SlideShare a Scribd company logo
1 of 5
Arthritis Sepsis
Septik arthritis merupakan hasil dari invasi bakteri di celah sendi, di mana penyebaran
terjadi secara hematogen, inokulasi langsung akibat trauma maupun pembedahan,
atau penyebaran dari osteomileitis atau selulitis yang berdekatan dengan celah sendi.
Epidemiologi
Insiden septik artritis pada populasi umum bervariasi 2-10 kasus per 100.000 orang
per tahun. Insiden ini meningkat pada penderita dengan peningkatan risiko seperti
artritis rheumatoid 28-38 kasus per 100.000 per tahun, penderita dengan protese sendi
40-68 kasus/100.000/tahun (30-70%). Puncak insiden pada kelompok umur adalah
anak-anak usia kurang dari 5 tahun (5 per 100.000/tahun) dan dewasa usia lebih dari
64 tahun (8,4 kasus/100.000 penduduk/tahun). Kebanyakan septik artritis terjadi pada
satu sendi, sedangkan keterlibatan poli artikular terjadi 10-15% kasus. Sendi lutut
merupakan sendi yang paling sering terkena sekitar 48-56%, diikuti oleh sendi
panggul 16-21%, dan pergelangan kaki 8%.
Etiologi
a. luka (menjurus pada osteoarthritis),
b. kelainan-kelainan metabolisme (seperti gout dan pseudogout),
c. faktor-faktor keturunan,
d. infeksi dapat berasal dari bakteri (Staphylococcus aureus dan Haemophilus
influenza, E. coli dan Pseudomonas spp, Neisseria gonorrhoeae, Salmonella
spp, Mycobacterium tuberculosis dan spirochete bacterium), virus (hepatitis
A, B, dan C, parvovirus B19, herpes viruses, HIV (AIDS virus), HTLV-1,
adenovirus, coxsackie viruses, mumps, dan ebola), jamur (histoplasma,
coccidiomyces, dan blastomyces)
e. sebab-sebab yang tidak jelas (seperti rheumatoid arthritis dan systemic lupus
erythematosus).
Patofisiologi
Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal
dari bagian sentral, bagian depan atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian
terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus.
Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifisis, diskus intervertebralis, dan
vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan
terjadinya kifosis.
Kemudian eksudat ( yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang
fibrosis serta basil tuberkulosa ) menyebar ke depan, di bawah ligamentum
longitudinal anterior. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke
berbagai arah di sepanjang garis ligamen yang lemah.
Pada daerah servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis dan
menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat
mengalami protrusi ke depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai
abses faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esofagus,
atau kavum pleura.
Abses pada vertebra thorakalis biasanya tetap tinggal pada daerah thoraks
setempat menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan
fusiform. Abses pada daerah ini dapat menekan medula spinalis sehingga timbul
paraplegia. Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus
psoas dan muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat
juga dapat menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh
darah femoralis pada trigonum skarpei atau regio glutea.
Kumar membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium, yaitu :
1. Stadium Implantasi
Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita
menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6
– 8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak
– anak umumnya pada daerah sentral vertebra.
2. Stadium Destruksi Awal
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta
penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3 – 6
minggu.
3. Stadium Destruksi Lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang masif, kolaps vertebra dan terbentuk massa
kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses ( abses dingin ), yang terjadi 2 – 3
bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum
serta kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji
terutama di sebelah depan ( wedging anterior ) akibat kerusakan korpus vertebra,
yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus.
4. Stadium gangguan neurologis
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi
terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. gangguan ini
ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra
thorakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan
neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini.Bila terjadi gangguan neurologis,
maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu :
Derajat I : Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan
aktifitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi
gangguan saraf sensoris.
Derajat II : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih
dapat melakukan pekerjaannya.
Derajat III: Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi
gerak/aktivitas penderita serta hipestesi/anestesia
Derajat IV:Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan
defekasi dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegia
dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari keadaan
penyakitnya.
5. Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 3 – 5 tahun setelah timbulnya stadium implantasi.
Kifosis atau gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang masif di
sebelah depan.
Manifestasi Klinis
Pasien dengan Artrits Septic Akut di tandai dengan adalah nyeri sendi hebat,
bengkak sendi, kaku dan gangguan fungsi sendi, demam dan kelemahan
umum. Gejala-gejala dari septic arthritis termasuk demam, kedinginan, begitu juga
nyeri, pembengkakan, kemerahan, kekakuan, dan kehangatan sendi.
Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto rontgen
Misalnya pada tuberculosis tulang belakang akan dijumpai hilangnya sudut
anterior superior atau inferior dari badan vertebra dan hilangnya rongga antar
vertebra.
2. Tes darah
Tes darah terhadap titer anti- stafilococus dan anti – streptolisisn hemolisin,
tifoid, paratifoid, dan bruselosis dapat membantu penegakan diagnosis pada
kasus sulit dan pada pusat-pusat dengan pusat yang memadai. Leukosit kadang
meningkat sampai 50.000/mm3 (nilai normal : 4.000-10.000/mm3). Pada
pemeriksaan darah akan didapatkan laju endap darah yang meningkat.
Pengecatan gram dan kultur juga merupakan pemeriksaan yang penting. Pada
pewarnaan gram biasanya dapat diberikan antibiotik pertama sambil
menunggu hasil sensitivitas kultur.
3. Biopsi jarum
Juga dapat bermanfaat pada kasus sulit, namun membutuhkan pengalaman
serta pemeriksaan histology yang baik.
4. Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan ini terutama untuk melihat jaringan lunak yaitu diskus
intervertebralis dan ligamentum flavum serta lesi dalam sum-sum tulang
belakang.
5. Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan CT Scan dengan mielografi. Pemeriksaan mielografi dilakukan
bila terdapat gejala-gejala penekanan sum-sum tulang belakang.
6. Analisa cairan sendi
Pemeriksaan cairan sendi merupakan pemeriksaan yang rumit. Ketika gejala
klinis telah tampak, maka pada cairan sendi akan tampak keruh atau purulen.
7. USG
Digunakan untuk mendeteksi cairan sendi yang terletak lebih dalam.
Gambaran khas dari septik arthritis pada pemeriksaan USG berupa
non-echo-free effusion yang berasal dari bekuan darah. USG dapat digunakan
sebagai panduan dalam melakukan aspirasi dan drainase serta untuk
memonitor status kompartmen intrartikuler, kapsul sendi, tidak mahal, dan
mudah digunakan, tetapi pemeriksaan ini sangat tergantung dari operator yang
mengerjakannya.
Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan pada septik arthritis akut:
1. Drainase sendi harus adekuat
2. Antibiotik harus diberikan untuk mengurangi efek sistemik dari sepsis
3. Sendi harus diistirahatkan dalam posisi stabil
A. Terapi Umum
Analgetik dan dan pembidaian dari sendi yang terkena pada posisi maksimal
dan senyaman mungkin untuk mengurangi nyeri. Adanya fokus infeksi dan kondisi
medis harus diindetifikasi dan diterapi sesuai penyakit yang ditemukan. Penggantian
cairan dan kecukupan nutrisi mungkin diperlukan.
B. Terapi Khusus
Terapi definitif yang diperlukan berupa drainase dari pus yang terdapat di
sendi dan memberikan terapi antibiotik yang efektif. Teknik dari drainase tergantung
dari sendi yang terkena, stadium infeksi, dan respon dari pasien. Walaupun sendi yang
terinfeksi dapat didrainase dengan hasil yang memuaskan melalui aspirasi berulang,
namun pada sendi panggul dan mungkin sendi yang lain yang sulit dilakukan drainase
maka harus dilakukan artrotomi sesegera mungkin setelah teridentifikasi dari septik
atritritis. Indikasi lain dari drainase dengan teknik pembedahan adalah septik arthritis
dimana pusnya terlokalisir, gagal dalam terapi nonoperatif, infeksi yang telah
berlangsung lama, dan infeksi sendi pasca pembedahan atau luka penetrasi.
Antibiotik parenteral diindikasikan untuk septik arthritis. Jika kuman tidak
tampak pada pewarnaan gram dan sebelumnya pasien adalah seorang dewasa sehat,
maka diagnosa kerjanya adalah arthritis gonokokus, dan penisilin dapat menjadi
pilihan terapi. Anak-anak di bawah 4 tahun mempunyai insiden yang signifikan
terhadap arthritis akibat H. influenza. Pada orang dewasa, dimana pada pewarnaan
gram ditemukan bakteri gram negatif, maka pilihan terapinya adalah sefalosporin atau
penisilin beta laktamase dan aminoglikosida. Infeksi yang disebabkan oleh
H.influenza, Streptococcus, Neisseria, memiliki respon terapi yang baik dan lebih
cepat, sehingga pemberiannya dapat dipersingkat (< 2 minggu). Sedangkan, pada
infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus dan bakteri basili gram negatif, respon
terapi lebih lambat sehingga membutukan waktu yang lebih panjang yaitu sekitar 4-6
minggu. Pada infeksi sendi panggul dan bahu, pasien immunocompromise, pasien
dengan respon terapi jelek akan membutuhkan pengobatan yang lebih lama pula.
Ketika kuman telah teridentifikasi dari hasil kultur, maka pilihan antibiotik
harus sesuai dengan hasil yang telah ditemukan. Hasil kultur dan respon klinis
sesudah itu digunakan untuk memastikan regimen antibiotik. Antibiotik parenteral
diteruskan dengan dosis tinggi sampai inflamasi mereda secara signifikan. Tambahan
antibiotik oral selama 3-4 minggu biasanya diperlukan setelah pemberian antibiotik
parenteral. (1) Sebagian klinisi menyatakan bahwa pemberian antibiotik parenteal
harus diteruskan setidaknya sampai suhu dan kadar CRP mencapai nilai mormal
dengan terapi maintenance 4-6 minggu.(4) Injeksi penisilin G 10 juta unit per 24 jam
diberikan pada arthritis gonokokus dan diteruskan sampai perbaikan klinis dicapai
secara signifikan. Saat tanda lokal teratasi, antibiotik dapat diubah ke ampisilin oral, 4
kali 500 mg per hari selama 7 hari.
Komplikasi
Komplikasi terdiri dari destruksi sendi, osteomielitis, dan penyebaran ke
tempat lain baik secara langsung ataupun secara hematogen. Semakin cepat diagnosis
dan diterapi dilaksanakan, maka kemungkinan terjadinya komplikasi akan semakin
kecil. Komplikasi yang dapat ditimbulkan termasuk kerusakan sendi berupa
osteoarthritis. Pada anak-anak, keterlibatan dari growth plates dapat meningkatkan
progresifitas dari deformitas dan pemendekan dari segment yang terkena. Selain itu,
komplikasi lain seperti dislokasi sendi, epifisiolisis, ankilosis, dan osteomielitis.
Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya proses
granulasi di bawah kulit yang disebut subcutan nodule, pada otot dapat terjadi myosis
( proses granulasi jaringan otot) , pada pembuluh darah terjadi tromboemboli, dan
terjadi spenomegali. Komplikasi lanjutnya adalah penyakit degeneratif pada sendi,
dislokasi permanen dan fibrous ankylosis.

More Related Content

What's hot (20)

dislokasi
dislokasidislokasi
dislokasi
 
Ppt fraktur
Ppt frakturPpt fraktur
Ppt fraktur
 
Anatomy sistem pada antebrachii-palmar
Anatomy sistem pada antebrachii-palmarAnatomy sistem pada antebrachii-palmar
Anatomy sistem pada antebrachii-palmar
 
Hnp
HnpHnp
Hnp
 
Dasar dasar anatomi
Dasar dasar anatomiDasar dasar anatomi
Dasar dasar anatomi
 
Anfis muskuloskeletal
Anfis muskuloskeletal Anfis muskuloskeletal
Anfis muskuloskeletal
 
7. peritonitis
7. peritonitis7. peritonitis
7. peritonitis
 
Artikel carpal tunnel syndrome
Artikel   carpal tunnel syndromeArtikel   carpal tunnel syndrome
Artikel carpal tunnel syndrome
 
Makalah asuhan hiv aids
Makalah asuhan hiv aidsMakalah asuhan hiv aids
Makalah asuhan hiv aids
 
Power point malpraktek
Power point malpraktekPower point malpraktek
Power point malpraktek
 
Etik medikolegal pain management
Etik medikolegal pain managementEtik medikolegal pain management
Etik medikolegal pain management
 
Emosi dan afek kelompok 6
Emosi dan afek kelompok 6Emosi dan afek kelompok 6
Emosi dan afek kelompok 6
 
Referat Syok Anafilaktik
Referat Syok AnafilaktikReferat Syok Anafilaktik
Referat Syok Anafilaktik
 
Hidrokel nakal
Hidrokel nakalHidrokel nakal
Hidrokel nakal
 
1. perbedaan antara skizoafektif
1. perbedaan antara skizoafektif1. perbedaan antara skizoafektif
1. perbedaan antara skizoafektif
 
7. fraktur
7. fraktur7. fraktur
7. fraktur
 
Anemia
AnemiaAnemia
Anemia
 
Rectal toucher KDM I by pangestu chaesar
Rectal toucher KDM I by pangestu chaesarRectal toucher KDM I by pangestu chaesar
Rectal toucher KDM I by pangestu chaesar
 
Manuver leopold
Manuver leopoldManuver leopold
Manuver leopold
 
Makalah sistem muskuloskeletal
Makalah sistem muskuloskeletalMakalah sistem muskuloskeletal
Makalah sistem muskuloskeletal
 

Similar to Arthritis sepsis

Similar to Arthritis sepsis (20)

48401693 tb-tulang-dan-sendi
48401693 tb-tulang-dan-sendi48401693 tb-tulang-dan-sendi
48401693 tb-tulang-dan-sendi
 
Tuberkulosis tulang
Tuberkulosis tulangTuberkulosis tulang
Tuberkulosis tulang
 
7 artritis-rhematoi-67-73
7 artritis-rhematoi-67-737 artritis-rhematoi-67-73
7 artritis-rhematoi-67-73
 
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx
 
PPT_Spondilitis_TB.ppt
PPT_Spondilitis_TB.pptPPT_Spondilitis_TB.ppt
PPT_Spondilitis_TB.ppt
 
Spondilitis tb
Spondilitis tbSpondilitis tb
Spondilitis tb
 
Makalah arthritis rheumatoid
Makalah arthritis rheumatoidMakalah arthritis rheumatoid
Makalah arthritis rheumatoid
 
Askep spondilitis tb
Askep spondilitis tbAskep spondilitis tb
Askep spondilitis tb
 
Asuhan Keperawatan Pada Kanker Tulang
Asuhan Keperawatan Pada Kanker TulangAsuhan Keperawatan Pada Kanker Tulang
Asuhan Keperawatan Pada Kanker Tulang
 
Asuhan Keperawatan Pada Kanker Tulang
Asuhan Keperawatan Pada Kanker TulangAsuhan Keperawatan Pada Kanker Tulang
Asuhan Keperawatan Pada Kanker Tulang
 
Karsinoma tulang
Karsinoma tulangKarsinoma tulang
Karsinoma tulang
 
Bab 2 new
Bab 2 newBab 2 new
Bab 2 new
 
Infection of bone and joint
Infection of bone and jointInfection of bone and joint
Infection of bone and joint
 
Pembekakan Tungkai Kiri
Pembekakan Tungkai Kiri Pembekakan Tungkai Kiri
Pembekakan Tungkai Kiri
 
limping child.pptx
limping child.pptxlimping child.pptx
limping child.pptx
 
PPT SARPUS IKA YANG BARU(1).pptx
PPT SARPUS IKA YANG BARU(1).pptxPPT SARPUS IKA YANG BARU(1).pptx
PPT SARPUS IKA YANG BARU(1).pptx
 
Prolaps Rektum
Prolaps RektumProlaps Rektum
Prolaps Rektum
 
Askep isk
Askep iskAskep isk
Askep isk
 
Askep isk AKPER PEMKAB MUNA AKPER PEMKAB MUNA
Askep isk AKPER PEMKAB MUNA  AKPER PEMKAB MUNA Askep isk AKPER PEMKAB MUNA  AKPER PEMKAB MUNA
Askep isk AKPER PEMKAB MUNA AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep isk AKPER PEMKAB MUNA
Askep isk AKPER PEMKAB MUNA Askep isk AKPER PEMKAB MUNA
Askep isk AKPER PEMKAB MUNA
 

More from mutisav

Ewing's sarcoma
Ewing's sarcomaEwing's sarcoma
Ewing's sarcomamutisav
 
Arthritis sepsis
Arthritis sepsisArthritis sepsis
Arthritis sepsismutisav
 
Mechanism of gastrointestinal absorption
Mechanism of gastrointestinal absorptionMechanism of gastrointestinal absorption
Mechanism of gastrointestinal absorptionmutisav
 
Needs of micronutrient
Needs of micronutrientNeeds of micronutrient
Needs of micronutrientmutisav
 
Stimulation of children development
Stimulation of children developmentStimulation of children development
Stimulation of children developmentmutisav
 
Menstruation and ovary cycle
Menstruation and ovary cycleMenstruation and ovary cycle
Menstruation and ovary cyclemutisav
 
Abnormality in reproductive systems
Abnormality in reproductive systemsAbnormality in reproductive systems
Abnormality in reproductive systemsmutisav
 
Basic of electrocardiograph
Basic of electrocardiographBasic of electrocardiograph
Basic of electrocardiographmutisav
 
Lembaga keuangan
Lembaga keuangan Lembaga keuangan
Lembaga keuangan mutisav
 
Tugas Sejarah
Tugas SejarahTugas Sejarah
Tugas Sejarahmutisav
 
Evaluasi SBO
Evaluasi SBOEvaluasi SBO
Evaluasi SBOmutisav
 
SEL DARAH
SEL DARAH SEL DARAH
SEL DARAH mutisav
 
Penyusunan teks proklamasi
Penyusunan teks proklamasiPenyusunan teks proklamasi
Penyusunan teks proklamasimutisav
 
Pemanasan global
Pemanasan globalPemanasan global
Pemanasan globalmutisav
 

More from mutisav (15)

Lcpd
LcpdLcpd
Lcpd
 
Ewing's sarcoma
Ewing's sarcomaEwing's sarcoma
Ewing's sarcoma
 
Arthritis sepsis
Arthritis sepsisArthritis sepsis
Arthritis sepsis
 
Mechanism of gastrointestinal absorption
Mechanism of gastrointestinal absorptionMechanism of gastrointestinal absorption
Mechanism of gastrointestinal absorption
 
Needs of micronutrient
Needs of micronutrientNeeds of micronutrient
Needs of micronutrient
 
Stimulation of children development
Stimulation of children developmentStimulation of children development
Stimulation of children development
 
Menstruation and ovary cycle
Menstruation and ovary cycleMenstruation and ovary cycle
Menstruation and ovary cycle
 
Abnormality in reproductive systems
Abnormality in reproductive systemsAbnormality in reproductive systems
Abnormality in reproductive systems
 
Basic of electrocardiograph
Basic of electrocardiographBasic of electrocardiograph
Basic of electrocardiograph
 
Lembaga keuangan
Lembaga keuangan Lembaga keuangan
Lembaga keuangan
 
Tugas Sejarah
Tugas SejarahTugas Sejarah
Tugas Sejarah
 
Evaluasi SBO
Evaluasi SBOEvaluasi SBO
Evaluasi SBO
 
SEL DARAH
SEL DARAH SEL DARAH
SEL DARAH
 
Penyusunan teks proklamasi
Penyusunan teks proklamasiPenyusunan teks proklamasi
Penyusunan teks proklamasi
 
Pemanasan global
Pemanasan globalPemanasan global
Pemanasan global
 

Recently uploaded

PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfPEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfMeboix
 
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docxpuskesmasseigeringin
 
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasserbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasmufida16
 
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar KepHaslianiBaharuddin
 
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptSOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptDwiBhaktiPertiwi1
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptRoniAlfaqih2
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdfMeboix
 
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfLaporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfHilalSunu
 
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptkonsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptKianSantang21
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufalmahdaly02
 
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxKeperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxrachmatpawelloi
 
ANESTESI LOKAL YARSI fixbgt dehhhhh.pptx
ANESTESI LOKAL YARSI fixbgt dehhhhh.pptxANESTESI LOKAL YARSI fixbgt dehhhhh.pptx
ANESTESI LOKAL YARSI fixbgt dehhhhh.pptxCahyaRizal1
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxwisanggeni19
 
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdf
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdfPpt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdf
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdfAyundaHennaPelalawan
 
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesFARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesNadrohSitepu1
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxpuspapameswari
 
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxfania35
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptxrachmatpawelloi
 
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfPPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfhurufd86
 
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatFARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatSyarifahNurulMaulida1
 

Recently uploaded (20)

PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfPEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
 
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
 
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasserbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
 
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
 
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptSOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
 
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfLaporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
 
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.pptkonsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
konsep komunikasi terapeutik dalam keperawatan.ppt
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
 
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxKeperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
 
ANESTESI LOKAL YARSI fixbgt dehhhhh.pptx
ANESTESI LOKAL YARSI fixbgt dehhhhh.pptxANESTESI LOKAL YARSI fixbgt dehhhhh.pptx
ANESTESI LOKAL YARSI fixbgt dehhhhh.pptx
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
 
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdf
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdfPpt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdf
Ppt Macroscopic Structure of Skin Rash.pdf
 
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesFARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
 
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
 
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfPPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
 
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatFARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
 

Arthritis sepsis

  • 1. Arthritis Sepsis Septik arthritis merupakan hasil dari invasi bakteri di celah sendi, di mana penyebaran terjadi secara hematogen, inokulasi langsung akibat trauma maupun pembedahan, atau penyebaran dari osteomileitis atau selulitis yang berdekatan dengan celah sendi. Epidemiologi Insiden septik artritis pada populasi umum bervariasi 2-10 kasus per 100.000 orang per tahun. Insiden ini meningkat pada penderita dengan peningkatan risiko seperti artritis rheumatoid 28-38 kasus per 100.000 per tahun, penderita dengan protese sendi 40-68 kasus/100.000/tahun (30-70%). Puncak insiden pada kelompok umur adalah anak-anak usia kurang dari 5 tahun (5 per 100.000/tahun) dan dewasa usia lebih dari 64 tahun (8,4 kasus/100.000 penduduk/tahun). Kebanyakan septik artritis terjadi pada satu sendi, sedangkan keterlibatan poli artikular terjadi 10-15% kasus. Sendi lutut merupakan sendi yang paling sering terkena sekitar 48-56%, diikuti oleh sendi panggul 16-21%, dan pergelangan kaki 8%. Etiologi a. luka (menjurus pada osteoarthritis), b. kelainan-kelainan metabolisme (seperti gout dan pseudogout), c. faktor-faktor keturunan, d. infeksi dapat berasal dari bakteri (Staphylococcus aureus dan Haemophilus influenza, E. coli dan Pseudomonas spp, Neisseria gonorrhoeae, Salmonella spp, Mycobacterium tuberculosis dan spirochete bacterium), virus (hepatitis A, B, dan C, parvovirus B19, herpes viruses, HIV (AIDS virus), HTLV-1, adenovirus, coxsackie viruses, mumps, dan ebola), jamur (histoplasma, coccidiomyces, dan blastomyces) e. sebab-sebab yang tidak jelas (seperti rheumatoid arthritis dan systemic lupus erythematosus). Patofisiologi Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari bagian sentral, bagian depan atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifisis, diskus intervertebralis, dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan terjadinya kifosis. Kemudian eksudat ( yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang fibrosis serta basil tuberkulosa ) menyebar ke depan, di bawah ligamentum longitudinal anterior. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis ligamen yang lemah.
  • 2. Pada daerah servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esofagus, atau kavum pleura. Abses pada vertebra thorakalis biasanya tetap tinggal pada daerah thoraks setempat menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses pada daerah ini dapat menekan medula spinalis sehingga timbul paraplegia. Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh darah femoralis pada trigonum skarpei atau regio glutea. Kumar membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium, yaitu : 1. Stadium Implantasi Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6 – 8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak – anak umumnya pada daerah sentral vertebra. 2. Stadium Destruksi Awal Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3 – 6 minggu. 3. Stadium Destruksi Lanjut Pada stadium ini terjadi destruksi yang masif, kolaps vertebra dan terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses ( abses dingin ), yang terjadi 2 – 3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di sebelah depan ( wedging anterior ) akibat kerusakan korpus vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus. 4. Stadium gangguan neurologis Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra thorakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini.Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu : Derajat I : Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan aktifitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris. Derajat II : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih dapat melakukan pekerjaannya. Derajat III: Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak/aktivitas penderita serta hipestesi/anestesia Derajat IV:Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan defekasi dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegia
  • 3. dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari keadaan penyakitnya. 5. Stadium deformitas residual Stadium ini terjadi kurang lebih 3 – 5 tahun setelah timbulnya stadium implantasi. Kifosis atau gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang masif di sebelah depan. Manifestasi Klinis Pasien dengan Artrits Septic Akut di tandai dengan adalah nyeri sendi hebat, bengkak sendi, kaku dan gangguan fungsi sendi, demam dan kelemahan umum. Gejala-gejala dari septic arthritis termasuk demam, kedinginan, begitu juga nyeri, pembengkakan, kemerahan, kekakuan, dan kehangatan sendi. Pemeriksaan Diagnostik 1. Foto rontgen Misalnya pada tuberculosis tulang belakang akan dijumpai hilangnya sudut anterior superior atau inferior dari badan vertebra dan hilangnya rongga antar vertebra. 2. Tes darah Tes darah terhadap titer anti- stafilococus dan anti – streptolisisn hemolisin, tifoid, paratifoid, dan bruselosis dapat membantu penegakan diagnosis pada kasus sulit dan pada pusat-pusat dengan pusat yang memadai. Leukosit kadang meningkat sampai 50.000/mm3 (nilai normal : 4.000-10.000/mm3). Pada pemeriksaan darah akan didapatkan laju endap darah yang meningkat. Pengecatan gram dan kultur juga merupakan pemeriksaan yang penting. Pada pewarnaan gram biasanya dapat diberikan antibiotik pertama sambil menunggu hasil sensitivitas kultur. 3. Biopsi jarum Juga dapat bermanfaat pada kasus sulit, namun membutuhkan pengalaman serta pemeriksaan histology yang baik. 4. Pemeriksaan MRI Pemeriksaan ini terutama untuk melihat jaringan lunak yaitu diskus intervertebralis dan ligamentum flavum serta lesi dalam sum-sum tulang belakang. 5. Pemeriksaan CT Scan Pemeriksaan CT Scan dengan mielografi. Pemeriksaan mielografi dilakukan bila terdapat gejala-gejala penekanan sum-sum tulang belakang. 6. Analisa cairan sendi Pemeriksaan cairan sendi merupakan pemeriksaan yang rumit. Ketika gejala klinis telah tampak, maka pada cairan sendi akan tampak keruh atau purulen. 7. USG
  • 4. Digunakan untuk mendeteksi cairan sendi yang terletak lebih dalam. Gambaran khas dari septik arthritis pada pemeriksaan USG berupa non-echo-free effusion yang berasal dari bekuan darah. USG dapat digunakan sebagai panduan dalam melakukan aspirasi dan drainase serta untuk memonitor status kompartmen intrartikuler, kapsul sendi, tidak mahal, dan mudah digunakan, tetapi pemeriksaan ini sangat tergantung dari operator yang mengerjakannya. Penatalaksanaan Prinsip penatalaksanaan pada septik arthritis akut: 1. Drainase sendi harus adekuat 2. Antibiotik harus diberikan untuk mengurangi efek sistemik dari sepsis 3. Sendi harus diistirahatkan dalam posisi stabil A. Terapi Umum Analgetik dan dan pembidaian dari sendi yang terkena pada posisi maksimal dan senyaman mungkin untuk mengurangi nyeri. Adanya fokus infeksi dan kondisi medis harus diindetifikasi dan diterapi sesuai penyakit yang ditemukan. Penggantian cairan dan kecukupan nutrisi mungkin diperlukan. B. Terapi Khusus Terapi definitif yang diperlukan berupa drainase dari pus yang terdapat di sendi dan memberikan terapi antibiotik yang efektif. Teknik dari drainase tergantung dari sendi yang terkena, stadium infeksi, dan respon dari pasien. Walaupun sendi yang terinfeksi dapat didrainase dengan hasil yang memuaskan melalui aspirasi berulang, namun pada sendi panggul dan mungkin sendi yang lain yang sulit dilakukan drainase maka harus dilakukan artrotomi sesegera mungkin setelah teridentifikasi dari septik atritritis. Indikasi lain dari drainase dengan teknik pembedahan adalah septik arthritis dimana pusnya terlokalisir, gagal dalam terapi nonoperatif, infeksi yang telah berlangsung lama, dan infeksi sendi pasca pembedahan atau luka penetrasi. Antibiotik parenteral diindikasikan untuk septik arthritis. Jika kuman tidak tampak pada pewarnaan gram dan sebelumnya pasien adalah seorang dewasa sehat, maka diagnosa kerjanya adalah arthritis gonokokus, dan penisilin dapat menjadi pilihan terapi. Anak-anak di bawah 4 tahun mempunyai insiden yang signifikan terhadap arthritis akibat H. influenza. Pada orang dewasa, dimana pada pewarnaan gram ditemukan bakteri gram negatif, maka pilihan terapinya adalah sefalosporin atau penisilin beta laktamase dan aminoglikosida. Infeksi yang disebabkan oleh H.influenza, Streptococcus, Neisseria, memiliki respon terapi yang baik dan lebih cepat, sehingga pemberiannya dapat dipersingkat (< 2 minggu). Sedangkan, pada infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus dan bakteri basili gram negatif, respon terapi lebih lambat sehingga membutukan waktu yang lebih panjang yaitu sekitar 4-6
  • 5. minggu. Pada infeksi sendi panggul dan bahu, pasien immunocompromise, pasien dengan respon terapi jelek akan membutuhkan pengobatan yang lebih lama pula. Ketika kuman telah teridentifikasi dari hasil kultur, maka pilihan antibiotik harus sesuai dengan hasil yang telah ditemukan. Hasil kultur dan respon klinis sesudah itu digunakan untuk memastikan regimen antibiotik. Antibiotik parenteral diteruskan dengan dosis tinggi sampai inflamasi mereda secara signifikan. Tambahan antibiotik oral selama 3-4 minggu biasanya diperlukan setelah pemberian antibiotik parenteral. (1) Sebagian klinisi menyatakan bahwa pemberian antibiotik parenteal harus diteruskan setidaknya sampai suhu dan kadar CRP mencapai nilai mormal dengan terapi maintenance 4-6 minggu.(4) Injeksi penisilin G 10 juta unit per 24 jam diberikan pada arthritis gonokokus dan diteruskan sampai perbaikan klinis dicapai secara signifikan. Saat tanda lokal teratasi, antibiotik dapat diubah ke ampisilin oral, 4 kali 500 mg per hari selama 7 hari. Komplikasi Komplikasi terdiri dari destruksi sendi, osteomielitis, dan penyebaran ke tempat lain baik secara langsung ataupun secara hematogen. Semakin cepat diagnosis dan diterapi dilaksanakan, maka kemungkinan terjadinya komplikasi akan semakin kecil. Komplikasi yang dapat ditimbulkan termasuk kerusakan sendi berupa osteoarthritis. Pada anak-anak, keterlibatan dari growth plates dapat meningkatkan progresifitas dari deformitas dan pemendekan dari segment yang terkena. Selain itu, komplikasi lain seperti dislokasi sendi, epifisiolisis, ankilosis, dan osteomielitis. Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya proses granulasi di bawah kulit yang disebut subcutan nodule, pada otot dapat terjadi myosis ( proses granulasi jaringan otot) , pada pembuluh darah terjadi tromboemboli, dan terjadi spenomegali. Komplikasi lanjutnya adalah penyakit degeneratif pada sendi, dislokasi permanen dan fibrous ankylosis.