Dokumen tersebut membahas tentang anti monopoli dan persaingan bisnis tidak sehat. Ia menjelaskan pengertian anti monopoli dan persaingan tidak sehat, asas dan tujuan, serta kegiatan yang dilarang dalam monopoli seperti monopoli, monopsoni, penguasaan pasar, dan persekongkolan."
Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, anti moopoli dan persaingan bisnis tidak sehat, universitas mercu buana, 2018.pdf
1. MODULPERKULIAHAN
HUKUM BISNIS DAN
LINGKUNGAN
ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN
BISNIS TIDAK SEHAT
Fakultas
Program
Studi
Tatap
Muka
Kode MK Disusun Oleh
Dosen
Pengampu
Ekonomi dan
Bisnis
Akuntansi
10
Megi Irianti Pariakan
43217010083
Prof. Dr.
Hapzi Ali,
CMA
Abstract Kompetensi
Memahami aspek Anti Monopoli Dan
Persaingan Bisnis Tidak Sehat
.
Dapat mejelaskan tentang Anti
Monopoli Dan Persaingan Bisnis tidak
Sehat
2. 1. PENGERTIAN ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT
Secara etimologi, kata “monopoli” berasal dari kata Yunani ‘Monos’ yang berarti sendiri
dan ‘Polein’ yang berarti penjual. Dari akar kata tersebut secara sederhana orang lantas
memberi pengertian monopoli sebagai suatu kondisi dimana hanya ada satu penjual yang
menawarkan (supply) suatu barang atau jasa tertentu. (Arie Siswanto:2002).
Disamping istilah monopoli di USA sering digunakan kata “antitrust” untuk pengertian
yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai
masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli”. Disamping itu
terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat
kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi”
saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk
menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar, dimana di pasar tersebut
tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku
pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti
hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.
Sebelum dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, pengaturan mengenai
persaingan usaha tidak sehat didasarkan pada Pasal 1365 KUH Perdata mengenai
perbuatan melawan hukum dan Pasal 382 bis KUH Pidana.
Berdasarkan rumusan Pasal 382 bis KUH Pidana, seseorang dapat dikenakan sanksi
pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak tiga
belas ribu lima ratus ribu rupiah atas tindakan persaingan curang bila memenuhi beberapa
kriteria sebagai berikut:
a. Adanya tindakan tertentu yang dikategorikan sebagai persaingan curang.
b. Perbuatan persaingan curang dilakukan dalam rangka mendapatkan,
melangsungkan, dan memperluas hasil dagangan atau perusahaan.
c. Perusahaan, baik milik pelaku maupun perusahaan lain, diuntungkan
karena persaingan curang tersebut.
d. Perbuatan persaingan curang dilakukan dengan cara menyesatkan
khalayak umum atau orang tertentu.
e. Akibat dari perbuatan persaingan curang tersebut menimbulkan kerugian
bagi konkruennya dari orang lain yang diuntungkan dengan perbuatan
pelaku.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan pengertian monopoli, yaitu
suatu bentuk penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau penggunaan
jasa tertentu oleh satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha. Yang dimaksud dengan
pelaku usaha adalah setiap orang-perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan
kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-
sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang
ekonomi.
2 Hukum Bisnis & Lingkungan
Megi Irianti Pariakan (43217010083)
3. Pasal 4 ayat 2 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pelaku
usaha dapat dianggap secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi atau
pemasaran barang atau jasa, jika kelompok usaha menguasai lebih dari 75% pasar satu
jenis barang atau jasa tertentu. Dengan demikian praktik monopoli harus dibuktikan dahulu
adanya unsur yang mengakibatkan persaingan tidak sehat dan merugikan kepentingan
umum.
Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan
dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
DEFENISI MENURUT PARA AHLI
Sebagai perbandingan pengertian monopoli, secara akademis dikutipkan pengertian
monopoli berdasarkan Black Law Dictionary Monopoly. A priviledge or peculiar advantage
vested in one or more persons or companies, consisting in the exclusive rights (or power) to
carry on a particular business or trade, manufacture or particular article, or control the sale of
the whole supply of a particular commodity. A form of market structure in which one or only a
few firms dominate the total sales of a product or services. Natural monopoly is one result
where one firm of efficient size can produced all or more than market can take as
remunerative prices.
Pengertian monopoli tersebut dapat diartikan sebagai suatu keistimewaan (hak
istimewa) atau keuntungan tertentu yang didapat oleh satu atau lebih orang atau
perusahaan, karena adanya hak ekslusif (atau kekuasaan) untuk menjalankan suatu bidang
usaha tertentu atau perdagangan, menghasilkan barang atau jasa tertentu, atau
mengendalikan penjualan keseluruhan produksi atau komoditas barang atau jasa tertentu.
Bentuk dari stuktur pasar yang mana satu atau hanya beberapa perusahaan yang
mendominasi keseluruhan penjualan atas suatu barang atau jasa. Berbeda dari definisi yang
diberikan dalam Undang-Undang yang secara langsung menunjuk pada penguasaan pasar,
dalam Black’s Law Dictionary, Penekanan lebih diberikan pada adanya suatu hak istimewa
(priviledge) yang menghapuskan persaingan bebas, yang tentu pada akhirnya juga akan
menciptakan penguasaan pasar.
Selanjutnya dalam Black’s Law Dictionary, dikatakan monopoli sebagaimana dilarang
oleh Section 2 Sherman Antitrust Act, memiliki dua elemen, yaitu: Ibid.
1. Kepemilikan atas kekuatan monopoli dalam pasar yang bersangkutan;
2. Akuisi yang disengaja atau pengelolaan dari kekuatan monopoli tersebut.
Jelas bahwa monopoli yang dilarang oleh Section 2 Sherman Act adalah monopoli yang
bertujuan untuk menghilangkan kemampuan untuk melakukan persaingan, dan atau untuk
tetap mempertahankannya. Hal ini memberikan konsekuensi dimungkinkan dan
3 Hukum Bisnis & Lingkungan
Megi Irianti Pariakan (43217010083)
4. diperkenankannya monopoli yang terjadi secara alamiah, tanpa adanya kehendak dari
pelaku usaha tersebut untuk melakukan monopoli.
Section 2 Sherman Act memang lebih menekankan pada proses terjadinya monopolisasi
dan bukan pada monopoli yang ada. Ada beberapa argumen yang dapat dikemukakan
sehubungan dengan proses terjadinya monopoli secara almiah. Hal-hal tersebut antara lain
meliputi hal-hal dibawah ini: Ibid. hlm. 14.
1. Monopoli sebagai akibat terjadinya “superior skill” yang salah satunya dapat
terwujud dari pemberian hak paten secara ekslusif dari negara, berdasarkan pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada pelaku usaha tertentu atas
hasil riset dan pengembangan atas teknologi tertentu. Selain itu ada juga dikenal
dengan istilah “trade secret”, yang meskipun tidak memperoleh eksklusifitas
pengakuan oleh negara, namun dengan “teknologi rahasianya” mampu membuat
satu produk superior.
2. Monopoli terjadi karena pemberian negara. Di Indonesia, hal ini sangat jelas
dapat dilihat dari ketentuan Pasal 33 ayat (2) dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia 1945. Yang isinya adalah sebagai berikut:
o Pasal 33 ayat (2) :
“Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh negara”.
o Pasal 33 ayat (3) :
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”
3. Monopoli merupakan suatu “historical accident”, karena monopoli tersebut terjadi
karena tidak sengaja, dan berlangsung karena proses alamiah, yang ditentukan oleh
berbagai faktor terkait di mana monopoli itu terjadi. Dalam hal ini penilaian mengenai
pasar yang bersangkutan yang memungkinkan terjadinya monopoli sangat relevan.
4 Hukum Bisnis & Lingkungan
Megi Irianti Pariakan (43217010083)
5. 2. ASAS DAN TUJUAN MONOPOLI DAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT
Dalam melakukan usaha di Indonesia, pelaku usaha harus berasaskan demokrasi
ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan umum dan pelaku
usaha. Sementara itu tujuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah sbb:
1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai
salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang
sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi
pelaku usaha besar, menengah, dan kecil.
3. Mencegah praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan
oleh pelaku usaha.
4. Menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
3. KEGIATAN YANG DILARANG DALAM MONOPOLI
Dalam UU No.5 Tahun 1999,kegiatan yang dilarang diatur dalam pasal 17 sampai
dengan pasal 24. Undang undang ini tidak memberikan defenisi kegiatan,seperti halnya
perjanjian. Namun demikian, dari kata “kegiatan” kita dapat menyimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan kegiatan disini adalah aktivitas,tindakan secara sepihak. Bila dalam
perjanjian yang dilarang merupakan perbuatan hukum dua pihak maka dalam kegiatan yang
dilarang adalah merupakan perbuatan hukum sepihak.
Adapun kegiatan kegiatan yang dilarang tersebut yaitu :
1. Monopoli
Adalah penguasaan atas produksi dan pemasaran barang atas penggunaan jasa tertentu
oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Undang-undang no.5 tahun 1999
merumuskan beberapa kriteria sebagai berikut :
a. Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat.
b. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi
dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana maksud dalam ayat (a)
apabila: barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada subtitusinya;
c. Mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk dalam persaingan dan atau
jasa yang sama; atau,
d. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50 %
(lima puluh persen) pasangsa pasar atau jenis barang atau jasa tertentu.
5 Hukum Bisnis & Lingkungan
Megi Irianti Pariakan (43217010083)
6. 2. Monopsoni
Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha
yang menguasai pangsa pasar yang besar yang bertindak sebagai pembeli
tunggal,sementara pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang bertindak sebagai
penjual jumlahnya banyak. Pasal 28 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengatur
tentang larangan praktik monopsoni, yaitu sebagai berikut.;
a. Pelaku usaha dilarang melakukan menguasai penerimaan pasokan atau menjadi
pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
b. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau
menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (a) apabila satu
pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% (lima puluh
persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
3. Penguasaan pasar
Di dalam UU no.5 tahun1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang dilarang dilakukan pelaku
usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan pasar yang merupakan praktik
monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yaitu :
a. Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan
usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan;
b. Menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak
melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya;
c. Membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar
bersangkutan;
d. Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
4. Persengkongkolan
Persekongkolan berarti berkomplot atau bersepakat melakukan kecurangan. Ada beberapa
bentuk persekongkolan yang dilarang oleh UU Nomor 5 Th. 1999 dalam Pasal 22 sampai
Pasal 24, yaitu sbb:
a. Dilarang melakukan persekongkolan dengan pihak lain untuk mengatur dan atau
menentukan pemenang tender sehingga mengakibatkan terjadinya persaingan
usaha tidak sehat.
b. Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapat informasi kegiatan usaha
pesaingnya yang diklasifikasikan rahasia perusahaan.
c. Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengahambat produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaing dengan maksud agar
barang dan atau jasa yang ditawarkan menjadi berkurang, baik jumlah, kualitas
maupun kecepatan waktu yang disyaratkan.
6 Hukum Bisnis & Lingkungan
Megi Irianti Pariakan (43217010083)
7. 5. Posisi Dominan
Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu keadaan dimana pelaku usaha tidak
mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang
dikuasai atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar
bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada
pasokan, penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan
barang atau jasa tertentu.
Persentase penguasaan pasar oleh pelaku usaha sehingga dapat dikatakan menggunakan
posisi dominan sebagaimana ketentuan di atas adalah sbb:
a. Satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% atau lebih pangsa
pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
b. Dua atau tiga pelaku usaha satau satu kelompok pelaku usaha menguasai 75%
atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa.
6. Jabatan rangkap
Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dikatakan bahwa seseorang yang
menduduki jabatan direksi atau komisaris suatu perusahaan dilarang merangkap menjadi
direksi atau komisaris perusahaan lain pada waktu yang bersamaan apabila:
a. Berada dalam pasar bersangkutan yang sama.
b. Memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha.
c. Secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu
yang dapat menimbulkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
7. Pemilikan saham
Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis,
melakukan kegiatan usaha dalam bidang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau
mendirikan beberapa perusahaan yang sama bila kepemilikan tersebut mengakibatkan
persentase penguasaan pasar yang dapat dikatakan menggunakan posisi dominan (UU
Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 27).
8. Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan
Dalam menjalankan perusahaan, pelaku usaha yang berbadan hukum maupun yang bukan
berbadan hukum, yang menjalankan perusahaan bersifat tetap dan terus-menerus dengan
tujuan mencari laba, secara tegas dilarang melakukan tindakan penggabungan , peleburan,
dan pengambilalihan yang berakibat praktik monopoli dan persaingan tidak sehat (UU
Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 28). Hanya penggabungan yang bersifat vertikal yang dapat
dilakukan sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 14.
7 Hukum Bisnis & Lingkungan
Megi Irianti Pariakan (43217010083)
8. 4. PERJANJIAN YANG DILARANG DALAM MONOPOLI DAN PERSAINGAN
USAHA
Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata, UU No.5 tahun 1999 lebih
menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai subyek hukumnya, dalam undang-undang
tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha
untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun,
baik tertulis maupun tidak tertulis . Hal ini namun masih menimbulkan kerancuan. Perjanjian
dengan ”understanding” apakah dapat disebut sebagai perjanjian. Perjanjian yang lebih
sering disebut sebagai tacit agreement ini sudah dapat diterima oleh UU Anti Monopoli di
beberapa negara, namun dalam pelaksanaannya di UU No.5 Tahun 1999 masih belum
dapat menerima adanya ”perjanjian dalam anggapan” tersebut.
Sebagai perbandingan dalam pasal 1 Sherman Act yang dilarang adalah bukan hanya
perjanjian (contract), termasuk tacit agreement tetapi juga combination dan conspiracy. Jadi
cakupannya memang lebih luas dari hanya sekedar ”perjanjian” kecuali jika tindakan
tersebut—collusive behaviour—termasuk ke dalam kategori kegiatan yang dilarang dalam
Undang-Undang Anti Monopoli . Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5 Tahun 1999
tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebagai berikut, ;
1. Oligopoli
Oligopoli merupakan keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang berjumlah sedikit
sehingga dapat mempengaruhi pasar, maka:
a. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha dengan secara
bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan
atau jasa.
b. Pelaku usaha patut diduga melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran
barang atau jasa bila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha
menguasai >75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
2. Penetapan harga
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain :
a. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang
dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar
bersangkutan yang sama.
b. Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang
berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau
jasa yang sama.
c. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaing untuk menetapkan harga di bawah harga
pasar.
8 Hukum Bisnis & Lingkungan
Megi Irianti Pariakan (43217010083)
9. d. Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima
barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa
yang diterimanya dengan harga lebih rendah dari harga yang telah dijanjikan.
3. Pembagian wilayah
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang
bertujuan membagi wilayah pemasaran atau lokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
4. Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang melakukan perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat
menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar
dalam negeri maupun luar negeri.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menolak
menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut
berakibat:
a. Merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain,
b. Membatasi pelaku usaha lain dalam menjaul atau membeli setiap barang dan atau
jasa dari pasar bersangkutan.
5. Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang
bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu
barang atau jasa.
6. Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja
sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar dengan
tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap perusahaan atau peseroan
anggotanya yang bertujuan mengontrol produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa.
7. Oligopsoni
Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan atau
menjadi pembeli tunggal atas barang atau jasa dalam suatu pasar komoditas, diantaranya:.
a. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
bertujuan menguasai pembelian atau penerimaan pasokan secara bersama-sama
9 Hukum Bisnis & Lingkungan
Megi Irianti Pariakan (43217010083)
10. agar dapat mengendalikan harga barang atau jasa dalam pasar yang
bersangkutan.
b. Pelaku usaha dapat diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai
pembelian atau penerimaan pasokan apabila dua atau tiga pelaku usaha atau
kelompok pelaku usaha menguasai >75% pangsa pasar satu jenis barang atau
jasa tertentu.
8. Integrasi vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan
menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan
atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau
proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung.
9. Perjanjian tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau
tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak dan atau tempat
tertentu.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan
bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang
dan atau jasa lain dari pelaku.
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu
atas barang dan atau jasa yang membuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima
barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok, antara lain:
a. Harus bersedia membeli barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok,
b. Tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku
usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.
10. Perjanjian dengan pihak luar negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat
ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.
10 Hukum Bisnis & Lingkungan
Megi Irianti Pariakan (43217010083)
11. 5. HAL - HAL YANG DIKECUALIKAN DALAM MONOPOLI
Di dalam Undang-Undang Anti Monopoli Nomor 5 Tahun 1999,terdapat hal-hal yang
dikecualikan,yaitu
Pasal 50
a. Perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
b. Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi,
paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik
terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba;
c. Perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak
mengekang dan atau menghalangi persaingan;
d. Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk
memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih rendah daripada
harga yang telah diperjanjikan;
e. Perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup
masyarakat luas;
f. Perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia;
g. Perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak
mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri;
h. Pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil;
i. Kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani
anggotanya.
Pasal 51
Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-
cabang produksi yang penting bagi negara diatur dengan undang-undang dan
diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan atau badan atau lembaga yang
dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah.
11 Hukum Bisnis & Lingkungan
Megi Irianti Pariakan (43217010083)
12. 6. KOMISI PENGAWASAN PERSAIANGAN USAHA
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di
Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999
tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut:
a. Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk
secara bersama-sama mengontrol produksi dan pemasaran barang atau jasa yang
dapat menyebabkan praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat seperti
perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup,
oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan
perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha
tidak sehat.
b. Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol produksi dan pemasaran melalui
pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang dapat menyebabkan praktek
monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
c. Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan posisi dominan yang
dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak konsumen, atau
menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Dalam pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian perseillegal, yaitu sekedar
membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain
mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat:
a. Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker.
b. Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan.
c. Efisiensi alokasi sumber daya alam.
d. Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang
lazim ditemui pada pasar monopoli.
e. Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas
dan layanannya.
f. Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi.
g. Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak.
h. Menciptakan inovasi dalam perusahaan.
12 Hukum Bisnis & Lingkungan
Megi Irianti Pariakan (43217010083)
13. 7. SANKSI DALAM MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian,
penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang
menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli.
Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti
Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU
Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai
pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
Pasal 48
a. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal
16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana
denda serendah-rendahnya Rp 25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan
setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan
pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
b. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal
20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana
denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah) dan setinggi-
tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah), atau pidana penjara
pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
c. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana
denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-
tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti
denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap
pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
1. Pencabutan izin usaha; atau
2. Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran
terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
3. Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya
kerugian pada pihak lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Antimonopoli menjadi aneh lantaran tidak
menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan
dalam konteks pidana.
13 Hukum Bisnis & Lingkungan
Megi Irianti Pariakan (43217010083)
14. Contoh kasus :
TERBUKTI MONOPOLI, KPPU HUKUM PT FORISA NUSA PERSADA
Merek minuman serbuk olahan milik PT Forisa Nusa Persada (FNP), Pop Ice, menjadi salah
satu minuman populer di kalangan remaja dan anak-anak. Diluncurkan pada tahun
2002, Pop Ice memberikan sensasi baru bagi masyarakat Indonesia. Cara mengolah
minuman serbuk dengan rasa susu ditambah perisa buah-buahan lalu diblender, membuat
produknya beda dibandingkan minuman lain yang diseduh.
Namun siapa sangka, di balik ketenaran brand minuman ini, Komisi Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU) mengendus adanya sesuatu yang tidak beres. Penyebabnya bukan kartel.
KPPU justru mencium adanya monopoli. Tanpa banyak diketahui, KPPU sudah menangani
kasus ini. Rabu (30/8) kemarin, KPPU sudah membacakan putusan.
KPPU memutuskan FNP terbukti melanggar Pasal 19 huruf a dan b dan Pasal 25 ayat (1)
huruf a dan c UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat. Atas kesalahan itu, FNP diganjar membayar denda sebesar
Rp11.467.500.000 rupiah.
“Menyatakan bahwa terlapor terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 19
huruf a dan b dan Pasal 25 ayat (1) huruf a dan c UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,” kata Ketua Majelis M. Nawir Messi
saat membacakan petikan putusan.
Pasal 19 huruf a dan b UU Antimonopoli menegaskan pelaku usaha dilarang melakukan
satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat berupa: a. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk
melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan; atau b. menghalangi
konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan
usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu.
Selanjutnya, Pasal 25 ayat (1) huruf a dan c menegaskan pelaku usaha dilarang
menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk: a.
menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau
menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari
segi harga maupun kualitas; atau c. menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi
menjadi pesaing untukmemasuki pasar bersangkutan.
Dugaan tersebut terbukti berdasarkan fakta di persidangan yang sudah digelar sejak
Februari tahun 2016. Menurut Messi, FNP membuat sebuah program bertemakan Pop Ice
The Real Ice Blender sejak November 2014 Juli 2015 lalu. Program tersebut merupakan
strategi FNP untuk memasarkan produknya.
Tetapi dalam pelaksanaannya, FNP memberikan insentif kepada distributor dan pedagang
14 Hukum Bisnis & Lingkungan
Megi Irianti Pariakan (43217010083)
15. eceran, dan kios minuman berupa satu box Pop Ice untuk bulan pertama, dua buah
kaos Pop Ice untuk bulan kedua, dan satu unit Blender untuk bulan ketiga. Insentif diberikan
dengan memenuhi persyaratan FNP, yakni tidak menjual dan tidak memajang (display)
produk lain selain Pop Ice. Bahkan untuk kios minuman, FNP melakukan pergantian
terhadap satu renceng merek minuman lain dengan dua renceng Pop Ice.
Program tersebut dinilai Majelis Komisi menghambat produk pesaing yang serupa
yakni Milkjuss milik PT Kurnia Alam Segar (KAS) dan S’café milik PT Karniel Pacific
Indonesia (KPI). Program tersebut juga menghalangi akses pesaing untuk memasarkan
produknya. Apalagi, FNP memiliki posisi dominan dalam persaingan minuman sachet olahan
berbentuk serbuk yang mengandung susu dan berperisa buah, yakni sebesar 90,09 persen-
94,30 persen.
Selain menghukum untuk membayar denda, KPPU juga meminta FNP untuk menghentikan
program tersebut.
Menanggapi putusan tersebut, perwakilan FNP yang hadir di persidangan, Sukiman, enggan
berkomentar. Ia berdalih masih harus membicarakan terlebih dahulu isi putusan. “Masih
dipikirkan. Tadi kan sudah diberi kesempatan kami (FNP) untuk memikirkan putusan,” kata
Sukiman.
Investigator KPPU Helmy Nurjamil mengapresiasi putusan majelis. Menurutnya putusan
terhadap FNP sudah sesuai dengan harapan. “Sudah sesuai, tapi kalau soal denda itu
sepenuhnya pertimbangan majelis,” pungkasnya.
DAFTAR PUSTAKA
15 Hukum Bisnis & Lingkungan
Megi Irianti Pariakan (43217010083)