1. makalah
Hakikat Puisi Dan Struktur Di Dalam Puisi
Dalam memenuhi tugas akhir mata kuliah Bahasa Indonesia Keilmuan
Nama : Priyanka Eka Widyasari
Kelas : 5 B
NPM : 10420045
Program Pendidikan Bahasa Inggris
Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni
IKIP PGRI SEMARANG
2012
2. ABSTRAK
Karya sastra itu merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang menggunakan
medium bahasa. Karya sastra terutama puisi merupakan benda yang tidak mudah dipahami
tanpa diberi makna oleh pembacanya. Seorang penyair dalam mengekspresikan idenya
menggunakan bahasa. Dalam pemahaman sebuah puisi diperlukan pengetahuan mendasar
seperti ciri dan struktur yang terkandung di dalamnya. Puisi memiliki ciri-ciri khusus yang
mencerminkan kekhasan dan keindahan sebuah puisi. Puisi juga memiliki struktur fisik dan
batin yang membangun di dalamnya.
Kata kunci : puisi, struktur puisi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang paling menarik tetapi sulit.
Sebagai salah satu jenis sastra, puisi merupakan pernyataan sastra yang paling utama. Segala
unsur seni sastra mengental dalam puisi.
Puisi mengandung estetika yang bermakna, mengekspresikan pemikiran yang
membangkitkan perasaan, merangsang panca indra dalam susunan yang berirama. Puisi
merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang diubah dalam wujud yang
paling berkesan. Puisi dapat membuat kita tertawa, menangis, tersenyum, berfikir, merenung,
terharu bahkan emosi dan marah.
Sampai sekarang, puisi selalu mengikat hati dan digemari oleh semua lapisan
masyarakat karena keindahan dan keunikannya. Oleh karena kemajuan masyarakat dari masa
kemasa selalu meningkat, maka corak, sifat, dan bentuk puisi pun selalu berubah, mengikuti
perkembangan selera, konsep estetika yang selalu berubah dan kemajuan intelektual yang
selalu meningkat.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa hakikat sebuah puisi?
2. Apa ciri-ciri yang terdapat dalam puisi?
3. Apa saja struktur yang terdapat dalam puisi?
1.3 Tujuan
Setelah membaca makalah ini mahasiswa diharapkan mampu memahami dengan baik bagaimana
cara mengapresiasikan puisi beserta unsurnya. Selain itu mahasiswa sebagai calon guru yang
nantinya akan menjadi guru, diharapkan akan terbantu dengan pengetahuan yang mereka
dapat, dari makalah ini tentang bagaimana membantu peserta didik dalam mengekspresikan
3. karya sastra mereka. Sehingga nantinya tidak ada lagi kesalahan dalam bentuk
pengapresiasian karya sastra khususnya puisi. Di samping itu makalah ini juga bertujuan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia Keilmuan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Puisi
Puisi adalah suatu sistem penulisan yang marjin kanan dan penggantian barisnya
ditentukan secara internal oleh suatu mekanisme yang terdapat dalam baris itu sendiri. Dalam
hal ini, penyair yang menentukan panjang baris atau ukuran. Semua puisi, termauk puisi
bebas, memiliki jenis ukuran, yaitu sistem yang mengatur kapan baris-baris itu berakhir.
Pilihan ukuran tersebut bersifat intuitif, tetapi hakikat dari puisi itu menuntut bahwa penyair
memiliki persepsi yang jelas tentang identitas setiap baris, meskipun ia tak tahu alasannya.
Secara etimologi istilah puisi berasal dari bahasa Yunani ”poeima” atau ”Poesis” yang
berarti pembuatan. Sedangkan dalam Bahasa Inggris disebut ”Poem” atau ”Poetry” yang
berarti membuat atau pembuatan, karena lewat puisi pada dasarnya seseorang telah
menciptakan suatu dunia tersendiri yang mungkin berisi pesan atau gambaran suasana
tertentu, baik fisik maupun batiniah.
Pengertian puisi sebenarnya telah diungkapkan oleh Tarigan yang kemudian dikutip
oleh Kinayati Djojosuroto (2005:10). Dia mengatakan bahwa kata puisi berasal dari bahasa
Yunani “poeisis” yang berarti penciptaan. Dalam bahasa Inggris puisi disebut poetry yang
berarti puisi, poet berati penyair, poem berarti syair, sajak. Arti yang semacam ini lama
kelamaan dipersempit ruang lingkupnya menjadi “hasil seni sastra yang kata-katanya disusun
menurut syarat-syarat tertentu dengan menggunakan irama, sajak dan kata-kata kiasan.”
Dapat dikatakan bahwa puisi adalah pengucapan dengan perasaan, sedangkan prosa
pengucapan dengan pikiran.
Berdasarkan asal-usul istilah puisi dari atas dan berbagai pendapat para ahli,
pengertian puisi dapat didefinisikan sebagai salah satu cabang sastra yang menggunakan
kata-kata, rima, dan irama sebagai media penyampaian untuk membuatkan ekspresi, ilusi dan
imajinasi.
4. Bila dibandingkan dengan karya sastra fiksi atau drama, pilihan kata dalam puisi
cenderung padat, singkat, imajinatif sehingga dikatakan mempunyai bentuk tersendiri.
Penggunaan rima dan irama agar puisi lebih indah juga merupakan pembeda yang sangat
signitifikan bila dibandingkan fiksi dan drama.
Pada dasarnya seseorang telah menciptakan dunia tersendiri yang mungkin berisi
besar atau gambaran suasana tertentu, baik fisik maupun batin. Dalam puisi, pikiran dan
perasaan seolah-olah bersayap, sehingga boleh dikatakan, puisi merupakan pelahiran manusia
seutuhnya.
Berdasarkan beberapa uraian dan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa
puisi adalah pernyataan yang imajinatif, emosional, dan pengetahuan penyair yang diperoleh
dari kehidupan individu dan sosialnya, sehingga mampu membangkitkan pengalaman tertentu
dalam diri pembaca atau penikmatnya.
B. Ciri-Ciri Puisi
Sebagai salah satu karya sastra yang mengandung nilai estetika di dalamnya, puisi
memiliki kekhasan yang tidak dimiliki oleh jenis karya sastra lainnya. Dalam penciptaan
puisi diperlukan pengetahuan akan ciri-ciri sebuah puisi. Puisi terutama puisi baru memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
Dalam puisi terdapat pemadatan segala unsur kekuatan bahasa.
Dalam penyusunannya, unsur-unsur bahasa itu dirapikan, dipertegas, dan diatur sebaik-
baiknya dengan memerhatikan irama dan bunyi.
Puisi berisikan ungkapan pikiran dan perasaan penyair yang berdasarkan pengalaman dan
bersifat imajinatif.
Bahasa yang dipergunakan bersifat konotatif.
Puisi dibentuk oleh struktur fisik (tifografi, diksi, majas, rima, dan irama) serta struktur batin
(tema, amanat, perasaan, nada, dan suasana puisi).
C. Struktur Puisi
Puisi terdiri atas dua bagian besar yaitu struktur fisik dan struktur batin puisi. Berikut
ini merupakan paparan singkat mengenai struktur fisik dan struktur batin puisi beserta unsur
yang membangun kedua struktur tersebut. Struktur fisik secara tradisional disebut elemen
bahasa, sedangkan struktur batin disebut makna puisi.
5. 1. Struktur Fisik Puisi
Struktur fisik puisi dibangun oleh pemilihan kata, bahasa kias, tipografi, dan rima.
a. Pemilihan Kata (Diksi)
Barfield mengemukakan bahwa bila kata-kata dipilih dan disusun dengan cara yang
sedemikian rupa hingga artinya menimbulkan atau dimaksudkan untuk menimbulkan
imaginasi estetik, maka hasilnyaitu disebut diksi puitis (1952:41). Jadi, diksi itu untuk
mendapatkan kepuitisan, untuk mendapatkan nilai estetika.
Penyair ingin mengeskspresikan pengalaman jiwanya secara padat dan intens. Untuk
hal ini ia memilih kata yang setepat-tepatnya yang dapat menjelmakan pengalaman jiwanya.
Untuk mendapatkan kepadatan dan intensitas serta supaya selaras dengan sarana komunikasi
puitis yang lain, maka penyair memilih kata-kata dengan secermat-cermatnya (Altrenbernd,
1970:9). Penyair mempertimbangkan perbedaan arti yang sekecil-kecilnya dengan sangat
cermat.
Di dalam menentukan kata, penyair juga mempertimbangkan aspek makna primer dan
sekunder, atau biasa disebut dengan makna denotasi dan makna konotasi yang menimbulkan
asosiasi (Abrams, 1981:32). Dalam bahasa puisi, konotasi kata sangat penting. Hal ini
disebabkan pembaca memperoleh rangsangan emotif untuk memberi makna lebih banyak lagi
daripada makna utamanya.
Untuk ketepatan pemilihan kata seringkali penyair menggantikan kata yang
dipergunakan berkali-kali, yang dirasa belum tepat, bahkan meskipun sajaknya telah
disiarkan (dimuat dalam majalah), sering masih juga diubah kata-katanya untuk ketepatan
dan kepadatannya. Bahkan ada baris atau kalimat yang diubah susunannya atau dihilangkan.
b. Bahasa Kias (Figurative Language)
Unsur kepuitisan yang lain, untuk mendapatkan kepuitisan ialah bahasa kiasan
(figurative language). Adanya bahasa kiasan ini menyebabkan sajak menjadi menarik
perhatian, menimbulkan kesegaran, hidup, dan terutama menimbulkan kejelasan gambaran
angan. Bahasa kiasan ini mengiaskan atau mempersamakan sesuatu hal dengan hal lain
supaya gambaran menjadi jelas, lebih menarik, dan hidup.
Bahasa kiasan ada bermacam-macam, namun meskipun bermacam-macam,
mempunyai sesuatu hal (sifat) yang umum, yaitu bahasa-bahasa kiasan tersebut
6. mempertalikan sesuatu dengan cara menghubungkannya dengan sesuatu yang lain
(Altenbernd, 1970:15).
Jenis-jenis bahasa kiasan tersebut adalah:
1) Perbandingan (Simile)
Perbandingan atau perumpamaan atau simile, ialah bahasa kiasan yang menyamakan
satu hal dengan hal lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti: bagai,
sebagai, bak, seperti, semisal, seumpama, laksana, sepantun, penaka, se, dan kata-kata
pembanding yang lain.
Perumpamaan atau perbandingan ini dapat dikatakan bahasa kiasan yang paling
sederhana dan paling banyak dipergunakan dalam sajak. Namun sesungguhnya perumpamaan
ini ada bermacam-macam corak pula.
2) Metafora
Metafora ini bahasa kiasan seperti pembanding, hanya tidak mempergunakan kata-
kata pembanding, seperti bagai, laksana, seperti, dan sebagainya. Metafora ini melihat
sesuatu dengan perantaraan benda yang lain (Becker, 1978:317).
Metafora ini menyatakan sesuatu sebagai hal yang sama atau seharga dengan hal lain,
yang sesungguhnya tidak sama (Altenbernd, 1970:15).
Metafora terdiri dari dua term atau dua bagian, yaitu term pokok (principal term) dan
term kedua (secondary term). Term pokok disebut juga tenor, term kedua disebut juga
vehicle. Term pokok atau tenor menyebutkan hal yang dibandingkan, sedangkan term kedua
atau vehicle adalah hal yang untuk membandingkan. Misalnya ‘Bumi’ adalah ‘perempuan
jalang’: ‘Bumi’ adalah term pokok, sedangkan ‘perempuan jalang’ term kedua atau vehicle.
Seringkali penyair langsung menyebutkan term kedua tanpa menyebutkan term pokok
atau tenor. Metafora semacam ini disebut metafora implisit (implied metaphor).
Di samping itu ada metafora yang disebut metafora mati (dead metaphor), yaitu
metafora yang sudah klise sehingga orang sudah lupa bahwa itu metafora, misalnya kaki
gunung, lengan kursi, dan sebagainya
3) Personifikasi
Kiasan ini mempersamakan benda dengan manusia, benda-benda mati dibuat dapat
berbuat, berpikir, dan sebagainya seperti manusia. Personifikasi ini banyak dipergunakan
para penyair dari dahulu hingga sekarang.
Personifikasi ini membuat hidup lukisan, di samping itu memberi kejelasan beberan,
memberikan bayangan angan yang konkret.
4) Allegori
7. Allegori adalah cerita kiasan ataupun lukisan kiasan. Cerita kiasan atau lukisan kiasan
ini mengiaskan hal lain atau kejadian lain. Allegori ini banyak terdapat dalam sajak-sajak
Punjangga Baru. Namun pada waktu sekarang banyak juga terdapat dalam sajak-sajak
Indonesia modern yang kemudian. Allegori ini sesungguhnya metafora yang dilanjutkan
misalnya “Menuju Ke Laut”, saja Sultan Takdir Alisjahbana. Sajak itu melambangkan
angkatan baru yang berjuang ke arah kemajuan. Angkatan baru ini dikiaskan sebagai air
danau yang menuju ke laut dengan melalui rintangan-rintangan. Laut penuh gelombang,
mengiaskan hidup yang penuh dinamika perjuangan, penuh pergolakan. Jadi, sajak tersebut
mnegiaskan angkatan muda yang penuh semangat menuju kehidupan baru yang dinamis,
meninggalkan adat yang statis, kehidupan lama yang beku, tidak mengalir.
5) Perumpamaan Epos
Perumpamaan atau perbandingan epos (epic simile) ialah perbandingan yang
dilanjutkan, atau diperpanjang, yaitu dibentuk dengan cara melanjutkan sifat-sifat
pembandingnya lebih lanjut dalam kalimat-kalimat atau frase-frase yang berturut-turut.
Kadang-kadang lanjutan ini sangat panjang. Perbandingan epos ini ada bermacam-macam
variasi juga. Guna perbandingan epos ini seperti perbandingan juga, yaitu untuk memberi
gambaran yang jelas, hanya saja perbandingan epos dimaksudkan untuk lebih memperdalam
dan menandaskan sifat-sifat pembandingnya, bukan sekedar memberikan persamaannya saja.
6) Metonimia
Bahasa kiasan yang lebih jarang dijumpai pemakaiannya dibanding metafora,
perbandingan, dan personifikasi adalah metonimia dan sinekdoks.
Metonimia ini dalam bahasa Indonesia sering disebut kiasan penganti nama. Bahasa
ini berupa penggunaan sebuah atribut sebuah objek atau penggunaan sesuatu yang sangat
dekat berhubungan dengannya untuk menggantikan objek tersebut (Altenbernd,1970:21).
Penggunaan metonimia ini efeknya ialah pertama untuk membuat lebih hidup dengan
menunjukkan hal yang konkret itu. Penggunaan hal tersebut lebih dapat menghasilkan imaji-
imaji yang nyata. Kedua, pertentangan benda-benda tersebut menekankan pemisahan status
sosial antara bangsawan dan orang kebanyakan. Benda-benda tersebut merupakan tanda
pangkat atau tingkatan (Altenbernd, 1970:21).
7) Sinekdods
Sinekdoks adalah bahasa kias yang menggunakan sebagian suatu hal atau benda untuk
memnyatakan keseluruhan, hal ini disebut part pro toto, atau menggunakann keseluruhan
untuk sebagian, hal ini disebut to tem pro parte (Abrams,1981:65;Pradopo,1987:78).
Misalnya dalam puisi “Asmaradana” (Gunawan Mohammad) terdapat sinekdoks part pro toto
8. di mana tapak yang menjauh ke utara tersebut adalah Damarwulan yang akan berperang
dengan Raja Blambangan, Minakjungga yang sakti. Sedangkan pada puisi “Dewa Telah
Mati” (Subagio Sastrowardoyo) terdapat sinekdoks totem pro parte, di mana bumi hanya
mewakili segelinir wanita jalang, yang dalam puisi tersebut berkonotasi dengan kemaksiatan.
c. Tipografi
Tipografi merupakan pembeda yang penting antara puisi dengan prosa dan drama.
Larik-larik puisi tidak berbentuk paragraf, melainkan membentuk bait. Dalam puisi
komtemporer seperti karya Sutardji Calzoum Bachri, tipografi itu dipandang begitu penting
d. Rima
Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi. Rima berfungsi untuk membentuk
musikalitas atau orkestrasi. Dengan adanya rima itulah, efek bunyi makna yang dikehendaki
penyair semakin indah dan makna yang ditimbulkannya pun lebih kuat. Dan angin
mendesah/mengeluh mendesah. Konsonan /h/ pada baris di atas memberikan efek makna
gelisahan. Sementara itu, perpindahan antara bunyi desis /s/ dan /h/ dengan menggunakan
konsonan /n/ dalam dan angin mendesah menjadikan lagu puisi itu semakin merdu.
2. Struktur Batin Puisi
Unsur batin puisi merupakan wujud kesatuan makna puisi yang terdiri atas tema,
persaan, nada, dan amanat. Untuk memahami unsur batin, pembaca harus berusaha
melibatkan diri dengan nuansa puisi, sehingga persaan dan nada penyair ynag diungkapkan
melalui bahasanya dapat diberi makna oleh pembaca. Sebelum membaca puisi, pembaca
harus menyadari bahwa makna puisi harus ditafsirkan dan bukan makna secara langsung
yang dapat diketahui.
Untuk memahami unsur-unsur struktur batin puisi, akan dipaparkan sebagai berikut.
a. Tema
Tema adalah gagasan pokok yang dikemukaan penyair lewat puisinya. Tema puisi
biasanya mengungkapkan persoalan manusia yang bersifat hakiki, seperti: cinta kasih,
ketakutan, kebahagiaan, kedukaan, kesengsaraan hidup, keadilan dan kebenaran, ketuhanan,
kritik sosial, dan protes. Tema juga hal yang paling utama dilihat oleh para pembaca sebuah
tulisan. Jika temanya menarik, maka akan memberikan nilai lebih pada tulisan tersebut.
Tema dapat dijabarkan menjadi subtema atau bisa dikatakan pokok pikiran. Puisi
sering kali tidak mengungkapkan tema yang umum, tetapi tema yang khusus yang dapat
diklasifikasikan kedalam subtema atau poko pikiran (Budidaram,1984:68). Misalnya tema
9. puisi ini bukan cinta, tetapi temanya lebih spesifik, misalnya kegagalan cinta yang
mengakibatkan bencana.
Puisi adalah salah satu cabang humaniora. Melalui tema yang dikemukakan lewat
puisi, penyair dapat turut membantu memanusiakan manusia. Artinya, manusia lebih
memiliki keselarasan pengalaman antara baik-buruk (etika), benar-salah (logika), dan indah-
jelek (estetika) (Hartoko,1985:68). Puisi juga banyak mengungkapkan tema yang
berhunbungan dengan falsafah hidup, cara pandang penyair menyikapi kehidupan yang
berlaku dalam suatu masyarakat.
Tema puisi kebanyakan megungkapkan jeritan nurani manusia yang haus akan
keadilan, kebenaran, kemakmuran, kesejahteraan, persamaan perlakuan, penghapusan
kesewenang-wenangan, kemiskinan, cinta dan sebagainya. Tema-tema tentang kehidupan
manusia dan alam semesta dapat menyadarkan pembaca akan keterbatasan diri manusia
dihadapan sang pencipta.
b. Rasa
Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam
puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan
psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial,
kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan.
Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak
bergantung pada kemampuan penyair memilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi
saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan
kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
c. Nada
Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan
dengan tema dan rasa. Nada sering dikaitkan dengan suasana. Jika nada berarti sikap penyair
terhadap pokok persoalan (feeling) dan sikap penyair terhadap pembaca (tone), maka suasana
berarti keadaan perasaan yang ditimbulkan oleh pengungkapan nada dan lingkungan yang
dapat ditangkap oleh panca indera (Effendi,1982:134). Nada berhubungan dengan tema dan
pembaca. Nada yang berhubungan dengan tema menunjukkan sikap penyair terhadap obyek
yang digarapnya. Misalnya, jika penyair menggarap objek seorang perampok, penyair dapat
bersikap simpati, benci, antipati, terharu dan sebagainya. Nada yang berhubungan dengan
pembaca, misalnya: nada menggurui, nada sinis, nada menghasut, nada santai, nada filosofis
dan lain-lainnya.
10. Penghayatan pembaca akan nada yang dikemukakan penyair harus tepat. Hanya
dengan cara demikian tafsiran atas makna sebuah puisi dapat mendekati ketepatan seperti
yang dikehendaki penyair. Cara menafsirkan puisi diantaranya ialah dengan meninjau bahasa
yang dugunakan oleh penyair, yaitu menetukan konteks puisi berdasarkan hubungan kohesi
dan koherensi. Makna puisi tidak hanya ditentukan oleh kata dan kalimat secara lepas, akan
tetapi detentukan oleh hubungan antara kalimat yang satu dengan yang lain baik kalimat
sebelumnya atau sesudahnya.
d. Amanat
Amanat/tujuan/maksud (itention); yaitu pesan yang ingin disampaikan penyair kepada
pembaca. Dapat dikatakan juga bahwa amanat merupakan pesan moral yang ingin
disampaikan oleh penyair. Amanat yang hendak disampaikan tergantung pada cita-cita,
pandangan hidup dan keyakinan.
Penyair, sebagai pemikir dalam menciptakan karyanya, memiliki ketajaman perasaan
dan intuisi yang kuat untuk menghayati rahasia kehidupan dan misteri yang ada dalam
kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu, puisi mempunyai makna yang tersembunyi yang harus
diterjemahkan oleh pembaca (Richard,1976:180).
Dalam membaca puisi, siswa dapat mendiskusikan amanat yang hendak dikemukakan
penyair. Setiap siswa dapat mengemukakan amanat yang berbeda, argumentasi siswa
merupakan faktor penting untuk menentulka amanat yang dikemukakan siswa itu tepat atau
tidak.
BAB III
SIMPULAN
3.1 KESIMPULAN
Puisi memiliki definisi sebagai pernyataan yang imajinatif, emosional, dan
pengetahuan penyair yang diperoleh dari kehidupan individu dan sosialnya, sehingga mampu
membangkitkan pengalaman tertentu dalam diri pembaca atau penikmatnya. Puisi
memerlukan pemahaman yang lebih serius daripada pemahaman genre karya satra lain
seperti cerita pendek dan novel. Diperlukan pengetahuan ekstra para pembaca untuk
memahami puisi dengan karakternya yang khas dan merebut makna yang diinginkan. Sebagai
karya yang khas, puisi memiliki ciri-ciri penanda estetika dan struktur-struktur yang
membangun di dalamnya. Puisi dapat membawa pengaruh positif di dunia pendidikan dan
akan membawa pengaruh pula pada suatu kesadaran bagi masyarakat dalam berbangsa dan
bernegara. Terciptanya kesadaran berbangsa dan bernegara ini akan membawa pula pada
11. suatu kesadaran untuk menghargai hasil kebudayaan itu sendiri, khususnya terhadap karya
sastra terutama puisi.
3.2 SARAN
Mengingat keterbatasan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh penulis,
maka untuk mendapat pemahaman yang lebih mendasar lagi, disarankan kepada pembaca
untuk membaca literatur yang telah dilampirkan pada daftar pustaka.
Dengan demikian pula diharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun
dari pembaca, agar makalah ini dapat memberikan pengetahuan tentang kata yang
berhubungan dengan struktur kata-kata atau kalimat puisi.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber buku
Djojosuroto, Kinayati. 2005. Puisi, Pendekatan dan Pembelajaran. Bandung: Nuansa.
Rusmiyanto, dkk. 2006. Bahasa Indonesia SMA Kelas XII Program IA/IS. Semarang:
Pemerintah Kota Semarang.
1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Sumber Internet
<http://id.wikipedia.org/wiki/Sastra_Indonesia>
Fahrin Ilham. Makalah Pengkajian Puisi.
<http://fahrinclimber.blogspot.com/2012/03/makalah-pengkajian-puisi.html>
Fajriyahmy . Makalah Puisi. <http://fajriyahmy.blogspot.com/2011/12/makalah-puisi.html>