2. Dalam rongga pericardium, pleura, dan rongga peritoneum
(perut) terdapat cairan yaitu transudate yang berbentuk akibat
ultrafiltrasi plasma yang terjadi Karena pembedaan tekanan osmotic dan
hidrostatik yang berlangsung di kapiler darah. Eksudat adalah cairan
yang dihasilkan akibat proses radang.
1. Transudat
Ciri-ciri :
Warna kuning muda, jernih, encer, BJ mendekati 1.010, tidak
terdapat bekuan, kadar protein ≤ 2.5 g / dL, kadar glukosa kurang lebih
sama dengan kadar plasma darah, jumlah sel sedikit dan steril.
*
3. 1. Transudat
Ciri-ciri :
Warna kuning muda, jernih, encer, BJ mendekati 1.010, tidak terdapat
bekuan, kadar protein ≤ 2.5 g / dL, kadar glukosa kurang lebih sama dengan kadar
plasma darah, jumlah sel sedikit dan steril.
2. Eksudat
Warna bermacam-macam, keruh (mengandung gumpalan berkeping-
keping, purulent;mengandung darah dan sebagainya). Lebih kental, BJ mendekati
1.018, sering ada bekuan (fibrinogen). Pada protein > 4 g / dL, rasio kadar protein
cairan eksudat dengan protein plasma > 0.5 dan rasio LDH cairan eksudat dengan
LDH plasma lebih 0.6. Kadar glukosa jauh berkurang terhadap glukosa plasma,
mengandung banyak sekali sel, dan terdapat bakteri.
5. PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK :
Dihitung jumlah dan jenis sel, sel yang di hitung (jumlah)
adalah sel barenti saja dan hitung jenis yang hanya membedakan sel
mononuclear (limfosit, monosit) atau sel polinuklear (segmen) pada
radng akut sel yang menonjol adalah segmem, sedangkan pada radang
menahun yang menonjol adalah limfosit.
PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGIK :
Selain pemeriksaan sediaan apus dengan pewarnaan (misalnya
Gram), juga di abaikan.
6. PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGIK
MAKROSKOPIK :
1. Warna : dalam keadaan normal, cairan otak herni dan tidak
berwarn. Warna kemerahan menandakan adanya darah yang dapat
terjadi pada perdarahan subarachnoid, perdarahan intraserebral,
infrak otak atau akibat trauma pungsi. Trauma pungsi di bedakan
dengan makin berkurangnya jumlah dara pada taung barikutnya,
cairan atas berwarna jenih setelah pemusingan dan sering terjadi
bekuan darah
2. Kekeruhan : untuk mengujinya dibandingkan terhadap akuedes
3. Sedimen : pada keadaan normal tidak dijumpai sedimen, bila ada
umumnya sesuai dengan kekeruhan yang terjadi.
7. 5. Bekuan : cairan otak normal tidak akan membeku karena tidak
mengandung fibrinogen. Bekuan akan membentuk apa bila kadar
protein tinggi atau bilah terdapat darah
*MIKROSKOPIK :
1. Jumlah sel : hitung jumlah leokosit harus segrah dilakukan karena
leokosit dalam cairan otak cepat lisis
8. 2. Hitung jenis sel : dilakukan terhadap cairan otak yang telah dipusing,
dibuat sediaan apus dan di warnai Wright ?/ Giemsa.
PEMERIKSAAN KIMIA :
*Protein : secara kualitif (tes busa, Nonne, pandy) ditentukan adanya
protein. Tes-tes ini umumnya merupakan tes sederhana sehingga dapat
dilakukan langsung disamping pasien. Pemeriksaan protein total secara
kuantitatif dilakukan berdasarkan fotometri atau turbidimetri. Normal
kadar protein di daerah lumbal 15-45 mg/dl yaitu> 1% kadar dalam
plasma dan tergantung pada usia.
9. TES SEROLOGIK :
Terutama ditujukan untuk menentukan kelainan neurosifilis,
antara lain dengan pemeriksaan VDRL, FTA atau FTA-Abs. tes lateks
dilakukan untuk mendeteksi antigen bakteri secara cepat dan mudah,
langsung dari cairan otak. Walaupun demikian diagnosis tetap dilakukan
bersama-sama hasil biakan kuman.
10. PEMERIKSAAN IMUNOLOGI :
Anti - nuclear antibody (ANA) : suatu zat anti terhadap inti sel.
Dapat dijumpai pada cairan sendi 70 persen penderita SLE, 20 persen
penderita RA, tetapi tidak spesifik. Sebaiknya sel LE dapat memberikan
spesifisitas 95 persen bila RA dapat disingkirkan.
Factor reomatoid (rheumatoid factor, RF) suatu zat anti terhadap antibody
IgG tubuh. Ditemukan pada 60 persen cairan sendi penderita RA tetapi
masih belum bermakna.
11. PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGIK
pewarnaan gram: dilakukan terhadap sediaan langsung atau dari sedimen.
Dapat dipakai untuk membedakan artritis oleh N. gonorrhea dari artritis
septik lain. Juga untuk melihat adanya jamur.