7. ATRIBUSI: Dari Hasil Observasi
Ke Disposisi
Untuk mendapatkan pemahaman sebab-
sebab perilaku, kita dapat melakukan
atribusi terhadap perilaku diri sendiri
ataupun perilaku orang lain. Dalam atribusi
ini kita memberikan penjelasan tentang
penyebab perilaku.
8. • Friz Heider (1958) teori yang
menggambarkan proses atribusi dikenal
dengan teori atribusi (attribution theory).
9. Heider (1958) mengklasifikasikan penyebab
perilaku tersebut yaitu personal dan situasional.
1. Atribusi personal : terjadi ketika penyebab
perilaku tersebut lebih dikarenakan oleh faktor
karakteristik internal individu, seperti kemampuan
(ability), keperibadian (personality), suasana hati
(mood), dan usaha (efforts). Contoh atribusi ini
adalah apabila ada seorang siswa yang terlambat
sekolah yang disebabkan oleh kebiasaan siswa
tersebut bangun kesiangan.
2. atribusi situasional terjadi manakala faktor
penyebab keterlambatan itu adalah faktor
eksternal seperti tugas (task), orang lain (other
people), atau keberuntungan (luck). Dalam contoh
di atas, apabila keterlambatan siswa tersebut
dikarenakan kendaraan yang ditumpangi tiba-tiba
meletus, maka atribusi yang terjadi karena faktor
eksternal.
10. Theory Inferensi Korespondensi
dari Jones dan Davis (1971)
• Setiap orang mencoba memahami orang lain
dengan mengobservasi dan menganalisis perilaku.
• Dalam teori ini diprediksi bahwa seseorang
mencoba melakukan inferensi (penyimpulan) dari
tindakan sso:
apakah tindakan tersebut berhubungan dengan
karakteristik personal pelaku (actor)
• Apakah seorang yang suka melalukan tindakan
agresi itu memiliki watak yang jahat? Dan apakah
orang yang suka memberikan uangnya pada
orang lain itu dapat disebut sebagai dermawan?
11. Teori Kovariansi dari Harold Kelley
• Harold Kelley (1967) yakin bahwa seseorang
dapat bertindak seperti ilmuwan pada umumnya.
• Mereka tidak dapat mengobservasi perilaku pada
latar laboratorium, tetapi dapat membuat sejumlah
perbandingan seolah-olah seperti pada suatu
eksperimen.
• Menurutnya, orang dapat membuat
atribusi berdasarkan pada prinsi-prinsip kovariansi.
• Ada tiga jenis informasi kovariansi yang berguna
untuk melakukan atribusi, yaitu konsensus (consensus),
pembedaan (distinctiveness) dan konsistensi
(consistency).
12. • Ketika anda sebagai ilmuwan, Anda mungkin mencari
informasi konsensus dengan melihat bagaimana orang
yang berbeda merespon stimulus yang sama. Misalnya,
dalam suatu pesta perkawinan, banyak orang
menggunakan dasi yang sama bila menghadiri pesta,
karena pesta perkawinan itu acara resmi.
• Ketika Anda sebagai ilmuwan, Anda mungkin mencari
informasi pembedaan apakah orang yang sama
memberikan reaksi yang berbeda terhadap situasi yang
berbeda. Dalam kasus pemakaian dasi di atas, orang
akan tetap menggunakan dasi meskipun berada pada
situasi yang bukan pesta.
• Sementara itu, konsistensi diperoleh apabila orang
yang sama melakukan hal yang sama pula ketika berada
dalam situasi yang sama. Dalam kasus pemakaian dasi,
orang dinyatakan menunjukkan konsistensinya apabila
orang yang memakai dasi tadi juga melakukan dasi pada
pesta perkawinan selanjutnya.
13. Bias Dalam Atribusi
• Heuristik Kognitif (Cognitive Heuristic).
Dalam heuristik kognitis, seseorang memproses
informasi secara potong kompas sehingga
judgemen yang dibuatnya dapat cepat, namun
juga seringkali mengalami kesalahan.
• Teori atribusi memiliki asumsi bahwa seseorang
mendasarkan judgement sosialnya dengan
membaca fakta dan figur perilaku. Misalnya,
apabila kita menarik kesimpulan tentang individu
kita dapat membandingkannya dengan norma
sosial.
14. Beberapa bentuk heuristik kognitif :
1. Pada bentuk representativeness, muncul
asumsi bahwa seseorang adalah
merupakan bagian dari kelompok
tertentu karena dia memiliki karakteristik
kelompok tersebut. Misalnya, ada
kekhasan di Surabaya bahwa para
pedagang besi tua adalah orang
Madura, maka ketika ia bertemu dengan
pedang besi tua ia menggunakan
bahasa Madura.
15. 2. Availability terjadi ketika seseorang diminta
untuk memperkirakan suatu peristiwa yang
didasarkan pada apa yang dalam memori saat
itu. Misalnya, semakin sering artis diberitakan
media, semakin dikenal namanya oleh banyak
orang. Bias atribusi ini dapat memiliki dua
bentuk, yaitu false concensus effect dan base
rate fallacy.
• False-Concensus Effect. Merupakan
kecenderungan over-estimasi terhadap opini,
atribut dan perilaku.
• Base-rate Fallacy terjadi ketika orang menjadi
tidak sensitif terhadap bentuk informasi yang
dihadirkan, dan informasi ini biasanya angka.
16. 3. Framing merupakan kecenderungan yang
dialami seseorang akibat dipengaruhi cara
isu dimunculkan atau dibingkai.
Contohnya adalah: orang cenderung akan
pergi ke rumah sakit untuk berobat
apabila penderita tersebut dinyatakan
50% sehat daripada 50% sakit.
17. 4. Anchoring merupakan kecenderungan
seseorang membuat estimasi numerik
yang dibiaskan dari titik dasar (starting
point)-nya. Contohnya adalah seseorang
yang ditanya bila kemungkinan besar
perang nuklir kurang dari 1%, kemudian ia
mengubahnya menjadi 11% karena ada
fakta ke arah situ.
18. • Fundamental Attribution Error
Pada bias ini seseorang cenderung
memfokuskan pada peran personal sebagai
penyebab perilaku dan cenderung
berestimasi rendah atas dampak situasi
(Ross, 1977).
19. • Actor-Observer Effect.
Bias ini terjadi karena cenderung
mengatribusikan perilaku pribadi pada faktor
situasional dan perilaku orang lain pada
faktor personal (Jones & Nisbett, 1972;
Watson, 1982).
20. • Bias Motivasional.
Orang akan cenderung membuat atribusi satu-sisi (one
sided attribution), pelayanan diri (self-serving) atas
perilakunya sendiri. Orang cenderung menaruh perhatian
pada kesuksesannya daripda kegagalannya, kelebihannya
dan bukan kelemahaannya. Misalnya, William Klein & Ziva
Kunda (1992) mempertontonkan performa subjek pada
latihan quiz calon lawannya. Dalam latihan itu target
mampu menjawab semua pertanyaan dengan benar.
Alasan apa yang diberikan subjek pada target ini? Dengan
mengharap bahwa dia tidak akan mampu, subjek merasa
tersaingi.
21. INTEGRASI: Dari Disposisi
Menjadi Kesan
Integrasi merupakan cara memadukan sejumlah
informasi agar atribusi lebih tepat. Ketika perilaku
disebabkan oleh faktor situasional, kita tidak serta-
merta mencari kesimpulan tentang aktor.
Sebaliknya, atribusi personal setingkali
lengarahkan kita untuk menyimpulkan bahwa actor
memang memiliki sifat (trait) atau disposisi
tertentu. Seorang pemimpin yang gagal seringkali
dialamatkan kegagalannya karena ia tidak memiliki
kompetensi, dan atribut lain yang negatif.
22. KONFIRMASI: Dari Kesan
Menuju Realitas
Merupakan upaya mencocokkan kesan
(impresi) dengan realitas. Sekali kesan
mengenai seseorang terbentuk, seringkali
kita segan untuk mengubah kesan tersebut.
Konsekusensinya, orang sering
menginterpretasi, dan mengembangkan
informasi mengenai seseorang dalam cara
yang sesuai dengan kesan yang ada dalam
pikiran.
23. Bias dalam konfirmasi :
1. Perseverance of beliefs (keteguhan
keyakinan).
2. Confirmatory Hypothesis Testing
(kecenderungan memilih informasi yang
mendukung asumsi yang telah ada)
3. Self–fulfilling Prophecy (rumor atau
ekspektasi orang yang mempersepsi
dapat mengarahkan dirinya untuk
memenuhinya (fulfillment)