1. LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI DAN PRODUKSI BENIH
ACARA III
PEMATAHAN DORMANSI
Oleh:
Alfian Nopara Saifudin
NIM A1D015033
Rombongan 2
PJ asisten: Farichatul Mufaroh
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2017
2. 66
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Benih merupakan bagian generatif tanaman yang digunakan untuk
perkembangbiakan/pembudidayaan. Usaha budidaya tanaman diperlukan benih
yang memiliki daya kecambah dan tumbuh yang baik agar menghasilkan tanaman
yang baik pula. Perlu diketahui bahwa daya tumbuh benih adalah munculnya
unsur-unsur utama dari lembaga suatu benih yang diuji menunjukkan kemampuan
untuk menjadi tanaman normal apabila ditanam pada lingkungan yang sesuai bagi
benih tersebut. Persentase daya tumbuh benih adalah persentase dan benih yang
membentuk bibit atau tanaman normal pada lingkungan yang sesuai dalam jangka
waktu tertentu. Banyak macam benih tidak dapt berkecambah meskipun diberikan
fasilitas yang secukupnya. Benih demikian ini berasa dalam keadaan dormansi.
Banyak faktor yang menyebabkan dormansi ini, antar kekerasan kulit sehingga
air, udara sulit masuknya. Keuntungan tambahan dengan perlakuan air panas
tersebut ialah mematikan hama dan penyakit yang seed home.
Dormansi adalah suatu keadaan dimana pertumbuhan tidak terjadi walaupun
kondisi lingkungan mendukung untuk terjadinya perkecambahan. Pada beberapa
jenis varietas tanaman tertentu, sebagian atau seluruh benih menjadi dorman
sewaktu dipanen, sehingga masalah yang sering dihadapi oleh petani atau pemakai
benih adalah bagaimana cara mengatasi dormansi tersebut. Benih dikatakan
dorman apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah
3. 67
walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi
persyaratan bagi suatu perkecambahan.
Banyakusaha dalam pemecahan masa dormansi benih seperti skarifikasi
fisik dengan air panas, dimana benih direndam dengan air panas dengan waktu
yang telah ditentukan, dan juga dengan pemecahan secara kimiawi seperti
menggunakan larutan KNO3 dan H2SO4.
B. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk:
1. Mempercepat perkecambahan biji dengan metode skarifikasi benih
2. Menunjukkan kekerasan biji-biji yang ada pada daerah tropika dan bagaimana
cara skarifikasi dijalankan.
3. Mempercepat perkecambahan benih dengan pemberian air kelapa
4. 68
II. TINJAUAN PUSTAKA
Biji adalah ovule yang dewasa. Terbentuk satu atau lebih di dalam satu ovari
pada legume, tapi tidak pernah lebih dari satu biji terbentuk dalam ovari pada
monokotil. Setiap biji matang selalu terdiri paling kurang dua bagian, yaitu:
1. Embryo
2. Kulit biji (Seed coat atau testa).
Embryo terbentuk atau berasal dari telur yang dibuahi (zygot) dengan
mengalami pembelahan sel di dalam embryo sac. Kulit biji terbentuk dari
integumen (satu atau lebih) dari ovule. Pada legume umumnya terdapat dua lapis
kulit biji. Lapisan sebelah dalam tipis dan lunak, sedangkan lapisan sebelah luar
tebal dan keras fungsinya sebagai lapisan proteksi terhadap suhu, penyakit dan
sentuhan mekanis. Kulit biji pada legume pada umumnya mudah dilepaskan dari
biji setelah perendaman dengan air panas sehingga terlihat seluruh biji atau
embryo (Kamil, 1979).
Biji dapat memiliki fungsi ganda, sebagai bahan konsumsi dan sebagai
bahan tanaman. Secara fungsional dalam memenuhi kepentingan budidaya.
Tanaman biji itu tidak sama dengan benih.Biji tumbuhan kalau dipelihara dan
ditangani untuk tujuan budidaya, maka biji berfungsi sebagai benih dalam
batasan. Dalam batasan struktural, benih sama dengan buah tetapi dalam batasan
fungsional tidak sama dengan biji (Sadjad, 1974)
Dormansi didefinisikan sebagai keadaan dari biji dimana tidak
memperbolehkan terjadinya perkecambahan, walaupun kondisi untuk
5. 69
berkecambah sudah terpenuhi (Tempertur, air dan O2). Dormansi secara efektif
menunda proses perkecambahan. Keadaan diperlukan untuk memecah dormansi
dan mengijinkan permintaan akan perkecambahan sering agak berbeda dari yang
keadaan yang menguntungkan untuk tumbuh atau bertahan hidup dari tingkat
kehidupan autotropik dari tanaman (Kartasapoetra, 1992).
Ahli fisiologi benih biasanya menetapkan perkecambahan sebagai kejadian
yang dimulai dengan imbibisi dan diakhiri ketika radikula (akar, lembaga pada
beberapa biji, kotiledon/hipokotil) memanjang atau muncul melewati kulit biji.
Kemudian dapat disimpulkan lagi bahwa dormansi bisa terjadi karena kondisi dari
dalam biji itu sendiri kurang sesuai walaupun kondisi luar sudah sesuai dengan
persyaratan tumbuh biji tersebut (suhu, kelembaban dan atmosfer). Oleh karena
itu kondisi dalam benih (kulit biji yang terlalu keras atau faktor-faktor lain bisa
dihilangkan atau diatasi dengan tindakan skarifikasi dan stratifikasi) (Kuswanto,
1997).
Menurut Mugnisjah (1990) Benih yang mengalami dormansi ditandai oleh:
a. Rendahnya / tidak adanya proses imbibisi air.
b. Proses respirasi tertekan / terhambat.
c. Rendahnya proses mobilisasi cadangan makanan.
d. Rendahnya proses metabolisme cadangan makanan.
Kondisi dormansi mungkin dibawa sejak benih masak secara fisiologis
ketika masih berada pada tanaman induknya atau mungkin setelah benih tersebut
terlepas dari tanaman induknya. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh
6. 70
keadaan fisik dari kulit biji dan keadaan fisiologis dari embrio atau bahkan
kombinasi dari kedua keadaan tersebut (Mugnisjah, 1990).
7. 71
III. METODE PRAKTIKUM
A. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada praktikum inii yaitu benih benih albasia,
melinjo, pinang, tomat, air panas, air dingin, pasir, air kelapa, sedangkan alat yang
digunakan yaitu polibag, silet, amplas, label, dan alat tulis.
B. Prosedur Kerja
1. Bahan dan alat disiapkan
2. Skarifikasi albasia dengan air panas:
a. Media pertanamannya di siapkan berupa pasir yang dimasukkan kedalam
polybag sebanyak 3/4
b. Media diberi air sampai lembab
c. Benih albasia diletakkan ke media tersebut sebanyak 10 benih dengan
perlakuan air panas dan albasia dengan perlakuan air dingin sebanyak 10
benih.
3. Skarifikasi melinjo
a. Media berupa pasir dimasukkan kedalam polybag sebanyak 3/4
b. Diberikan air hingga lembab
c. Benih diletakkan sebnayak 2 biji dengan perlakuan di kupas
menggunakan silet dan 2 biji di letakkan kedalam media dengan
perlakuan pengamplasan menggunakan amplas.
4. Skarifikasi tomat
8. 72
a. Media berupa pasir dimasukkan kedalam polibag
b. Biji tomat dimasukkan ke dalam media dengan perlakuan kontrol
sebanyak 10 biji, dan polibag yang lainnya diletakkan biji tomat dengan
perlakuan perendaman ZPT sebanyak 10 biji.
5. Skarifikasi benih pala
a. Media berupa pasir dimasukkan kedalam polibag
b. Media diberikan air sampai lembab
c. Benih pala dimasukkan dengan perlakuan kontrol sebanyak 1 biji dan
perlakuan di amplas menggunakan amplas sebanyak 1 biji.
9. 73
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Tabel 3.1 Tabel Perkecambahan Benih
No Perlakuan
Pengamatan
1 2 3 4 5 6 7
1
Air
(Albasiah)
a. Kontrol
(10)
0 0 5 0 0 0 0
b. Air
Panas
(10)
0 0 6 1 0 0 0
c. Air Biasa
(10)
0 0 11 1 0 0 0
2
Fisik
(melinjo)
a. Kupas (2) 0 0 0 0 0 0 0
b. Amplas
(2)
0 0 0 0 0 0 0
c. Kontrol
(2)
0 0 0 0 0 0 0
Air (Cabai)
a. Kontrol 0 0 9 1 0 0 0
b. Air
Kelapa
0 0 14 2 0 0 0
Fisik
(aren)
a. Amplas
(2)
0 0 0 0 0 0 0
b. Kontrol
(2)
0 0 0 0 0 0 0
3 Fisik (tomat)
a. Perlakuan
(10)
0 0 0 0 0 0 0
b. Kontrol
(10)
0 0 0 0 0 0 0
10. 74
Perhitungan
Presentase pertumbuhan =
ππ’πππβ π‘ππππππ π¦πππ π‘π’πππ’β
ππ’πππβ π¦πππ πππ‘ππππ
π₯ 100 %
1. Albasiah
a. Air panas
% pertumbuhan =
7
10
π₯ 100 % = 70 %
b. Air Biasa
% perkecambahan =
12
10
π₯ 100 % = 120 %
c. Kontrol
% perkecambahan =
5
10
π₯ 100 % = 50 %
2. Melinjo
a. Kupas
% perkecambahan =
0
2
π₯ 100 % = 0 %
b. Amplas
% perkecambahan =
0
2
π₯ 100 % = 0 %
c. Kontrol
% perkecambahan =
0
2
π₯ 100 % = 0 %
3. Cabai
a. Kontrol
% perkecambahan =
10
10
π₯ 100 % = 100 %
b. Kontrol
% perkecambahan =
16
10
π₯ 100 % = 160 %
11. 75
4. Aren
a. Amplas
% perkecambahan =
0
2
π₯ 100 % = 0 %
b. Kontrol
% perkecambahan =
0
2
π₯ 100 % = 0 %
5. Pinang
a. Kontrol
% perkecambahan =
0
2
π₯ 100 % = 20 %
b. Kupas
% perkecambahan =
0
2
π₯ 100 % = 0 %
Kesimpulan:
1. Presentase perkecambahan pada benih albasiah dengan perlakuan air panas
sebesar 70 %, perlakuan air biasa sebesar 120 % dan kontrol sebesar 50 %.
Presentase perkecambahan terbesar terdapar pada perlakuan air biasa.
2. Presentase perkecambahan pada benih melinjo kupas, amplas, dan kontrol
semuanya 0 %
3. Presentase perkecambahan pada suatu benih cabai dengan perlakuan
kontrol sebesar 100% dan dengan rendaman air kelapa sebesar 160%.
4. Presentase perkecambahan pada benih aren amplas dan kontrol semuanya
sebesar 0 %.
5. Presentase perkecambhana pada benih pinang dengan perlakuan kontrol 0
% sedangkan benih dengan perlakuan kupas sebesar 0%.
12. 76
B. Pembahasan
Dormansi benih adalah benih yang sebenarnya hidup tetapi tidak
berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum memenuhi
persyaratan bagi suatu perkecambahan. Dormansi pada benih bisa berlangsung
selama beberapa hari, semusim, bahkan beberapa tahun tergantung pada jenis
tanaman dan tipe dormansinya (Salisburry, 1995). Dormansi merupakan suatu
pertumbuhan dan metabolisme yang terpendam, dapat disebabkan oleh
lingkungan yang tidak baik atau oleh faktor dari dalam tumbuhan itu sendiri
(Dwidjoseputro, 1985). Dormansi adalah suatu keadaan berhenti tumbuh yang
dialami organisme hidup atau bagiannya sebagai tanggapan atas suatu keadaan
yang tidak mendukung pertumbuhan normal. Dengan demikian, dormansi
merupakan suatu reaksi atas keadaan fisik atau lingkungan tertentu. Pemicu
dormansi dapat bersifat mekanis, keadaan fisik lingkungan, atau kimiawi (Burhan,
1977).
Dormansi ialah suatu mekanisme untuk mempertahankan diri terhadap suhu
yang sangat rendah (membeku) pada musim dingin, atau kekeringan di musim
panas yang merupakan bagian penting dalam perjalanan hidup tumbuhan tersebut.
Dormansi harus berjalan pada saat yang tepat, dan membebaskan diri atau
mendobrak dan apabila kondisi sudah memungkinkan untuk memulai
pertumbuhan (Suwasono, 1994).
Dormansi merupakan istilah yang digunakan terhadap biji-biji yanggagal
dalam berkecambahan karena disebabkan beberapa faktor dari luar.
Dormansi adalah suatu proses yang terhambatnya pertumbuhan biji walaupun
13. 77
lebih yang diberikan faktor lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan biji.
Dormansi merupakan waktu tidur biji, sebelum biji segera tumbuh menjadi
tanaman baru, di mana masa-masa dormansi dari masing-masing tumbuhan
berbeda (Loveless, 1987).
Dormansi adalah suatu keadaan berhenti tumbuh yang
dialami organisme hidup atau bagiannya sebagai tanggapan atas suatu keadaan
yang tidak mendukung pertumbuhan normal. Dengan demikian, dormansi
merupakan suatu reaksi atas keadaan fisik atau lingkungan tertentu. Pemicu
dormansi dapat bersifat mekanis, keadaan fisik lingkungan, atau kimiawi.
Dormansi juga dapat didefinisikan sebagai suatu pertumbuhan dan metabolisme
yang terpendam, dapat disebabkan oleh lingkungan yang tidak baik atau oleh
faktor dari dalam tumbuhan itu sendiri. Seringkali jaringan yang dorman gagal
tumbuh meskipun berada dalam kondisi yang ideal (Latunra, 2011).
Dormansi adalah suatu penundaan pertumbuhan selama periode
tertentu, keadaan ini ditemukan pada biji, tunas, umbi, atau rizom. Bagian
tanaman tersebut tetap variable, terjadi reduksi aktivitas metabolisme dan hal ini
sangat erat hubungannya dengan faktor luar yang sangat berpengaruh untuk
terjadi dormansi. Faktor dalam yang mempengaruhi dormansi antara lain adalah
senyawa-senyawa tertentu yang bersifat sebagai penghambat, dalam hal ini
termasuk ABA. Pada biji, yang embrionya belum mencapai kematangan
morfologis karena tidak cukupnyanutrisi juga merupakan salah satu faktor dalam
yang dapat menyebabkan dormansi (Lakitan, 1993).
14. 78
Dormansi adalah keadaan biji yang tidak berkecambah atau dengan kata lain
tunas yang tidak dapat tumbuh (terhambatnya pertumbuhan) selama periode
tertentu yang disebabkan oleh faktor-faktor intern dalam biji atau tunas tersebut.
Suatu biji dikatakan dorman apabila biji tersebut tidak dapat berkecambah, setelah
periode tertentu, meski faktor-faktor lingkungan yang dibutuhkan tersedia
(Siregar, 2003).
Dormansi biji dapat disebabkan antara lain adanya impermeabilitas kulit biji
terhadap air dan gas (oksigen), embrio yang belum tumbuh secara sempurna,
hambatan mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio, belum terbentuknya
zat pengatur tumbuh atau karena ketidakseimbangan antara zat penghambat
dengan zat pengatur tumbuh di dalam embrio. Dari tipe dormansi biji di atas, aren
termasuk dalam kategori dormansi fisik dan kimia (Ilyas dan Diarni 2007).
Dormansi terjadi pada biji, tunas, spora, organ penyimpanan cadangan makanan,
seperti umbi, rhizoma, bulbus, dan kormus. Dormansi pada biji dapat disebabkan
oleh kulit bijinya yang keras, embrio yang masih muda, embrio belum matang
secara fisiologis, adanya zat penghambat yang tebal, sehingga dapat dorman
dalam waktu yang lama (Lita, 1985).
Skarifikasi merupakan salah satu upaya pretreatment atau perawatan awal
pada benih, yang ditujukan untuk memtahkan dormansi, serta mempercepat
terjadinya perkecambahan biji yang seragam. Upaya ini dapat berupa pemberian
perlakuan secara fisis, mekanis, maupun kimia (Retno, 2012).
Stratifikasi yaitu banyaknya benih yang perlu dikenai temperatur sebelum
dapat dikenai temperatur tertentu sebelum dapat dikenai temperatur tertentu
15. 79
sebelum dapat diletakkan pada temperatur yang cocok untuk perkecambahannya
(Idris, 2003).
Skarifikasi mencakup cara-cara seperti menikir atau menggosok kulit biji
dengan kertas amplas, melubangi kulit biji dengan pisau, perlakuan guncangan
untuk benih atau biji yang keras, sehingga labih permeabel terhadap air atau gas
(Leopold, 1975)
Stratifikasi yaitu banyaknya benih yang perlu dikenai temperatur sebelum
dapat dikenai temperatur tertentu sebelum dapat diletakkan pada temperatur yang
cocok untuk perkecambahannya (Kamil, 1986)
Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi
klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan
memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skrifikasi digunakan untuk
mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk
mengatasi dormansi embrio (Dwidjoseputro, 1985)
Faktor-faktor yang menghambat perkedcambahan adalah faktor internal dan
faktor eksternal menurut Trisno (2010).
Faktor Internal
Faktor internal atau faktor dalam merupakan faktor yang mempengaruhi
perkecambahan dari dalam biji itu sendiri. Beberapa di antaranya terkait erat
dengan tingkat kemasakan fisiologis, ukuran, dormansi, dan penghambat
(inhibitor).
16. 80
1. Tingkat kemasakan benih
Tingkat kemasakan benih merupakan faktor internal yang sangat berpengaruh
terhadap perkecambahan. Biji yang belum masak secara fisiologis umumnya
tidak memiliki daya hidup (vigor) dan daya kecambah (viabilitas) yang baik.
Hal ini terjadi karena biji masih belum memiliki cukup cadangan makanan
selain juga karena embrionya yang belum terbentuk secara sempurna. Benih
yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tidak tercapai tidak
mempunyai viabilitas tinggi. Benih belum memiliki cadangan makanan yang
cukup dan juga pembentukan embrio sebelum sempurna. Cadangan makanan
yang terdapat pada endosperm yang belum masak masih belum cukup
tersedia bagi pertumbuhan embrio selengkap yang tersedia pada endosperm
masak. Dan tampaknya terjadi perubahan-perubahan pada embrio dan
endosperm selama proses pemasakan biji berlangsung, yang akan
memungkinkan embrio berkecambah lebih cepat, dengan benih yang masak,
maka pertumbuhan benih akan secara optimal dapat tumbuh dengan baik
pada kondisi yang optimum.
2. Berat dan ukuran benih
Faktor yang mempengaruhi perkecambahan selanjutnya ialah berat dan
ukuran benih. Benih dengan berat dan ukuran yang besar umumnya memiliki
cadangan makanan yang banyak dalam kotiledonnya. Cadangan makanan ini
digunakan embrio sebagai energi untuk perkecambahan. Oleh karena itu,
kecepatan pertumbuhan kecambah dipengaruhi oleh faktor ini. Berat benih
17. 81
berpengaruh terhadap kecepatan petumbuhan, karena berat benih menentukan
besarnya kecambah (Sutopo, 2002).
3. Dormansi
Dormansi a dalah kondisi fisiologis dimana benih tetap hidup tapi tidak
mengalami perkecambahan. Benih dalam keadaan dormansi tidak dapat
berkecambah meski lingkungan di sekitarnya sudah dikatakan menunjang
bagi perkecambahan. Benih dikatakan dorman apabila benih tersebut
sebenarnya hidup, tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada
keadaan yang secara umum dianggap telah memenuhi persyaratan, bagi suatu
perkecambahan (Sutopo, 2002). Beberapa faktor penyebab terjadinya
dormansi adalah:
a. Rendahnya/tidak adanya proses imbibisi
b. Proses respirasi terhambat
c. Rendahnya proses metabolisme cadangan makanan
4. Inhibitor
Perkecambahan biji juga sangat dipengaruhi oleh ada atau tidaknya inhibitor
di dalam maupun di permukaan biji. Inhibitor ini dapat berupa inhibitor fisik
dan kimia. Inhibitor fisik misalnya berpa cangkang yang keras sehingga
menghalangi proses inhibisi air respirasi ke dalam embrio sedangkan inhibitor
kimia misalnya karena larutan bernilai osmotik tinggi di sekitar permukaan
biji
18. 82
Faktor Eksternal
Faktor ekternal atau faktor luar merupakan faktor yang mempengaruhi
perkecambahan dari lingkungan luar sekitar biji itu sendiri. Beberapa dari faktor
ini di antaranya terkait erat dengan ketersediaan air, suhu, oksigen, cahaya, dan
kondisi media (Utomo, 2006).
1. Air
Ketersediaan air di lingkungan sekitar benih memegang peranan penting
dalam menghilangkan inhibitor perkecambahan. Air juga berfungsi dalam
penguraian karbohidrat dalam kotiledon biji untuk dapat digunakan bagi
pertumbuhan embrio. Karena peranan penting ini, sebelum mengecambahkan
benih para petani umumnya akan merendam benih dalam air dalam waktu
tertentu.
2. Suhu
Suhu juga merupakan faktor yang mempengaruhi perkecambahan biji. Suhu
mempengaruhi kecepatan perkecambahan. Pada kisaran 26-35 derajat
Celcius, perkecambahan benih umumnya berjalan dengan sempurna.
3. Oksigen
Oksigen yang diserap benih melalui respirasi akan mendorong terjadinya
perkecambahan secara cepat. Perkecambahan benih terjadi bila kandungan
oksigen di udara >29%. Untuk benih yang sedang dalam masa dorman,
penambahan oksigen ke dalam benih hingga 80% dapat membuat dormansi
benih terpatahkan sehingga benih mulai mengalami perkecambahan.
19. 83
4. Cahaya
Kebutuhan cahaya untuk perkecambahan sangat bervariasi tergantung jenis
benih itu sendiri. Ada benih yang butuh cahaya untuk berkecambah, ada
benih yang berkecambah dengan cepat jika cahaya tercukupi, ada benih yang
terhambat perkecambahannya jika ada cahaya, dan ada pula benih yang hanya
dapat berkecambah pada kondisi gelap tanpa cahaya.
5. Media
Media juga merupakan faktor yang mempengaruhi perkecambahan. Benih
umumnya dapat tumbuh sempurna pada media dengan sifak fisik yang baik.
Media gembur yang bebas penyakit dan kelembabannya terjaga akan
membuat benih berkecambah dengan baik.
Macam-macam dormansi:
1. Dormasi Fisik
a. Impermeabilitas kulit biji terhadap air. Tipe dormansi ini disebut sebagai
βbenih kerasβ.
b. Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio. Beberapa
jenis biji tetap berada dalam keadaan dorman disebabkan oleh kulit
bijinya yang cukup kuat untuk menghalangi pertumbuhan dari embrio.
c. Permeabilitas yang rendah dari kulit biji terhadap gas-gas.
2. Fisiologis
a. Immaturity embrio. Beberapa jenis tanaman mempunyai biji dimana
perkembangan embrionya tidak secepat jaringan sekelilingnya.
20. 84
b. After ripening. Sering pula didapati benih gagal berkecambah walaupun
embrio telah terbentuk sempurna dan kondisi lingkungan memungkinkan
untuk berkecambah (Suyitno, 2007)
3. Dormansi sekunder. Benih-benih pada keadaan normal mampu berkecambah,
tetapi apabila dikenakan pada suatu keadaan lingkungan yang tidak
menguntungkan selama beberapa waktu dapat kehilangan kemampuan untuk
berkacambah.
4. Dormansi yang disebabkan oleh hambatan metabolisme pada embrio.
Contohnya, keperluan akan cahaya (Syamsuwida, 2011).
Dormansi diklasifikasikan menjadi bermacam-macam kategori berdasarkan
faktor penyebab, mekanisme dan bentuknya (Lakitan, 2007).
1. Berdasarkan faktor penyebab dormansi
a. Imposed dormancy (quiscence): terhalangnya pertumbuhan aktif karena
keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan
b. Imnate dormancy (rest): dormancy yang disebabkan oleh keadaan atau
kondisi di dalam organ-organ biji itu sendiri
2. Berdasarkan mekanisme dormansi di dalam biji
a. Mekanisme fisik merupakan dormansi yang mekanisme
penghambatannya disebabkan oleh organ biji itu sendiri; terbagi menjadi:
1) mekanis : embrio tidak berkembang karena dibatasi secara fisik
2) fisik: penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeabel
3) kimia: bagian biji/buah mengandung zat kimia penghambat
21. 85
b. Mekanisme fisiologis merupakan dormansi yang disebabkan oleh
terjadinya hambatan dalam proses fisiologis; terbagi menjadi:
1) Photodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh
keberadaan cahaya
2) Immature embryo: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh kondisi
embrio yang tidak/belum matang
3) Thermodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh suhu
3. Berdasarkan bentuk dormansi
Kulit biji impermeabel terhadap air/O2
a. Bagian biji yang impermeabel: membran biji, kulit biji, nucellus, pericarp,
endocarp
b. Impermeabilitas dapat disebabkan oleh deposisi bermacam-macam
substansi (misalnya cutin, suberin, lignin) pada membran.
c. Kulit biji yang keras dapat disebabkan oleh pengaruh genetik maupun
lingkungan. Pematahan dormansi kulit biji ini dapat dilakukan dengan
skarifikasi mekanik.
d. Bagian biji yang mengatur masuknya air ke dalam biji: mikrofil, kulit biji,
raphe/hilum, strophiole; adapun mekanisme higroskopiknya diatur oleh
hilum.
e. Keluar masuknya 02 pada biji disebabkan oleh mekanisme dalam kulit
biji. Dormansi karena hambatan keluar masuknya 02 melalui kulit biji ini
dapat- dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pemberian
larutan kuat. Embrio belum masak (immature embryo)
22. 86
f. Ketika terjadi abscission (gugurnya buah dari tangkainya), embrio masih
belum menyelesaikan tahap perkembangannya. Misal: Gnetum gnomon
(melinjo)
g. Embrio belum terdiferensiasi
h. Embrio secara morfologis sudah berkembang, namun masih butuh waktu
untuk mencapai bentuk dan ukuran yang sempurna (Retno, 2012).
Adapun kerugian adanya sifat dormansi benih adalah menunda
perkecambahan benih walaupun benih tersebut sudah diletakkan pada tempat yang
memenuhi syarat terjadinya proses perkecambahan. Benih yang tertunda
berkecambah ketika dikecambahkan menyebabkan memiliki resiko besar antara
lain perkecambahan terjadi tidak serempak, kecambah yang tumbuh tidak
seragam, mudah terserang penyakit, kehilangan energi perkecambahan, bahkan
bisa mati karena terlalu lama mengalami dormansi. Oleh karena itu, dormansi
harus ditangani sebelum benih dikecambahkan agar benih segera berkecambah
dengan daya kecambah sesuai dengan besarnya viabilitas yang dimiliki
(Indriyanto, 2011).
Tumbuhan dengan melakukan dormansi, dapat hidup bertahan bulanan
bahkan sampai beberapa tahun tanpa menghabiskan cadangan makanannya.
Dormansi dapat menyebabkan tumbuhan mampu bertahan terhadap kondisi yang
tidak menguntungkan, seperti kekeringan pada musim panas dan suhu rendah
pada musim dingin.
Menurut Sutopo (2010) menyatakan bahwa dipandang dari segi ekonomis
terdapatnya keadaan dormansi pada benih dianggap tidak menguntungkan. Oleh
23. 87
karena itu dibutuhkan cara-cara agar dormansi dapt dipecahkan atau sekurang-
kurangnya lama dormansinya dapat dipersingkat. Beberapa cara yang telah
diketahui adalah:
1. Perlakuan mekanis, umumnya dipergunakan untuk memecahkan dormansi
benih yang disebabkan oleh impermeabilitas kulit biji baik terhadap air atau
gas.
a. Skarifikasi: mencakup cara-cara seperti mengikir atau menggosok kulit
biji dengan kertas ampelas, melubangi kulit biji dengan pisau, perlakuan
impaction (goncangan) untuk benih-benih yang memiliki sumbat gabus.
Dimana semuanya bertujuan untuk melemahkan kulit biji yang keras,
sehingga lebih permiabel terhadap air dan gas.
b. Tekanan: benih-benih dari sweet clover dan alfalfa setelah diberi
perlakuan dengan tekanan hidraulik 2000 atm pada 180C selama 5-20
menit ternyata perkecambahannya meningkat sebesar 5-200%.
2. Perlakuan kimia, menggunakan bahan-bahan kimia sering pula dilakukan
untuk memecahkan dormansi pada benih. Tujuannya adalah menjadikan kulit
biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi.
3. Perlakuan perendaman dengan air, beberapa jenis benih terkadang diberi
perlakuan perendaman didalam air panas dengan tujuan memudahkan
penyerapan air oleh benih.
4. Perlakuan pemberian temperatur tertentu:
24. 88
a. Stratifikasi: banyak benih yang perlu dikenai temperature tertentu
sebelum dapat diletakkan pada temperature yang cocok untuk
perkecambahannya.
b. Perlakuan dengan temperature yang rendah dan tinggi: keadaan dormansi
pada beberapa benih dapat diatasi dengan pemberian efek dari
temperature rendah dan agak tinggi. tetapi temperature ekstrim dar
perlakuan ini tidak boleh berbeda lebih dari 100 atau 200C, pada
umumnya berada di atas titik beku.
5. Perlakuan dengan cahaya, cahaya tidak hanya mempengaruhi persentase
perkecambahan benih, tetapi juga laju perkecambahan. Pengaruh cahaya pada
benih bukan saja dalam jumlah cahaya yang diterima tetapi juga intensitas
cahaya dan panjang hari.
Menurut Hartmann dan Kester (1959) menyebutkan perlakuan-perlakuan
sebelum perkecambahan yang mampu menstimulir perkecambahan, diantaranya:
1. Skarifikasi mekanik yang dapat mengurangi masalah dengan kulit benih
keras
2. Perendaman benih dalam air yang dapat mengurangi masalah kulit benih
keras, menghilangkan inhibitor, melunakkan benih, dan mempercepat waktu
perkecambahan
3. Skarifikasi dengan asam yang dapat mengurangi masalah kulit benih keras
atau kulit benih yang impermeable
4. Stratifikasi dingin yang dapat digunakan pada benih yang mempunyai sifat
after-ripening dan kulit benih yang keras
25. 89
5. Perendaman dengan larutan potasium nitrat
6. Pengaturan cahaya
Keuntungan pemecahan dormansi benih dengan cara skarifikasi adalah
melakukan pemecahan dormani dengan perlakuan fisik, dimana benih diampelas,
dikikir, di lubangi dan sebagainya, sehingga benih akan lebih cepat berkecambah
dan masa dormansi dapat dipersingkat dengan waktu yang tidak lama. Sedangkan
kekurangannya adalah apabila proses perlakuan fisik tersebut berlebihan,
maka benih dapat rusak atau bahkan mati sehingga benih tidak dapat berkecambah
sebagaimana mestinya, sehingga diperlukan kehati-hatian dan juga dapat
memperparah kondisi benih bila terdapat hama dan penyakit di dalamnya.
Keuntungan pemecahan dormansi benih dengan cara stratifikasi adalah
dengan memberikan temperature tertentu pada benih sehingga terdorong untuk
melakukan metabolisme di dalam benih dan diharapkan benih cepat berkecambah,
cara ini lebih praktis dari pada skarifikasi dan juga hama serta penyakit yang
menempel pada benih bisa dimusnahkan. Sedangkan kerugiannya, Pemberian
temperature ini relative lebih lama waktunya dibandingkan dengan cara
skarifikasi.
Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit biji, dilakukan dengan cara
penusukan, pengoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran, dengan bantuan
pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling efektif
untuk mengatasi dormansi fisik. Karena setiap benih ditangani secara manual,
dapat diberikan perlakuan individu sesuai dengan ketebalan biji. Pada hakekatnya
26. 90
semua benih dibuat permeabel dengan resiko kerusakan yang kecil, asal daerah
radikel tidak rusak (Schmidt, 2002).
Seluruh permukaan kulit biji dapat dijadikan titik penyerapan air. Pada
benih legum, lapisan sel palisade dari kulit biji menyerap air dan proses pelunakan
menyebar dari titik ini keseluruh permukan kulit biji dalam beberapa jam. Pada
saat yang sama embrio menyerap air. Skarifikasi manual efektif pada seluruh
permukaan kulit biji, tetapi daerah microphylar dimana terdapat radicle, harus
dihindari. Kerusakan pada daerah ini dapat merusak benih, sedangkan kerusakan
pada kotiledon tidak akan mempengaruhi perkecambahan.
Air kelapa ini termasuk dalam senyawa organik kompleks yang sering
digunakan dalam kultur jaringan. Air kelapa diketahui mengandung nutrisi yang
tinggi diantaranya gula, gula alkohol, asam amino, asam organik, vitamin,
fitohormon, dan elemen-elemen organik seperti Kalium, Natrium, Kalsium,
Magnesium, Besi, tembaga, posfor, sulfat, dan khlor (Tulecke et al.dalam
Mandang, 1993). Air kelapa juga sebagai sumber yang dapat digunakan untuk
perkembangan embrio diantaranya sitokinin endogen (Wattimena, 1988). Mustika
(1994) menyatakan peranan air kelapa yang dapat memicu tinggi tanaman karena
terdapat zat pengatur tumbuh yang salah satunya auksin. Bewley dan black (1943)
menyebutkan bahwa Auksin dalam benih, salah satu komponen IAA sebagai
prekusor, dalam perkecambahan bekerja secara enzimatis, dan akan
ditransportasikan ke ujung koleoptil dalam perkecambahan benih.
Penggunaan air kelapa dalam penelitian tentang aspek perbenihan sampai
sekarang belum banyak digunakan. Prawira (1999) menyebutkan bahwa perlakuan
27. 91
perendaman benih dalam air kelapa muda selama 4 jam dengan kepekatan 30%
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tolok ukur daya berkecambah
dibandingkan kontrol yaitu 30.88% dari 25.79%, tolok ukur kecepatan tumbuh
yaitu 1.73%/etmal dari 1.65%/etmal pada benih Gmelina arborea.
Koller (1972) menyatakan dalam proses perkecambahan terdapat faktor
lingkungan yang berpengaruh diantaranya air, energi, CO2, kondisi media
tumbuh, persediaan hara mineral, dan persaingan antar individu benih. Copeland
dan McDonald (2001) menyebutkan terdapat bahan-bahan yang dapat merangsang
perkecambahan diantaranya KNO3, Hidrogen Peroksida (H2O2), Thiourea,
Giberelin (GA3), Auksin (IAA), Sitokinin, dan Ethilen (C2H2).
Larutan KNO3 sangat dikenal sebagai bahan kimia yang digunakan dalam
promotor perkecambahan. International Seed Testing Assosiation (ISTA)
merekomendasikan penggunaan KNO3 dengan konsentrasi 0.1-0.2% atau 2%
KNO3 sebagai promotor perkecambahan dalam sebagian besar pengujian
perkecambahan benih (Copeland dan McDonald, 2001).
Larutan KNO3 dapat berinteraksi dengan suhu dalam menstimulir
perkecambahan benih. Bewley dan Black (1943) menyebutkan bahwa pematahan
dormansi dengan KNO3 diduga berhubungan dengan aktifitas lintasan pentosa
fosfat, ketersediaan O2 yang terbatas mengakibatkan lintasa pentosa fospat,
menjadi nonaktif, karena O2 digunakan untuk aktifitas respirasi melalui lintasan
lain. Perlakuan benih dengan akseptor hidrogen seperti nitrat, nitrit, dan
methylene blue diduga dapat membantu proses reoksidasi NADPH sehingga
mengaktifkan kembali lintasan pentosa fospat.
28. 92
Sastrapradja (Kebun Raya Bogor) dalam Sunanto (1993) penggunaan KNO3
pada kenanga sebagai perangsang pertumbuhan ternyata tidak memberikan hasil
yang baik. Satyanti (2003) mengaplikasikan KNO3 dengan konsentrasi 1%, 2.5%,
dan 5 % dalam usaha pematahan dormansi benih kenanga. Persentase
perkecambahan benih dengan perlakuan KNO3 1 % selama 30 menit adalah
36.67% sedangkan 60 menit adalah 63.33%. Perlakuan KNO3 2.5% selama 30
menit adalah 70% sedangkan 60 menit adalah 60%, dan perlakuan KNO3 5%
selama 30 menit adalah 70% sedangkan 60 menit adalah 76.67%
Air kelapa merupakan endosperma buah kelapa yang berbentuk cair. Air
kelapa ini termasuk dalam senyawa organik kompleks yang sering digunakan
dalam kultur jaringan. Air kelapa diketahui mengandung nutrisi yang tinggi
diantaranya gula, gula alkohol, asam amino, asam organik, vitamin, fitohormon,
dan elemen-elemen organik seperti Kalium, Natrium, Kalsium, Magnesium, Besi,
tembaga, posfor, sulfat, dan khlor (Tulecke et al.dalam Mandang, 1993). Air
kelapa juga sebagai sumber yang dapat digunakan untuk perkembangan embrio
diantaranya sitokinin endogen (Wattimena, 1988). Mustika (1994) menyatakan
peranan air kelapa yang dapat memicu tinggi tanaman karena terdapat zat
pengatur tumbuh yang salah satunya auksin. Bewley dan Black (1943)
menyebutkan bahwa Auksin dalam benih, salah satu komponen IAA sebagai
prekusor, dalam perkecambahan bekerja secara enzimatis, dan akan
ditransportasikan ke ujung koleoptil dalam perkecambahan benih.
Penggunaan air kelapa dalam penelitian tentang aspek perbenihan sampai
sekarang belum banyak digunakan. Prawira (1999) menyebutkan bahwa perlakuan
29. 93
perendaman benih dalam air kelapa muda selama 4 jam dengan kepekatan 30%
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tolok ukur daya berkecambah
dibandingkan kontrol yaitu 30.88% dari 25.79%, tolok ukur kecepatan tumbuh
yaitu 1.73%/etmal dari 1.65%/etmal pada benih Gmelina arborea.
Epstein (1972) menyebutkan bahwa unsur mineral sangat penting dalam
proses fisiologi metabolisme tumbuhan, mengaktivasi beberapa enzim atau zat
pengatur, dan berperan sebagai co-factor dalam pertumbuhan tanaman. Epstein
juga menyebutkan beberapa fungsi mineral seperti Mg sebagai komponen
penyusun klorofil, Mg dan Mn sebagai kofaktor enzim. B berperan terhadap
metabolisme karbohidrat yaitu degradasi glukosa dalam proses glikolisis.
Shimarock adalah salah satu nama dagang produk jepang berbentuk larutan
yang mengandung berbagai mineral penting yang dibutuhkan dalam proses
perkembangan dan pertumbuhan benih atau tanaman. Saut (2002) menyebutkan
bahwa Shiimarocks merupakan larutan yang mengandung 22 jenis mineral
essensial bagi tanaman. Shiimarocks berperan sebagai katalis anorganik yang
sangat esensial untuk fotosintesis, mencegah dan menyembuhkan penyakit-
penyakit fisiologis yang disebabkan oleh kekurangan mineral, mempercepat
pertumbuhan akar dan menghasilkan rambut akar.
Shimarocks dan produk lain yang sejenis sering disebut mineral 22 karena
didalamnya terkandung 22 mineral atau hara essensial. 22 mineral tersebut adalah
Fosfor (P), Kalium (K), kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Molibdenum (Mo),
Tembaga (Cu), Rubidium (Rb), Seng (Zn), Silikon (Si), Besi (Fe), Cobalt (Co),
Natrium (Na), Litium (Li), Titanium (Ti), Vanadium (V), Aluminium (Al),
30. 94
Barium (Ba), Nikel (Ni), selenium (Se), Germanium (Ge), Tungsten-Wolfram
(W), dan Mangan (Mn).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa shiimarocks mampu meningkatkan
viabilitas potensial dan vigor pada berbagai benih. Saut (2002) menyebutkan
bahwa perlakuan perendaman benih tomat dalam Shiimarocks 500 ppm selama 24
jam, 1000 ppm selama 48 jam pada benih terung, dan 500 ppm selama 48 jam
atau 1000 ppm selama 24 jam pada benih cabai menunjukkan peningkatan
viabilitas benih-benih tersebut. Benih kangkung dengan konsentrasi 500 dan 1500
ppm, benih kacang panjang dengan konsentrasi 1000 dan 1500 ppm (Junisusanti,
2003). Sitorus (2005) menyebutkan bahwa perlakuan invigorasi pada kacang
tanah dengan Shiimarocks mampu meningkatkan Berat Kering Kacambah Normal
(BKKN).
Asam askorbat merupakan salah satu bentuk antioksidan yang secara alami
terdapat dalam tumbuhan. Asam askorbat merupakan salah satu senyawa yang
penting dalam proses pembelahan dan pembesaran sel dalam proses metabolisme
pada proses perkecambahan dimulai (Arrigoni et al., 1992). Asthana dan Srivasta
dalam Hardiyanto (1995) melaporkan pemberian asam askorbat 0.1% pada benih
jagung dapat menstimulasi perkecambahan benih. Pada penelitian ini perlakuan
pelembaban dengan asam askorbat tidak meningkatkan DB secara nyata
dibanding pelembaban dengan air bahkan pada perlakuan P7M1 (66.6%), P7M2
(42.67%), dan P7M3 (72.00%) nyata lebih rendah. Hal ini bebeda dengan
penelitian Basra et al. (2006) melaporkan bahwa benih padi kultivar KS-282 dan
Super Basmati yang diberi perlakuan priming perendaman dengan asam askorbat
31. 95
10 ppm menghasilkan DB yang lebih baik dari pada kontrol dan perlakuan asam
askorbat 20 ppm. Menurut Hamama (2008) pemberian asam askorbat 55mM
dapat meningkatkan DB benih jagung varietas Arjuna (68%) dan Bisma (88%)
dibanding tanpa asam askorbat (0 mM) yang menghasilkan DB 50.7 % pada
Arjuna dan 41.3% pada Bisma tetapi pada pemberian asam askorbat 110 mM
dapat menurunkan DB benih jagung varietas Arjuna (64%) dan Bisma (36%).
Asam askorbat pada tingkat tertentu dapat menstimulasi perkecambahan tetapi
pemberian asam askorbat dapat berpengaruh buruk jika jumlahnya berlebih. Benih
semangka diduga telah memiliki kandungan asam askorbat endogen yang cukup
dan pemberian asam askorbat eksogen dapat berpengaruh buruk terhadap
perkecambahan.
Brandt, (1971) dalam Schmidth, (2002) menyatakan bahwa air panas
mematahkan dormasi fisik pada Leguminosae melalui tegangan yang
menyebabkan pecahnya lapisan microsclereids, ketegangan dalam sel bagian luar
menyebabkan keretakan sehingga O dan air dapat cepat masuk kedalam biji.
Sedangkan menurut Raharjo, (2002) perendaman menggunakan air bersuhu tinggi
teruji efektif menghilangkan bahanbahan penghambat perkecambahan dan
memicu pembentukan hormon pertumbuhan sehingga biji dapat berkecambah.
Perendaman benih dengan air dingin juga menunjukan pengaruh yang sangat
nyata terhadap laju perkecambahan benih karet (Hevea brasilliensis. Muell.Arg)
dimana perendaman dilakukan yaitu selama 6 jam, 12 jam dan 24 jam. pada
perendaman benih karet dalam air dingin, benih yang direndamkan selama 12 jam
menghasilkan persentase laju perkecambahan yaitu 70 % dan indeks vigor 7,07,
32. 96
yang paling tinggi dari perlakuan lainnya jumlah benih yang berkecambah yaitu
14 benih dari 20 benih yang di kecambah dapat dilihat pada. Hal ini diduga
karena air yang direndam selama 12 jam telah mencapai maksimum atau
mencapai imbibisi yang optimum sehingga air dapat masuk kedalam biji karena
biji telah mengalami perekahan kulit sehingga air dan oksigen dapat masuk
kedalam biji. Sutopo, (2002) perendaman dalam air dapat memudahkan
penyerapan air oleh benih, sehingga kulit benih menjadi lisis dan lemah, selain itu
juga dapat digunakan untuk pencucian benih sehingga benih terbebas dari patogen
yang menghambat perkecambahan benih.
Proses pengecambahan benih kelapa cukup sulit karena benih bersifat
dorman. Dormansi benih kelapa disebabkan karena kerasnya kulit benih sehingga
air sulit masuk ke dalam benih. Adanya kondisi dormansi ini menyebabkan benih
harus diberi perlakuan untuk mematahkan dormansi. Proses pengecambahan benih
kelapa yang bermutu memerlukan waktu sekitar 3 bulan, diawali dengan proses
perendaman pertama selama 7 hari untuk meningkatkan kadar air menjadi 22%,
selanjutnya dilakukan pemanasan selama 60 hari pada suhu 40ΒΊC, kemudian
direndam kembali selama 3 hari untuk meningkatkan kadar air hingga 18% lalu
dikecambahkan di ruang perkecambahan pada suhu kamar. Benih mulai
berkecambah 2 minggu setelah proses perkecambahan dengan persentase
berkecambah hingga 60%. Minggu berikutnya benih akan tetap berkecambah
dengan laju yang lebih rendah hingga 3 bulan ke depan. Silomba (2006)
melaporkan bahwa benih kelapa yang direndam dalam air selama 3-7 hari dengan
pemanasan selama 40 hari menghasilkan daya berkecambah sebesar 87.33%.
33. 97
Tanaman pinang diperbanyak secara umum yaitu secara generatif dengan
menggunakan biji sebagai bahan perbanyakan. Cara ini mempunyai kelemahan
diantaranya yaitu benihnya mengalami dormansi sehingga proses perkecambahan
benih berlangsung selama 1,5-3 bulan (Sihombing, 2000). Buah pinang memiliki
biji dengan lapisan endokarp yang tebal dan keras (Hidayat, 1995), sehingga
mengakibatkan embrio membutuhkan waktu yang lam untuk dapat menembus
kulit biji. Menurut Raja (2001) biji pinang mengandung senyawa alkaloid seperti
arecaine,arecoline, arecaidine, guvacolin dan chlonine yang bermanfaat dalam
bidang farmakologi. Salah satu metode yang dapat digunakan masalahan
penyediaan bibit yaitu dengan usaha-usaha dalam mematahkan masa dormansi
terhadap benih pinang. Sutopo (1998) menyatakan banyak cara yang dilakukan
untuk mematahkan dormansi terhadap benih, yaitu dengan memberikan
perlakuan-perlakuan khusus terhadap benih, seperti perendaman dengan air panas,
perlakuan suhu tertentu dan perlakuan cahaya. Pengguanaan beberapa jenis bahan
kimia seperti H2SO4, HCl, KNO3 dapat mempercepat perkecambahan dan
vigoritas tanaman pada kondisi lingkungan tertentu.
Benih aren memerlukan waktu relatif lama untuk perkecambahanya karna
memiliki struktur kulit yang tebal dan keras. Pada kondisi alami benih baru bisa
berkecambah 5-6 bulan setelah semai (Mashud, 1989). Untuk mempercepat
perkecambahan benih aren dilakukan usaha pematahan dormansi dengan berbagai
cara fisik dan kimia. Pematahan dormansi secara fisik misalnya dengan pelukaan
didekat embrio (Massano, 1989) dan skarifikasi dengan kertas pasir, sedangkan
secara kimiah misalnya dengan perlakuan pandangan benih dalam larutan HCL
34. 98
pada pH 6 IAA 50 ppm H2SO4 (Sapulete, 1989) serta kombinasi stratifikasi suhu
5 Β°C dan IAA 50 ppm. Aren (Arenga pinnata Merr) memiliki kulit biji yang keras
sehingga untuk memacu proses perkecambahan perlu dilakukan perlakuan
pendahuluan. Perlakuan pendahuluan yang dilakukan yaitu dengan melakukan
suatu tindakan untuk mengikis jaringan penutup embrio yang disebut skarifikasi
yang disebabkan oleh hambatan mekanis yang ditimbulkan oleh kerasnya jaringan
endosperma dan endocarp yang menutup embrio agar air, oksigen dan faktor lain
yang mendukung untuk mempercepat perkecambahan lebih mudah masuk
sehingga membantu dalam proses perkecambahan. Suhu adalah salah satu faktor
yang berperan dalam proses perkecambahan. Suhu yang terlalu tinggi akan
mengakibatkan terganggunya proses perkecambahan bahkan dapat mengakibatkan
kematian terhadap embrio benih (Sutopo, 1993).
Media perkecambahan merupakan salah satu faktor eksternal yang
mempengaruhi perkecambahan benih. Murniati dan Suminar (2006) melaporkan
bahwa media campuran tanah dan kompos dengan perbandingan 1:1 (b/b)
merupakan media terbaik bagi daya berkecambah benih mengkudu yang mencapai
88.7% dan pada media pasir mencapai daya berkecambah 74.7%, sebaliknya pada
media arang sekam daya berkecambah benih mengkudu sangat rendah, hanya
mencapai 24.5%. Setiap jenis benih memiliki respon yang berbedaβbeda terhadap
perkecambahannya. Kompos berasal dari tumbuhan yang mengalami proses
pelapukan (Murbandono, 1990). Susanto (1996) menyatakan bahwa kompos
berperan meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) dan memperbaiki struktur
tanah. Ashari (1995) melaporkan pasir silika dan kuarsa yang berukuran 0.5β0.2
35. 99
mm merupakan media yang cukup baik digunakan sebagai bahan campuran media
tanam karena bersifat porous dan memiliki aerasi yang baik. Wusono (2001)
melaporkan bahwa benih terong varietas TEβ20 yang disimpan selama 1 bulan
dan 2 bulan, kemudian ditanam pada media pasir dapat meningkatkan daya
berkecambah secara nyata tanpa diberikan perlakuan pematahan dormansi dengan
nilai rata-rata masingβmasing sebesar 95.50% dan 92.50%.
Kokopit merupakan media perkecambahan benih yang berasal dari sabut
kelapa yang direndam selama 6 bulan untuk menghilangkan senyawa-senyawa
kimia yang dapat merugikan tanaman seperti tanin yang dapat menghambat
pertumbuhan. Sabut kelapa yang sudah dikeringkan dimasukkan ke dalam mesin
untuk memisahkan serat dengan jaringan empelurnya. Residu dari pemisahan
itulah yang digunakan (Sunandi, 2007). Arang sekam merupakan sekam padi yang
telah mengalami proses pembakaran. Proses pembakaran yang menghasilkan
warna hitam pada arang sekam mengakibatkan daya serap terhadap panas yang
tinggi sehingga dapat menaikkan suhu dan mempercepat perkecambahan.
Budiarto (1997) melaporkan penggunaan arang sekam sebagai media semai pada
pembibitan tanaman tapak dara memberikan hasil terbaik untuk parameter jumlah
daun dan tinggi tanaman (36,13 dan 8.97 cm) dibandingkan media campuran
serbuk sabut kelapa dan batu apung. Sinaga (2007) melaporkan media pasir lebih
baik dibanding media campuran pasir, tanah, dan kotoran sapi bagi perkembangan
bibit majegau (Dysoxylum cumingianum). Benih mejagau yang ditumbuhkan
pada media pasir menghasilkan jumlah daun 5.2 helai, lebih tinggi disbanding
36. 100
jumlah daun dari benih yang ditumbuhkan pada media campuran pasir, tanah dan
kotoran sapi yaitu 3.9 helai.
Praktikum kali ini mendapatkan hasil berupa persentase perkecambahan dari
benih dengan perlakuan yang berbeda-beda untuk memecahkan masa
dormansinya. Persentase perkecambahan benih albasia dengan perlakuan air panas
sebesar 70%, albasia air dingin sebesar 120%, dan albasia kontrol sebesar 50%.
Persentase benih melinjo dengan perlakuan kupas sebesar 0%, melinjo amplas,
melinjo kontrol, pinang kupas dan pinang kontrol presentasenya sebesar 0%.
Masing-masing benih dengan perlakuan yang berbeda-beda memiliki daya
berkecambah yang berbeda-beda, kemungkinan besar karena masa dormansi yang
berbeda-beda dari setiap benih dan juga adanya ketidak sesuaian perlakuan yang
diberikan terhadap perkecambahan suatu benih.
Menurut Sihombing (2000) menyatakan bahwa pinang secara umum
diperbanyak menggunakan biji yaitu secara generatif. Cara ini mempunyai
kelemahan diantaranya yaitu benihnya mengalami dormansi sehingga proses
perkecambahannya berlangsung selama 1,5-3 bulan. Buah pinang sirih memiliki
biji dengan lapisan endokarp yang tebal dan keras (Hidayat, 1995), sehingga
mengakibatkakn embrio membutuhkan waktu yang lama untuk dapat menembus
kulit biji. Menurut Raja (2001) menyatakan bahwa biji pinang mengandung
senyawa alkaloid seperti arecaine, arecoline, arecaidine, guvacolin dan chlonine
yang beranfaat dalam bidang farmakologi.
Benih pinang yang dilakukan pada praktikum tidak ada yang tumbuh
kemungkinan besar karena waktu pengamatannya hanya sebentar yaitu hanya 14
37. 101
hari saja termasuk destruksinya, dan juga dikarenakan masih salah dalam
melakukan pengupasan benih pinang sehingga air sulit masuk kedalam benih
pinang. Menurut penelitian yang dilakuakan oleh Rahmi Yanti (2006) dalam
skripsinya menyatakan bahwa perlakuan pengikisan dan perendaman benih
dengan air merupakan perlakuan fisik yang dapat mematahkan masa dormansi
benih pinang pada minggu ke tiga setelah tanam, dan perendaman benih dengan
KNO3 0,2% dan GA3 1000ppm merupakan perlakuan kimia yang dapat
mematahkan dormansi benih pinang sirih, sedangkan perlakuan perendaman benih
dengan H2SO4 pekat tidak dapat mematahkan dormansi benih pinang.
Menurut Meiriani (2012) menyatakan bahwa perlakuan skraifikasi bagian
pangkal benih dapat meningkatkan laju perkecambahan benih pinang hingga 64%
dibandingkan tanpa skarifikasi. Skarifikasi dilakukan dengan mengupas sebagian
epikarp(lapisan terluar benih) dan mesokarp benih (sabut) kemudian menggosok
endokarp yaitu lapisan benih bertekstur keras. Perlakuan skarifikasi pada bagian
pangkal benih pinang menyebabkan air dan oksigen mudah masuk kedalam benih
sehingga proses perkecambahan dimulai lebih cepat dibandingkan skarifikasi
dibagian lain.
Terdapat biji-biji yang tidak berkecambah dalam skarifikasi biji melinjo
dengan pengamplasan permukaan kulit benih. Hal ini dapat terjadi dengan
kemungkinan:
1. Kesalahan praktikan dalam melakukan pengamplasan, seperti terlalu dalam
saat mengamplasnya sehingga merusak jaringan yang ada pada biji melinjo
38. 102
2. Biji melinjo yang digunakan tidak memenuhi persyaratan untuk dilakukan
skarifikasi
3. Kulit biji melinjo yang terlalu tebal sehingga biji tidak mampu berkecambah
4. Biji yang sudah diamplas tidak mampu untuk menyerap gas dan air atau
kurang permeabel (Sutopo, 1998)
Stratifiksi biji albasia dengan air panass menunjukkan bahwa dengan
perendaman selama 20 menit menghasilkan presentase sebesar 64%. Hal ini
terjadi karena tujuan dari perendaman dengan air panas yaitu untuk memudahkan
penyerapan air oleh benih. Selama stratifikasi terjadi sejumlah perubahan dalam
benih yang berakibat menghilangnya bahan-bahan penghambat pertumbuhan atau
terjadinya pembentukan bahan-bahan yang merangsang pertumbuhan (Sutopo,
1998).
39. 103
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Praktikum ini dapat ditarik kesimpulan yaitu:
1. Metode pemecahan masa dormansi salah satunya yaitu secara skarifikasi
dimana metode ini seperti pengamplasan, perendaman baik air panas dan juga
air dingin, pengupasan dimana tujuannya supaya biji dapat menyerap air
secara maksimal sehingga memacu pematahan masa dormansi.
2. Biji-biji pada daerah tropis memiliki struktur biji yang cukup keras sehingga
masa dormansinya juga cukup lama seperti biji melinjo, pala, pinang, kolang-
kaling. Pinang memiliki struktur yang keras sehingga masa dormanisnya bisa
sampai 3 bulan. Metode yang secara umum digunakan yaitu perendaman
senyawa kimia yaitu senyawa H2SO4 dan KNO3.
3. Pemecahan menggunakan ZPT yang alami salah satunya yaitu menggunakan
air kelapa dapat membantu perkembangan embrio karena adanya sitokinin
endogen.
B. Saran
Praktikan diharapkan lebih serius dalam melaksanakan kegiatan ini.
Praktikan diharapkan lebih disiplin dalam hal pengamatan dan penyiraman.
Asisten diharapkan suaranya lebih lantang supaya bisa terdengar dengan jelas.
40. 104
DAFTAR PUSTAKA
Bewley, J. D. and M. Black. 1943. Physiology of Development and Germination.
Volume 2. Springer-Verlag. New York. 445p.
Burhan, dkk. 1977, Fisiologi Tanaman, PT Bina Aksara, Jakarta.
Copeland, L. O. and McDonald, M. B. 2001. Principles of Seed Science and
Technology. Kluwer Academic Publisher. London. 467p.
Dwidjoseputro, D, 1985, Pengantar Fisiologi Tumbuhan, PT Gramedia, Jakarta.
Dwidjoseputro. 1985. Pengantar Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gajah Mada
University Press. Yogyakarta.
Epstein, E. 1972. Mineral Nutrition of Plant: Principles and Perspectives. John
Wiley and Sons, Inc. New York. 412p.
Hartmann, H. T. And D. E. Kester. 1959. Plant Propagation Principles and
Practices. Prentice-Hall, inc. Englewood. New Jersey. 705p.
Hidayat, E.B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. ITB. Bandung.
Idris, 2003. Dasar-Dasarr Teknologi Benih. Universitas Mataram: Mataram.
Jakarta
Junisusanti, R. 2003. Skripsi. Pengaruh Perlakuan Invigorasi Terhadap Viabilitas
Benih Kangkung (Ipomoea reptans L.), Kacang Panjang (Vigna sinensis L.),
dan Buncis (Phaseolus vulgaris L.) pada Beberapa Periode Simpan.
Agronomi dan Hortikultura. IPB. 47hal.
Kamil, J. 1979. Teknologi Benih. Angkasa. Bandung
Kamil, J. 1986. Teknologi Benih I cetakan ke 10. Angkasa Raya. Padang
Kartasapoetra. 1992. Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat. Rineka Cipta. Jakarta.
Koller, D. 1972. Environment control of seed germination, page 2-101. In:
Kozlowski, T. T. Seed Biology, Volume II Germination Control,
Metabolism, Pathology. Academic Press. New York and London. 447p.
41. 105
Kuswanto, H., 1997. Analisis Benih. ANDI. Yogyakarta.
Lakitan, Benyamin. 1993. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Rajagrafindo
Persada. Jakarta.
Lakitan, B. 2007. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Leopold, A.C. and P.E. Kriedemann. 1975. Plant Growth Development 2
nd edition. W.H. Freeman and Company, San Francisco 149-151
Lita, Sutopo. 1985. Teknologi Benih. Rajawali. Jakarta
Mandang, J. D. 1993. Disertasi.Peranan Air Kelapa dalam Kultur Jaringan
Tanaman Krisan (Crysanthemum morifolium). Institut Pertanian Bogor
(IPB). Bogor. 113 hal.
Masano. 1989. Perkecambahan benih aren. Duta Rimba. Perum Perhutani 15
(105-106) 24-30.
Mashud N.R Rahman dan R. B. Mallangkay. 1989. Jurnal Penelitian Kelapa.
Pengaruh berbagai perlakuan fisik dan kimia terhadap perkecambahan dan
pertumbuhan bibit aren (Arenga pinnata (Wurmb.) Merr). 4 (1): 27 β 37.
Meiriani, Dini, M., dan Edison, P. 2012. Jurnal Online Agroteknologi. Respons
Perkecambahan Benih Pinang (Areca Catechu L.) Terhadap Berbagai
Skarifikasi dan Konsentrasi Asam Giberelat (GA3). 1(1): 15-25
Mugnisjah, W. Q. dan A. Setiawan.1990. Pengantar Produksi benih. Rajawali
Pers. Jakarta.
Mustika, B. P. 1994. Skripsi. Pengaruh 2.4 D dan Air Kelapa Terhadap Produksi
Stek Mikrokentang (Solanum tuberasum, L.) cv. Russet Burbank. Budidaya
Pertanian. IPB. 45hal.
Prawira, J. 1999. Skripsi.Studi Pematahan Dormansi dan Perlakuan Air Kelapa
untuk Meningkatkan Perkecambahan Benih Gmelina arborea. Agronomi dan
Hortikultura. IPB. 41hal.
Retno, Catarina. 2012. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Universitas
Sanata Dharma. Yogyakarta
42. 106
Retno, Catarina. 2012. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Universitas
Sanata Dharma. Yogyakarta.
Sadjad, S., M. Poernomohadi, Z. Jusup, dan Z. A. Pian. 1974. Penuntun
Praktikum Teknologi Benih. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Salisburry,F.B dan Ross,W.C, 1995, Fisiologi Tumbuhan Jilid 2, ITB Press,
Bandung.
Saut, L. 2002. Skripsi.Pengaruh Perlakuan Perendaman Benih dalam Larutan GA3
dan Shiimarocks Terhadap Viabilitas Benih Tomat, Benih Cabai, dan Benih
Terung. Agronomi dan Hortikultura. IPB. 40hal.
Schimdt, L. 2002. Guide to Handling of Tropical dan Subtropical Forest Seed.
Danida Forest Seed Centre. Denmark. 511p.
Siregar, Arbaya. 2003. Fisiologi Tumbuhan. Direktoral Jendral Pendidikan
Tingkat DEPDIKBUD. Bandung.
Sitorus, S. 2003. Skripsi.Pengaruh Perlakuan Invigorasi Terhadap Viabilitas Benih
Kacang Hijau (Phaseolus radiates L.), Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.),
dan Kedelai (Glycine max L.) pada Beberapa Periode Simpan. Agronomi
dan Hortikultura. IPB. 37hal.
Sutopo, L. 1998. Teknologi Benih cetakan ke empat. PT Raja Grafindo Persada.
Suyitno Al.MS. 2007. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan Dasar.
Yogyakarta. UNY
Syamsuwida D., Dede J, dan Nurhasybi. 2011. Teknologi Untuk Memperbaiki
Perkecambahan Benih Kepuh. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan
Tanaman Hutan. Bogor
Trisno, 2010. Ilmu Benih. Faperta UNAND. Semarang
Utomo, B. 2006. Karya Ilmiah Ekologi Benih. Universitas Sumatera Utama.
Medan
Wattimena, G. A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. PAU IPB. Bogor. 145
hal
43. 107
Yanti, Rahmi. 2006. Skripsi. Pematahan Dormansi Benih Pinang Sirih (Araca
catechu L.) dengan Beberapa Perlakuan Fisika dan Kimia. Universitas
Andalas. Padang