1. ESSAY TEKNOLOGI BIOREFINERY
disusun oleh:
Muhamad Imam Khairy | 1141820029 | Teknik Kimia
Institut Teknologi Indonesia
ILMU PENGETAHUAN
Ilmu pengetahuan dituntut untuk selalu berkembang seiring berjalannya waktu.
Penemuan-penemuan teknologi yang berasal dari ilmu pengetahuan itu sendiri memicu
berkembangnya ilmu pengetahuan lain yang akan mendukung keberhasilan dalam
aplikasinya pada teknologi yang digunakan. Oil refinery selama ini memegang peran utama
dalam menyediakan bahan baku atau utilitas penunjang pada kebanyakan industri
makanan, energi, bahan kimia dan material lain. Karena itu, pengembangan ilmu-ilmu teknik
kimia kebanyakan bersumber pada pengalaman dalam oil refinery.
Kekayaan keanekaragaman hayati sebagai biomassa berperan panting dalam
kehidupan manusia, baik dari sisi ekonomi, kebudayaan dan ekologi. Manfaat biomassa di
dunia secara berkelanjutan bagi kelangsungan dan sebagai penunjang penting kehidupan
manusia tergantung bagaimana manusia dapat mengelola kekayaan tersebut secara
optimal.
Berangkat dari oil refinery,
perkembangan ilmu teknik kimia
yang menekankan sebuah proses
dipadukan dengan ilmu biologi dan
bioteknologi memumculkan istilah
bioproses yang kemudian
melahirkan kegiatan refinery
berbasis bio yaitu biorefinery.
Biorefinery diharapkan dapat
menjadi salah satu sarana untuk menyediakan materi dan energi yang selama ini dipenuhi
oleh oil refinery. Selain didorong oleh kebutuhan akan produk, perkembangan biorefinery di
berbagai belahan dunia didorong juga oleh ketersediaan bahan baku maupun teknologi.
Potensi pengembangan sistem biorefinery sangat besar mengingat banyaknya jenis
biomassa. Namun demikian panduan yang sistematis untuk sintesis biorefinery yang
sustainable belum tersedia.
Istilah biorefinery dapat ditemukan dalam paper-paper sejak permulaan tahun 1990-
an. Ada berbagai definisi biorefinery dalam literatur, dan yang paling komprehensif diberikan
oleh International Energy Agency (IEA), Bioenergy Task 42. Menurut IEA Bioenergy Task
42, biorefinery didefinisikan sebagai ‘the sustainable processing of biomass into a spectrum
of marketable products and energy’. Definisi ini mencakup kata-kata kunci sebagai berikut:
a. biorefinery: konsep, fasilitas, proses, kelompok industri,
b. sustainable: memaksimalkan nilai ekonomi, meminimalkan aspek lingkungan,
penggantian bahan bakar berbasis fosil, mempertimbangkan aspek sosio-ekonomi,
c. processing: proses hulu, transformasi, fraksionasi, konversi termokimia dan/atau
biokimia, ekstraksi, pemisahan, proses hilir,
d. biomass: hasil pertanian, residu organik, residu pertanian, residu kehutanan, kayu,
biomassa air,
e. spectrum: lebih dari satu,
2. f. marketable: pasar tersedia/diharapkan segera tersedia dengan volume dan harga yang
diterima
g. products: produk antara maupun produk akhir, sebagai contoh makanan, pakan ternak,
bahan kimia dan material; dan
h. energy: bahan bakar, daya, panas.
Penelitian mengenai biorefinery menjadi hal yang menarik seiring dengan
berkurangnya cadangan minyak bumi sebagai sumber bahan bakar dan senyawa kimia,
serta meningkatnya efek rumah kaca akibat penggunaan minyak bumi sebagai sumber
bahan bakar. Selain itu, bahan plastik yang diproduksi dari minyak bumi merupakan
ancaman serius kerusakan lingkungan, sebab tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme di
alam.
TEKNOLOGI
Pengembangan teknologi biorefinery pertama muncul berdasarkan klasifikasi
biorefinery itu sendiri. Sebagai contoh, biorefinery biasa dikategorisasikan menurut bahan
bakunya dan/atau fleksibilitas dari prosesnya. Berdasarkan bahan bakunya, sering
digunakan istilah biorefinery generasi pertama, kedua, dan ketiga.
a. Biorefinery Generasi Pertama: memanfaatkan crops seperti hasil pertanian yang kaya
akan gula, pati dan minyak
b. Biorefinery Generasi Kedua: memanfaatkan bahan-bahan berbasis lignoselulosa
c. Biorefinery Generasi Ketiga: memanfaatkan limbah
d. Biorefinery Generasi Keempat: memanfaatkan bahan baku campuran, misalnya whole
crops dan limbah pertanian
Biorefinery generasi pertama dan kedua juga dikenal sebagai biorefinery
konvensional dan advanced.Tetapi, teknologi berkembang sangat cepat. Penggolongan
semacam ini tidak akan valid dalam jangka panjang.
Metode proses sintesis yang sistematik yang ada sekarang dirintis di awal tahun 70-
an. Metode itu adalah systematic generation, evolutionary modification dan superstructure
optimisation. Telah banyak heuristik diturunkan untuk membantu insinyur-insinyur untuk
3. mendesain dan mengoperasikan proses-proses, terutama dalam oil refineries, dan belum
tentu heuristik yang ada dapat langsung diterapkan pada sintesis biorefinery.
Sintesis biorefinery untuk saat ini lebih mungkin dilakukan dengan kombinasi metode
evolutionary modification dan superstructure optimisation. Pada saat ini belum banyak
tersedia data yang berkaitan dengan karakter biomassa dan proses-proses teruji. Modifikasi
dan optimasi proses-proses yang ada bersamaan dengan pengidentifikasian heuristik yang
relevan diharapkan bisa dilakukan. Di masa depan, diharapkan juga mungkin dilakukan
biorefinery systematic generation atau barangkali akan terbukti visi metode gabungan
generate-evolve-optimise-critique.
Ada empat pertimbangan teknologi dalam sintesis biorefinery bila diasosiasikan
dengan tahap-tahap systematic generation yaitu reaction path, material allocation, task
identification, task integration, utility dan equipment designyang mencangkup pemilihan
bahan baku, pemilihan produk, integrasi proses dan pemilihan alat. Penanganan bahan di
sisi hulu perlu mendapatkan perhatian lebih karena perbedaan karakter bahan baku yang
berarti. Semua hal tersebut menjadi alasan utama mengapa teknologi birefinery perlu terus
dikembangkan demi tercapainya semua aspek dengan efektivitas dan efisiensi maksimum.
ENGINEERING
Definisi biorefinery oleh IEA Bioenergy Task 42 yaitu ‘the sustainable processing of
biomass into a spectrum of marketable products and energy’ jelas mencakup karakteristik
dari input dan output proses, tipe proses yang terlibat, dan kinerja dari keseluruhan proses.
Prosesnya mencakup konversi di samping pemurnian. Keseluruhan proses harus
sustainable, yaitu mempertimbangkan aspek ekonomi, social, dan lingkungan, yang bisa
dicapai dengan memproduksi lebih dari satu material dan/atau energi.
Karenanya, semua proses dengan fasa satu tidak memenuhi syarat untuk disebut
biorefinery. Semua proses berfasa satu tersebut perlu dimodifikasi untuk menjadi proses-
proses bercabang atau paralel. Contohnya adalah proses produksi biodiesel, di mana
gliserin yang dihasilkan dikonversi menjadi berbagai produk lain, seperti asam suksinik atau
plastik terbaharukan dan sebagainya. Proses utama dari biorefinery adalah:
1. Biomass Pre-Treatment (contohnya drying, size reduction)
4. 2. Primary refining (contohnya pressing, hydrolysis, torrefaction, pyrolysis, hydro-thermal
processing, digestion)
3. Secondary Refining (contohnya fermentation, gasification)
4. Energy Production (contohnya digestion/combustion and chp production from process
residues)
5. Intermediate and Final Product (Catalytic)
6. Upgrading (contohnya catalytic syngas conversion, catalytic synthesis from platform
chemicals)
7. Product Separation
Tahap upgrading dari biorefinery bisa jadi adalah semua operasi yang menggunakan
prekursor, termasuk proses pemurnian produk, dan mungkin akan ditemukan
kecenderungan tertentu dalam hal transformasi kandungan karbon, hidrogen atau oksigen.
Ada kemiripan dalam hal fungsi produk yang ditargetkan. Produk-produk dalam tahap ini
diharapkan menjadi building blocks/platform chemicals, bahan bakar atau material yang
potensial.
Secara ringkas, integrasi operasi-operasi yang terlibat dalam biorefinery perlu
diperhatikan untuk menjaga struktur alami komponen-komponen berharga yang mungkin
sensitif. Meskipun demikian, penjagaan struktur alami biomassa ini menjadi tidak perlu
ketika biomassa ditargetkan menjadi sumber elemen karbon dan hidrogen (sumber energi).
Sebagai contoh adalah proses-proses dalam thermo-chemical biorefinery dari Energy
Research Centre (ECN) di Belanda. Perlakuan fisika dengan suhu tinggi, atau proses
kimiawi dan fisikokimiawi suhu tinggi bisa dioperasikan di awal keseluruhan proses.
5. MANAJEMEN
Pemetaan biomass dapat disederhanakan dengan metode grouping/lumping. Dalam
peta tersebut data komposisi biomassa dan kandungan energi tiap komponen perlu
ditampilkan. Nilai komponen biomassa bisa diukur dengan parameter semacam Carbon
Value dan Energy Value. Parameter-parameter ini analog dengan Chemical and Fuel
Values. Carbon Value adalah harga bahan baku per unit masa karbon, sedangkan energy
value adalah harga per unit energi. Parameter lain bisa pula ditetapkan sesuai dengan
6. komponen utama dari biomassa, seperti Starch Value, Oil Value, dan Protein Value.
Parameter-parameter ini bisa digunakan untuk membantu pengambilan keputusan pemilihan
bahan baku yang paling murah di antara alternatif bahan baku dengan komponen utama
yang sama. Selain itu, informasi keberadaan bahan baku juga diperlukan.
Beberapa technology platforms dari konsep biorefinery yang telah ada dapat
digunakan untuk merintis pemetaan potensial proses dan produk. Biorefinery harus
memproduksi lebih dari satu produk, dan proses pemilihan dapat dibantu dengan
menggunakan parameter potensi profit, seperti Chemical Value dan Fuel Value. Chemical
Value adalah harga produk per unit massa, sedangkan Fuel Value adalah Chemical Value
per unit energi produk. Urutan operasi, dan perlu tidaknya pemisahan atau pemurnian
material dalam biorefinery perlu diperhatikan. Urutan operasi dalam biorefinery akan
mempengaruhi komposisi keluaran, yang di dalam biorefinery umumnya tidak reversible.
Biaya produksi pada industri biorefinery merupakan salah satu aspek hasil
implementasi dari biobased economy. Jadi dalam biaya produksi harus berkesinambungan
dengan biobased economy itu sendiri dari segi bahan baku, proses, produk, fungsi, dan
lainnya. Menurut Strategi Bioekonomi Uni Eropa yang diperbarui pada tahun 2018,
bioekonomi mencakup semua sektor dan sistem yang bergantung pada sumber daya hayati
(hewan, tumbuhan, mikroorganisme dan biomassa turunan, termasuk sampah organik),
fungsi dan prinsipnya. Ini mencakup semua produksi primer dan sektor ekonomi dan industri
yang berbasis pada penggunaan, produksi atau pengolahan sumber daya hayati dari
pertanian, kehutanan, perikanan dan budidaya.
Dalam perumusan biobased economy, perlu adanya pendekatan sistem yang
terintegrasi melalui ilmu tekno-ekonomi. Tekno-ekonomi merupakan bidang keahlian yang
memanfaatkan pendekatan teknik industri sebagai upaya peningkatan daya saing sistem
integral yang terdiri atas tenaga kerja, bahan baku, energi, informasi, teknologi, dan
infrastruktur yang berinteraksi dengan komunitas bisnis, masyarakat, dan pemerintah. Jadi
secara garis besar tekno-ekonomi adalah salah satu cara untuk menganalisis biobased
economy yang dimaksimalkan dalam aplikasinya. Berikut cara menganalisa tekno-ekonomi
pada industri biorefinery:
1. Pemodelan Skala Besar
Metodologi dan perencanaan sistem, analisis dan sistem pemodelan, proses keputusan,
dan penilaian pada industri biorefinery.
2. Perencanaan dan Optimasi Sistem Industri
Analisis struktur sistem industri, analisis daya saing industri, penilaian kebutuhan sumber
daya industri, strategi perencanaan dan kebijakan industri pada industri biorefinery.
3. Sistem Rantai Nilai
Sistem sumber, sistem distribusi, rantai nilai sistem infrastruktur, strategi dan kebijakan
pada industri biorefinery.
4. Sistem Sosio-Tekno-Ekonomi
Analisis sosio-tekno-ekonomi, perencanaan dan evaluasi sistem pelayanan public pada
industri biorefinery.
KEBIJAKAN
International Energy Agency (IEA) adalah sebuah badan otonomi beranggotakan 25
negara OECD yang didirikan di tahun 1974 untuk mengimplementasikan program energi
internasional sebagai respon atas krisis minyak. Aktivitasnya diarahkan untuk mencapai
tujuan-tujuan kebijakan energi kolektif dari anggota-anggotanya dalam hal energy security,
7. pengembangan ekonomi dan sosial, dan perlindungan lingkungan, yang ditetapkan dalam
berbagai Implementing Agreements. Terdapat empat puluh Implementing Agreements yang
aktif, di antaranya adalah IEA Bioenergy, yang dibentuk di tahun 1978.
IEA Bioenergy beranggotakan Komisi Eropa dan 21 negara (Australia, Austria,
Belgia, Brazil, Kanada, Kroasia, Denmark, Finlandia, Perancis, Jerman, Irlandia, Italia,
Jepang, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Afrika Selatan, Swedia, Swiss, Inggris, and
Amerika). IEA Bioenergy bertujuan untuk meningkatkan kerja sama dan pertukaran
informasi antar negara yang mempunyai program nasional dalam penelitian, pengembangan
dan penerapan bioenergi. IEA Bioenergy mempunyai 13 tugas, termasuk Task Number 42
yang bertajuk Biorefineries (co-production of fuels, chemicals, power and materials from
biomass). Tugas pertamanya adalah melaksanakan proyek tiga tahun (2007-2009) dipimpin
Belanda dengan tujuan utama untuk memeriksa posisi dan potensi dari konsep biorefinery di
dunia dan untuk mengumpulkan pandangan-pandangan baru dalam biorefinery yang terus
berkembang. Ia juga bertanggung jawab untuk menyiapkan definisi umum dari biorefinery
dan menyiapkan sistem klasifikasi biorefinery yang jelas dan diterima secara luas.
TARGET
1. Pengembangan legitimasi industri dan lapangan permainan yang setara untuk
penggunaan biomassa yang berkelanjutan
2. Keterlibatan pemangku kepentingan multi-sektoral dalam pengembangan dan
implementasi rantai nilai yang berkelanjutan
3. Pengembangan teknologi dan peningkatan biorefinery menggunakan praktik terbaik
4. Buka keahlian yang tersedia di sektor energi/bahan bakar, pertanian pangan, material
dan manufaktur kimia
5. Untuk mengembangkan sumber daya manusia yang diperlukan dengan melatih siswa
dan pemangku kepentingan lainnya untuk menjadi ahli biorefinery hari ini dan masa
depan
AKTIVITAS (2013-2015)
1. Penilaian potensi penyebaran pasar dari biorefineries terintegrasi
2. Dukungan pemangku kepentingan industri/UKM menemukan posisi mereka di masa
depan BioEconomy
3. Analisis valorisasi biomassa berkelanjutan yang optimal menggunakan pendekatan
perspektif tarikan pasar
4. Persiapan saran bagi pembuat kebijakan tentang status saat ini, potensi masa depan dan
kebutuhan prioritas
5. Diseminasi pengetahuan biorefinery
6. Pelaksanaan kegiatan pelatihan biorefinery
KEBIJAKAN YANG TELAH DIAMBIL (2007-2012)
1. Definisi biorefining yang diterima secara internasional, yaitu pemrosesan biomassa yang
berkelanjutan menjadi spektrum produk berbasis bio dan bioenergi yang dapat
dipasarkan
2. Sistem yang jelas dan mudah dipahami untuk mengklasifikasikan berbagai jenis
biorefineries
3. Laporan negara memberikan status biorefinery di negara-negara yang berpartisipasi
8. 4. Laporan yang berbeda (bahan kimia berbasis bio – produk bernilai tambah dari kilang
bor, kilang bio yang digerakkan oleh biofuel, blok bangunan hijau untuk plastik berbasis
bio)
5. Beberapa sekolah pelatihan Eropa tentang biorefining (Amsterdam, Paris, Wageningen).
Kebijakan lengkap dapat diunduh melalui:
https://www.ieabioenergy.com/wp-content/uploads/2014/09/IEA-Bioenergy-Task42-
Biorefining-Brochure-SEP2014_LR.pdf
DAFTAR PUSTAKA
IEA Bioenergy. 2009. "What is IEA Bioenergy?" diunduh pada 12 Februari 2009 dari
http://www.ieabioenergy.com
Kamm, B., Kamm, M., Gruber, P.R., Kromus, S., 2006. Biorefinery Systems - An Overview.
In: Kamm, B., Gruber, P.R., Kamm, M. (Eds.), Biorefineries - Industrial Processes
and Products. Weinheim: Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA
Nila. 2014. Pemanfaatan Biomassa sebagai Sumber Energi Masa Depan. diakses pada 8
Agustus 2021 dari https://www.bsn.go.id/main/berita/berita_det/5502
Pertiwi, D.S. et al. 2010. Conceiving Process Synthesis Methods for Biorefineries. 13th Asia
Pacific Confederation of Chemical Engineering, Taipei, Taiwan, 5-8 Oktober.
Pertiwi, Setyo Dyah. 2010. Sekilas tentang Biorefinery. Bandung: Jurusan Teknik Kimia
ITENAS
Pertiwi, Setyo Dyah. 2013. Konsep dan Tantangan Pengembangan Biorefinery. Bandung:
Jurusan Teknik Kimia ITENAS
Siirola, J.J., Rudd, D.F. 1971. “Computer-Aided Synthesis of Chemical Process Designs –
From Reaction Path Data to Process Task Network”. Industrial & Engineering
Chemistry Fundamentals
Tong, G.E., Cannell, R.P. 1983. The Economics of Organic Chemicals from Biomass. In:
Wise, D.L. (Ed.), Organic Chemicals from Biomass. Massachusetts: The
Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc.
Van Ree, R., Annevelink, B. 2007. Status Report Biorefinery 2007, Report 847.
Wageningen: Agrotechnology and Food Sciences Group