Kemampuan bertunas berhenti saat biji mengalami dormansi. Dormansi terjadi segera setelah pemanenan atau saat kondisi lingkungannya tidak mendukung pada periode akhir pertumbuhannya. Fase awal dormansi ini merupakan titik awal proses pematangan fisiologis, seringkali disebut sebagai ‘wilting point’. Periode dormansi dapat didefinisikan sebagai periode menurunnya aktivitas metabolisme endogeneous dimana biji tidak menunjukkan pertumbuhan tunas di dalam atau di luar, walaupun komoditas tetap mempertahankan potensi pertumbuhannya pada masa berikutnya saat kondisi memungkinkan. Kemampuan dormansi ini merupakan karakteristik yang membedakan antar spesies dan varietas. Periode ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu, kelembaban, oksigen dan CO2, komposisi atmosfir ruang penyimpanan serta ada atau tidaknya luka karena kerusakan fisik atau penyakit (Estiasih, dkk., 2017).
Dormansi merupakan masa istirahat biji sehingga proses perkecambahan tidak dapat terjadi yang disebabkan adanya pengaruh dari dalam biji (Salisbury dan Ross, 1995). Dormansi benih mengakibatkan benih menjadi sulit berkecambah. Hal ini dapat disebabkan oleh sifat atau tekstur kulit biji yang keras (Mulyana dan Asmarahman, 2012).
Bila penyebab terjadinya dormansi adalah embrio benih disebut dormansi fisiologi, sedangkan bila penyebabnya kulit benih disebut dormansi fisik. Penyebab dormansi fisik dan dormansi fisiologi dapat dijumpai pada berbagai spesies, tetapi ada spesies yang mempunyai dormansi ganda. Dari semua perlakuan pematahan dormansi secara fisik yang dicoba ternyata skarifikasi (dengan kertas amplas) adalah cara yang cocok untuk mematahkan dormansi benih aren, sebab mampu mempercepat proses perkecambahan (43 hari setelah ditanam) dan mempunyai daya berkecambah yang tinggi yaitu 79,41 % (Hartawan, 2016).
Umumnya perlakuan pematahan dormansi diberikan secara fisik, seperti skarifikasi mekanik dan kimiawi. Skarifikasi mekanik meliputi pengamplasan, pengikiran, pemotongan dan penusukan bagian tertentu pada benih. Kimiawi biasanya dilakukan dengan menggunakan air panas dan bahan-bahan kimia seperti asam kuat (H2SO4 dan HCl), alkohol dan H2O2 yang bertujuan untuk merusak atau melunakkan kulit benih (Kartika, et al., 2015).
Kesimpulan
Proses dormansi biji sirsak cepat tumbuh pada biji yang diamplas, dibandingkan dengan biji yang direndam H2SO4 dan dicuci air.
1. LAPORAN FISIOLOGI TUMBUHAN
PRAKTIKUM IX
PEMECAHAN DORMANSI BIJI SIRSAK
(Annona muricata L.)
Fauziah Khoirun Nisa
17030244003
Biologi 2017 D
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2018/2019
2. A. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada praktikum dengan topik “Pemecahan Dormansi
Biji Sirsak (Annona muricata L.)” adalah bagaimana pengaruh pengaruh berbagai
macam perlakuan terhadap pemecahan dormansi biji sirsak (Annona muricata L.)?
B. Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan pada “Pemecahan Dormansi Biji Sirsak (Annona
muricata L.)” berdasarkan rumusan masalah di atas adalah mengatahui pengaruh
berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan dormansi biji sirsak (Annona
muricata L.).
C. Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat dibuat hipotesis:
Hipotesis a (Ha) : Ada pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap
pemecahan dormansi biji sirsak (Annona muricata L.).
Hipotesis nol (H0) : Tidak ada pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap
pemecahan dormansi biji sirsak (Annona muricata L.).
D. Kajian Pustaka
Kemampuan bertunas berhenti saat biji mengalami dormansi. Dormansi
terjadi segera setelah pemanenan atau saat kondisi lingkungannya tidak
mendukung pada periode akhir pertumbuhannya. Fase awal dormansi ini
merupakan titik awal proses pematangan fisiologis, seringkali disebut sebagai
‘wilting point’. Periode dormansi dapat didefinisikan sebagai periode menurunnya
aktivitas metabolisme endogeneous dimana biji tidak menunjukkan pertumbuhan
tunas di dalam atau di luar, walaupun komoditas tetap mempertahankan potensi
pertumbuhannya pada masa berikutnya saat kondisi memungkinkan. Kemampuan
dormansi ini merupakan karakteristik yang membedakan antar spesies dan
varietas. Periode ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu, kelembaban,
oksigen dan CO2, komposisi atmosfir ruang penyimpanan serta ada atau tidaknya
luka karena kerusakan fisik atau penyakit (Estiasih, dkk., 2017).
3. Dormansi merupakan masa istirahat biji sehingga proses perkecambahan
tidak dapat terjadi yang disebabkan adanya pengaruh dari dalam biji (Salisbury
dan Ross, 1995). Dormansi benih mengakibatkan benih menjadi sulit
berkecambah. Hal ini dapat disebabkan oleh sifat atau tekstur kulit biji yang keras
(Mulyana dan Asmarahman, 2012).
Bila penyebab terjadinya dormansi adalah embrio benih disebut dormansi
fisiologi, sedangkan bila penyebabnya kulit benih disebut dormansi fisik.
Penyebab dormansi fisik dan dormansi fisiologi dapat dijumpai pada berbagai
spesies, tetapi ada spesies yang mempunyai dormansi ganda. Dari semua
perlakuan pematahan dormansi secara fisik yang dicoba ternyata skarifikasi
(dengan kertas amplas) adalah cara yang cocok untuk mematahkan dormansi
benih aren, sebab mampu mempercepat proses perkecambahan (43 hari setelah
ditanam) dan mempunyai daya berkecambah yang tinggi yaitu 79,41 %
(Hartawan, 2016).
Umumnya perlakuan pematahan dormansi diberikan secara fisik, seperti
skarifikasi mekanik dan kimiawi. Skarifikasi mekanik meliputi pengamplasan,
pengikiran, pemotongan dan penusukan bagian tertentu pada benih. Kimiawi
biasanya dilakukan dengan menggunakan air panas dan bahan-bahan kimia seperti
asam kuat (H2SO4 dan HCl), alkohol dan H2O2 yang bertujuan untuk merusak
atau melunakkan kulit benih (Kartika, et al., 2015).
Hormon yang berperan dalam dormansi biji adalah hormon asam absisat
(ABA). Hormon ini dihasilkan pada tunas terminal dan berperan dalam
memperlambat pertumbuhan dan mengarahkan bagian primordia daun untuk
mengalami perkembangan menjadi sisik yang nantinya berfungsi untuk
melindungi tunas yang mengalami dormansi pada musim dingin. Hormon asam
absisat juga berperan dalam menghambat pembelahan sel pada kambium
pembuluh. Biji akan melakukan perkecambahan ketika asam absisat dihambat
dengan cara membuatnya tidak aktif. Biji memerlukan cahaya atau stimulus lain
untuk memicu perombakan asam absisat. Untuk mematahkan dormansi biji dapat
juga dilakukan dengan meningkatkan hormon giberelin, sehingga rasio asam
absisat terhadap giberelin dapat menentukan apakah biji tersebut akan tetap
dorman atau mengalami perkecambahan (Campbell, et al., 2000).
4. E. Variabel Penelitian
1. Variabel Manipulasi : Perlakuan pada biji sirsak (Annona muricata L.).
2. Variabel Kontrol : Jenis biji, perbandingan media tanam, jumlah biji
tiap pot
3. Variabel Respon : Dormansi biji sirsak (Annona muricata L.).
F. Definisi Operasional Variabel
Variabel manipulasi yaitu perlakuan pada biji sirsak (Annona muricata L.)
dengan diamplas, direndam asam sulfat pekat (H2SO4), dan dicuci dengan air.
Kedua, variabel kontrol yaitu jenis biji sirsak, perbandingan media tanam tanah
dan pasir 1:1, dan jumlah biji yang ditanam tiap pot sejumlah 10. Terakhir
variabel respon yaitu dormansi biji sirsak diamati selama 14 hari.
G. Alat dan Bahan
Biji sirsak 30 biji, Asam sulfat pekat (H2SO4) secukupnya, kertas amplas
secukupnya, 3 pot hitam plastik, media tanam berupa tanah dan pasir dengan
perbandingan 1:1, air secukupnya, dan gelas kimia.
H. Rancangan Percobaan
1. Sediakan 30
biji sirsak
(Annona
muricata L.).
bagi 3 kelompok.
2. 10 biji rendam
dalam H2SO4
selama 5 menit,
kemudian cuci
dengan air.
3. 10 biji
hilangkan bagian
tidak ada
lembaga dengan
kertas amplas.
4. Ambil 10 biji
yang lain
kemudian cuci
dengan air.
5. Tanam semua
biji pada pot
dengan tanah dan
pasir dengan
perbandingan 1:1
6. Amati
perkecambahan
ketiga pot setiap
hari selama 14
hari.
5. I. Langkah Kerja
1. Siapkan bahan dan alat yang diperlukan.
2. Sediakan 30 biji sirsak (Annona muricata L.), dan bagi menjadi 3
kelompok:
10 biji rendam dalam asam sulfat pekat (H2SO4) selama 5 menit,
kemudian cuci dengan air.
10 biji yang lain hilangkan bagian yang tidak ada lembaganya
dengan menggunakan kertas amplas dan kemudian cuci dengan air.
Ambil 10 biji yang lain kemudian cuci dengan air.
3. Tanam ketiga kelompok biji tersebut pada pot yang bermedia tanam tanah
dan pasir dengan perbandingan 1:1. Usahakan kondisi penanaman biji
dalam keadaan sama untuk ketiga pot.
4. Amati perkecambahan untuk ketiga pot tersebut setiap hari selama 14 hari.
Bila tanahnya kering lakukan penyiraman.
5. Buatlah tabel pengamatan kecepatan perkcambahan dari hasil pengamatan.
J. Rancangan Tabel Pengamatan
Tabel 1. Hasil pengamatan pemecahan dormansi biji sirsak (Annona muricata L.)
Hari ke-
Perlakuan
Diamplas Direndam H2SO4 Dicuci air
1 - - -
2 - - -
3 - - -
4 - - -
5 - - -
6 - - -
7 - - -
8 - - -
9 - - -
10 - - -
11 - - -
12 - - -
13 - - -
14 1 - -
Ʃ Biji yang
berkecambah
1 - -
Ʃ Presentase biji
yang berkecambah
10% 0% 0%
6. Gambar 1. Grafik dormansi biji sirsak (Annona muricata L.)
K. Rencana Analisis Data
Berdasarkan data hasil pengamatan dapat diketahui bahwa pada perlakuan
biji sirsak (Annona muricata L.) yang diamplas mulai berkecambah pada hari ke-
14 dengan jumlah yang berkecambah 1, sehingga presentase biji yang
berkecambah 10%. Sedangkan pada perlakuan pemberian asam sulfat pekat
(H2SO4) tidak ada yang berkecambah dengan jumlah yang berkecambah 0,
sehingga presentase biji yang berkecambah 0%. Begitu juga dengan perlakuan biji
yang dicuci air tidak ada yang berkecambah dengan jumlah yang berkecambah 0,
sehingga presentase biji yang berkecambah 0%.
L. Hasil Analisis Data
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan pada biji sirsak (Annona
muricata L.) dapat dengan 3 perlakuan diantaranya diamplas, direndam H2SO4
dan dicuci air. Hasil menunjukkan bahwa biji yang berkecambah hanya pada
perlakuan diamplas. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa
penyebab biji tidak dapat melakukan perkecambahan ini dipengaruhi oleh dari biji
itu sendiri, yaitu dikarenakan bentuk permukaan biji yang keras, sehingga proses
imbibisi sulit terjadi.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
Diamplas Direndam H2SO4 Dicuci air
H
a
r
i
k
e
-
Perlakuan
Grafik Dormansi Biji Sirsak
(Annona muricata L.)
Hari ke-
7. Menurut Dwijoseputro (1985), menyatakan bahwa dormansi menunjukkan
suatu keadaaan dimana benih-benih sehat (viable) gagal berkecambah ketika
berada dalam kondisi yang merata normal baik untuk perkecambahan, seperti
kelembapan yang cukup dan cahaya yang sesuai. Dormansi merupakan strategi
untuk mencegah perkecambahan dibawah kondisi dimana kemungkinan hidup
kecambah atau anakan rendah.
Menurut Tamin (2007) dormansi benih merupakan ketidakmampuan benih
hidup untuk berkecambah pada suatu kisaran keadaan luas yang dianggap
menguntungkan untuk benih tersebut. Dormansi dapat disebabkan karena tidak
mampunya benih secara total untuk berkecambah atau hanya karena
bertambahnya kebutuhan yang khusus untuk perkecambahannya. Dormansi benih
dapat disebabkan keadaan fisik dari kulit biji dan keadaan fisiologis embrio, atau
kombinasi dari keduanya.
Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa dormansi pada benih dapat
berlangsung selama beberapa hari, semusim, bahkan sampai beberapa tahun
tergantung pada jenis tanaman dan tipe dormansinya. Dormansi pada benih
disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji keadaan fisiologis dari embrio atau
kombinasi dari kedua keadaaan tersebut. Pertumbuhan tidak akan terjadi selama
benih belum melalui masa dormansinya, atau sebelum dikenakan suatu perlakuan
khusus terhadap benih tersebut. Biji yang dikikir tidak boleh sampai mengenai
lembaga, agar tidak merusak proses perkecamabhan biji tersebut.
M. Kesimpulan
Proses dormansi biji sirsak cepat tumbuh pada biji yang diamplas,
dibandingkan dengan biji yang direndam H2SO4 dan dicuci air.
N. Daftar Pustaka
Campbell, Neil A, et al. 2000. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta : Penerbit
Erlangga.
Dwijoseputro. 1985. Pengantar Fisiologi Lingkungan Tanaman. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
8. Estiasih, Teti, Widya Dwi Rukmi Putri, Elok Waziiroh. 2017. Umbi-umbian &
Pengolahannya. Malang: UB Press.
Hartawan, R. 2016. Skarifikasi dan KNO3 Mematahkan Dormansi Serta
Meningkatkan Viabilitas dan Vigor Benih Aren (Arenga pinnata Merr.).
Jurnal Media Pertanian , Vol. 1 (1) : 1 – 10.
Kartika, et al. 2015. Pematahan Dormansi Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis
Jacq.) menggunakan KNO3 dan Skarifikasi. Jurnal Pertanian dan
Lingkungan 8(2) : 1978-1644.
Mulyana, Dadan, Ceng Asmarahman. 2012. Petunjuk Praktis Pembibitan Jabon &
Sengon. Jakarta Selatan: PT AgroMedia Pustaka.
Salisbury, Frank B dan Cleon W Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1.
Bandung: ITB.
Tamin, R. P. 2007. Teknik perkecambahan benih jati (Tectona grandis Linn. F.).
Jurnal Agronomi. Vol 1 : Halaman 7-14.
O. Lampiran
Gambar 2. Biji sirsak Gambar 3. Biji sirsak Gambar 4. Biji sirsak
diamplas direndam H2SO4 dicuci air
Gambar 5. Pot Gambar 6. Penanaman Gambar 7. Biji sirsak
biji sirsak pada pot yang berkecambah