1. Sari Pustaka:
Weil’s Disease
Pembimbing
dr. Kurniyanto, Sp,PD
Disusun Oleh
Kristy Spica Gabriela Agaki
2165050089
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
PERIODE 29 MEI - 05 AGUSTUS 2023
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
3. Weil’s Disease
Fase ikterik leptospirosis secara klasik dikenal sebagai
penyakit Weil /Weil’s Disease.
Weil’s disease infeksi yang parah, dan manifestasinya
meliputi demam, gagal ginjal, penyakit kuning,
perdarahan, dan gangguan pernapasan.
4. Weil’s Disease
● Leptospirosis → terjadi ada
wilayah tropis dan subtropic
→ curah hujan tinggi.
● Terkait dengan paparan urin
hewan yang terinfeksi →
tanah, air yang terkontaminasi
oleh urin.
● Hewan yang adapt
menularkan leptospirosis →
tikus, sapi, babi, kuda, anjing.
5. WHO
memperkirakan ada
873.000 kasus setiap
tahunnya dengan
lebih dari 40.000
kematian
Weil’s Disease
Tahun 2019 di Indonesia → 122 kematian
→ Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat,
Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa
Timur, Maluku, Sulawesi Selatan dan
Kalimantan Utara
7. Definisi dan Etiologi
Infeksi berat pada leptospirosis
disebut Weil’s disease → ikterus,
disfungsi renal dan perdarahan
Weil’s Disease
Bakteri genus Leptospira
Famili Leptospiraceae
Ordo Spirochaetales
Etiologi
● Pertama kali ditemukan oleh
Adolf Weil tahun 1886
● Leptospirosis → penyakit
infeksi oleh bakteri
leptospira
Leptospirosis
8. Epidemiologi
● International Leptospirosis Society (ILS) → Indonesia menjadi negara
dengan peringkat ke 3 di dunia untuk insiden leptospirosis.
● Angka kematian (CFR) → 2,5%-16,45% ataupun rata - rata 7,1%
● Profil Kesehatan Indonesia tahun 2020 → 8 provinsi (DKI Jakarta, Jawa
Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Kalimantan
Utara, dan Sulawesi Selatan) → melaporkan kasus leptospirosis → total
1.170 kasus dan 106 kematian (CFR 9,1%).
9. Patogenesis dan Patofisiologi
Leptospira dapat masuk melalui
luka di kulit atau menembus
jaringan mukosa
• Leptospira lisis mengeluarkan
enzim, toksin, atau metabolit lain
menimbulkan gejala klinis.
Hemolisin yang bersirkulasi
diserap oleh eritrosit lisis
• Leptospira ditemukan di pembuluh
darah berukuran medium/besar dan
di kapiler berbagai organ.
Organ utama yang terkena adalah:
- Ginjal
- Paru
- Hati
10. Perjalanan infeksi di Ginjal
- Minggu ke-1 : edema/nekrosis sel epitel tubulus
- Minggu ke-2 : fokus nekrosis pada epitel tubulus
- Minggu ke-3 : infiltrasi sel radang ke seluruh ginjal
PATOGENESIS &
PATOFISIOLOGI
Leptospira berkembang biak terutama di ginjal (tubulus konvoluta) dan diekskresi
melalui urin.
Berada di urin sekitar 8 hari setelah infeksi hingga bertahun-tahun
Setelah fase leptospiremia (4-7 hari), leptospira hanya dijumpai pada jaringan
ginjal dan mata (Pada fase ini, leptospira melepaskan toksin yang menyebabkan
gangguan pada beberapa organ)
Leptospira kuman nefrofilik invasi langsung menyerang seluruh bagian ginjal
- Nefritis interstisial : infiltrasi sel mononuclear, dapat terjadi tanpa adanya
gangguan fungsi ginjal.
- Nekrosis tubuler komplikasi acute kidney injury (AKI), disebut juga sindrom
pseudohepatorenal.
11. Penyebab ikterik pada leptospirosis :
Kerusakan sel hati, gangguan ekskresi bilirubin pada ginjal
sehingga meningkatkan kadar bilirubin darah, terjadinya
perdarahan pada jaringan dan hemolisis intravaskuler yang
meningkatkan kadar bilirubin, serta proliferasi sel Kupffer
sehingga terjadi kolestatik intra-hepatik
PATOGENESIS & PATOFISIOLOGI
• Kerusakan parenkim hati disebabkan karena penurunan hepatic flow dan toksin
yang dilepaskan oleh leptospira.
• Leptospirosis berat pankreatitis akut ditandai peningkatan kadar amilase
dan lipase serta keluhan nyeri perut.
• Terjadi peningkatan sedang kadar transaminase dan peningkatan ringan kadar
alkali fosfatase.
12. Gejala pada paru bervariasi, mulai dari batuk,
dispneu, dan hemoptisis sampai dengan acute
respiratory distress syndrome (ARDS) dan
severe pulmonary haemorrhage syndrome
(SPHS).
PATOGENESIS &
PATOFISIOLOGI
• Kelainan paru dapat berupa kongesti septum paru, perdarahan
multifokal, dan infiltrasi sel mononuklear. 🡪 Perdarahan dapat
terjadi pada pleura, alveoli, dan trakeobronkial. Efusi pleura mungkin
terjadi.
• Gambaran infiltrat biasanya dapat terlihat pada daerah intra-alveolar
dan perdarahan interstisial.
13. Manifestasi Klinis
Sindroma, Fase Gambaran Klinis Spesimen Laboratorium
Leptospirosis anikterik*
Fase leptospiremia
Fase imun
Demam tinggi, nyeri kepala,
mialgia, nyeri perut, mual,
muntah, conjunctival suffusion.
Demam ringan, nyeri kepala,
muntah, meningitis aseptik
Darah, LCS
Urin
Leptospirosis ikterik
Fase leptospiremia dan
fase imun (sering
overlapping)
Demam, nyeri kepala, mialgia,
ikterik, gagal ginjal, hipotensi,
manifestasi perdarahan,
pneumonitis hemorrargik,
leukositosis.
Darah, LCS (minggu 1) Urin
(minggu ke 2)
*antara fase leptospiremia dengan fase imun terdapat periode
asimtomatik (± 1-3 hari)
14.
15. Diagnosis (i) Skor bagian A
atau bagian A +
bagian B = 26 atau
lebih;
(ii) Skor bagian A +
bagian B + bagian C
= 25 atau lebih.
Skor antara 20 dan
25 menunjukkan
kemungkinan
diagnosis
leptospirosis tetapi
belum terkonfirmasi
18. Tatalaksana Weil’s Disease
Pasien membutuhkan rawat inap:
● Hitung darah lengkap, kreatinin, urea, elektrolit, transaminase hati, bilirubin,
laporan urin lengkap, tes koagulasi dan EKG, rontgen dada.
● Pemberian antibiotik intravena: penisilin G 1,5 juta unit setiap 6 jam, atau
ceftriaxone 1 g dua kali sehari selama 7 hari. Bagi mereka yang alergi
penisilin atau sefalosporin, doksisiklin atau makrolida (azithromycin atau
clarithromycin) dapat digunakan.
● Pantau asupan cairan dan output urin.
● Asupan cairan harus dipandu oleh penilaian klinis hidrasi.
Pada orang dewasa, asupannya harus sekitar 2,0-2,5 L per 24 jam.
Jika oliguria, asupan harian harus sama dengan output urin hari
sebelumnya Jika keluaran hari sebelumnya tidak diketahui, asupan
per jam harus dihitung sebagai keluaran urin jam sebelumnya
ditambah 25 ml.
19. Tatalaksana Weil’s Disease
● Semua obat nefrotoksik dan hepatotoksik harus dihentikan.
● Pasien yang sakit kritis (yaitu pasien dengan ketidakstabilan hemodinamik,
gangguan pernapasan, hemoptisis, penurunan kesadaran, atau tanda disfungsi
organ lainnya) perlu dirawat di unit ketergantungan tinggi atau unit perawatan
intensif.
● Dukungan ventilasi mekanis mungkin diperlukan, terutama pada perdarahan paru
dan sindrom gangguan pernapasan akut.
● Penggunaan kortikosteroid dosis tinggi untuk pengobatan leptospirosis tidak
didukung oleh bukti kualitas tinggi, dan penggunaan rutin tidak dianjurkan. Ada
laporan manfaat tambahan potensial dengan kortikosteroid dosis tinggi pada
pasien yang sakit parah.
20. Pencegahan
● Pengendalian populasi rodent pada daerah perumahan.
● Mencegah kontaminasi urin binatang terhadap sumber penampungan
air atau makanan
● Imunisasi binatang rumah/peliharaan
● Memakai pakaian pelindung misal untuk pekerja RPH, pembersih
selokan, petani (sepatu boot) dll
● Penyuluhan lewat media masa tentang peningkatan kasus
leptospirosis pada situasi tertentu (banjir dll)
● Pengendalian banjir secara komperehensif
● Memasang papan peringatan tentang bahaya terinfeksi leptospirosis
pada daerah rawan banjir atau genangan air, kemunginan besar
terkontaminasi urin binatang
● Terapi segera luka dengan antiseptik
● Antibiotik pencegahan (doxycycline) untuk risiko tinggi.
23. ● Leptospirosis merupakan penyakit dari zoonosis aktibat bakteri
leptospira.
● Penyakit ini termasuk dalam penyakit yang self-limited dengan
tanda dan gejala tidak spesifik.
● Leptospirosis yang berat dikenal dengan Weil’s Disease dengan
gejala ikterus, disfungsi renal bahkan perdarahan.
● Diagnosis dini dan pengobatan segera dengan antibiotik sangat
penting untuk mencegah morbiditas dan mortalitas.
● Pemeriksaan baku emas leptospirosis dengan Microscopic
Agglutination Test. Diagnosis dini dan penatalaksanaan yang
cepat akan mencegah perjalanan penyakit yang berat.
24. ● Terapi yang diberikan medika-mentosa dengan antibiotik dan
suportif apabila dibutuhkan.
● Pencegahan dini terhadap yang memiliki faktor resiko terinfeksi,
diharapkan dapat melindungi dari serangan leptospirosis.
25. CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo,
including icons by Flaticon, infographics & images by Freepik
Terima
Kasih
26. Daftar Pustaka
1. Wang S, et al. Leptospirosis. National Library Of Medicine. 2022
2. World Health Organization. Leptospirosis prevention and control in Indonesia South-East Asia Indonesia. 2020
3. Muacevic A, Adler J R. Weil’s Diase: a rare cause of jaundice. National Library Of Medicine. 2020
4. Allan KJ, Halliday JE, Cleaveland S. Renewing the momentum for leptospirosis research in Africa. Trans R Soc Trop Med
Hyg. 2015
5. Ginting G K R B. Indrajo S. Lingkungan, perilaku personal hygiene, dan pemakaian APD terhadap kejadian leptospirosis.
Higeaia journal of public health research and development. 2022
6. Uswah. Marak kasus leptospirosis di Jawa Timur, dosen UM Surabaya paparkan gejala dan penangannya. Artikel
Universitas Muhammadiyah Surabaya. 2023
7. Harly P R, Sitanggang R H, Makoen T T. Laporan kasus: Weil’s Disease dengan perdarahan pulmonal. Departemen
anestesiologi dan terapi intesif fakultas kedokteran universitas padjajaran. 2016
8. Rampengan N H. Leptospirosis. Jurnal Biomedik (JBM).2016
9. Amin L Z. Leptospirosis. Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2016
10. Samudyatha U C, et al. Restructuring the modified Faine’s Criteria for the diagnosis of leptospirosis in monsoon: A
study from south Gujarat. 2020
11. World Health Organization Regional Office for Suth-East Asia. Buku Petunjuk Teknis Pengendalian Leptospirosis. 2014
12. CDC. Leptospirosis Fact Sheetfor Clinicians. Departement of health and human services USA. 2018
13. Rajapakse. Clinical aspect of Leptospirosis. Royal College of Physicians Clinic Medical. 2022
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8813018/
Editor's Notes
Disebut juga sebagai Weil disease, Canicola fever, Hemorrhagic jaundice, Mud fever, atau Swineherd disease
Tikus wirok (Rattus norvegicus) dan tikus rumah (Rattus diardii)
Hospes perantara penularan adalah hewan peliharaan
Kucing, anjing, kelinci, kambing, sapi, kerbau, dan babi
Disebut juga sebagai Weil disease, Canicola fever, Hemorrhagic jaundice, Mud fever, atau Swineherd disease
Leptospira merupakan organisme fleksibel, tipis, berlilit padat, dengan panjang 5-15 µm, disertai spiral halus yang lebarnya 0,1-0,2 µm.
Memiliki ciri umum yang membedakan dengan bakteri lainnya, sel bakteri ini dibungkus oleh membrane luar yang terdiri dari 3-5 lapis. Dibawah membrane luar ada lapisan peptidoglikan yang fleksibel dan helical.
Optimal hidup di wilayah lembab (tropis)
Berdasarkan spesifitas biokimia dan serologi leptospira sp dibagi menjadi leptospirra interrorgans (pathogen) dan leptospira biflexa (tidak pathogen/saprofit)
Pemantauan yang ketat terhadap intake dan output diperlukan.
Kateterisasi pasien tidak selalu diperlukan, tetapi hal ini disarankan jika terdapat AKI.
Jika oliguria, asupan harian harus sama dengan output urin hari sebelumnya ditambah perkiraan insensible loss (biasanya sekitar 500 ml). Jika keluaran hari sebelumnya tidak diketahui, asupan per jam harus dihitung sebagai keluaran urin jam sebelumnya ditambah 25 ml.
Antikoagulan dan obat antiplatelet mungkin perlu dihentikan jika ada manifestasi perdarahan.
Mereka yang membutuhkan perawatan intensif harus dikelola sesuai dengan protokol dan pedoman manajemen perawatan kritis standar.