2. Daftar Isi
BAB I
Pengertian dan Fungsi Evaluasi Kinerja SDM
BAB II
Human Resources Score Card
BAB III
Motivasi dan Kepuasan Kerja
BAB IV
Mengelola Potensi Kecerdasan dan Emosional SDM
BAB V
Membangun Kapabilitas dan Kompetensi SDM
BAB VI
Konsep Audit Kinerja
BAB VII
Pelaksanaan Audit Kinerja
3. BAB I
Pengertian dan Fungsi Evaluasi Kinerja SDM
A. Manajemen Kinerja
1. Pengertian
Manajemen Kinerja adalah suatu proses manajerial mengenai perencanaan,
evaluasi dan penilaian kinerja perangkat organisasi untuk mewujudkan tujuan
organisasi. Dengan penerapan manajemen kinerja kita dapat mengetahui apakah
pekerjaan yang dilakukan selama ini sudah berada pada jalur yang seharusnya.
Atau dengan kata lain, manajemen kinerja tidak hanya terkait dengan kinerja
karyawan secara individu, tetapi juga kinerja organisasi secara keseluruhan.
Penerapan manajemen kinerja akan menyediakan kerangka kerja bagi pegawai
baik tingkat manajerial maupun staf untuk bekerjasama sehingga pekerjaan yang
dilakukan oleh pegawai akan terdefinisi secara jelas serta berkontribusi terhadap
pencapaian tujuan organisasi.
2. Fungsi
Fungsi manajemen kinerja adalah untuk penentuan sasaran yang jelas dan
terarah. Di dalamnya terdapat tujuan organisasi yang ingin dicapai, strategi,
rencana kerja dan saluran komunikasi atasan dan bawahan untuk memastikan
pencapaian kinerja yang diharapkan.
Manajemen kinerja, pada kenyataannya ditentukan oleh atasan berupa strategi
yang harus dilaksanakan oleh bawahan guna mencapai tujuan organisasi, tidak
hanya bermanfaat bagi salah satu pihak saja namun juga akan bermanfaat bagi
seluruh pihak terkait, antara lain:
4. Bagi atasan, manajemen kinerja mempermudah penyelesaian pekerjaan
bawahan sehingga atasan tidak perlu lagi repot mengarahkan kegiatan
sehari-hari karena bawahan sudah memahami apa yang harus dilakukan
dan apa yang harus dicapai serta mengantisipasi kemungkinan hambatan
yang muncul.
Bagi bawahan, manajemen kinerja membuka kesempatan diskusi dan
dialog dengan atasan berkaitan dengan kemajuan pekerjaannya. Adanya
diskusi dan dialog memberikan umpan balik untuk memperbaiki kinerja
sekaligus meningkatkan keahliannya dalam menyelesaikan pekerjaan.
Selain itu, manajemen kinerja juga memberdayakan bawahan karena ia
tidak harus selalu meminta arahan kepada atasan.
Bagi organisasi, manajemen kinerja memungkinkan timbulnya kejelasan
keterkaitan antara tujuan organisasi dan tujuan pekerjaan masing-masing
pegawai.
3. Alat Manajemen Kinerja
Beberapa alat manajemen kinerja yang biasa digunakan diantaranya
adalah Balanced Scorecard (BSC), MalcolmBaldridge (MBNQA), Manajemen
Mutu ISO, Six Sigma, Lean Six Sigma, dan sebagainya dengan keunggulan
masing-masing. Apapun alat manajemen kinerja yang digunakan, terdapat syarat
dasar yang harus dipenuhi dalam suatu organisasi untuk menerapkan manajemen
kinerja, yaitu:
1. Adanya strategi organisasi yang jelas dalam rangka mewujudkan tujuan
organisasi, lebih jauh lagi mewujudkan misi dan visi organisasi. Strategi
organisasi merupakan rencana terpadu dan menyeluruh mengenai upaya-
upaya organisasi yang meliputi penetapan kebijakan dan program untuk
mecapai sasaran dan tujuan organisasi.
5. 2. Adanya suatu indikator kinerja utama (key perfomance indikator) yang
terukur secara kuantitatif, memiliki target yang ingin dicapai, dan jelas
batas waktunya. Michael Porter, guru besar dari Harvard Business School,
mengatakan bahwa kita tidak dapat memanajemeni sesuatu yang tidak
dapat kita ukur, untuk itu kita memerlukan sutau pengukuran yang
membuat kita mengetahui capaian dari kinerja. Ukuran ini harus dapat
menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi oleh suatu organisasi
sehingga bila dievaluasi dapat diketahui apakah kinerja sudah dapat
mencapai target atau belum.
3. Adanya kontrak kinerja. Ukuran-ukuran kinerja tersebut biasanya
dituangkan kedalam suatu bentuk kesepakatan antara atasan dan bawahan
yang sering disebut sebagai suatu kontrak kinerja. Kontrak kinerja ini
berisikan indikator kinerja yang ingin dicapai oleh organisasi, baik
mengenai sasaran pencapaiannya maupun jangka waktu pencapaiannya.
4. Adanya siklus manajemen kinerja yang baku dan dipatuhi bersama. Dapat
berupa perencanaan kinerja berupa penetapan indikator kinerja di awal
tahun, pelaksanaan dan pengawasan kinerja selama program kerja
berjalan, dan evaluasi kinerja di akhir periode untuk mengetahui apakah
program kerja yang dicanangkan berjalan baik. Untuk siklus manajemen
ini biasanya dalam suatu organisasi terdapat unit tersendiri yang bertugas
untuk melakukan fungsi tersebut dan melaporkan pencapaiannya kepada
atasan pada setiap periode yang ditentukan.
5. Adanya sistem reward and punishment yang bersifat membangun dan
konsisten dalam organisasi. Konsep reward and punishment dapat
bermacam-macam dan tidak harus selalu berhubungan dengan finansial.
Promosi dan beasiswa juga merupakan bentuk lain dari reward.
Sebaliknya, punishment dapat berupa tindakan disiplin seperti teguran,
pemotongan gaji, dan pembatalan pemberian bonus tahunan.
Pemberlakuan sistem reward and punishment ini hendaknya disikapi
dengan hati-hati melalui sistem penilaian yang adil dan tidak subyektif
sehingga tidak menimbulkan gejolak dalam organisasi.
6. 6. Terdapat dedikasi kepemimpinan yang kuat ditingkat atasan (top
managers) yang mengarahkan organisasi menuju organisasi yang
berkinerja tinggi, tentunya dengan sikap dan dedikasi penuh dalam
mendukung terciptanya tujuan organisasi.
7. Menerapkan konsep manajemen berdasarkan kompetensi. Idiom “the right
man in the right place” untuk mencapai kinerja organisasi yang baik
hanya akan menjadi jargon semata bila tidak menerapkan prinsip penilaian
kinerja berbasis kompetensi. Kompetensi ini dapat berupa kompetensi
organisasi (pemilihan organisasi dengan hierarki horizontal untuk
mengurangi birokrasi), kompetensi teknis (standar pendidikan pegawai),
dan kompetensi non teknis (pola mutasi dan promosi jabatan). Hal ini
dibutuhkan untuk membawa organisasi untuk berkinerja lebih baik.
B. Standar Kinerja
Standar kinerja (performance standards) adalah persyaratan tugas, fungsi atau
perilaku yang ditetapkan oleh pemberi kerja sebagai sasaran yang harus dicapai
oleh seorang karyawan.
Menurut Randall S. Schular & Susan E. Jackson (1999) “Ada tiga jenis dasar
kriteria kinerja”, yaitu:
Kriteria berdasarkan sifat (memusatkan diri pada karakteristik pribadi seorang
karyawan).
Kriteria berdasarkan perilaku (kriteria yang penting bagi pekerjaan yang
membutuhkan hubungan antar personal).
Kriteria berdasarkan hasil (kriteria yang fokus pada apa yang telah dicapai atau
dihasilkan).
7. Berikut ini diberikan beberapa keuntungan atau manfaat penggunaan standar
operasi/ produksi dalam perusahaan:
Dapat dikuranginya macam bahan baku maupun barang jadi yang harus ada
dalam persediaan.
dengan adanya standardisasi barang-barang jadi maka pembuatannya pun
menjadi lebih mudah dalam arti tidak perlu dilakukan penghitungan atau
perubahan ukuran, sifat barang setiap mulai produksi sehingga akan menghemat
waktu, tenaga dan modal.
Dengan dihematnya waktu pembuatan maka penyerahan barang jadi ke
konsumen akan dapat tepat waktu.
Pengiriman barang tidak akan salah karena barang-barang telah dikelompokkan
terlebih dulu berdasarkan standarnya masing-masing.
Manajemen operasi yang efektif membutuhkan standar yang dapat membantu
perusahaan untuk menentukan hal- hal berikut.
Muatan pekerja dari setiap barang yang diproduksi (biaya pekerja).
Kebutuhan staf (berapa orang yang dibutuhkan untuk memproduksi barang
yang dibutuhkan).
Perkiraan biaya dan waktu sebelum produksi dilaksanakan (untuk membantu
mengambil beragam keputusan dari perkiraan biaya hingga ke keputusan untuk
membuat sendiri atau membeli).
Jumlah kru dan keseimbangan pekerjaan (siapa yang mengerjakan apa dalam
satu aktivitas kelompok atau pada satu lini produksi).
Tingkat produksi yang diharapkan (jadi, baik manajer maupun pekerja tahu apa
saja yang termasuk dalam satu hari kerja normal).
8. Dasar perencanaan insentif pekerja (apa yang menjadi acuan untuk
memberikan insentif yang tepat).
Efisiensi karyawan dan pengawasan (sebuah standar diperlukan untuk
mengetahui apa yang digunakan dalam penentuan efisiensi).
Standar tenaga kerja yang ditetapkan secara benar ini mewakili waktu yang
dihabiskan oleh seorang pekerja rata- rata untuk melaksanakan aktivitas tertentu
di bawah kondisi kerja normal.
C. Ukuran Kinerja
Ukuran kinerja ini membahas mengenai sistem ukuran kinerja, yang
menggabungkan informasi keuangan dengan informasi non keuangan. Tujuan dari
sistem ukuran kinerja adalah untuk membantu menerapkan strategi.
1. Sistem Ukuran Kinerja
Cita-cita dari sistem ukuran kinerja adalah untuk mengimplementasikan
strategi. Dalam menetapkan sistem tersebut, manajemen memilih ukuran-ukuran
yang paling mewakili strategi perusahaan. Ukuran ini dapat dilihat sebagai factor
keberhasilan penting masa kini dan masa depan.
2. Keterbatasan Sistem Pengendalian Keuangan
Tujuan utama dari suatu perusahaan bisnis adalah untuk mengoptimalkan
tingkat pengembalian pemegang saham. Tetapi, megoptimalkan profitabilitas
jangka pendek tidak selalu menjamin tingkat pengembalian yang optimum bagi
pemegang saham karena nilai pemegang saham mencerminkan nilai sekarang
bersih (net present value-NPV) dari perkiraan laba masa depan.
9. BAB II
Human Resources Score Card
(Pengukuran Kinerja SDM)
A. Pengertian
Human Resources Scorecard adalah suatu alat untuk mengukur dan
mengelola kontribusi stategik dari peran human resources dalam menciptakan
nilai untuk mencapai strategi perusahaan.
Menurut Brian E. Becker, Mark A Huselid & Dave Ulrich (2009,pxii)
human resource scorecard adalah kapasitas untuk merancang dan menerapkan
sistem pengukuran SDM yang strategis dengan merepresentasikan “alat
pengungkit yang penting” yang digunakan perusahaan untuk merancang dan
mengerahkan strategi SDM yang lebih efektif secara cermat.
Menurut Gary Desler (2006,p16) human resource scorecard adalah mengukur
keefektifan dan efisiensi fungsi human resource dalam membentuk perilaku
karyawan yang dibutuhkan untuk mecapai tujuan strategis perusahaan.
Menurut Nurman (2008,p1) human resources scorecard adalah suatu alat
untuk mengukur dan mengelola kontribusi strategic dari peran human resources
dalam menciptakan nilai untuk mencapai strategi perusahaan.
Menurut Riana Sitawati, Sodikin Manaf, & Endah Winarti (2009,p5)
human resource scorecard adalah pendekatan yang digunakan dengan sedikit
memodifikasi dari model balance scorecard awal yang saat ini paling umum
digunakan pada tingkat korporasi yang di fokuskan pada strategi jangka panjang
dan koneksi yang jelas pada hasil bisnisnya.
Menurut Surya Dharma dan Yuanita Sunatrio (2001,p1) human resource
scorecard adalahpengukuran terhadap strategi SDM dalam menciptakan nilai –
10. nilai (value creation) dalam suatu organisasi yang sangat di dominasi oleh “human
capital” dan modal intangible lainnya.
Menurut Uwe Eigenmann (2005,p32) human resource scorecard
adalah secara khusus dirancang untuk menanamkan sistem sumber daya manusia
dalam strategi keseluruhan perusahaan dan mengelola SDM arsitektur sebagai aset
strategis. Scorecard sumber daya manusia tidak menggantikan balanced scorecard
tradisional tetapi melengkapi itu.
Human resources scorecard adalah suatu sistem pengukuran sumber daya
manusia yang mengaitkan orang – strategi – kinerja untuk menghasilkan
perusahaan yang unggul. Human resources scorecard menjabarkan misi, visi,
strategi menjadi aksi human resources yang dapat di ukur kontribusinya. Human
resources scorecard menjabarkan sesuatu yang tidak berwujud/intangible
(leading/sebab) menjadi berwujud/tangible (lagging/akibat). Human resources
scorecard merupakan suatu sistem pengukuran yang mengaitkan sumber daya
manusia dengan strategi dan kinerja organisasi yang akhirnya akan mampu
menimbulkan kesadaran mengenai konsekuensi keputusan investasi sumber daya
manusia, sehingga investasi tersebut dapat dilakukan secara tepat arah dan tepat
jumlah. Selain itu, human resources scorecard dapat menjadi alat bantu bagi
manajer sumber daya manusia untuk memastikan bahwa semua keputusan
sumber daya manusia mendukung atau mempunyai kontribusi langsung pada
implementasi strategi usaha.
Berdasarkan kesimpulan diatas pengertian HR Scorecard adalah suatu sistem
pengukuran pada kontribusi departemen sumber daya manusia sebagai aset
untuk menciptakan nilai – nilai bagi suatu organisasi.
11. B. Perbedaan antara human resources scorecard dengan balanced
scorecard
Balance scorecard lebih mengukur kinerja perusahaan berupa tangible
assets sedangkan human resources scorecard lebih mengukur kinerja sumber daya
manusia perusahaan yang berupa intangible assets
C. HR Scorecard Sebagai Model Pengukuran Kinerja Sumber Daya
Manusia
Human resources scorecard mengukur keefektifan dan efisiensi fungsi sumber
daya manusia dalam mengerahkan perilaku karyawan untuk mencapai tujuan
strategis perusahaan sehingga dapat membantu menunjukan bagaimana sumber
daya manusia memberikan kontribusi dalam kesuksesan keuangan dan strategi
perusahaan. Human Resources Scorecard merupakan bagian dari perusahaan.
Human resources scorecard ibarat sebuah bangunan, yang menjadi bagian dari apa
yang kita turunkan dari strategi perusahaan.
Menurut Becker et al. (2001), dasar dari peran sumber daya manusia yang
strategis terdiri dari tiga dimensi rantai nilai (value chain) yang dikembangkan
oleh arsitektur sumber daya manusia perusahaan, yaitu fungsi, sistem dan perilaku
karyawan. Arsitektur SDM dapat dilihat pada Gambar dibawah ini :
12. D. Proses Penyusunan Balanced Scorecard Perusahaan
Yang terlibat dalam pembuatan Balanced Scorecard di perusahaan adalah
seluruh manajemen level atas dan menengahnya (yaitu direktur utama, direktur
operasi dan pemasaran, manajer operasi, manajer pemasaran, HR manajer dan
manajer administrasi dan keuangan).
Penyusunan Balanced Scorecard di perusahaan diawali dengan penjabaran
strategi perusahaan. Dalam Rencana Bisnis tahun depan terlihat bahwa strategi
bisnis yang dipilihperusahaan adalah Strategi yang telah ditetapkan. Dengan
strategi ini maka perusahaanmampu membuat jasa dan produk yang mempunyai
keunggulan unik sehingga perusahaan dapat mengejar daya saing strategis dengan
para pesaing yang berkaliber internasional.
Untuk kebutuhan pengembangan Balanced Scorecard strategi tersebut
diperlukannya proses pengembangan yang terlihat pada Gambar 2.1 dan
melaksanakan balance scorecard (Gambar 2.2) dan kemudian proses
diterjemahkan ke dalam bahasa yang lebih actionable. Pembedaan terfokus
dicapai dengan jenis dari strategy dan corporate. Dari strategi tersebutlah
dibangun Balanced Scorecard perusahaan dikembangkan.
13.
14. Perusahaan menetapkan empat perspektif untuk pengukuran kinerjanya dalam
analisis Balanced Scorecard perusahaan yang dapat dilihat pada Gambar 2.3,
dimana dengan karyawan yang terampil akan mendorong proses bisnis yang baik.
Proses bisnis yang baik kemudian akan menghasilkan produk yang bermutu yang
memenuhi spesifikasi kebutuhan pelanggan. Selanjutnya pelanggan yang
terpuaskan akan meningkatkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba
baik melalui pembelian berulang maupun melalui pangsa pasar yang semakin
meluas. Pemilihan ini berdasarkan pada logika bisnis perusahaandengan. 4
(empat) perspektif untuk pengukuran kinerja perusahaan yaitu:
1. Perspektif keuangan (Financial).
Perusahaan menggariskan kebijakan untuk mulai mendapatkan laba bersih
positif tahun berikutnya. Untuk itu perusahaan menetapkan target positif
atas ROE (Return on Equity). Target atas ROE ini menjadi muara perhatian dari
perspektif-perspektif yang lain.
Untuk mencapai ROE yang ditargetkan maka perusahaan harus meningkatkan
pendapatan dan melakukan manajemen biaya serta kas yang efektif. Peningkatan
pendapatan dilakukan melalui perluasan sumber-sumber pendapatan dari
pelanggan saat ini dan pengenalan produk-produk baru. Sementara itu,
manajemen biaya serta kas sangat terkait dengan proses internal perusahaan.
Untuk itu ada 7 ukuran dalam perspektif finansial yaitu: Collection Period,
Operating Cost, Profitability, Investment, dan ROE.
2. Perspektif pelanggan (Customer).
Untuk mempertahankan pelanggan saat ini, maka diperlukan penjualan yang
efektif, pelayanan yang memuaskan, dan retensi pelanggan. Dalam rangka
pengenalan produk baru dibutuhkan investasi yang memadai untuk proses
penciptaan produk tersebut. Karenanya dalam perspektif
15. pelanggan perusahaan menggunakan ukuran-ukuran sebagai berikut: Number of
Sales Calls, Number of Quotation, Number of Quotation Value, Hit Rate, Loss
Sales, Number of Promotion Event, Promotion Budget, Customer Satisfaction
Index, Number of Complaint, Number of Customer, Number of New
Customer, danNumber of Repeated Order.
3. Perspektif proses bisnis internal (Internal Business Process).
Terwujudnya pelayanan yang memuaskan (first class service) untuk
bisnisperusahaan, yang bergerak dalam bidang manifacturing product, sangat
ditentukan oleh: ketersediaan bahan baku, mutu produk, dan dukungan dari
teknologi untuk produksi. Penciptaan produk baru tidak hanya membutuhkan
investasi yang memadai saja, tetapi yang paling penting adalah bagaimana
perkembangan teknologi dapat diikuti dan diadopsi oleh perusahaan. Untuk
mendukung program efektifitas maka perusahaan dituntut untuk menjalankan
operasi secara efektif. Garis kebijakan ini harus melandasi proses operasi
perusahaan. Dalam rangka hal-hal tersebut di muka maka ukuran yang dipilih
untuk perspektif internal adalah: On Time Service Delivery Percentage, Solved
Complaint danNumber of New Product.
4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (Learning And Growth).
Perspektif terakhir dalam scorecard perusahaan adalah perspektif pembelajaran
dan pertumbuhan yang menyediakan dasar-dasar yang memungkinkan bagi
ukuran-ukuran di ketiga perspektif sebelumnya dapat tercapai. Perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan (yang terdiri tiga kategori utama, yaitu:
kapabilitas pekerja, kapabilitas sistem informasi, dan motivasi, pemberdayaan,
dan keselarasan) menciptakan infrastruktur bagi pencapaian sasaran pada ketiga
perspektif sebelumnya, yakni perspektif keuangan, pelanggan, dan proses bisnis
internal. Ketiadaan kategori kapabilitas sistem informasi dalam perspektif
karyawan pada perusahaan ini dapat menyebabkan para pekerja bekerja tidak
efektif. Hal ini karena untuk dapat bersaing dalam lingkungan kompetitif dunia
bisnis dewasa ini, perlu didapat banyak informasi mengenai pelanggan, proses
16. internal bisnis, dan konsekuensi finansial keputusan perusahaan. Syarat penting
untuk mencapai target dari seluruh ukuran tersebut adalah peningkatan
produktivitas para pekerja. Tanpa adanya hal ini, maka adalah sangat sulit
mencapai target-target perusahaan. Untuk mengukur produktivitas
ini perusahaan menggunakan ukuran-ukuran sebagai berikut: Number of Skilled
Employee, Number of Training Days, Number of Trained People, Training
Investment, Number of idea, Number of Warning Letter, Employee Satisfaction
Index, Employee Turn Over, dan Revenue per Employee.
17. BAB III
Motivasi dan Kepuasan Kerja
A. PENGERTIAN MOTIVASI KERJA
Motivasi menurut Luthans (1992) berasal dari kata latin movere, artinya
“bergerak”. Motivasi merupakan suatu proses yang dimulai dengan adanya
kekurang psikologis atau kebutuhan yang menimbulkan suatu dorongan dengan
maksud mencapai suatu tujuan atau insentif. Pengertian proses motivasi ini dapat
difahami melalui hubungan antara kebutuhan, dorongan dan insentif (tujuan).
Motivasi di dalam dunia kerja adalah sesuatu yang dapat menimbulkan
semangat atau dorongan kerja. Menurut As’ad (2004) motivasi kerja dalam
psikologi karya biasa disebut pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya
motivasi seseorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasinya.
Menurut Munandar (2001) motivasi kerja memiliki hubungan dengan prestasi
kerja. Prestasi kerja adalah hasil dari interaksi antara motivasi kerja, kemampuan
dan peluang.
Bila motivasi kerja rendah, maka prestasi kerja akan rendah meskipun
kemampuannya ada dan baik, serta memiliki peluang.
Motivasi kerja seseorang dapat bersifat proaktif atau reaktif. Pada motivasi
kerja yang proaktif seseorang akan berusaha meningkatkan kemampuan-
kemampuannya sesuai dengan yang dituntut oleh pekerjaannya atau akan
berusaha untuk mencari, menemukan atau menciptakan peluang di mana ia akan
menggunakan kemampuan-kemampuannya untuk dapat berprestasi yang tinggi.
Sebaliknya, motivasi kerja yang bersifat reaktif, cenderung menunggu upaya atau
tawaran dari lingkungannya.
18. Motivasi kerja merupakan pemberian dorongan. Pemberian dorongan ini
dimaksudkan untuk mengingatkan orang-orang atau karyawan agar mereka
bersemangat dan dapat mencapai hasil sesuai dengan tuntutan perusahaan. Oleh
karena itu seorang manajer dituntut pengenalan atau pemahaman akan sifat dan
karateristik karyawannya, suatu kebutuhan yang dilandasi oleh motif dengan
penguasaan manajer terhadap perilaku dan tindakan yang dibatasi oleh motif,
maka manajer dapat mempengaruhi bawahannya untuk bertindak sesuai dengan
keinginan organisasi.
Motivasi atau dorongan kepada karyawan untuk bersedia bekerja bersama demi
tercapainya tujuan bersama ini terdapat dua macam, yaitu:
1. Motivasi finansial, yaitu dorongan yang dilakukan dengan memberikan
imbalan finansial kepada karyawan. Imbalan tersebut sering disebut
insentif.
2. Motivasi nonfinansial, yaitu dorongan yang diwujudkan tidak dalam
bentuk finansial/ uang, akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian,
penghargaan, pendekatan manusia dan lain sebagainya.
19. B. Pengertian Kepuasan Kerja
Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual karena
setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan
nilai-nilai yang berlaku dalam diri setiap individu. Semakin banyak aspek dalam
pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu, maka semakin tinggi tingkat
kepuasan yang dirasakan.
Kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang
menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yag diterima pekerja dan
jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima (Robbin, 2003:78).
Greenberg dan Baron (2003:148) mendeskripsikan kepuasan kerja sebagai sikap
positif atau negatif yang dilakukan individu terhadap pekerjaan mereka. Selain itu
Gibson (2000:106) menyatakan kepuasan kerja sebagai sikap yang dimiliki para
pekerja tentang pekerjaan mereka. Hal itu merupakan hasil dari persepsi mereka
tentang pekerjaan.
Kepuasan kerja merupakan respon afektif atau emosional terhadap berbagai
segi atau aspek pekerjaan seseorang sehingga kepuasan kerja bukan merupakan
konsep tunggal. Seseorang dapat relatif puas dengan salah satu aspek pekerjaan
dan tidak puas dengan satu atau lebih aspek lainnya.
Kepuasan Kerja merupakan sikap (positif) tenaga kerja terhadap pekerjaannya,
yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja. Penilaian tersebut dapat
dilakukan terhadap salah satu pekerjaannya, penilaian dilakukan sebagai rasa
menghargai dalam mencapai salah satu nilai-nilai penting dalam pekerjaan.
Karyawan yang puas lebih menyukai situasi kerjanya daripada tidak
menyukainya.
Locke mencatat bahwa perasaan-perasaan yang berhubungan dengan kepuasan
dan ketidakpuasan kerja cenderung mencerminkan penaksiran dari tenaga kerja
tentang pengalaman-pengalaman kerja pada waktu sekarang dan lampau daripada
harapan-harapan untuk masa depan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat
20. dua unsur penting dalam kepuasan kerja, yaitu nilai-nilai pekerjaan dan
kebutuhan-kebutuhan dasar.
Nilai-nilai pekerjaan merupakan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam
melakukan tugas pekerjaan. Yang ingin dicapai ialah nilai-nilai pekerjaan yang
dianggap penting oleh individu. Dikatakan selanjutnya bahwa nilai-nilai pekerjaan
harus sesuai atau membantu pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan hasil dari tenaga
kerja yang berkaitan dengan motivasi kerja.
Kepuasan kerja secara keseluruhan bagi seorang individu adalah jumlah dari
kepuasan kerja (dari setiap aspek pekerjaan) dikalikan dengan derajat pentingnya
aspek pekerjaan bagi individu. Menurut Locke seorang individu akan merasa puas
atau tidak puas terhadap pekerjaannya merupakan sesuatu yang bersifat pribadi,
yaitu tergantung bagaimana ia mempersepsikan adanya kesesuaian atau
pertentangan antara keinginan-keinginannya dengan hasil keluarannya (yang
didapatnya).
Tidak ada satu batasan dari kepuasan kerja/ pekerjaan yang paling sesuai,
seperti batasan dari Locke yang menyimpulkan ada dua unsur yang penting dalam
kepuasan kerja yaitu nilai-nilai pekerjaan dan kebutuhan-kebutuhan dasar.
Kepuasan kerja merupakan hasil dari tenaga kerja yang berkaitan dengan motivasi
kerja.
Howell dan Dipboye (1986) memandang kepuasan kerja sebagai hasil
keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya tenaga kerja terhadap
berbagai aspek dari pekerjaan.
Selanjutnya dibahas tiga model yang mencerminkan hubungan-hubungan yang
berbeda antara sikap dan motivasi untuk performance secara efektif.
21. BAB IV
Mengelola Potensi Kecerdasan dan Emosional SDM
A. Pengertian
1. IQ (Intelligence Quotients)
Ialah istilah kecerdasan manusia dalam kemampuan untuk menalar,
perencanaan sesuatu, kemampuan memecahkan masalah, belajar, memahaman
gagasan, berfikir, penggunaan bahasa dan lainnya. Anggapan awal bahwa IQ
adalah kemampuan bawaan lahir yang mutlak dan tak dapat berubah adalah salah,
karena penelitian modern membuktikan bahwa kemampuan IQ dapat meningkat
dari proses belajar.
Kecerdasan ini pun tidaklah baku untuk satu hal saja, tetapi untuk banyak hal,
contohnya ; seseorang dengan kemampuan mahir dalam bermusik, dan yang
lainnya dalam hal olahraga. Jadi kecerdasan ini dari tiap - tiap orang tidaklah
sama, tetapi berbeda satu sama lainnya.
2. EQ (Emotional Quotients)
Kecerdasan emosional adalah kemampuan pengendalian diri sendiri,semangat,
dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan
menghadapi frustrasi, kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan
emosi, tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga
agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, untuk membaca
perasaan terdalam orang lain (empati) dan berdoa, untuk memelihara hubungan
dengan sebaik-baiknya, kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta untuk
memimpin diri dan lingkungan sekitarnya.
3. SQ (Spiritual Quotients)
Perlu dipahami bahwa SQ tidak mesti berhubungan dengan agama,
Kecerdasan spiritual (SQ) adalah kecerdasan jiwa yang dapat membantu
22. seseorang membangun dirinya secara utuh. SQtidak bergantung pada budaya atau
nilai. Tidak mengikuti nilai-nilai yang ada, tetapi menciptakan kemungkinan
untuk memiliki nilai-nilai itu sendiri. kecerdasan spiritual adalah kecerdasan yang
berasal dari dalam hati, menjadikan kita kreatif ketika kita dihadapkan pada
masalah pribadi, dan mencoba melihat makna yang terkandung di dalamnya, serta
menyelesaikannya dengan baik agar memperoleh ketenangan dan kedamaian hati.
Kecerdasan spiritual membuat individu mampu memaknai setiap kegiatannya
sebagai ibadah, demi kepentingan umat manusia dan Tuhan yang sangat
dicintainya.
B. Cara Mengelola Emosi
Mengelola emosi berarti memahami kondisi emosi dengan situasi yang sedang
kita hadapi. Emosi merupakan hasil dari interaksi antara pikiran, perubahan
fisiologis dan perilaku. Dengan demikian, mengelola emosi dapat dilakukan
dengan mengelola faktor-faktor yang terkait dalam interaksi yang menyebabkan
timbulnya emosi. Patricia Patton menjelaskan beberapa cara dalam hal kita
mengelola emosi sehingga membawa manfaat besar bagi kita dan orang lain sbb:
1. Belajar mengidentifikasi apa yang biasanya memicu emosi dan respon apa
yang biasa kita berikan. Hal ini akan memberikan informasi tentang
tingkah laku kita yang perlu diubah
2. Belajar dari kesalahan. Ketika kita melihat bahwa emosi yang tidak pas
terjadi pada kita, maka kita perlu mengubah hal itu
3. Belajar membedakan segala hal disekitar kita yang dapat memberikan
pengaruh dan yang tidak memberikan pengaruh sehingga memperoleh
keharmonisan batin yang lebih baik
4. Belajar untuk bertanggungjawab terhadap setiap tindakan agar dapat
mengendalikan emosi
5. Belajar mencari kebenaran, bukan membenarkan diri dengan memahami
dan menerima kenyataan untuk menyadari kebutuhan untuk berubah
23. 6. Belajar memanfaatkan waktu secara maksimal untuk menyelesaikan suatu
masalah dengan segera. Hal ini akan membebaskan kita dari rasa tertekan
7. Belajar menggunakan kekuatan dan kerendahan hati dengan tidak
merendahkan orang lain
Selain pendapat Patricia Patton mengenai cara mengelola emosi juga pikiran
seorang Psikolog yaitu Carolyn Saari kita angkat dalam rangka memperkaya
pemahaman kita mengenai cara mengelola emosi. Menurut Carolyn EQ adalah
bagian dari kompetensi Emosi yang bertitik berat pada sifat-sifat adaptif dari
pengalaman emosional seseorang.
Salah satu masalah dalam mengelola emosi adalah komunikasi.
Seringkali orang gagal menyampaikan apa yang mereka pikirkan dan yang
mereka rasakan. Komunikasi bukan sekedar hanya menyampaikan informasi,
tetapi suatu kegiatan yang amat penting dalam satu organisasi. Jika komunikasi
dilakukan dengan baik, maka hal itu mendorong pelaksanaan pekerjaan lebih baik.
Dengan komunikasi yang baik karyawan akan memahami pekerjaan mereka lebih
baik dan lebih akrab dalam melaksanakannya. Komunikasi yang baik menolong
menurunnya angka kemangkiran, keluhan, meningkatkan kepuasan kerja dan
produktivitas. Karyawan akan lebih termotivasi dan lebih efektif dalam
melaksanakan pekerjaan jika komunikasi dari pimpinan lancar dan cocok. Karena
itu seorang pemimpin organisasi hendaklah menyusun strategi kerja untuk
menyediakan waktu yang rutin menemui karyawannya dan berbicara dengan
mereka. Dengan bertemu karyawan baiklah pemimpin menanyakan masalah dan
hambatan dengan pekerjaan sekaligus mengetahui kemajuan dan prestasi kerja
karyawan dan dapat saja pemimpin menyampaikan pujian sehubungan
dengan prestasi kerja yang dicapai. Seorang pemimpin seyogyanya membuka
kesempatan dan memberi izin karyawannya bertemu dan menyampaikan keluhan
dan masalah mereka tanpa tertekan karena hal itu akan membawa manfaat antara
lain: meningkatnya semangat kerja, terciptanya hubungan yang baik dan
harmonis. Seorang pemimpin supaya aktif berkomunikasi dengan karyawannya.
Kamunikasi yang lancar akan membuat karyawan menyayangi pimpinannya.
24. Untuk itu setiap orang membutuhkan ketrampilan berkomunikasi secara cerdas
emosional.
Patricia Patton berpendapat bahwa berkomunikasi secara cerdas emosional
berarti:
Menggunakan emosi untuk memberikan kedalaman dan kekayaan
terhadap diri sendiri sebagai seorang pribadi dan membawa kehidupan diri
pada tindakan
Mengatur diri sedemikian rupa untuk dapat bertindak sesuai dengan pesan
yang disampaikan.
Mengetahui cara membaca emosi orang lain untuk memperlancar alur
komunikasi
Menyeimbangkan apa yang kita rasakan dengan yang kita lakukan,
sehingga keduanya saling melengkapi. Kata-kata kita adalah perbuatan
kita
Memahami perasaan orang lain dan melihat orang lain berdasarkan
perspektif mereka sebelum melakukan tindakan
C. Manfaat Mengelola Emosi
Manfaat dari upaya mengelola emosi dalam kaitan dengan kehadiran sebagai
pimpinan, manajer dan karyawan dalam sebuah organisasi dalam rangka
meningkatkan produktifitas lembaga adalah: adanya kemampuan membangun
hubungan interpersonal yang sehat dan efektif, mampu mengendalikan diri dari
perilaku orang lain yang berpotensi memicu emosi, adanya sikap obyektif dan
mawas diri yang kuat, adanya kemampuan mengendalikan diri dalam
menghadapi situasi apapun, mampu membangun relasi kerja sehingga iklim kerja
dalam organisasi tetap kondusif, membangun saling percaya dan saling
mendukung melalui program kerja dan struktur organisasi efektif dan efisien.
25. Pimpinan dan manajer yang brilyan sekalipun, jika tidak memiliki ketrampilan
berkomunikasi yang efektif dan produktif dalam membangun hubungan kerja,
maka mereka sulit mencapai tujuan organisasi. Agar tercipta hubungan kerja yang
harmonis dan efektif pimpinan dan manajer perlu melakukan beberapa hal antara
lain:
1. Menciptakan lingkungan kerja yang mendukung sinergitas dan
partisipasi karyawan
2. Menyusun aturan dan kebijakan yang layak dan adil yang tidak
menimbulkan pertentangan antara karyawan dan pimpinan
3. Menghilangkan bias prasangka terhadap individu dan karyawan lainnya
4. Meluangkan waktu untuk mempelajari aspirasi-aspirasi emosional
karyawan dan bagaimana mereka berhubungan dengan sesama
karyawan
5. Memilih orang-orang sesuai peran dan mengangkat pimpinan unit atau
badan yang memiliki kemampuan profesional dan kecerdasan
emosional baik
6. Memberikan penghargaan kepada yang berkinerja baik dan sanksi
kepada yang berkinerja buruk
7. Menciptakan suasana saling memperhatikan dan memotivasi kreativitas
8. Mengembangkan mentalitas “pelayanan sepenuh hati” dalam hubungan
dengan karyawan dan mereka yang dilayani.
26. BAB V
Membangun Kapabilitas dan Kompetensi SDM
A. Pengertian
1. Kompetensi
Secara etimologi istilah kompetensi berasal dari kata bahasa
Inggris "competency" yang artinya kecakapan atau kemampuan (Echols dan
Shadily,1983:132). Sedangkan menurut Purwadarminta (1982:51) menjelaskan
kompetensi sebagai kewenangan atau kekuasaan untuk menentukan atau
memutuskan sesuatu hal. Dengan kata lain bahwa kompetensi disebut sebagai
wewenang atau kewenangan.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan pengertian kompetensi adalah kewenangan dan kecakapan
atau kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan sesuai
dengan jabatan yang disandangnya. Dengan demikian, tekanannya pada
kewenangan dan kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas pada
suatu jabatan atau pekerjaan seseorang di dalam organisasi atau suatu instansi
pemerintah maupun swasta.
Secara khusus, perlu dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi
tidak hanya sekedar kemampuan dalam menjalankan tugas-tugas administratif
semata. Namun kompetensi akan menyangkut ajaran mengenai manusia dan
perilakunya, secara hukum manusia dalam melakukan tindakannya harus sesuai
dengan norma-norma atau aturan yang berlaku di dalam kehidupannya (Logeman,
1955:48-52).
Sasaran yang ingin dicapai dari konsep kompetensi yaitu, perilaku,
keterampilan, dan pengetahuan yang menjadi bagian dari munculnya kompetensi
seseorang. Karena karakteristik suatu pekerjaan dalam jabatan tertentu
27. keadaannya berbeda-beda, maka kompetensi yang dituntut oleh masing-masing
jabatan dalam organisasi akan berbeda-beda pula.
Setinggi apapun kompetensi atau kewenangan yang dimiliki oleh seseorang di
dalam melaksanakan kewenangan tersebut, nilai manusia harus menjadi perhatian
utama. Setiap profesi dalam jabatan tertentu akan memiliki karakter tertentu yang
akan menjadi landasan bagi pencapaian efektivitas organisasi dalam menentukan
visi dan misi yang ingin dicapai.
2. Kapabilitas
Kapabilitas adalah ukuran dari kemampuan suatu entitas (departemen,
organisasi, orang, sistem) untuk meraih tujuan-tujuannya, khususnya dalam
hubungannya dengan misi secara keseluruhan.
Kapabilitas bisnis mendefinisikan “apa” yang bisnis lakukan pada intinya. Ini
berbeda dari “bagaimana” hal-hal dilakukan atau dimana mereka melakukannya.
Kapabilitas bisnis adalah inti dari arsitektur bisnis. Kapabilitas bisnis adalah
ekspresi dari kapasitas, material dan keterampilan yang dibutuhkan oleh
organisasi agar bisa menampilkan fungsi intinya.
Kapabilitas bisnis kadang-kadang dibingungkan dengan konsep-konsep lainnya
dalam manajemen proses bisnis seperti misalnya proses-proses bisnis dan fungsi-
fungsi bisnis. Proses-proses bisnis menjelaskan metode-metode yang digunakan
oleh sebuah organisasi agar bisa menyediakan dan memaksimalkan kapabilitas
bisnis. Fungsi-fungsi bisnis menjelaskan peran-peran yang dimainkan oleh para
individu dan unit-unit di dalam bisnis agar bisa memenuhi tujuan-tujuan bisnis.
Sementara fungsi-fungsi dan peran-peran berubah secara pesat sejalan dengan
banyaknya karyawan baru yang memasuki bisnis, kapabilitas bisnis tetap stabil
secara relatif. Kapabilitas bisnis level tinggi termasuk kepada konsep-konsep
seperti misalnya manajemen rantai pasokan dan penjualan yang bisa dipertemukan
28. oleh berbagai proses-proses bisnis, yang pada gilirannya bisa dihubungkan dengan
berbagai peran bisnis. Kapabilitas bisnis juga bisa dipecah-pecah ke dalam level
yang lebih kecil. Manajemen rantai pasokan, misalnya, bisa dibagi menjadi aliran
produk, aliran informasi, dan aliran keuangan.
B. Karakteristik Kompetensi
1. Motif, yaitu sesuatu yang orang pikirkan dan inginkan yang menyebabkan
sesuatu. Contohnya, orang yang termotivasi dengan prestasi akan
mengatasi segala hambatan untuk mencapai tujuan, dan bertanggung
jawab melaksanakannya.
2. Sifat, yaitu karakteristik fisik tanggapan konsisten terhadap situasi atau
informasi. Contoh penglihatan yang baik adalah sifat fisik bagi seorang
pilot.
3. Konsep diri, yaitu sikap, nilai dan sdari seseorang. Contohnya kepercayaan
diri.
4. Pengetahuan, yaitu informasi yang dimiliki seseorang dalam bidang
tertentu. Contohnya, pengetahuan ahli bedah terhadap urat saraf dalam
tubuh manusia.
5. Keterampilan, yaitu kemampuan melakukan tugas-tugas yang berkaitan
dengan fisik dan mental. Contoh kemampuan fisik adalah keterampilan
programmer computer untuk menyusun data secara beraturan. Sedangkan
kemampuan berfikir analitis dan konseptual adalah berkaitan dengan
kemampuan mental dan kognitif seseorang.
29. C. Kategori kompetensi
Kompentensi dapat dibagi atas dua kategori yaitu “Threshold” dan
“Differentiating“ (Spencer and Spencer 1993 : 15) menurut kriteria yang
digunakan untuk memprediksi kinerja suatu pekerjaan.
“Threshold competencies” adalah karakteristik utama, yang biasanya berupa
pengetahuan atau keahlian dasar seperti kemampuan untuk membaca yang harus
dimiliki seseorang agar dapat melaksanakan pekerjaannya. Tetapi kategori yang
ini tidak untuk menentukan apakah seseorang tersebut berkinerja tinggi atau tidak.
Kategori ini jika untuk menilai karyawan hanyalah untuk mengetahui apakah ia
mengetahui tugas–tugasnya, bisa mengisi formulir dan lain sebagainya.
Sedangkan
“Differentiating competencies” adalah faktor–faktor yang membedakan
individu yang berkinerja tinggi dan rendah. Karena seseorang yang memiliki
motivasi yang tinggi maka ia akan mampu menetapkan target atau tujuan yang
jauh lebih ketimbang kinerjanya pada tingkat rata–rata. (Milton Fogg, 2004 :27)
D. MSDM Berbasis Kompetensi
Inti dari Manajemen Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi atau
Competency-Based Human Resources Management adalah kompetensi.
Kompetensi merupakan sebuah konsep yang dapat diartikan sebagai kombinasi
antara ketrampilan ( skills ), atribut personal ( personal’s attribute ), dan
pengetahuan ( knowledge ) yang tercermin melalui perilaku kinerja ( job
behaviour ), yang dapat diamati,diukur dan dievaluasi. Jadi, MSDMBK adalah
suatu proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian
aktivitas tenaga kerja mulai dari rekruitmen sampai dengan pensiun di mana
proses pengambilan keputusan – keputusannya didasarkan pada informasi
kebutuhan kompetensi jabatan dan kompetensi individu untuk mencapai tujuan
30. orgaisasi / perusahaan. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Prof Dr David
McClelland di Amerika Serikat sekitar 33 tahun lalu.
Competency-Based Human Resources Management (CBHRM) adalah suatu
pola pendekatan di dalam membangun suatu sistem manajemen sumber daya
manusia yang handal dengan memanfaatkan kompetensi sebagai titik sentralnya.
Sedangkan di Indonesia konsep Competency-Based Human Resources
Management (CBHRM) baru menjadi isu beberapa tahun ke belakang ini.
Terdapat beberapa perusahaan yang mulai menerapkan sistem ini.
Tujuan akhirnya adalah Untuk memberikan hasil yang sesuai dengan tujuan
dan sasaran organisasi / perusahaan dengan standart kinerja yang telah ditetapkan.
31. BAB VI
Konsep Audit Kinerja SDM
A. Pengertian Audit Sumber Daya manusia (SDM)
Audit merupakan proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang
informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan
seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan
kesesuaian informasi dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan (Arens,
1997). Sedang audit SDM adalah pemeriksaan kualitas kegiatan SDM secara
menyeluruh dalam suatu departemen, divisi atau perusahaan, dalam arti
mengevaluasi kegiatan-kegiatan SDM dalam suatu perusahaan dengan
menitikberatkan pada peningkatan atau perbaikan (Rivai, 2004).
Sedangkan menurut Gomez– Mejia (2001), audit sumber daya manusia
merupakantinjauan berkala yang dilakukan oleh departemen sumber daya manusia
untuk mengukur efektifitas penggunaan sumber daya manusia yang terdapat di
dalam suatu perusahaan.Selain itu, audit memberikan suatu perspektif yang
komprehensif terhadap praktik yang berlaku sekarang, sumber daya, dan
kebijakan manajemen mengenai pengelolaan SDM serta menemukan peluang
dan strategi untuk mengarahkan ulang peluang dan strategi tersebut.
Intinya, melalui audit dapat menemukan permasalahan dan memastikan kepatuhan
terhadap berbagai peraturan perundangan-undangan dan rencana-rencana strategis
perusahaan.
Audit SDM merupakan suatu metode evaluasi untuk menjamin bahwa potensi
SDM dikembangkan secara optimal (Rosari, 2008). Secara lebih terinci, audit
SDM juga memberi feedback dan kesempatan untuk:
1. Mengevaluasi keefektifan berbagai fungsi SDM yang
meliputi rekrutmen dan seleksi, pelatihan dan penilaian kinerja.
2. Menganalisis kontribusi fungsi SDM pada operasi bisnis perusahaan.
32. 3. Melakukan benchmarking kegiatan SDM untuk mendorong perbaikan
secara berkelanjutan.
4. Mengidentifikasi berbagai masalah strategi dan administratif
implementasi fungsi SDM.
5. Menganalisis kepuasan para pengguna pelayanan departemen SDM
6. Mengevaluasi ketaatan terhadap berbagai peraturan perundang-
undangan, kebijakan dan regulasi pemerintah.
7. Meningkatkan keterlibatan fungsi lini dalam implementasi fungsi SDM.
8. Mengukur dan menganalisis biaya dan manfaat setiap program dan
kegiatan SDM
9. Memperbaiki kualitas staf SDM.
10. Memfokuskan staf SDM pada berbagai isu penting dan
mempromosikan perubahan serta kreatifitas.
B. Audit Sumber Daya Manusia
Audit SDM membantu perusahaan kinerja atas pengelolaan SDM degan
cara :
Menyediakan umpan balik nilai kontibusi fungsi SDM terhadap strategi
bisnis dan tujuan perusahaan.
Menilai kualitas praktik, kebijakan, dan pengelolaan SDM.
Melaporkan keberadaan SDM saat ini dan langkah-langkah perbaikan
yang dibutuhkan.
Menilai biaya dan manfaat praktik-praktik SDM.
Menilai hubungan SDM dengan manajemen lini dan cara cara
meningkatkannya.
Merancang panduan untuk menentukan standar kinerja SDM.
Mengidentifikasi area yang perlu diubah dan ditingkatkan dengn
rekomendasi khusus.
33. C. Pendekatan Audit SDM
• Pendekatan Komperatif
Tim audit sumber daya manusia membandingkan perusahaan (divisi) dengan
perusahaan atau divisi lainnya guna menyingkap bidang-bidang yang berkinerja
buruk. Pendekatan lini lazimnya digunakan untuk membandingkan hasil-hasil dari
aktivitas-aktivitas atau program sumber daya manusia spesifik. Pendekatan ini
membantu mendeteksi bidang-bidang yang membutuhkan pembenaran
• Pendekatan otoritas pihak luar
Tim audit sumber daya manusia bergantung pada keahlian-keahlian konsultan
dari luar atau temuan-temuan riset yang dipublikasikan sebagai suatu standar
terhadapnya aktivitas-aktivitas atau program sumber daya manusia dievaluasi.
Konsultan ataupun temuan-temuan riset dapat membantu mendiagnosis penyebab
masalah-masalah yang timbul
• Pendekatan Statistikal
Dari catatan-catatan yang ada, tim audit sumber daya manusia menghasilkan
standar-standar statistical terhadapnya aktivitas-aktivitas dan program-program
sumber daya manusia dievaluasi. Dengan standar matematis ini, tim audit dapat
menemukan kesalahan-kesalahan pada saat kesalahan-kesalahan tersebut masih
kecil, berupa Data yang dikumpulkan per tahun, metode kuantitatif seperti :
• Regresi : memanfaatkan hubungan antara dua atau lebih
variabel kuantitatif sehingga satu variabel dapat diprediksikan dari
variabel lainnya
• Korelasi : mengukur tingkat asosiasi yang ada antara dua
atau lebih variabel
• Diskriminan : mengidentifikasi faktor-faktor yang membedakan
antara dua atau lebih kelompok dalam suatu populasi
34. • Pendekatan Kepatuhan
Dengan mengambil sample elemen-elemen system informasi sumber daya
manusia, tim audit mencari penyimpangan-penyimpangan dari berbagai peraturan,
kebijakan, serta prosedur-prosedur perusahaan, melalui upaya-upaya pencarian
fakta, tim audit dapat menemukan apakah terdapat kepatuhan berbagai kebijakan
dan peraturan perusahaan
• Pendekatan manajemen berdasarkan tujuan
Pada saat pendekatan manajemen berdasarkan tujuan digunakan terhadap
bidang-bidang sumber daya manusia, tim audit dapat membandingkan hasil-hasil
actual dengan tujuan-tujuan yang dinyatakan. Bidang-bidang berkinerja buruk
dapat dideteksi dan dilaporkan.
D. Ruang Lingkup Audit
Ruang lingkup audit SDM dibagi ke dalam tiga kelompok,sesuai dengan
adminitrasi aset tetap pada umunya,yaitu perolehan,penggunaan,dan penghentian
penggunaan sebagai berikut:
• Rekrutmen atau perolehan SDM,mulai dari awal proses perencanaan
kebutuhan SDM hingga proses seleksi dan penempatan.
• Pengelolaan (pemberdayaan) SDM,meliputi semua aktivitas pengelolaan
SDM setelah ada di perusahaan,dimulai dari pelatihan dan pengembangan
sampai dengan penilaian kinerja karyawan.
• Pemutusan hubungan kerja (PHK) Karena mengundurkan diri maupun
pemecatan akibat pelanggaran aturan perusahaan
35. E. Bidang-bidang Utama yang dicakup Oleh Audit Atas Perolehan SDM
• Penyusun Staf dan Pengembangan
1. Rekrutmen :
1. Sumber-sumber rekruitmen
2. Ketersediaan calon pelamar
3. Lamaran-lamaran pekerjaan
2. Seleksi dan penempatan :
1. Rasio-rasio seleksi
2. Prosedur-prosedur seleksi
3. Adanya peluang kerja yang sama
3. Pelatihan dan Orientasi :
1. Program-program orientasi
2. Tujuan-tujuan pelatihan dan prosedur
3. Tingkat proses belajar
4. Pengembangan Karier :
1. Keberhasilan penempatan internal
2. Program perencanaan karier
3. Upaya-upaya pengembagan SDM
36. BAB VII
Pelaksanaan Audit Kinerja
A. Prosedur Pelaksanaan
Secara umum, prosedur pelaksanaan audit adalah sebagai berikut:
1. Persiapan Audit Kinerja
2. Pengujian Pengendalian Manajemen
3. Pengukuran dan Pengujian Key Performance Indicator (KPI) atau yang
disebut Indikator Kinerja Kunci (IKK).
4. Review Operasional
5. Pembuatan Kertas Kerja Audit (KKA)
6. Pelaporan
7. Pemantauan Tindak Lanjut
Deskripsi Prosedur Pelaksanaan Audit Kinerja BUMN/BUMD
1. Perencanaan Audit Kinerja
Dalam Pedoman Pelaksanaan Audit Kinerja, Perencanaan audit
merupakan langkah penting yang dilakukan untuk memenuhi standar
audit. Dalam perencanaan audit perlu memperhatikan perkiraan waktu dan
petugas audit, selain itu juga mempertimbangkan perencanaan lainnya
yang meliputi:
Sumber dan cara memperoleh informasi yang cukup mengenai
auditan
Hasil audit yang diperoleh pada tahap sebelumnya.
2. Prosedur Pelaksanaan Audit Kinerja
Pengertian Prosedur menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993:
703) adalah tahap-tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktivitas.
Menurut Setyawan (1988: 35), prosedur adalah langkah-langkah yang
harus dilaksanakan guna mencapai tujuan pemeriksaan. Pelaksanaan Audit
37. Kinerja oleh kantor akan berdasarkan prosedur yang terdiri dari tahapan
Audit Kinerja yang menguraikan tentang bagaimana langkah kerja Audit
Kinerja itu dilakukan.
1. Persiapan Audit Kinerja
Dalam tahap ini dilakukan kegiatan-kegiatan yang merupakan tahap awal dari
rangkaian Audit Kinerja sebagai dasar penyusunan Program Kerja Audit Tahap
berikutnya. Tahap ini meliputi:
a. Pembicaraan pendahuluan dengan auditan
b. Pengumpulan informasi umum dalam pengenalan terhadap kegiatan
yang diaudit
c. Pengidentifikasian aspek manajemen atau bidang masalah yang
menunjukkan kelemahan dan perlu dilakukan pengujian lebih lanjut.
d. Pembuatan ikhtisar hasil persiapan Audit Kinerja.
Dalam pengumpulan informasi kegiatan persiapan Audit Kinerja mencakup:
Organisasi
1. Peraturan perundangan yang berlaku
2. Tujuan, Visi, Misi, sasaran, strategi dan kegiatan usaha
3. Sistem dan prosedur
4. Data keuangan
5. Informasi lainnya yang relevan
Simpulan Hasil Persiapan Audit Kinerja yang disusun setelah kegiatan persiapan
Audit Kinerja selesai. Simpulan hasil Audit Kinerja ini antara lain meliputi
mengenai kelemahan-kelemahan yang harus dikembangkan lebih lanjut dalam
tahap audit berikutnya. Dari simpulan tersebut dibuat program audit tahap
pengujian pengendalian manajemen. (Deputi Bidang Akuntan Negara, 2001: 8-
15).
38. 2. Pengujian Pengendalian Manajemen
Pada tahap ini harus dilakukan pengujian atas:
1. Sistem pengendalian manajemen
2. Penerapan good cooperate governance (GCG) oleh manajemen auditan
dan jajarannya.
Pengendalian manajemen adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan
komisaris, manajemen dan personil lain dalam perusahaan yang dirancang untuk
memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga kelompok tujuan utama
yaitu:
a. Efektivitas dan efisiensi operasi
b. Keandalan pelaporan keuangan
c. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
Dalam Pengujian penerapan Good Cooperate Governance (GCG) oleh
manajemen, Auditor wajib melakukan pengujian penerapan prinsip-prinsip GCG
oleh manajemen dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a. Prinsip dasar GCG yang harus diterapkan oleh manajemen auditan sesuai
dengan Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor: KEP-117/M-MBU/2002
tanggal 1 Agustus 2002 adalah sebagai berikut:
1. Transparansi dalam mengemukakan informasi material dan relevan
mengenai perusahaan
2. Kemandirian
3. Akuntabilitas
4. Pertanggungjawaban
5. Kewajaran
b. Dalam melakukan pengujian penerapan GCG oleh manajemen, auditor
minimal perlu memanfaatkan dan mengembangkan indikator/parameter
39. yang relevan. Dan dari hasil pengujian tersebut kemudian dibuat simpulan
mengenai penerapan GCG.
c. Jika ditemukan kelemahan yang signifikan segera dibuat manajemen letter
(ML). (Deputi Bidang Akuntan Negara: 15-18)
3. Pengukuran dan Pengujian Indikator Kinerja Kunci
Dalam tahap ini dilakukan penilaian atas proses penetapan indikator kinerja,
juga membandingan antara pencapaiaan indicator kinerja dengan target.
Kesenjangan yang ada harus dianalisis sehingga diperoleh penyebab sebenarnya.
Indikator Kinerja adalah diskripsi kuantitatif dan kualitatif dari kinerja yang dapat
digunakan oleh manajemen sebagai salah satu alat untuk menilai dan melihat
perkembangan yang dicapai selama ini atau dalam jangka waktu tertentu.
Tujuan pengujian atas pengukuran capaian indikator kinerja kunci yaitu untuk
menilai efisiensi dan efektifitas beberapa aktivitas utama, guna menyarankan dan
mendorong pengembangan rencana aksi untuk peningkatan kinerja. Rencana aksi
dikembangkan oleh manajemen auditan (Focus Group), dan kemajuan yang dibuat
dalam implementasi rencana akan direview secara periodik.
4. Review Operasional
Pada tahap ini dilakukan review yang sistematis atas prosedur metode, organisasi,
program atau kegiatan-kegiatan dengan tujuan untuk mengevaluasi sejauh mana
pencapaiaan suatu tujuan/sasaran secara ekonomis, efisien, dan efektif.
Informasi mengenai praktek terbaik (best practice) pada perusahaan sejenis perlu
diperoleh sebagai pembanding (benchmark). Selain itu perlu perlu dilakukannya
pula penilaian tingkat kesehatan dengan mengacu pada ketentuan yang berlaku
dan evaluasi perkembangan usaha perusahaan.
40. Tujuan dari fase ini adalah untuk mendapatkan informasi detail/rinci untuk
menguji kinerja dari aktivitas yang direview dibandingkan dengan kriteria yang
telah ditetapkan.
Review operasional dapat mengarah pada beberapa atau seluruh sasaran berikut:
1. kehematan, efisiensi dan/atau efektivitas
2. keandalan dan integritas sistem dan prosedur
3. Pengendalian manajemen dan akuntabilitas
4. Perlindungan terhadap aktiva
5. Kepatuhan pada peraturan, kebijakan dan prosedur, dan/atau
6. Aspek-aspek lingkungan
(Brigita Lahutung, 07301541, Manajemen Keuangan)
5. Kertas Kerja Audit
Kertas Kerja Audit adalah catatan yang dibuat dan data yang dikumpulkan
pemeriksa secara sistematis pada saat melaksanakan tugas pemeriksaan. Kertas
kerja audit memuat informasi yang memadai dan bukti yang mendukung
kesimpulan dan pertimbangan auditor.
Manfaat Kertas kerja audit adalah:
a. Memberikan dukungan utama terhadap Laporan Audit Kinerja.
b. Merupakan alat bagi atasan untuk mereview dan mengawasi pekerjaan
para pelaksana audit.
c. Merupakan alat pembuktian yang mendukung kesimpulan dan
rekomendasi signifikan dari auditor.
d. Menyajikan data untuk keperluan referensi.
Syarat pembuatan Kertas kerja audit:
a. Lengkap
41. b. Bebas dari kesalahan, baik kesalahan hitung/kalimat maupun kesalahan
penyajian informasi.
c. Didasarkan pada fakta dan argumentasi yang rasional.
d. Sistematis, bersih, mudah diikuti, dan rapi.
e. Memuat hal-hal penting yang relevan dengan audit.
f. Dalam kertas kerja audit harus mencantumkan kesimpulan hasil audit dan
komentar atau catatan dari reviewer.
(Deputi Bidang Akuntan Negara: 41-43)
6. Pelaporan Hasil Audit
Laporan hasil Audit Kinerja merupakan laporan hasil analisis dan interprestasi
atas keberhasilan atau kegagalan perusahaan dalam menjalankan kegiatan
usahanya yang dilaporkan oleh auditor.
Pelaporan Audit Kinerja meliputi:
a. Hasil penilaian atas kewajaran IKK
b. Hasil Review Operasional beserta kelemahan yang ditemukan
c. Rekomendasi yang telah disepakati
d. Hasil pengujian atas laporan (hasil) pengujian tingkat kesehatan
perusahaan
e. Analisis perkembangan usaha
Tujuan pelaporan Audit Kinerja:
a. Memberikan informasi yang relevan dan objektif mengenai kinerja auditan
kepada pihak terkait
b. Menyajikan analisis dan interprestasi atas kondisi kinerja auditan serta
memberikan
c. Menyediakan informasi untuk penetapan kebijakan dalam rangka
penugasan berikutnya.
(Deputi Bidang Akuntan Negara: 52-55)
42. 7. Pemantauan Tindak Lanjut hasil Audit Kinerja
Tindak lanjut adalah pelaksanaan atas rekomendasi hasil Audit Kinerja yang
telah disampaikan dan disetujui oleh manajemen auditan. Suatu hasil Audit
Kinerja baru dikatakan berhasil apabila rekomendasi praktis yang dikembangkan
bersama dilaksanakan oleh manajemen. Pelaksanaan tindak lanjut itu sendiri
merupakan tanggung jawab manajemen, akan tetapi auditor berkewajiban
memantau pelaksanaan rekomendasi yang telah dikembangkan bersama tersebut,
guna mendorong percepatan pelaksanaan tindak lanjut sesuai dengan yang telah
rekomendasikan. (Deputi Bidang Akuntan Negara: 63)