TATA CARA PEMILIHAN LOKASI TPA DENGAN METODE LEGRAND
1. TATA CARA DAN STUDI KASUS PEMILIHAN LOKASI TPA
METODE LEGRAND
Studi Kasus Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teknik Pemrosesan Akhir Sampah
Oleh:
Kelompok VI
Randa Anugerah (1210942015)
Seppi Yuliana (1310941015)
Dittia Rahma (1310941027)
Silvi Septanisa (1410941017)
Nur Indah Lestari (1410941028)
Nyak Nisa Ul Khairani KF (1410942013)
Mikel Faklin (1410942022)
Dosen Pengampu:
Yommi Dewilda, MT
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2017
2. 1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, karuania, serta
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu.
Makalah ini merupakan salah satu syarat tugas mata kuliah Teknik Pemrosesan
Akhir Sampah. Terima kasih kepada Ibu Yommi Dewilda, MT selaku dosen Mata
Kuliah Teknik Pemrosesan Akhir Sampah yang telah memberikan arahan serta ilmu
pengetahuan kepada Penulis.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi
isi maupun penulisan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dari semua
pihak demi penyempurnaan untuk masa yang akan datang. Akhir kata dengan
segala kerendahan hati, penulis berharap agar makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi kita semua.
Padang, Februari 2017
Kelompok 6
3. 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................... 1
DAFTAR ISI .............................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................ 3
1.2 Tujuan Penulisan ............................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pertimbangan dalam Pemilihan Lokasi TPA .................. 4
2.2 Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA: Metode LeGrand ...... 5
BAB III STUDI KASUS
Studi Kasus ............................................................................... 10
BAB IV KESIMPULAN
Kesimpulan ............................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 14
4. 3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk, kemajuan teknologi dan
perkembangan ekonomi mengakibatkan peningkatan aktifitas manusia, sehingga
menyebabkan masyarakat semakin konsumtif dan meningkatkan jumlah timbulan
sampah. Salah satu kebutuhan mendasar untuk mengatasi peningkatn timbulan
sampah adalah adanya Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah. Salah satu
kendala dalam penerapan metoda pengurugan limbah dalam tanah (landfilling atau
lahan-urug) adalah bagaimana memilih lokasi yang cocok baik dilihat dari sudut
kelangsungan pengoperasian, maupun dari sudut perlindungan terhadap lingkungan
hidup. Ada tiga tata cara pemilihan lokasi TPA, yaitu berdasarkan SNI 19-3241-
1994, Metode Hagerty, dan Metode LeGrand. Makalah ini akan membahas
mengenai tata cara pemilihan lokasi TPA dengan Metode LeGrand, dengan studi
kasus yang diangkat adalah pemilihan lokasi TPAS Kabupaten Klaten.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Sebagai syarat tugas mata kuliah Teknik Pemrosesan Akhir Sampah;
2. Agar mengetahui dan memahami tata cara pemilihan lokasi TPA dengan
metode LeGrand.
5. 4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pertimbangan dalam Pemilihan Lokasi TPA
Limbah merupakan kumpulan dari beberapa jenis buangan hasil samping dari
kegiatan, yang akhirnya harus diolah dan diurug dalam suatu lokasi yang sesuai.
Permasalahan yang timbul adalah bahwa sarana ini merupakan sesuatu yang dijauhi
oleh masyarakat sehingga persyaratan teknis untuk penempatan sarana ini perlu
didampingi oleh persyaratan non teknis. Apalagi bila yang akan diurug adalah jenis
limbah yang berbahaya. Secara ideal, pertimbangan utama dalam pemilihan lokasi
sebuah landfill adalah didasarkan atas berbagai aspek, yaitu kesehatan masyarakat,
lingkungan hidup, biaya, dan sosio-ekonomi (Damanhuri, 2008).
Aspek kesehatan masyarakat berkaitan langsung dengan manusia, terutama
kenaikan mortalitas (kematian), morbiditas (penyakit), serta kecelakaan karena
operasi sarana tersebut. Aspek lingkungan hidup terutama berkaitan dengan
pengaruhnya terhadap ekosistem akibat pengoperasian sarana tersebut, termasuk
akibat transportasi dan sebagainya. Aspek biaya berhubungan dengan biaya spesifik
antara satu lokasi dengan lokasi yang lain, terutama dengan adanya biaya ekstra
pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan. Aspek sosio-ekonomi
berhubungan dengan dampak sosial dan ekonomi terhadap penduduk sekitar lahan
yang dipilih (Damanhuri, 2008).
Walaupun dua lokasi yang berbeda mempunyai pengaruh yang sama dilihat dari
aspek sebelumnya, namun reaksi masyarakat setempat dengan dibangunnya sarana
tersebut bisa berbeda. Pertimbangan utama yang harus selalu dimasukkan dalam
penentuan lokasi TPA adalah (EPA 530-R-95-023):
1. Mempertimbangkan penerimaan masyarakat yang akan terkena dampak;
2. Konsisten dengan land-use planning di daerah tersebut;
3. Mudah dicapai dari jalan utama;
4. Mempunyai tanah penutup yang mencukupi;
5. Berada pada daerah yang tidak akan terganggu dengan dioperasikan landfill
tersebut;
6. 5
6. Mempunyai kapasitas tampung yang cukup besar, biasanya 10 sampai 30
tahun;
7. Tidak memberatkan dalam pendanaan pada saat pengembangan,
pengoperasian, penutupan, pemeliharaan setelah ditutup, dan bahkan biaya
yang terkait dengan upaya remediasi.;
8. Rencana pengoperasian hendaknya terkait dengan upaya kegiatan lain yang
sangat dianjurkan, yaitu kegiatan daur-ulang.
Proses pemilihan lokasi lahan-urug idealnya hendaknya melalui suatu tahapan
penyaringan. Dalam setiap tahap, lokasi-lokasi yang dipertimbangkan akan dipilih
dan disaring. Penyisihan tersebut akan memberikan beberapa calon lokasi yang
paling layak dan baik untuk diputuskan pada tingkat final oleh pengambil keputusan.
Di negara industri, penyaringan tersebut paling tidak terdiri dari tiga tingkat tahapan,
yaitu penyaringan awal, penyaringan individu, dan penyaringan final (Damanhuri,
2008).
2.2 Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA: Metode LeGrand
Metode "numerical rating" menurut Le Grand yang telah dimodifikasi oleh Knight,
telah digunakan oleh Direktorat Geologi Tata Lingkungan, guna evaluasi
pendahuluan dari lokasi pembuangan limbah di Indonesia. Parameter utama yang
digunakan dalam analisis ini adalah (Damanhuri,2008):
1. Jarak antara lokasi (sumber pencemaran) dengan sumber air minum;
2. Kedalaman muka air tanah terhadap dasar lahan-urug;
3. Kemiringan hidrolis air tanah dan arah alirannya dalam hubungan dengan
pusat sumber air minum atau aliran air sungai;
4. Permeabilitas tanah dan batuan;
5. Sifat-sifat tanah dan batuan dalam meredam pencemaran;
6. Jenis limbah yang akan diurug di sarana tersebut.
Metode Le Grand ini terdiri dari 4 tahap, yaitu (Damanhuri, 2008):
Tahap 1 : deskripsi hidrogeologis lokasi (Langkah ke 1 sampaike 7),
Tahap 2 : derajat keseriusan masalah (Langkah ke 8) ,
Tahap 3 : gabungan tahap 1 dan tahap 2 (Langkah ke 9),
Tahap 4 : penilaian setelah perbaikan (Langkah ke 10)
7. 6
Untuk menentukan skor masing-masing tahap dapat dilihat tata caranya paa
contoh kasus berikut (Damanhuri, 2008):
Suatu calon lokasi landfilling sampah kota memiliki data sebagai berikut :
− Batas lokasi landfill secara horizontal akan berjarak 20 m dari sumur
penduduk
− Kedalaman muka air tanah dari data bor adalah 14 m
− Gradien kemiringan 1.5% menuju searah aliran air yang menuju sumur
− Dari analisa ayakan, campuran lempung dan pasir = 40% dan merupakan
tanah impermeable dengan ketebalan 10-12 m
− Tingkat keakuratan data baik
Langkah 1
Jarak sumber pencemar (calon lokasi) dengan sumber air.
Langkah 2
Kedalaman muka air tanah dari dasar sumber pencemar.
Langkah 3
Gradien muka air tanah dari sumber pencemar.
Langkah 4
Kemampuan sorpsi dan permeabilitas, dimana I=Batuan dasar kedap air dan
II=Batuan dasar lolos air.
8. 7
Langkah 5
Tingkat keakuratan/ ketelitian data.
A = kepercayaan terhadap nilai parameter: akurat
B = kepercayaan terhadap nilai parameter: cukup
C = kepercayaan terhadap nilai parameter: tidak akurat
Karena dalam contoh datayang diperoleh berasal dari data obeservasi dan
pengukuran langsung di lapangan, maka tingkat kepercayaan terhadap nilai
parameter dianggap akurat.
Langkah 6
Parameter 6.1: sumber air sekitar lokasi
W = jika yang akan tercemar sumur (well)
S = jika yang akan tercemar mata air (spring) atau sungai (stream)
B = jika yang akan tercemar daerah lain (boundary)
Sumber air sekitar lokasi yang mungkin tercemar karena adanya sarana ini adalah
sumur.
Parameter 6.2: informasi tambahan tentang calon lokasi:
C = memerlukan kondisi khusus yang memerlukan komentar
D = terdapat kerucut depresi pemompaan
E = pengukuran jarak titik tercemar dilakukan dr pinggir calon lokasi
F = lokasi berada pada daerah banjir
K = batuan dasar calon lokasi adalah karst
M = terdapat tampungan air di bawah timbunan sampah
P = lokasi mempunyai angka perkolasi yang tinggi
Q = akuifer dibawah calon lokasi adalah penting dan sensitif
R = pola aliaran air tanah radial sampai sub radial
T = muka air tanah pada celah/retakan/rongga batuan dasae
Y = terdapat satu atau lebih akuifer tertekan
Informasi tambahan tentang calon lokasi adalah berada pada lokasi banjir (F),
sedang akuifer di bawah calon lokasi adalah penting dan sensitif (Q), dan terdapat
satu atau lebih akuifer tertekan di bawahnya (Y).
9. 8
Langkah 7
Rekapitulasi deskriptif hidrogeologi dari langkah-langkah di atas adalah
menjumlah nilai yang diperoleh.
Kemudian dibandingkan dengan standar kondisi hidrogeologi seperti tercantum
dalam tabel.
Langkah 8
Derajat kepekaan akuifer dan jenis limbah. Menggambarkan derajat keseriusan
yang disajikan dalam bentuk matrik yang menggabungkan kepekaan akuifer dengan
tingkat bahaya limbah yang akandiurug/ditimbun.
Langkah 9
Merupakan penggabungan langkah 1 sampai 4 dengan langkah 8. Posisi grafis
yang digunakan pada langkah 9 digunakan kembali. Dari posisi lokasi tersebut
dapat diketahui peringkat situasi standar yang dibutuhkan agar akuifer tidak
tercemar. Peringkat ini dinyatakan dalam PAR (protection of aquifer rating).
Hasil pengurangan PAR dari deskripsi numerik lokasi, digunakan untuk
menentukan tingkat kemungkinan pencemaran yang akan terjadi.
10. 9
Langkah 10
Digunakan bila pada lokasi dilakukan tersebut dilakukan masukan teknologi untuk
mengurangi dampak pencemaran yang mungkin terjadi, sehingga diharapkan
terjadi pergeseran nilai PAR. Perubahan dilakukan dengan memperbaiki kondisi
pada langkah 8, sehingga PAR di langkah 9 juga akan berubah. Masukan teknologi
yang mungkin diterapkan pada lokasi ini untuk mengurangi potensi bahaya
pencemaran antara lain:
− Desain saluran drainase di sekitar lokasi dengan baik dimana meminimalisasi
air hujan yang akan masuk ke area landfill seminimal mungkin pula;
− Pembuatan lapisan dasar (liner) yang dapat dilakukan dengan beberapa
lapisan pelindung seperti geomembran dengan tujuan agar lindi yang timbul
tidak akan merembes ke dalam ailiran air tanah;
− Desain pipa lindi yang memungkinkan air lindi dapat terkumpul;
− Adanya instalasi pengolahan air lindi sebelum dibuang ke badan air penerima.
11. 10
BAB III
STUDI KASUS
Judul : Studi Pemilihan Lokasi (Site Selection) Tempat Pemrosesan
Ahir Sampah Kabupaten Klaten
Penulis : M. Arief Buihardjo, Ika Bagus Priyambada, Endang Hadiastuti
(Dosen Teknik Lingkungan Universitas Diponegoro)
Isi Jurnal :
Permasalahan utama yang dialami oleh Kota Klaten yaitu TPA Jomboran (sistem
open dumping) yang saat ini masih digunakan, kondisinya sudah melebihi daya
tampung. Kabupaten Klaten memerlukan TPA baru untuk menampung dan
memroses timbulan sampah yang semakin meningkat. Untuk meminimalisir
dampak negatif terhadap lingkungan yang ditimbulkan akibat kegiatan TPA, maka
diperlukan studi pemilihan lokasi TPA yang memenuhi kriteria. Studi ini bertujuan
untuk mengetahui jumlah timbulan sampah dan kebutuhan lahan TPA yang baru
untuk 20 tahun ke depan, menentukan calon TPA yang layak sesuai kriteria regional,
penyisih, Le Grand dan SNI 03-3241-1994 sehingga diperoleh lahan yang layak
sebagai TPA dengan dampak seminimal mungkin.
Metodologi studi yang digunakan dalam studi pemilihan lokasi TPA, secara garis
besar terdiri dari 3 tahap pelaksanaan yaitu tahap persiapan dan pengumpulan data
(survey pendahuluan, studi literatur, pengumpulan data primer dan sekunder), tahap
analisis dan pengolahan data (analisis perhitungan, analisis penyaringan calon
lokasi TPA, analisis pembobotan/ penilaian kelayakan), dan tahap penetapan calon
lokasi TPA terpilih (analisis SWOT dan analisis rona lingkungan).
Dari hasil proyeksi dengan metode aritmatik, jumlah penduduk Kabupaten Klaten
hingga tahun 2030 sebesar 1.407.741 jiwa. Proyeksi timbulan sampah dengan
metode aritmatik hingga tahun 2030 sebesar 577,12 m3/hari. Kebutuhan lahan TPA
Kabupaten Klaten selama 20 Tahun perencanaan adalah 19,54 Ha jika sistem yang
digunakan masih menggunakan sistem open dumping. Sedangkan jika sampah telah
mengalamai reduksi akibat komposting dan daur ulang, maka lahan yang digunakan
adalah 9,77 Ha.
12. 11
Penyaringan regional meliputi kelayakan rencana tata ruang wilayah, jenis batuan,
rawan becana, hidrologi, topografi dan tata guna lahan. Penyaringan kriteria
penyisih meliputi kelayakan terhadap curah hujan, kawasan lindung, jarak terhadap
pemukiman dan jalan utama. Setelah proses penyaringan tahap regional dan tahap
penyisih didapatkan 3 calon lokasi TPA, yaitu Kecamatan Pedan (Desa Troketon,
Kaligawe, Temuwangi), Bayat (Desa Wiro, Wiro, Tegalrejo, Ngerangan), dan
Gantiwarno (Desa Gesikan, Jabung, Jogoprayan). Hasil penilaiannya adalah
sebagai berikut:
Parameter
Desa
Troketon
Desa Wiro Desa Jabung Terpilih
Le-Grand
Kelas lahan
13
(Sangat baik)
14
(Sangat Baik)
18
(Cukup)
Desa
Troketon
Potensi
pencemaran
limbah
terhadap
akifer
20,5
(agak rendah)
20,5
(agak rendah)
20,5
(agak rendah)
Kemungkinan
pencemaraan
& penerimaan
limbah
- 7,5
(hampir tidak
mungkin &
pasti dapat
diterima)
- 6,5
(mungkin
dapat diterima)
- 2,5
(meragukan)
Hasil analisis SWOT yang menjelaskan tentang kelebihan, kekurangan, potensi dan
ancaman/dampak dari masing-masing calon lokasi TPA menunjukkan bahwa lokasi
TPA terpilih adalah calon lokasi di Desa Troketon, Kecamatan Pedan.
Berdasarkan parameter Le Grand, didapatkan data analisis rona lingkungan pada
lokasi TPA terpilih sebagai berikut:
1. Jarak dengan sungai terdekat adalah 2000 m;
2. Kedalaman muka air tanah terhadap dasar lahan urug > 3 m;
3. Kemiringan muka air tanah < 2% dan alirannya berlawanan dengan arah
aliran menuju sumber air;
4. Permeabilitas tanah 1,82.10-6 cm/dtk;
5. Kondisi tanah/ batuan, jenis tanah lempung banyak lanau.
13. 12
Analisis persepsi masyarakat dilakukan di Desa Troketon dengan menggunakan
kuisioner sebanyak 64 lembar. Banyaknya kuisioner ini berdasarkan perhitungan
banyaknya sampel dari banyaknya jumlah penduduk desa setempat. Dari 64
responden, 6,3% diantaranya menyatakan setuju dan 51,6% menyatakan setuju atas
dibangunnya TPA di sekitar tempat tinggalnya asalkan ada kompensasi yang sesuai
dan pengendalian lingkungan, 34,4 % tidak setuju dan 7,8 % tidak menjawab.
14. 13
BAB IV
KESIMPULAN
Kesimpulan dari studi kasus mengenai tata cara pemilihan lokasi TPA dengan
metode LeGrand adalah:
1. Ada banyak pertimbangan dalam pemilihan lokasi TPA di suatu daerah,
baik secara teknis maupun non teknis;
2. Berdasarkan studi kasus yang dilakukan, lahan yang layak menjadi calon
lokasi TPA Kabupaten Klaten menurut penilaian metode LeGrand adalah
Desa Troketon Kecamatan Pedan Kabupaten Klaten.
15. 14
DAFTAR PUSTAKA
Budihardjo, M. Arief, Ika Bagus Priyambada dan Endang Hadiastuti. 2010. Studi
Pemilihan Lokasi (Site Selection) Tempat Pemrosesan Akhir Sampah
Kabupaten Klaten. Jurnal. Semarang: Universitas Diponegoro
Damanhuri, Enri. 2008. Diktat Landfilling Limbah – Bagian Tiga: Pemilihan
Lokasi Landfilling. Bandung: ITB