1. TUBERKULOSIS TULANG
Tuberkulosis sebagai suatu penyakit sistemik yang dapat menyerang berbagai organ termasuk
tulang dan sedi. Lesi pada tulang dan sendi hampir selalu disebabkan penyebaran hematogen
dari kompleks primer pada bagian tubuh lain. Biasanya tejadi 6 – 36 bulan setelah infeksi
primer, tetapi dapat saja timbul bertahun – tahun kemudian.
TUBERKULOSIS TULANG
Faktor predisposisi tuberkulosis adalah :
1. Nutrisi dan sanitasi yang jelek
2. Ras; banyak ditemukan pada orang – orang Asia, Meksiko, Indian dan Negro
3. Trauma pada tulang dapat merupakan lokus minoris
4. Umur : terutama ditemukan setelah umur satu tahu, paling sering pada umur 2 – 10 tahun
5. Penyakit sebelumnya, seperti morbili dan varisella dapat memprovokasi kuman
6. Masa pubertas dan kehamilan dapat mengaktifkan tuberkulosis
Patologi :
• Kompleks Primer
Lesi primer biasanya pada paru – paru, faring atau usus dan kemudian melalui saluran limfe
menyebar ke limfonodulus regional dan disebut primer kompleks.
• Penyebaran Sekunder
Bila daya tahan tubuh penderita menurun, maka terjadi penyebaran melalui sirkulasi darah yang
akan menghasilkan tuberkulosis milier dan meningitis. Keadaan ini dapat terjadi setelah
beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian dan bakteri dideposit pada jaringan ekstra –
pulmoner.
• Lesi Tersier
Tulang dan sendi merupakan tempat lesi tersier dan sebanyak 5 % dari tuberkulosis paru akan
menyebar dan akan berakhir sebagai tuberkulosis sendi dan tulang. Pada saat ini kasus –
kasus tuberkulosis paru masih tinggi dan kasus tuberkulosis tulang dan sendi juga diperkirakan
masih tinggi.
Predileksi : Tuberkulosis sendi dan tulang terutama mengenai daerah tulang belakang ( 50 – 70
% ) dan sisanya pada sendi – sendi besar seperti panggul, lutut, pergelangan tangan, sendi
bahu dan daerah persendian kecil.
OSTEOMIELITIS TUBERKULOSA
Osteomielitis tuberkulosa selalu merupakan penyebaran sekunder dari kelainan tuberkulosa di
tempat lain, terutama paru – paru. Seperti pada osteomielitis hematogen akut, penyebaran
infeksi juga terjadi secara hematogen dan biasanya mengenai anak – anak. Perbedaannya,
osteomielitis hematogen akut umumnya terdapat pada daerah metafisis sementara osteomielitis
tuberkulosa mengenai tulang belakang.
SPONDILITIS TUBERKULOSA ( POTT DISEASE )
Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa merupakan
peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif oleh mikobakterium tuberkulosa.
Tuberkulosis tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder dari fokus di tempat lain dalam
tubuh. Percivall Pott ( 1793 ) yang pertama kali menulis tentang penyakit ini dan menyatakan
bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dengan deformitas tulang belakang yang terjadi,
sehingga penyakit ini disebut juga sebagai penyakit Pott. Spondilitis ini paling sering ditemukan
pada vertebra T8 – L3, dan paling jarang pada vertebra C1-2. Spondilitis tuberkulosa biasanya
mengenai korpus vertebra, tetapi jarang mengenai arkus vertebra.
2. INSIDENS
Spondilitis tuberkulosa merupakan 50 % dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi yang terjadi.
Di Ujung Pandang insidens spondilitis tuberkulosa ditemukan sebanyak 70 % dan
Sanmugasundarm juga menemukan persentase yang sama dari seluruh tuberkulosis tulang
dan sendi. Spondilitis tuberkulosa terutama ditemukan pada kelompok umur 2 – 10 tahun
dengan perbandingan yang sama antara wanita dan pria.
Sering mengenai vertebra 40 – 50 %, panggul 30% dan sendi lutut dan sendi – sendi lainnya.
Dapat disertai dengan adanya tuberkulosis paru – paru.
ETIOLOGI
Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di
tubuh, 90 – 95 % disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik ( 2/3 dari tipe human dan
1/3 dari tipe bovin ) dan 5 – 10 % oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Lokalisasi spondilitis
tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakal bawah dan lumbal atas, sehingga diduga
adanya infeksi sekunder dari suatu tuberkulosa traktus urinarius, yang penyebarannya melalui
pleksus Batson pada vena paravertebralis.
PATOFISIOLOGI
Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari bagian
sentral, bagian depan atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan
eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi
kerusakan pada korteks epifisis, diskus intervertebralis, dan vertebra sekitarnya. Kerusakan
pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan terjadinya kifosis.
Kemudian eksudat ( yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang fibrosis serta basil
tuberkulosa ) menyebar ke depan, di bawah ligamentum longitudinal anterior. Eksudat ini dapat
menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis ligamen yang
lemah.
Pada daerah servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis dan menyebar ke
lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke
depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses dapat
berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esofagus, atau kavum pleura.
Abses pada vertebra thorakalis biasanya tetap tinggal pada daerah thoraks setempat
menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses pada
daerah ini dapat menekan medula spinalis sehingga timbul paraplegia.
Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan muncul di
bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat menyebar ke daerah
krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh darah femoralis pada trigonum skarpei atau
regio glutea.
Kumar membagi perjalanan penyakit ini dlam 5 stadium, yaitu :
1. Stadium Implantasi
Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita menurun, bakteri
akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6 – 8 minggu. Keadaan ini
umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak – anak umumnya pada daerah sentral
3. vertebra.
2. Stadium Destruksi Awal
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta penyempitan
yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3 – 6 minggu.
3. Stadium Destruksi Lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang masif, kolaps vertebra dan terbentuk massa kaseosa
serta pus yang berbentuk cold abses ( abses dingin ), yang terjadi 2 – 3 bulan setelah stadium
destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus intervertebralis.
Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di sebelah depan ( wedging anterior ) akibat
kerusakan korpus vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibus.
4. Stadium gangguan neurologis
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi terutama
ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh
komplikasi spondilitis tuberkulosa. vertebra thorakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih
kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini. Bila terjadi gangguan
neurologis, maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu :
Derajat I : Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan aktifitas atau
setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris.
Derajat II : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih dapat
melakukan pekerjaannya.
Derajat III : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak/aktivitas
penderita serta hipestesi/anestesia
Derajat IV : Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan defekasi dan miksi.
Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung
dari keadaan penyakitnya.
Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan ekstradural dari abses
paravertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi
jaringan. Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif / sembuh terjadi oleh karena tekanan
pada jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang progresif
dari jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat
terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler vertebra.
Derajat I – III disebut sebagai paraparesis dan derajat IV disebut sebagai paraplegia.
5. Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 3 – 5 tahun setelah timbulnya stadium implantasi. Kifosis atau
gibus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang masif di sebelah depan.
GAMBARAN KLINIS
Secara klinik gejala tuberculosis tulang belakang hampir sama dengan gejala tuberculosis pada
umumnya yaitu badan lemah lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, suhu sedikit
meningkat (subfebris) terutama pada malam hari serta sakit pada punggung. Pada anak – anak
sering disertai dengan menangis pada malam hari (night cries).
Pada tuberculosis vertebrae servikal ditemukan nyeri di daerah belakang kepala, gangguan
menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya abses retrofaring. Kadangkala penderita
datang dengan gejala abses pada daerah paravetebral, inguinal, poplitea atau bokong, adanya
sinus pada daerah paravetebral atau penderita datang dengan gejala – gejala paraparesis,
4. paraplegia, keluhan gangguan pergerakan tulang belakang akibat spasme atau gibus.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Peningkatan LED dan mungkin disertai dengan leukositosis
2. uji mantoux positif
3. pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikrobakterium
4. biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional
5. pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
• Pemeriksaan foto thorax untuk melihat adanya tuberkulosis paru
• foto polos vertebrae, ditemukan osteoporosis, osteolitik dan destruksi korpus vertebrae,
disertai penyempitan diskus intervertebralis yang berada di antara korpus tersebut dan mungkin
dapat ditemukan adanya massa abses paravetebral.
• pada foto AP, abses paravetebral di daerah servikal berbentuk sarang burung ( bird’s nets ), di
daerah torakal berbentuk bulbus dan pada daerah lumbal abses berbentuk fusiform
• pada stadium lanjut terjadi destruksi vertebrae yang hebat sehingga timbul kifosis
• pemeriksaan foto dengan zat kontras
• pemeriksaan melografi dilakukan bila terdapat gejala – gejala penekanan sumsum tulang
• pemeriksaan CT scan atau CT dengan mielografi
• pemeriksaan MRI
DIAGNOSIS SPONDILITIS
Diagnosis spondilitis tuberkulosa dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan
pemeriksaan radiologis. Untuk melengkapkan pemeriksaan, maka dibuat suatu standar
pemeriksaan pada penderita tuberkulosis tulang dan sendi, yaitu :
1. pemeriksaan klinik dan neurologis lengkap
2. foto tulang belakang posisi AP dan lateral
3. foto polos toraks posisi PA
4. uji mantoux
5. biakan sputum dan pus untuk menemukan basil tuberkulosa
DIAGNOSIS BANDING
• Osteitis piogen, Lebih cepat timbul demam
• Poliomielitis Paresis / paralisis tungkai, skoliosis, dan bukan kifosis
• Skoliosis idiopatik Tanpa gibus, tanpa paralisis
• Penyakit paru dengan (bekas) empiema Tulang belakang bebas penyakit
• Metastasis tulang belakang Tidak mengenai diskus, adakah karsinoma prostat
• Kifosis senilis Kifosis tidak lokal, osteoporosis seluruh rangka
INDIKASI OPERASI
Indikasi operasi yaitu :
1. Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin berat.
Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap spondilitis tuberkulosa
5. diberikan tuberkulostatik.
2. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase secara terbuka dan sekaligus
debridemen serta bone graft.
3. Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan CT
dan MRI ditemukan adnya penekanan langsung pada medula spinalis.
OPERASI KIFOSIS
Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat. Kifosis mempunyai tendensi untuk
bertambah berat terutama pada anak –anak. Tindakan operatif dapat berupa fusi posterior atau
melalui operasi radikal.