady Al-Madkhaly hafizhahullah
| | |
Wahai segenap orang-orang yang saya cintai, bab ini yaitu bab tauhid dan
membicarakannya, bagi kita kedudukannya seperti nafas, kita hidup dengannya dan jika
berhenti maka kita akan mati.
Sebagian orang didatangi oleh Iblis untuk merusaknya dengan ucapan: “Aku sudah
menjadi orang besar dan ulama, dan perkara-perkara ini diketahui oleh para pelajar di
sekolah dasar!” Tidak demikian wahai saudaraku, seandainya pandangan yang benar
adalah semacam ini, tentu Allah tidak akan memulai dari awal, menambah, dan mengulang-
ulangnya di dalam Kitab-Nya. Demikian juga tentu Rasulullah shallallahu alaihi was sallam
tidak akan menjelaskannya dan mengingatkannya dari waktu ke waktu kepada para
Shahabat beliau yang mereka adalah orang-orang mulia dan berakal serta orang-orang
yang terpilih dari bangsa Arab.
Wahai saudaraku tercinta, jika hal ini sedikit saja datang kepadamu atau muncul dari
dirimu sendiri, maka ketahuilah bahwa hal itu berasal dari Iblis yang ingin memalingkanmu
darinya agar engkau meremehkannya. Maka setelah itu ketika engkau melihat seseorang
yang terjatuh kepada kesyirikan, kulitmu tidak akan merinding. Ketika engkau melihat
seseorang yang terjatuh kepada kesyirikan, engkau tidak merasa melihat pemandangan
yang mengerikan. Orang yang seperti ini bukan mustahil setelah itu dia akan semakin parah
dengan menjadi teman duduk mereka dan bersikap basi-basi terhadap mereka.
Maka manakah sikap permusuhan terhadap orang yang menentang Allah dan
Rasulnya?! Jadi kita membutuhkan tauhid setiap detik dan bahkan pada setiap bagian yang
merupakan pecahan detik. Kita mengingatnya, kita mengingat-ingatnya, kita saling
mengingatkan urusannya dan saling mengingatkan dengannya.
Jadi perkara tauhid adalah perkara yang besar. Bagaimana tidak, sedangkan
keselamatan di hadapan Allah Jalla wa Ala nanti pondasinya adalah tauhid!! Maka harus
benar-benar mengerti tiga prinsip pokok ini dengan baik. Yaitu dengan seorang hamba
mengenal Rabbnya, mengenal agamanya, dan mengenal Nabinya shallallahu alaihi was
sallam.
Sumber artikel: www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=143322
BOLEHKAH TOLERANSI DALAM MASALAH PRINSIP AGAMA DEMI MASLAHAT
UMUM
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah
| | |
Pertanyaan:
Semoga Allah berbuat baik kepada Anda, kami sering mendengar di berbagai media
di masa ini yang menyatakan bahwasanya boleh untuk toleransi pada sebagian prinsip-
prinsip pokok agama jika hal itu dilakukan untuk kepentingan umum. Maka sejauh mana
benarnya ucapan semacam ini?
Jawaban:
Ucapan ini tanggung jawabnya dikembalikan kepada yang mengatakannya. Prinsip-
prinsip pokok agama tidak ada toleransi padanya. Ini merupakan sikap mudaahanah (basa-
basi, melunak dan mengalah –pent). Tidak boleh sedikit pun mengalah dalam prinsip-prinsip
pokok agama sama sekali. Prinsip-prinsip pokok agama tidak ada toleransi padanya, karena
hal ini maknanya adalah mudaahanah.
Allah berfirman:
“Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan dirimu dari apa yang telah Kami
wahyukan kepadamu, agar engkau membuat kedustaan atas nama Kami dengan selainnya,
dan kalau sampai demikian maka sungguh mereka akan menjadikan dirimu sebagai sahabat
yang sangat dicintai. Kalau sampai terjadi demikian, maka sungguh Kami akan merasakan
kepadamu siksaan yang berlipat ganda di dunia ini dan yang berlipat ganda pula sesudah
mati, lalu engkau tidak akan mendapatkan seorang penolong pun terhadap Kami.” (QS. Al-
Isra‟ ayat 73 dan 75)
Jadi tidak boleh mengalah sedikit pun dari agama ini yang merupakan prinsip-prinsip
pokoknya yang tetap hanya karena ingin membuat ridha orang-orang kafir, karena ini
merupakan sikap mudaahanah.
Allah berfirman:
“Mereka menginginkan agar engkau bersikap lunak lalu mereka pun bersikap lunak pula
kepadamu.” (QS. Al-Qalam: 9)
Juga firman-Nya:
“Maka apakah kalian akan menyembunyikan isi Al-Quran ini karena takut kepada
manusia.” (QS. Al-Waqi‟ah: 81)
Maksudnya kalian akan mengalah pada sebagiannya. Yang semacam ini tidak boleh sama
sekali, karena ini adalah sikap mudaahanah. TIDAK BOLEH MENGALAH SEDIKIT PUN
DARI AGAMA KITA HANYA KARENA INGIN MEMBUAT RIDHA ORANG-ORANG KAFIR
BAGAIMANA PUN KEADAANNYA.
Demikian juga ketika mereka (orang-orang kafir) mengatakan kepada Rasul
shallallahu alaihi was sallam: “Kami mau menyembah sesembahanmu selama setahun
dengan syarat engkau juga mau menyembah sesembahan kami selama setahun
juga.” MEREKA MENGATAKAN HAL ITU DENGAN TUJUAN INGIN BERDAMAI. Namun
Allah Jalla wa Alaa memperingatkan dengan firman-Nya:
“Katakanlah: Wahai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kalian
sembah, dan kalian bukan penyembah Rabb yang aku sembah, dan aku bukan penyembah
apa yang kalian sembah, dan kalian bukan penyembah Rabb yang aku sembah, bagi kalian
agama kalian dan bagiku agamaku.” (QS. Al-Kafirun: 1-6)
Maksudnya: aku berlepas diri dari agama kalian, dan kalian juga berlepas diri dari
agamaku. Jadi aku tidak akan mengalah sedikit pun dari agamaku hanya karena agar kalian
ridha kepada kami. Tidak ada sikap mencari ridha manusia, yang ada hanya mencari ridha
sang Khaliq.
Sumber audio: http://www.alfawzan.af.org.sa/node/2894
Sumber transkrip: http://www.vb.noor-alyaqeen.com/t21775/
Ditranskrip oleh: Fathimah bintu Al-Badr
SIKAP TERHADAP ORANG TUA YANG JAHIL YANG MENINGGAL DI ATAS
KESYIRIKAN
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah
| | |
Pertanyaan:
Fadhilatus Syaikh, semoga Allah memberi taufik kepada Anda, kami dahulu dalam
keadaan jahil dan ngawur dalam ibadah, dan sebagian ayah-ayah dan ibu-ibu kami ada
yang meyakini ibadah kepada kuburan, bertawassul dengannya, menujukan sembelihan
untuknya, dan perkara-perkara syirik yang lainnya. Ayah-ayah kami tersebut telah
meninggal, maka apakah boleh memintakan ampunan untuk mereka dan mendoakan
rahmat bagi mereka?
Jawaban:
Tidak boleh, jika mereka meninggal di atas akidah dan perbuatan semacam ini,
seperti menyembelih untuk selain Allah dan bernadzar untuk selain Allah dan mereka
meninggal di atas perkara-perkara tersebut, maka mereka adalah orang-orang musyrik yang
tidak boleh bagi kalian untuk memintakan ampunan untuk mereka dan mendoakan rahmat
bagi mereka.
“Tidaklah sepantasnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun bagi
orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat mereka.” (QS.
At-Taubah: 113)
Mereka itu meninggal di atas syirik, karena mereka menyembelih untuk selain Allah
dan bernadzar untuk selain Allah.
Sumber artikel: http://youtu.be/WLNlmv4KMjA
TIDAKKAH KALIAN MENGKHAWATIRKAN DIRI KALIAN SENDIRI
Asy-Syaikh Muhammad bin Hady hafizhahullah
| | |
Ambilah pelajaran dari kisah Abdullah Al-Qashimy,[1] berapa banyak kitab yang
telah dia tulis dalam rangka membela dakwah Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul
Wahhab, yaitu dakwah tauhid. Kitabnya yang berjudul “Ash-Shiraa‟ Bainal Islam wal
Watsaniyyah” bisa kalian lihat. Demikian juga kitab “Al-Buruuq An-Najdiyah Fii Iktisaahizh
Zhulumaatid Dajawiyah” bisa kalian baca. Bacalah kitabnya yang lain yang dia tulis untuk
membela dakwah tauhid dan dakwah Salafiyah, dakwah yang diserukan oleh Asy-Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab. Kemudian setelah itu dia murtad dan para ulama dakwah
telah berfatwa tentang kemurtadannya. Fatwa-fatwa ini terarsipkan dan tertulis dalam kitab-
kitab. [2]
Jadi dia memiliki sekian banyak tulisan-tulisan dalam membela dakwah Salafiyah,
namun setelah itu dia murtad. Wahai hamba-hamba Allah, kenapa kalian tidak
mengkhawatirkan diri kalian sendiri?! Wajib atas kita semua untuk mengkhawatirkan diri kita
sendiri. Jadi seseorang jika dia berada pada keadaan yang diridhai, maka hendaklah dia
terus memohon kekokohan kepada Allah.
Ini merupakan prinsip.
“Wahai Rabb kami, janganlah Engkau sesatkan hati kami setelah Engkau beri hidayah
kepada kami.” (QS. Ali Imran: 8)
Jadi seorang hamba terkadang hatinya menyimpang walaupun setelah mendapatkan
hidayah, karena sesungguhnya hati hamba-hamba ini –sebagaimana yang telah dikabarkan
oleh Rasulullah shallallahu alaihi was sallam– berada diantara dua jari jemari Ar-Rahman
yang Dia bolak-balik sesuai yang Dia kehendaki. (lihat: Shahih Muslim no. 2654 –pent)
Demikian juga Rasulullah shallallahu alaihi was sallam telah mengabarkan fitnah-
fitnah yang akan terjadi di akhir zaman bahwasanya ketika itu seseorang yang pagi harinya
masih dalam keadaan beriman, sore harinya dia menjadi kafir. Yang lain pada sore harinya
masih beriman, namun keesokan harinya telah menjadi kafir. Hal itu terjadi karena dia
menjual agamanya hanya karena secuil dari kesenangan dunia. (lihat: Shahih Muslim no.
118 –pent) Kita memohon keselamatan kepada Allah.
Maka kenapa mereka ini pertama kali gemetar ketakutan ketika mendengar bahwa si
fulan dahulu seorang pembela As-Sunnah, kemudian dia menyimpang. Kita memohon
kekokohan kepada Allah dan kita juga memohon kepada Allah hidayah bagi orang seperti
yang disebutkan oleh penanya ini, hanya saja perlu diketahui bahwa hal ini terjadi dan telah
terjadi. Akan terus terjadi lagi selama masih ada manusia dan masih ada kehidupan. Maka
jangan merasa ngeri dan ketakutan, dan mohonlah kepada Allah kekokohan dan
keselamatan
Sumber audio: www.youtube.com/watch?v=4mD3ioqffo8
BOLEHKAH MENINGGALKAN UMROH KARENA WABAH MERS
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah
| | |
.
Pertanyaan:
Saya ingin pergi ke Mekkah untuk melaksanakan umroh, hanya saya takut terhadap
penyakit MERS yang sedang mewabah. Apakah ini merupakan kelemahan iman ataukah
termasuk usaha menempuh sebab?
Jawaban:
Ini merupakan kelemahan tawakkal kepada Allah Subhanahu wa Ta‟ala.
Bertawakallah kepada Allah, pergilah untuk melaksanakan umroh, kerjakanlah shalat di Al-
Masjid Al-Haram, dan jangan takut kecuali kepada Allah Subhanahu wa Ta‟ala! Tetapi kalau
memang keluar larangan untuk datang ke sebuah negeri berdasarkan ketetapan secara
medis, maka tidak masalah (untuk membatalkan kepergian ke negeri tersebut –pent).
Nabi shallallahu alaihi was sallam bersabda tentang penyakit tha‟un:
“Jika kalian mendengarnya sedang mewabah di sebuah negeri maka kalian jangan pergi ke
sana, dan yang sedang berada di negeri tersebut jangan keluar meninggalkannya.” [1]
Jadi jika keluar larangan yang berdasarkan ilmu yang benar, maka engkau jangan
pergi! Adapun selama izin masih terbuka, orang-orang yang ingin umroh dipersilahkan untuk
umroh dan mengunjungi Al-Masjid An-Nabawy, maka jangan sampai pada dirimu ada
ketakutan yang berlebihan seperti ini!
Sumber artikel: http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=144403
[1] Lihat: Shahih Al-Bukhary no. 5728 dan Shahih Muslim no. 2219. (pent)
BOLEHKAH MENDATANGKAN ARWAH
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah
| | |
Pertanyaan:
Apakah hukum mendatangkan arwah dan apakah hal itu termasuk jenis sihir?
Jawaban:
Tidak diragukan lagi bahwa mendatangkan arwah termasuk salah satu jenis sihir
atau termasuk perdukunan. Arwah yang didatangkan tersebut hakekatnya bukan arwah
orang-orang yang telah meninggal seperti yang mereka katakan, tetapi syetan-syetan yang
menjelma seperti orang-orang yang sudah meninggal itu dan mereka mengatakan: “Aku
adalah ruh si fulan atau aku adalah si fulan.” Padahal hakekatnya syetan. Maka perbuatan
semacam ini tidak boleh.
Arwah orang-orang yang sudah meninggal tidak mungkin dihadirkan, karena sudah
berada di genggaman Allah Subhanahu wa Ta‟ala sebagaimana firman-Nya:
“Allah memegang jiwa ketika matinya dan memegang jiwa orang yang belum mati di waktu
tidurnya; maka Dia menahan jiwa yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan
jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan.” (QS. Az-Zumar: 42)
Jadi arwah itu tidak seperti yang diklaim sebagian orang, yaitu bisa datang dan pergi,
tetapi Allah saja yang mengaturnya. Jadi perbuatan mendatangkan arwah adalah bathil dan
termasuk jenis sihir dan perdukunan.
Sumber artikel: Al-Muntaqaa min Fataawa Al-Fauzan, 2/134-135, pertanyaan no. 109
BOLEHKAH MELAKUKAN PENYEMBELIHAN UNTUK MEMINTA TURUN HUJAN DAN
MEMAKAN DAGINGNYA
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah
| | |
Pertanyaan:
Ketika hujan lama tidak turun, sebagian orang ada yang melakukan penyembelihan
untuk meminta agar hujan turun. Apakah hukum perbuatan ini dan bolehkah memakan
sembelihan tersebut ataukah tidak?
Jawaban:
Perbuatan semacam ini tidak boleh, terlebih lagi jika sembelihan ini ditujukan untuk
orang yang telah meninggal atau untuk jin atau yang semisalnya. Karena itu merupakan
sembelihan syirik karena ditujukan untuk selain Allah Azza wa Jalla. Allah Ta‟ala berfirman:
“Diharamkan atas kalian untuk memakan bangkai, darah, daging babi, dan sembelihan
yang disembelih untuk selain Allah…” (QS. Al-Maidah: 3)
Menyembelih untuk selain Allah merupakan perbuatan syirik karena hal tersebut
adalah ibadah, sedangkan ibadah wajib hanya ditujukan bagi Allah saja.
Allah Ta‟ala berfirman:
“Maka dirikanlah shalat untuk Rabbmu dan sembelihlah hewan kurban.” (QS. Al-Kautsar: 2)
Dia juga berfirman:
“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk
Allah Rabbul Alamin.” (QS. Al-An‟am: 162)
Kata “nusuk” dalam ayat ini maknanya adalah sembelihan. Adapun meminta hujan
yang sesuai dengan ajaran yang datang dari Nabi shallallahu alaihi was sallam adalah
dengan melakukan shalat istisqa‟, khutbah dan berdoa setelahnya di atas mimbar. Demikian
juga dengan cara berdoa di khutbah Jum‟at, yaitu dengan sang imam berdoa pada khutbah
Jum‟at agar Allah menurunkan hujan bagi kaum Muslimin.
Demikian juga terkadang dengan berdoa tanpa melakukan shalat dan khutbah
terlebih dahulu. Jadi doa meminta hujan datang dari Nabi shallallahu alaihi was sallam
dengan beberapa cara. Adapun melakukan penyembelihan untuk mengharapkan hujan
maka hal tersebut tidak ada asalnya dalam syariat.
Sumber artikel: Al-Muntaqa min Fataawa Al-Fauzan, bab Aqidah, pertanyaan no. 186
BOLEHKAH MELAKUKAN PENYEMBELIHAN KETIKA MERESMIKAN BANGUNAN
BARU
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah
| | |
Pertanyaan:
Di sebuah tempat ketika sebuah bangunan dibuka pertama kali, dilakukan
penyembelihan kambing sebagai bentuk peresmian, dan juga dilakukan pengambilan
gambar oleh salah satu surat kabar, dan penyembelihan tersebut dilakukan di luar gedung
tersebut. Pertanyaannya adalah apakah hukum perbuatan semacam ini?
Jawaban:
Ini merupakan kesyirikan –kita berlindung kepada Allah darinya– ini merupakan
kesyirikan terhadap Allah dan penyembelihan untuk selain Allah, karena mereka meyakini
bahwa penyembelihan ini untuk jin dan mereka melakukannya untuk menghindari kejahatan
jin. Mereka menyembelih untuk jin dengan tujuan agar jin tidak mengganggu mereka. Ini
termasuk perbuatan orang-orang di zaman Jahiliyah dan merupakan kesyirikan kepada
Allah. Kalau hal ini sampai terjadi di negeri tauhid, maka wajib melaporkannya kepada
pemerintah dan wajib untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut.
Sumber artikel: http://www.alfawzan.af.org.sa/node/5395
BENARKAH TIDAK BOLEH MENGELOMPOKKAN MANUSIA SESUAI GOLONGANNYA
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah
| | |
Pertanyaan:
Ada penanya yang mengatakan: “Di akhir-akhir ini telah muncul orang yang
melarang untuk menyebutkan manusia sesuai dengan kelompok yang diikutinya, dengan
dalih karena mereka semua muslim. Maka apa pendapat Anda dan bagaimana yang benar
dalam masalah tersebut?
Jawaban:
Ini tidak bisa dikatakan secara mutlak. Orang yang menyelisihi kebenaran terkadang
ada yang sampai kafir dan bukan muslim lagi, terkadang sesat dan fasik, dan terkadang
hanya pada tingkatan orang yang suka bermaksiat saja. Jadi manusia itu bertingkat-tingkat
keadaannya, diantara mereka ada yang kafir, ada yang munafik, ada yang fasik, ada yang
suka bermaksiat, dan diantara mereka juga ada yang mu‟min yang taat dan bertakwa. Maka
harus mendudukkan manusia sesuai dengan kedudukan mereka, sehingga orang yang suka
bermaksiat tidak boleh didudukkan pada kedudukan orang yang taat, dan sebaliknya orang
yang taat tidak boleh didudukkan pada kedudukan orang yang suka bermaksiat.
Allah Jalla wa Ala berfirman:
“Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan
menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, yaitu
sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah persangkaan yang mereka
tetapkan itu.” (QS. Al-Jatsiyah: 21)
Allah Ta‟ala juga berfirman:
“Maka apakah layak Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang
kafir. Bagaimanakah cara kalian menetapkan?” (QS. Al-Qalam: 35-36)
Juga firman-Nya:
“Apakah layak Kami menjadikan orang-orang yang beriman dan beramal saleh seperti
orang-orang yang suka melakukan kerusakan di muka bumi, atau apakah layak Kami
menjadikan orang-orang yang bertakwa seperti orang-orang yang jahat.” (QS. Shaad: 28)
Jadi Allah sendiri yang memisahkan atau membeda-bedakan mereka sesuai dengan
perbuatan yang mereka kerjakan dan sesuai dengan keyakinan yang mereka yakini. Juga
sebagaimana yang pernah kalian dengar dalam hadits bahwa ummat ini terpecah menjadi
73 kelompok. Masing-masing memiliki manhaj dan jalan yang berbeda dengan kelompok
lain. Kecuali siapa saja yang kokoh di atas Al-Qur‟an dan As-Sunnah, maka jalan mereka
hanya satu dan mereka tidak berselisih. Ini adalah sesuatu yang jelas. Adapun tentang
orang yang mengatakan: “Dia ini datang hanya memecah belah manusia.” Atau
mengatakan: “Tidak boleh mengelompokkan manusia.” Maka ini semua adalah ucapan yang
muncul dari kebodohan. Allah sendiri yang mengelompokkan mereka. Juga Al-Qur‟an dan
As-Sunnah menyebut orang-orang kafir, menyebut orang-orang munafik, menyebut orang-
orang yang beriman, serta menyebut orang-orang yang suka bermaksiat dan orang-orang
fasik.
Allah telah menjelaskan di dalam Kitab-Nya:
ٌ‫ن‬ِ‫م‬ ْ‫ُؤ‬‫م‬ ْ‫م‬ُ‫ك‬ْ‫ن‬ِ‫م‬ َ‫و‬ ٌ‫ر‬ِ‫ف‬‫ا‬َ‫ك‬ ْ‫م‬ُ‫ك‬ْ‫ن‬ِ‫م‬َ‫ف‬ ْ‫م‬ُ‫ك‬َ‫ق‬َ‫ل‬َ‫خ‬ ْ‫ي‬ِ‫ذ‬َّ‫ل‬‫ا‬ َ‫ُو‬‫ه‬.
“Dia-lah yang menciptakan kalian lalu diantara kalian ada yang kafir dan diantara kalian ada
yang beriman.” (QS. At-Taghabun: 2)
Lalu muncul orang yang menyatakan: “Tidak, tidak boleh mengelompokkan manusia.” Ini
merupakan penentangan terhadap Allah dan Rasul-Nya
Sumber artikel: http://www.ajurry.com/vb/showthread.php?t=37483
BOLEHKAH MENGATAKAN BAHWA UMAT ISLAM ADALAH UMAT YANG
TERBELAKANG
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah
| | |
Penanya:
Semoga Allah berbuat baik kepada Anda wahai Shahibul Fadhilah, penanya ini
mengatakan: “Ada orang yang mengatakan bahwa umat Islam adalah orang-orang yang
terbelakang atau mengalami kemunduran, atau menyebut mereka sebagai teroris atau
orang-orang radikal, apa hukumnya bagi ucapan-ucapan semacam ini dan apa hukumnya
bagi orang yang menuduhkan sifat-sifat tersebut kepada umat Islam?”
Asy-Syaikh:
Ini adalah seperti ucapan orang-orang munafik terdahulu yang mengatakan: “Kita
tidak melihat orang-orang seperti para penghafal Al-Qur‟an kita ini yang lebih banyak
mengurusi perut, lebih dusta ucapannya, dan lebih penakut ketika bertemu musuh.” Maka
Allah menurunkan ayat:
“Janganlah kalian mencari-cari alasan, sungguh kalian telah kafir setelah keimanan kalian.”
(QS. At-Taubah: 66)
Jadi orang yang mengatakan ucapan ini terhadap umat Islam maka ini merupakan
kemurtadan dari agama Islam, ini merupakan kemurtadan dari agama Islam. Adapun jika dia
mengatakan bahwa umat Islam kurang memperhatikan dalam mempelajari tekhnologi dan
kurang dalam melakukan persiapan bekal atau persenjataan menghadapi orang-orang kafir,
maka ini ucapan yang benar. Namun jika dia mengatakan bahwa mereka adalah orang-
orang yang terbelakang disebabkan agama Islam, maksudnya jika dia menganggap bahwa
Islamlah yang menyebabkan mereka terbelakang, dan mereka menjadi orang-orang yang
tertinggal disebabkan agama Islam, jika ini yang dia maksudkan maka ini merupakan
kemurtadan dari agama Islam.
Beda perkaranya jika yang dia maksud adalah umat Islam kurang dalam melakukan
hal-hal yang wajib atas mereka dalam hal mempelajari tekhnologi dan melakukan persiapan
bekal atau persenjataan menghadapi orang-orang kafir. Jika seperti ini maka ini ucapan
yang benar. Faktanya umat Islam memang kurang dalam melakukannya. Jika maksudnya
seperti ini maka tidak masalah.
Sumber artikel: http://www.alfawzan.af.org.sa/node/8135
BOLEHKAH MENGATAKAN ORANG KAFIR SEBAGAI SAUDARA
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah
| | |
Penanya:
Semoga Allah berbuat baik kepada Anda, bagaimana pendapat Anda tentang
ucapan sebagian mufti, terkhusus yang ada di chanel-chanel televisi dengan mengatakan:
“Saudara-saudara kita orang-orang Nashara.” Atau ungkapan-ungkapan yang semisalnya,
dengan dalih bahwa semuanya beriman?
Asy-Syaikh:
Ini termasuk kekafiran dan kesesatan, kita berlindung kepada Allah darinya. Orang
yang menganggap bahwa Yahudi dan Nashara sebagai muslimin dan orang-orang yang
beriman serta sebagai saudara, maka ini merupakan kemurtadan dari agama Islam. Semua
yang tidak mengikuti Rasulullah shallallahu alaihi was sallam maka dia kafir. Siapa saja
yang tidak mengikuti Muhammad shallallahu alaihi was sallam maka dia kafir, sama saja
apakah dia seorang Yahudi atau Nashara atau selainnya. Setelah diutusnya Nabi
shallallahu alaihi was sallam tidak ada lagi agama dan keimanan kecuali dengan mengikuti
beliau shallallahu alaihi was sallam.
Jadi siapa yang mengatakan bahwa setelah diutusnya Nabi shallallahu alaihi was
sallam manusia tidak harus mentaati beliau dan mereka boleh tetap memeluk agama Yahudi
dan agama Nashara serta menyatakan bahwa itu adalah agama yang benar, maka dia kafir
dan murtad dari agama Islam. Kita memohon keselamatan kepada Allah.
Orang yang mengatakan bahwa Yahudi dan Nashara adalah saudara-saudara kita
dan bahwasanya mereka juga adalah orang-orang yang beriman, orang tersebut bisa jadi
dia tidak mengimani keumuman risalah Nabi shallallahu alaihi was sallam, maka ini
merupakan kekafiran. Kita berlindung kepada Allah darinya.
Katakanlah: “Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian
seluruhnya, yaitu Dzat Yang memiliki kerajaan langit dan bumi; tidak ada yang berhak
disembah selain Dia, Dialah yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kalian
kepada Allah dan Rasul-Nya, yaitu seorang nabi yang ummi (yang tidak mengetahui baca
tulis –pent) yang dia beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya, dan ikutilah dia
supaya kalian mendapat petunjuk.” (QS. Al-A‟raf: 158)
Jadi orang tersebut bisa jadi dia mengingkari keumuman risalah Nabi shallallahu
alaihi was sallam, maka ini merupakan kekafiran. Namun bisa jadi dia mengimani
keumuman risalah, hanya saja dia menganggap bahwa agama Yahudi merupakan
keimanan kepada Rasul dan agama Nashara juga merupakan keimanan kepada Rasul,
padahal mereka menyatakan bahwa Allah adalah ketiga dari yang tiga (trinitas –pent)! Maka
ini lebih parah kekafirannya, kita berlindung kepada Allah darinya dan memohon
keselamatan kepada-Nya.
Sumber artikel: http://www.alfawzan.af.org.sa/index.php?q=node/9657
BOLEHKAH UPAYA PENDEKATAN ANTAR AGAMA
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah
| | |
Penanya:
Semoga Allah berbuat baik kepada Anda, penanya dari Libya mengatakan:
“Sebagian dai menempuh manhaj atau metode baru yang diada-adakan yang dinamakan
“Pendekatan Antar Agama” dengan dalih bahwa kita semua memiliki kitab. Apakah
semacam ini termasuk bentuk loyalitas?”
Asy-Syaikh:
Ini termasuk kekafiran, bukan sebatas loyalitas bahkan termasuk kekafiran. Jika
menganggap benar keyakinan Yahudi dan keyakinan Nashara sebagai agama yang benar
maka ini merupakan kekafiran terhadap Allah, kita berlindung kepada Allah darinya. Karena
Allah telah memastikan kekafiran Yahudi dan Nashara setelah diutusnya Muhammad
shallallahu alaihi was sallam jika mereka tidak mau mengikuti beliau.
Dan semua yang tidak mengikuti Muhammad shallallahu alaihi was sallam apakah
dia seorang Yahudi atau Nashara atau penyembah berhala atau makhluk apapun dia yaitu
jin dan manusia maka dia kafir dan di neraka. Rasulullah shallallahu alaihi was sallam
shallallahu alaihi was sallam:
“Tidaklah seorang pun yang mendengar kenabianku apakah dia seorang Yahudi atau
Nashara, lalu dia tidak mau beriman dengan ajaran yang kubawa, kecuali dia pasti masuk
neraka.” (HR. Muslim no. 153 –pent)
Bagaimana mereka dikatakan sebagai orang-orang yang beriman sementara mereka
menyatakan bahwa Allah adalah ketiga dari yang tiga (trinitas –pent)?! Apakah orang-orang
yang semacam itu beriman dalam keadaan mereka menyatakan bahwa Allah adalah ketiga
dari yang tiga?! Mereka juga kafir atau tidak beriman kepada Muhammad shallallahu alaihi
was sallam dan menentang kerasulan beliau, lalu ada yang menyatakan bahwa mereka
adalah orang-orang yang beriman. Yahudi sendiri menentang kerasulan Al-Masih Isa alaihis
salam dan mengatakan bahwa beliau adalah anak pelacur, dan juga menentang kerasulan
Muhammad shallallahu alaihi was sallam, lalu ada yang menyatakan bahwa mereka adalah
orang-orang yang beriman.
Siapa yang mengatakan demikian ini?! Jadi tidak ada agama yang benar selain
agama Islam yang Muhammad shallallahu alaihi was sallam diutus dengannya. Adapun
selainnya maka bisa jadi merupakan agama yang bathil atau agama yang telah dihapus
(tidak berlaku lagi –pent), selesai sudah waktu mengamalkannya.
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah
25 fatwa ulama ahlus sunnah

More Related Content

What's hot

Adakah pacaran islami
Adakah pacaran islamiAdakah pacaran islami
Adakah pacaran islami
tengkiu
 
Pendidikan Syariah Islamiah
Pendidikan Syariah IslamiahPendidikan Syariah Islamiah
Pendidikan Syariah Islamiah
abunasih
 
Pacaran menurut islam tugas agama new
Pacaran menurut islam tugas agama newPacaran menurut islam tugas agama new
Pacaran menurut islam tugas agama new
fiorenet
 
Pembahasan ringkas tentang zina
Pembahasan ringkas tentang zinaPembahasan ringkas tentang zina
Pembahasan ringkas tentang zina
yanto abdulah
 
Al akhlaaqul mahmuudah
Al akhlaaqul mahmuudahAl akhlaaqul mahmuudah
Al akhlaaqul mahmuudah
Azam Safari
 

What's hot (18)

Adakah pacaran islami
Adakah pacaran islamiAdakah pacaran islami
Adakah pacaran islami
 
Pendidikan syari'ah islamiah
Pendidikan syari'ah islamiahPendidikan syari'ah islamiah
Pendidikan syari'ah islamiah
 
Pendidikan Syariah Islamiah
Pendidikan Syariah IslamiahPendidikan Syariah Islamiah
Pendidikan Syariah Islamiah
 
Pp hudi
Pp hudiPp hudi
Pp hudi
 
Pandangan Islam Mengenai Pacaran
Pandangan Islam Mengenai PacaranPandangan Islam Mengenai Pacaran
Pandangan Islam Mengenai Pacaran
 
PPT Nikah 4 Mazhab
PPT Nikah 4 MazhabPPT Nikah 4 Mazhab
PPT Nikah 4 Mazhab
 
Pacaran menurut islam tugas agama new
Pacaran menurut islam tugas agama newPacaran menurut islam tugas agama new
Pacaran menurut islam tugas agama new
 
Intervensi Al-Ghazali dalam mencegah penyakit hati: Suka Mengumpat
Intervensi Al-Ghazali dalam mencegah penyakit hati: Suka MengumpatIntervensi Al-Ghazali dalam mencegah penyakit hati: Suka Mengumpat
Intervensi Al-Ghazali dalam mencegah penyakit hati: Suka Mengumpat
 
Materi ceramah
Materi ceramahMateri ceramah
Materi ceramah
 
Pembahasan ringkas tentang zina
Pembahasan ringkas tentang zinaPembahasan ringkas tentang zina
Pembahasan ringkas tentang zina
 
Presentation1 (tasawuf perbandingan)
Presentation1 (tasawuf perbandingan)Presentation1 (tasawuf perbandingan)
Presentation1 (tasawuf perbandingan)
 
Zina Kelas X
Zina Kelas X Zina Kelas X
Zina Kelas X
 
Mengenal Riba
Mengenal RibaMengenal Riba
Mengenal Riba
 
Jenayah 3
Jenayah 3Jenayah 3
Jenayah 3
 
Fiqih Riba
Fiqih RibaFiqih Riba
Fiqih Riba
 
Al akhlaaqul mahmuudah
Al akhlaaqul mahmuudahAl akhlaaqul mahmuudah
Al akhlaaqul mahmuudah
 
Menjaga lidah
Menjaga lidahMenjaga lidah
Menjaga lidah
 
Jenayah 2
Jenayah 2Jenayah 2
Jenayah 2
 

Similar to 25 fatwa ulama ahlus sunnah

Ensiklopedia jual beli dalam islam
Ensiklopedia jual beli dalam islamEnsiklopedia jual beli dalam islam
Ensiklopedia jual beli dalam islam
Edi Awaludin
 
Risalah tentangsihirdanperdukunan
Risalah tentangsihirdanperdukunanRisalah tentangsihirdanperdukunan
Risalah tentangsihirdanperdukunan
mr_haryono
 
Hukum shodaqoh
Hukum shodaqohHukum shodaqoh
Hukum shodaqoh
alaulawy
 
Dakwah islam melalui pacaran
Dakwah islam melalui pacaranDakwah islam melalui pacaran
Dakwah islam melalui pacaran
An-Nafa Alfauzan
 

Similar to 25 fatwa ulama ahlus sunnah (20)

Transaksi yang dilarang islam
Transaksi yang dilarang islamTransaksi yang dilarang islam
Transaksi yang dilarang islam
 
Ensiklopedia jual beli dalam islam
Ensiklopedia jual beli dalam islamEnsiklopedia jual beli dalam islam
Ensiklopedia jual beli dalam islam
 
Qawaid fiqh pt 2
Qawaid fiqh  pt 2Qawaid fiqh  pt 2
Qawaid fiqh pt 2
 
Trend takfiri bagaimana mengatasinya
Trend takfiri bagaimana mengatasinyaTrend takfiri bagaimana mengatasinya
Trend takfiri bagaimana mengatasinya
 
Shodaqoh.docx
Shodaqoh.docxShodaqoh.docx
Shodaqoh.docx
 
Makalah adab bertamu copy
Makalah adab bertamu   copyMakalah adab bertamu   copy
Makalah adab bertamu copy
 
Makalah adab bertamu
Makalah adab bertamuMakalah adab bertamu
Makalah adab bertamu
 
Portofoli ooktober
Portofoli ooktoberPortofoli ooktober
Portofoli ooktober
 
Shodaqoh.pdf
Shodaqoh.pdfShodaqoh.pdf
Shodaqoh.pdf
 
Pledoi rs ummi hrs
Pledoi rs ummi hrsPledoi rs ummi hrs
Pledoi rs ummi hrs
 
Risalah tentangsihirdanperdukunan
Risalah tentangsihirdanperdukunanRisalah tentangsihirdanperdukunan
Risalah tentangsihirdanperdukunan
 
Cara pengobatan dengan_quran
Cara pengobatan dengan_quranCara pengobatan dengan_quran
Cara pengobatan dengan_quran
 
Perdagangan online dalam islam
Perdagangan online dalam islamPerdagangan online dalam islam
Perdagangan online dalam islam
 
Anjuran Bershodaqoh
Anjuran BershodaqohAnjuran Bershodaqoh
Anjuran Bershodaqoh
 
Tabayyun
TabayyunTabayyun
Tabayyun
 
Slide sadd al dzar'i
Slide sadd al dzar'iSlide sadd al dzar'i
Slide sadd al dzar'i
 
Hukum shodaqoh
Hukum shodaqohHukum shodaqoh
Hukum shodaqoh
 
Kaidah & usul bid'ah
Kaidah & usul bid'ahKaidah & usul bid'ah
Kaidah & usul bid'ah
 
Dakwah islam melalui pacaran
Dakwah islam melalui pacaranDakwah islam melalui pacaran
Dakwah islam melalui pacaran
 
Berulang kali melakukan haji dan umrah
Berulang kali melakukan haji dan umrahBerulang kali melakukan haji dan umrah
Berulang kali melakukan haji dan umrah
 

More from Rachardy Andriyanto

More from Rachardy Andriyanto (20)

Panduan MPLS 2022 Fix Final.pdf
Panduan MPLS 2022 Fix Final.pdfPanduan MPLS 2022 Fix Final.pdf
Panduan MPLS 2022 Fix Final.pdf
 
Kalender pendidikan 2022-2023.pdf
Kalender pendidikan 2022-2023.pdfKalender pendidikan 2022-2023.pdf
Kalender pendidikan 2022-2023.pdf
 
Kalender Pendidikan 2022 2023.pdf
 Kalender Pendidikan 2022 2023.pdf Kalender Pendidikan 2022 2023.pdf
Kalender Pendidikan 2022 2023.pdf
 
Digital mindset and_behaviour_idt_250064
Digital mindset and_behaviour_idt_250064Digital mindset and_behaviour_idt_250064
Digital mindset and_behaviour_idt_250064
 
1999 dream-theater-metropolis-pt-2-scenes-from-a-memorypdf
1999 dream-theater-metropolis-pt-2-scenes-from-a-memorypdf1999 dream-theater-metropolis-pt-2-scenes-from-a-memorypdf
1999 dream-theater-metropolis-pt-2-scenes-from-a-memorypdf
 
kalender 2022
kalender 2022kalender 2022
kalender 2022
 
Puebi pedoman umum ejaan bahasa indonesia resmi kemendikbud
Puebi  pedoman umum ejaan bahasa indonesia resmi kemendikbudPuebi  pedoman umum ejaan bahasa indonesia resmi kemendikbud
Puebi pedoman umum ejaan bahasa indonesia resmi kemendikbud
 
Nikond5100 tombol
Nikond5100 tombolNikond5100 tombol
Nikond5100 tombol
 
Etude Matteo Carcassi
Etude Matteo CarcassiEtude Matteo Carcassi
Etude Matteo Carcassi
 
STANDARDISASI KONTEN AUDIOVISUAL
STANDARDISASI KONTEN AUDIOVISUALSTANDARDISASI KONTEN AUDIOVISUAL
STANDARDISASI KONTEN AUDIOVISUAL
 
Kalender pendidikan 2021-2022
Kalender pendidikan 2021-2022Kalender pendidikan 2021-2022
Kalender pendidikan 2021-2022
 
Raspberry Pi IoT Projects
Raspberry Pi IoT ProjectsRaspberry Pi IoT Projects
Raspberry Pi IoT Projects
 
THE Official RASPBERRY PI PROJECTS BOOK
THE Official RASPBERRY PI PROJECTS BOOKTHE Official RASPBERRY PI PROJECTS BOOK
THE Official RASPBERRY PI PROJECTS BOOK
 
Spektrum kurikulum
Spektrum kurikulumSpektrum kurikulum
Spektrum kurikulum
 
Struktur kurikulum (1)
Struktur kurikulum (1)Struktur kurikulum (1)
Struktur kurikulum (1)
 
Mars SMK Kartini Jember
Mars SMK Kartini JemberMars SMK Kartini Jember
Mars SMK Kartini Jember
 
Mind mapping moodboard
Mind mapping moodboardMind mapping moodboard
Mind mapping moodboard
 
Wsc2022 wsos08 mobile_applications_development
Wsc2022 wsos08 mobile_applications_developmentWsc2022 wsos08 mobile_applications_development
Wsc2022 wsos08 mobile_applications_development
 
Wsc2022 wsos50 3_d_digital_game_art
Wsc2022 wsos50 3_d_digital_game_artWsc2022 wsos50 3_d_digital_game_art
Wsc2022 wsos50 3_d_digital_game_art
 
Wsc2022 wsos17 web_technologies
Wsc2022 wsos17 web_technologiesWsc2022 wsos17 web_technologies
Wsc2022 wsos17 web_technologies
 

Recently uploaded

Presentasi-ruang-kolaborasi-modul-1.4.doc
Presentasi-ruang-kolaborasi-modul-1.4.docPresentasi-ruang-kolaborasi-modul-1.4.doc
Presentasi-ruang-kolaborasi-modul-1.4.doc
LeoRahmanBoyanese
 
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwuPenjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
Khiyaroh1
 
Materi Bid PPM Bappeda Sos Pemutakhiran IDM 2024 di kec Plumbon.pptx
Materi Bid PPM Bappeda Sos Pemutakhiran  IDM 2024 di kec Plumbon.pptxMateri Bid PPM Bappeda Sos Pemutakhiran  IDM 2024 di kec Plumbon.pptx
Materi Bid PPM Bappeda Sos Pemutakhiran IDM 2024 di kec Plumbon.pptx
AvivThea
 
Lokakarya Kepemimpinan Sekolah 1_Mei 2024.pptx
Lokakarya Kepemimpinan Sekolah 1_Mei 2024.pptxLokakarya Kepemimpinan Sekolah 1_Mei 2024.pptx
Lokakarya Kepemimpinan Sekolah 1_Mei 2024.pptx
Hermawati Dwi Susari
 
Laporan Guru Piket Bukti Dukung PMM - www.kherysuryawan.id (1) (1).pdf
Laporan Guru Piket Bukti Dukung PMM - www.kherysuryawan.id (1) (1).pdfLaporan Guru Piket Bukti Dukung PMM - www.kherysuryawan.id (1) (1).pdf
Laporan Guru Piket Bukti Dukung PMM - www.kherysuryawan.id (1) (1).pdf
SriHandayaniLubisSpd
 

Recently uploaded (20)

LAPORAN SATUAN PENDIDIKAN 211 sabadolok.docx
LAPORAN SATUAN PENDIDIKAN 211 sabadolok.docxLAPORAN SATUAN PENDIDIKAN 211 sabadolok.docx
LAPORAN SATUAN PENDIDIKAN 211 sabadolok.docx
 
LK 1 - 5T Keputusan Pemimpin Berdampak.docx
LK 1 - 5T Keputusan Pemimpin Berdampak.docxLK 1 - 5T Keputusan Pemimpin Berdampak.docx
LK 1 - 5T Keputusan Pemimpin Berdampak.docx
 
MODUL AJAR SENI TARI KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI TARI KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI TARI KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI TARI KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Presentasi-ruang-kolaborasi-modul-1.4.doc
Presentasi-ruang-kolaborasi-modul-1.4.docPresentasi-ruang-kolaborasi-modul-1.4.doc
Presentasi-ruang-kolaborasi-modul-1.4.doc
 
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwuPenjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
Penjelasan Asmaul Khomsah bahasa arab nahwu
 
PPT TUGAS DISKUSI KELOMPOK 3 KELAS 224 MODUL 1.4.pdf
PPT TUGAS DISKUSI KELOMPOK 3 KELAS 224 MODUL 1.4.pdfPPT TUGAS DISKUSI KELOMPOK 3 KELAS 224 MODUL 1.4.pdf
PPT TUGAS DISKUSI KELOMPOK 3 KELAS 224 MODUL 1.4.pdf
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Laporan observasi sri handayani lubis.pdf
Laporan observasi sri handayani lubis.pdfLaporan observasi sri handayani lubis.pdf
Laporan observasi sri handayani lubis.pdf
 
Materi Bid PPM Bappeda Sos Pemutakhiran IDM 2024 di kec Plumbon.pptx
Materi Bid PPM Bappeda Sos Pemutakhiran  IDM 2024 di kec Plumbon.pptxMateri Bid PPM Bappeda Sos Pemutakhiran  IDM 2024 di kec Plumbon.pptx
Materi Bid PPM Bappeda Sos Pemutakhiran IDM 2024 di kec Plumbon.pptx
 
RPP 1 Lembar Prakarya Kelas 8 Semester 2 (gurusekali.com).docx
RPP 1 Lembar Prakarya Kelas 8 Semester 2 (gurusekali.com).docxRPP 1 Lembar Prakarya Kelas 8 Semester 2 (gurusekali.com).docx
RPP 1 Lembar Prakarya Kelas 8 Semester 2 (gurusekali.com).docx
 
Lokakarya Kepemimpinan Sekolah 1_Mei 2024.pptx
Lokakarya Kepemimpinan Sekolah 1_Mei 2024.pptxLokakarya Kepemimpinan Sekolah 1_Mei 2024.pptx
Lokakarya Kepemimpinan Sekolah 1_Mei 2024.pptx
 
Laporan Guru Piket Bukti Dukung PMM - www.kherysuryawan.id (1) (1).pdf
Laporan Guru Piket Bukti Dukung PMM - www.kherysuryawan.id (1) (1).pdfLaporan Guru Piket Bukti Dukung PMM - www.kherysuryawan.id (1) (1).pdf
Laporan Guru Piket Bukti Dukung PMM - www.kherysuryawan.id (1) (1).pdf
 
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Materi: Mengapa tidak memanfaatkan Media ?
Materi: Mengapa tidak memanfaatkan Media ?Materi: Mengapa tidak memanfaatkan Media ?
Materi: Mengapa tidak memanfaatkan Media ?
 
#05 SOSIALISASI JUKNIS BOK 2024 Canva_124438.pptx
#05 SOSIALISASI JUKNIS BOK 2024 Canva_124438.pptx#05 SOSIALISASI JUKNIS BOK 2024 Canva_124438.pptx
#05 SOSIALISASI JUKNIS BOK 2024 Canva_124438.pptx
 
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Tugas Mandiri 1.4.a.4.4.pdf Ninik Widarsih
Tugas Mandiri 1.4.a.4.4.pdf Ninik WidarsihTugas Mandiri 1.4.a.4.4.pdf Ninik Widarsih
Tugas Mandiri 1.4.a.4.4.pdf Ninik Widarsih
 
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Slide Kick Off for Public - Google Cloud Arcade Facilitator 2024.pptx
Slide Kick Off for Public - Google Cloud Arcade Facilitator 2024.pptxSlide Kick Off for Public - Google Cloud Arcade Facilitator 2024.pptx
Slide Kick Off for Public - Google Cloud Arcade Facilitator 2024.pptx
 

25 fatwa ulama ahlus sunnah

  • 1.
  • 2. BOLEHKAH TEMPAT USAHA YANG PADANYA TERJADI CAMPUR BAUR ANTARA PRIA DAN WANITA (Asy-Syaikh Ubaid bin Abdillah Al-Jabiry hafizhahullah) Pertanyaan: Semoga Allah memberkahi Anda wahai syaikh kami, Di tempat kami di negeri timur Asia terdapat rumah-rumah makan yang kebiasaannya para pengunjungnya dari kalangan pria dan wanita sehingga seringnya terjadi ikhtilath dan sebagian kemungkaran. Maka apakah pemilik rumah-rumah makan tersebut berdosa atasnya dan apakah hal itu teranggap saling membantu dalam dosa dan permusuhan? Jawaban: Jika dia benar-benar seorang muslim maka tidak halal hal seperti ini baginya. Hendaknya dia berusaha memisah antara pria dengan wanita, dan tidak halal baginya untuk membiarkan mereka duduk di samping pria. Adapun berkaitan dengan melarang maka saya kira hal itu tidak mudah baginya, karena negara- negara kafir mengharuskan, dan barangsiapa dari kaum Muslimin yang meniru mereka maka mereka akan mengharuskannya. Tetapi hendaknya dia membuat tirai pembatas sebisa mungkin, dan jangan sampai misalnya dia membiarkan orang minum khamer, menari, dan hal yang sia- sia. Jangan sampai dia membiarkan hal ini, walaupun hal itu membuatnya terpaksa harus menutup rumah makan tersebut. Dan hendaklah dia percaya dengan janji Allah: “Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah maka pasti Dia akan memberikan jalan keluar bagi kesulitannya dan akan memberinya rezeki dari arah yang tidak dia sangka-sangka, dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah maka Dia akan mencukupinya.” (QS. Ath-Thalaq: 2-3) Sumber audio dan transkripnya : http://ar.miraath.net/fatwah/10512 Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=8918
  • 3. SAHKAH MENIKAH YANG KEDUA TANPA SURAT NIKAH (Asy-Syaikh Zaid bin Muhammad Al-Madkhaly rahimahullah) Pertanyaan: Semoga Allah senantiasa melimpahkan kebaikan-Nya kepada Anda, penanya dari Perancis mengatakan: “Bolehkah bagi saya untuk menikah dengan istri yang kedua dengan akad yang diakui oleh adat-istiadat saja, karena poligami dilarang di negara saya?” Jawaban: Apa yang dimaksud dengan akad yang diakui oleh adat-istiadat tersebut?! Jika hal tersebut maksudnya adalah dengan hanya mencukupkan dengan akad yang dilakukan oleh wali si wanita dan hadirnya dua orang saksi yang adil, jika maksudnya tersebut adalah seperti ini maka pernikahan tersebut sah dan akadnya sah. Namun jika maksudnya lain maka kami tidak tahu dan kami tidak bisa menetapkan fatwa hukumnya. Hanya saja seperti ini dugaan kuatnya yaitu bahwa yang dimaksud dengan pernikahan yang diakui oleh adat adalah yang tidak dicatatkan di kantor pemerintah, tetapi hanya dilakukan di tengah-tengah kabilah (suku atau masyarakat –pent) dengan kehadiran pihak yang mengurusi akad, wali, pihak yang menikah atau perwakilannya, atau wali juga bisa diwakilkan, dan dua orang saksi, kemudian dilaksanakan akad. Yang semacam ini boleh dan teranggap pernikahan yang sah menurut syari’at, walaupun tidak dicatatkan pada kantor pemerintah yang melarang apa yang diperbolehkan dan disyariatkan oleh Allah Azza wa Jalla. Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=8689 BOLEHKAH SHALAT DI MASJID AHLI BID’AH (Asy-Syaikh Abdullah Al-Bukhary hafizhahullah) Pertanyaan: Semoga Allah melimpahkan kebaikannya kepada Anda, wahai syaikh kami, di negeri kami terdapat dua masjid, salah satu dari keduanya milik Ahlus Sunnah sedangkan yang lainnya milik ahli bid’ah, maka bolehkah bagi saya untuk mengerjakan shalat di masjid ahli bid’ah kadang-kadang saja, tujuannya untuk menasehati orang-orang awam? Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan.
  • 4. Jawaban: Orang-orang awam yang ingin engkau nasehati itu –baarakallahu fiikum– jika mereka tidak mengetahui keadaan ahli bid’ah tersebut berupa kesesatan yang ada pada mereka dan engkau orang yang memiliki kemampuan untuk menyampaikan nasehat dan menjelaskan kebenaran kepada mereka serta mengingatkan mereka dengan ajaran As-Sunnah, maka tidak mengapa engkau menasehati mereka jika engkau benar-benar memiliki kemampuan untuk melakukannya, jika orang-orang awam tersebut tidak mampu untuk membedakan dan tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang bathil. Tetapi jika ahli bid’ah akan memanfaatkan keberadaanmu di masjid tersebut sehingga jumlah mereka menjadi bertambah banyak atau mereka semakin meramaikannya, maka keselamatan itu sesuatu yang tidak bisa digantikan dengan apapun. Jangan engkau masukkan dirimu ke dalam tempat yang membahayakan dan jangan membingungkan dirimu dan saudara-saudaramu (sesama Ahlus Sunnah –pent). Siapa yang engkau kenal dari orang-orang awam tersebut maka datanglah ke rumahnya dan nasehatilah dia! Namun jika keberadaanmu tidak akan dimanfaatkan, mereka tidak mempedulikan dirimu, dan mereka tidak mengenal sama sekali siapa engkau, maka demi tujuan yang mulia ini jika engkau benar-benar memiliki kemampuan untuk menyampaikan nasehat dan engkau memiliki sebab yang menuntut untuk menyampaikannya, maka tidak masalah in syaa Allah Ta’ala. Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=8448 APAKAH SESEORANG MENDAPATKAN PAHALA JIKA MELAKUKAN KEBAIKAN TANPA DISERTAI NIAT KARENA ALLAH (Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah) Pertanyaan: Seseorang terkadang melakukan kebaikan, hanya saja mungkin di dalam lubuk hatinya tidak meniatkan kebaikan dan tidak pula keburukan, apakah dia mendapatkan pahala atasnya? Jawaban: Tidak, karena Rasulullah shallallahu alaihi was sallam bersabda:
  • 5. “Hanyalah amal-amal itu diberi balasan sesuai dengan niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan balasan sesuai dengan apa yang telah dia niatkan.” Maka jika seseorang melakukan sesuatu tanpa meniatkan untuk mendapatkan pahala dan tidak meniatkan untuk mendapatkan ganjaran, maka dia tidak akan mendapatkan pahala. Sumber artike : http://www.albaidha.net/vb/showthread.php?t=54411 Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=7892 BOLEHKAH MENJUAL BARANG LANGSUNG DARI TEMPAT MEMBELINYA (Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah) Pertanyaan: Sebagian pedagang membeli barang, kemudian dia tidak segera mengambil barang tersebut dan tidak melihatnya langsung, tetapi dia akan mengambilnya sewaktu-waktu dengan kwitansi dan tetap meletakkan barangnya tersebut di gudang penjual yang dia membeli darinya. Kemudian dia menjualnya ke orang lain (baik serah terima barangnya di tempat maupun dengan cara mengirimkannya ke pembeli lain –pent) ketika barang itu masih berada di gudang penjual pertama tadi. Bagaimana hukum hal tersebut? Jawaban: Tidak boleh bagi pembeli untuk menjual barang tersebut selama masih berada pada penjual sampai pembeli tersebut menerimanya dan memindahkannya ke rumahnya atau ke pasar. Hal ini berdasarkan riwayat dari Nabi shallallahu alaihi was sallam dalam hadits-hadits yang shahih tentang hal tersebut, diantaranya adalah sabda beliau shallallahu alaihi was sallam: “Tidak boleh hutang dan jual beli sekaligus dalam satu transaksi, dan tidak halal menjual apa yang tidak engkau miliki.” Diriwayatkan oleh Ahmad dan para penyusun kitab As-Sunan dengan sanad shahih. (Al-Albany rahimahullah berkata dalam Shahih Sunan Abu Dawud II/374 no. 3504: “Hasan shahih.” –pent) Juga berdasarkan sabda beliau shallallahu alaihi was sallam kepada Hakim bin Hizam:
  • 6. “Janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak engkau miliki.” Dikeluarkan oleh para imam hadits yang lima kecuali Abu Dawud dengan sanad jayyid. (Al-Albany rahimahullah berkata dalam Irwa’ul Ghalil no. 1292: “Shahih.” –pent) Juga berdasarkan riwayat dari Zaid bin Tsabit dari Nabi shallallahu alaihi was sallam: “Beliau melarang menjual barang di tempat barang tersebut dibeli, sampai para pedagang memindahkannya ke tempat mereka sendiri.” Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim. (Al-Albany rahimahullah berkata dalam Shahih Sunan Abu Dawud II/373 no. 3499: “Hasan berdasarkan riwayat sebelumnya.” –pent) Jadi siapa yang membeli barang maka tidak boleh baginya untuk menjualnya sampai dia memindahkan barang yang telah dibelinya tersebut ke rumahnya atau ke tempat yang lain seperti pasar misalnya, hal ini berdasarkan hadits-hadits yang telah disebutkan tadi. Sumber artikel: Majmuu’ul Fataawaa, XIX/121-122 Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=7842 BOLEHKAH MEMBERIKAN KARTU DISKON BELANJA (Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah) Pertanyaan: Sebagian supermarket memiliki kartu yang diberikan kepada pelanggan, ketika berbelanja Anda akan diberi poin sesuai nilai barang yang Anda beli, dari sana poin-poin tersebut akan diganti dengan barang yang mereka tentukan, dan dengan kartu ini Anda bisa mendapatkan harga diskon? Jawaban: Ini semua termasuk perjudian sehingga tidak boleh, jika seorang pelanggan membutuhkan barang hendaklah dia pergi ke pasar, tinggalkan cara-cara buruk semacam ini, yaitu membeli barang dengan iming-iming siapa yang cepat atau beruntung maka dia akan mendapat hadiah, tinggalkan karena itu merupakan perjudian. Konsumen akan membeli ke mereka dan tidak mau membeli ke selain mereka, jadi mereka memalingkan manusia dari tempat belanja yang lain, sehingga mereka merugikan orang lain.
  • 7. Nabi shallallahu alaihi was sallam melarang mencegat orang-orang yang ingin menjual barangnya sebelum sampai ke pasar. Beliau juga melarang orang kota menjualkan barang orang desa. Hal itu bertujuan agar keuntungan bisa didapatkan oleh semua orang yang ada di pasar dan tidak ada seorang pun memiliki kelebihan atas orang lain. Misalnya dengan engkau memberikan berbagai hadiah agar manusia hanya membeli kepadamu dan engkau menyebabkan pembeli tidak mau belanja ke orang lain. Kemudian barang yang diterima oleh pembeli semacam ini tidak boleh hukumnya, karena itu didapatkan tanpa mengeluarkan apapun. Dia mendapatkannya hanya sebagai imbalan dari kartu tadi yang tujuannya untuk mengarahkan manusia agar berbelanja ke toko mereka atau tempat jualan mereka serta merugikan penjual yang lain. Tidak boleh merugikan orang lain sebagaimana tidak boleh merugikan diri sendiri. Yang semacam ini tidak boleh. Sumber audio: http://www.albaidha.net/vb/showthread.php?t=54279 Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=7791 BOLEHKAH MENJUAL BARANG ORANG LAIN Pertanyaan: Seorang pelanggan datang kepada saya dan meminta barang tertentu, namun barang yang dia inginkan itu tidak ada pada saya, tetapi barang tersebut ada di toko lain, dan harganya di toko lain tersebut misalnya 100 Riyal. Maka orang yang ingin membeli tersebut berkata kepada saya setelah memintanya: “Berapa harganya?” Saya jawab: “Harganya 150 Riyal.” Lalu dia berkata kepada saya: “Tidak masalah, bawakan barang itu kepada saya!” Jika saya membeli barang barang tersebut seharga 100 Riyal dan saya jual kepadanya seharga 150 Riyal, apakah semacam ini boleh? Atau bolehkah saya meminta kepadanya agar memberi saya senilai harga jual barang tersebut yaitu 150 Riyal, lalu saya belikan barang tersebut seharga 100 Riyal dan saya mengambil sisanya yang 50 Riyal tadi yang saya anggap keuntungan sebagai imbalan atas keletihan dan usaha saya? Jika tidak boleh maka bagaimana yang wajib kami lakukan, dan apakah jual beli semacam ini teranggap jual beli barang yang tidak dimiliki oleh seseorang?
  • 8. Jawaban: Jual beli yang sifatnya disebutkan tadi adalah jual beli apa yang tidak engkau miliki dan yang tidak ada padamu. Maka tidak boleh memperjualbelikan barang tadi sampai engkau mengambilnya dan memindahkannya ke tempatmu (tidak harus ke rumah atau ke tokonya terlebih dahulu, tetapi bisa di kendaraan terus diserahkan ke pembeli –pent). Jika engkau telah memiliki barang tersebut maka boleh bagimu untuk menjualnya ke pembeli dengan harga yang kalian sepakati berdua dan dengan keridhaan kalian berdua dengan keuntungan yang bisa memberi manfaat bagi dirimu namun tidak merugikan pembeli. Tetapi jika pembeli mewakilkan kepadamu untuk membeli barang tertentu, maka tidak boleh bagimu untuk mengambil lebih dari harga barang tersebut, karena orang yang diminta mewakili adalah orang yang dipercaya. Jika pembeli tersebut memberimu sejumlah uang secara suka rela sebagai imbalan bagi keletihanmu, maka halal bagimu untuk mengambilnya dalam keadaan seperti ini.. Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhutsil Ilmiyyah wal Ifta’ Tertanda: Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz Anggota: - Abdul Aziz Alus Syaikh Shalih Al-Fauzan Bakr Abu Zaid Sumber artikel: Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhutsil Ilmiyyah wal Ifta’, XIII/260-261, fatwa no. 19912 Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=7739 BOLEHKAH DALAM JUAL BELI MENENTUKAN SYARAT: “BARANG BISA DITUKAR, TETAPI UANG TIDAK BISA DIKEMBALIKAN” Pertanyaan: Bagaimana menurut Anda –baarakallahu fiikum– tentang apa yang dilakukan oleh sebagian pedagang berupa kesepakatan dengan pembeli bahwa pembeli boleh mengembalikan barang yang dia beli jika dia menginginkan, namun dia tidak boleh meminta kembali uang yang dibayarkan, tetapi dia boleh memilih barang lain yang
  • 9. ada pada penjual yang dia inginkan yang seharga dengan barang yang dikembalikan. Kalau dia tidak mendapatkan barang yang sesuai pada penjual, maka penjual menulis uang pembayaran si pembeli, tujuannya jika kapan saja dia ingin membeli sesuatu dari toko tersebut dia bisa menggunakan uang tersebut sebagai deposit? Jawaban: Boleh mensyaratkan untuk menentukan pilihan atau keputusan dalam jual beli untuk jangka waktu tertentu, dan pembeli boleh mengembalikan barang yang telah dia beli dalam waktu yang telah disepakati tersebut, dan dia boleh mengambil kembali uang yang telah dia bayarkan kepada penjual, karena itu adalah hartanya. Adapun pensyaratan tidak boleh meminta kembali uang yang telah dibayarkan oleh si pembeli dan hanya boleh digunakan untuk membeli barang yang lain kepada si penjual, maka ini merupakan syarat yang bathil dan tidak boleh diterapkan. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi was sallam: “Semua syarat yang tidak ada di dalam Kitabullah adalah bathil, walaupun ada 100 syarat.” (HR. Al-Bukhary no. 2155 dan Muslim no. 1504 –pent) Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhutsil Ilmiyyah wal Ifta’ Tertanda : Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz Anggota: - Abdullah bin Ghudayyan Shalih Al-Fauzan Abdul Aziz Alus Syaikh Bakr Abu Zaid Sumber artikel: Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhutsil Ilmiyyah wal Ifta’, XIII/199, fatwa no. 19804 Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=7613
  • 10. MUNGKINKAH MELIHAT ALLAH DALAM MIMPI (Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah) Pertanyaan: Semoga Allah berbuat baik kepada Anda wahai Shahibul Fadhilah, penanya ini mengatakan apakah mungkin Allah Jalla wa Ala dilihat dalam mimpi? Jawaban: Ya termasuk hal yang mungkin, termasuk hal yang mungkin Dia dilihat dalam mimpi. Mimpi bukan dalam keadaan berjaga. Kita menafikan hal ini hanyalah dalam keadaan berjaga di dunia. Adapun dalam mimpi maka hal itu mungkin terjadi bagi siapa yang pantas untuk mendapatkannya, bagi yang memang pantas mendapatkannya. Kalau misalnya ada seseorang dari ahli khurafat mengatakan: “Saya telah bermimpi melihat Allah.” Maka tidak diterima ucapannya tersebut. Kalau dia termasuk ahli iman, akidah, dan ilmu, maka mungkin saja dia bisa bermimpi melihat Allah. Adapun jika dia termasuk ahli khurafat dan para pendusta maka ucapannya tidak dibenarkan. Sumber artikel: http://www.albaidha.net/vb/showthread.php?t=54030 Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=7419 BOLEHKAH SYARAT “BARANG TIDAK BOLEH DIKEMBALIKAN DAN TIDAK BISA” DITUKAR DALAM JUAL BELI Pertanyaan: Apa hukum syari’at menulis ungkapan “Barang yang dibeli tidak boleh dikembalikan atau ditukar” yang ditulis oleh sebagian toko di faktur yang mereka keluarkan, dan apakah syarat semacam ini boleh menurut syari’at, dan apa nasehat Anda tentang perkara ini? Jawaban: Menjual barang dengan syarat tidak boleh dikembalikan dan tidak boleh ditukar adalah tidak boleh, karena itu merupakan syarat yang tidak sah karena mengandung tindakan merugikan pihak lain dan tindakan menyembunyikan cacat barang yang dijual, juga karena tujuan dari penjual dengan membuat syarat
  • 11. semacam ini adalah mengharuskan pembeli untuk menerima barang walaupun barang tersebut memiliki cacat, sementara penentuan syarat semacam ini tidak bisa membersihkan cacat yang ada pada barang tersebut. Jadi seandainya barang tersebut memiliki cacat, maka pembeli boleh untuk meminta ganti dengan barang yang tidak memiliki cacat, atau dia boleh meminta kompensasi dari cacat yang ada tersebut. Juga karena harga yang sempurna merupakan imbalan bagi barang yang bagus kwalitasnya, dan tindakan penjual mengambil pembayaran dalam keadaan barang yang dia jual memiliki cacat merupakan perbuatan mengambil tanpa hak. Dan karena syariat menegakkan syarat yang telah dikenal di tengah-tengah manusia (seperti tidak boleh menjual barang yang cacat –pent) sama seperti syarat yang terucap, dan hal itu tujuannya adalah agar barang yang diperjualbelikan bebas dari cacat, sehingga boleh baginya untuk mengembalikannya jika ternyata didapati ada cacatnya. Hal ini merupakan penerapan bagi pensyaratan bebasnya barang yang diperjualbelikan dari cacat yang telah dikenal di tengah-tengah manusia, walaupun syarat tersebut tidak diucapkan. Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhutsil Ilmiyyah wal Ifta’ Tertanda: Ketua: Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz Anggota: - Abdullah bin Ghudayyan Shalih Al-Fauzan Abdul Aziz Alus Syaikh Bakr Abu Zaid Sumber artikel: Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhutsil Ilmiyyah wal Ifta’, XIII/187-198, fatwa no. 13788 Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=7415 BOLEHKAH MENGERASKAN BACAAN SHALAT SIRRIYAH ATAU SEBALIKNYA DAN BIMBINGAN MENGGUNAKAN PENGERAS SUARA DI MASJID (Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah) Pertanyaan:
  • 12. Pendengar yang bernama Muhammad Khair dari Suriyah mengatakan dalam suratnya: “Apakah disyaratkan untuk mengeraskan suara pada shalat-shalat jahriyah semuanya, dan apa hukumnya jika seseorang mengeraskan suara pada rakaat pertama dan melirihkan pada rakaat kedua?” Jawaban: Melirihkan bacaan pada tempatnya dan mengeraskan bacaan pada tempatnya ketika shalat hukumnya sunnah dan tidak wajib, karena yang wajib adalah membaca, hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi was sallam: “Tidak sah shalat orang yang tidak membaca Ummul Qur’an (Al-Fatihah).” [1] Jika seseorang mengeraskan suara pada shalat yang sunnahnya melirihkan atau dia melirihkan pada shalat yang sunnahnya mengeraskan, jika tujuannya tersebut adalah menyelisihi As-Sunnah, maka tidak diragukan lagi bahwa ini adalah perkara yang haram dan sangat berbahaya. Namun jika dia melakukannya karena tujuan yang lain, apakah semata-mata karena meremehkan As-Sunnah atau karena sebuah sebab yang menuntut untuk melirihkan atau mengeraskan –dan situasi kondisi yang menuntut demikian, kita tidak mampu untuk membatasinya di sini– maka tidak mengapa. Bahkan seandainya seseorang sengaja tidak melirihkan pada shalat yang sunnahnya melirihkan atau tidak mengeraskan pada shalat yang sunnahnya mengeraskan dengan syarat hal itu bukan karena membenci As-Sunnah dan meninggalkannya, maka dia tidak berdosa. Hanya saja dia terluput dari pahala (yang sempurna –pent). Terdapat riwayat di dalam Ash-Shaihain yang menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi was sallam pada shalat sirriyah beliau terkadang mengeraskan ayat yang beliau baca hingga para Shahabat yang menjadi ma’mum di belakang beliau bisa mendengarnya. Jadi jika seorang imam terkadang melakukan hal itu maka tidak masalah bagi imam. Adapun bagi para ma’mum maka mereka tidak boleh mengeraskan bacaan, karena hal itu akan mengganggu jama’ah yang lain. Pernah Nabi shallallahu alaihi was sallam keluar menuju para Shahabat ketika mereka sedang membaca Al-Qur’an dan mengeraskan bacaannya. Maka beliau shallallahu alaihi was sallam bersabda: “Janganlah sebagian kalian mengeraskan Al-Qur’an terhadap sebagian yang lain.” [3]
  • 13. Atau dalam riwayat lain jangan mengeraskan bacaannya. Jadi kapan saja tindakan mengeraskan suara akan mengganggu yang lain maka hal itu dilarang. Pada kesempatan ini saya ingin mengingatkan bahwa sebagian orang ada yang melakukan perbuatan yang mengganggu orang lain, padahal maksud mereka adalah baik insya Allah. Yaitu ketika mereka melaksanakan shalat jama’ah maka sebagian mereka ada yang menghidupkan pengeras suara yang ada di menara, sehingga engkau jumpai mereka mengganggu masjid-masjid lain yang ada di dekatnya dan juga orang-orang yang mengerjakan shalat di rumah (para wanita dan orang-orang yang mendapatkan udzur –pent). Terkadang mereka juga mengganggu orang lain yang ingin istirahat karena mereka telah menunaikan kewajiban mereka. Jadi kita anggap misalnya di rumah- rumah penduduk sebagian mereka ada yang sakit yang telah mengerjakan shalat dan ingin bersitirahat, maka suara-suara dari masjid ini bisa mengganggu mereka. Jika suara-suara ini hanya mengganggu masjid-masjid yang lain maka sesungguhnya hadits yang telah kami isyaratkan tadi yang diriwayatkan oleh Malik dalam Al-Muwaththa’ dan dinilai shahih oleh Ibnu Abdil Barr, tepat untuk diterapkan pada keadaan semacam ini. Yaitu sabda Nabi shallallahu alaihi was sallam: “Janganlah sebagian kalian mengeraskan Al-Qur’an terhadap sebagian yang lain.” Atau dalam riwayat lain jangan mengeraskan bacaannya. Kemudian sesungguhnya mengeraskan suara di atas menara bisa menyebabkan kemalasan dan sikap menunda-nunda, karena orang-orang yang di rumah yang mendengarnya terkadang salah seorang dari mereka ada yang mengatakan dalam hati: “Shalat masih berlangsung, saya masih bisa mendapatkan rakaat terakhir.” Jika perkaranya seperti itu maka terkadang dia bisa saja tidak mendapatkan shalat berjama’ah. Karena ketika dia mendengar suara imam, engkau jumpai dia meremehkan dan jiwanya mengajak kepada kemalasan. Adapun jika dia tidak mendengar suara imam, maka semuanya masih bisa mendengar adzan, sehingga seseorang akan segera bersiap-siap menuju shalat. Jadi menurut saya dalam masalah ini shalat jangan dikeraskan dengan pengeras suara di atas menara, hal ini berdasarkan hadits yang telah saya sebutkan dan juga karena sebab-sebab lain yang menuntut untuk tidak mengeraskan shalat di atas menara. Adapun iqamah shalat dengan pengeras suara di atas menara maka saya berharap hal ini tidak mengapa, walaupun sebagian orang ada yang membantah dengan dalih bahwa mengeraskan iqamah di atas menara juga akan menyebabkan kemalasan, karena jika seseorang mendengar adzan maka dia akan menunggu dan mengatakan: “Saya tunggu sampai iqamah.”
  • 14. Hanya saja menurut saya hal itu tidak mengapa, karena dalam sebuah hadits shahih dari shallallahu alaihi was sallam beliau bersabda: “Jika kalian mendengar iqamah maka berjalanlah menuju shalat dalam keadaan tenang dan jangan terburu-buru.” [4] Ini merupakan dalil yang menunjukkan bahwa iqamah pada masa Nabi shallallahu alaihi was sallam terdengar dari luar masjid. Jika ada yang mengatakan: “Terkadang jama’ah banyak, sementara masjidnya luas dan suara imam lemah, sehingga tidak terdengar oleh sebagian ma’mum.” Maka kita katakan bahwa bisa dengan menggunakan pengeras suara di dalam masjid saja, jadi tidak perlu dengan yang ada di menara, karena tujuannya bisa tercapai. Catatan kaki: [1] Hadits Ubadah bin Ash-Shamit yang diriwayatkan oleh Al-Bukhary no. 756 dan Muslim no. 394, dan ini adalah lafazh Muslim. (pent) [2] Abu Qatadah Al-Harits bin Rib’iy radhiyallahu anhu menceritakan: “Nabi shallallahu alaihi was sallam pernah membaca Ummul Kitab (Al-Fatihah) dan dua surat pada shalat Zhuhur di dua rakaat pertama, dan pada dua rakaat yang terakhir beliau membaca Ummul Kitab dan mengeraskan bacaannya hingga kami mendengarnya. Beliau memanjangkan bacaan pada rakaat pertama dan tidak memanjangkannya pada rakaat kedua. Demikian juga pada shalat Ashar dan juga pada shalat Shubuh.” (HR. Al-Bukhary no. 776 –pent) [3] Lihat: Silsilah Ash-Shahihah no. 1603. (pent) [4] HR. Al-Bukhary no. 636 dan Muslim no. 602 dan ini adalah lafazh Al-Bukhary. (pent) Sumber artikel: Fataawa Nuurun Alad Darb, Program Maktabah Asy-Syaamilah, VIII/2 Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=6941 BOLEHKAH PUASA ARAFAH JIKA BERTEPATAN DENGAN HARI JUM’AT (Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah) Pertanyaan:
  • 15. Hari Arafah pernah bertepatan dengan hari Jum’at, dan saya berpuasa pada hari Jum’at yang bertepatan dengan hari Arafah tersebut dan saya tidak berpuasa pada hari Kamis sebelumnya. Apakah saya berdosa? Jawaban: Kami berharap engkau tidak berdosa, karena engkau tidak meniatkan untuk puasa pada hari Jum’at saja. HANYA SAJA JIKA ENGKAU JUGA BERPUASA PADA HARI KAMIS MAKA HAL ITU LEBIH HATI-HATI. Karena Rasulullah shallallahu alaihi was sallam melarang untuk mengkhususkan hari Jum’at dengan berpuasa [1] bagi orang yang melakukan puasa nafilah (jadi tidak berlaku bagi yang membayar hutang puasa –pent). Engkau melakukan puasa nafilah, maka jika engkau juga berpuasa pada hari Kamis maka akan lebih hati-hati, walaupun niatmu adalah puasa Arafah. Hanya saja jika seorang mu’min berusaha mencocoki Nabi shallallahu alaihi was sallam dan melaksanakan perintah beliau maka akan lebih hati-hati. Adapun jika berpuasa pada hari Jum’at karena ingin mendapatkan keutamaan hari tersebut maka tidak boleh, karena Rasulullah shallallahu alaihi was sallam melarangnya. Tetapi jika dia berpuasa pada hari Jum’at karena bertepatan dengan hari Arafah maka kami berharap tidak ada dosa atasnya. Hanya saja kalau lebih berhati-hati dengan berpuasa juga pada hari Kamis maka akan lebih selamat. Catatan Kaki: [1] Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu alaihi was sallam bersabda: “Janganlah kalian mengkhususkan malam Jum’at diantara malam-malam yang lain dengan melakukan shalat, dan janganlah mengkhususkan hari Jum’at diantara hari- hari yang lain dengan melakukan puasa.” (Al-Bukhary no. 1985 dan Muslim no. 1144 dan ini adalah lafazh Muslim –pent) Sumber artikel: http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=147447 Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=6918 BOLEHKAH WANITA MENYETIR (Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah) Pertanyaan:
  • 16. Syaikh kami yang mulia, ada banyak pertanyaan seputar tema-tema dan kejadian terkini, diantaranya pertanyaan yang sering terlontar, yaitu: Fadhilatus Syaikhina wa Waalidina, di hari-hari beredar seruan untuk memperbolehkan wanita menyetir, dan di sana ada sebagian dai dan orang-orang yang dianggap baik berpendapat bahwa hal tersebut tidak mengapa, dengan dalih bahwa hal itu jauh lebih ringan dibandingkan mempekerjakan sopir yang bukan mahram. Maka apa bimbingan Anda, apa hukumnya secara syariat, dan apa dalil yang menjadi sandaran mereka? Jawaban:. Masalah ini para ulama telah berbicara tentangnya dan mereka telah menjawabnya dengan jawaban yang mantap walhamdulillah. Intinya bahwasanya menyetirnya wanita mengandung berbagai bahaya, jika melihat maslahat yang sifatnya hanya sebagian maka perlu diketahui bahwa padanya terdapat bahaya yang banyak. Jadi tidak tepat dengan memandang sebagian namun mengabaikan bahaya-bahaya yang lainnya. Karena mencegah kerusakan harus didahulukan atas meraih maslahat, ini merupakan kaedah syari’at. Menyetirnya wanita mengandung berbagai kerusakan. Diantaranya, akan memaksa wanita untuk menanggalkan hijab, tidak mungkin dia akan menyetir mobil dalam keadaan berhijab. Walaupun dia berhijab maka hijabnya akan rawan untuk terlepas, mau nggak mau. Yang kedua diantara kerusakannya adalah wanita tersebut akan bercampur baur dengan pria, seperti polisi lalu lintas, terlebih lagi ketika terjadi kecelakaan, dan betapa banyaknya kecelakaan terjadi. Dia akan campur baur dengan pria seperti pergi ke kantor polisi dan yang lainnya. Demikian juga jika terjadi kerusakan mobil sehingga mogok di tengah jalan, hal itu akan memaksanya untuk meminta bantuan kepada pria, sebagaimana hal ini pun terjadi di antara para sopir pria. Jadi wanita akan rawan mengalami campur baur dengan pria yang hal itu merupakan penyebab fitnah. Diantara bahaya lain jika seorang wanita dipegangi mobil maka dia akan keluar kapan saja dia mau siang dan malam. Karena kuncinya dia pegang dan mobilnya dia bawa sehingga dia akan bisa pergi sesukanya. Berbeda jika dia mengikuti walinya yang menyetir yang akan bersamanya di mobil dan menemaninya. Adapun jika urusannya ada di tangannya maka dia akan pergi sesukanya dan kapan saja dia diminta untuk keluar oleh orang lain. Karena dia bisa saja menjalin komunikasi dan memiliki hubungan dengan orang-orang yang rusak. Sebagaimana kalian mengetahui komunikasi di masa sekarang demikian mudahnya terhubung di
  • 17. mana seorang wanita bisa dihubungi ketika dia sedang di atas tempat tidurnya, di kamarnya atau di rumahnya.Dia akan mudah dibujuk karena wanita itu tabiatnya lemah lalu dia pun akan pergi. Jadi menyetirnya wanita mengandung berbagai bahaya yang banyak. Kalian juga mengetahui bahwa sekarang lalu lintas sudah sangat padat di jalan raya. Maka akan bagaimana lagi jika wanita diperbolehkan untuk menyetir mobil?! Tentu jumlah mobil akan berlipat, akan semakin besar bahaya dan kepadatan lalu lintas akan semakin parah. Jadi menyetirnya wanita mengandung berbagai bahaya yang banyak. Yang terbesar adalah bahaya yang mengintai kewanitaannya, kehormatannya, dan sifat malunya. Jadi, inilah yang enjadi sebab dilarangnya wanita menyetir mobil. Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=1851 BOLEHKAH MENDENGARKAN BERITA YANG DIIRINGI OLEH MUSIK (Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah) Pertanyaan: Fadhilatus Syaikh –semoga Allah memberi taufik kepada Anda– ada banyak pertanyaan yang intinya satu tema, yaitu telah beredar pada hari-hari ini fatwa tentang bolehnya musik yang sedikit yang mengiringi berita dan program/software tertentu karena hal itu tidak akan mempengaruhi syahwat, bagaimana pendapat Anda tentang fatwa semacam ini? Jawaban: Nabi shallallahu alaihi was sallam telah mengharamkan alat-alat musik dan seruling dan para ulama juga telah berijmak atas perkara tersebut, sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Jadi tidak boleh seorang pun untuk mengecualikan sedikit pun darinya dan tidak boleh juga untuk mengkhususkan sesuatu pun dengan menganggapnya boleh. Rasul shallallahu alaihi was sallam melarangnya dan mengharamkannya, sehingga tidak boleh hal semacam ini. Tidak ada sedikit pun yang halal pada musik, demikian juga tidak ada sedikit pun yang halal pada alat-alat musik dan alat-alat yang sia-sia. Sumber audio dan transkripnya: http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=142654 Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=4865
  • 18. BOLEHKAH NADA DERING DENGAN SUARA ADZAN DAN BOLEHKAH PROGRAM AL-QUR’AN DI HANDPHONE (Asy-Syaikh Abdullah Al-Bukhary hafizhahullah) Pertanyaan: Apa hukum menginstall suara adzan di handphone untuk mengingatkan suara adzan atau untuk membangunkan dari tidur dan yang semisalnya? Jawaban: Jangan engkau lakukan! Saya katakan: jangan lakukan hal ini! Adzan adalah ibadah. Terkadang suara adzan muncul dan meninggi, yaitu suara di HP, padahal engkau sedang berada di WC atau kamar kecil atau selainnya. Jika engkau ingin bangun maka jadikanlah sesuatu untuk mengingatkanmu! Kenapa harus dengan suara adzan?! Jelas? Ini merupakan kesalahan, baarakallahu fiikum. Tidak semua yang berijtihad… Saya katakan: di sana ada banyak pihak yang kalian ketahui, yaitu para pemilik HP, sampai yang menggunakannya ada yang muslim dan yang selain muslim. Mereka menggunakan program semacam ini dan memasukannya. Diantaranya adalah adzan, dan diantaranya juga adalah Al-Qur’an. Benar kan?! Ada yang mengatakan: “HP ini di dalamnya terdapat mushaf, padanya terdapat mushaf lengkap.” Ini juga tidak sepantasnya untuk dilakukan. Bahkan yang utama dan wajib adalah dengan menghapusnya dari HP. Karena hal itu adalah mushaf, sama saja berada di dalam HP, di sakumu, di wadahmu, di kantongmu, ataupun pada selainnya. Namanya apa?! Namanya mushaf. Engkau bawa keluar masuk ke dalam WC, engkau bawa tidur, engkau letakkan di bawahmu, dan hingga terkadang engkau lupa. Jadi pada tindakan semacam ini terdapat penghinaan terhadap Al-Qur’an. Beberapa ulama di masa ini diantaranya Asy-Syaikh Al-Allamah Rabi’ dan selain beliau berpendapat tidak bolehnya melakukan hal ini, bahkan mereka berpendapat agar menghapusnya dari HP. Dan inilah pendapat yang benar. Jadi wajib untuk memuliakannya. Jika engkau ingin muraja’ah Al-Qur’an, engkau bisa menggunakan mushaf dan bacalah padanya! Kenapa harus di HP?! Termasuk yang tidak boleh adalah adzan juga. Sepantasnya untuk menjaga kemuliaan ibadah yang dituntunkan oleh syari’ah ini sehingga tidak boleh dihinakan. Jika engkau ingin diingatkan waktu shalat maka jadikanlah nada dering yang lain sebelum adzan beberapa menit. Di HP-mu ada
  • 19. beberapa nada dering yang bisa digunakan (selain musik dan suara yang haram lainnya –pent). Benar kan?! Penanya juga mengatakan bagaimana jika digunakan untuk membangunkan dari tidur? Demikian juga hukumnya. Memangnya bagaimana dahulu manusia bangun sebelum adanya HP yang berisi adzan dan muadzinnya?! Bagaimana mereka dahulu bisa bangun?! Laa haula wa laa quwwata illa billah. Nabi shallallahu alaihi was sallam bersabda: “Ada 7 golongan yang Allah akan menaungi mereka di bawah naungan-Nya pada hari ketika nanti tidak ada naungan selain naungan-Nya… diantaranya adalah seseorang yang hatinya selalu terikat dengan masjid.” (Lihat: Shahih Al-Bukhary no. 660 –pent) Siapa yang mengetahui tingginya nilai hadits yang agung ini dan meresapinya dengan mendalam, maka dia akan mengetahui makna naungan ini. Sumber audio: www.youtube.com/watch?v=T-7zsmi4MNs Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=4508 BOLEHKAH BERPUASA KETIKA SAFAR (Asy-Syaikh Al-Albany rahimahullah) Rasulullah shallallahu alaihi was sallam bersabda: “Tidakkah cukup bagimu dengan engkau berada di jalan Allah bersama Rasulullah shallallahu alaihi was sallam, sampai-sampai engkau harus berpuasa.” Hadits ini dikeluarkan oleh Ahmad (III/327): “Telah menceritakan kepada kami Zaid bin Al-Hubab, telah menceritakan kepadaku Husain bin Waqid dari Abuz Zubair dia berkata: “Saya mendengar Jabir menceritakan: “Nabi shallallahu alaihi was sallam melewati seseorang yang membolak balik punggungnya karena perutnya sakit. Maka beliau bertanya tentang keadaan orang tersebut, lalu mereka menjawab: “Dia sedang berpuasa, wahai nabi Allah.” Maka beliau memanggilnya dan menyuruhnya agar berbuka.” Lalu Jabir menyebutkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi was sallam di atas.
  • 20. Ini merupakan sanad yang shahih sesuai dengan syarat Muslim, dan hadits ini memiliki jalan-jalan yang lain dari Jabir dengan yang semakna di dalam Ash- Shahihain dan selainnya, dan sudah ditakhrij dalam Irwa’ul Ghalil no. 925. Di dalam hadits di atas terdapat dalil yang jelas menunjukkan bahwa tidak boleh berpuasa ketika safar jika hal itu akan membahayakan orang yang berpuasa. Hal ini juga berdasarkan makna yang dipahami dari sabda Rasulullah shallallahu alaihi was sallam: “Bukan termasuk kebaikan, berpuasa ketika safar.” (Al-Albany berkata di dalam Irwa’ul Ghalil no. 925: “Muttafaqun alaih.” –pent) Juga sabdanya: “Mereka (yang berpuasa ketika safar –pent) adalah orang-orang yang bermaksiat.” (Shahih Muslim no. 1114 –pent) Adapun jika keadaannya tidak demikian (tidak membahayakan bagi yang berpuasa –pent) maka dia diberi pilihan, jika dia menghendaki dia boleh berpuasa dan jika dia menghendaki dia juga boleh tidak berpuasa. Ini adalah kesimpulan dari hadits-hadits yang ada dalam bab (masalah) ini, jadi tidak ada pertentangan diantara hadits-hadits tersebut. Walhamdulillah. Sumber artikel: Silsilah Ash-Shahihah no. 2595 Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=3950 HUKUM JABAT TANGAN KETIKA MENINGGALKAN MAJELIS (Asy-Syaikh Muqbil bin Hady rahimahullah) Penanya: Apa hukum jabat tangan ketika meninggalkan majelis? Asy-Syaikh: Saya tidak mengetahui dalil tentang hal ini. Jabat tangan dilakukan ketika bertemu. Memang Nabi shallallahu alaihi was sallam ketika melepas komandan pasukan, beliau memegang tangannya. Namun apakah itu merupakan jabat tangan
  • 21. atau hanya sekedar memegangi tangannya untuk berjalan sebentar bersamanya. Karena beliau terkadang melepas orang yang akan bepergian dan berjalan sebentar bersamanya. Adapun melakukan hal ini secara khusus, maka saya tidak mengetahui adanya dalil yang menunjukkannya ketika berpisah. Riwayat yang ada tentang jabat tangan ketika bertemu adalah: “Jika dua orang muslim bertemu lalu keduanya berjabat tangan, maka gugurlah dosa-dosa atau kesalahan keduanya dari jari-jari mereka.” [1] Atau yang semakna dengannya. Penanya: Apakah ini sampai ke batasan bid’ah? Asy-Syaikh: Jika hal itu dilakukan terus-menerus. Sumber artikel: http://www.muqbel.net/fatwa.php?fatwa_id= Keterangan: [1] Disebutkan dalam riwayat At-Tirmidzy no. 2727 dan Abu Dawud no. 5212 dan dinilai hasan oleh Al-Albany dalm Ash-Shahihah no. 525: “Tidaklah dua orang muslim bertemu lalu keduanya berjabat tangan, kecuali keduanya mendapatkan ampunan sebelum mereka berpisah.” (pent) Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=3752 BOLEHKAH MEMBACA KORAN (Asy-Syaikh Muqbil bin Hady rahimahullah) Pertanyaan: Apakah hukum membaca surat kabar, koran, dan majalah dengan tujuan untuk menyaring berita-berita yang beredar di masyarakat? Berita-berita tersebut ada yang tentang Islam, tentang politik, dan tentang wawasan. Agar kita mengetahui apa yang terjadi di sekitar kita.
  • 22. Jawaban: Yang kami nasehatkan adalah agar menjauhinya. Karena mayoritas koran dan majalah digunakan untuk kepentingan poitik, sehingga biasa berdusta demi politik dan menyebarkan berita dajjal untuk kepentingan politik. Sedikit sekali engkau menjumpai koran atau majalah yang memberitakan sesuai dengan fakta. Kemudian setelah ini, umur sangat pendek sehingga seseorang seharusnya tidak memiliki waktu lagi untuk menyia-nyiakannya dengan membaca koran dan majalah. Isinya hanyalah hal-hal yang akan mengeruhkan hatinya dan menyebabkan kegelisahan. Terkadang seseorang akan menjumpai celaan terhadap Islam dan penghinaan terhadap kaum Muslimin, dan yang lainnya. Yang jelas kami tidak mengharamkan membacanya, hanya saja kami menasehati penuntut ilmu agar memfokuskan diri mempelajari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Adapun berita-berita yang penting sekali, maka dia tidak akan menyembunyikan dirinya. Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh seorang penyair: “Orang yang tidak engkau suruh akan datang membawa berita kepadamu” Jadi berita-berita yang sangat penting itu tidak akan menyembunyikan dirinya. Dia akan muncul di lapangan dalam waktu yang sangat cepat. Jika membaca semisal majalah Al-Bayan dan majalah As-Sunnah**, maka tidak masalah membaca semacam majalah Islam ini. Adapun majalah-majalah kafir maka seringnya melemparkan syubhat dan hanya akan menghabiskan waktumu dengan sia-sia. Kemudian sesungguhnya orang-orang yang bekerja di media-media dan surat kabar tersebut mayoritasnya suka berdusta dan berbuat kemunafikan. Wallahul musta’an. Sumber artikel: http://www.muqbel.net/fatwa.php?fatwa_id=3542 Tanbih ** Majalah As Sunnah & Al Bayan adalah Majalah Hizbiyyah, mungkin ketika Asy Syaikh berbicara tentang Kedua majalah ini, majalah tersebut belum di Tahdzir Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=3744 BOLEHKAH MEMBERIKAN KARANGAN BUNGA KEPADA ORANG SAKIT (Asy-Syaikh Muqbil bin Hady rahimahullah) Pertanyaan:
  • 23. Bagaimana pendapat Anda tentang memberikan karangan bunga kepada orang yang sakit ketika menjenguknya? Apakah hal tersebut termasuk bentuk tasyabbuh (menyerupai orang kafir –pent)? Jawaban: Jika hal tersebut merupakan kekhususan atau perbuatan yang hanya dilakukan oleh musuh-musuh Islam, maka hal tersebut merupakan sikap tasyabbuh dengan mereka. Adapun jika tujuannya adalah untuk menghibur orang yang sakit dan bukan menjadi kebiasaan (maka tidak masalah –pent), namun jika hal itu dijadikan kebiasaan (atau dianggap syarat atau keharusan –pent) walaupun yang diberikan adalah berupa buah-buahan, misalnya seperti; apel, delima, atau jeruk, maka bisa jadi hal tersebut akan menyebabkan orang tidak mau menjenguk orang sakit. Sumber artikel: http://www.muqbel.net/fatwa.php?fatwa_id=3916 Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=3706 BOLEHKAH PAKAIAN ANAK-ANAK YANG BERGAMBAR MAKHLUK HIDUP (Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah) Pertanyaan: Apakah hukum gambar dan lukisan makhluk hidup yang terdapat pada pakaian anak-anak, di mana jarang ada pakaian anak-anak yang selamat dari gambar semacam itu? Jawaban: Tidak boleh membeli pakaian yang padanya terdapat gambar dan lukisan makhluk yang bernyawa seperti manusia atau hewan atau burung. Hal itu karena gambar makhluk bernyawa hukumnya haram dan tidak boleh menggunakannya, berdasarkan hadits-hadits shahih yang melarang hal tersebut dan mengancamnya dengan ancaman yang paling keras. Rasulullah shallallahu alaihi was sallam telah melaknat orang-orang yang menggambar [1] dan beliau mengabarkan bahwa mereka adalah manusia yang paling keras adzabnya pada hari kiamat nanti. [2] Jadi tidak boleh memakai pakaian yang padanya tidak gambar, dan tidak boleh memakaikannya kepada anak kecil.
  • 24. Dan wajib untuk membeli pakaian yang bersih dari gambar, dan alhamdulillah pakaian yang seperti itu banyak jumlahnya. [1] Lihat: Shahih Al-Bukhary, 7/67. [2] Lihat: Shahih Al-Bukhary, 7/64-65. Sumber artikel: Al-Muntaqaa min Fataawa Al-Fauzan, 3/339, pertanyaan no. 505 BOLEHKAH WANITA MENAMPAKKAN TELAPAK TANGANNYA Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=3628 Pertanyaan: Apakah hukum nampaknya telapak tangan wanita di pasar secara khusus? Dan apakah boleh memakai kaos tangan hitam atau putih? Perlu diketahui bahwa sebagian pihak ada yang mengatakan bahwa tidak masalah menampakkan telapak tangan dan menggunakan kaos tangan merupakan sikap sok agamis. Bagaimana pendapat Anda tentang hal tersebut? Jawaban: Wajib atas wanita untuk menutupi wajahnya dan kedua telapak tangannya serta seluruh anggota badannya dari pandangan pria yang bukan mahramnya. Jadi jika seorang wanita keluar ke pasar maka hal itu lebih ditekankan lagi atasnya. Demikian juga dia diperintahkan untuk melonggarkan pakaiannya dan memanjangkannya agar menutupi kedua tumitnya. Maka menutup kedua telapak tangan lebih wajib lagi, karena nampaknya telapak tangan menimbulkan fitnah. Dan wajib atas wanita untuk menutupi telapak tangannya dari pandangan pria yang bukan mahramnya, sama saja apakah menutupinya dengan memasukkan ke dalam pakaiannya atau abayanya atau dengan memakai kaos tangan. Sumber artikel: Al-Muntaqaa min Fataawa Al-Fauzan, 3/315, pertanyaan no. 466 BOLEHKAH MENJUAL KOTORAN KAMBING UNTUK PUPUK (Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah) Pertanyaan: Kami memiliki beberapa ekor kambing, kotorannya kami kumpulkan dan kami timbun, karena kami tidak memiliki ladang untuk memanfaatkannya, maka apakah
  • 25. boleh menjual kotoran kambing tersebut dan apakah halal memakan hasilnya ataukah tidak boleh? Jawaban: Tidak mengapa memperjualbelikan pupuk yang tidak najis, seperti pupuk dari kotoran kambing, unta, dan sapi. Jadi kotoran hewan yang dagingnya boleh dimakan sifatnya tidak najis, memperjualbelikannya tidak masalah, hasilnya mubah dan tidak ada dosa padanya. Yang tidak jelas dan menjadi masalah adalah pupuk dari kotoran yang najis atau yang dianggap najis. Inilah yang dipermasalahkan dan ada perbedaan pendapat tentangnya. Adapun pupuk dari kotoran yang tidak najis, maka tidak masalah menggunakannya, dan tidak mengapa memperjualbelikan dan memakan hasilnya. Sumber artikel: Al-Muntaqaa min Fataawa Al-Fauzan, 3/197, pertanyaan no. 302 Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=3616 BOLEHKAH JUAL BELI UANG KERTAS (Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah) Pertanyaan: Apa hukum membeli uang kertas dan menjualnya kembali jika nilainya naik? Jawaban: Muamalah dengan menjual dan membeli mata uang disebut penukaran mata uang. Penukaran mata uang harus dilakukan dengan serah terima secara langsung di tempat transaksi. Jika terjadi serah terima langsung di tempat transaksi maka hal itu tidak masalah. Maksudnya jika seseorang misalnya menukar Riyal Saudi dengan dollar Amerika maka hal ini tidak masalah, walaupun dia mengharapkan keuntungan di masa mendatang. Hanya saja dengan syarat dia mengambil dollar yang dia beli dan menyerahkan uang Saudi yang dia jual. Adapun tanpa serah terima secara langsung di tempat maka hal tersebut tidak sah, dan hal itu termasuk riba nasi’ah. Sumber artikel: Fataawaa Ulama Al-Balad Al-Haram, hal. 701 Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=3572
  • 26. BOLEHKAH MENGGUNAKAN PENANGGALAN MASEHI (Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah) Pertanyaan: Apakah penanggalan menggunakan kalender Masehi teranggap sikap loyal kepada orang-orang Nashara? Jawaban: Tidak teranggap sikap loyalitas, tetapi teranggap sikap tasayabbuh (menyerupai) mereka. Pada masa Shahabat radhiyallahuanhum ada penanggalan Masehi, namun mereka tidak menggunakannya, bahkan mereka berpaling kepada penanggalan Hijriyah dan menggunakan penanggalan Hijriyah. Mereka tidak menggunakan penanggalan Masehi, padahal ada di masa mereka. Ini menunjukkan bahwa kaum Muslimin wajib untuk membebaskan diri dari budaya orang-orang kafir dan tidak membebek mereka. Terlebih lagi penanggalan dengan kalender Masehi merupakan symbol agama mereka, karena menunjukkan pengagungan kelahiran Al-Masih dan memperingatinya di awal tahun. Ini merupakan bid’ah yang diada-adakan dalam agama Nashara, sehingga kita tidak ikut-ikutan dengan mereka dan tidak pula menganjurkan perkara ini. Jika kita menggunakan penanggalan kalender mereka, artinya kita melakukan tasayabbuh dengan mereka, padahal kita memiliki penanggalan Hijriyah yang telah dicanangkan bagi kita oleh Amirul Mu’minin Umar bin Al-Khaththab radhiyallahuanhu di hadapan orang-orang Muhajirin dan Anshar, dan ini telah mencukupi kita. Sumber artikel: Al-Muntaqa min Fataawa Al-Fauzan, bab Aqidah, pertanyaan no. 269 Sumber Artikel : http://forumsalafy.net/?p=3564 BOLEHKAH BONEKA UNTUK MAINAN ANAK-ANAK (Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah) Pertanyaan:
  • 27. Penanya yang bernama Sulaiman mengatakan: “Saya memohon penjelasan tentang hukum mainan anak-anak yang berupa boneka baik yang untuk anak kecil maupun yang sudah besar, yang berbentuk pengantin atau hewan, semoga Anda mendapatkan pahala? Asy-Syaikh: Yang benar tidak boleh untuk memberi mainan kepada anak-anak berupa gambar atau semacam patung makhluk yang bernyawa, terlebih lagi gambar-gambar modern yang ada di zaman ini yang persis menyerupai manusia yang bisa bergerak dengan tenaga listrik, dan terkadang bisa bicara atau tertawa dengan tenaga listrik dan teknologi tertentu yang menjadikannya seakan-akan hewan atau manusia sungguhan. Jadi fitnah yang ditimbulkannya jelas lebih besar, sehingga anak-anak dan selain mereka harus dijauhkan darinya. Sumber artikel: http://forumsalafy.net/?p=3098 Alih bahasa: Abu Almass | | |
  • 28.
  • 29. BOLEHKAH BERPUASA KETIKA SAFAR Asy-Syaikh Al-Albany rahimahullah | | | Rasulullah shallallahu alaihi was sallam bersabda: “Tidakkah cukup bagimu dengan engkau berada di jalan Allah bersama Rasulullah shallallahu alaihi was sallam, sampai-sampai engkau harus berpuasa.” Hadits ini dikeluarkan oleh Ahmad (III/327): “Telah menceritakan kepada kami Zaid bin Al-Hubab, telah menceritakan kepadaku Husain bin Waqid dari Abuz Zubair dia berkata: “Saya mendengar Jabir menceritakan: “Nabi shallallahu alaihi was sallam melewati seseorang yang membolak balik punggungnya karena perutnya sakit. Maka beliau bertanya tentang keadaan orang tersebut, lalu mereka menjawab: “Dia sedang berpuasa, wahai nabi Allah.” Maka beliau memanggilnya dan menyuruhnya agar berbuka.” Lalu Jabir menyebutkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi was sallam di atas. Ini merupakan sanad yang shahih sesuai dengan syarat Muslim, dan hadits ini memiliki jalan-jalan yang lain dari Jabir dengan yang semakna di dalam Ash-Shahihain dan selainnya, dan sudah ditakhrij dalam Irwa‟ul Ghalil no. 925. Di dalam hadits di atas terdapat dalil yang jelas menunjukkan bahwa tidak boleh berpuasa ketika safar jika hal itu akan membahayakan orang yang berpuasa. Hal ini juga berdasarkan makna yang dipahami dari sabda Rasulullah shallallahu alaihi was sallam: “Bukan termasuk kebaikan, berpuasa ketika safar.” (Al-Albany berkata di dalam Irwa‟ul Ghalil no. 925: “Muttafaqun alaih.” –pent) Juga sabdanya: “Mereka (yang berpuasa ketika safar –pent) adalah orang-orang yang bermaksiat.” (Shahih Muslim no. 1114 –pent) Adapun jika keadaannya tidak demikian (tidak membahayakan bagi yang berpuasa – pent) maka dia diberi pilihan, jika dia menghendaki dia boleh berpuasa dan jika dia menghendaki dia juga boleh tidak berpuasa. Ini adalah kesimpulan dari hadits-hadits yang ada dalam bab (masalah) ini, jadi tidak ada pertentangan diantara hadits-hadits tersebut. Walhamdulillah.
  • 30. Sumber artikel: Silsilah Ash-Shahihah no. 2595 Melepas Sandal Ketika Masuk Kuburan | | | Pertanyaan: Apakah melepas sandal waktu di kuburan itu sunnah atau bid‟ah? Jawab: Disyariatkan bagi yang masuk kuburan untuk melepas kedua sandalnya, berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Basyir bin Al-Khashashiyyah radhiyallahu „anhu, ia mengatakan: Ketika aku berjalan mengiringi Rasulullah shallallahu alaihi was sallam, ternyata ada seseorang berjalan di kuburan dengan mengenakan kedua sandalnya. Maka Nabi shallallahu alaihi was sallam mengatakan: “Hai pemakai dua sandal tanggalkan kedua sandal kamu!” Orang itu pun menoleh. Ketika dia tahu bahwa itu ternyata Rasulullah shallallahu alaihi was sallam, ia melepaskannya serta melemparkan keduanya. (HR. Abu Dawud) Al-Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Sanad hadits Basyir bin Al-Khashashiyyah bagus. Aku berpendapat dengan apa yang terkandung padanya kecuali bila ada penghalang.” Penghalang yang dimaksudkan Al-Imam Ahmad adalah semacam duri, kerikil yang panas, atau semacam keduanya. Ketika itu, tidak mengapa berjalan dengan kedua sandal di antara kuburan untuk menghindari gangguan itu. Allah subhanahu wa ta‟ala-lah yang memberi taufiq, semoga shalawat dan salam-Nya tercurah atas Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi was sallam, keluarganya, dan para sahabatnya. Ditandatangani oleh Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Asy-Syaikh Abdurrazzaq Afifi, dan Asy- Syaikh Abdullah Ghudayyan. (Fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah, 9/123-124) MENGHITUNG TASBIH DENGAN JARI ATAUKAH DENGAN RUAS JARI Asy-Syaikh Muqbil bin Hady rahimahullah | | | Pertanyaan: Apa hukum menghitung tasbih dengan menggunakan jari dan bukan dengan ruas jari? Jawaban: Yang saya ketahui bahwasanya Nabi shallallahu alaihi was sallam menghitung tasbih dengan tangan kanan beliau. [1]
  • 31. Adapun hadits yang berbunyi: “Bertasbihlah kalian wahai para wanita dengan hitunglah dengan ruas-ruas jari, karena ruas-ruas jari tersebut akan diperintahkan untuk berbicara.” Yang saya ketahui pada hadits ini terdapat kelemahan. Yang saya ingat padanya ada seorang perawi yang tidak dikenal, wallahu a‟lam. [2] Tinggal perkaranya engkau diberi pilihan untuk menghitung tasbih menggunakan jari, engkau perhatikan mana yang mudah bagimu untuk menghitung. Jika engkau merasa lebih mudah menghitungnya dengan cara menekuk atau melipat jari maka engkau boleh melakukannya. Namun jika engkau merasa lebih mudah menghitungnya dengan ruas-ruas jari maka engkau juga boleh melakukannya. Selama hadits menyebutkan secara umum, maka engkau tidak perlu menentukan atau mempersulit dirimu. Penanya: Bagaimana dengan menggunakan alat penghitung tasbih? Asy-Syaikh: Pertanyaan yang bagus –baarakallahu fiik– Akh Ali, menggunakan alat penghitung tasbih adalah bid‟ah. sedangkan hadits yang berbunyi: “Sebaik-baik pengingat adalah alat tasbih.” Maka ini adalah hadits palsu. Juga hadits yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu alaihi was sallam melewati seorang wanita yang sedang bertasbih dan menghitungnya menggunakan kerikil, lalu beliau menyetujui hal itu, ini juga tidak shahih. Hal itu sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Asy- Syaikh Nashir Al-Albany di jilid pertama dari kitab As-Silsilah Adh-Dha‟ifah. [3] Jadi ini adalah mengingatkan yang baik, jazakallahu khairan. Sumber artikel: http://www.muqbel.net/fatwa.php?fatwa_id=3109 Keterangan: [1] Abdullah bin Amr radhiyallahu anhuma menceritakan:
  • 32. “Saya melihat Rasulullah shallallahu alaihi was sallam menghitung tasbih menggunakan tangan kanan beliau.” Lihat: Shahih Sunan Abi Dawud no. 1346. [2] Lihat: As-Silsilah Adh-Dha‟ifah, III/48 penjelasan hadits no. 1002. [3] Lihat: As-Silsilah Adh-Dha‟ifah no. 83. (pent) KAPANKAH WANITA HAIDH DIWAJIBKAN MENGQADHA’ SHALAT Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah | | | Penanya: Fadhilatus Syaikh yang semoga diberi taufik oleh Allah, jika seorang wanita mengalami haidh pada awal waktu Zhuhur, apakah dia harus menqadha‟ shalat? Asy-Syaikh: Tidak, dia hanya wajib mengqadha‟ jika mengalami haidh di akhir waktu shalat. Jika dia mengalami haidh di akhir waktu shalat sementara dia belum mengerjakan shalat, maka dia wajib mengqadha‟. Adapun jika dia mengalami haidh di awal waktu, sementara waktunya panjang, dia boleh mengakhirkan shalat, namun ketika itu haidh datang di waktu yang dia diberi keluasan untuk mengakhirkan, maka dia tidak berdosa dan tidak wajib mengqadha‟. Sumber artikel: http://www.alfawzan.af.org.sa/node/7936 BOLEHKAH ORANG YANG JUNUB, BERWUDHU SAJA JIKA AIR SANGAT DINGIN Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah | | | Penanya: Semoga Allah berbuat baik kepada Anda, penanya mengatakan: “Saya mengalami junub, sementara saya tidak memiliki air panas, maka saya membasuh kemaluan dengan air dingin, lalu saya berwudhu dengan air dingin tersebut dan tidak bertayamum, kemudian saya mengerjakan shalat. Apakah perbuatan saya tersebut benar? Asy-Syaikh: Yang wajib adalah dengan engkau mandi dengan air, kecuali jika engkau mengkhawatirkan bahaya karena air yang sangat dingin dan engkau tidak mampu
  • 33. memanaskannya, airnya sangat dingin yang engkau tidak mampu menahan rasa dinginnya, sementara engkau tidak mampu memanaskannya, maka cukup bagimu untuk tayammum dengan debu dan mengerjakan shalat. Adapun jika engkau mampu memanaskan air seperti dengan kayu bakar atau gas, maka wajib untuk menggunakan air (mandi –pent). Sumber artikel: http://www.alfawzan.af.org.sa/node/7917 BOLEHKAH MENJAMA’ SHALAT JUM’AT DAN ASHAR Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah | | | Penanya: Ada beberapa orang melakukan safar, lalu mereka menjama‟ shalat Jum‟at dengan shalat Ashar, kemudian mereka bertanya kepada salah seorang penuntut ilmu tentang hal tersebut, maka dia menjawab: “Saya tidak mengetahui ada yang melarang hal tersebut?” Maka hukum hal tersebut berkaitan dengannya dan dengan mereka? Apakah di sana ada pendapat sebagian ulama yang menyatakan bolehnya hal tersebut? Asy-Syaikh: Ini merupakan pendapat yang lemah. Jumhur ulama berpendapat bahwa tidak boleh menjama‟ shalat Ashar dengan shalat Jum‟at. Dan tidak ada riwayat dari Salaf satu huruf pun yang menyebutkan bahwa mereka menjama‟ shalat Jum‟at dengan Ashar, tidak ada riwayat semacam ini. Yang ada hanya pendapat yang lemah dari sebagian pengikut madzhab Asy-Syafi‟iy. Adapun jumhur berpendapat sebaliknya. Bahkan siapa yang menjama‟ shalat Ashar dengan shalat Zhuhur (mungkin maksudnya Jum‟at –pent) maka dia wajib mengulang, wajib atasnya untuk mengulang shalat Ashar. Penanya: Kalau telah lewat? Asy-Syaikh: Walaupun telah berlalu 100 tahun dia harus mengulangi shalat Ashar. Penanya: Kalau dia mengerjakan shalat Zhuhur dan tidak menghadiri shalat Jum‟at?
  • 34. Asy-Syaikh: Yang tidak ada adalah menjama‟ dengan shalat Jum‟at. Gambarannya seseorang mengerjakan shalat Jum‟at bersama manusia, dan tatkala mereka selesai dari shalat Jum‟at dia bangkit mengerjakan shalat Ashar. Penanya: (Suara kurang jelas). Asy-Syaikh: Tidak tepat, tidak boleh menjama‟ dan waktunya belum datang. Shalat Ashar dikerjakan pada waktunya yaitu waktu Ashar. Penanya: Bagaimana dengan orang yang tidak menghadiri shalat Jum‟at apakah boleh mengerjakan shalat Zhuhur dan Ashar dengan menjama‟? Asy-Syaikh: Jika dia mengerjakan shalat Zhuhur dan Ashar di … (suara kurang jelas –pent) hal ini mungkin, seperti seorang musafir yang tidak menghadiri shalat Jum‟at bersama orang- orang yang mukim lalu dia mengerjakan shalat Zhuhur dan menjama‟nya dengan shalat Ashar maka tidak mengapa. Karena pembicaraan kita berkaitan dengan menjama‟ shalat Ashar dengan shalat Jum‟at. Sumber artikel: http://www.alfawzan.af.org.sa/index.php?q=node/11646 BOLEHKAH MUSAFIR UNTUK TIDAK MENGERJAKAN SHALAT DI MASJID Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah | | | Penanya: Jika seorang musafir singgah di hotel atau di sebuah rumah dan di sekitarnya terdapat masjid yang ditegakkan shalat jama‟ah padanya, bolehkah baginya untuk menjama‟ shalat di rumah, terlebih lagi jika dia membutuhkan istirahat? Asy-Syaikh:
  • 35. Jika dia membutuhkan istirahat maka boleh baginya untuk menjama‟, atau jika dia ingin tidur, misalnya karena dia lelah sehingga ingin tidur dan dia seorang musafir, maka tidak masalah baginya untuk menjama‟ di hotel atau di rumah. Adapun jika dia dalam kondisi semangat atau dia hanya duduk hingga mu‟adzin mengumandangkan adzan untuk shalat berikutnya, maka yang afdhal dan lebih hati-hati baginya adalah dengan pergi ke masjid untuk shalat jama‟ah. HUKUM MENGERASKAN BASMALAH DALAM SHALAT Asy-Syaikh Shalih As-Suhaimy hafizhahullah | | | Penanya: Di sebagian masjid bacaan basmalah dibaca dengan keras dan di sebagian yang lain dibaca dengan lirih, bagaimana menyikapi perbedaan ini? Jawaban: Ini adalah perkara yang diperselisihkan bahkan oleh sebagian shahabat radhiyallahu anhum. Adapun pendapat yang dikuatkan oleh dalil-dalil yang ada adalah dengan tidak mengeraskan bacaan basmalah. Dan siapa yang mengeraskan bacaan maka tidak boleh diingkari lebih dari sekedar menjelaskan dalil bagi pendapat yang rajih (lebih kuat –pent). HUKUM ADZAN BAGI WANITA Fatwa Kewanitaan Bersama Syaikh Muqbil Bin Hadi al-Wadi‟iy rohimahulloh. | | | Pertanyaan: Apakah disyariatkan adzan bagi wanita? Jawaban: Tidak disyariatkan, dan baginya (cukup dengan) iqomah saja karena suara wanita adalah fitnah, dan Alloh azza wa jalla berfirman: “Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya.” [Qs. Al-Ahzab: 32]
  • 36. Dan yang berpendapat hal itu disyariatkan ialah imam Syaukani dan Muhammad Shiddiq Hasan Khan dan keduanya berkata: “Hukum asalnya ialah keumuman pensyariatan”. Akan tetapi (pendapat) yang benar ialah tidak disyariatkan bagi wanita. [Sumber: http://www.muqbel.net/fatwa.php?fatwa_id=2147] APAKAH OBAT UNTUK MEMBERSIHKAN RIYA’ ? Asy-Syaikh Muhammad bin Hady hafizhahullah | | | Pertanyaan: Saya bertanya tentang obat yang bisa membersihkan riya‟? Jawaban: Demi Allah wahai saudaraku, engkau telah menanyakan perkara yang besar. Pertama hendaklah engkau memperbanyak doa, hendaknya engkau berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta‟ala agar mengkaruniakan keikhlasan kepadamu dan membersihkan dirimu dari bala ini. Dan setiap muslim hendaknya berdoa kepada Rabbnya Subhanahu wa Ta‟ala agar membersihkan dirinya dari kesyirikan walaupun yang sedikit kadarnya, apalagi yang banyak. Karena sebagaimana yang telah kita katakan pada pertemuan-pertemuan sebelumnya, bisa jadi riya‟ tersebut akan menggugurkan amal secara keseluruhan, atau mengurangi pahalanya. Maka wajib atas seorang hamba untuk semangat berdoa, karena Allah Jalla wa Ala berfirman: “Maka barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, hendaklah dia beramal shalih dan jangan menyekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan seorang pun.” (QS. Al-Kahfi: 110) Dan Nabi shallallahu alaihi was sallam telah menjelaskan bahaya syirik asghar (syirik kecil) yaitu riya‟, dan ini merupakan perkara yang paling beliau khawatirkan akan menimpa kita, dan dia lebih samar dibandingkan rayapan semut hitam di atas batu hitam di malam yang gelap gulita. Jadi dia sangat tersembunyi, oleh karena itulah banyak manusia yang tidak mewaspadainya sehingga menjalar kepada mereka. Perkara terbesar yang bisa engkau gunakan untuk mengobatinya adalah dengan engkau menghisab dirimu: Apa yang bisa dilakukan untukmu oleh orang yang engkau berbuat riya‟ kepadanya dengan amalmu itu?
  • 37. Balasan apa yang akan dia berikan kepadamu?Ingatlah hal ini selalu dan renungkanlah! Balasan apa yang akan diberikan kepadamu oleh orang yang engkau berbuat riya‟ kepadanya dengan amal shalihmu tersebut? Apakah dia bisa membela dirimu dari adzab Allah sedikit saja? Ingatlah selalu firman Allah Tabaraka wa Ta‟ala kepadamu pada hari kiamat nanti: “Amalnya yang disertai riya‟ tersebut untuk yang dia jadikan sekutu selain Allah.” (Asal hadits ini adalah riwayat Muslim no. 2985, namun dengan lafazh ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah. Al-Albany rahimahullah berkata dalam Shahih Sunan Ibnu Majah III/371 no. 3406: “Shahih.” –pent) Kita memohon keselamatan kepada Allah. Jika engkau merenunginya maka insya Allah hal itu akan mewariskan kepadamu untuk berusaha mengobati hatimu, muhasabah (instropeksi), dan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk membebaskan diri dari bencana besar ini. Jadi dengan selalu mengingat dan merenungkan keagungan Allah Jalla wa Ala Yang kita ibadahi yang hanya kepada-Nya saja ibadah boleh ditujukan, merenungkan bahwa perbuatan yang engkau lakukan karena riya‟ untuk orang tersebut akan menghancurkan dirimu, dan engkau tidak akan menjumpai selain kecelakaan dan kebinasaan pada hari kiamat nanti, ini semua insya Allah Ta‟ala yang akan membantumu untuk ikhlash dalam beribadah. Sumber artikel: http://www.albaidha.net/vb/showthread.php?t=54349 BAHAYA KETENARAN Asy-Syaikh Shalih bin Abdul Aziz hafizhahullah [Menteri Urusan Agama Kerajaan Arab Saudi] | | | Ibnu Mas‟ud radhiyallahu anhu berkata: “Seandainya kalian mengetahui dosa-dosaku, tidak akan ada orang yang mau berjalan di belakangku (mengikutiku) walaupun cuma dua orang.” (Lihat: Siyar A‟lamin Nubala‟, I/495 – pent) Ada orang-orang yang terkenal, sebagian mereka ada yang terkenal karena dia seorang qari‟ Al-Qur‟an, dia terkenal karena bagusnya bacaannya dan karena kemerduan suaranya, sehingga manusia banyak yang mendatanginya. Diantara mereka ada yang merupakan seorang ulama yang dia terkenal karena ilmu, fatwa, wara‟ dan kesalehannya, sehingga banyak manusia yang mendatanginya.
  • 38. Diantara mereka ada yang sebagai seorang dai yang dia terkenal karena apa yang dia kerahkan dan dia upayakan untuk manusia, sehingga banyak dari mereka yang mendatanginya disebabkan karena Allah memberi mereka hidayah kepada kebenaran melalui perantaraan dia. Ada juga seseorang yang terkenal karena dia seorang yang menunaikan amanah, ada yang terkenal karena suka melakukan amar ma‟ruf nahi mungkar, dan seterusnya. Ketenaran merupakan kedudukan yang sangat rawan untuk menggelincirkan seseorang. Oleh karena inilah Ibnu Mas‟ud radhiyallahu anhu mewasiatkan untuk dirinya sendiri yang menjelaskan keadaan beliau dan menjelaskan apa yang wajib untuk dilakukan –katakanlah– oleh siapa saja yang memiliki pengikut, beliau mengatakan: “Seandainya kalian mengetahui dosa-dosaku, tidak akan ada orang yang mau berjalan di belakangku (mengikutiku) walaupun cuma dua orang, dan niscaya kalian akan menaburkan debu di kepalaku.” Wajib atas siapa saja yang memiliki ketenaran atau dia termasuk orang yang menjadi idola manusia, untuk senantiasa menganggap rendah dirinya di tengah-tengah mereka, dan hendaknya dia menampakkan hal itu namun bukan agar dimuliakan oleh mereka. Tetapi dia melakukannya semata-mata agar mendapatkan kemuliaan di sisi Allah Jalla wa Ala. Dan poros dari hal itu adalah keikhlasan, karena sungguh diantara manusia ada yang terkadang merendahkan dirinya di hadapan manusia agar dia nampak atau menonjol (agar dianggap sebagai orang yang tawadhu‟ –pent) diantara mereka. Yang semacam ini termasuk perbuatan syaithan. Diantara mereka ada yang merendahkan dirinya di tengah-tengah manusia dalam keadaan Allah Jalla wa Ala mengetahui hatinya bahwa dia jujur dalam hal tersebut. Dia melakukannya karena takut perjumpaan dengan Allah Jalla wa Ala, dan dia takut terhadap hari ketika apa yang tersembunyi dalam dada diberi balasan setimpal, dan hari ketika semua yang ada di dalam hati dibongkar. Dan ketika itu tidak ada sedikitpun yang tersembunyi dari ilmu Allah. APAKAH SESEORANG AKAN DIADZAB KARENA BERDEKATAN DENGAN ORANG YANG SESAT Asy-Syaikh Shalih bin Muhammad Al-Luhaidan hafizhahullah | | | Saya (Asy-Syaikh Badr bin Muhammad Al-Badr hafizhahullah –pent) bertanya kepada guru kami Shalih Al-Luhaidan pada pagi hari Rabu 5 Muharram 1436 H tentang firman Allah Ta‟ala:
  • 39. “Dan ingatlah pada hari ketika orang yang zhalim menggigit kedua tangannya seraya berkata: „Duhai sekiranya aku dahulu menempuh jalan Rasul. Duhai celaka diriku, seandainya saja aku dulu tidak menjadikan si fulan sebagai teman dekat. Sungguh dia telah menyesatkan diriku dari Al-Qur‟an ketika telah datang kepadaku.‟ Dan syaithan tidak pernah mau menolong manusia.” (QS. Al-Furqaan: 27-29) Juga firman-Nya: “Ingatlah ketika orang-orang yang diikuti (kesesatannya) berlepas diri dari orang-orang yang mengikuti mereka dan mereka telah melihat adzab serta segala hubungan telah terputus. Dan orang-orang yang mengikuti mengatakan: „Seandainya kami dikembalikan ke dunia agar kami bisa berlepas diri dari mereka sebagaimana mereka telah berlepas diri dari kami.‟ Demikianlah Allah akan menampakkan amal perbuatan mereka sebagai penyelasan yang mendalam atas mereka, dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari neraka.” (QS. Al- Baqarah: 166-167) Apakah ayat-ayat ini menunjukkan bahwa seseorang akan dihisab dan diadzab karena dia berteman dengan orang menyimpang dan sesat? Beliau menjawab: Apakah ada seseorang yang ragu tentang hal ini, wahai anakku?! Tidak diragukan lagi dia akan dihisab. Bukankah Nabi shallallahu alaihi was sallam telah mentahdzir dari teman yang buruk, sebagaimana dalam hadits: “Permisalan teman duduk yang baik dan teman duduk yang buruk adalah seperti pembawa minyak wangi dan peniup api atau pandai besi.” (HR. Al-Bukhary no. 5534 dan Muslim no. 2628 –pent) Peniup api bisa membakar bajumu, dan sabda beliau ini merupakan tahdzir agar jangan berteman dengannya. Saya bertanya lagi: Apakah artinya dia akan diadzab dan dihisab karena berteman dengan orang yang menyimpang tadi, wahai syaikh kami? Beliau menjawab: Ya, dia juga akan diadzab. Sumber artikel: www.bayenahsalaf.com/vb/showthread.php?t=22503
  • 40. BAGAIMANA MENJAGA DIRI DARI SYIRIK TERSEMBUNYI Asy-Syaikh Ubaid Al-Jabiry hafizhahullah | | | Pertanyaan: Bagaimana saya melindungi dan menjaga diri saya dari syirik tersembunyi? Apakah orang yang terjatuh padanya tempat tinggalnya di neraka? Dan bagaimana saya bisa mengetahui bahwa saya terjatuh padanya? Jawaban: Syirik tersembunyi adalah riya‟, seperti engkau mengerjakan shalat dan membaguskan shalatmu karena ada orang lain yang melihatmu, atau engkau bersedekah agar manusia menyebutmu. Semacam ini merupakan syirik tersembunyi. Untuk membebaskan diri darinya dengan cara: Pertama: Berusaha semaksimal mungkin menundukkan jiwamu, selama engkau terus berusaha menundukkannya dan melawannya namun engkau masih menjumpai hal itu maka insya Allah Ta‟ala hal itu tidak akan merugikanmu. Kedua: Jika hal ini mempengaruhi dirimu, maksudnya jika pandangan manusia mempengaruhi dirimu ketika engkau mengerjakan amal shalih, maka bersembunyilah semaksimal mungkin. Dan jika engkau tidak mampu maka kuatkan tekat dan jauhkanlah was-was dari dirimu, dan saya khawatir yang menimpamu termasuk was-was. Terakhir: Hendaklah engkau memperbanyak mengucapkan doa ini: “Yaa Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu sedikit saja dalam keadaan aku mengetahui, dan aku meminta ampunan kepada-Mu dari dosa yang tidak aku ketahui.” (Lihat: Shahih Al-Adabul Mufrad no. 551 –pent) Adapun apakah pelakunya akan masuk neraka, orang yang berbuat riya‟ terancam dengan neraka. Hanya saja dengan banyak bertaubat, istighfar, dan terus menerus berdoa dengan doa ini sebagaima yang telah saya sebutkan kepadamu tadi, dan itu adalah riwayat yang shahih, dinilai shahih oleh Al-Albany dan ulama yang lain –semoga Allah merahmati mereka semua– insya Allah Ta‟ala engkau akan aman dan mendapatkan taufik untuk membersihkan dirimu dari syirik tersembunyi berupa riya‟. Sumber artikel: http://www.albaidha.net/vb/showthread.php?t=54187
  • 41. ORANG YANG IKHLASH DAN JUJUR SELALU BERBAIK SANGKA KEPADA ALLAH APAPUN YANG MENIMPANYA SELAMA DIA DI ATAS KEBENARAN Al-Allamah Abdurrahman bin Yahya Al-Mu‟allimy Al-Yamany rahimahullah | | | Sebagian orang pernah bercerita kepadaku bahwa ada seseorang yang kebiasaannya mencium kuku kedua ibu jarinya ketika dia mendengar muadzin mengucapkan: “Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah.” Kemudian dia meninggalkannya ketika ada salah seorang ulama mengatakan kepadanya bahwa hal itu adalah perbuatan bid‟ah dan hadits yang diriwayatkan tentang perkara tersebut dihukumi oleh para ahli hadits sebagai riwayat dusta. Ketika dia meninggalkan kebiasaannya tersebut maka dia ditimpa rasa sakit di kedua matanya. Maka dia pun berusaha untuk mengobatinya dengan berbagai macam obat. Namun berbagai macam obat tersebut tidak mempan, sampai ada sebagian orang-orang shufi mengatakan kepadanya: “Makanya hendaknya engkau meneruskan mencium kedua ibu jarimu ketika adzan!” Lalu terbetiklah di dalam hatinya anggapan bahwa rasa sakit tersebut menimpanya sebagai hukuman terhadapnya karena dia meninggalkan kebiasaan tersebut. Akhirnya dia pun kembali melakukan bid‟ah tersebut dan ternyata rasa sakitnya pun hilang. Maka katakanlah kepadanya di dalam menilai apa yang dia alami tersebut: sesungguhnya Allah senantiasa menguji hamba-hamba-Nya dengan apa yang Dia kehendaki dan menggiring orang-orang yang sengaja memilih kesesatan semakin jauh dari jalan yang benar tanpa mereka sadari. Kami telah mendengar dari beberapa orang yang menceritakan bahwa ada seseorang yang tidak mengerjakan shalat, maka sebagian orang-orang yang suka menasehati berusaha memotivasinya untuk mengerjakan shalat dan menakut-nakutinya dengan hukuman yang akan menimpanya akibat meninggalkannya. Maka dia pun mulai menjaga shalat. Setelah itu ternyata dia ditimpa berbagai musibah pada keluarga dan hartanya. Maka dia menganggap bahwa hal itu adalah akibat shalat yang dia kerjakan sehingga dia pun meninggalkannya. Kami katakan: bisa saja musibah yang menimpanya adalah akibat dari shalat yang dia kerjakan. Penjelasannya adalah hadits yang menyatakan: “Sesungguhnya Allah Maha Baik dan tidak akan menerima kecuali seuatu yang baik pula.” (HR. Muslim no. 1015 –pent)
  • 42. Jadi termasuk sunnatullah adalah jika seorang hamba meninggalkan sebuah kemaksiatan, maka Allah akan mengujinya agar nampak hakekatnya dan apa sebenarnya yang mendorongnya untuk meninggalkan maksiat tersebut. Apakah karena iman atau karena sesuatu yang lain. Yang semisal dengannya adalah yang diceritakan oleh sebagian orang kepada saya bahwa ada seseorang yang jika dia mengerjakan shalat wajib sendirian maka dia merasakan hatinya lembut dan khusyuk, namun jika dia shalat berjamaah justru dia tidak bisa khusyuk. Sebab dari apa yang menimpanya ini karena sesungguhnya syaithan berusaha menyeretnya agar meninggalkan shalat berjamaah. Jadi syaithan membiarkannya khusyuk jika dia mengerjakan shalat sendirian dan mengganggunya jika dia shalat berjamaah, dengan tujuan agar orang tersebut meninggalkan shalat berjamaah dan agar meyakini bahwa shalat sendirian lebih afdhal (karena menurutnya bisa lebih khusyuk –pent). Sehingga keyakinan dia yang seperti ini merupakan sikap menyelisihi syari‟at yang bahayanya lebih besar atasnya dari sekedar meninggalkan shalat berjamaah. Yang semisal dengannya juga adalah apa yang saya jumpai sendiri. Dahulu saya pernah dalam keadaan yang baik pada keluarga (sehat –pent) dan harta saya (berkecukupan –pent). Maka saya menginfakkan sebagian harta saya pada salah satu jalan kebaikan. Kemudian saya ingin melakukannya lagi, namun tiba-tiba muncul musibah yang menimpa keluarga dan harta saya. Namun –dengan memuji Allah semata– saya tidak terpengaruh dengan musibah tersebut dan saya tetap melaksanakan untuk menginfakkan harta yang telah saya niatkan sebelumnya. Bahkan kemudian saya mengulanginya untuk ketiga kalinya. Sampai sekarang sebagian musibah tersebut belum hilang sepenuhnya. Namun nampaklah kepada saya rahasia kenapa musibah-musibah tersebut menimpa saya. Barangkali apa yang saya infakkan tersebut diterima di sisi Allah Azza wa Jala, lalu Allah ingin membalasnya dengan membersihkan diri saya dari sebagian dosa-dosa yang telah saya lakukan. Dan musibah- musibah tersebut adalah sebagian dari bentuk pembersihan dosa itu. [Risaalah Fii Tahqqiihil Bid‟ah, hal. 28-32] Sumber artikel: Al-Imam Abdurrahman Al-Yamany Hayaatuhu wa Aatsaaruh, hal. 57-58 HIKMAH TERJATUHNYA SEBAGIAN ORANG YANG IKHLASH DALAM KESALAHAN Asy-Syaikh Abdurrahman bin Yahya Al-Mu‟allimy rahimahullah | | | Ketahuilah bahwasanya Allah Ta‟ala terkadang menjatuhkan sebagian orang-orang yang ikhlash pada sebuah kesalahan sebagai ujian bagi yang lain; yaitu apakah mereka
  • 43. akan mengikuti kebenaran dan meninggalkan pendapat orang yang salah tersebut, ataukah justru mereka tertipu dengan keutamaan dan kemuliaannya? Adapun ulama yang salah tersebut mendapatkan udzur, bahkan dia mendapatkan pahala karena ijtihadnya dan tujuannya yang baik serta tidak meremehkan usaha. Tetapi orang yang mengikuti semata-mata karena tertipu dengan nama besarnya tanpa mau memperhatikan hujjah-hujjah yang sesungguhnya yang berasal dari Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu alaihi was sallam, maka dia tidak mendapatkan udzur, bahkan dia berada dalam bahaya yang besar. Ketika Ummul Mu‟minin Aisyah radhiyallahu anha pergi ke Bashrah sebelum pecahnya Perang Jamal, Amirul Mu‟minin Ali radhiyallahu anhu menyusulkan putra beliau Al-Hasan dan Ammar bin Yasir radhiyallahu anhuma untuk menasehati manusia. Diantara perkataan Ammar kepada penduduk Bashrah adalah: “Demi Allah, sesungguhnya dia adalah istri dari Nabi kalian shallallahu alaihi was sallam di dunia dan akhirat, tetapi Allah Tabaaraka wa Ta‟aala menguji kalian untuk mengetahui apakah kalian lebih mentaati beliau ataukah mentaatinya.” [1] Termasuk contoh terbesar yang juga semakna dengan ini adalah tuntutan Fathimah radhiyallahu anha agar mendapat warisan dari ayahnya shallallahu alaihi was sallam. Dan ini merupakan ujian besar bagi Ash-Shiddiq (Abu Bakr) radhiyallahu anhu. Namun Allah mengokohkannya menghadapi ujian ini. [Raf‟ul Isytibaah An Ma‟nal Ibaadah wal Ilah, hal 152-153] Catatan Kaki: [1] HR. Al-Bukhary no. 7110. (pent) [2] Hal ini karena Abu Bakr radhiyallahu anhu mendengar sabda Rasulullah shallallahu alaihi was sallam: “Kami tidak diwarisi, apa saja yang kami tinggalkan maka itu semuanya menjadi shadaqah.” Lihat: Shahih Al-Bukhary no. 4240. (pent) Sumber artikel: http://www.ajurry.com/vb/showthread.php?t=39521 TAUHID SEPERTI NAFAS YANG JIKA BERHENTI MAKA KITA AKAN MATI Asy-Syaikh Muhammad bin Hady Al-Madkhaly hafizhahullah | | |
  • 44. Wahai segenap orang-orang yang saya cintai, bab ini yaitu bab tauhid dan membicarakannya, bagi kita kedudukannya seperti nafas, kita hidup dengannya dan jika berhenti maka kita akan mati. Sebagian orang didatangi oleh Iblis untuk merusaknya dengan ucapan: “Aku sudah menjadi orang besar dan ulama, dan perkara-perkara ini diketahui oleh para pelajar di sekolah dasar!” Tidak demikian wahai saudaraku, seandainya pandangan yang benar adalah semacam ini, tentu Allah tidak akan memulai dari awal, menambah, dan mengulang- ulangnya di dalam Kitab-Nya. Demikian juga tentu Rasulullah shallallahu alaihi was sallam tidak akan menjelaskannya dan mengingatkannya dari waktu ke waktu kepada para Shahabat beliau yang mereka adalah orang-orang mulia dan berakal serta orang-orang yang terpilih dari bangsa Arab. Wahai saudaraku tercinta, jika hal ini sedikit saja datang kepadamu atau muncul dari dirimu sendiri, maka ketahuilah bahwa hal itu berasal dari Iblis yang ingin memalingkanmu darinya agar engkau meremehkannya. Maka setelah itu ketika engkau melihat seseorang yang terjatuh kepada kesyirikan, kulitmu tidak akan merinding. Ketika engkau melihat seseorang yang terjatuh kepada kesyirikan, engkau tidak merasa melihat pemandangan yang mengerikan. Orang yang seperti ini bukan mustahil setelah itu dia akan semakin parah dengan menjadi teman duduk mereka dan bersikap basi-basi terhadap mereka. Maka manakah sikap permusuhan terhadap orang yang menentang Allah dan Rasulnya?! Jadi kita membutuhkan tauhid setiap detik dan bahkan pada setiap bagian yang merupakan pecahan detik. Kita mengingatnya, kita mengingat-ingatnya, kita saling mengingatkan urusannya dan saling mengingatkan dengannya. Jadi perkara tauhid adalah perkara yang besar. Bagaimana tidak, sedangkan keselamatan di hadapan Allah Jalla wa Ala nanti pondasinya adalah tauhid!! Maka harus benar-benar mengerti tiga prinsip pokok ini dengan baik. Yaitu dengan seorang hamba mengenal Rabbnya, mengenal agamanya, dan mengenal Nabinya shallallahu alaihi was sallam. Sumber artikel: www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=143322 BOLEHKAH TOLERANSI DALAM MASALAH PRINSIP AGAMA DEMI MASLAHAT UMUM Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah | | | Pertanyaan:
  • 45. Semoga Allah berbuat baik kepada Anda, kami sering mendengar di berbagai media di masa ini yang menyatakan bahwasanya boleh untuk toleransi pada sebagian prinsip- prinsip pokok agama jika hal itu dilakukan untuk kepentingan umum. Maka sejauh mana benarnya ucapan semacam ini? Jawaban: Ucapan ini tanggung jawabnya dikembalikan kepada yang mengatakannya. Prinsip- prinsip pokok agama tidak ada toleransi padanya. Ini merupakan sikap mudaahanah (basa- basi, melunak dan mengalah –pent). Tidak boleh sedikit pun mengalah dalam prinsip-prinsip pokok agama sama sekali. Prinsip-prinsip pokok agama tidak ada toleransi padanya, karena hal ini maknanya adalah mudaahanah. Allah berfirman: “Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan dirimu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar engkau membuat kedustaan atas nama Kami dengan selainnya, dan kalau sampai demikian maka sungguh mereka akan menjadikan dirimu sebagai sahabat yang sangat dicintai. Kalau sampai terjadi demikian, maka sungguh Kami akan merasakan kepadamu siksaan yang berlipat ganda di dunia ini dan yang berlipat ganda pula sesudah mati, lalu engkau tidak akan mendapatkan seorang penolong pun terhadap Kami.” (QS. Al- Isra‟ ayat 73 dan 75) Jadi tidak boleh mengalah sedikit pun dari agama ini yang merupakan prinsip-prinsip pokoknya yang tetap hanya karena ingin membuat ridha orang-orang kafir, karena ini merupakan sikap mudaahanah. Allah berfirman: “Mereka menginginkan agar engkau bersikap lunak lalu mereka pun bersikap lunak pula kepadamu.” (QS. Al-Qalam: 9) Juga firman-Nya: “Maka apakah kalian akan menyembunyikan isi Al-Quran ini karena takut kepada manusia.” (QS. Al-Waqi‟ah: 81) Maksudnya kalian akan mengalah pada sebagiannya. Yang semacam ini tidak boleh sama sekali, karena ini adalah sikap mudaahanah. TIDAK BOLEH MENGALAH SEDIKIT PUN DARI AGAMA KITA HANYA KARENA INGIN MEMBUAT RIDHA ORANG-ORANG KAFIR BAGAIMANA PUN KEADAANNYA.
  • 46. Demikian juga ketika mereka (orang-orang kafir) mengatakan kepada Rasul shallallahu alaihi was sallam: “Kami mau menyembah sesembahanmu selama setahun dengan syarat engkau juga mau menyembah sesembahan kami selama setahun juga.” MEREKA MENGATAKAN HAL ITU DENGAN TUJUAN INGIN BERDAMAI. Namun Allah Jalla wa Alaa memperingatkan dengan firman-Nya: “Katakanlah: Wahai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah, dan kalian bukan penyembah Rabb yang aku sembah, dan aku bukan penyembah apa yang kalian sembah, dan kalian bukan penyembah Rabb yang aku sembah, bagi kalian agama kalian dan bagiku agamaku.” (QS. Al-Kafirun: 1-6) Maksudnya: aku berlepas diri dari agama kalian, dan kalian juga berlepas diri dari agamaku. Jadi aku tidak akan mengalah sedikit pun dari agamaku hanya karena agar kalian ridha kepada kami. Tidak ada sikap mencari ridha manusia, yang ada hanya mencari ridha sang Khaliq. Sumber audio: http://www.alfawzan.af.org.sa/node/2894 Sumber transkrip: http://www.vb.noor-alyaqeen.com/t21775/ Ditranskrip oleh: Fathimah bintu Al-Badr SIKAP TERHADAP ORANG TUA YANG JAHIL YANG MENINGGAL DI ATAS KESYIRIKAN Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah | | | Pertanyaan: Fadhilatus Syaikh, semoga Allah memberi taufik kepada Anda, kami dahulu dalam keadaan jahil dan ngawur dalam ibadah, dan sebagian ayah-ayah dan ibu-ibu kami ada yang meyakini ibadah kepada kuburan, bertawassul dengannya, menujukan sembelihan untuknya, dan perkara-perkara syirik yang lainnya. Ayah-ayah kami tersebut telah meninggal, maka apakah boleh memintakan ampunan untuk mereka dan mendoakan rahmat bagi mereka? Jawaban: Tidak boleh, jika mereka meninggal di atas akidah dan perbuatan semacam ini, seperti menyembelih untuk selain Allah dan bernadzar untuk selain Allah dan mereka meninggal di atas perkara-perkara tersebut, maka mereka adalah orang-orang musyrik yang tidak boleh bagi kalian untuk memintakan ampunan untuk mereka dan mendoakan rahmat bagi mereka.
  • 47. “Tidaklah sepantasnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat mereka.” (QS. At-Taubah: 113) Mereka itu meninggal di atas syirik, karena mereka menyembelih untuk selain Allah dan bernadzar untuk selain Allah. Sumber artikel: http://youtu.be/WLNlmv4KMjA TIDAKKAH KALIAN MENGKHAWATIRKAN DIRI KALIAN SENDIRI Asy-Syaikh Muhammad bin Hady hafizhahullah | | | Ambilah pelajaran dari kisah Abdullah Al-Qashimy,[1] berapa banyak kitab yang telah dia tulis dalam rangka membela dakwah Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab, yaitu dakwah tauhid. Kitabnya yang berjudul “Ash-Shiraa‟ Bainal Islam wal Watsaniyyah” bisa kalian lihat. Demikian juga kitab “Al-Buruuq An-Najdiyah Fii Iktisaahizh Zhulumaatid Dajawiyah” bisa kalian baca. Bacalah kitabnya yang lain yang dia tulis untuk membela dakwah tauhid dan dakwah Salafiyah, dakwah yang diserukan oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Kemudian setelah itu dia murtad dan para ulama dakwah telah berfatwa tentang kemurtadannya. Fatwa-fatwa ini terarsipkan dan tertulis dalam kitab- kitab. [2] Jadi dia memiliki sekian banyak tulisan-tulisan dalam membela dakwah Salafiyah, namun setelah itu dia murtad. Wahai hamba-hamba Allah, kenapa kalian tidak mengkhawatirkan diri kalian sendiri?! Wajib atas kita semua untuk mengkhawatirkan diri kita sendiri. Jadi seseorang jika dia berada pada keadaan yang diridhai, maka hendaklah dia terus memohon kekokohan kepada Allah. Ini merupakan prinsip. “Wahai Rabb kami, janganlah Engkau sesatkan hati kami setelah Engkau beri hidayah kepada kami.” (QS. Ali Imran: 8) Jadi seorang hamba terkadang hatinya menyimpang walaupun setelah mendapatkan hidayah, karena sesungguhnya hati hamba-hamba ini –sebagaimana yang telah dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi was sallam– berada diantara dua jari jemari Ar-Rahman yang Dia bolak-balik sesuai yang Dia kehendaki. (lihat: Shahih Muslim no. 2654 –pent) Demikian juga Rasulullah shallallahu alaihi was sallam telah mengabarkan fitnah- fitnah yang akan terjadi di akhir zaman bahwasanya ketika itu seseorang yang pagi harinya masih dalam keadaan beriman, sore harinya dia menjadi kafir. Yang lain pada sore harinya
  • 48. masih beriman, namun keesokan harinya telah menjadi kafir. Hal itu terjadi karena dia menjual agamanya hanya karena secuil dari kesenangan dunia. (lihat: Shahih Muslim no. 118 –pent) Kita memohon keselamatan kepada Allah. Maka kenapa mereka ini pertama kali gemetar ketakutan ketika mendengar bahwa si fulan dahulu seorang pembela As-Sunnah, kemudian dia menyimpang. Kita memohon kekokohan kepada Allah dan kita juga memohon kepada Allah hidayah bagi orang seperti yang disebutkan oleh penanya ini, hanya saja perlu diketahui bahwa hal ini terjadi dan telah terjadi. Akan terus terjadi lagi selama masih ada manusia dan masih ada kehidupan. Maka jangan merasa ngeri dan ketakutan, dan mohonlah kepada Allah kekokohan dan keselamatan Sumber audio: www.youtube.com/watch?v=4mD3ioqffo8 BOLEHKAH MENINGGALKAN UMROH KARENA WABAH MERS Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah | | | . Pertanyaan: Saya ingin pergi ke Mekkah untuk melaksanakan umroh, hanya saya takut terhadap penyakit MERS yang sedang mewabah. Apakah ini merupakan kelemahan iman ataukah termasuk usaha menempuh sebab? Jawaban: Ini merupakan kelemahan tawakkal kepada Allah Subhanahu wa Ta‟ala. Bertawakallah kepada Allah, pergilah untuk melaksanakan umroh, kerjakanlah shalat di Al- Masjid Al-Haram, dan jangan takut kecuali kepada Allah Subhanahu wa Ta‟ala! Tetapi kalau memang keluar larangan untuk datang ke sebuah negeri berdasarkan ketetapan secara medis, maka tidak masalah (untuk membatalkan kepergian ke negeri tersebut –pent). Nabi shallallahu alaihi was sallam bersabda tentang penyakit tha‟un: “Jika kalian mendengarnya sedang mewabah di sebuah negeri maka kalian jangan pergi ke sana, dan yang sedang berada di negeri tersebut jangan keluar meninggalkannya.” [1] Jadi jika keluar larangan yang berdasarkan ilmu yang benar, maka engkau jangan pergi! Adapun selama izin masih terbuka, orang-orang yang ingin umroh dipersilahkan untuk umroh dan mengunjungi Al-Masjid An-Nabawy, maka jangan sampai pada dirimu ada ketakutan yang berlebihan seperti ini! Sumber artikel: http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=144403
  • 49. [1] Lihat: Shahih Al-Bukhary no. 5728 dan Shahih Muslim no. 2219. (pent) BOLEHKAH MENDATANGKAN ARWAH Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah | | | Pertanyaan: Apakah hukum mendatangkan arwah dan apakah hal itu termasuk jenis sihir? Jawaban: Tidak diragukan lagi bahwa mendatangkan arwah termasuk salah satu jenis sihir atau termasuk perdukunan. Arwah yang didatangkan tersebut hakekatnya bukan arwah orang-orang yang telah meninggal seperti yang mereka katakan, tetapi syetan-syetan yang menjelma seperti orang-orang yang sudah meninggal itu dan mereka mengatakan: “Aku adalah ruh si fulan atau aku adalah si fulan.” Padahal hakekatnya syetan. Maka perbuatan semacam ini tidak boleh. Arwah orang-orang yang sudah meninggal tidak mungkin dihadirkan, karena sudah berada di genggaman Allah Subhanahu wa Ta‟ala sebagaimana firman-Nya: “Allah memegang jiwa ketika matinya dan memegang jiwa orang yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia menahan jiwa yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan.” (QS. Az-Zumar: 42) Jadi arwah itu tidak seperti yang diklaim sebagian orang, yaitu bisa datang dan pergi, tetapi Allah saja yang mengaturnya. Jadi perbuatan mendatangkan arwah adalah bathil dan termasuk jenis sihir dan perdukunan. Sumber artikel: Al-Muntaqaa min Fataawa Al-Fauzan, 2/134-135, pertanyaan no. 109 BOLEHKAH MELAKUKAN PENYEMBELIHAN UNTUK MEMINTA TURUN HUJAN DAN MEMAKAN DAGINGNYA Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah | | | Pertanyaan: Ketika hujan lama tidak turun, sebagian orang ada yang melakukan penyembelihan untuk meminta agar hujan turun. Apakah hukum perbuatan ini dan bolehkah memakan sembelihan tersebut ataukah tidak?
  • 50. Jawaban: Perbuatan semacam ini tidak boleh, terlebih lagi jika sembelihan ini ditujukan untuk orang yang telah meninggal atau untuk jin atau yang semisalnya. Karena itu merupakan sembelihan syirik karena ditujukan untuk selain Allah Azza wa Jalla. Allah Ta‟ala berfirman: “Diharamkan atas kalian untuk memakan bangkai, darah, daging babi, dan sembelihan yang disembelih untuk selain Allah…” (QS. Al-Maidah: 3) Menyembelih untuk selain Allah merupakan perbuatan syirik karena hal tersebut adalah ibadah, sedangkan ibadah wajib hanya ditujukan bagi Allah saja. Allah Ta‟ala berfirman: “Maka dirikanlah shalat untuk Rabbmu dan sembelihlah hewan kurban.” (QS. Al-Kautsar: 2) Dia juga berfirman: “Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Rabbul Alamin.” (QS. Al-An‟am: 162) Kata “nusuk” dalam ayat ini maknanya adalah sembelihan. Adapun meminta hujan yang sesuai dengan ajaran yang datang dari Nabi shallallahu alaihi was sallam adalah dengan melakukan shalat istisqa‟, khutbah dan berdoa setelahnya di atas mimbar. Demikian juga dengan cara berdoa di khutbah Jum‟at, yaitu dengan sang imam berdoa pada khutbah Jum‟at agar Allah menurunkan hujan bagi kaum Muslimin. Demikian juga terkadang dengan berdoa tanpa melakukan shalat dan khutbah terlebih dahulu. Jadi doa meminta hujan datang dari Nabi shallallahu alaihi was sallam dengan beberapa cara. Adapun melakukan penyembelihan untuk mengharapkan hujan maka hal tersebut tidak ada asalnya dalam syariat. Sumber artikel: Al-Muntaqa min Fataawa Al-Fauzan, bab Aqidah, pertanyaan no. 186 BOLEHKAH MELAKUKAN PENYEMBELIHAN KETIKA MERESMIKAN BANGUNAN BARU Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah | | | Pertanyaan: Di sebuah tempat ketika sebuah bangunan dibuka pertama kali, dilakukan penyembelihan kambing sebagai bentuk peresmian, dan juga dilakukan pengambilan
  • 51. gambar oleh salah satu surat kabar, dan penyembelihan tersebut dilakukan di luar gedung tersebut. Pertanyaannya adalah apakah hukum perbuatan semacam ini? Jawaban: Ini merupakan kesyirikan –kita berlindung kepada Allah darinya– ini merupakan kesyirikan terhadap Allah dan penyembelihan untuk selain Allah, karena mereka meyakini bahwa penyembelihan ini untuk jin dan mereka melakukannya untuk menghindari kejahatan jin. Mereka menyembelih untuk jin dengan tujuan agar jin tidak mengganggu mereka. Ini termasuk perbuatan orang-orang di zaman Jahiliyah dan merupakan kesyirikan kepada Allah. Kalau hal ini sampai terjadi di negeri tauhid, maka wajib melaporkannya kepada pemerintah dan wajib untuk tidak mengulangi perbuatan tersebut. Sumber artikel: http://www.alfawzan.af.org.sa/node/5395 BENARKAH TIDAK BOLEH MENGELOMPOKKAN MANUSIA SESUAI GOLONGANNYA Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah | | | Pertanyaan: Ada penanya yang mengatakan: “Di akhir-akhir ini telah muncul orang yang melarang untuk menyebutkan manusia sesuai dengan kelompok yang diikutinya, dengan dalih karena mereka semua muslim. Maka apa pendapat Anda dan bagaimana yang benar dalam masalah tersebut? Jawaban: Ini tidak bisa dikatakan secara mutlak. Orang yang menyelisihi kebenaran terkadang ada yang sampai kafir dan bukan muslim lagi, terkadang sesat dan fasik, dan terkadang hanya pada tingkatan orang yang suka bermaksiat saja. Jadi manusia itu bertingkat-tingkat keadaannya, diantara mereka ada yang kafir, ada yang munafik, ada yang fasik, ada yang suka bermaksiat, dan diantara mereka juga ada yang mu‟min yang taat dan bertakwa. Maka harus mendudukkan manusia sesuai dengan kedudukan mereka, sehingga orang yang suka bermaksiat tidak boleh didudukkan pada kedudukan orang yang taat, dan sebaliknya orang yang taat tidak boleh didudukkan pada kedudukan orang yang suka bermaksiat. Allah Jalla wa Ala berfirman: “Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah persangkaan yang mereka tetapkan itu.” (QS. Al-Jatsiyah: 21)
  • 52. Allah Ta‟ala juga berfirman: “Maka apakah layak Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang kafir. Bagaimanakah cara kalian menetapkan?” (QS. Al-Qalam: 35-36) Juga firman-Nya: “Apakah layak Kami menjadikan orang-orang yang beriman dan beramal saleh seperti orang-orang yang suka melakukan kerusakan di muka bumi, atau apakah layak Kami menjadikan orang-orang yang bertakwa seperti orang-orang yang jahat.” (QS. Shaad: 28) Jadi Allah sendiri yang memisahkan atau membeda-bedakan mereka sesuai dengan perbuatan yang mereka kerjakan dan sesuai dengan keyakinan yang mereka yakini. Juga sebagaimana yang pernah kalian dengar dalam hadits bahwa ummat ini terpecah menjadi 73 kelompok. Masing-masing memiliki manhaj dan jalan yang berbeda dengan kelompok lain. Kecuali siapa saja yang kokoh di atas Al-Qur‟an dan As-Sunnah, maka jalan mereka hanya satu dan mereka tidak berselisih. Ini adalah sesuatu yang jelas. Adapun tentang orang yang mengatakan: “Dia ini datang hanya memecah belah manusia.” Atau mengatakan: “Tidak boleh mengelompokkan manusia.” Maka ini semua adalah ucapan yang muncul dari kebodohan. Allah sendiri yang mengelompokkan mereka. Juga Al-Qur‟an dan As-Sunnah menyebut orang-orang kafir, menyebut orang-orang munafik, menyebut orang- orang yang beriman, serta menyebut orang-orang yang suka bermaksiat dan orang-orang fasik. Allah telah menjelaskan di dalam Kitab-Nya: ٌ‫ن‬ِ‫م‬ ْ‫ُؤ‬‫م‬ ْ‫م‬ُ‫ك‬ْ‫ن‬ِ‫م‬ َ‫و‬ ٌ‫ر‬ِ‫ف‬‫ا‬َ‫ك‬ ْ‫م‬ُ‫ك‬ْ‫ن‬ِ‫م‬َ‫ف‬ ْ‫م‬ُ‫ك‬َ‫ق‬َ‫ل‬َ‫خ‬ ْ‫ي‬ِ‫ذ‬َّ‫ل‬‫ا‬ َ‫ُو‬‫ه‬. “Dia-lah yang menciptakan kalian lalu diantara kalian ada yang kafir dan diantara kalian ada yang beriman.” (QS. At-Taghabun: 2) Lalu muncul orang yang menyatakan: “Tidak, tidak boleh mengelompokkan manusia.” Ini merupakan penentangan terhadap Allah dan Rasul-Nya Sumber artikel: http://www.ajurry.com/vb/showthread.php?t=37483 BOLEHKAH MENGATAKAN BAHWA UMAT ISLAM ADALAH UMAT YANG TERBELAKANG Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah | | | Penanya: Semoga Allah berbuat baik kepada Anda wahai Shahibul Fadhilah, penanya ini mengatakan: “Ada orang yang mengatakan bahwa umat Islam adalah orang-orang yang terbelakang atau mengalami kemunduran, atau menyebut mereka sebagai teroris atau
  • 53. orang-orang radikal, apa hukumnya bagi ucapan-ucapan semacam ini dan apa hukumnya bagi orang yang menuduhkan sifat-sifat tersebut kepada umat Islam?” Asy-Syaikh: Ini adalah seperti ucapan orang-orang munafik terdahulu yang mengatakan: “Kita tidak melihat orang-orang seperti para penghafal Al-Qur‟an kita ini yang lebih banyak mengurusi perut, lebih dusta ucapannya, dan lebih penakut ketika bertemu musuh.” Maka Allah menurunkan ayat: “Janganlah kalian mencari-cari alasan, sungguh kalian telah kafir setelah keimanan kalian.” (QS. At-Taubah: 66) Jadi orang yang mengatakan ucapan ini terhadap umat Islam maka ini merupakan kemurtadan dari agama Islam, ini merupakan kemurtadan dari agama Islam. Adapun jika dia mengatakan bahwa umat Islam kurang memperhatikan dalam mempelajari tekhnologi dan kurang dalam melakukan persiapan bekal atau persenjataan menghadapi orang-orang kafir, maka ini ucapan yang benar. Namun jika dia mengatakan bahwa mereka adalah orang- orang yang terbelakang disebabkan agama Islam, maksudnya jika dia menganggap bahwa Islamlah yang menyebabkan mereka terbelakang, dan mereka menjadi orang-orang yang tertinggal disebabkan agama Islam, jika ini yang dia maksudkan maka ini merupakan kemurtadan dari agama Islam. Beda perkaranya jika yang dia maksud adalah umat Islam kurang dalam melakukan hal-hal yang wajib atas mereka dalam hal mempelajari tekhnologi dan melakukan persiapan bekal atau persenjataan menghadapi orang-orang kafir. Jika seperti ini maka ini ucapan yang benar. Faktanya umat Islam memang kurang dalam melakukannya. Jika maksudnya seperti ini maka tidak masalah. Sumber artikel: http://www.alfawzan.af.org.sa/node/8135 BOLEHKAH MENGATAKAN ORANG KAFIR SEBAGAI SAUDARA Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah | | | Penanya: Semoga Allah berbuat baik kepada Anda, bagaimana pendapat Anda tentang ucapan sebagian mufti, terkhusus yang ada di chanel-chanel televisi dengan mengatakan: “Saudara-saudara kita orang-orang Nashara.” Atau ungkapan-ungkapan yang semisalnya, dengan dalih bahwa semuanya beriman?
  • 54. Asy-Syaikh: Ini termasuk kekafiran dan kesesatan, kita berlindung kepada Allah darinya. Orang yang menganggap bahwa Yahudi dan Nashara sebagai muslimin dan orang-orang yang beriman serta sebagai saudara, maka ini merupakan kemurtadan dari agama Islam. Semua yang tidak mengikuti Rasulullah shallallahu alaihi was sallam maka dia kafir. Siapa saja yang tidak mengikuti Muhammad shallallahu alaihi was sallam maka dia kafir, sama saja apakah dia seorang Yahudi atau Nashara atau selainnya. Setelah diutusnya Nabi shallallahu alaihi was sallam tidak ada lagi agama dan keimanan kecuali dengan mengikuti beliau shallallahu alaihi was sallam. Jadi siapa yang mengatakan bahwa setelah diutusnya Nabi shallallahu alaihi was sallam manusia tidak harus mentaati beliau dan mereka boleh tetap memeluk agama Yahudi dan agama Nashara serta menyatakan bahwa itu adalah agama yang benar, maka dia kafir dan murtad dari agama Islam. Kita memohon keselamatan kepada Allah. Orang yang mengatakan bahwa Yahudi dan Nashara adalah saudara-saudara kita dan bahwasanya mereka juga adalah orang-orang yang beriman, orang tersebut bisa jadi dia tidak mengimani keumuman risalah Nabi shallallahu alaihi was sallam, maka ini merupakan kekafiran. Kita berlindung kepada Allah darinya. Katakanlah: “Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian seluruhnya, yaitu Dzat Yang memiliki kerajaan langit dan bumi; tidak ada yang berhak disembah selain Dia, Dialah yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya, yaitu seorang nabi yang ummi (yang tidak mengetahui baca tulis –pent) yang dia beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya, dan ikutilah dia supaya kalian mendapat petunjuk.” (QS. Al-A‟raf: 158) Jadi orang tersebut bisa jadi dia mengingkari keumuman risalah Nabi shallallahu alaihi was sallam, maka ini merupakan kekafiran. Namun bisa jadi dia mengimani keumuman risalah, hanya saja dia menganggap bahwa agama Yahudi merupakan keimanan kepada Rasul dan agama Nashara juga merupakan keimanan kepada Rasul, padahal mereka menyatakan bahwa Allah adalah ketiga dari yang tiga (trinitas –pent)! Maka ini lebih parah kekafirannya, kita berlindung kepada Allah darinya dan memohon keselamatan kepada-Nya. Sumber artikel: http://www.alfawzan.af.org.sa/index.php?q=node/9657 BOLEHKAH UPAYA PENDEKATAN ANTAR AGAMA Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah | | |
  • 55. Penanya: Semoga Allah berbuat baik kepada Anda, penanya dari Libya mengatakan: “Sebagian dai menempuh manhaj atau metode baru yang diada-adakan yang dinamakan “Pendekatan Antar Agama” dengan dalih bahwa kita semua memiliki kitab. Apakah semacam ini termasuk bentuk loyalitas?” Asy-Syaikh: Ini termasuk kekafiran, bukan sebatas loyalitas bahkan termasuk kekafiran. Jika menganggap benar keyakinan Yahudi dan keyakinan Nashara sebagai agama yang benar maka ini merupakan kekafiran terhadap Allah, kita berlindung kepada Allah darinya. Karena Allah telah memastikan kekafiran Yahudi dan Nashara setelah diutusnya Muhammad shallallahu alaihi was sallam jika mereka tidak mau mengikuti beliau. Dan semua yang tidak mengikuti Muhammad shallallahu alaihi was sallam apakah dia seorang Yahudi atau Nashara atau penyembah berhala atau makhluk apapun dia yaitu jin dan manusia maka dia kafir dan di neraka. Rasulullah shallallahu alaihi was sallam shallallahu alaihi was sallam: “Tidaklah seorang pun yang mendengar kenabianku apakah dia seorang Yahudi atau Nashara, lalu dia tidak mau beriman dengan ajaran yang kubawa, kecuali dia pasti masuk neraka.” (HR. Muslim no. 153 –pent) Bagaimana mereka dikatakan sebagai orang-orang yang beriman sementara mereka menyatakan bahwa Allah adalah ketiga dari yang tiga (trinitas –pent)?! Apakah orang-orang yang semacam itu beriman dalam keadaan mereka menyatakan bahwa Allah adalah ketiga dari yang tiga?! Mereka juga kafir atau tidak beriman kepada Muhammad shallallahu alaihi was sallam dan menentang kerasulan beliau, lalu ada yang menyatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang beriman. Yahudi sendiri menentang kerasulan Al-Masih Isa alaihis salam dan mengatakan bahwa beliau adalah anak pelacur, dan juga menentang kerasulan Muhammad shallallahu alaihi was sallam, lalu ada yang menyatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang beriman. Siapa yang mengatakan demikian ini?! Jadi tidak ada agama yang benar selain agama Islam yang Muhammad shallallahu alaihi was sallam diutus dengannya. Adapun selainnya maka bisa jadi merupakan agama yang bathil atau agama yang telah dihapus (tidak berlaku lagi –pent), selesai sudah waktu mengamalkannya.