SlideShare a Scribd company logo
1 of 13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

LATAR BELAKANG
Pada Tahun 1998 Indonesia mengalami masa yang sangat sulit karena pada
saat itu terjadi krisis moneter yang berimbas pada dunia industri. Hal ini
membuat beberapa badan usaha milik swasta maupun pemerintah melakukan
Pemutusan Hubungan kerja atau yang sering disebut dengan PHK. Langkah ini
terpaksa dilakukan karena salah satu alasannya adalah perusahaan mengalami
kerugian yang tidak sedikit, sementara perusahaan mempunyai kewajiban untuk
memberikan upah kepada pegawainya.
Pemutusan Hubungan Kerja merupakan suatu hal yang pada beberapa
tahun yang lalu merupakan suatu kegiatan yang sangat ditakuti oleh karyawan
yang masih aktif bekerja. Hal ini dikarenakan kondisi kehidupan politik yang
goyah, kemudian disusul dengan carut marutnya kondisi perekonomian yang
berdampak pada banyak industri yang harus gulung tikar, dan tentu saja
berdampak pada pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan sangat
tidak terencana. Kondisi inilah yang menyebabkan orang yang bekerja pada
waktu itu selalu dibayangi kekhawatiran dan kecemasan, kapan giliran dirinya
diberhentikan dari pekerjaan yang menjadi penopang hidup keluarganya.

1.2.

RUMUSAN MASALAH
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah :

1.2.1. Apa Definisi dari PHK?
1.2.2. Jelaskan Jenis-jenis PHK?
1.2.3. Jelaskan Mekanisme dan Penyelesaian PHK?
1.2.4. Bagaimana bentuk Penyelesaian Kompensasi PHK?
1.3.

TUJUAN
1.3.1. Mengetahui dengan jelas definisi dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
1.3.2. Mengetahui Jenis-jenis dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
1.3.3.

Mengetahui Mekanisme pemberian PHK kepada karyawan dan cara
penyelesaian

perselisihan

yang

akan

timbul

setelah

Pemutusan

Hubungan Kerja dilakukan.
1.3.4. Mengetahui Bentuk dari pemberian Kompensasi kepada karyawan yang
akan mendapatkan PHK dari perusahaan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. PENGERTIAN PHK
PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara karyawan dan perusahaan.
apabila kita mendengar istilah PHK, yang biasa terlintas adalah pemecatan
sepihak oleh pihak perusahaan karena kesalahan karyawan. Karenanya, selama
ini singkatan PHK memiliki konotasi negatif. Padahal, kalau kita tilik definisi di atas
yang diambil dari UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, dijelaskan PHK dapat
terjadi karena bermacam sebab. Intinya tidak persis sama dengan pengertian
dipecat.
Tergantung alasannya, PHK mungkin membutuhkan penetapan Lembaga
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI) mungkin juga tidak. Meski
begitu, dalam praktek tidak semua PHK yang butuh penetapan dilaporkan kepada
instansi ketenagakerjaan, baik karena tidak perlu ada penetapan, PHK tidak
berujung sengketa hukum, atau karena karyawan tidak mengetahui hak mereka.
Sebelum Pengadilan Hubungan Industrial berdiri pada 2006, perselisihan
hubungan Industrial masih ditangani pemerintah lewat Panitia Penyelesaian
Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) dan Panitia Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan Daerah (P4D) serta Pengadilan Tata Usaha Negara.

2.2. JENIS-JENIS PHK
2.2.1. PHK Pada Kondisi Normal (Sukarela)
Dalam kondisi normal, pemutusan hubungan kerja akan menghasilkan
sesuatu keadaan yang sangat membahagiakan. Setelah menjalankan tugas
dan melakukan peran sesuai dengan tuntutan perusahaan, dan pengabdian
kepada perusahaan maka tiba saatnya seseorang untuk memperoleh
penghargaan yang tinggi atas jerih payah dan usahanya tersebut.
Akan tetapi hal ini tidak terpisah dari bagaimana pengalaman bekerja
dan tingkat kepuasan kerja seseorang selama memainkan peran yang
dipercayakan kepadanya. Ketika seseorang mengalami kepuasan yang
tinggi pada pekerjaannya, maka masa pensiun ini harus dinilai positif,
artinya ia harus ikhlas melepaskan segala atribut dan kebanggaan yang
disandangnya selama melaksanakan tugas, dan bersiap untuk memasuki
masa kehidupan yang tanpa peran.
Kondisi yang demikian memungkinkan pula munculnya perasaan
sayang untuk melepaskan jabatan yang telah digelutinya hampir lebih
separuh hidupnya. Ketika seseorang mengalami peran dan perlakuan yang
tidak nyaman, tidak memuaskan selama masa pengabdiannya, maka ia
akan berharap segera untuk melepaskan dan meninggalkan pekerjaan
yang digelutinya dengan susah payah selama ini. Orang ini akan memasuki
masa pensiun dengan perasaan yang sedikit lega, terlepas dari himpitan
yang dirasakannya selama ini.
Selain itu ada juga karyawan yang mengundurkan diri. Karyawan dapat
mengajukan pengunduran diri kepada perusahaan secara tertulis tanpa
paksaan/intimidasi. Terdapat berbagai macam alasan pengunduran diri,
seperti pindah ke tempat lain, berhenti dengan alasan pribadi, dan lain-lain.
Untuk mengundurkan diri, karyawan harus memenuhi syarat : (a)
mengajukan permohonan selambatnya 30 hari sebelumnya, (b) tidak ada
ikatan dinas, (c) tetap melaksanakan kewajiban sampai mengundurkan diri.
Undang-undang melarang perusahaan memaksa karyawannya untuk
mengundurkan diri. Namun dalam prakteknya, pengunduran diri kadang
diminta oleh pihak perusahaan. Kadang kala, pengunduran diri yang tidak
sepenuhnya sukarela ini merupakan solusi terbaik bagi karyawan maupun
perusahaan. Di satu sisi, reputasi karyawan tetap terjaga. Di sisi lain
perusahaan tidak perlu mengeluarkan pesangon lebih besar apabila
perusahaan harus melakukan PHK tanpa ada persetujuan karyawan.
Perusahaan dan karyawan juga dapat membahas besaran pesangon yang
disepakati.
Karyawan yang mengajukan pengunduran diri hanya berhak atas
kompensasi seperti sisa cuti yang masih ada, biaya perumahan serta
pengobatan dan perawatan, dll sesuai Pasal 156 (4). Karyawan mungkin
mendapatakan lebih bila diatur lain lewat perjanjian. Untuk biaya
perumahan terdapat silang pendapat antara karyawan dan perusahaan,
terkait apakah karyawan yang mengundurkan diri berhak atas 15% dari
uang pesangon dan penghargaan masa kerja.

2.2.2. PHK Pada Kondisi Tidak Normal (Tidak Sukarela)
Perkembangan suatu perusahaan ditentukan oleh lingkungan dimana
perusahaan beroperasi dan memperoleh dukungan agar dirinya tetap dapat
survive (Robbins, 1984). Tuntutan yang berasal dari dalam (inside
stakeholder) maupun tuntutan dari luar (outside stakeholder) dapat
memaksa perusahaan melakukan perubahan-perubahan, termasuk di
dalam penggunaan tenaga kerja. Dampak dari perubahan komposisi
sumber daya manusia ini antara lain ialah pemutusan hubungan kerja.
Pada dewasa ini tuntutan lebih banyak berasal dari kondisi ekonomi dan
politik global, perubahan nilai tukar uang yang pada gilirannya mempersulit
pemasaran suatu produk di luar negeri, dan berimbas pada kemampuan
menjual barang yang sudah jadi, sehingga mengancam proses produksi.
Kondisi

yang

demikian

akan

mempersulit

suatu

perusahaan

mempertahankan kelangsungan pekerjaan bagi karyawan yang bekerja di
perusahaan tersebut. Hal ini berdampak pada semakin seringnya terjadi
kasus pemutusan hubungan kerja.
Manulang (1988) mengemukakan bahwa istilah pemutusan hubungan
kerja dapat memberikan beberapa pengertian, yaitu :
a.

Termination: yaitu putusnya hubungan kerja karena selesainya atau
berakhirnya kontrak kerja yang telah disepakati. Berakhirnya kontrak,
bilamana

tidak

terdapat

kesepakatan

antara

karyawan

dengan

manajemen, maka karyawan harus meninggalkan pekerjaannya.
b. Dismissal: yaitu putusnya hubungan kerja karena karyawan melakukan
Tindakan pelanggaran disiplin yang telah ditetapkan. Misalnya :
karyawan melakukan kesalahan-kesalahan, seperti mengkonsumsi
alkohol atau obat-obat psikotropika, madat, melakukan tindak kejahatan,
merusak perlengkapan kerja milik pabrik.
c.

Redundancy, yaitu pemutusan hubungan kerja karena perusahaan
melakukan

pengembangan

dengan

menggunakan

mesin-mesin

berteknologi baru, seperti : penggunaan robot-robot industri dalam
proses produksi, penggunaan alat-alat berat yang cukup dioperasikan
oleh satu atau dua orang untuk menggantikan sejumlah tenaga kerja.
Hal ini berdampak pada pengurangan tenaga kerja.
d. Retrenchment, yaitu pemutusan hubungan kerja yang dikaitkan dengan
masalah-masalah

ekonomi,

seperti

resesi

ekonomi,

masalah

pemasaran, sehingga perusahaan tidak mampu untuk memberikan upah
kepada karyawannya.

Flippo (1981) membedakan pemutusan hubungan kerja di luar konteks
pensiun menjadi 3 kategori, yaitu :
a. Layoff, keputusan ini akan menjadi kenyataan ketika seorang karyawan
yang benar-benar memiliki kualifikasi yang membanggakan harus
dipurnatugaskan

karena

perusahaan

tidak

lagi

membutuhkan

sumbangan jasanya.
b.

Outplacement, ialah kegiatan pemutusan hubungan kerja disebabkan
perusahaan ingin mengurangi banyak tenaga kerja, baik tenaga
profesional, manajerial, maupun tenaga pelaksana biasa. Pada
umumnya perusahaan melakukan kebijakan ini untuk mengurangi
karyawan yang performansinya tidak memuaskan, orang-orang yang
tingkat upahnya telah melampaui batas-batas yang dimungkinkan, dan
orang-orang yang dianggap kurang memiliki kompetensi kerja, serta
orang-orang

yang

kurang

memiliki

kemampuan

yang

dapat

dikembangkan untuk posisi di masa mendatang. Dasar dari kegiatan ini
ialah kenyataan bahwa perusahaan mempunyai tenaga kerja yang
skillnya masih dapat dijual kepada perusahaan lain, dan sejauh mana
kebutuhan pasar terhadap keahlian atau skill ini masih tersembunyi.
c.

Discharge. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang menimbulkan
perasaan paling tidak nyaman di antara beberapa metode pemutusan
hubungan kerja yang ada. Kegiatan ini dilakukan berdasar pada
kenyataan bahwa karyawan kurang mempunyai sikap dan perilaku kerja
yang memuaskan.

Karyawan yang mengalami jenis pemutusan hubungan kerja ini
kemungkinan besar akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan
pekerjaan baru di tempat atau perusahaan lain. Dari dua pengertian
tersebut di atas, nampaknya masalah pemutusan hubungan kerja,
penyebabnya dapat disebabkan oleh dua pihak.
Baik penyebab yang berasal dari kualifikasi, sikap dan perilaku
karyawan yang tidak memuaskan, atau penyebab yang berasal dari pihak
manajemen yang seharusnya dengan keahliannya dan kewenangan yang
diserahkan kepadanya diharapkan mampu mengembangkan perusahaan,
walau

dalam

kenyataannya

menimbulkan

kesulitan-kesulitan

bagi

perusahaan, dan harus mengambil keputusan untuk efisiensi tenaga kerja.
2.3.

MEKANISME DAN PENYELESAIAN PERSELISIHAN PHK
Mekanisme PHK
Karyawan, pengusaha dan pemerintah wajib untuk melakukan
segala upaya untuk menghindari PHK. Apabila tidak ada kesepakatan
antara pengusaha karyawan/serikatnya, PHK hanya dapat dilakukan
oleh pengusaha setelah memperoleh penetapan Lembaga Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI).
Selain karena pengunduran diri dan hal-hal tertentu dibawah ini,
PHK harus dilakukan melalui penetapan Lembaga Penyelesaian
Hubungan Industrial (LPPHI). Hal-hal tersebut adalah :
a.

Karyawan masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah

dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya.
b.

Karyawan mengajukan permintaan pengunduran diri, secara

tertulis

atas

kemauan

sendiri

tanpa

ada

indikasi

adanya

tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja
sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali.
c. Karyawan mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama,
atau peraturan perundang-undangan.
d. Karyawan meninggal dunia.
e. Karyawan ditahan.
f.

Pengusaha tidak terbukti melakukan pelanggaran yang

dituduhkan karyawan melakukan permohonan PHK.
Selama belum ada penetapan dari LPPHI, karyawan dan pengusaha harus
tetap melaksanakan segala kewajibannya. Sambil menunggu penetapan,
pengusaha dapat melakukan skorsing, dengan tetap membayar hak-hak
karyawan.

Perselisihan PHK
Perselisihan

PHK

termasuk

kategori

perselisihan

hubungan

industrial bersama perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan
perselisihan antar serikat karyawan. Perselisihan PHK timbul karena
tidak adanya kesesuaian pendapat antara karyawan dan pengusaha
mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak.
Perselisihan PHK antara lain mengenai sah atau tidaknya alasan PHK,
dan besaran kompensasi atas PHK.
PENYELESAIAN PERSELISIHAN PHK
Mekanisme perselisihan PHK beragam dan berjenjang.
1. Perundingan Bipartit
Perundingan Bipartit adalah forum perundingan dua kaki antar
pengusaha dan karyawan atau serikatpe kerja. Kedua belah pihak
diharapkan dapat mencapai kesepakatan dalam penyelesaian masalah
mereka, sebagai langkah awal dalam penyelesaian perselisihan.
Dalam perundingan ini, harus dibuat risalah yang ditandatangai
para Pihak. isi risalah diatur dalam Pasal 6 Ayat 2 UU PPHI. Apabila
tercapai kesepakatan maka Para pihak membuat Perjanjian Bersama
yang

mereka

tandatangani.

Kemudian

Perjanjian

Bersama

ini

didaftarkan pada PHI wilayah oleh para pihak ditempat Perjanjian
Bersama dilakukan. Perlkunya menddaftarkan perjanjian bersama, ialah
untuk menghindari kemungkinan slah satu pihak ingkar. Bila hal ini
terjadi, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi.
Apabila

gagal

dicapai

kesepakatan,

maka

karyawan

dan

pengusaha mungkin harus menghadapi prosedur penyelesaian yang
panjang melalui Perundingan Tripartit.

2. Perundingan Tripartit
Dalam pengaturan UUK, terdapat tiga forum penyelesaian yang dapat
dipilih oleh para pihak:
a. Mediasi
Forum Mediasi difasilitasi oleh institusi ketenagakerjaan. Dinas
tenagakerja kemudian menunjuk mediator. Mediator berusaha
mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan antar keduanya.
Dalam hal tercipta kesepakatan para pihak membuta perjanjian
bersama dengan disaksikan oleh mediator. Bila tidak dicapai
kesepakatan, mediator akan mengeluarkan anjuran.
b. Konsiliasi
Forum Konsiliasi dipimpin oleh konsiliator yang ditunjuk oleh para
pihak. Seperti mediator, Konsiliator berusaha mendamaikan para
pihak, agar tercipta kesepakatan antar keduanya. Bila tidak dicapai
kesepakatan, Konsiliator juga mengeluarkan produk berupa anjuran.
c. Arbitrase
Lain dengan produk Mediasi dan Konsiliasi yang berupa anjuran dan
tidak mengikat, putusan arbitrase mengikat para pihak. Satu-satunya
langkah

bagi

pihak

yang

menolak

putusan

tersebut

ialah

permohonan Pembatalan ke Mahkamah Agung. Karena adanya
kewajiban membayar arbiter, mekanisme arbitrase kurang populer.

3. Pengadilan Hubungan Industrial
Pihak yang menolak anjuran mediator/konsiliator, dapat mengajukan
gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Pengadilan ini untuk
pertamakalinya didirikan di tiap ibukota provinsi. Nantinya, PHI juga
akan didirikan di tiap kabupaten/ kota. Tugas pengadilan ini antara lain
mengadili

perkara

perselisihan

hubungan

industrial,

termasuk

perselisihan PHK, serta menerima permohonan dan melakukan
eksekusi terhadap Perjanjian Bersama yang dilanggar.
Selain mengadili Perselisihan PHK, Pengadilan Hubungan Industrial
(PHI) mengadili jenis perselisihan lainnya: Perselisihan yang timbul
akibat

adanya

perselisihan

hak,

perselisihan

kepentingan

dan

perselisihan antar serikat karyawan.

4. Kasasi (Mahkamah Agung)
Pihak yang menolak Putusan PHI soal Perselisihan PHK dapat langsung
mengajukan kasasi (tidak melalui banding) atas perkara tersebut ke Mahkamah
Agung, untuk diputus.
2.4.

KOMPENSASI PHK
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan
membayar uang pesangon (UP) dan atau uang penghargaan masa kerja
(UPMK) dan uang penggantian hak (UPH) yang seharusnya diterima. UP,
UPMK, dan UPH dihitung berdasarkan upah karyawan dan masa kerjanya.
Perhitungan Uang Pesangon (UP) paling sedikit sebagai berikut :
Masa Kerja Uang Pesangon
Masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 (satu) bulan upah.
Masa kerja 1 – 2 tahun, 2 (dua) bulan upah.
Masa kerja 2 – 3 tahun, 3 (tiga) bulan upah.
Masa kerja 3 – 4 tahun 4 (empat) bulan upah.
Masa kerja 4 – 5 tahun 5 (lima) bulan upah.
Masa kerja 5 – 6 tahun 6 (enam) bulan upah.
Masa kerja 6 – 7 tahun 7 (tujuh) bulan upah.
Masa kerja 7 – 8 tahun 8 (delapan) bulan upah.
Masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.

Perhitungan uang penghargaan masa kerja (UPMK) ditetapkan sebagai
berikut :
Masa Kerja UPMK
Masa kerja 3 – 6 tahun 2 (dua) bulan upah.
Masa kerja 6 – 9 tahun 3 (tiga) bulan upah.
Masa kerja 9 – 12 tahun 4 (empat) bulan upah.
Masa kerja 12 – 15 tahun 5 (lima) bulan upah.
Masa kerja 15 – 18 tahun 6 (enam) bulan upah.
Masa kerja 18 – 21 tahun 7 (tujuh) bulan upah.
Masa kerja 21 – 24 tahun 8 (delapan) bulan upah.
Masa kerja 24 tahun atau lebih 10 bulan upah.

Uang penggantian hak yang seharusnya diterima (UPH) meliputi :
Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur.
Biaya atau ongkos pulang untuk karyawan/buruh dan keluarganya
ketempat dimana karyawan/buruh diterima bekerja.
Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan
15% dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi
yang memenuhi syarat.
Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
BAB III
PENUTUP
3.1.

KESIMPULAN
PHK sebagai manifestasi pensiun yang dilaksanakan pada kondisi tidak
normal nampaknya masih merupakan ancaman yang mencemaskan karyawan.
Dunia industri negara maju yang masih saja mencari upah buruh yang murah,
senantiasa berusaha menempatkan investasinya di negara-negara yang lebih
menjanjikan keuntungan yang besar, walaupun harus menutup dan merelokasi
atau memindahkan pabriknya ke Negara lain.
Keadaan ini tentu saja berdampak PHK pada karyawan di negara yang
ditinggalkan. Efisiensi yang diberlakukan oleh perusahaan pada dewasa ini,
merupakan jawaban atas penambahan posisi-posisi yang tidak perlu di masa
lalu, sehingga dilihat secara struktur organisasi, maka terjadi penggelembungan
yang sangat besar. Ketika tuntutan efisiensi harus dipenuhi, maka restrukturisasi
merupakan jawabannya. Di sini tentu saja terjadi pemangkasan posisi besarbesaran, sehingga PHK masih belum dapat dihindarkan.
Ketika perekonomian dunia masih belum adil, dan program efisiensi yang
dilakukan oleh para manajer terus digulirkan, maka PHK masih merupakan
fenomena

yang

sangat

mencemaskan,

dan

harus

diantisipasi

dengan

penyediaan lapangan kerja dan pelatihan ketrampilan yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat (mantan karyawan).

3.2.

SARAN
Adapun saran yang dapat kami berikan dalam makalah ini adalah, hendaknya
dalam melakukan Pemutusan hubungan kerja harus sesuai dengan UndangUndang Ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia agar tidak akan ada pihakpihak yang merasa dirugikan.

More Related Content

Similar to Bab i

Sistem Kerja OUTSOURCING dengan Segala Keuntungan dan Kerugiannya
Sistem Kerja OUTSOURCING dengan Segala Keuntungan dan KerugiannyaSistem Kerja OUTSOURCING dengan Segala Keuntungan dan Kerugiannya
Sistem Kerja OUTSOURCING dengan Segala Keuntungan dan Kerugiannya
Ely Goro Leba
 
Tugas sdm pemutusan hubungan kerja kelompok 13
Tugas sdm pemutusan hubungan kerja kelompok 13Tugas sdm pemutusan hubungan kerja kelompok 13
Tugas sdm pemutusan hubungan kerja kelompok 13
rizkinovita
 
KOMPENSASI_HUMAN_CAPITALLLLLLLLLLLL.pptx
KOMPENSASI_HUMAN_CAPITALLLLLLLLLLLL.pptxKOMPENSASI_HUMAN_CAPITALLLLLLLLLLLL.pptx
KOMPENSASI_HUMAN_CAPITALLLLLLLLLLLL.pptx
nelvy2
 
ETHICAL DECISION MAKING : EMPLOYERS RESPONSIBILITY AND EMPLOYERS RIGHTS, Aste...
ETHICAL DECISION MAKING : EMPLOYERS RESPONSIBILITY AND EMPLOYERS RIGHTS, Aste...ETHICAL DECISION MAKING : EMPLOYERS RESPONSIBILITY AND EMPLOYERS RIGHTS, Aste...
ETHICAL DECISION MAKING : EMPLOYERS RESPONSIBILITY AND EMPLOYERS RIGHTS, Aste...
Asteria Dian Perdanawati
 
STUDI_KELAYAKAN_BISNIS_PERTEMUAN_KE_1 (1).pdf
STUDI_KELAYAKAN_BISNIS_PERTEMUAN_KE_1 (1).pdfSTUDI_KELAYAKAN_BISNIS_PERTEMUAN_KE_1 (1).pdf
STUDI_KELAYAKAN_BISNIS_PERTEMUAN_KE_1 (1).pdf
hilman39
 
[Sdm]sebuah cara pandang_yang_berbeda_terhadap_karir_anda
[Sdm]sebuah cara pandang_yang_berbeda_terhadap_karir_anda[Sdm]sebuah cara pandang_yang_berbeda_terhadap_karir_anda
[Sdm]sebuah cara pandang_yang_berbeda_terhadap_karir_anda
muhamad nawawi
 
Hubungan ketenagakerjaan
Hubungan ketenagakerjaanHubungan ketenagakerjaan
Hubungan ketenagakerjaan
Ageng Asmara
 

Similar to Bab i (20)

Sistem Kerja OUTSOURCING dengan Segala Keuntungan dan Kerugiannya
Sistem Kerja OUTSOURCING dengan Segala Keuntungan dan KerugiannyaSistem Kerja OUTSOURCING dengan Segala Keuntungan dan Kerugiannya
Sistem Kerja OUTSOURCING dengan Segala Keuntungan dan Kerugiannya
 
PHK karena permasalahan kontrak kerja
PHK karena permasalahan kontrak kerjaPHK karena permasalahan kontrak kerja
PHK karena permasalahan kontrak kerja
 
PEMBERHENTIAN SDM FERNANDO .pptx
PEMBERHENTIAN SDM FERNANDO .pptxPEMBERHENTIAN SDM FERNANDO .pptx
PEMBERHENTIAN SDM FERNANDO .pptx
 
Tugas sdm pemutusan hubungan kerja kelompok 13
Tugas sdm pemutusan hubungan kerja kelompok 13Tugas sdm pemutusan hubungan kerja kelompok 13
Tugas sdm pemutusan hubungan kerja kelompok 13
 
Outsourching2
Outsourching2Outsourching2
Outsourching2
 
PHK karena pailit
PHK karena pailitPHK karena pailit
PHK karena pailit
 
KOMPENSASI_HUMAN_CAPITALLLLLLLLLLLL.pptx
KOMPENSASI_HUMAN_CAPITALLLLLLLLLLLL.pptxKOMPENSASI_HUMAN_CAPITALLLLLLLLLLLL.pptx
KOMPENSASI_HUMAN_CAPITALLLLLLLLLLLL.pptx
 
Presentation1 Pemberhentian.pptx
Presentation1 Pemberhentian.pptxPresentation1 Pemberhentian.pptx
Presentation1 Pemberhentian.pptx
 
MAKALAH.docx
MAKALAH.docxMAKALAH.docx
MAKALAH.docx
 
6.pemisahan
6.pemisahan6.pemisahan
6.pemisahan
 
Bab 9
Bab 9Bab 9
Bab 9
 
Evaluasi kinerja dan kompensasi bagian 2 uas
Evaluasi kinerja dan kompensasi bagian 2 uasEvaluasi kinerja dan kompensasi bagian 2 uas
Evaluasi kinerja dan kompensasi bagian 2 uas
 
ETHICAL DECISION MAKING : EMPLOYERS RESPONSIBILITY AND EMPLOYERS RIGHTS, Aste...
ETHICAL DECISION MAKING : EMPLOYERS RESPONSIBILITY AND EMPLOYERS RIGHTS, Aste...ETHICAL DECISION MAKING : EMPLOYERS RESPONSIBILITY AND EMPLOYERS RIGHTS, Aste...
ETHICAL DECISION MAKING : EMPLOYERS RESPONSIBILITY AND EMPLOYERS RIGHTS, Aste...
 
EMPLOYERS RESPOSIBILITY AND EMPLOYERS RIGHTS, Asteria Dian Perdanawati
EMPLOYERS RESPOSIBILITY AND EMPLOYERS RIGHTS, Asteria Dian PerdanawatiEMPLOYERS RESPOSIBILITY AND EMPLOYERS RIGHTS, Asteria Dian Perdanawati
EMPLOYERS RESPOSIBILITY AND EMPLOYERS RIGHTS, Asteria Dian Perdanawati
 
Manajemen sumber daya manusia
Manajemen sumber daya manusiaManajemen sumber daya manusia
Manajemen sumber daya manusia
 
TUGAS MANAJEMEN KEUANGAN
TUGAS MANAJEMEN KEUANGANTUGAS MANAJEMEN KEUANGAN
TUGAS MANAJEMEN KEUANGAN
 
STUDI_KELAYAKAN_BISNIS_PERTEMUAN_KE_1 (1).pdf
STUDI_KELAYAKAN_BISNIS_PERTEMUAN_KE_1 (1).pdfSTUDI_KELAYAKAN_BISNIS_PERTEMUAN_KE_1 (1).pdf
STUDI_KELAYAKAN_BISNIS_PERTEMUAN_KE_1 (1).pdf
 
[Sdm]sebuah cara pandang_yang_berbeda_terhadap_karir_anda
[Sdm]sebuah cara pandang_yang_berbeda_terhadap_karir_anda[Sdm]sebuah cara pandang_yang_berbeda_terhadap_karir_anda
[Sdm]sebuah cara pandang_yang_berbeda_terhadap_karir_anda
 
Hubungan ketenagakerjaan
Hubungan ketenagakerjaanHubungan ketenagakerjaan
Hubungan ketenagakerjaan
 
RESTRUKTURISASI BUMN MENJADI HOLDING COMPANY
RESTRUKTURISASI BUMN MENJADI HOLDING COMPANYRESTRUKTURISASI BUMN MENJADI HOLDING COMPANY
RESTRUKTURISASI BUMN MENJADI HOLDING COMPANY
 

Recently uploaded

Power point materi IPA pada materi unsur
Power point materi IPA pada materi unsurPower point materi IPA pada materi unsur
Power point materi IPA pada materi unsur
DoddiKELAS7A
 
AKSI NYATA Menyelenggarakan Pelaporan Belajar Oleh Murid.pdf
AKSI NYATA Menyelenggarakan Pelaporan Belajar Oleh Murid.pdfAKSI NYATA Menyelenggarakan Pelaporan Belajar Oleh Murid.pdf
AKSI NYATA Menyelenggarakan Pelaporan Belajar Oleh Murid.pdf
yulizar29
 
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptxPPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
iwidyastama85
 
Presentasi-ruang-kolaborasi-modul-1.4.doc
Presentasi-ruang-kolaborasi-modul-1.4.docPresentasi-ruang-kolaborasi-modul-1.4.doc
Presentasi-ruang-kolaborasi-modul-1.4.doc
LeoRahmanBoyanese
 
MATERI Projek Kreatif Kewirausahaan kelas XI SMK.pptx
MATERI Projek Kreatif Kewirausahaan kelas XI SMK.pptxMATERI Projek Kreatif Kewirausahaan kelas XI SMK.pptx
MATERI Projek Kreatif Kewirausahaan kelas XI SMK.pptx
randikaakbar11
 

Recently uploaded (20)

MODUL AJAR SENI TARI KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI TARI KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI TARI KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI TARI KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI RUPA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI RUPA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 4 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
Power point materi IPA pada materi unsur
Power point materi IPA pada materi unsurPower point materi IPA pada materi unsur
Power point materi IPA pada materi unsur
 
AKSI NYATA Menyelenggarakan Pelaporan Belajar Oleh Murid.pdf
AKSI NYATA Menyelenggarakan Pelaporan Belajar Oleh Murid.pdfAKSI NYATA Menyelenggarakan Pelaporan Belajar Oleh Murid.pdf
AKSI NYATA Menyelenggarakan Pelaporan Belajar Oleh Murid.pdf
 
Lokakarya Kepemimpinan Sekolah Penggerak 1.pptx
Lokakarya Kepemimpinan Sekolah Penggerak 1.pptxLokakarya Kepemimpinan Sekolah Penggerak 1.pptx
Lokakarya Kepemimpinan Sekolah Penggerak 1.pptx
 
MODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 6.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 6.pdfMODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 6.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 6.pdf
 
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptxPPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
PPt-Juknis-PPDB-2024 (TerbarU) kabupaten GIanyar.pptx
 
MODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 2.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 2.pdfMODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 2.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM & BUDI PEKERTI (PAIBP) KELAS 2.pdf
 
Materi Penggolongan Obat Undang-Undang Kesehatan
Materi Penggolongan Obat Undang-Undang KesehatanMateri Penggolongan Obat Undang-Undang Kesehatan
Materi Penggolongan Obat Undang-Undang Kesehatan
 
PWS KIA (Pemantauan Wilayah Setempat) Kesehatan Ibu dan Anak
PWS KIA (Pemantauan Wilayah Setempat) Kesehatan Ibu dan AnakPWS KIA (Pemantauan Wilayah Setempat) Kesehatan Ibu dan Anak
PWS KIA (Pemantauan Wilayah Setempat) Kesehatan Ibu dan Anak
 
Presentasi-ruang-kolaborasi-modul-1.4.doc
Presentasi-ruang-kolaborasi-modul-1.4.docPresentasi-ruang-kolaborasi-modul-1.4.doc
Presentasi-ruang-kolaborasi-modul-1.4.doc
 
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA KELAS 2 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR PENDIDIKAN PANCASILA (PPKN) KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
MATERI Projek Kreatif Kewirausahaan kelas XI SMK.pptx
MATERI Projek Kreatif Kewirausahaan kelas XI SMK.pptxMATERI Projek Kreatif Kewirausahaan kelas XI SMK.pptx
MATERI Projek Kreatif Kewirausahaan kelas XI SMK.pptx
 
#05 SOSIALISASI JUKNIS BOK 2024 Canva_124438.pptx
#05 SOSIALISASI JUKNIS BOK 2024 Canva_124438.pptx#05 SOSIALISASI JUKNIS BOK 2024 Canva_124438.pptx
#05 SOSIALISASI JUKNIS BOK 2024 Canva_124438.pptx
 
METODE PENGEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA.pptx
METODE PENGEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA.pptxMETODE PENGEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA.pptx
METODE PENGEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA.pptx
 
AKUNTANSI INVESTASI PD SEKURITAS UTANG.pptx
AKUNTANSI INVESTASI PD SEKURITAS UTANG.pptxAKUNTANSI INVESTASI PD SEKURITAS UTANG.pptx
AKUNTANSI INVESTASI PD SEKURITAS UTANG.pptx
 
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR SENI MUSIK KELAS 5 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 

Bab i

  • 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pada Tahun 1998 Indonesia mengalami masa yang sangat sulit karena pada saat itu terjadi krisis moneter yang berimbas pada dunia industri. Hal ini membuat beberapa badan usaha milik swasta maupun pemerintah melakukan Pemutusan Hubungan kerja atau yang sering disebut dengan PHK. Langkah ini terpaksa dilakukan karena salah satu alasannya adalah perusahaan mengalami kerugian yang tidak sedikit, sementara perusahaan mempunyai kewajiban untuk memberikan upah kepada pegawainya. Pemutusan Hubungan Kerja merupakan suatu hal yang pada beberapa tahun yang lalu merupakan suatu kegiatan yang sangat ditakuti oleh karyawan yang masih aktif bekerja. Hal ini dikarenakan kondisi kehidupan politik yang goyah, kemudian disusul dengan carut marutnya kondisi perekonomian yang berdampak pada banyak industri yang harus gulung tikar, dan tentu saja berdampak pada pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan sangat tidak terencana. Kondisi inilah yang menyebabkan orang yang bekerja pada waktu itu selalu dibayangi kekhawatiran dan kecemasan, kapan giliran dirinya diberhentikan dari pekerjaan yang menjadi penopang hidup keluarganya. 1.2. RUMUSAN MASALAH Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah : 1.2.1. Apa Definisi dari PHK? 1.2.2. Jelaskan Jenis-jenis PHK? 1.2.3. Jelaskan Mekanisme dan Penyelesaian PHK?
  • 2. 1.2.4. Bagaimana bentuk Penyelesaian Kompensasi PHK? 1.3. TUJUAN 1.3.1. Mengetahui dengan jelas definisi dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). 1.3.2. Mengetahui Jenis-jenis dari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). 1.3.3. Mengetahui Mekanisme pemberian PHK kepada karyawan dan cara penyelesaian perselisihan yang akan timbul setelah Pemutusan Hubungan Kerja dilakukan. 1.3.4. Mengetahui Bentuk dari pemberian Kompensasi kepada karyawan yang akan mendapatkan PHK dari perusahaan.
  • 3. BAB II PEMBAHASAN 2.1. PENGERTIAN PHK PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara karyawan dan perusahaan. apabila kita mendengar istilah PHK, yang biasa terlintas adalah pemecatan sepihak oleh pihak perusahaan karena kesalahan karyawan. Karenanya, selama ini singkatan PHK memiliki konotasi negatif. Padahal, kalau kita tilik definisi di atas yang diambil dari UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, dijelaskan PHK dapat terjadi karena bermacam sebab. Intinya tidak persis sama dengan pengertian dipecat. Tergantung alasannya, PHK mungkin membutuhkan penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI) mungkin juga tidak. Meski begitu, dalam praktek tidak semua PHK yang butuh penetapan dilaporkan kepada instansi ketenagakerjaan, baik karena tidak perlu ada penetapan, PHK tidak berujung sengketa hukum, atau karena karyawan tidak mengetahui hak mereka. Sebelum Pengadilan Hubungan Industrial berdiri pada 2006, perselisihan hubungan Industrial masih ditangani pemerintah lewat Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) dan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah (P4D) serta Pengadilan Tata Usaha Negara. 2.2. JENIS-JENIS PHK 2.2.1. PHK Pada Kondisi Normal (Sukarela) Dalam kondisi normal, pemutusan hubungan kerja akan menghasilkan sesuatu keadaan yang sangat membahagiakan. Setelah menjalankan tugas
  • 4. dan melakukan peran sesuai dengan tuntutan perusahaan, dan pengabdian kepada perusahaan maka tiba saatnya seseorang untuk memperoleh penghargaan yang tinggi atas jerih payah dan usahanya tersebut. Akan tetapi hal ini tidak terpisah dari bagaimana pengalaman bekerja dan tingkat kepuasan kerja seseorang selama memainkan peran yang dipercayakan kepadanya. Ketika seseorang mengalami kepuasan yang tinggi pada pekerjaannya, maka masa pensiun ini harus dinilai positif, artinya ia harus ikhlas melepaskan segala atribut dan kebanggaan yang disandangnya selama melaksanakan tugas, dan bersiap untuk memasuki masa kehidupan yang tanpa peran. Kondisi yang demikian memungkinkan pula munculnya perasaan sayang untuk melepaskan jabatan yang telah digelutinya hampir lebih separuh hidupnya. Ketika seseorang mengalami peran dan perlakuan yang tidak nyaman, tidak memuaskan selama masa pengabdiannya, maka ia akan berharap segera untuk melepaskan dan meninggalkan pekerjaan yang digelutinya dengan susah payah selama ini. Orang ini akan memasuki masa pensiun dengan perasaan yang sedikit lega, terlepas dari himpitan yang dirasakannya selama ini. Selain itu ada juga karyawan yang mengundurkan diri. Karyawan dapat mengajukan pengunduran diri kepada perusahaan secara tertulis tanpa paksaan/intimidasi. Terdapat berbagai macam alasan pengunduran diri, seperti pindah ke tempat lain, berhenti dengan alasan pribadi, dan lain-lain. Untuk mengundurkan diri, karyawan harus memenuhi syarat : (a) mengajukan permohonan selambatnya 30 hari sebelumnya, (b) tidak ada ikatan dinas, (c) tetap melaksanakan kewajiban sampai mengundurkan diri. Undang-undang melarang perusahaan memaksa karyawannya untuk mengundurkan diri. Namun dalam prakteknya, pengunduran diri kadang diminta oleh pihak perusahaan. Kadang kala, pengunduran diri yang tidak sepenuhnya sukarela ini merupakan solusi terbaik bagi karyawan maupun perusahaan. Di satu sisi, reputasi karyawan tetap terjaga. Di sisi lain perusahaan tidak perlu mengeluarkan pesangon lebih besar apabila
  • 5. perusahaan harus melakukan PHK tanpa ada persetujuan karyawan. Perusahaan dan karyawan juga dapat membahas besaran pesangon yang disepakati. Karyawan yang mengajukan pengunduran diri hanya berhak atas kompensasi seperti sisa cuti yang masih ada, biaya perumahan serta pengobatan dan perawatan, dll sesuai Pasal 156 (4). Karyawan mungkin mendapatakan lebih bila diatur lain lewat perjanjian. Untuk biaya perumahan terdapat silang pendapat antara karyawan dan perusahaan, terkait apakah karyawan yang mengundurkan diri berhak atas 15% dari uang pesangon dan penghargaan masa kerja. 2.2.2. PHK Pada Kondisi Tidak Normal (Tidak Sukarela) Perkembangan suatu perusahaan ditentukan oleh lingkungan dimana perusahaan beroperasi dan memperoleh dukungan agar dirinya tetap dapat survive (Robbins, 1984). Tuntutan yang berasal dari dalam (inside stakeholder) maupun tuntutan dari luar (outside stakeholder) dapat memaksa perusahaan melakukan perubahan-perubahan, termasuk di dalam penggunaan tenaga kerja. Dampak dari perubahan komposisi sumber daya manusia ini antara lain ialah pemutusan hubungan kerja. Pada dewasa ini tuntutan lebih banyak berasal dari kondisi ekonomi dan politik global, perubahan nilai tukar uang yang pada gilirannya mempersulit pemasaran suatu produk di luar negeri, dan berimbas pada kemampuan menjual barang yang sudah jadi, sehingga mengancam proses produksi. Kondisi yang demikian akan mempersulit suatu perusahaan mempertahankan kelangsungan pekerjaan bagi karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut. Hal ini berdampak pada semakin seringnya terjadi kasus pemutusan hubungan kerja. Manulang (1988) mengemukakan bahwa istilah pemutusan hubungan kerja dapat memberikan beberapa pengertian, yaitu :
  • 6. a. Termination: yaitu putusnya hubungan kerja karena selesainya atau berakhirnya kontrak kerja yang telah disepakati. Berakhirnya kontrak, bilamana tidak terdapat kesepakatan antara karyawan dengan manajemen, maka karyawan harus meninggalkan pekerjaannya. b. Dismissal: yaitu putusnya hubungan kerja karena karyawan melakukan Tindakan pelanggaran disiplin yang telah ditetapkan. Misalnya : karyawan melakukan kesalahan-kesalahan, seperti mengkonsumsi alkohol atau obat-obat psikotropika, madat, melakukan tindak kejahatan, merusak perlengkapan kerja milik pabrik. c. Redundancy, yaitu pemutusan hubungan kerja karena perusahaan melakukan pengembangan dengan menggunakan mesin-mesin berteknologi baru, seperti : penggunaan robot-robot industri dalam proses produksi, penggunaan alat-alat berat yang cukup dioperasikan oleh satu atau dua orang untuk menggantikan sejumlah tenaga kerja. Hal ini berdampak pada pengurangan tenaga kerja. d. Retrenchment, yaitu pemutusan hubungan kerja yang dikaitkan dengan masalah-masalah ekonomi, seperti resesi ekonomi, masalah pemasaran, sehingga perusahaan tidak mampu untuk memberikan upah kepada karyawannya. Flippo (1981) membedakan pemutusan hubungan kerja di luar konteks pensiun menjadi 3 kategori, yaitu : a. Layoff, keputusan ini akan menjadi kenyataan ketika seorang karyawan yang benar-benar memiliki kualifikasi yang membanggakan harus dipurnatugaskan karena perusahaan tidak lagi membutuhkan sumbangan jasanya. b. Outplacement, ialah kegiatan pemutusan hubungan kerja disebabkan perusahaan ingin mengurangi banyak tenaga kerja, baik tenaga profesional, manajerial, maupun tenaga pelaksana biasa. Pada umumnya perusahaan melakukan kebijakan ini untuk mengurangi karyawan yang performansinya tidak memuaskan, orang-orang yang
  • 7. tingkat upahnya telah melampaui batas-batas yang dimungkinkan, dan orang-orang yang dianggap kurang memiliki kompetensi kerja, serta orang-orang yang kurang memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan untuk posisi di masa mendatang. Dasar dari kegiatan ini ialah kenyataan bahwa perusahaan mempunyai tenaga kerja yang skillnya masih dapat dijual kepada perusahaan lain, dan sejauh mana kebutuhan pasar terhadap keahlian atau skill ini masih tersembunyi. c. Discharge. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang menimbulkan perasaan paling tidak nyaman di antara beberapa metode pemutusan hubungan kerja yang ada. Kegiatan ini dilakukan berdasar pada kenyataan bahwa karyawan kurang mempunyai sikap dan perilaku kerja yang memuaskan. Karyawan yang mengalami jenis pemutusan hubungan kerja ini kemungkinan besar akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan baru di tempat atau perusahaan lain. Dari dua pengertian tersebut di atas, nampaknya masalah pemutusan hubungan kerja, penyebabnya dapat disebabkan oleh dua pihak. Baik penyebab yang berasal dari kualifikasi, sikap dan perilaku karyawan yang tidak memuaskan, atau penyebab yang berasal dari pihak manajemen yang seharusnya dengan keahliannya dan kewenangan yang diserahkan kepadanya diharapkan mampu mengembangkan perusahaan, walau dalam kenyataannya menimbulkan kesulitan-kesulitan bagi perusahaan, dan harus mengambil keputusan untuk efisiensi tenaga kerja. 2.3. MEKANISME DAN PENYELESAIAN PERSELISIHAN PHK Mekanisme PHK Karyawan, pengusaha dan pemerintah wajib untuk melakukan segala upaya untuk menghindari PHK. Apabila tidak ada kesepakatan antara pengusaha karyawan/serikatnya, PHK hanya dapat dilakukan
  • 8. oleh pengusaha setelah memperoleh penetapan Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (LPPHI). Selain karena pengunduran diri dan hal-hal tertentu dibawah ini, PHK harus dilakukan melalui penetapan Lembaga Penyelesaian Hubungan Industrial (LPPHI). Hal-hal tersebut adalah : a. Karyawan masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya. b. Karyawan mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali. c. Karyawan mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan. d. Karyawan meninggal dunia. e. Karyawan ditahan. f. Pengusaha tidak terbukti melakukan pelanggaran yang dituduhkan karyawan melakukan permohonan PHK. Selama belum ada penetapan dari LPPHI, karyawan dan pengusaha harus tetap melaksanakan segala kewajibannya. Sambil menunggu penetapan, pengusaha dapat melakukan skorsing, dengan tetap membayar hak-hak karyawan. Perselisihan PHK Perselisihan PHK termasuk kategori perselisihan hubungan industrial bersama perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat karyawan. Perselisihan PHK timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat antara karyawan dan pengusaha mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak. Perselisihan PHK antara lain mengenai sah atau tidaknya alasan PHK, dan besaran kompensasi atas PHK.
  • 9. PENYELESAIAN PERSELISIHAN PHK Mekanisme perselisihan PHK beragam dan berjenjang. 1. Perundingan Bipartit Perundingan Bipartit adalah forum perundingan dua kaki antar pengusaha dan karyawan atau serikatpe kerja. Kedua belah pihak diharapkan dapat mencapai kesepakatan dalam penyelesaian masalah mereka, sebagai langkah awal dalam penyelesaian perselisihan. Dalam perundingan ini, harus dibuat risalah yang ditandatangai para Pihak. isi risalah diatur dalam Pasal 6 Ayat 2 UU PPHI. Apabila tercapai kesepakatan maka Para pihak membuat Perjanjian Bersama yang mereka tandatangani. Kemudian Perjanjian Bersama ini didaftarkan pada PHI wilayah oleh para pihak ditempat Perjanjian Bersama dilakukan. Perlkunya menddaftarkan perjanjian bersama, ialah untuk menghindari kemungkinan slah satu pihak ingkar. Bila hal ini terjadi, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi. Apabila gagal dicapai kesepakatan, maka karyawan dan pengusaha mungkin harus menghadapi prosedur penyelesaian yang panjang melalui Perundingan Tripartit. 2. Perundingan Tripartit Dalam pengaturan UUK, terdapat tiga forum penyelesaian yang dapat dipilih oleh para pihak: a. Mediasi Forum Mediasi difasilitasi oleh institusi ketenagakerjaan. Dinas tenagakerja kemudian menunjuk mediator. Mediator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan antar keduanya. Dalam hal tercipta kesepakatan para pihak membuta perjanjian bersama dengan disaksikan oleh mediator. Bila tidak dicapai kesepakatan, mediator akan mengeluarkan anjuran.
  • 10. b. Konsiliasi Forum Konsiliasi dipimpin oleh konsiliator yang ditunjuk oleh para pihak. Seperti mediator, Konsiliator berusaha mendamaikan para pihak, agar tercipta kesepakatan antar keduanya. Bila tidak dicapai kesepakatan, Konsiliator juga mengeluarkan produk berupa anjuran. c. Arbitrase Lain dengan produk Mediasi dan Konsiliasi yang berupa anjuran dan tidak mengikat, putusan arbitrase mengikat para pihak. Satu-satunya langkah bagi pihak yang menolak putusan tersebut ialah permohonan Pembatalan ke Mahkamah Agung. Karena adanya kewajiban membayar arbiter, mekanisme arbitrase kurang populer. 3. Pengadilan Hubungan Industrial Pihak yang menolak anjuran mediator/konsiliator, dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Pengadilan ini untuk pertamakalinya didirikan di tiap ibukota provinsi. Nantinya, PHI juga akan didirikan di tiap kabupaten/ kota. Tugas pengadilan ini antara lain mengadili perkara perselisihan hubungan industrial, termasuk perselisihan PHK, serta menerima permohonan dan melakukan eksekusi terhadap Perjanjian Bersama yang dilanggar. Selain mengadili Perselisihan PHK, Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) mengadili jenis perselisihan lainnya: Perselisihan yang timbul akibat adanya perselisihan hak, perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat karyawan. 4. Kasasi (Mahkamah Agung) Pihak yang menolak Putusan PHI soal Perselisihan PHK dapat langsung mengajukan kasasi (tidak melalui banding) atas perkara tersebut ke Mahkamah Agung, untuk diputus.
  • 11. 2.4. KOMPENSASI PHK Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon (UP) dan atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) dan uang penggantian hak (UPH) yang seharusnya diterima. UP, UPMK, dan UPH dihitung berdasarkan upah karyawan dan masa kerjanya. Perhitungan Uang Pesangon (UP) paling sedikit sebagai berikut : Masa Kerja Uang Pesangon Masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 (satu) bulan upah. Masa kerja 1 – 2 tahun, 2 (dua) bulan upah. Masa kerja 2 – 3 tahun, 3 (tiga) bulan upah. Masa kerja 3 – 4 tahun 4 (empat) bulan upah. Masa kerja 4 – 5 tahun 5 (lima) bulan upah. Masa kerja 5 – 6 tahun 6 (enam) bulan upah. Masa kerja 6 – 7 tahun 7 (tujuh) bulan upah. Masa kerja 7 – 8 tahun 8 (delapan) bulan upah. Masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah. Perhitungan uang penghargaan masa kerja (UPMK) ditetapkan sebagai berikut : Masa Kerja UPMK Masa kerja 3 – 6 tahun 2 (dua) bulan upah. Masa kerja 6 – 9 tahun 3 (tiga) bulan upah.
  • 12. Masa kerja 9 – 12 tahun 4 (empat) bulan upah. Masa kerja 12 – 15 tahun 5 (lima) bulan upah. Masa kerja 15 – 18 tahun 6 (enam) bulan upah. Masa kerja 18 – 21 tahun 7 (tujuh) bulan upah. Masa kerja 21 – 24 tahun 8 (delapan) bulan upah. Masa kerja 24 tahun atau lebih 10 bulan upah. Uang penggantian hak yang seharusnya diterima (UPH) meliputi : Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur. Biaya atau ongkos pulang untuk karyawan/buruh dan keluarganya ketempat dimana karyawan/buruh diterima bekerja. Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
  • 13. BAB III PENUTUP 3.1. KESIMPULAN PHK sebagai manifestasi pensiun yang dilaksanakan pada kondisi tidak normal nampaknya masih merupakan ancaman yang mencemaskan karyawan. Dunia industri negara maju yang masih saja mencari upah buruh yang murah, senantiasa berusaha menempatkan investasinya di negara-negara yang lebih menjanjikan keuntungan yang besar, walaupun harus menutup dan merelokasi atau memindahkan pabriknya ke Negara lain. Keadaan ini tentu saja berdampak PHK pada karyawan di negara yang ditinggalkan. Efisiensi yang diberlakukan oleh perusahaan pada dewasa ini, merupakan jawaban atas penambahan posisi-posisi yang tidak perlu di masa lalu, sehingga dilihat secara struktur organisasi, maka terjadi penggelembungan yang sangat besar. Ketika tuntutan efisiensi harus dipenuhi, maka restrukturisasi merupakan jawabannya. Di sini tentu saja terjadi pemangkasan posisi besarbesaran, sehingga PHK masih belum dapat dihindarkan. Ketika perekonomian dunia masih belum adil, dan program efisiensi yang dilakukan oleh para manajer terus digulirkan, maka PHK masih merupakan fenomena yang sangat mencemaskan, dan harus diantisipasi dengan penyediaan lapangan kerja dan pelatihan ketrampilan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat (mantan karyawan). 3.2. SARAN Adapun saran yang dapat kami berikan dalam makalah ini adalah, hendaknya dalam melakukan Pemutusan hubungan kerja harus sesuai dengan UndangUndang Ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia agar tidak akan ada pihakpihak yang merasa dirugikan.