2. PENGERTIAN EMULSI
Menurut FI Edisi IV, emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya
terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Stabilitas emulsi
dapat dipertahankan dengan penambahan zat yang ketiga yang disebut dengan
emulgator (emulsifying agent). Emulsi berasal dari kata emulgeo yang artinya
menyerupai milk, warna emulsi adalah putih. Pada abad XVII hanya dikenal
emulsi dari biji-bijian yang mengandung lemak, protein dan air. Emulsi semacam
ini disebut emulsi vera atau emulsi alam, sebagai emulgator dipakai protein yang
terdapat dalam biji tersebut.
3.
4. Komponen utama emulsi berupa fase disper (zat cair yang terbagi-bagi menjadi
butiran kecil kedalam zat cair lain (fase internal). Fase kontinyu (zat cair yang
berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi tersebut (fase eksternal)
dan Emulgator (zat yang digunakan dalam kestabilan emulsi). Tujuan pemakaian
emulsi antara lain secara umum untuk mempersiapkan obat yang larut dalam air
maupun minyak dalam satu campuran, yaitu emulsi dalam pemakaian dalam
(peroral) umumnya tipe O/W serta emulsi untuk pemakaian luar dapat berbentuk
O/W maupun W/O
5. Umumnya untuk membuat suatu emulsi yang stabil, perlu fase ketiga atau bagian
dari emulsi, yakni: zat pengemulsi (emulsifying egent). Tergantung pada
konstituennya, viskositas emulsi dapat sangat bervariasi dan emulsi farmasi bisa
disiapkan sebagai cairan atau semisolid (setengah padat).
6. Tipe emulsi
Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun
external, maka emulsi digolongkan menjadi dua macam yaitu :
a) Tipe A/M (Air/Minyak) atau W/O (Water/Oil)
Emulsi ini mengandung air yang merupakan fase internalnya dan minyak
merupakan fase luarnya. Emulsi tipe A/M umumnya mengandung kadar air yang
kurang dari 10 – 25% dan mengandung sebagian besar fase minyak. Emulsi jenis
ini dapat diencerkan atau bercampur dengan minyak, akan tetapi sangat sulit
bercampur/dicuci dengan air.
7. Pada fase ini bersifat non polar maka molekul–molekul emulsifier tersebut akan
teradsorbsi lebih kuat oleh minyak dibandingkan oleh air. Akibatnya tegangan
permukaan minyak menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar menjadi fase
kontinu.
8. b) Tipe M/A (Minyak/Air) atau O/W (Oil/Water)
Merupakan suatu jenis emulsi yang fase terdispersinya berupa minyak yang
terdistribusi dalam bentuk butiran-butiran kecil didalam fase kontinyu yang
berupa air. Emulsi tipe ini umumnya mengandung kadar air yang lebih dari 31 –
41% sehingga emulsi M/A dapat diencerkan atau bercampur dengan air dan sangat
mudah dicuci.
9. pada fase ini bersifat polar maka molekul – molekul emulsifier tersebut akan
teradsorbsi lebih kuat oleh air dibandingkan minyak. Akibatnya tegangan
permukaan air menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar menjadi fase
kontinue.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19. emulgator
pengemulsi (emulgator) adalah komponen yang ditambahkan untuk mereduksi
bergabungnya tetesan dispersi dalam fase kontinue sampai batas yang tidak
nyata. Bahan pengemulsi (surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati antar
permukaan antar tetesan dalam fase eksternal, dan dengan membuat batas fisik
disekeliling partikel yang akan berkoalesensi, juga mengurangi tegangan
antarmuka antar fase, sehingga meningkatkan proses emulsifikasi selama
pencampuran. Penggunaan emulgator biasanya diperlukan 5% – 20% dari berat
fase minyak.
20.
21. Setiap jenis emulgator memiliki harga keseimbangan yang besarnya tidak
sama.Harga keseimbangan itu dikenal dengan istilah H.L.B. (Hydrophyl Lipophyl
Balance) yaitu angka yang menunjukkan perbandingan antara kelompok lipofil
dengan kelompok hidrofil .
Semakin besar harga HLB berarti semakin banyak kelompok yang suka pada air,
itu artinya emulgator tersebut lebih mudah larut dalam air dan demikian
sebaliknya.
22. Dalam tabel dibawah ini dapat dilihat keguaan suatu
emulgator ditinjau dari harga HLB-nya
Harga HLB Kegunaan
1 Anti Foaming Agent
4 Emulgator tipe W/O
7 Bahan Pembasah (wetting agent)
8 Emulgator tipe O/W
10 Detergent
13 Kelarutan (Solubilizing Agent)
23.
24. Kestabilan Emulsi
Emulsi dikatakan tidak stabil bila mengalami hal-hal seperti dibawah ini :
a.Creaming
Creming yaitu terpisahnya emulsi menjadi 2 lapisan, dimana yang satu
mengandung fase dispers lebih banyak daripada lapisan yang lain.
Creaming bersifat reversible artinya bila digojok perlahan-lahan akan terdispersi
kembali.
25. b. Koalesen dan cracking (breaking)
Koalesen dan cracking adalah pecahnya emulsi karena film yang meliputi
partikel rusak dan butir minyak akan koalesen(menyatu).Sifatnya irreversible (
tidak bisa diperbaiki). Hal ini dapat terjadi karena :
1. Peristiwa kimia, seperti penambahan alkohol, perubahan pH, penambahan
CaO/CaCl2 exicatus.
2. Peristiwa fisika, seperti pemanasan, penyaringan, pendinginan, pengadukan
26. c. Inversi
adalah peristiwa berubahnya sekonyong-konyong tipe emulsi w/o menjadi o/w
atau sebaliknya. Sifatnya irreversible.
27. Sifat-sifat fisik emulsi
1. Penampakan
Penampakan emulasi ini pada dasarnya dipengaruhi oleh ukuran pertikel emusi
dan perbedaan indeksbias antara fase terdispersidan medium terdispersi. Pada
prinsipnya emulsi yang tampak jernih hanya mungkin terbentuk bila indeks bias
kedua fasenya sama atau ukuran partikel terdispersinya lebih kecil dari panjang
gelombang cahaya sehingga terjadi refraksi.
28. 2. Viskositas
Faktor – faktor yang mempengaruhi viskositas suatu emulsi adalah viskositas
medium dispersi, persentase volume medium dispersi, ukuran partikel fase
terdispersi dan jenis serta konsentrasi emulsifier/stabilizer yang digunakan.
Semakin tinggi viskositas dan persentase medium disperse, maka makin tinggi
viskositas emulsi. Demikian juga semakin kecil ukuran partiker suatu emulsi,
maka semakin tinggi viskositasnya dan makian tinggi konsentrasi
emulsifier/stabilizer yang digunakan.
29. 3. Dispersibilitas dan Daya Emulsi
Dispersibilitas atay daya larut suatu emulsi ditentukan oleh medium dispersinya.
Bila medium dispersinya air, maka emulsinya dapat diencerkan dengan air,
sebaliknya bila medium dispersinya lemak, maka emulsinya dapat dilarutkan
dengan minyak
30. 4. Ukuran Partkel Emulsi
Ukuran partikel emulsi tergantung pada peralatan mekanis dan total energy yang
diperlukan pada waktu pembuatannya, perbedaan vikositas antara fase
terdispersi dan medium disperse, tipe dan konsentrasi emulsifier yang digunakan
serta lama penyimpanan.
31.
32. a) Metode gom basah
Cara ini dilakukan bila zat pengemulsi yang akan dipakai berupa cairan atau
harus dilarutkan terlebih dahulu dalam air seperti kuning telur dan metilselulosa.
Metode ini dibuat dengan terlebih dahulu dibuat mucilago yang kental dengan
sedikit air lalu ditambah minyak sedikit demi sedikit dengan pengadukan yang
kuat, kemudian ditambahkan sisa air dan minyak secara bergantian sambil diaduk
sampai volume yang diinginkan.
33. b) Metode gom kering
Teknik ini merupakan suatu metode kontinental pada pemakaian zat pengemulsi
berupa gom kering. Cara ini diawali dengan membuat korpus emulsi dengan
mencampur 4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1 bagian gom, lalu digerus sampai
terbentuk suatu korpus emulsi, kemudian ditambahkan sisa bahan yang lain
sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai terbentuknya suatu emulsi yang baik.
34. c) Metode botol atau metode botol forbes
Digunakan untuk minyak menguap dan zat-zat yang bersifat minyak dan
mempunyai viskositas rendah (kurang kental). Serbuk gom dimasukkan kedalam
botol kering, ditambahkan 2 bagian air, botol ditutup, kemudian campuran
tersebut dikocok dengan kuat. Tambahkan sedikit demi sedikit sambil dikocok.
35. Teori Emulsifikasi
Teori terjadinya emulsi terdapat 4 metode yang dapat dilihat dari sudut pandang
yang berbeda:
Daya tarik menarik molekul (Kohesi (sejenis) dan Adesi (berlainan jenis)). Daya kohesi
tiap zat selalu sama, sehingga pada permukaan suatu zat cair (bidang batas antara air
dan udara) akan terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan gaya
kohesi (tegangan permukaan/surface tension). Semakin tinggi perbedaan tegangan
yang terjadi pada bidang batas mengakibatkan antara kedua zat cair itu semakin
susah untuk bercampur. Tegangan pada air bertambah dengan penambahan garam-
garam anorganik atau senyawa elektrolit, tetapi berkurang dengan penambahan
senyawa organik tertentu seperti sabun.
36. 2. Teori Oriented Wedengane
Teori ini menjellaskan fenomena terbentuknya emulsi berdasarkan adanya
kelarutan selektif dari berbagai molekul emulgator, Emulgator terbagi 2, yaitu
Hidrofilik adalah bagian emulgator yg suka pada air dan Lipofilik adalah bagian
emulgator yg suka pd minyak. Emulgator dapat dikatakan pengikat antara air dan
minyak yang membentuk suatu keseimbangan (HLB) antara kelompok hidrofil &
lipofil. Makin besar HLB makin hidrofil (emulgator mudah larut dalam air &
sebaliknya).
37. 3. Teori Interpelasi film
Emulgator akan diserap pada batas antara air dan minyak,sehingga terbentuk lapisan
film yang akan membungkus partikel fase dispersi menyebabkan partikel sejenis yang
akan tegabung akan terhalang. Untuk memberikan stabilitas maksimum,emulgator
· Dapat membentuk lapisan film yang kuat tapi lunak
· Jumlahnya cukup utk menutupi semua partikel fase disperse
· Dapat membentuk lapisan flm dengan cepat & dapat menutup semua
permukaan partikel dengan segera.
38. 4. Teori Electric Double Layer (lapisan listrik rangkap).
Terjadinya emulsi karena adanya susunan listrik yg menyelubungi partikel
sehingga terjadi tolak-menolak antara partikel sejenis. Terjadinya muatan listrik
disebabkan oleh salah satu dari ketiga cara berikut:
· Terjadinya ionisasi dari molekul pada permukaan partikel
· Terjadinya absorpsi ion oleh partikel dari cairan sekitarnya
· Terjadinya gesekan partikel dengan cairan sekitarnya.
39. Cara mengukur stabilitas emulsi
1. Pengukuran sedimentasi
a. Settling rate dalam area grafitasi
b. Sentrifuse
c. Ultrasentrifuse
2. Gerak brown
3. Koalesen
4. Distribusi ukuran partikel
40. Faktor-faktor yang menyebabkan
ketidakstabilan emulsi
1. Komposisi bahan yang tidak tepat
2. Ketidakcocokan bahan
3. Kecepatan dan waktu pencampuran yang tidak tepat
4. Tidak sesuainya rasio antara fasa terdispersi dan fasa pendispersi
5. Pemanasan dan penguapan yang berlebihan
6. Jumlah dan pemilihan emulsifier yang tidak tepat
7. Pembekuan
41. 8. Guncangan mekanik atau getaran
9. Ketidakseimbangan densitas
10. Ketidakmurnian emulsi
11. Reaksi antara dua atau lebih komponen dalam sistem emulsi
12. Penambahan asam atau senyawa elektrolit
42. Usaha-usaha untuk mempertahankan
stabilitas emulsi
1. Pengendalian bahan-bahan pembuat emulsi sebelum proses pembuatan Emulsi
a. Fasa terdispersi dan fasa pendispersi
b. Pemilihan jenis dan jumlah emulsifier
c. Pemilihan jenis dan jumlah stabilizer
2. Pengendalian selama proses pembuatan emulsi
a. Pemilihan peralatan yang tepat
b. Penyesuaian suhu, tekanan, dan waktu pencampuran pada saat proses
emulsifikasi
43. 3. Pengendalian setelah terbentuk emulsi
a. Disimpan pada suhu yang tepat
b. Terlindung dari sinar matahari
c. Terhindar dari guncangan mekanik