1. Praktikum ini bertujuan untuk memformulasi dan mengevaluasi emulsi dengan mempelajari pengaruh HLB dan alat terhadap stabilitas emulsi.
2. Tiga formula emulsi dibuat dengan variasi rasio tween dan span. Stabilitas emulsi dibandingkan dengan nilai HLB dan viskositasnya.
3. Tiga emulsi dibuat menggunakan alat yang berbeda, yaitu mixer, blender, dan mortir. Stabilitas emulsi dibandingkan unt
1. LAPORAN HASIL PRAKTIKUM
FORMULASI DAN TEKNOLOGI SEDIAAN 2
MODUL II
EMULSI
DISUSUN OLEH
NAMA : MUHAMMAD HAFIZ FAIZA
NIM : K100190027
KELAS : B
DOSEN PENGAMPU : apt. Nur Isma Rusdiani, S.Farm
HARI, TANGGAL : SELASA, 5 OKTOBER 2021
LABORATORIUM TEKNOLOGI DAN FORMULASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2021
2. MODUL II
EMULSI
I. Tujuan
Memformulasi sediaan emulsi dan melakukan kontrol kualitas (evaluasi) sediaan emulsi,
meliputi:
a. Mengetahui pengaruh HLB terhadap stabilitas emulsi
b. Mengetahui pengaruh penggunaan alat terhadap stabilitas emulsi
c. Mengetahui sifat alir sediaan plastik
d. Menentukan tipe emulsi
II. Dasar Teori
Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang
lain, dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak yang merupakan fase terdispersi dan larutan air
merupakan fase pembawa, sistem mi disebut emulsi minyak dalam air. Sebaliknya, jika air atau
larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak atau bahan seperti minyak merupakan
fase pembawa, sistem mi disebut emulsi air dalam minyak. Emulsi dapat distabilkan dengan
penambahan bahan pengemulsi yang mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetes kecil menjadi
tetesan besan dan akhimya menjadi satu fase tunggal yang memisah. Bahan pengemulsi
(surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati antar permukaan antara tetesan dan fase
eksternal, dan dengan membuat batas fisik di sekeliling partikel yang akan berkoalesensi.
Surfaktan juga mengurangi tegangan antar permukaan antara fase, sehingga meningkatkan proses
emulsifikasi selama pencampuran.
(Kemenkes RI, 2014)
Penentuan tipe emulsi dapat dilakukan dengan berbagai metode antara lain kemampuan
(daya) menghantar listrik, metode pengenceran, metode percobaan cincin, dan metode warna.
Kemampuan menghantarkan listrik, jika lampu indikator menyala maka merupakan emulsi tipe
minyal dalam air (m/a) begitu juga sebaliknya jika sistem tidak menghantarkan listrik maka
merupakan emulsi tipe air dalam minyak (a/m). metode pengenceran, jika emulsi dapat
diencerkan maka termasuk emulsi tipe minyak dalam air dan sebaliknya. Metode percobaan
cincin, jika satu tetes emulsi yang diuji diteteskan pada kertas saring maka emulsi minyak dalam
air dalam waktu singkat membentuk cincin air disekeliling tetesan. Metode warna, emulsi
ditambah dengan metilen blue dapat memberikan warna biru pada emulsi minyak dalam air
3. karena metilen blue larut dalam air. Emulsi ditambah dengan larutan sudan II dapat memberi
warna merah pada emulsi tipe air dalam minyak.
(Erindyah et al, 2021)
Emulsi dikatakan tidak stabil bila mengalami hal-hal seperti dibawah ini :
1. Creaming yaitu terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, dimana yang satu mengandung fase
dispers lebih banyak daripada lapisan yang lain. Creaming bersifat reversibel artinya bila
dikocok perlahan-lahan akan terdispersi kembali.
2. Koalesen dan cracking (breaking) yaitu pecahnya emulsi karena film yang meliputi partikel
rusak dan butir minyak akan koalesen (menyatu). Sifatnya irreversibel (tidak bisa diperbaiki).
Hal ini dapat terjadi karena:
a. Peristiwa kimia, seperti penambahan alkohol, perubahan PH, penambahan CaO /
CaCL2
b. Peristiwa fisika, seperti pemanasan, penyaringan, pendinginan dan pengadukan.
3. Inversi yaitu peristiwa berubahnya sekonyong-konyong tipe emulsi W/O menjadi O/W atau
sebaliknya dan sifatnya irreversible.
(Murtini, 2016)
4. III. Alat dan Bahan
Alat :
1. Blender
2. Alat gelas
3. Viskometer elektrik
Bahan :
1. Oleum arachidis
2. Tween 80
3. Span 80
4. Akuades
IV. Perhitungan Bahan
1. Perhitungan harga HLB terhadap stabilitas emulsi
Formula I
Tween : span (75:25) bagian
R/ Oleum arachidis 100 gram
Tween 80 18.75 gram
Span 80 5,25 gram
Aquades ad 500 gram
Formula II
Tween : span (50:50) bagian
R/ Oleum arachidis 100 gram
Tween 80 12,5 gram
Span 80 12,5 gram
Aquades ad 500 gram
Formula III
Tween : span (25:75) bagian
R/ Oleum arachidis 100 gram
Tween 80 6,25 gram
Span 80 18,75 gram
Aquades ad 500 gram
2. Pengaruh alat terhadap stabilitas emulsi
R/ Oleum arachidis 166,67 gram
Na-CMC 1%
Akuadest ad 1000mL
Oleum arachidis 166,67 gram
5. Na-CMC =
1
100
× 1000Ml = 10 gram
Akuadest ad 1000 mL
3. Penetapan sifat alir sediaan plastik
a. Pembuatan Na-CMC 1%
M1 × V1 = M2 × V2
2% × V1 = 1% × 100mL
V1 = 50 mL
b. Pembuatan Na-CMC 0,5%
M1 × V1 = M2 × V2
2% × V1 = 0,5% × 100mL
V1 = 25 mL
V. Cara Kerja
A. Pengaruh harga Hidrpophilic and Balance (HLB) terhadap stabilitas emulsi.
Dipanaskan oleum arachidis + tween + span dalam bekerglass sampai 70 C. Disiapkan air
yang telah dipanasi 70 C.
↓
Dituang bagian air ke dalam bagian minyak porsi per porsi sambil diaduk.
Dimasukkan cairan ke dalam blender
↓
Diputar selama 1 menit, kemudian masukkan ke dalam bekerglas besar sambil diaduk
sampai dingin (dengan meletakkan bekerglass di dalam cawan yang berisi air)
↓
Dimasukkan emulsi ke dalam tabung reaksi yang berskala
↓
Diamati pemisahan yang terjadi. (bila tidak ada pemisahan maka perlu dilakukan
sentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm sekitar 5 menit)
↓
Ditentukan pula viskositas emulsi dengan viskosimeter elektrik.
↓
Dihitung masing-masing harga HLB campuran tween-span yang dipakai.
↓
Dibandingkan nilai HLB dengan stabilitas emulsi, dipertimbangkan pula viskositasnya
6. B. Pengaruh alat terhadap stabilitas emulsi
Dibuat gel Na-CMC 1% (10 g dalam 1000 mL campuran akhir), dengan cara Na-CMC
ditambahkan sedikit air sampai mengembang diaduk dan ditambahkan air hingga sekitar 500
mL.
↓
Disiapkan mixer (Erweka), dimasukkan oleum arachidis ke dalamnya
↓
Ditambahkan larutan Na-CMC sedikit demi sedikit sambil diaduk (diaduk selama 1 menit)
↓
Dibagi cairan tersebut menjadi 3 masing-masing 500 mL (a), 200 mL (b) dan 300 mL (c).
↓
Dimasukkan bagian a ke dalam mixer kembali, dilanjutkan pengadukan selama 5 menit
↓
Dimasukkan bagian b ke dalam blender, diaduk selama 30 detik
↓
Dimasukkan bagian c ke homogenizer, dihomogenkan sebanyak 3 kali. (Catatan:
homogenizer diganti mortir, dilakukan pengadukan selama 5 menit).
↓
Disimpan masing-masing emulsi dalam tabung reaksi berskala untuk pengamatan
stabilitasnya pada waktu: 0, 5, 10, 15, 20, 30, 60 menit, bila belum memisah dilakukan
pengamatan pada hari 2 dan 3. 8.
↓
Diukur diameter rata-rata 20 partikel tiap emulsi dengan mikroskop.
↓
Dibandingkan stabilitas emulsi dengan berbagai tipe alat pembuatan yang digunakan.
C. Penetapan sifat alir sediaan plastik
Diambil larutan Na-CMC stock (2%) yang tersedia kemudian dibuatlah dua seri konsentrasi
Na-CMC 1% dan 0,5% masing-masing dibuat 100 mL (ingat rumus: M1.V1 = M2.V2).
↓
Disiapkan viskometer stormer untuk beroperasi pada suhu 25 C.
↓
Dituang salah satu cairan ke dalam bejana viskosimeter.
↓
7. Disiapkan beban dengan berat tertentu. (Diatur beban sedemikian rupa hingga “bob” mampu
berputar)
↓
Diatur jarum di belakang angka 0 kemudian beban dikunci, ditunggu kira-kira 2 menit
(supaya strukturnya kembali seperti semula).
↓
Dilepaskan beban maka “bob” akan berputar.
↓
Dimulai pencatatan waktu bila jarum persis lewat angka 0, kemudian, dihentikan pada
waktu jarum persis lewat angka 100. (waktu yang terbaca adalah detik/100 putaran).
↓
Dilakukan percobaan kembali (mulai No. 5) dengan beban 5 gram lebih berat (bisa
dimodifikasi bebannya)
↓
Diulangi No. 7 berturut-turut hingga didapatkan 5-6 titik.
↓
Dikerjakan dengan cara mengurangi tiap beban hingga beban semula (beban besar ke kecil).
↓
Dihitung berapa rpm (rotation per minute).
↓
Dibuat grafik hubungan antara sumbu x sebagai beban dalam satuan g, dan sumbu y sebagai
kecepatan putar (rpm).
↓
Disimpulkan hasil percobaan
D. Penetapan jenis/tipe emulsi
1. Metode warna
Dicampurkan beberapa tetes larutan metilen blue ke dalam sampel emulsi.
↓
Jika seluruh emulsi berwarna seragam, maka emulsi bertipe O/W.
2. Percobaan cincin
Diteteskan emulsi pada kertas saring
↓
Maka emulsi tipe O/W dalam waktu singkat membentuk cincin air di sekeliling tetesan
8. VI. Pembahasan Cara Kerja
Pada praktikum ini, percobaan pertama yang dilakukan adalah mengetahui pengaruh HLB
terhadap stabilitas emulsi dengan dibuat 3 formula. Ketiga formula yang dibuat memiliki
perbandingan konsentrasi antara Tween 80 dan span 80 yang berbeda-beda. Tween 80 dan span
80 berfungsi sebagai emulgator sintetik dan merupakan jenis surfaktan non ionik yang dapat
menstabilkan emulsi. Untuk formula I dibuat dengan perbandingan konsentrasi tween 80 75%
(18,75 gram) dan span 80 25% (6,25 gram). Untuk formula II dibuat dengan perbandingan
konsentrasi tween 80 50% (12,5 gram) dan span 80 50% (12,5 gram). Dan untuk formula III
dibuat dengan perbandingan konsentrasi tween 80 25% (6,25 gram) dan span 80 25% (18,75
gram). Langkah pertama yang dilakukan adalah diletakkan gelas bekker di atas pemanas, dan
dinyalakan pemanas dengan suhu 70˚C. dimasukkan oleum arachidis ke dalam gelas bekker dan
ditambahkan tween 70 dan span 80 sesuai formula yang telah ditetapkan sebelumnya, dipanaskan
hingga suhu 70˚C sambil diaduk hingga homogen. Penambahan oleum arachidis adalah sebagai
fase minyak dari sediaan emulsi yang dibuat, sedangkan dilakukan pemanasan bertujuan untuk
mencegah pemisahan kembali antara fase minyak dn fase air yang telah dicampurkan. Langkah
yang berikutnya adalah ditambahkan secara bertahap air yang telah dipanaskan sampai suhu 70˚C
dan diaduk hingga homogen. Tujuan dari penambahan air secara bertahap ini adalah supaya
emulsi yang terbentuk lebih homogen. Kemudian campuran yang telah homogen dimasukkan ke
dalam blender slama 1 menit agar memperkecil ukuran partikel sekaligus untuk
menghomogenkan lagi campuran. Kemudian emulsi dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang
telah diberi skala dan dilakukan pengamatan pada hari ke-1 menit 15, 30, 60, hari ke-2 dan hari
ke-3 apakah ada pemisahan atau tidak. Jika tidak ada pemisahan maka dilakukan sentrifugasi
selama 5 menit dengan kecepatan 3600 rpm untuk membantu pemisahan.
Selanjutnya dilakukan penentuan viskositas emulsi dengan menggunakan viskometer.
Dipasangkan bagian bawah viskometer dengan memutar bautnya dan dinyalakan serta dimulai
agar bagian bawah berputar. Dumasukkan bagian bawah viskometer ke dalam gelas beker yang
berisi emulsi dengan bagian hijau berada di tengah.jika sudah muncul hasil viskositas emulsi,
ditekan START untuk memberhentikan viskometer. Dicatat viskositas emulsi dan dilakukan
perhitungan masing-masing HLB campuran. Dibandingkan nilai HLB dengan stabilitas emulsi
dengan mempertimbangkan juga viskositasnya.
Selanjutnya dilakukan percobaan untuk mengetahui pengaruh penggunaan alat terhadap
stabilitas emulsi dengan menggunakan 3 alat yang berbeda, yaitu blender, mixer, dan mortir.
Emulsi yang telah dibuat dibagi menjadi 3. Pada larutan pertama (a) sebanyak 500 mL
menggunakan alat mixer, pada larutan kedua (b) sebanyak 200 mL menggunakan blender, dan
pada larutan ketiga (c) sebanyak 300 mL dimasukkan ke dalam mortir dan diaduk dengan stamper.
9. Setelah dihomogenkan dengan masing-masing alat, selanjutnya dimasukkan ke dalam tabung
reaksi berskala dan diamati tinggi pemisahan pada hari ke-1 menit 0, 15, 30, 60, hari ke-2, dan
hari ke-3. Disiapkan gelas objek dan diteteskan masing0masing emulsi pada gelas objek dan
dilakukan pengukuran diameter rata-rata 20 pratikel tiap emulsi dengan menggunakan mikroskop.
Dilakukan perbandingan stabilitas emulsi denagn berbagai tipe alat pembuatan yang
dipergunakan.
Percobaan selanjutnya adalah penetapan tipe emulsi dengan menggunakan metode warna.
Langkah pertama yang dilakukan adalah dimasukkan methylen blue ke dalam gelas bekker dan
diditeteskan methylen blue ke dalam tabung reaksi yang berisi emulsi dengan berbagai tipe alat
pembuatan. Dihomogenkan dengan cara mengocok tabung reaksi. Jika terlihat warna yang
seragam setelah pengocokan maka merupakan emulsi tipe O/W. Metode lain yang digunakan
adalah metode cincin dengan dilakukan penetesan emulsi pada kertas saring. Jka dalam waktu
singkat membentuk cincin air di sekeliling tetesan maka merupakan emulsi tipe O/W.
10. VII. Hasil dan Perhitungan
A. Hasil
MODUL II
EMULSI
Tujuan percobaan:
1. Mengetahui pengaruh HLB terhadap stabilitas emulsi
2. Mengetahui pengaruh penggunaan alat terhadap stabilitas emulsi
3. Menentukan tipe emulsi
Nama : Muhammad Hafiz Faiza
NIM : K100190027
Tanggal Praktikum : 5 Oktober 2021
1. Mengetahui pengaruh HLB terhadap stabilitas emulsi
Formula Harga HLB
I 12,23
II 9,12
III 6,17
Hari
ke
Menit
ke
Formula I Formula II Formula III
Viskositas
Tinggi
pemisahan
Viskositas
Tinggi
pemisahan
Viskositas
Tinggi
pemisahan
1
15 10 0,6 10 0,7 13 0,3
30 13 0,7 17 0,6 15 0,4
60 14 0,8 18 0,6 17 0,4
2 - 7 0,8 8 0,7 9 0,7
3 - 9 0,8 11 0,8 11 0,7
2. Mengetahui pengaruh penggunaan alat terhadap stabilitas emulsi
Hari
ke
Waktu
(menit)
Tinggi pemisahan (cm)
Mixer Blender Homogenizer
1
0 0,3 0 0
15 0,3 0,1 0,1
30 0,3 0,2 0,2
12. 3. Menentukan tipe emulsi
Metode pewarnaan Metode cincin
Emulsi 1 Warna seragam Membentuk cincin
Emulsi 2 Warna tidak seragam Membentuk cincin
Keterangan :
Emulsi 1 ; Emulsi dengan emulgator kombinasi Tween 80 – Span 80
Emulsi 2 ; Emulsi dengan emulgator CMC- Na
Keterangan :
Metode Pewarnaan :
• Emulsi 1 = Emulsi minyak dalam air (O/W)
• Emulsi 2 = Emulsi air dalam minyak (W/O)
Metode Cincin
• Emulsi 1 = Emulsi minyak dalam air (O/W)
• Emulsi 2 = Emulsi minyak dalam air (O/W)
Surakarta, 5 Oktober 2021
Praktikan
(Muhammad Hafiz Faiza)
13. B. Perhitungan
1. Perhitungan rata-rata tinggi pemisahan emulsi yang dibuat dengan beberapa alat :
a. Mixer
∑
0,3+0,3 0,3+0,4+1,7+6,5
6
= 1,58 cm
b. Blender
∑
0+0,1+0,2+0,3+3,7+6,8
6
= 1,85 cm
c. Mortir
∑
0+0,1+0,2+0,3+2,8+7,2
6
= 1,76 cm
2. Perhitungan diameter rata-rata globul
Globul Nilai
tengah
Diameter Globul hari ke-1 (µm)
Mixer Blender Mortir
0-10 5 120 600 120 600 140 700
10-20 15 100 1500 120 1800 150 2250
20-30 25 40 1000 60 1500 110 2750
30-40 35 70 2450 80 2800 50 1750
40-50 45 30 1350 20 900 20 900
50-60 55 8 440 40 2200 20 1100
60-70 65 10 650 8 520 10 650
70-80 75 6 450 10 750 15 1125
80-90 85 8 680 4 340 6 510
90-100 95 4 380 2 190 5 475
>100 100 - 0 - 0 - 0
Total 396 9500 464 11600 526 12210
Rata-rata 23,99 µm 25 µm 23,21 µm
14. VIII. Pembahasan
Pada praktikum ini bertujuan untuk memformulasikan sediaan emulsi dan melakukan
kontrol kualitas (evaluasi) sediaan emulsi, meliputi mengetahui pengaruh HLB terhadap stabilitas
emulsi, mengetahui pengaruh penggunaan alat terhadap stabilitas emulsi, mengetahui sifat alir
sediaan plastik, menentukan tipe emulsi. Berdasarkan literatur Farmakope Indonesia edisi V,
Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam
bentuk tetesan kecil. Jika minyak yang merupakan fase terdispersi dan larutan air merupakan fase
pembawa, sistem mi disebut emulsi minyak dalam air. Sebaliknya, jika air atau larutan air yang
merupakan fase terdispersi dan minyak atau bahan seperti minyak merupakan fase pembawa,
sistem mi disebut emulsi air dalam minyak. Emulsi minyak dalam air (O/W) adalah emulsi yang
terdiri dari butiran minyak yang tersebar ke dalam air yang dimana minyak sebagai fase internal
dan air sebagai fase eksternal. Sedangkan emulsi air dalam minyak (W/O) merupakan emulsi
yang terdiri dari butiran air yang tersebar ke dalam minyak, yang dimana air sebagai fase internal
sedangkan minyak sebagai eksternal.
Untuk percobaan pertama adalah mengetahui pengaruh HLB (Hydrophyl Lipophyl
Balance). Pada percobaan ini dibuat 3 formula dengan perbandingan konsentrasi emulgator antara
Tween 80 dan Span 80 yang berbeda. Tween 80 adalah surfaktan yang larut dalam air serta
bersifat hidrofilik karena memiliki HLB sebesar 15. Sedangkan Span 80 adalah surfaktan yang
larut dalam minyak serta bersifat hidrofobik karena memiliki HLB sebesar 4,3. Surfaktan terdiri
dari gugus hidrofilik dan lipofilik dengan mekanisme kerjanya sebagai emulgator yakni dengan
menurunkan tegangan permukaan minyak-air serta membentuk lapisan film monomulekuler pada
permukaan globul fase terdispersi.
Emulsi dengan nilai HLB dibawah 7 umumnya adalah emulsi air dalam minyak (A/M),
sedangkan emulsi dengan nilai HLB diatas 7 umumnya emulsi minyak dalam air. Pada formula I
digunakan Tween 80 dan Span 80 dengan perbandingan konsentrasi 75 : 25 dan didapatkan besar
HLB yaitu 12,23. Pada formula II digunakan Tween 80 dan Span 80 dengan perbandingan
konsentrasi 50 : 50 dan didapatkan besar HLB yaitu 9,12. Pada formula III digunakan Tween 80
dan Span 80 dengan perbandingan konsentrasi 25:75 dan didapatkan besar HLB yaitu 6,17.
Sehingga dari hasil yang didapatkan ini untuk formulasi emulsi pertama dan kedua merupakan
emulsi minyak dalam air (O/W) karena memiliki nilai HLB diatas 7. Sedangkan untuk formulasi
III merupakan emulsi air dalam minyak (W/O) karena memiliki nilai HLB dibawah 7.Menurut
Syamsuni (2006), semakin besar HLB maka semakin banyak kelompok hidrofil yang artinya
emulgator lebih mudah larut dalam air dan sebaliknya.
Percobaan pertama berlanjut dengan dilakukan pengamatan viskositas dan tinggi
pemisahan. Dari hasil yang didapatkan setelah penyimpanan selama 3 hari, untuk formulasi
15. pertama dengan HLB 12,23 didapatkan viskositas sebesar 9 dengan tinggi pemisahan 0,8; untuk
formulasi kedua dengan HLB 9,12 didapatkan viskositas sebesar 11 dengan tinggi pemisahan
sebesar 0,8; dan untuk formula ketiga dengan HLB 6,17 didapatkan viskositas sebesar 11 dengan
tinggi pemisahan sebesar 0,7. Dari data HLB dan viskositas ini menunjukkan bahwa semakin
rendah HLB maka viskositas akan semakin besar karena HLB yang rendah memiliki potensi
gugus hidrofilik yang rendah sehinga viskostas tinggi. Sedangkan dari data tinggi pemisahan
diperoleh peningkatan tinggi pemisahan dari hari ke hari karena viskositas yang semakin rendah,
dan pada formula I dan formula II menghasilkan tinggi pemisahan yang lebih besar dibandingkan
tinggi pemisahan formula III. Dari hasil ini menunjukkan semakin rendah nilai HLB maka tinggi
pemisahan akan semakin rendah.
Selanjutnya percobaan kedua yaitu untuk mengetahui pengaruh penggunaan alat terhadap
stabilitas emulsi. Pada percobaan ini dibandingkan alat yaitu blender, mixer, dan mortir yang
dimana ketiga alat ini memiliki mekanisme kerja yang berbeda. Pada penggunaan alat ini
diharapkan emulsi yang paling stabil adalah emulsi dengan alat blender karena fase minyak
terdispersi dalam fase air sehingga stabilitas yang terbentuk sangat baik. Yang berikutnya adalah
dengan mixer dan yang terakhir adalah dengan alat homogenizer karena pada alat homogenizer
fase minyak tidak terdispersi dalam fase air sehingga cepat memisah. Dari hasil yang diperoleh,
menunjukkan bahwa tinggi pemisahan untuk mixer sebesar 1,58; tinggi pemisahan untuk blender
sebesar 1,85; dan tinggi pemisahan untuk mortir sebesar 1,76. Dari hasil ini menunjukkan bahwa
urutan tinggi pemisahan dari yang tertinggi adalah blender > homogenizer > mixer. Berdasarkan
hasil percobaan, blender merupakan alat yang memiliki nilai kestabilan yang kurang baik pada
emulsi
Kemudian pengaruh alat pembuatan terhadap ukuran partikel. Semakin kecil ukuran
partikel maka luas permukaan akan semakin luas, dan emulgator yang dibutuhkan akan semakin
banyak sehingga stabilitas paling tidak stabil. Seharusnya ukuran partikel kecil akan
menghasilkan tinggi pemisahan yang tinggi. Pada percobaan didapatkan ukuran masing-masing
partikel dengan alat mixer sebesar 23,99 µm; dengan alat blender sebesar 25 µm; dan dengan alat
homogenizer sebesar 23,21 µm. Hal ini tidak sesuai dengan teori, karena yang seharusnya urutan
ukuran partikel yang paling kecil adalah Blender, Homogenizer, dan Mixer.
Percobaan yang terakhir adalah penentuan tipe emulsi. Pada percobaan ini digunakan
metode pewarnaan dan metode cincin. Digunakan juga 2 formula emulsi berbeda, yaitu pada
Emulsi 1 digunakan emulsi dengan emulgator kombinasi Tween 80 – Span 80, pada emulsi 2
digunakan dengan emulgator CMC-Na. Untuk metode pewarnaan, pengujian menggunakan
Methylene blue. Hal ini dikarenakan Methylene blue bersifat larut dalam air, dan air adalah fase
luar dari emulsi tipe M/A. Menurut Wikantyasning (2021), jika dengan penambahan Methylene
16. blue ke dalam emulsi dihasilkan warna yang seragam maka merupakan emulsi Minyak dalam air.
Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan untuk emulsi 1 berwarna seragam, sedangkan
pada emulsi 2 warna tidak seragam. Dari hasil ini menunjukkan bahwa pada emulsi 1 merupakan
emulsi minyak dalam air (O/W), sedangkan pada emulsi 2 merupakan emulsi air dalam minyak
(W/O). Selanjutnya dilakukan dengan menggunakan metode cincin. Menurut Wikatyasning
(2021), jika satu tetes emulsi diteteskan pada kertas saring maka emulsi minyak dalam air dalam
waktu singkat membentuk cincin air di sekeliling tetesan. Dari hasil percobaan, emulsi 1 terlihat
membentuk cincin. Begitu juga dengan emulsi emulsi 2 yang membentuk cincin. Sehingga di
percobaan dengan metode cincin menunjukkan kedua emulsi merupakan emulsi minyak dalam
air (O/W).
IX. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang
lain, dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak yang merupakan fase terdispersi dan larutan
air merupakan fase pembawa, sistem mi disebut emulsi minyak dalam air. Sebaliknya,
jika air atau larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak atau bahan seperti
minyak merupakan fase pembawa, sistem mi disebut emulsi air dalam minyak.
2. Nilai HLB dapat mempengaruhi stabilitas dari emulsi. Semakin rendah HLB maka
viskositas akan semakin tinggi dan pemisahan fase yang terjadi juga kecil.
3. Penggunaan alat berpengaruh terhadap stabilitas emulsi yang dimana sekain kecil ukuran
partikel maka luas permukaan akan semakin luas dan membutuhkan banyak emulgator
sehingga akan menghasilkan emulsi yang stabilitasnya tidak stabil. Berdasarkan
percobaan didapatkan urutan ukuran partikel dari yang terkecil adalah blender, mortir, dan
mixer.
4. Penentuan tipe emulsi digunakan metode pewarnaan dan metode cincin. Berdasarkan hasil
yang diperoleh dari metode warna, emulsi 1 merupakan tipe emulsi minyak dalam air
sedangkan emulsi 2 merupakan tipe emulsi air dalam minyak. Untuk hasil yang diperoleh
dari metode cincin, emulsi 1 dan emulsi 2 merupakan tipe emulsi minyak dalam air (O/W).
17. X. Daftar Pustaka
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Farmakope Indonesia edisi V. Jakarta : Kementerian
Kesehatan RI.
Murtini, Gloria. 2016. Farmasetika Dasar. Jakarta : Pusdik SDM Kesehatan.
Wikantyasning E.R, Nurwaini, S, Sukmawati, A. 2021. Farmasetika Dasar. Surakarta :
Muhammadiyah University Press.