SlideShare a Scribd company logo
1 of 26
Download to read offline
BAB I
PENDAHULUAN
Pentingnya penatalaksanaan jalan nafas tidak dapat dipandang mudah.
Seorang dokter anestesi adalah orang yang paling mengerti dalam penatalaksanaan
jalan nafas. Kesulitan terbesar dari seorang dokter anestesi adalah bila jalan nafas
tidak dapat diamankan. Penatalaksanaan pasien dengan jalan nafas yang normal
adalah kunci penting dalam latihan penanganan pasien. Pada pasien yang memiliki
anatomi jalan nafas yang sulit penting untuk dilakukan penanganan. Berbagai
penelitian melaporkan bahwa 1 – 18% pasien memiliki anatomi jalan nafas yang sulit.
Dari jumlah ini 0,05 – 0,35% pasien tidak dapat diintubasi dengan baik, bahkan
sejumlah lainnya sulit untuk diventilasi dengan sungkup. Jika kondisi ini
ditempatkankan pada seorang dokter yang memiliki pasien sedang sampai banyak
maka dokter tersebut akan menemui 1 – 10 pasien yang memiliki anatomi jalan nafas
yang sulit untuk diintubasi. Efek dari kesulitan respirasi dapat berbagai macam
bentuknya, dari kerusakan otak sampai kematian.
Salah satu usaha yang mutlak harus dilakukan oleh seorang dokter anestesi
adalah menjaga berjalannya fungsi organ tubuh pasien secara normal tanpa pengaruh
yang berarti akibat proses pembedahan tersebut. Pengelolaan jalan nafas menjadi
salah satu bagian yang terpenting dalam suatu tindakan anestesi. Karena beberapa
efek dari obat-obatan yang dipergunakan dalam anestesi dapat mempengaruhi
keadaan jalan nafas berjalan dengan baik. Salah satu usaha untuk menjaga jalan nafas
adalah dengan melakukan tindakan intubasi.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Saluran Nafas Atas
Napas manusia dimulai dari lubang hidung. Usaha bernapas
menghantarkan udara lewat saluran pernapasan atas dan bawah kepada alveoli
paru dalam volume, tekanan, kelembaban, suhu dan keberhasilan yang cukup
untuk menjamin suatu kondisi ambilan oksigen yang optimal, dan pada proses
sebaliknya, juga menjamin proses eliminasi karbon dioksida yang optimal, yang
diangkut ke alveoli lewat aliran darah. Hidung dengan berbagai katup inspirasi
dan ekspirasi serta kerja mirip katup dari jaringan erektil konka dan septum,
menghaluskan dan membentuk aliran udara, mengatur volume dan tekanan udara
yang lewat, dan menjalankan berbagai aktivitas penyesuaian udara (filtrasi,
pengaturan suhu dan kelembaban udara). Beberapa daerah hidung dimana jalan
napas menyempit dapat diibaratkan sebagai “katup”. Pada bagian vestibulum
hidung, terdapat dua penyempitan demikian. Penyempitan yang lebih anterior
terletak diantara aspek posterior kartilago lateralis superior dengan septum nasi.
Tiap deviasi septum nasi pada daerah ini sering kali makin menyempitkan jalan
napas dengan akibat gejala-gejala sumbatan jalan napas. Deviasi demikian dapat
disebabkan trauma atau pertumbuhan yang tidak teratur. Penyempitan kedua
terletak pada aperture piriformis tulang. Dalam waktu yang singkat saat udara
melintasi bagian horizontal hidung yaitu sekitar 16-20 kali per menit, udara
2
inspirasi dihangatkan (didinginkan) mendekati suhu tubuh dan kelembaban
relatifnya dibuat mendekati 100 persen.1
Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga mulut
terletak di depan batas bebas palatum mole, arkus faringeus anterior dan dasar
lidah. Nasofaring meluas dari dasar tengkorak sampai batas palatum mole.
Orofaring meluas dari batas palatum mole sampai batas epiglottis, sedangkan di
bawah epiglottis adalah laringofaring atau hipofaring.1
Nasofaring meluas dari
dasar tengkorak pada langit-langit lunak di aspek caudal dari atlas (C1). Dari sini
pada aspek caudal dari C3 terletak orofaring, yang didepan batas adalah
persimpangan antara dua pertiga anterior dan sepertiga posterior lidah.
laryngopharyng atau hipofaring bergabung pada C6 dengan esofagus. Di sana,
cricopharyngeus (serat lebih rendah inferior pembatas), berasal pada krikoid yang
tulang rawan, mengelilingi esofagus untuk membentuk sfingter atasnya. Pada
anestesi pasien, fungsi yang sama adalah dengan menekan cincin krikoid terhadap
C6 (Sellick manuver).2
3
Sumber : Tank,
B. Intubasi
1. Pengertian Intubasi
Intubasi adalah memasukan pipa ke dalam rongga tubuh melalui mulut atau
hidung.3
Intubasi terbagi menjadi 2 yaitu intubasi orotrakeal (endotrakeal) dan
intubasi nasotrakeal. Intubasi endotrakeal adalah tindakan memasukkan pipa
trakea ke dalam trakea melalui rima glottidis dengan mengembangkan cuff,
sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita suara
dan bifurkasio trakea.4
Intubasi nasotrakeal yaitu tindakan memasukan pipa nasal
melalui nasal dan nasopharing ke dalam oropharing sebelum laryngoscopy.5
C. Tujuan Intubasi
Intubasi adalah memasukkan suatu lubang atau pipa melalui mulut atau
melalui hidung, dengan sasaran jalan nafas bagian atas atau trachea.6
Tujuan
dilakukannya intubasi yaitu sebagai berikut :
a. Mempermudah pemberian anesthesia.
b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta mempertahankan
kelancaran pernapasan.
c. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi lambung (pada keadaan tidak
sadar, lambung penuh dan tidak ada reflex batuk).
d. Mempermudah pengisapan sekret trakeobronkial.
e. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.
f. Mengatasi obstruksi laring akut 7
4
D. Indikasi dan kontraindikasi Intubasi
Indikasi intubasi endotrakeal yaitu mengontrol jalan napas, menyediakan
saluran udara yang bebas hambatan untuk ventilasi dalam jangka panjang,
meminimalkan risiko aspirasi, menyelenggarakan proteksi terhadap pasien
dengan keadaan gawat atau pasien dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi,
ventilasi yang tidak adekuat, ventilasi dengan thoracoabdominal pada saat
pembedahan, menjamin fleksibilitas posisi, memberikan jarak anestesi dari
kepala, memungkinkan berbagai posisi (misalnya,tengkurap, duduk, lateral,
kepala ke bawah), menjaga darah dan sekresi keluar dari trakea selama operasi
saluran napas, Perawatan kritis : mempertahankan saluran napas yang adekuat,
melindungi terhadap aspirasi paru, kebutuhan untuk mengontrol dan
mengeluarkan sekret pulmonal. Kontraindikasi intubasi endotrakeal adalah :
trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servical,
sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.2
Intubasi nasotrakeal dapat dilakukan pada pasien-pasien yang akan
menjalani operasi maupun tindakan intraoral. Dibandingkan dengan pipa
orotrakeal, diameter maksimal dari pipa yang digunakan pada intubasi nasotrakeal
biasanya lebih kecil oleh karenanya tahanan jalan napas menjadi cenderung
meningkat. Intubasi nasotrakeal pada saat ini sudah jarang dilakukan untuk
intubasi jangka panjang karena peningkatan tahanan jalan napas serta risiko
terjadinya sinusitis. Teknik ini bermanfaat apabila urgensi pengelolaan airway
tidak memungkinkan foto servikal. Intubasi nasotrakeal secara membuta (blind
5
nasotrakeal intubation) memerlukan penderita yang masih bernafas spontan.
Prosedur ini merupakan kontraindikasi untuk penderita yang apnea. Makin dalam
penderita bernafas, makin mudah mengikuti aliran udara sampai ke dalam laring.
Kontraindikasi lain dari pemasangan pipa nasotrakeal antara lain fraktur basis
cranii, khususnya pada tulang ethmoid, epistaksis, polip nasal, koagulopati, dan
trombolisis.2
Indikasi intubasi fiber optik yaitu kesulitan intubasi (riwayat sulit
dilakukan intubasi, adanya bukti pemeriksaan fisik sulit untuk dilakukan
intubasi), diduga adanya kelainan pada saluran napas atas, trakea stenosis dan
kompresi, menghindari ekstensi leher (insufisiensi arteri vertebra, leher yang tidak
stabil), resiko tinggi kerusakan gigi (gigi goyang atau gigi rapuh), dan intubasi
pada keadaan sadar.2
E. Kesulitan Intubasi
Sehubungan dengan manajemen saluran nafas, riwayat sebelum intubasi
seperti riwayat anestesi, alergi obat, dan penyakit lain yang dapat menghalangi
akses jalan napas.8
Pemeriksaan jalan napas melibatkan pemeriksaan keadaan
gigi; gigi terutama ompong, gigi seri atas dan juga gigi seri menonjol. Visualisasi
dari orofaring yang paling sering diklasifikasikan oleh sistem klasifikasi
Mallampati Modifikasi. Sistem ini didasarkan pada visualisasi orofaring. Pasien
duduk membuka mulutnya dan menjulurkan lidah.9,10
6
Klasifikasi Mallampati :
Mallampati 1 : Palatum mole, uvula, dinding posterior oropharing, pilar tonsil
Mallampati 2 : Palatum mole, sebagian uvula, dinding posterior uvula
Mallampati 3 : Palatum mole, dasar uvula
Mallampati 4 : Palatum durum saja
Dalam sistem klasifikasi, Kelas I dan II saluran nafas umumnya diperkirakan
mudah intubasi, sedangkan kelas III dan IV terkadang sulit.10
Selain sistem klasifikasi Mallampati, temuan fisik lainnya telah terbukti
menjadi prediktor yang baik dari kesulitan saluran nafas. Wilson dkk
menggunakan analisis diskriminan linier, dimasukkan lima variable : Berat
badan, kepala dan gerakan leher, gerakan rahang, sudut mandibula, dan gigi ke
dalam sistem penilaian yang diperkirakan 75% dari intubasi sulit pada kriteria
risiko = 2.11
Faktor lain yang digunakan untuk memprediksi kesulitan intubasi
meliputi :
• Lidah besar
• Gerak sendi temporo-mandibular terbatas
• Mandibula menonjol
• Maksila atau gigi depan menonjol
• Mobilitas leher terbatas
• Pertumbuhan gigi tidak lengkap
• Langit-langit mulut sempit
• Pembukaan mulut kecil
7
• Anafilaksis saluran napas
• Arthritis dan ankilosis cervical
• Sindrom kongenital (Klippel-Feil (leher pendek, leher menyatu), Pierre Robin
(micrognathia, belahanlangit-langit, glossoptosis),Treacher Collins
(mandibulofacialdysostosis)
• Endokrinopati (Kegemukan, Acromegali, Hipotiroid macroglossia,Gondok)
• Infeksi (Ludwig angina (abses pada dasar mulut), peritonsillar abses,
retropharyngeal abses,epiglottitis)
• Massa pada mediastinum
• Myopati menunjukkan myotoniaatau trismus
• Jaringan parut luka bakar atau radiasi
• Trauma dan hematoma
• Tumor dan kista
• Benda asing pada jalan napas
• Kebocoran di sekitar masker wajah (edentulous, hidung datar, besar wajah
dan kepala, Kumis, jenggot
• Nasogastrik tube
• Kurangnya keterampilan, pengalaman, atau terburu-buru. 2,11,12,13,14,15
Gambar Kesulitan Intubasi Trakea 16
8
Kelas 1: sebagian besar glotis terlihat, kelas 2 : hanya ekstremitas posterior glotis
dan epiglotis tampak; kelas 3: tidak ada bagian dari glottis terlihat, hanya epiglotis
terlihat; Kelas 4: tidak bahkan epiglotis terlihat. Kelas 1 dan 2 dianggap sebagai
'mudah' dan kelas 3 dan 4 sebagai 'sulit'.
F. Persiapan intubasi
Persiapan untuk intubasi termasuk mempersiapkan alat‐alat dan
memposisikan pasien.ETT sebaiknya dipilih yang sesuai. Pengisian cuff ETT
sebaiknya di tes terlebih dahulu dengan spuit 10 milliliter. Jika menggunakan
stylet sebaiknya dimasukkan ke ETT.Berhasilnya intubasi sangat tergantung dari
posisi pasien, kepala pasien harus sejajar dengan pinggang anestesiologis atau
lebih tinggi untuk mencegah ketegangan pinggang selama laringoskopi.Persiapan
untuk induksi dan intubasi juga melibatkan preoksigenasi rutin.Preoksigenasi
dengan nafas yang dalam dengan oksigen 100 %.5
Persiapan alat untuk intubasi antara lain :
STATICS
Scope
Yang dimaksud scope di sini adalah stetoskop dan laringoskop. Stestoskop
untuk mendengarkan suara paru dan jantung serta laringoskop untuk melihat
laring secara langsung sehingga bisa memasukkan pipa trake dengan baik dan
benar. Secara garis besar, dikenal dua macam laringoskop:
a. Bilah/daun/blade lurus (Miller, Magill) untuk bayi-anak-dewasa.
b. Bilah lengkung (Macintosh) untuk anak besar-dewasa.
9
Pilih bilah sesuai dengan usia pasien. Yang perlu diperhatikan lagi adalah lampu
pada laringoskop harus cukup terang sehingga laring jelas terlihat.
Gambar Laringoscope
Tube
Yang dimaksud tubes adalah pipa trakea. Pada tindakan anestesia, pipa
trakea mengantar gas anestetik langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari
bahan standar polivinil klorida. Ukuran diameter pipa trakea dalam ukuran
milimeter. Bentuk penampang pipa trakea untuk bayi, anak kecil, dan dewasa
berbeda. Untuk bayi dan anak kecil di bawah usia lima tahun, bentuk penampang
melintang trakea hampir bulat, sedangkan untuk dewasa seperti huruf D. Oleh
karena itu pada bayi dan anak di bawah lima tahun tidak menggunakan kaf
(cuff) sedangkan untuk anak besar-dewasa menggunakan kaf supaya tidak
bocor.Alasan lain adalah penggunaan kaf pada bayi-anak kecil dapat membuat
trauma selaput lendir trakea dan postintubation croup.19
Pipa trakea dapat dimasukkan melalui mulut (orotracheal tube) atau
melalui hidung (nasotracheal tube). Nasotracheal tube umumnya digunakan bila
penggunaan orotracheal tube tidak memungkinkan, mislanya karena terbatasnya
10
pembukaan mulut atau dapat menghalangi akses bedah. Namun
penggunaan nasotracheal tube dikontraindikasikan pada pasien dengan farktur
basis kranii.
Ukuran pipa trakea yang tampak pada tabel di bawah ini.
Usia Diameter (mm) Skala French Jarak Sampai
Bibir
Prematur 2,0-2,5 10 10 cm
Neonatus 2,5-3,5 12 11cm
1-6 bulan 3,0-4,0 14 11 cm
½-1 tahun 3,0-3,5 16 12 cm
1-4 tahun 4,0-4,5 18 13 cm
4-6 tahun 4,5-,50 20 14 cm
6-8 tahun 5,0-5,5* 22 15-16 cm
8-10 tahun 5,5-6,0* 24 16-17 cm
10-12 tahun 6,0-6,5* 26 17-18 cm
12-14 tahun 6,5-7,0 28-30 18-22 cm
Dewasa wanita 6,5-8,5 28-30 20-24 cm
Dewasa pria 7,5-10 32-34 20-24 cm
*Tersedia dengan atau tanpa kaf
Tabel Pipa Trakea dan peruntukannya (Endotracheal Tube (Breathing Tube))
Cara memilih pipa trakea untuk bayi dan anak kecil:
Diameter dalam pipa trakea (mm) = 4,0 + ¼ umur (tahun)
Panjang pipa orotrakeal (cm) = 12 + ½ umur (tahun)
Panjang pipa nasotrakeal (cm) = 12 + ½ umur (tahun)
Pipa endotrakea adalah suatu alat yang dapat mengisolasi jalan nafas,
mempertahankan patensi, mencegah aspirasi serta mempermudah ventilasi,
oksigenasi dan pengisapan.
11
Gambar Pipa endotrakeal
Pipa endotrakea terbuat dari material silicon PVC (Polyvinyl Chloride)
yang bebas lateks, dilengkapi dengan 15mm konektor standar. Termosensitif
untuk melindungi jaringan mukosa dan memungkinkan pertukaran gas, serta
struktur radioopak yang memungkinkan perkiraan lokasi pipa secara tepat. Pada
tabung didapatkan ukuran dengan jarak setiap 1cm untuk memastikan kedalaman
pipa.
Anatomi laring dan rima glotis harus dikenal lebih dulu. Besar pipa trakea
disesuaikan dengan besarnya trakea. Besar trakea tergantung pada umur. Pipa
endotrakea yang baik untuk seorang pasien adalah yang terbesar yang masih dapat
melalui rima glotis tanpa trauma. Pada anak dibawah umur 8 tahun trakea
berbentuk corong, karena ada penyempitan di daerah subglotis (makin kecil
makin sempit). Oleh karena itu pipa endaotrakeal yang dipakai pada anak,
terutama adalah pipa tanpa balon (cuff). Bila dipakai pipa tanpa balon hendaknya
dipasang kasa yang ditempatkan di faring di sekeliling pipa tersebut untuk
mencegah aspirasi untuk fiksasi dan agar tidak terjadi kebocoran udara inspirasi.
Bila intubasi secara langsung (memakai laringoskop dan melihat rima glotis)
tidak berhasil, intubasi dilakukan secara tidak langsung (tanpa melihat trakea)
12
yang juga disebut intubasi tanpa lihat (blind). Cara lain adalah dengan
menggunakan laringoskop serat optic.
Untuk orang dewasa dan anak diatas 6 tahun dianjurkan untuk memakai
pipa dengan balon lunak volume besar tekanan rendah, untuk anak kecil dan bayi
pipa tanpa balon lebih baik. Balon sempit volume kecil tekanan tinggi hendaknya
tidak dipakai karena dapat menyebabkan nekrosis mukosa trakea. Pengembangan
balon yang terlalu besar dapat dihindari dengan memonitor tekanan dalam balon
(yang pada balon lunak besar sama dengan tekanan dinding trakea dan jalan
nafas) atau dengan memakai balon tekanan terbatas. Pipa hendaknya dibuat dari
plastik yang tidak iritasif.
Ukuran penggunaan bervariasi bergantung pada usia pasien. Untuk bayi
dan anak kecil pemilihan diameter dalam pipa (mm) = 4 + ¼ umur (tahun).
Pemakaian pipa endotrakea sesudah 7 sampai 10 hari hendaknya
dipertimbangkan trakeostomi, bahkan pada beberapa kasus lebih dini. Pada hari
ke-4 timbul kolonisasi bakteri yang dapat menyebabkan kondritis bahkan stenosis
subglotis.19
Kerusakan pada laringotrakea telah jauh berkurang dengan adanya
perbaikan balon dan pipa. Jadi trakeostomi pada pasien koma dapat ditunda jika
ekstubasi diperkirakan dapat dilakukan dalam waktu 1-2 minggu. Akan tetapi
pasien sadar tertentu memerlukan ventilasi intratrakea jangka panjang mungkin
merasa lebih nyaman dan diberi kemungkinan untuk mampu berbicara jika
trakeotomi dilakukan lebih dini 22.
13
Size PLAIN Size CUFFED
2,5 mm 4,5 mm
3,0 mm 5,0 mm
3,5 mm 5,5 mm
4,0 mm 6,0 mm
4,5 mm 6,5 mm
5,0 mm 7,0 mm
5,5 mm 7,5 mm
Tabel Ukuran Pipa Endotrakeal
Airway
Airway yang dimaksud adalah alat untuk menjaga terbukanya jalan napas
yaitu pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring
(naso-tracheal airway). Pipa ini berfungsi untuk menahan lidah saat pasien tidak
sadar agar lidah tidak menyumbat jalan napas.
Tape
Tape yang dimaksud adalah plester untuk fiksasi pipa supaya tidak
terdorong atau tercabut.
Introducer
Introducer yang dimaksud adalah mandrin atau stilet dari kawat yang
dibungkus plastik (kabel) yang mudah dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa
trakea mudah dimasukkan.
14
Gambar Stylet
Connector
Connector yang dimaksud adalah penyambung antara pipa dengan bag
valve mask ataupun peralatan anesthesia.
Suction
Suction yang dimaksud adalah penyedot lender, ludah dan cairan lainnya.
Gambar Alat-alat Intubasi Endotrakeal
Sumber : Longnecker et al., 2008
G. Cara Intubasi
Intubasi Endotrakeal
Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop
dipegang dengan tangan kiri. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut kanan dan
lapangan pandang akan terbuka. Daun laringoskop didorong ke dalam rongga
15
mulut. Gagang diangkat ke atas dengan lengan kiri dan akan terlihat uvula, faring
serta epiglotis.
Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan. Epiglotis diangkat
sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang tampak keputihan berbentuk huruf
V. Tracheal tube diambil dengan tangan kanan dan ujungnya dimasukkan
melewati pita suara sampai balon pipa tepat melewati pita suara. Bila perlu,
sebelum memasukkan pipa asisten diminta untuk menekan laring ke posterior
sehingga pita suara akan dapat tampak dengan jelas. Bila mengganggu, stylet
dapat dicabut. Ventilasi atau oksigenasi diberikan dengan tangan kanan
memompa balon dan tangan kiri memfiksasi. Balon pipa dikembangkan dan daun
laringoskop dikeluarkan selanjutnya pipa difiksasi dengan plester.
Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi. Sewaktu ventilasi,
dilakukan auskultasi dada dengan steteskop, diharapkan suara nafas kanan dan
kiri sama. Bila dada ditekan terasa ada aliran udara di pipa endotrakeal. Bila
terjadi intubasi endotrakeal yang terlalu dalam akan terdapat tanda‐tanda berupa
suara nafas kanan berbeda dengan suara nafas kiri, kadang‐kadang timbul suara
wheezing, sekret lebih banyak dan tahanan jalan nafas terasa lebih berat. Jika ada
ventilasi ke satu sisi seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru
sama. Sedangkan bila terjadi intubasi ke daerah esofagus maka daerah
epigastrium atau gaster akan mengembang, terdengar suara saat ventilasi (dengan
stetoskop), kadang‐kadang keluar cairan lambung, dan makin lama pasien akan
16
nampak semakin membiru. Untuk hal tersebut pipa dicabut dan intubasi dilakukan
kembali setelah diberikan oksigenasi yang cukup.
Gambar Auskultasi Suara Napas Setelah Dilakukan Intubasi
Intubasi yang gagal tidak harus dilakukan berulang-ulang dengan cara
yang sama. Perubahan harus dilakukan untuk meningkatkan kemungkinan
keberhasilan, seperti reposisi pasien, mengurangi ukuran tabung, menambahkan
stylet, memilih pisau yang berbeda, mencoba jalur lewat hidung, atau meminta
bantuan dari ahli anestesi lain. Jika pasien juga sulit untuk ventilasi dengan
masker, bentuk alternatif manajemen saluran napas lain (misalnya, LMA,
17
Combitube, cricothyrotomy dengan jet ventilasi, trakeostomi) harus segera
dilakukan.5
Intubasi Nasotrakeal
Intubasi nasal mirip dengan intubasi oral kecuali bahwa NTT masuk lewat
hidung dan nasofaring menuju orofaring sebelum dilakukan laringoskopi. Lubang
hidung yang dipilih dan digunakan adalah lubang hidung yang pasien bernafas
lebih gampang. Tetes hidung phenylephrine (0,5 – 0,25%) menyebabkan
pembuluh vasokonstriksi dan menyusutkan membran mukosa. Jika pasien sadar,
lokal anestesi secara tetes dan blok saraf dapat digunakan.19
NTT yang telah dilubrikasi dengan jelly yang larut dalam air, dimasukkan
ke dasar hidung, dibawah turbin inferior. Bevel NTT berada disisi lateral jauh dari
turbin. Untuk memastikan pipa lewat di dasar rongga hidung, ujung proksimal
dari NTT harus ditarik ke arah kepala. Pipa secara berangsur-angsur dimasukan
hingga ujungnya terlihat di orofaring. Umumnya ujung distal dari NTT dapat
dimasukan pada trachea tanpa kesulitan. Jika ditemukan kesulitan dapat
diguankan forcep Magil. Penggunaannya harus dilakukan dengan hati-hati agar
tidak merusakkan balon. Memasukkan NTT melalaui hidung berbahaya pada
pasien dengan trauma wajah yang berat disebabkan adanya resiko masuk ke
intrakranial. 22
H. Ekstubasi Perioperatif
Setelah operasi berakhir, pasien memasuki prosedur pemulihan yaitu
pengembalian fungsi respirasi pasien dari nafas kendali menjadi nafas spontan.
18
Sesaat setelah obat bius dihentikan segeralah berikan oksigen 100% disertai
penilaian apakan pemulihan nafas spontan telah terjadi dan apakah ada hambatan
nafas yang mungkin menjadi komplikasi. Bila dijumpai hambatan nafas,
tentukaan apakah hambatan pada central atau perifer. Teknik ekstubasi pasien
dengan membuat pasien sadar betul atau pilihan lainnya pasien tidak sadar (tidur
dalam), jangan lakukan dalam keadaan setengah sadar ditakutkan adanya vagal
refleks. Bila ekstubasi pasien sadar, segera hentikan obat-obat anastesi hipnotik
maka pasien berangsu-angsur akan sadar. Evaluasi tanda-tanda kesadaran pasien
mulai dari gerakan motorik otot-otot tangan, gerak dinding dada, bahkan sampai
kemampuan membuka mata spontan. Yakinkan pasien sudah bernafas spontan
dengan jalan nafas yang lapang dan saat inspirasi maksimal. Pada ekstubasi
pasien tidak sadar diperlukan dosis pelumpuh otot dalam jumlah yang cukup
banyak, dan setelahnya pasien menggunakan alat untuk memastikan jalan nafas
tetap lapang berupa pipa orofaring atau nasofaring dan disertai pula dengan triple
airway manuver standar.
Syarat-syarat ekstubasi :
1. Vital capacity 6 – 8 ml/kg BB.
2. Tekanan inspirasi diatas 20 cm H2O.
3. PaO2 diatas 80 mm Hg.
4. Kardiovaskuler dan metabolic stabil.
19
5. Tidak ada efek sisa dari obat pelemas otot.
6. Reflek jalan napas sudah kembali dan penderita sudah sadar penuh.
I. Komplikasi
Tatalaksana jalan napas merupakan aspek yang fundamental pada praktik
anestesi dan perawatan emergensi. Intubasi endotrakeal termasuk tatalaksana
yang cepat, sederhana, aman dan teknik nonbedah yang dapat mencapai semua
tujuan dari tatalaksana jalan napas yang diinginkan, misalnya menjaga jalan napas
tetap paten, menjaga paru-paru dari aspirasi, membuat ventilasi yang cukup
selama dilakukan ventilasi mekanik, dan sebagainya.
Faktor-faktor predisposisi terjadinya komplikasi pada intubasi endotrakeal
dapat dibagi menjadi :
Faktor pasien
1. Komplikasi sering terjadi pada bayi, anak dan wanita dewasa karena memiliki
laring dan trakea yang kecil serta cenderung terjadinya edema pada jalan
napas.
2. Pasien yang memiliki jalan napas yang sulit cenderung mengalami trauma.
3. Pasien dengan variasi kongenital seperti penyakit kronik yang didapat
menimbulkan kesulitan saat dilakukan intubasi atau cenderung mendapatkan
trauma fisik atau fisiologis selama intubasi.
4. Komplikasi sering terjadi saat situasi emergensi.
Faktor yang berhubungan dengan anestesia
20
1. Ilmu pengetahuan, teknik keterampilan dan kemampuan menangani situasi
krisis yang dimiliki anestesiologis memiliki peranan penting terjadinya
komplikasi selama tatalaksana jalan napas.
2. Intubasi yang terburu-buru tanpa evaluasi jalan napas atau persiapan pasien
dan peralatan yang adekuat dapat menimbulkan kegagalan dalam intubasi.
Faktor yang berhubungan dengan peralatan
1. Bentuk standar dari endotracheal tube (ETT) akan memberikan tekanan yang
maksimal pada bagian posterior laring. Oleh sebab itu, kerusakan yang terjadi
pada bagian tersebut tergantung dari ukuran tube dan durasi pemakaian tube
tersebut.
2. Pemakaian stilet dan bougie merupakan faktor predisposisi terjadinya trauma.
3. Bahan tambahan berupa plastik dapat menimbulkan iritasi jaringan.
4. Sterilisasi tube plastik dengan etilen oksida dapat menghasilkan bahan toksik
berupa etilen glikol jika waktu pengeringan inadekuat.
5. Tekanan yang tinggi pada kaf dapat menimbulkan cedera atau kaf dengan
tekanan yang rendah dapat pula menimbulkan cedera jika ditempatkan di
bagian yang tidak tepat.
Kesulitan menjaga jalan napas dan kegagalan intubasi mencakup kesulitan
ventilasi dengan sungkup, kesulitan saat menggunakan laringoskopi, kesulitan
melakukan intubasi dan kegagalan intubasi. Situasi yang paling ditakuti adalah
tidak dapat dilakukannya ventilasi maupun intubasi pada pasien apnoe karena
21
proses anestesi. Kegagalan dalam oksigenasi dapat menyebabkan kematian atau
hipoksia otak.
Krikotirotomi (bukan trakeostomi) merupakan metode yang dipilih ketika
dalam keadaan emergensi seperti pada kasus cannot-ventilation-cannot-
intubation (CVCI).
Tabel Komplikasi pada ETT
Komplikasi pada ETT
Saat Intubasi Saat ETT Sudah Digunakan
Kegagalan intubasi Tension pneumotoraks
Cedera korda spinalis dan kolumna vertebralis Aspirasi pulmoner
Oklusi arteri sentral pada retina dan kebutaan Obstruksi jalan napas
Abrasi kornea Diskoneksi
Trauma pada bibir, gigi, lidah dan hidung Tube trakeal
Refleks autonom yang berbahaya Pemakaian yang tidak nyaman
Hipertensi, takikardia, bradikardia dan aritmia Peletakan yang lemah
Peningkatan tekanan intrakranial dan
intraocular
ETT yang tertelan
Laringospasme
Bronkospasme
Trauma laring
Avulsi, fraktur dan dislokasi arytenoids
Perforasi jalan napas
Trauma nasal, retrofaringeal, faringeal, uvula,
laringeal, trakea, esofageal dan bronkus
Intubasi esophageal
Intubasi bronchial
Selama Ekstubasi Setelah Intubasi
Kesulitan ekstubasi Suara mendengkur
Kesulitan melepas kaf Edema laring
Terjadi sutura ETT ke trakea atau bronkus Suara serak
Edema laring Cedera saraf
Aspirasi oral atau isi gaster Ulkus pada permukaan laring
Granuloma laring
Jaringan granulasi pada glotis dan subglotis
Sinekiae laring
Paralisis dan aspirasi korda vokal
Membran laringotrakeal
Komplikasi pada ETT
Saat Intubasi Saat ETT Sudah Digunakan
22
Stenosis trakea
Trakeomalacia
Fistula trakeo-esofageal
Fistula trakeo-innominata
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Intubasi adalah memasukkan suatu lubang atau pipa melalui mulut atau
melalui hidung, dengan sasaran jalan nafas bagian atas atau trachea. Tujuannya
adalah pembebasan jalan nafas, pemberian nafas buatan dengan bag and mask,
pemberian nafas buatan secara mekanik (respirator) memungkinkan pengisapan
secret secara adekuat, mencegah aspirasi asam lambung dan pemberian oksigen
dosis tinggi.
Airway merupakan komponen terpenting dalam menjaga keadaan vital
pasien, sehingga dalam keadaaan gawat darurat komponen inilah yang pertama
kali dipertahankan. Salah satu cara menjaga patensi saluran napas (airway)
tersebut adalah dengan intubasi. Sehingga teknik intubasi harus dikuasai dengan
benar dari mulai indikasi sampai dengan komplikasi-komplikasinya.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Adams L George, boies L, dkk. Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi 6 .
Penerbit BukuKedokteran EGC. Jakarta 1997
2. Longnecker D, Brwon D, Newman M, Zapol W. Anesthesiology. USA. The
McGraw-Hill Companies. 2008
3. Dorland,Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29,
Jakarta:EGC,1765.
4. Pasca Anestesia, dalam Petunjuk Praktis Anestesiologi, Edisi kedua, BagianA
nestesiologi dan Terapi Intensif, FKUI, Jakarta, 2002, Hal :253-256.
5. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ, Airway Management. In : Morgan GE,
Mikhail MS, Murray MJ, editors. Clinical Anesthesiology 4th ed. USA, McGr
aw‐Hill Companies, Inc.2006, p. 98‐06.
6. Gail Hendrickson, RN, BS., (2002),
Intubation,http://www.health.discovery.com/diseasesandcond/encyclopedia/1
219.html3)
7. Gisele de Azevedo Prazeres,MD., (2002), Orotracheal Intubation,
http://www.medstudents.com/orotrachealintubation/medicalprocedures.html
24
8. Greenberg MS, Glick M. Burket’s oral medicine diagnosis and treatment. 10th ed
.
Ontario: BC Decker Inc, 2003: 94,126, 612
9. Samsoon GLT, Young JRB. Difficult tracheal intubation: A retrospective
study. Anaesthesia. 1987;42:487-490
10. Wilson ME, Speigelhalter D, Robertson JA, et al. Predicting difficult
intubation. Br J Anaesth. 1988;61:211-216
11. Thierbach AR, Lipp MDW. Airway management in trauma patients. Anesth
Clin North Am. 1999;17:63-81
12. Kociszewski C, Thomas SH, Harrison T, et al. Etomidate versus
succinylcholine for intubation in the air medical setting. Am J Emerg Med.
2000;18:757-763
13. Suyama H, Tsuno S, Takeyoshi S. The clinical usefulness of predicting
difficult endotracheal intubation. Masui. 1999;48:37-41
14. Schmitt H, Buchfelder M, Radespiel-Troger M, et al. Difficult intubation in
acromegalic patients: incidence and probability. Anesthesiology.
2000;93:110-114
15. McAllistor JD, Gnauck KA. Rapid sequence induction of the pediatric patient:
Fundamentals of practice. Pediatr Clin North Am. 1999;46:1249-1284
16.Cormack RS, Lehane J. Kesulitan Intubasi Trakea dalam kebidanan Anestesi
1984;. 39 (11) :1105-11.
17. Anestesia dan Critical Care volume 24,Penerbit Perhimpunan Dokter
Spesialis Anestesiologi dan Reanimasi Indonesia,Bandung,2006
18.Endotracheal Tube (Breathing Tube). Available at:
http://www.suru.com/endo.htm. Accessed: 8th
July 2012
19.Friedland DR, et all. Bacterial Colonization of Endotracheal Tubes in
Intubated Neonatal in Arch Otolaringol Head and Neck Surg 2001;127:525-
528. Available at: http://www.archoto.com. Accessed: 8th
July 2012
25
20. Gregory GA, Riazi J. Classification and assessment of the difficult pediatric
airway. Anesth Clin North Am. 1998;16:729-741
21. Latief, Said A, Kartini A. Suryadi dan M. Ruswan Dachlan. 2001. Petunjuk
Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-UI:
Jakarta.
22. Safar P. Cardiopulmonary Ressucitation. W.B. Saunders. Canada.1981
26

More Related Content

What's hot (20)

Menjahit Luka Dengan Bermacam Teknik
Menjahit Luka Dengan Bermacam Teknik Menjahit Luka Dengan Bermacam Teknik
Menjahit Luka Dengan Bermacam Teknik
 
MEKANISME KOMPENSASI JANTUNG
MEKANISME KOMPENSASI JANTUNGMEKANISME KOMPENSASI JANTUNG
MEKANISME KOMPENSASI JANTUNG
 
Penatalaksanaan Gangguan Masalah Pernapasan
Penatalaksanaan Gangguan Masalah PernapasanPenatalaksanaan Gangguan Masalah Pernapasan
Penatalaksanaan Gangguan Masalah Pernapasan
 
PEMERIKSAAN PERKUSI JANTUNG PADA ANAK
PEMERIKSAAN PERKUSI JANTUNG PADA ANAKPEMERIKSAAN PERKUSI JANTUNG PADA ANAK
PEMERIKSAAN PERKUSI JANTUNG PADA ANAK
 
Wsd
WsdWsd
Wsd
 
Cairan infuse
Cairan infuseCairan infuse
Cairan infuse
 
EKG, Hipertrofi Jantung
EKG, Hipertrofi JantungEKG, Hipertrofi Jantung
EKG, Hipertrofi Jantung
 
Modul 1 kb1 pemeriksaan fisik sistem pernafasan
Modul 1 kb1 pemeriksaan fisik sistem pernafasanModul 1 kb1 pemeriksaan fisik sistem pernafasan
Modul 1 kb1 pemeriksaan fisik sistem pernafasan
 
Pengkajian b1 b6
Pengkajian b1 b6Pengkajian b1 b6
Pengkajian b1 b6
 
Shock dan Resusitasi Cairan
Shock dan Resusitasi CairanShock dan Resusitasi Cairan
Shock dan Resusitasi Cairan
 
12 nervus cranial
12 nervus cranial 12 nervus cranial
12 nervus cranial
 
Pemeriksaan fisik abdomen anang
Pemeriksaan fisik abdomen anangPemeriksaan fisik abdomen anang
Pemeriksaan fisik abdomen anang
 
Kontusio paru
Kontusio paruKontusio paru
Kontusio paru
 
8 Shock Manajemen
8 Shock Manajemen8 Shock Manajemen
8 Shock Manajemen
 
Anatomi fisiologi faring dan esofagus
Anatomi fisiologi faring dan esofagusAnatomi fisiologi faring dan esofagus
Anatomi fisiologi faring dan esofagus
 
Pneumonia
PneumoniaPneumonia
Pneumonia
 
Referat pneumothorax
Referat pneumothoraxReferat pneumothorax
Referat pneumothorax
 
Nasopharyngeal Airway (NPA): Banyak Manfaat namun Kurang Dikenal
Nasopharyngeal Airway (NPA): Banyak Manfaat namun Kurang DikenalNasopharyngeal Airway (NPA): Banyak Manfaat namun Kurang Dikenal
Nasopharyngeal Airway (NPA): Banyak Manfaat namun Kurang Dikenal
 
Pemeriksaan leopold
Pemeriksaan leopoldPemeriksaan leopold
Pemeriksaan leopold
 
general anestesi.ppt
general anestesi.pptgeneral anestesi.ppt
general anestesi.ppt
 

Similar to KESULITAN INTUBASI

Intubasi endotrakeal memasukan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima gloti...
Intubasi endotrakeal memasukan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima gloti...Intubasi endotrakeal memasukan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima gloti...
Intubasi endotrakeal memasukan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima gloti...RTISanglah
 
Makalah macam2 pemberian oksigen
Makalah macam2 pemberian oksigenMakalah macam2 pemberian oksigen
Makalah macam2 pemberian oksigenconesti08com
 
Makalah macam2 pemberian oksigen
Makalah macam2 pemberian oksigenMakalah macam2 pemberian oksigen
Makalah macam2 pemberian oksigenconesti08com
 
Management Airway PPT.pptx
Management Airway PPT.pptxManagement Airway PPT.pptx
Management Airway PPT.pptxtheoronaldo1
 
Konsep Dasar Sistem Pernapasan
Konsep Dasar Sistem PernapasanKonsep Dasar Sistem Pernapasan
Konsep Dasar Sistem Pernapasanpjj_kemenkes
 
Difficult Airway Management.pptx
Difficult Airway Management.pptxDifficult Airway Management.pptx
Difficult Airway Management.pptxChalisNovriza1
 
pengkajian ABC.pdf
pengkajian ABC.pdfpengkajian ABC.pdf
pengkajian ABC.pdfAhmadAryadi4
 
TEKNOLOGI SISTEM PERNAPASAN (PPT XI MIPA 2).pptx
TEKNOLOGI SISTEM PERNAPASAN (PPT XI MIPA 2).pptxTEKNOLOGI SISTEM PERNAPASAN (PPT XI MIPA 2).pptx
TEKNOLOGI SISTEM PERNAPASAN (PPT XI MIPA 2).pptxMutia840738
 
Pemenuhan Kebutuhan Oksigen
Pemenuhan Kebutuhan Oksigen Pemenuhan Kebutuhan Oksigen
Pemenuhan Kebutuhan Oksigen pjj_kemenkes
 
Pengelolaan_Jalan_Napas_Airway_Managemen.pptx
Pengelolaan_Jalan_Napas_Airway_Managemen.pptxPengelolaan_Jalan_Napas_Airway_Managemen.pptx
Pengelolaan_Jalan_Napas_Airway_Managemen.pptxDeniSuryadiPratama
 
Prinsip pemenuhan kebutuhan oksigen akbid paramata raha
Prinsip pemenuhan kebutuhan oksigen akbid paramata rahaPrinsip pemenuhan kebutuhan oksigen akbid paramata raha
Prinsip pemenuhan kebutuhan oksigen akbid paramata rahaOperator Warnet Vast Raha
 
Laringospasme management and characteristics.pptx
Laringospasme management and characteristics.pptxLaringospasme management and characteristics.pptx
Laringospasme management and characteristics.pptxssuserab324b
 
Pemeriksaan Fisik Sistem Pernafasan
Pemeriksaan Fisik Sistem PernafasanPemeriksaan Fisik Sistem Pernafasan
Pemeriksaan Fisik Sistem Pernafasanpjj_kemenkes
 
Pemeriksaan Fisik Sistem Pernafasan
Pemeriksaan Fisik Sistem PernafasanPemeriksaan Fisik Sistem Pernafasan
Pemeriksaan Fisik Sistem Pernafasanpjj_kemenkes
 
Pemeriksaan Fisik Sistem Pernafasan
Pemeriksaan Fisik Sistem PernafasanPemeriksaan Fisik Sistem Pernafasan
Pemeriksaan Fisik Sistem Pernafasanpjj_kemenkes
 

Similar to KESULITAN INTUBASI (20)

Intubasi endotrakeal memasukan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima gloti...
Intubasi endotrakeal memasukan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima gloti...Intubasi endotrakeal memasukan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima gloti...
Intubasi endotrakeal memasukan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima gloti...
 
Atelektasis
AtelektasisAtelektasis
Atelektasis
 
Makalah macam2 pemberian oksigen
Makalah macam2 pemberian oksigenMakalah macam2 pemberian oksigen
Makalah macam2 pemberian oksigen
 
Makalah macam2 pemberian oksigen
Makalah macam2 pemberian oksigenMakalah macam2 pemberian oksigen
Makalah macam2 pemberian oksigen
 
ASKEP trauma dada
ASKEP trauma dadaASKEP trauma dada
ASKEP trauma dada
 
Management Airway PPT.pptx
Management Airway PPT.pptxManagement Airway PPT.pptx
Management Airway PPT.pptx
 
Konsep Dasar Sistem Pernapasan
Konsep Dasar Sistem PernapasanKonsep Dasar Sistem Pernapasan
Konsep Dasar Sistem Pernapasan
 
Difficult Airway Management.pptx
Difficult Airway Management.pptxDifficult Airway Management.pptx
Difficult Airway Management.pptx
 
pengkajian ABC.pdf
pengkajian ABC.pdfpengkajian ABC.pdf
pengkajian ABC.pdf
 
Abc
AbcAbc
Abc
 
TEKNOLOGI SISTEM PERNAPASAN (PPT XI MIPA 2).pptx
TEKNOLOGI SISTEM PERNAPASAN (PPT XI MIPA 2).pptxTEKNOLOGI SISTEM PERNAPASAN (PPT XI MIPA 2).pptx
TEKNOLOGI SISTEM PERNAPASAN (PPT XI MIPA 2).pptx
 
Pemenuhan Kebutuhan Oksigen
Pemenuhan Kebutuhan Oksigen Pemenuhan Kebutuhan Oksigen
Pemenuhan Kebutuhan Oksigen
 
Pengelolaan_Jalan_Napas_Airway_Managemen.pptx
Pengelolaan_Jalan_Napas_Airway_Managemen.pptxPengelolaan_Jalan_Napas_Airway_Managemen.pptx
Pengelolaan_Jalan_Napas_Airway_Managemen.pptx
 
Prinsip pemenuhan kebutuhan oksigen akbid paramata raha
Prinsip pemenuhan kebutuhan oksigen akbid paramata rahaPrinsip pemenuhan kebutuhan oksigen akbid paramata raha
Prinsip pemenuhan kebutuhan oksigen akbid paramata raha
 
Laringospasme management and characteristics.pptx
Laringospasme management and characteristics.pptxLaringospasme management and characteristics.pptx
Laringospasme management and characteristics.pptx
 
Pneumonia
PneumoniaPneumonia
Pneumonia
 
Pneumonia
PneumoniaPneumonia
Pneumonia
 
Pemeriksaan Fisik Sistem Pernafasan
Pemeriksaan Fisik Sistem PernafasanPemeriksaan Fisik Sistem Pernafasan
Pemeriksaan Fisik Sistem Pernafasan
 
Pemeriksaan Fisik Sistem Pernafasan
Pemeriksaan Fisik Sistem PernafasanPemeriksaan Fisik Sistem Pernafasan
Pemeriksaan Fisik Sistem Pernafasan
 
Pemeriksaan Fisik Sistem Pernafasan
Pemeriksaan Fisik Sistem PernafasanPemeriksaan Fisik Sistem Pernafasan
Pemeriksaan Fisik Sistem Pernafasan
 

Recently uploaded

Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxSyaimarChandra1
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5ssuserd52993
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapsefrida3
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...MarwanAnugrah
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxDwiYuniarti14
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 

Recently uploaded (20)

Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
 
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genapDinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
Dinamika Hidrosfer geografi kelas X genap
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 

KESULITAN INTUBASI

  • 1. BAB I PENDAHULUAN Pentingnya penatalaksanaan jalan nafas tidak dapat dipandang mudah. Seorang dokter anestesi adalah orang yang paling mengerti dalam penatalaksanaan jalan nafas. Kesulitan terbesar dari seorang dokter anestesi adalah bila jalan nafas tidak dapat diamankan. Penatalaksanaan pasien dengan jalan nafas yang normal adalah kunci penting dalam latihan penanganan pasien. Pada pasien yang memiliki anatomi jalan nafas yang sulit penting untuk dilakukan penanganan. Berbagai penelitian melaporkan bahwa 1 – 18% pasien memiliki anatomi jalan nafas yang sulit. Dari jumlah ini 0,05 – 0,35% pasien tidak dapat diintubasi dengan baik, bahkan sejumlah lainnya sulit untuk diventilasi dengan sungkup. Jika kondisi ini ditempatkankan pada seorang dokter yang memiliki pasien sedang sampai banyak maka dokter tersebut akan menemui 1 – 10 pasien yang memiliki anatomi jalan nafas yang sulit untuk diintubasi. Efek dari kesulitan respirasi dapat berbagai macam bentuknya, dari kerusakan otak sampai kematian. Salah satu usaha yang mutlak harus dilakukan oleh seorang dokter anestesi adalah menjaga berjalannya fungsi organ tubuh pasien secara normal tanpa pengaruh yang berarti akibat proses pembedahan tersebut. Pengelolaan jalan nafas menjadi salah satu bagian yang terpenting dalam suatu tindakan anestesi. Karena beberapa efek dari obat-obatan yang dipergunakan dalam anestesi dapat mempengaruhi keadaan jalan nafas berjalan dengan baik. Salah satu usaha untuk menjaga jalan nafas adalah dengan melakukan tindakan intubasi. 1
  • 2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Saluran Nafas Atas Napas manusia dimulai dari lubang hidung. Usaha bernapas menghantarkan udara lewat saluran pernapasan atas dan bawah kepada alveoli paru dalam volume, tekanan, kelembaban, suhu dan keberhasilan yang cukup untuk menjamin suatu kondisi ambilan oksigen yang optimal, dan pada proses sebaliknya, juga menjamin proses eliminasi karbon dioksida yang optimal, yang diangkut ke alveoli lewat aliran darah. Hidung dengan berbagai katup inspirasi dan ekspirasi serta kerja mirip katup dari jaringan erektil konka dan septum, menghaluskan dan membentuk aliran udara, mengatur volume dan tekanan udara yang lewat, dan menjalankan berbagai aktivitas penyesuaian udara (filtrasi, pengaturan suhu dan kelembaban udara). Beberapa daerah hidung dimana jalan napas menyempit dapat diibaratkan sebagai “katup”. Pada bagian vestibulum hidung, terdapat dua penyempitan demikian. Penyempitan yang lebih anterior terletak diantara aspek posterior kartilago lateralis superior dengan septum nasi. Tiap deviasi septum nasi pada daerah ini sering kali makin menyempitkan jalan napas dengan akibat gejala-gejala sumbatan jalan napas. Deviasi demikian dapat disebabkan trauma atau pertumbuhan yang tidak teratur. Penyempitan kedua terletak pada aperture piriformis tulang. Dalam waktu yang singkat saat udara melintasi bagian horizontal hidung yaitu sekitar 16-20 kali per menit, udara 2
  • 3. inspirasi dihangatkan (didinginkan) mendekati suhu tubuh dan kelembaban relatifnya dibuat mendekati 100 persen.1 Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga mulut terletak di depan batas bebas palatum mole, arkus faringeus anterior dan dasar lidah. Nasofaring meluas dari dasar tengkorak sampai batas palatum mole. Orofaring meluas dari batas palatum mole sampai batas epiglottis, sedangkan di bawah epiglottis adalah laringofaring atau hipofaring.1 Nasofaring meluas dari dasar tengkorak pada langit-langit lunak di aspek caudal dari atlas (C1). Dari sini pada aspek caudal dari C3 terletak orofaring, yang didepan batas adalah persimpangan antara dua pertiga anterior dan sepertiga posterior lidah. laryngopharyng atau hipofaring bergabung pada C6 dengan esofagus. Di sana, cricopharyngeus (serat lebih rendah inferior pembatas), berasal pada krikoid yang tulang rawan, mengelilingi esofagus untuk membentuk sfingter atasnya. Pada anestesi pasien, fungsi yang sama adalah dengan menekan cincin krikoid terhadap C6 (Sellick manuver).2 3 Sumber : Tank,
  • 4. B. Intubasi 1. Pengertian Intubasi Intubasi adalah memasukan pipa ke dalam rongga tubuh melalui mulut atau hidung.3 Intubasi terbagi menjadi 2 yaitu intubasi orotrakeal (endotrakeal) dan intubasi nasotrakeal. Intubasi endotrakeal adalah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima glottidis dengan mengembangkan cuff, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea.4 Intubasi nasotrakeal yaitu tindakan memasukan pipa nasal melalui nasal dan nasopharing ke dalam oropharing sebelum laryngoscopy.5 C. Tujuan Intubasi Intubasi adalah memasukkan suatu lubang atau pipa melalui mulut atau melalui hidung, dengan sasaran jalan nafas bagian atas atau trachea.6 Tujuan dilakukannya intubasi yaitu sebagai berikut : a. Mempermudah pemberian anesthesia. b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta mempertahankan kelancaran pernapasan. c. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi lambung (pada keadaan tidak sadar, lambung penuh dan tidak ada reflex batuk). d. Mempermudah pengisapan sekret trakeobronkial. e. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama. f. Mengatasi obstruksi laring akut 7 4
  • 5. D. Indikasi dan kontraindikasi Intubasi Indikasi intubasi endotrakeal yaitu mengontrol jalan napas, menyediakan saluran udara yang bebas hambatan untuk ventilasi dalam jangka panjang, meminimalkan risiko aspirasi, menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan gawat atau pasien dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi, ventilasi yang tidak adekuat, ventilasi dengan thoracoabdominal pada saat pembedahan, menjamin fleksibilitas posisi, memberikan jarak anestesi dari kepala, memungkinkan berbagai posisi (misalnya,tengkurap, duduk, lateral, kepala ke bawah), menjaga darah dan sekresi keluar dari trakea selama operasi saluran napas, Perawatan kritis : mempertahankan saluran napas yang adekuat, melindungi terhadap aspirasi paru, kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal. Kontraindikasi intubasi endotrakeal adalah : trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servical, sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi.2 Intubasi nasotrakeal dapat dilakukan pada pasien-pasien yang akan menjalani operasi maupun tindakan intraoral. Dibandingkan dengan pipa orotrakeal, diameter maksimal dari pipa yang digunakan pada intubasi nasotrakeal biasanya lebih kecil oleh karenanya tahanan jalan napas menjadi cenderung meningkat. Intubasi nasotrakeal pada saat ini sudah jarang dilakukan untuk intubasi jangka panjang karena peningkatan tahanan jalan napas serta risiko terjadinya sinusitis. Teknik ini bermanfaat apabila urgensi pengelolaan airway tidak memungkinkan foto servikal. Intubasi nasotrakeal secara membuta (blind 5
  • 6. nasotrakeal intubation) memerlukan penderita yang masih bernafas spontan. Prosedur ini merupakan kontraindikasi untuk penderita yang apnea. Makin dalam penderita bernafas, makin mudah mengikuti aliran udara sampai ke dalam laring. Kontraindikasi lain dari pemasangan pipa nasotrakeal antara lain fraktur basis cranii, khususnya pada tulang ethmoid, epistaksis, polip nasal, koagulopati, dan trombolisis.2 Indikasi intubasi fiber optik yaitu kesulitan intubasi (riwayat sulit dilakukan intubasi, adanya bukti pemeriksaan fisik sulit untuk dilakukan intubasi), diduga adanya kelainan pada saluran napas atas, trakea stenosis dan kompresi, menghindari ekstensi leher (insufisiensi arteri vertebra, leher yang tidak stabil), resiko tinggi kerusakan gigi (gigi goyang atau gigi rapuh), dan intubasi pada keadaan sadar.2 E. Kesulitan Intubasi Sehubungan dengan manajemen saluran nafas, riwayat sebelum intubasi seperti riwayat anestesi, alergi obat, dan penyakit lain yang dapat menghalangi akses jalan napas.8 Pemeriksaan jalan napas melibatkan pemeriksaan keadaan gigi; gigi terutama ompong, gigi seri atas dan juga gigi seri menonjol. Visualisasi dari orofaring yang paling sering diklasifikasikan oleh sistem klasifikasi Mallampati Modifikasi. Sistem ini didasarkan pada visualisasi orofaring. Pasien duduk membuka mulutnya dan menjulurkan lidah.9,10 6
  • 7. Klasifikasi Mallampati : Mallampati 1 : Palatum mole, uvula, dinding posterior oropharing, pilar tonsil Mallampati 2 : Palatum mole, sebagian uvula, dinding posterior uvula Mallampati 3 : Palatum mole, dasar uvula Mallampati 4 : Palatum durum saja Dalam sistem klasifikasi, Kelas I dan II saluran nafas umumnya diperkirakan mudah intubasi, sedangkan kelas III dan IV terkadang sulit.10 Selain sistem klasifikasi Mallampati, temuan fisik lainnya telah terbukti menjadi prediktor yang baik dari kesulitan saluran nafas. Wilson dkk menggunakan analisis diskriminan linier, dimasukkan lima variable : Berat badan, kepala dan gerakan leher, gerakan rahang, sudut mandibula, dan gigi ke dalam sistem penilaian yang diperkirakan 75% dari intubasi sulit pada kriteria risiko = 2.11 Faktor lain yang digunakan untuk memprediksi kesulitan intubasi meliputi : • Lidah besar • Gerak sendi temporo-mandibular terbatas • Mandibula menonjol • Maksila atau gigi depan menonjol • Mobilitas leher terbatas • Pertumbuhan gigi tidak lengkap • Langit-langit mulut sempit • Pembukaan mulut kecil 7
  • 8. • Anafilaksis saluran napas • Arthritis dan ankilosis cervical • Sindrom kongenital (Klippel-Feil (leher pendek, leher menyatu), Pierre Robin (micrognathia, belahanlangit-langit, glossoptosis),Treacher Collins (mandibulofacialdysostosis) • Endokrinopati (Kegemukan, Acromegali, Hipotiroid macroglossia,Gondok) • Infeksi (Ludwig angina (abses pada dasar mulut), peritonsillar abses, retropharyngeal abses,epiglottitis) • Massa pada mediastinum • Myopati menunjukkan myotoniaatau trismus • Jaringan parut luka bakar atau radiasi • Trauma dan hematoma • Tumor dan kista • Benda asing pada jalan napas • Kebocoran di sekitar masker wajah (edentulous, hidung datar, besar wajah dan kepala, Kumis, jenggot • Nasogastrik tube • Kurangnya keterampilan, pengalaman, atau terburu-buru. 2,11,12,13,14,15 Gambar Kesulitan Intubasi Trakea 16 8
  • 9. Kelas 1: sebagian besar glotis terlihat, kelas 2 : hanya ekstremitas posterior glotis dan epiglotis tampak; kelas 3: tidak ada bagian dari glottis terlihat, hanya epiglotis terlihat; Kelas 4: tidak bahkan epiglotis terlihat. Kelas 1 dan 2 dianggap sebagai 'mudah' dan kelas 3 dan 4 sebagai 'sulit'. F. Persiapan intubasi Persiapan untuk intubasi termasuk mempersiapkan alat‐alat dan memposisikan pasien.ETT sebaiknya dipilih yang sesuai. Pengisian cuff ETT sebaiknya di tes terlebih dahulu dengan spuit 10 milliliter. Jika menggunakan stylet sebaiknya dimasukkan ke ETT.Berhasilnya intubasi sangat tergantung dari posisi pasien, kepala pasien harus sejajar dengan pinggang anestesiologis atau lebih tinggi untuk mencegah ketegangan pinggang selama laringoskopi.Persiapan untuk induksi dan intubasi juga melibatkan preoksigenasi rutin.Preoksigenasi dengan nafas yang dalam dengan oksigen 100 %.5 Persiapan alat untuk intubasi antara lain : STATICS Scope Yang dimaksud scope di sini adalah stetoskop dan laringoskop. Stestoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung serta laringoskop untuk melihat laring secara langsung sehingga bisa memasukkan pipa trake dengan baik dan benar. Secara garis besar, dikenal dua macam laringoskop: a. Bilah/daun/blade lurus (Miller, Magill) untuk bayi-anak-dewasa. b. Bilah lengkung (Macintosh) untuk anak besar-dewasa. 9
  • 10. Pilih bilah sesuai dengan usia pasien. Yang perlu diperhatikan lagi adalah lampu pada laringoskop harus cukup terang sehingga laring jelas terlihat. Gambar Laringoscope Tube Yang dimaksud tubes adalah pipa trakea. Pada tindakan anestesia, pipa trakea mengantar gas anestetik langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari bahan standar polivinil klorida. Ukuran diameter pipa trakea dalam ukuran milimeter. Bentuk penampang pipa trakea untuk bayi, anak kecil, dan dewasa berbeda. Untuk bayi dan anak kecil di bawah usia lima tahun, bentuk penampang melintang trakea hampir bulat, sedangkan untuk dewasa seperti huruf D. Oleh karena itu pada bayi dan anak di bawah lima tahun tidak menggunakan kaf (cuff) sedangkan untuk anak besar-dewasa menggunakan kaf supaya tidak bocor.Alasan lain adalah penggunaan kaf pada bayi-anak kecil dapat membuat trauma selaput lendir trakea dan postintubation croup.19 Pipa trakea dapat dimasukkan melalui mulut (orotracheal tube) atau melalui hidung (nasotracheal tube). Nasotracheal tube umumnya digunakan bila penggunaan orotracheal tube tidak memungkinkan, mislanya karena terbatasnya 10
  • 11. pembukaan mulut atau dapat menghalangi akses bedah. Namun penggunaan nasotracheal tube dikontraindikasikan pada pasien dengan farktur basis kranii. Ukuran pipa trakea yang tampak pada tabel di bawah ini. Usia Diameter (mm) Skala French Jarak Sampai Bibir Prematur 2,0-2,5 10 10 cm Neonatus 2,5-3,5 12 11cm 1-6 bulan 3,0-4,0 14 11 cm ½-1 tahun 3,0-3,5 16 12 cm 1-4 tahun 4,0-4,5 18 13 cm 4-6 tahun 4,5-,50 20 14 cm 6-8 tahun 5,0-5,5* 22 15-16 cm 8-10 tahun 5,5-6,0* 24 16-17 cm 10-12 tahun 6,0-6,5* 26 17-18 cm 12-14 tahun 6,5-7,0 28-30 18-22 cm Dewasa wanita 6,5-8,5 28-30 20-24 cm Dewasa pria 7,5-10 32-34 20-24 cm *Tersedia dengan atau tanpa kaf Tabel Pipa Trakea dan peruntukannya (Endotracheal Tube (Breathing Tube)) Cara memilih pipa trakea untuk bayi dan anak kecil: Diameter dalam pipa trakea (mm) = 4,0 + ¼ umur (tahun) Panjang pipa orotrakeal (cm) = 12 + ½ umur (tahun) Panjang pipa nasotrakeal (cm) = 12 + ½ umur (tahun) Pipa endotrakea adalah suatu alat yang dapat mengisolasi jalan nafas, mempertahankan patensi, mencegah aspirasi serta mempermudah ventilasi, oksigenasi dan pengisapan. 11
  • 12. Gambar Pipa endotrakeal Pipa endotrakea terbuat dari material silicon PVC (Polyvinyl Chloride) yang bebas lateks, dilengkapi dengan 15mm konektor standar. Termosensitif untuk melindungi jaringan mukosa dan memungkinkan pertukaran gas, serta struktur radioopak yang memungkinkan perkiraan lokasi pipa secara tepat. Pada tabung didapatkan ukuran dengan jarak setiap 1cm untuk memastikan kedalaman pipa. Anatomi laring dan rima glotis harus dikenal lebih dulu. Besar pipa trakea disesuaikan dengan besarnya trakea. Besar trakea tergantung pada umur. Pipa endotrakea yang baik untuk seorang pasien adalah yang terbesar yang masih dapat melalui rima glotis tanpa trauma. Pada anak dibawah umur 8 tahun trakea berbentuk corong, karena ada penyempitan di daerah subglotis (makin kecil makin sempit). Oleh karena itu pipa endaotrakeal yang dipakai pada anak, terutama adalah pipa tanpa balon (cuff). Bila dipakai pipa tanpa balon hendaknya dipasang kasa yang ditempatkan di faring di sekeliling pipa tersebut untuk mencegah aspirasi untuk fiksasi dan agar tidak terjadi kebocoran udara inspirasi. Bila intubasi secara langsung (memakai laringoskop dan melihat rima glotis) tidak berhasil, intubasi dilakukan secara tidak langsung (tanpa melihat trakea) 12
  • 13. yang juga disebut intubasi tanpa lihat (blind). Cara lain adalah dengan menggunakan laringoskop serat optic. Untuk orang dewasa dan anak diatas 6 tahun dianjurkan untuk memakai pipa dengan balon lunak volume besar tekanan rendah, untuk anak kecil dan bayi pipa tanpa balon lebih baik. Balon sempit volume kecil tekanan tinggi hendaknya tidak dipakai karena dapat menyebabkan nekrosis mukosa trakea. Pengembangan balon yang terlalu besar dapat dihindari dengan memonitor tekanan dalam balon (yang pada balon lunak besar sama dengan tekanan dinding trakea dan jalan nafas) atau dengan memakai balon tekanan terbatas. Pipa hendaknya dibuat dari plastik yang tidak iritasif. Ukuran penggunaan bervariasi bergantung pada usia pasien. Untuk bayi dan anak kecil pemilihan diameter dalam pipa (mm) = 4 + ¼ umur (tahun). Pemakaian pipa endotrakea sesudah 7 sampai 10 hari hendaknya dipertimbangkan trakeostomi, bahkan pada beberapa kasus lebih dini. Pada hari ke-4 timbul kolonisasi bakteri yang dapat menyebabkan kondritis bahkan stenosis subglotis.19 Kerusakan pada laringotrakea telah jauh berkurang dengan adanya perbaikan balon dan pipa. Jadi trakeostomi pada pasien koma dapat ditunda jika ekstubasi diperkirakan dapat dilakukan dalam waktu 1-2 minggu. Akan tetapi pasien sadar tertentu memerlukan ventilasi intratrakea jangka panjang mungkin merasa lebih nyaman dan diberi kemungkinan untuk mampu berbicara jika trakeotomi dilakukan lebih dini 22. 13
  • 14. Size PLAIN Size CUFFED 2,5 mm 4,5 mm 3,0 mm 5,0 mm 3,5 mm 5,5 mm 4,0 mm 6,0 mm 4,5 mm 6,5 mm 5,0 mm 7,0 mm 5,5 mm 7,5 mm Tabel Ukuran Pipa Endotrakeal Airway Airway yang dimaksud adalah alat untuk menjaga terbukanya jalan napas yaitu pipa mulut-faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring (naso-tracheal airway). Pipa ini berfungsi untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar agar lidah tidak menyumbat jalan napas. Tape Tape yang dimaksud adalah plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut. Introducer Introducer yang dimaksud adalah mandrin atau stilet dari kawat yang dibungkus plastik (kabel) yang mudah dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan. 14
  • 15. Gambar Stylet Connector Connector yang dimaksud adalah penyambung antara pipa dengan bag valve mask ataupun peralatan anesthesia. Suction Suction yang dimaksud adalah penyedot lender, ludah dan cairan lainnya. Gambar Alat-alat Intubasi Endotrakeal Sumber : Longnecker et al., 2008 G. Cara Intubasi Intubasi Endotrakeal Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop dipegang dengan tangan kiri. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut kanan dan lapangan pandang akan terbuka. Daun laringoskop didorong ke dalam rongga 15
  • 16. mulut. Gagang diangkat ke atas dengan lengan kiri dan akan terlihat uvula, faring serta epiglotis. Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan. Epiglotis diangkat sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang tampak keputihan berbentuk huruf V. Tracheal tube diambil dengan tangan kanan dan ujungnya dimasukkan melewati pita suara sampai balon pipa tepat melewati pita suara. Bila perlu, sebelum memasukkan pipa asisten diminta untuk menekan laring ke posterior sehingga pita suara akan dapat tampak dengan jelas. Bila mengganggu, stylet dapat dicabut. Ventilasi atau oksigenasi diberikan dengan tangan kanan memompa balon dan tangan kiri memfiksasi. Balon pipa dikembangkan dan daun laringoskop dikeluarkan selanjutnya pipa difiksasi dengan plester. Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi. Sewaktu ventilasi, dilakukan auskultasi dada dengan steteskop, diharapkan suara nafas kanan dan kiri sama. Bila dada ditekan terasa ada aliran udara di pipa endotrakeal. Bila terjadi intubasi endotrakeal yang terlalu dalam akan terdapat tanda‐tanda berupa suara nafas kanan berbeda dengan suara nafas kiri, kadang‐kadang timbul suara wheezing, sekret lebih banyak dan tahanan jalan nafas terasa lebih berat. Jika ada ventilasi ke satu sisi seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru sama. Sedangkan bila terjadi intubasi ke daerah esofagus maka daerah epigastrium atau gaster akan mengembang, terdengar suara saat ventilasi (dengan stetoskop), kadang‐kadang keluar cairan lambung, dan makin lama pasien akan 16
  • 17. nampak semakin membiru. Untuk hal tersebut pipa dicabut dan intubasi dilakukan kembali setelah diberikan oksigenasi yang cukup. Gambar Auskultasi Suara Napas Setelah Dilakukan Intubasi Intubasi yang gagal tidak harus dilakukan berulang-ulang dengan cara yang sama. Perubahan harus dilakukan untuk meningkatkan kemungkinan keberhasilan, seperti reposisi pasien, mengurangi ukuran tabung, menambahkan stylet, memilih pisau yang berbeda, mencoba jalur lewat hidung, atau meminta bantuan dari ahli anestesi lain. Jika pasien juga sulit untuk ventilasi dengan masker, bentuk alternatif manajemen saluran napas lain (misalnya, LMA, 17
  • 18. Combitube, cricothyrotomy dengan jet ventilasi, trakeostomi) harus segera dilakukan.5 Intubasi Nasotrakeal Intubasi nasal mirip dengan intubasi oral kecuali bahwa NTT masuk lewat hidung dan nasofaring menuju orofaring sebelum dilakukan laringoskopi. Lubang hidung yang dipilih dan digunakan adalah lubang hidung yang pasien bernafas lebih gampang. Tetes hidung phenylephrine (0,5 – 0,25%) menyebabkan pembuluh vasokonstriksi dan menyusutkan membran mukosa. Jika pasien sadar, lokal anestesi secara tetes dan blok saraf dapat digunakan.19 NTT yang telah dilubrikasi dengan jelly yang larut dalam air, dimasukkan ke dasar hidung, dibawah turbin inferior. Bevel NTT berada disisi lateral jauh dari turbin. Untuk memastikan pipa lewat di dasar rongga hidung, ujung proksimal dari NTT harus ditarik ke arah kepala. Pipa secara berangsur-angsur dimasukan hingga ujungnya terlihat di orofaring. Umumnya ujung distal dari NTT dapat dimasukan pada trachea tanpa kesulitan. Jika ditemukan kesulitan dapat diguankan forcep Magil. Penggunaannya harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusakkan balon. Memasukkan NTT melalaui hidung berbahaya pada pasien dengan trauma wajah yang berat disebabkan adanya resiko masuk ke intrakranial. 22 H. Ekstubasi Perioperatif Setelah operasi berakhir, pasien memasuki prosedur pemulihan yaitu pengembalian fungsi respirasi pasien dari nafas kendali menjadi nafas spontan. 18
  • 19. Sesaat setelah obat bius dihentikan segeralah berikan oksigen 100% disertai penilaian apakan pemulihan nafas spontan telah terjadi dan apakah ada hambatan nafas yang mungkin menjadi komplikasi. Bila dijumpai hambatan nafas, tentukaan apakah hambatan pada central atau perifer. Teknik ekstubasi pasien dengan membuat pasien sadar betul atau pilihan lainnya pasien tidak sadar (tidur dalam), jangan lakukan dalam keadaan setengah sadar ditakutkan adanya vagal refleks. Bila ekstubasi pasien sadar, segera hentikan obat-obat anastesi hipnotik maka pasien berangsu-angsur akan sadar. Evaluasi tanda-tanda kesadaran pasien mulai dari gerakan motorik otot-otot tangan, gerak dinding dada, bahkan sampai kemampuan membuka mata spontan. Yakinkan pasien sudah bernafas spontan dengan jalan nafas yang lapang dan saat inspirasi maksimal. Pada ekstubasi pasien tidak sadar diperlukan dosis pelumpuh otot dalam jumlah yang cukup banyak, dan setelahnya pasien menggunakan alat untuk memastikan jalan nafas tetap lapang berupa pipa orofaring atau nasofaring dan disertai pula dengan triple airway manuver standar. Syarat-syarat ekstubasi : 1. Vital capacity 6 – 8 ml/kg BB. 2. Tekanan inspirasi diatas 20 cm H2O. 3. PaO2 diatas 80 mm Hg. 4. Kardiovaskuler dan metabolic stabil. 19
  • 20. 5. Tidak ada efek sisa dari obat pelemas otot. 6. Reflek jalan napas sudah kembali dan penderita sudah sadar penuh. I. Komplikasi Tatalaksana jalan napas merupakan aspek yang fundamental pada praktik anestesi dan perawatan emergensi. Intubasi endotrakeal termasuk tatalaksana yang cepat, sederhana, aman dan teknik nonbedah yang dapat mencapai semua tujuan dari tatalaksana jalan napas yang diinginkan, misalnya menjaga jalan napas tetap paten, menjaga paru-paru dari aspirasi, membuat ventilasi yang cukup selama dilakukan ventilasi mekanik, dan sebagainya. Faktor-faktor predisposisi terjadinya komplikasi pada intubasi endotrakeal dapat dibagi menjadi : Faktor pasien 1. Komplikasi sering terjadi pada bayi, anak dan wanita dewasa karena memiliki laring dan trakea yang kecil serta cenderung terjadinya edema pada jalan napas. 2. Pasien yang memiliki jalan napas yang sulit cenderung mengalami trauma. 3. Pasien dengan variasi kongenital seperti penyakit kronik yang didapat menimbulkan kesulitan saat dilakukan intubasi atau cenderung mendapatkan trauma fisik atau fisiologis selama intubasi. 4. Komplikasi sering terjadi saat situasi emergensi. Faktor yang berhubungan dengan anestesia 20
  • 21. 1. Ilmu pengetahuan, teknik keterampilan dan kemampuan menangani situasi krisis yang dimiliki anestesiologis memiliki peranan penting terjadinya komplikasi selama tatalaksana jalan napas. 2. Intubasi yang terburu-buru tanpa evaluasi jalan napas atau persiapan pasien dan peralatan yang adekuat dapat menimbulkan kegagalan dalam intubasi. Faktor yang berhubungan dengan peralatan 1. Bentuk standar dari endotracheal tube (ETT) akan memberikan tekanan yang maksimal pada bagian posterior laring. Oleh sebab itu, kerusakan yang terjadi pada bagian tersebut tergantung dari ukuran tube dan durasi pemakaian tube tersebut. 2. Pemakaian stilet dan bougie merupakan faktor predisposisi terjadinya trauma. 3. Bahan tambahan berupa plastik dapat menimbulkan iritasi jaringan. 4. Sterilisasi tube plastik dengan etilen oksida dapat menghasilkan bahan toksik berupa etilen glikol jika waktu pengeringan inadekuat. 5. Tekanan yang tinggi pada kaf dapat menimbulkan cedera atau kaf dengan tekanan yang rendah dapat pula menimbulkan cedera jika ditempatkan di bagian yang tidak tepat. Kesulitan menjaga jalan napas dan kegagalan intubasi mencakup kesulitan ventilasi dengan sungkup, kesulitan saat menggunakan laringoskopi, kesulitan melakukan intubasi dan kegagalan intubasi. Situasi yang paling ditakuti adalah tidak dapat dilakukannya ventilasi maupun intubasi pada pasien apnoe karena 21
  • 22. proses anestesi. Kegagalan dalam oksigenasi dapat menyebabkan kematian atau hipoksia otak. Krikotirotomi (bukan trakeostomi) merupakan metode yang dipilih ketika dalam keadaan emergensi seperti pada kasus cannot-ventilation-cannot- intubation (CVCI). Tabel Komplikasi pada ETT Komplikasi pada ETT Saat Intubasi Saat ETT Sudah Digunakan Kegagalan intubasi Tension pneumotoraks Cedera korda spinalis dan kolumna vertebralis Aspirasi pulmoner Oklusi arteri sentral pada retina dan kebutaan Obstruksi jalan napas Abrasi kornea Diskoneksi Trauma pada bibir, gigi, lidah dan hidung Tube trakeal Refleks autonom yang berbahaya Pemakaian yang tidak nyaman Hipertensi, takikardia, bradikardia dan aritmia Peletakan yang lemah Peningkatan tekanan intrakranial dan intraocular ETT yang tertelan Laringospasme Bronkospasme Trauma laring Avulsi, fraktur dan dislokasi arytenoids Perforasi jalan napas Trauma nasal, retrofaringeal, faringeal, uvula, laringeal, trakea, esofageal dan bronkus Intubasi esophageal Intubasi bronchial Selama Ekstubasi Setelah Intubasi Kesulitan ekstubasi Suara mendengkur Kesulitan melepas kaf Edema laring Terjadi sutura ETT ke trakea atau bronkus Suara serak Edema laring Cedera saraf Aspirasi oral atau isi gaster Ulkus pada permukaan laring Granuloma laring Jaringan granulasi pada glotis dan subglotis Sinekiae laring Paralisis dan aspirasi korda vokal Membran laringotrakeal Komplikasi pada ETT Saat Intubasi Saat ETT Sudah Digunakan 22
  • 23. Stenosis trakea Trakeomalacia Fistula trakeo-esofageal Fistula trakeo-innominata BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Intubasi adalah memasukkan suatu lubang atau pipa melalui mulut atau melalui hidung, dengan sasaran jalan nafas bagian atas atau trachea. Tujuannya adalah pembebasan jalan nafas, pemberian nafas buatan dengan bag and mask, pemberian nafas buatan secara mekanik (respirator) memungkinkan pengisapan secret secara adekuat, mencegah aspirasi asam lambung dan pemberian oksigen dosis tinggi. Airway merupakan komponen terpenting dalam menjaga keadaan vital pasien, sehingga dalam keadaaan gawat darurat komponen inilah yang pertama kali dipertahankan. Salah satu cara menjaga patensi saluran napas (airway) tersebut adalah dengan intubasi. Sehingga teknik intubasi harus dikuasai dengan benar dari mulai indikasi sampai dengan komplikasi-komplikasinya. 23
  • 24. DAFTAR PUSTAKA 1. Adams L George, boies L, dkk. Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi 6 . Penerbit BukuKedokteran EGC. Jakarta 1997 2. Longnecker D, Brwon D, Newman M, Zapol W. Anesthesiology. USA. The McGraw-Hill Companies. 2008 3. Dorland,Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29, Jakarta:EGC,1765. 4. Pasca Anestesia, dalam Petunjuk Praktis Anestesiologi, Edisi kedua, BagianA nestesiologi dan Terapi Intensif, FKUI, Jakarta, 2002, Hal :253-256. 5. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ, Airway Management. In : Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ, editors. Clinical Anesthesiology 4th ed. USA, McGr aw‐Hill Companies, Inc.2006, p. 98‐06. 6. Gail Hendrickson, RN, BS., (2002), Intubation,http://www.health.discovery.com/diseasesandcond/encyclopedia/1 219.html3) 7. Gisele de Azevedo Prazeres,MD., (2002), Orotracheal Intubation, http://www.medstudents.com/orotrachealintubation/medicalprocedures.html 24
  • 25. 8. Greenberg MS, Glick M. Burket’s oral medicine diagnosis and treatment. 10th ed . Ontario: BC Decker Inc, 2003: 94,126, 612 9. Samsoon GLT, Young JRB. Difficult tracheal intubation: A retrospective study. Anaesthesia. 1987;42:487-490 10. Wilson ME, Speigelhalter D, Robertson JA, et al. Predicting difficult intubation. Br J Anaesth. 1988;61:211-216 11. Thierbach AR, Lipp MDW. Airway management in trauma patients. Anesth Clin North Am. 1999;17:63-81 12. Kociszewski C, Thomas SH, Harrison T, et al. Etomidate versus succinylcholine for intubation in the air medical setting. Am J Emerg Med. 2000;18:757-763 13. Suyama H, Tsuno S, Takeyoshi S. The clinical usefulness of predicting difficult endotracheal intubation. Masui. 1999;48:37-41 14. Schmitt H, Buchfelder M, Radespiel-Troger M, et al. Difficult intubation in acromegalic patients: incidence and probability. Anesthesiology. 2000;93:110-114 15. McAllistor JD, Gnauck KA. Rapid sequence induction of the pediatric patient: Fundamentals of practice. Pediatr Clin North Am. 1999;46:1249-1284 16.Cormack RS, Lehane J. Kesulitan Intubasi Trakea dalam kebidanan Anestesi 1984;. 39 (11) :1105-11. 17. Anestesia dan Critical Care volume 24,Penerbit Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Reanimasi Indonesia,Bandung,2006 18.Endotracheal Tube (Breathing Tube). Available at: http://www.suru.com/endo.htm. Accessed: 8th July 2012 19.Friedland DR, et all. Bacterial Colonization of Endotracheal Tubes in Intubated Neonatal in Arch Otolaringol Head and Neck Surg 2001;127:525- 528. Available at: http://www.archoto.com. Accessed: 8th July 2012 25
  • 26. 20. Gregory GA, Riazi J. Classification and assessment of the difficult pediatric airway. Anesth Clin North Am. 1998;16:729-741 21. Latief, Said A, Kartini A. Suryadi dan M. Ruswan Dachlan. 2001. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-UI: Jakarta. 22. Safar P. Cardiopulmonary Ressucitation. W.B. Saunders. Canada.1981 26