Dokumen tersebut membahas tentang evaluasi kinerja sumber daya manusia, termasuk pengertian evaluasi kinerja, fungsi evaluasi, pengukuran kinerja (HR scorecard), dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja. Secara khusus, dokumen tersebut menjelaskan bahwa evaluasi kinerja digunakan untuk menilai kinerja karyawan, menentukan kebutuhan pelatihan, dan sebagai dasar untuk kebijakan promosi dan kompens
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Masalah sumber daya manusia masih menjadi sorotan dan tumpuhan bagi
perusahaan untuk tetap dapat bertahan di era globalisasi. Walaupun di dukung dengan
sarana dan prasarana serta sumber dana yang berlebihan, tetapi tanpa dukungan
sumber daya manusia yang andal kegiatan perusahaan tidak akan terselesaikan
dengan baik. Hal ini menunjukan bahwa sumber daya manusia merupakan kunci
pokok yang harus di perhatikan dengan segala kebutuhannya. Sebagai kunci pokok,
sumber daya manusia akan menentukan keberhasilan pelaksaan kegiatan perusahaan.
Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang di capai oleh seorang
karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikannya.
Selanjutnya penelitian juga akan mengemukakan tentang definisi kinerja
karyawan menurut bernandin & russell (1993:135) yang dikutip oleh faustino cardoso
gomes dalam bukunya yang berjudul human resource management, performasi adalah
catatan yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatanselama
periode waktu tertentu.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Fungsi Evaluasi Kinerja SDM ?
2. Apa yang dimaksud dengan HR Scorecard/Pengukuran Kinerja SDM ?
3. Apa yang dimaksud dengan Motivasi dan Kepuasan Kerja ?
4. Apa yang dimaksud dengan Mengelola Potensi Kecerdasan dan Emosional
SDM ?
5. Apa yang dimaksud dengan Membangun Kapabilitas dan Kompetensi SDM ?
2. 2
6. Apa yang dimaksud dengan Konsep Audit Kinerja & Pelaksanaan Audit
Kinerja ?
1.3 Tujian Penulisan
1. Untuk mengetahui Fungsi Evaluasi Kinerja SDM ?
2. Untuk mengetahui HR Scorecard/Pengukuran Kinerja SDM ?
3. Untuk mengetahui Motivasi dan Kepuasan Kerja ?
4. Untuk mengetahui Mengelola Potensi Kecerdasan dan Emosional SDM ?
5. Untuk mengetahui Membangun Kapabilitas dan Kompetensi SDM ?
6. Uuntuk mengetahui Konsep Audit Kinerja & Pelaksanaan Audit Kinerja ?
3. 3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 FUNGSI EVALUASI KINERJA SDM
A. Pengertian Kinerja
Pengertian Evaluasi/Penilaian kinerja Pengertian Evaluasi/Penilaian kinerja
Evaluasi kinerja atau penilaian prestasi karyawan yang dikemukakan Leon C.
Menggison (1981:310) dalam Mangkunegara (2000:69) adalah sebagai berikut:
”penilaian prestasi kerja ( Performance Appraisal ) adalah suatu proses yang
digunakan pimpinan untuk menentukkan apakah seorang karyawan melakukan
pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggng jawabnya”. Selanjutnya Andrew E.
Sikula (1981:2005) yang dikutip oleh Mangkunegara (2000:69) mengemukakan
bahwa ”penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan
pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan. Penilaian dalam proses penafsiran
atau penentuan nilai, kualitas atau status dari beberapa obyek orang ataupun sesuatu
(barang)”. Selanjutnya Menurut Siswanto (2001:35) penilaian kinerja adalah: ” suatu
kegiatan yang dilakukan oleh Manajemen/penyelia penilai untuk menilai kinerja
tenaga kerja dengan cara membandingkan kinerja atas kinerja dengan uraian /
deskripsi pekerjaan dalam suatu periode tertentu biasanya setiap akhir tahun.”
Anderson dan Clancy (1991) sendiri mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai: “
Feedback from the accountant to management that provides information about how
well the actions represent the plans; it also identifies where managers may need to
make corrections or adjustments in future planning andcontrolling activities ”
sedangkan Anthony, Banker, Kaplan, dan Young (1997) mendefinisikan pengukuran
kinerja sebagai: “ the activity of measuring the performance of an activity or the
value chain ”. Dari kedua definisi terakhir Mangkunegara (2005:47) menyimpulkan
bahwa pengukuran atau penilaian kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan
4. 4
terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada peruisahaan. Hasil
pengukuran tersebut digunakan sebagai umpan balik yang memberikan informasi
tentang prestasi, pelaksanaan suatu rencana dan apa yang diperlukan perusahaan
dalam penyesuaian-penyesuaian dan pengendalian. Dari beberapa pendapat ahli
tersebut, dapat disimpulkan bahwa evaluasi kinerja adalah penilaian yang dilakukan
secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi.
Disamping itu, juga untuk menentukan kebutuhan pelatihan kerja secara tepat,
memberikan tanggung jawab yang sesuai kepada karyawan sehingga dapat
melaksanakan pekerjaan yang lebih baik di masa mendatang dan sebagai dasar untuk
menentukan kebijakan dalam hal promosi jabatan atau penentuan imbalan.
B. Fungsi Evaluasi
Batasan tentang pengukuran kinerja adalah sebagai usaha formal yang
dilakukan oleh organisasi untuk mengevaluasi hasil kegiatan yang telah dilaksanakan
secara periodik berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya. Tujuan pokok dari pengukuran kinerja adalah untuk memotivasi
karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan mematuhi standar perilaku yang
telah ditetapkan sebelumnya agar menghasilkan tindakan yang diinginkan (Mulyadi
& Setyawan 1999: 227).
Secara umum tujuan dilakukan pengukuran kinerja adalah untuk (Gordon, 1993 : 36)
:
1. Meningkatkan motivasi karyawan dalam memberikan kontribusi kepada
organisasi.
2. Memberikan dasar untuk mengevaluasi kualitas kinerja masing-masing karyawan.
3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan sebagai dasar
untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan dan
pengembangan karyawan.
5. 5
4. Membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan karyawan, seperti
produksi, transfer dan pemberhentian.
Pengukuran kinerja dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap
pengukuran. Tahap persiapan atas penentuan bagian yang akan diukur, penetapan
kriteria yang dipakai untuk mengukur kinerja, dan pengukuran kinerja yang
sesungguhnya. Sedangkan tahap pengukuran terdiri atas pembanding kinerja
sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya dan kinerja yang
diinginkan (Mulyadi, 2001: 251).
Pengukuran kinerja memerlukan alat ukur yang tepat. Dasar filosofi yang dapat
dipakai dalam merencanakan sistem pengukuran prestasi harus disesuaikan dengan
strategi perusahaan, tujuan dan struktur organisasi perusahaan. Sistem pengukuran
kinerja yang efektif adalah sistem pengukuran yang dapat memudahkan manajemen
untuk melaksanakan proses pengendalian dan memberikan motivasi kepada
manajemen untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya.
Manfaat sistem pengukuran kinerja adalah (Mulyadi & Setyawan, 1999: 212-225):
1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggannya dan membuat seluruh personil
terlibat dalam upaya pemberi kepuasan kepada pelanggan.
2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata-rantai
pelanggan dan pemasok internal.
3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya
pengurangan terhadap pemborosan tersebut.
4. Membuat suatu tujuan strategi yang masanya masih kabur menjadi lebih kongkrit
sehingga mempercepat proses pembelajaran perusahaan.
6. 6
2.2 HR SCORECARD (Pengukuran Kinerja SDM)
A. Pengertian HR Scorecard (Pengukuran kinerja)
Dalam sebuah sistem pengendalian manajemen yang baik dapat membantu
dalam proses pembuatan keputusan dam memotivasi setiap individu dalam sebuah
organisasi agar melakukan keseluruhan konsep yang telah ditentukan. Sistem
pengendalian manajemen adalah suatu proses yang menjamin bahwa sumber-sumber
diperoleh dan digunakan dengan efektif dan efisien dalam rangka pencapaian tujuan
organisasi, dengan kata lain pengendalian manajemen dapat diartikan sebagai proses
untuk menjamin bahwa sumber manusia, fisik dan teknologi dialokasikan agar
mencapai tujuan organisasi secara menyeluruh. Pengendalian manajemen
berhubungan dengan arah kegiatan manajemen sesuai dengan garis besar pedoman
yang sudah ditentukan dalam proses perencanaan strategi. Sistem pengendalian
manajemen meramalkan besarnya penjualan dan biaya untuk tiap level aktifitas,
anggaran, evaluasi kinerja dan motivasi karyawan. Dalam era globalisasi saat ini
perkembangan industri dan perekonomian harus diimbangi oleh kinerja karyawan
yang baik sehingga dapat tercipta dan tercapainya tujuan-tujuan yang ingin dicapai.
Salah satu persoalan penting dalam pengelolaan sumber daya manusia (pegawai)
dalam organisasi adalah mengukur kinerja pegawai. Pengukuran kinerja dikatakan
penting mengingat melalui pengukuran kinerja dapat diketahui seberapa tepat
pegawai telah menjalankan fungsinya. Ketepatan pegawai dalam menjalankan
fungsinya akan sangat berpengaruh terhadap pencapaian kinerja organisasi secara
keseluruhan. Selain itu, hasil pengukuran kinerja pegawai akan memberikan
informasi penting dalam proses pengembangan pegawai. Menurut Junaedi ( 2002 :
380-381) “Pengukuran kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian
pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi melalui hasil-hasil yang
ditampilkan berupa produk, jasa, ataupun proses”. Artinya, setiap kegiatan
perusahaan harus dapat diukur dan dinyatakan keterkaitannya dengan pencapaian
arah perusahaan di masa yang akan datang yang dinyatakan dalam misi dan visi
7. 7
perusahaan. Namun, sering terjadi pengukuran dilakukan secara tidak tepat.
Ketidaktepatan ini dapat disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa faktor yang
menyebabkan ketidaktepatan pengukuran kinerja diantaranya adalah ketidakjelasan
makna kinerja yang diimplementasikan, ketidapahaman pegawai mengenai kinerja
yang diharapkan, ketidakakuratan instrumen pengukuran kinerja, dan ketidakpedulian
pimpinan organisasi dalam pengelolaan kinerja.
Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Pada dasarnya pengertian kinerja dapat
dimaknai secara beragam. Beberapa pakar memandangnya sebagai hasil dari suatu
proses penyelesaian pekerjaan, sementara sebagian yang lain memahaminya sebagai
perilaku yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Kinerja juga dapat digambarkan sebagai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi perusahaan yang tertuang
dalam perumusan strategi planning suatu perusahaan. Penilaian tersebut tidak terlepas
dari proses yang merupakan kegiatan mengolah masukan menjadi keluaran atau
penilaian dalam proses penyusunan kebijakan/program/kegiatan yang dianggap
penting dan berpengaruh terhadap pencapaian sasaran dan tujuan
Menurut Ilgen and Schneider (Williams, 2002: 94): “Performance is what the
person or system does” . Hal senada dikemukakan oleh Mohrman et al (Williams,
2002: 94) sebagai berikut: “A performance consists of a performer engaging in
behavior in a situation to achieve results” . Dari kedua pendapat ini, terlihat bahwa
kinerja dilihat sebagai suatu proses bagaimana sesuatu dilakukan. Jadi, pengukuran
kinerja dilihat dari baik-tidaknya aktivitas tertentu untuk mendapatkan hasil yang
diinginkan.
Menurut Mangkunegara, Anwar Prabu, kinerja diartikan sebagai : ”Hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.” Sedangkan
8. 8
menurutNawawi H. Hadari, yang dimaksud dengan kinerja adalah: ”Hasil dari
pelaksanaan suatu pekerjaan, baik yang bersifat fisik/mental maupun non fisik/non
mental.”
Dari beberapa pendapat tersebut, kinerja dapat dipandang dari perspektif
hasil, proses, atau perilaku yang mengarah pada pencapaian tujuan. Oleh karena itu,
tugas dalam konteks penilaian kinerja, tugas pertama pimpinan organisasi adalah
menentukan perspektif kinerja yang mana yang akan digunakan dalam memaknai
kinerja dalam organisasi yang dipimpinnya.
B. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja tidak terjadi dengan sendirinya. Dengan kata lain, terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi kinerja. Adapun faktor-faktor tersebut menurut
Armstrong (1998 : 16-17) adalah sebagai berikut:
1. Faktor individu ( personal factors ). Faktor individu berkaitan dengan
keahlian, motivasi, komitmen, dll.
2. Faktor kepemimpinan ( leadership factors ). Faktor kepemimpinan berkaitan
dengan kualitas dukungan dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan,
manajer, atau ketua kelompok kerja.
3. Faktor kelompok/rekan kerja ( team factors ). Faktor kelompok/rekan kerja
berkaitan dengan kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan kerja
4. Faktor sistem ( system factors ). Faktor sistem berkaitan dengan
sistem/metode kerja yang ada dan fasilitas yang disediakan oleh organisasi.
5. Faktor situasi ( contextual/situational factors ). Faktor situasi berkaitan dengan
tekanan dan perubahan lingkungan, baik lingkungan internal maupun
eksternal.
Dari uraian yang disampaikan oleh Armstrong, terdapat beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi kinerja seorang pegawai. Faktor-faktor ini perlu mendapat
9. 9
perhatian serius dari pimpinan organisasi jika pegawai diharapkan dapat memberikan
kontribusi yang optimal.
Motivasi kerja dan kemampuan kerja merupakan dimensi yang cukup penting
dalam penentuan kinerja. Motivasi sebagai sebuah dorongan dalam diri pegawai akan
menentukan kinerja yang dihasilkan. Begitu juga dengan kemampuan kerja pegawai,
dimana mampu tidaknya karyawan dalam melaksanakan tugas akan berpengaruh
terhadap kinerja yang dihasilkan. Semakin tinggi kemampuan yang dimiliki
karyawan semakin menentukan kinerja yang dihasilkan.
C. Pengertian Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja adalah proses di mana organisasi menetapkan parameter hasil
untuk dicapai oleh program, investasi , dan akusisi yang dilakukan. Proses
pengukuran kinerja seringkali membutuhkan penggunaan bukti statistik untuk
menentukan tingkat kemajuan suatu organisasi dalam meraih tujuannya. Tujuan
mendasar di balik dilakukannya pengukuran adalah untuk meningkatkan kinerja
secara umum.
Pengukuran Kinerja juga merupakan hasil dari suatu penilaian yang sistematik
dan didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikator-
indikator masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak.. Pengukuran kinerja
digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan
kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka
mewujudkan visi dan misi.
Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk
meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja
juga digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran (James Whittaker, 1993)
Sedangkan menurut Junaedi (2002 : 380-381) “Pengukuran kinerja merupakan
proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah
10. 10
pencapaian misi melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa, ataupun
proses”. Artinya, setiap kegiatan perusahaan harus dapat diukur dan dinyatakan
keterkaitannya dengan pencapaian arah perusahaan di masa yang akan datang yang
dinyatakan dalam misi dan visi perusahaan.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sistem pengukuran kinerja adalah
suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer perusahaan menilai pencapaian
suatu strategi melalui alat ukur keuangan dan non keuangan. Hasil pengukuran
tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi
tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan
penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian.
1. Meningkatkan motivasi karyawan dalam memberikan kontribusi kepada
organisasi.
2. Memberikan dasar untuk mengevaluasi kualitas kinerja masing-masing
karyawan.
3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan sebagai
dasar untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan dan
pengembangan karyawan.
4. Membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan karyawan, seperti
produksi, transfer dan pemberhentian.
Pengukuran kinerja dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap persiapan dan
tahap pengukuran. Tahap persiapan atas penentuan bagian yang akan diukur,
penetapan kriteria yang dipakai untuk mengukur kinerja, dan pengukuran kinerja
yang sesungguhnya. Sedangkan tahap pengukuran terdiri atas pembanding kinerja
sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya dan kinerja yang
diinginkan (Mulyadi, 2001: 251).
Pengukuran kinerja memerlukan alat ukur yang tepat. Dasar filosofi yang dapat
dipakai dalam merencanakan sistem pengukuran prestasi harus disesuaikan dengan
11. 11
strategi perusahaan, tujuan dan struktur organisasi perusahaan. Sistem pengukuran
kinerja yang efektif adalah sistem pengukuran yang dapat memudahkan manajemen
untuk melaksanakan proses pengendalian dan memberikan motivasi kepada
manajemen untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya.
1. Manfaat sistem pengukuran kinerja adalah (Mulyadi & Setyawan, 1999: 212-
225):
Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggannya dan membuat seluruh personil
terlibat dalam upaya pemberi kepuasan kepada pelanggan.
2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata-
rantai pelanggan dan pemasok internal
3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya
pengurangan terhadap pemborosan tersebut.
4. Membuat suatu tujuan strategi yang masanya masih kabur menjadi lebih
kongkrit sehingga mempercepat proses pembelajaran perusahaan.
D. Prinsip Pengukuran Kinerja
Dalam pengukuran kinerja terdapat beberapa prinsip-prinsip yaitu:
1. Seluruh aktivitas kerja yang signifikan harus diukur.
2. Pekerjaan yang tidak diukur atau dinilai tidak dapat dikelola karena darinya
tidak ada informasi yang bersifat obyektif untuk menentukan nilainya.
3. Kerja yang tak diukur selayaknya diminimalisir atau bahkan ditiadakan.
4. Keluaran kinerja yang diharapkan harus ditetapkan untuk seluruh kerja yang
diukur.
5. Hasil keluaran menyediakan dasar untuk menetapkan akuntabilitas hasil alih-
alih sekedar mengetahui tingkat usaha.
12. 12
6 Mendefinisikan kinerja dalam artian hasil kerja semacam apa yang diinginkan
adalah cara manajer dan pengawas untuk membuat penugasan kerja dari
mereka menjadi operasional.
7 Pelaporan kinerja dan analisis variansi harus dilakukan secara kerap.
8 Pelaporan yang kerap memungkinkan adanya tindakan korektif yang segera
dan tepat waktu.
9 Tindakan korektif yang tepat waktu begitu dibutuhkan untuk manajemen
kendali yang efektif.
E. Ukuran Pengukuran Kinerja
Terdapat tiga macam ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja
secara kuantitatif yaitu :
1. Ukuran Kriteria Tunggal (Single Criterium).
Yaitu ukuran kinerja yang hanya menggunakan satu ukuran untuk menilai
kinerja manajernya. Jika kriteria tunggal digunakan untuk mengukur kinerjanya,
orang akan cenderung memusatkan usahanya kepada kriteria tersebut sebagai
akibat diabaikannya kriteria yang lain yang kemungkinan sama pentingnya dalam
menentukan sukses atau tidaknya perusahaan atau bagiannya.
Sebagai contoh manajer produksi diukur kinerjanya dari tercapainya target
kuantitas produk yang dihasilkan dalam jangka waktu tertentu kemungkinan akan
mengabaikan pertimbangan penting lainnya mengenai mutu, biaya, pemeliharaan
equipment dan sumber daya manusia.
2. Ukuran Kriteria Beragam (Multiple Criterium)
Yaitu ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran dalam
menilai kinerja manajernya. Kriteria ini merupakan cara untuk mengatasi
kelemahan kriteria tunggal dalam pengukuran kinerja. Berbagai aspek kinerja
manajer dicari ukuran kriterianya sehingga seorang manajer diukur kinerjanya
13. 13
dengan berbagai kriteria. Tujuan penggunaan kriteria ini adalah agar manajer
yang diukur kinerjanya mengerahkan usahanya kepada berbagai kinerja.
Contohnya manajer divisi suatu perusahaan diukur kinerjanya dengan
berbagai kriteria antara lain profitabilitas, pangsa pasar, produktifitas,
pengembangan karyawan, tanggung jawab masyarakat, keseimbangan antara
sasaran jangka pendek dan sasaran jangka panjang. Karena dalam ukuran kriteria
beragan tidak ditentukan bobot tiap-tiap kinerja untuk menentukan kinerja
keseluruhan manajer yang diukur kinerjanya, maka manajer akan cenderung
mengarahkan usahanya, perhatian, dan sumber daya perusahaannya kepada
kegiatan yang menurut persepsinya menjanjikan perbaikan yang terbesar
kinerjanya secara keseluruhan. Tanpa ada penentuan bobot resmi tiap aspek
kinerja yang dinilai didalam menilai kinerja menyeluruh manajer, akan
mendorong manajer yang diukur kinerjanya menggunakan pertimbangan dan
persepsinya masing-masing didalam memberikan bobot terhadap beragan kriteria
yang digunakan untuk menilai kinerjanya.
3. Ukuran Kriteria Gabungan (Composite Criterium)
Yaitu ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran
memperhitungkan bobot masing-masing ukuran dan menghitung rata-ratanya
sebagai ukuran menyeluruh kinerja manajernya. Karena disadari bahwa beberapa
tujuan lebih panting bagi perusahaan secara keseluruhan dibandingkan dengan
tujuan yang lain, beberapa perusahaan memberikan bobot angka tertentu kepada
beragan kriteria kinerja untuk mendapatkan ukuran tunggal kinerja manajer,
setelah memperhitungkan bobot beragam kriteria kinerja masing-masing.
2.3 MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA
A. Motivasi Kerja
Menurut Luthan (1992) Motivasi berasal dari kata latin movere, artinya
“bergerak”. Motivasi merupakan suatu proses yang dimulai dengan adanya
14. 14
kekurangan psikologis atau kebutuhan yang menimbulkan suatu dorongan dengan
maksud mencapai suatu tujuan atau insentif. Pengertian proses motivasi ini dapat
dipahami melalui hubungan antara kebutuhan, dorongan dan insentif (tujuan).
Motivasi dalam dunia kerja adalahsuatu yang dapat menimbulkan semangat atau
dorongan kerja. Menurut As’ad (2004) motivasi kerja dalam psikologi karya biasa
disebut pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya motivasi seseorang tenaga
kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasinya.
Menurut Munandar (2001) motivasi kerja memiliki hubungan dengan prestasi
kerja. Prestasi kerja adalah hasil dari interaksi anatar motivasi kerja, kemampuan, dan
peluang.
Bila kerja rendah, maka prestasi kerja akan rendah meskipun kemampuannya ada
dan baik, serta memiliki peluang. Motivasi kerja seseorang dapat bersifat proaktif
atau reaktif. Pada motivasi yang proaktif à seseorang akan berusaha meningkatkan
kemampuan-kemampuannya sesuai dengan yang dituntut oleh pekerjaanya atau akan
berusaha untuk mencari, menemukan atau menciptakan peluang dimana ia akan
menggunakan kemampuan-kemampuannya untuk dapat berprestasi tinggi.
Sebaliknya motivasi yang bersifat reaktif à cenderung menunggu upaya atas tawaran
dari lingkunganya
Menurut Martoyo (2000) motivasi kerja adalah suatu yang menimbulkan
dorongan atau
semangat kerja. Menurut Gitosudarmo dan Mulyono (1999)
1. Motivasi Finansial dorongan yang dilakukan dengan memberikan imbalan
finansial kepada karyawan.
2. Motivasi nonfinansial dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk
finansial/uang, akan tetapi berupa hal-hal seperti penghargaan, pendekatan
manusia dan lain – lain.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi pada dasarnya adalah
kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan ( action atau
15. 15
activities) dan memberikan kekuatan yang mengarahkan kepada pencapaian
kebutuhan, memberi kepuasan ataupun mengurai ketidakseimbangan.
B. Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja adalah sikap yang umum terhadap suatu pekerjaan seseorang,
selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pekerja dan banyaknya yang
mereka yakini seharusnya mereka terima. Pendapat lain bahwa kepuasan kerja
merupakan suatu sikap yang dimiliki oleh para individu sehubungan dengan jabatan
atau pekerjaan mereka (Winardi,1992). Selain itu pendapat Indrawidjaja (2000)
bahwa kepuasan kerja secar umum menyangkut berbagai hal seperti kognisi, emosi,
dan kecenderungan perilaku seseorang. Adapun yang menentukan kepuasan kerja
adalah :
1. Kerja yang secara mental menantang pegawai yang cenderung menyukai
pekerjaan yang memberikan kesempatan menggunakan keterampilan dan
kemampuan dalam bekerja
2. Gagasan yang pantas pegawai menginginkan sistem upah/gaji dan kebijakan
promosi yang asil, tidak meragukan san sesuai dengan pengharapan mereka.
3. Kondisi kerja mendukung pegawai peduli lingkungan kerja baik untuk
kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik
4. Rekan sekerja yang mendukung adanya interaksi sosial antara sesama pegawai
yang saling mendukung meningkatkan kepuasan kerja
5. Jangan melupakan kesesuaian antara kepribadian pekerjaan, Holand dalam
Robbin (2001) mengungkapkan bahwa kecocokan yang tinggi antara
kepribadian seorang pegawai dan pengharapan akan menghasilkan individual
yang lebih terpuaskan
6. Ada dalam gen bahwa 30% dari kepuasan individual dapat dijelaskan oelh
keturunan.
16. 16
Dalam mengelola personalia (Kepegawaian) harus senantiasa memonitor kepuasan
kerja, karena hal itu mempengaruhi tingkat absensi, perputaran tenaga kerja,
semangat kerja, keluhan dan masalah personalia vital lainnya (Handoko,2000). Oleh
karena itu fungsi personalia emmpunyai pengaruh baik langsung maupun tidak
langsung, selain itu berbagai kebijakan dalam kegiatan personalia berdampak pada
iklim organisasi memberikan suatu lingkungan kerja yang menyenangkan maupun
tidak menyenangkan bagi anggota organisasiyang akhirnya memenuhi kepuasan kerja
anggota organisasi.
2.2. Teori – teori tentang Motivasi Kerja
Adapun ulasan teorinya adalah sebagai berikut :
C. Teori Disposisional Motivasi Kerja
Adapun menurut teori Hirarki Kebutuhan Maslow adalah sebagai berikt :
1. Physiological needs (kebutuhan bersifat biologis) àsuatu kebutuhan yang sangat
mendasar. Contohnya: kita memerlukan makan, air, dan udara untuk hidup.
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang sangat primer, karena kebutuhan
ini telah ada sejak lahir. Jika kebutuhan ini tidak dipenuhi, maka individu
berhenti eksistensinya.
2) Safety needs (kebutuhan rasa aman)
àkebutuhan untuk merasa aman baik secara fisik maupun psikologis dari gangguan.
Apabila kebutuhan ini diterapkan dalam dunia kerja maka individu
membutuhkan keamanan jiwanya ketika bekerja.
3) Social needs (kebutuhan-kebutuhan sosial) àManusia pada dasarnya adalah
makhluk sosial, sehingga mereka memiliki kebutuhan-kebutuhan sosial
4) Esteem needs (kebutuhan akan harga diri) àPenghargaan meliputi faktor internal,
sebagai contoh, harga diri, kepercayaan diri, otonomi, dan prestasi; dan faktor
eksternal. Dalam dunia kerja, kebutuhan harga diri dapat terungkap dalam
keinginan untuk dipuji dan keinginan untuk diakui prestasi kerjanya.
17. 17
5) Self Actualization àKebutuhan akan aktualisasi diri, termasuk kemampuan
berkembang, kemampuan mencapai sesuatu, kemampuan mencukupi diri
sendiri. pada tingkatan ini, contohnya karyawan cenderung untuk selalu
mengembangkan diri dan berbuat yang terbaik.
D. Teori Kognitif Motivasi Kerja
Teori ini dikemukakan oleh Locke (dalam Berry, 1998). Locke berpendapat
bahwa maksud-maksud untuk bekerja kearah suatu tujuan merupakan sumber utama
dari motivasi kerja. Artinya, tujuan memberitahukan karyawan apa yang perlu
dikerjakan dan betapa banyak upaya akan dihabiskan.
Lima komponen dasar tujuan untuk meningkatkan tingkat motivasi karyawan, yaitu:
(1) tujuan harus jelas (misalnya jumlah unit yang harus diselesaikan)
(2) tujuan harus mempunyai tingkat kesulitan menengah sampai tinggi
(3) karyawan harus menerima tujuan itu
(4) karyawan harus menerima umpan balik mengenai kemajuannya dalam usaha
mencapai tujuan
(5) tujuan yang ditentukan secara partisipasif lebih baik dari pada tujuan yang
ditentukan.
E. Faktor – Faktor yang mempengaruhi Motivasi dan Kepuasan Kerja
Adapun yang menjadi faktornya adalah sebagai berikut :
1. Pekerja itu sendiri( Work It Self )à setiap pekerjaan memerlukan suatu
keterampilan tertentu sesuai dengan bidangnya masing-masing
2. Atasan ( Supervisor) à atasan yang baik berarti mau menghargai pekerjaan
bawahannya
3. Teman sekerja ( Workers) àfaktor yang menghubungkan pegawai dengan
pegawai atau pegawai dengan atasannya, baik yang sama ataupun yang beda
pekerjaannya
18. 18
4. Promosi ( Promotion ) àfaktor yang berhubungan dengan ada tidaknya
kesempatan untuk memperoleh peningkatan karier selam bekerja
kecerdasan emosi adalah bentuk kecerdasan yang berkaitan dengan sisi
kehidupan emosi, seperti kemampuan untuk menghargai dan mengelola emosi diri
dan orang lain, untuk memotivasi diri seseorang dan mengekang impuls, dan untuk
mengatasi hubungan interpersonal secara efektif.Sejarah Manusia diciptakan dengan
dianugerahi kelebihan dibanding makhluk lainnya, yaitu adanya cipta, rasa dan karsa
. Dari ketiga kelebihan tadi masing-masing bisa dikembangkan ke dalam potensi-
potensi. Potensi yang bersumber dari cipta, yaitu potensi intelektual atau intelectual
quotient (IQ). Potensi dari rasa, yakni potensi emosional atau emosional quotinet
(EQ) dan potensi spiritual ( SQ). Sedangkan potensi yang bersumber dari karsa,
adalah potensi ketahanmalangan atau adversity quotient (AQ) dan potensi vokasional
quotient (VQ).
Konsep Kecerdasan Emosional – EQ mulai menjadi perhatian di tahun 1995
oleh Daniel Goleman disebut ‘Emotional Intelligence’. Awal Teori Kecerdasan
Emosional pada awalnya dikembangkan pada 1970-an dan 80-an dengan karya dan
tulisan-tulisan dari psikolog Howard Gardner (Harvard), Peter Salovey (Yale) dan
John ‘Jack’ Mayer (New Hampshire).
Istilah kecerdasan emosi pertama kali berasal dari konsep kecerdasan sosial
yang dikemukakan oleh Thordike pada tahun 1920 dengan membagi 3 bidang
kecerdasan yaitu kecerdasan abstrak (seperti kemampuan memahami dan
memanipulasi simbol verbal dan matematika), kecerdasan konkrit seperti kemampuan
memahami dan memanipulasi objek, dan kecerdasan sosial seperti kemampuan
berhubungan dengan orang lain.
Psikolog AS John Mayer dan Peter Salovey memberikan definisi formal
pertama kecerdasan emosional pada tahun 1990. Publikasi mereka juga mengklaim
bahwa ada kemungkinan untuk menilai dan mengukur kecerdasan emosional
19. 19
seseorang. Mayer dan Salovey percaya bahwa kecerdasan emosional adalah bagian
dari kecerdasan sosial dan tentang kemampuan seseorang untuk: (1) merasakan emosi
dalam diri sendiri dan orang lain; (2) mengintegrasikan emosi dalam pikiran; (3)
memahami emosi dalam diri sendiri dan orang lain; dan (4) mengelola atau mengatur
emosi dalam diri sendiri dan orang lain.
Kecerdasan sosial menurut Thordike yang dikutip Daniel Goleman (2002)
adalah kemampuan untuk memahami dan mengatur orang lain untuk bertindak
bijaksana dalam menjalin hubungan, meliputi kecerdasan interpersonal dan
kecerdasan intrapersonal. Kecerdasan interprersonal adalah kecerdasan untuk
kemampuan untuk memahami orang lain, sedangkan kecerdasan intrapersonal adalah
kemampuan mengelola diri sendiri (Mangkunegara, 2005).
Menurut Goleman (2001:512), kecerdasan emosional adalah kemampuan
untuk mengenal perasaan diri sendiri dan orang lain untuk memotivasi diri sendiri
dan mengelola emosi dengan baik dalam diri kita dan hubungan kita. Kemampuan ini
saling melengkapi dan berbeda dengan kemampuan akademik murni, yaitu
kemampuan kogniktif murni yang diukur dengan Intelectual Quetient (IQ).
Sedangkan menurut Cooper dan Sawaf (1998), kecerdasan emosional adalah
kemampuan mengindra, memahami dan dengan efektif menerapkan kekuatan dan
ketajaman emosi sebagai sumber energi, informasi dan pengaruh. Salovely dan
Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan memantau dan
mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan itu
untuk memandu pikiran dan tindakan.
Konsep EQ berpendapat bahwa IQ, atau kecerdasan konvensional, terlalu
sempit, dan ada faktor lain yaitu Emotional Intelligence yang dapat mempengaruhi
kesuksesan seseorang. Dengan kata lain, kesuksesan membutuhkan lebih dari IQ
(Intelligence Quotient), yang cenderung menjadi ukuran tradisional kecerdasan,
mengabaikan perilaku penting dan elemen karakter.
20. 20
Beberapa penelitian mengenai EQ
1. Elizabeth Stubbs Koman, Steven B. Wolff, (2008) “Emotional intelligence
competencies in
the team and team leader: A multi-level examination of the impact of
emotional intelligence on team performance”, Journal of Management
Development, Vol. 27 Iss: 1, pp.55 – 75
2. Hsi-An Shih, Ely Susanto, (2010) “Conflict management styles, emotional
intelligence, and job performance in public organizations”, International
Journal of Conflict Management, Vol. 21 Iss: 2, pp.147 – 168
3. Malcolm Higgs, (2004) “A study of the relationship between emotional
intelligence and performance in UK call centres”, Journal of Managerial
Psychology, Vol. 19 Iss: 4, pp.442 – 454
4. Lee Huey Yiing, Kamarul Zaman Bin Ahmad, (2009) “The moderating effects of
organizational culture on the relationships between leadership behaviour and
organizational commitment and between organizational commitment and job
satisfaction and performance”, Leadership & Organization Development
Journal, Vol. 30 Iss: 1, pp.53 – 86
5. Cheok San Lam, Eleanor R.E. O’Higgins, (2012) “Enhancing employee outcomes:
The interrelated influences of managers’ emotional intelligence and leadership
style”, Leadership & Organization Development Journal, Vol. 33 Iss: 2,
pp.149 – 174
6. Cavazotte, F., Moreno, V., & Hickmann, M. (2012). Effects of leader intelligence,
personality and emotional intelligence on transformational leadership and
managerial performance. The Leadership Quarterly, 23, 443-455.
21. 21
7. Farh, C. I., Seo, M., & Tesluk, P. E. (2012). Emotional Intelligence, teamwork
effectiveness, and job performance: The moderating role of job context.
2.4 MENGELOLA POTENSI KECERDASAN DAN EMOSIONAL SDM
A. Pengertian Kecerdasan Emosioonal
kecerdasan emosi adalah bentuk kecerdasan yang berkaitan dengan sisi
kehidupan emosi, seperti kemampuan untuk menghargai dan mengelola emosi diri
dan orang lain, untuk memotivasi diri seseorang dan mengekang impuls, dan untuk
mengatasi hubungan interpersonal secara efektif. Manusia diciptakan dengan
dianugerahi kelebihan dibanding makhluk lainnya, yaitu adanya cipta, rasa dan karsa
. Dari ketiga kelebihan tadi masing-masing bisa dikembangkan ke dalam potensi-
potensi. Potensi yang bersumber dari cipta, yaitu potensi intelektual atau intelectual
quotient (IQ). Potensi dari rasa, yakni potensi emosional atau emosional quotinet
(EQ) dan potensi spiritual ( SQ). Sedangkan potensi yang bersumber dari karsa,
adalah potensi ketahanmalangan atau adversity quotient (AQ) dan potensi
vokasional quotient (VQ).
Konsep Kecerdasan Emosional – EQ mulai menjadi perhatian di tahun 1995 oleh
Daniel Goleman disebut ‘Emotional Intelligence’. Awal Teori Kecerdasan
Emosional pada awalnya dikembangkan pada 1970-an dan 80-an dengan
karya dan tulisan-tulisan dari psikolog Howard Gardner (Harvard), Peter
Salovey (Yale) dan John ‘Jack’ Mayer (New Hampshire).
Istilah kecerdasan emosi pertama kali berasal dari konsep kecerdasan sosial yang
dikemukakan oleh Thordike pada tahun 1920 dengan membagi 3 bidang
kecerdasan yaitu kecerdasan abstrak (seperti kemampuan memahami dan
memanipulasi simbol verbal dan matematika), kecerdasan konkrit seperti
22. 22
kemampuan memahami dan memanipulasi objek, dan kecerdasan sosial
seperti kemampuan berhubungan dengan orang lain.
Psikolog AS John Mayer dan Peter Salovey memberikan definisi formal pertama
kecerdasan emosional pada tahun 1990. Publikasi mereka juga mengklaim
bahwa ada kemungkinan untuk menilai dan mengukur kecerdasan emosional
seseorang. Mayer dan Salovey percaya bahwa kecerdasan emosional adalah
bagian dari kecerdasan sosial dan tentang kemampuan seseorang untuk: (1)
merasakan emosi dalam diri sendiri dan orang lain; (2) mengintegrasikan
emosi dalam pikiran; (3) memahami emosi dalam diri sendiri dan orang lain;
dan (4) mengelola atau mengatur emosi dalam diri sendiri dan orang lain.
Kecerdasan sosial menurut Thordike yang dikutip Daniel Goleman (2002) adalah
kemampuan untuk memahami dan mengatur orang lain untuk bertindak
bijaksana dalam menjalin hubungan, meliputi kecerdasan interpersonal dan
kecerdasan intrapersonal. Kecerdasan interprersonal adalah kecerdasan untuk
kemampuan untuk memahami orang lain, sedangkan kecerdasan intrapersonal
adalah kemampuan mengelola diri sendiri (Mangkunegara, 2005).
Menurut Goleman (2001:512), kecerdasan emosional adalah kemampuan
untuk mengenal perasaan diri sendiri dan orang lain untuk memotivasi diri sendiri
dan mengelola emosi dengan baik dalam diri kita dan hubungan kita. Kemampuan ini
saling melengkapi dan berbeda dengan kemampuan akademik murni, yaitu
kemampuan kogniktif murni yang diukur dengan Intelectual Quetient (IQ).
Sedangkan menurut Cooper dan Sawaf (1998), kecerdasan emosional adalah
kemampuan mengindra, memahami dan dengan efektif menerapkan kekuatan dan
ketajaman emosi sebagai sumber energi, informasi dan pengaruh. Salovely dan
Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan memantau dan
mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan itu
untuk memandu pikiran dan tindakan.
23. 23
Konsep EQ berpendapat bahwa IQ, atau kecerdasan konvensional, terlalu sempit, dan
ada faktor lain yaitu Emotional Intelligence yang dapat mempengaruhi kesuksesan
seseorang. Dengan kata lain, kesuksesan membutuhkan lebih dari IQ (Intelligence
Quotient), yang cenderung menjadi ukuran tradisional kecerdasan, mengabaikan
perilaku penting dan elemen karakter.
Beberapa penelitian mengenai EQ
1. Elizabeth Stubbs Koman, Steven B. Wolff, (2008) “Emotional intelligence
competencies in the team and team leader: A multi-level examination of the
impact of emotional intelligence on team performance”, Journal of
Management Development, Vol. 27 Iss: 1, pp.55 – 75
2. Hsi-An Shih, Ely Susanto, (2010) “Conflict management styles, emotional
intelligence, and job performance in public organizations”, International
Journal of Conflict Management, Vol. 21 Iss: 2, pp.147 – 168
3. Malcolm Higgs, (2004) “A study of the relationship between emotional
intelligence and performance in UK call centres”, Journal of Managerial
Psychology, Vol. 19 Iss: 4, pp.442 – 454
4. Lee Huey Yiing, Kamarul Zaman Bin Ahmad, (2009) “The moderating effects of
organizational culture on the relationships between leadership behaviour and
organizational commitment and between organizational commitment and job
satisfaction and performance”, Leadership & Organization Development
Journal, Vol. 30 Iss: 1, pp.53 – 86
5. Cheok San Lam, Eleanor R.E. O’Higgins, (2012) “Enhancing employee outcomes:
The interrelated influences of managers’ emotional intelligence and leadership
style”, Leadership & Organization Development Journal, Vol. 33 Iss: 2,
pp.149 – 174
24. 24
6. Cavazotte, F., Moreno, V., & Hickmann, M. (2012). Effects of leader intelligence,
personality and emotional intelligence on transformational leadership and
managerial performance. The Leadership Quarterly, 23, 443-455.
7. Farh, C. I., Seo, M., & Tesluk, P. E. (2012). Emotional Intelligence, teamwork
effectiveness, and job performance: The moderating role of job context.
Journal of Applied Psychology, 97(4), 890-900.
Review dan Implikasi Manajerial
Emotional Intelligence semakin relevan dengan pengembangan organisasi dan
mengembangkan orang-orang, karena prinsip-prinsip EQ memberikan cara baru
untuk memahami dan menilai perilaku orang, gaya manajemen, sikap, keterampilan
interpersonal, dan potensi. Kecerdasan Emosional merupakan pertimbangan penting
dalam perencanaan sumber daya manusia, profil pekerjaan, rekrutmen dan seleksi
wawancara, pengembangan manajemen, hubungan pelanggan dan layanan pelanggan,
dan lainnya.
2.5 MEMBANGUN KAPABILITAS DAN KOMPETENSI SDM
A. Pengertian Kapabilitas dan Kompetensi SDM
Kapabilitas Barney (1991) mengemukakan empat kondisi yang harus dipenuhi
sebelum suatu sumber daya dapat disebut sebagai sumber keunggulan kompetitif
berkelanjutan sebagai berikut:
1. Merupakan sumber daya organisasional yang sangat berharga (valuable),
terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk mengeksploitasi
kesempatan dan atau menetralisasi ancaman dari lingkungan perusahaan.
2. Relative sulit untuk dikembangkan, sehingga menjadi langka di lingkungan
kompetitif. (3
25. 25
3. Sangat sulit untuk ditiru atau diimitasi.
4. Tidak dapat dengan muddah digantikan substitute yang secara strategis
signifikan.
masalahnya adalah bagaimana “menterjemahkan” berbagai strategi, kebijakan dan
praktik MSDM menjadi keunggulan kompetitif berkelanjutan. Kompetensi SDM
berkarier di Bidang Sumber Daya Manusia Menurut Covey, Roger dan Rebecca
Merrill (1994), kompetensi tersebut mencakup:
a) Kompetensi teknis : pengetahuan dan keahlian untuk mencapai hasil- hasil
yang telah disepakati, kemampuan untuk memikirkan persoalan dan mencari
alternatif- alternatif baru
b) Kompetensi Konseptual: kemampuan untuk melihat gambar besar, untuk
menguji berbagai pengandaian dan pengubah prespektif
c) Kompetensi untuk hidup : dan saling ketergantungan kemampuan secara
efektif dengan orang lain, termasuk kemampuan untuk mendengar,
berkomunikasi, mendapat alternatif ketiga. sumber: Mangkunegara, Anwar
Prabu. 2005. Evaluasi Kinerja SDM. Bandung: Refika Aditama.
Cara Membangun Sistem Manajemen SDM Berbasis Kompetensi
Untuk meningkatkan sumber daya manusia sebuah perusahaan sudah
selayaknya jika perusahaan memperhatikan kualitas sumber dayanya dalam hal
ini adalah kualias pegawainya, sehingga dapat diperoleh kualitas pegawai yang
berdaya saing tinggi.
Secara umum hal ini dikatakan sebagai Manajemen Sumber Daya Manusia Berbasis
Kompetensi.Kompetensi dalam arti sebuah konsep yang mengandung arti untuk
menggabungkan SPKJ yaitu penggabungan antara Skill (Ketrampilan), Personal`s
Atribut (Atribut Perseorangan), Knowledge ( ilmu pengetahuan) dan tercermin dari
Job Behaviour (Perilaku Kinerja) yang terukur, dapat diamati sehingga dapat
dievaluasi.Boleh dibilang kompetensi sendiri adalah sebuah faktor yang dapat
26. 26
menentukan keberhasilan kinerja seseorang. Jadi titik perhatian yang utama dari
sebuah kompetensi adalah sebuah perbuatan yang merupakan perpaduan dari
ketrampilan, atribut perseorangan dan ilmu pengetahuan.
Pemicu Utama – Pemicu utama timbulnya manajemen berbasis kompetensi
adalah karena adanya sebuah keinginan untuk menempatkan posisi seorang karyawan
pada tempat atau jabatan yang sesuai dengan kualitas kemampuan karyawan tersebut
istilah kerennya The Right Man on The Right Place.
Jadi penjabaran secara lebih detail dari sebuah Manajemen Sumber Daya
Berbasis Kompetensi adalah sebuah proses untuk merencanakan, mengorganisasi,
melaksanakan serta mengendalikan semua aktifitas seorang tenaga kerja yang dimulai
sejak proses rekruitmen, pengembangan diri, perencanaan karier, evaluasi kerja,
rencana suksesi, maupun sistem renumerasi hingga memasuki masa pensiun tenaga
kerja tersebut, dimana semua proses untuk mengambil sebuah keputusan didasari
pada sebuah informasi akan kebutuhan dari kompetensi sebuah jabatan, serta
kompetensi setiap individu guna menggapai tujuan perusahaan atau sebuah
organisasi.
Sebuah Manajemen Sumber Daya Berbasis Kompetensi bertujuan untuk
menghasilkan hasil akhir yang diselaraskan dengan tujuan serta sasaran perusahaan/
organisasi dengan menerapkan standar kinerja yang sesuai denagn ketentuan yang
telah ditetapkan.
Jenis Kompetensi – Ada dua macam kompetensi, yaitu :
1. Soft Competency atau Kompetensi Manajerial, yakni sebuah kompetensi yang
berhubungan dengan kemampuan mengelola pegaewai, serta membangun
hubungan dengan orang lain., seperti kemampuan untuk memecahkan
masalah, kemampuan memimpin, dan kemampuan untuk membangun
komunikasi.
27. 27
2. Hard Competency atau Kompetensi Teknis, yakni sebuah kompetensi yang
berhubungan dengan kapasitas fungsional sebuah pekerjaan yang berkaitan
dengan keteknisan yang berhubungan dengan pekerjaan yang dilakoni.,
seperti kemampuan pemasaran/ marketing, akuntansi, dll.
Karakteristik Manajemen Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi adalah
selalu fokus pada tujuan perusahaan/ organisasi, sehingga seluruh karyawan sebuah
perusahaan/ organisasi dapat mencapai hasil seperti yang sudah direncanakan dan
diharapkan di awal waktu, dengan mereferensikan karyawan yang memiliki etos kerja
yang berkualitas kepada karyawan yang lain sehingga tercipta persaingan yang sehat.
Jika ada karyawan yang belum bisa mencapai seperti yang diharapkan , maka
karyawan tersebut harus mengikuti trainning peningkatan kemampuan, yang telah
direncanakan sehingga diharapkan melalui pelatihan ini akan membuat semua
karyawan dapat memiliki standar kerja dan kemampuan yang sepadan.
Area lingkup MSDMBK – Area lingkup sebuah pengelolaan Kompetensi meliputi :
1. Organisasi/ perusahaan itu sendiri berikut semua orang yang menduduki
jabatan dalam perusahaan / organisasi itu.
2. Pengelolaan kompetensi dengan melibatkan kompetensi teknis yang
dikombinasikan dengan kompetensi manajerial.
3. Mengelola data semua jabatan, sehingga kebutuhan dari kompetensi setiap
jabatan, hingga menentukan tingkat kebutuhan kompetensi jabatan.
4. Mengelola data semua karyawan/ anggota maupun kompetensi perseorangan.
5. Mengeterapkan prinsip mengisi celah yang kosong dengan sebuah persaingan
kompoetensi yang sehat.
6. Mengaplikasikan sistem dalam merencanakan karier yang meliputi tata cara
pencapaian sebuah karir, rotasi jabatan, pengajuan promosi jabatan dan
suksesi kepemimpinan.
7. Menghaplikasikan sistem dari manajemen sebuah kinerja.
28. 28
B. Tujuan untuk mencapai SDM berbasis Kompetensi dan Kapabilitas
Langkah yang diperlukan – Untuk mencapai Manajemen Sumber Daya Manusia
Berbasis Kompetensi diperlukan beberapa hal seperti :
1. Pengidentifikasian posisi
2. Analisa kegiatan dan pekerjaan
3. Pengenalan dan penelusuran secara terperinci sebagai sebuah kebutuhan
pertama
4. Pengenalan dan penelusuran kompetensi yang diperlukan untuk sebuah posisi
5. Prioritas kompetensi dengan memakai sistem peringkat dan kualitas yang
paling baik
6. Membuat sebuah standar kinerja yang paling minim sehingga dapat dijadikan
sebagai acuan sebuah kompetensi.
7. Mengidentifikasikan kandidat yang berpotensi
8. Perbandingan antar kandidat, dengan prinsip penerapan standar kinerja
minimum yang telah ditetapkan.
2.6 KONSEP AUDIT KINERJA & PELAKSANAAN AUDIT KINERJA
A. Konsep Dasar Audit Kinerja
Kinerja suat organisasi dinilai baik jika organisasi yang bersangkutan mampu
melaksanakan tugas-tugas dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan pada
standar yang tinggi dengan biaya yang rendah kinerja yang baik bagi suatu organisasi
mencapai ketika adminstrasi dan penyediaan jasa oleh organisasi yang bersangkutan
dilakukan pada tingkat yang ekonomis, efesien dan efektif. Konsep ekonomi,
efesiensi dan efektifivitas saling berhubungan satu sama lain dan tidak dapat diartikan
secara terpisah konsep ekonommi memastikan bahwa biaya input yang digunakan
dalam operasional organisasi dapat diminialkan. Konsep efesien memmastikan bawa
output yang maksimal dapat dicapai dengan sumber daya yang tersedia. Sedangkan
29. 29
konsep efektif berarti bahwa jasa yang disediakan atau dihasilkan oleh organisasi
dapat melayani kebutuhan pengguna jasa dengan tepat.
B. Pelaksanaan Audit Kinerja
Prosedur pelaksanaan sebagai berikut :
1. Persiapan Audit Kinerja
2. Pengujian Pengendalian Manajemen
3. Pengukuran dan Pengujian Key Performance Indicator (KPI) atau yang disebut
Indikator Kinerja Kunci (IKK).
4. Review Operasional
5. Pembuatan Kertas Kerja Audit (KKA)
6. Pelaporan
7. Pemantauan Tindak Lanjut
Deskripsi Prosedur Pelaksanaan Audit Kinerja BUMN/BUMD
Perencanaan Audit Kinerja Dalam Pedoman Pelaksanaan Audit Kinerja,
Perencanaan audit merupakan langkah penting yang dilakukan untuk memenuhi
standar audit. Dalam perencanaan audit perlu memperhatikan perkiraan waktu dan
petugas audit, selain itu juga mempertimbangkan perencanaan lainnya yang meliputi:
1. Sumber dan cara memperoleh informasi yang cukup mengenai auditan 2.
Hasil audit yang diperoleh pada tahap sebelumnya.
2. Prosedur Pelaksanaan Audit Kinerja.
Pengertian Prosedur menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993: 703) adalah
tahap-tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktivitas. Menurut Setyawan (1988:
35), prosedur adalah langkah-langkah yang harus dilaksanakan guna mencapai tujuan
30. 30
pemeriksaan. Pelaksanaan Audit Kinerja oleh kantor akan berdasarkan prosedur yang
terdiri dari tahapan Audit Kinerja yang menguraikan tentang bagaimana langkah
kerja Audit Kinerja itu dilakukan.
1. Persiapan Audit Kinerja Dalam tahap ini dilakukan kegiatan-kegiatan yang
merupakan tahap awal dari rangkaian Audit Kinerja sebagai dasar penyusunan
Program Kerja Audit Tahap berikutnya. Tahap ini meliputi:Pembicaraan
pendahuluan dengan auditan
2. Pengumpulan informasi umum dalam pengenalan terhadap kegiatan yang
diaudit
3. Pengidentifikasian aspek manajemen atau bidang masalah yang menunjukkan
kelemahan dan perlu dilakukan pengujian lebih lanjut
4. Pembuatan ikhtisar hasil persiapan Audit Kinerja. Dalam pengumpulan
informasi kegiatan persiapan Audit Kinerja mencakup:
a) Organisasi
b) Peraturan perundangan yang berlaku
c) Tujuan, Visi, Misi, sasaran, strategi dan kegiatan usaha
d) Sistem dan prosedur
e) Data keuangan
f) Informasi lainnya yang relevan .
Simpulan Hasil Persiapan Audit Kinerja yang disusun setelah kegiatan
persiapan Audit Kinerja selesai. Simpulan hasil Audit Kinerja ini antara lain meliputi
mengenai kelemahan-kelemahan yang harus dikembangkan lebih lanjut dalam tahap
audit berikutnya. Dari simpulan tersebut dibuat program audit tahap pengujian
pengendalian manajemen. (Deputi Bidang Akuntan Negara, 2001: 8-15). B.
Pengujian Pengendalian Manajemen Pada tahap ini harus dilakukan pengujian atas:
1. Sistem pengendalian manajemen
2. Penerapan good cooperate governance (GCG) oleh manajemen auditan dan
jajarannya Pengendalian manajemen adalah suatu proses yang dijalankan oleh
31. 31
dewan komisaris, manajemen dan personil lain dalam perusahaan yang
dirancang untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga
kelompok tujuan utama yaitu:
a) Efektivitas dan efisiensi operasi b) Keandalan pelaporan keuangan
b) Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku Dalam
Pengujian penerapan Good Cooperate Governance (GCG) oleh
manajemen, Auditor wajib melakukan pengujian penerapan prinsip-
prinsip GCG oleh manajemen dengan memperhatikan hal-hal berikut:
Prinsip dasar GCG yang harus diterapkan oleh manajemen auditan sesuai
dengan Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor: KEP-117/M-MBU/2002 tanggal 1
Agustus 2002 adalah sebagai berikut:
1. Transparansi dalam mengemukakan informasi material dan relevan mengenai
perusahaan.
2. Kemandirian.
3. Akuntabilitas.
4. Pertanggungjawaban.
5. Kewajaran.
Dalam melakukan pengujian penerapan GCG oleh manajemen, auditor minimal
perlu memanfaatkan dan mengembangkan indikator/parameter yang relevan. Dan
dari hasil pengujian tersebut kemudian dibuat simpulan mengenai penerapan GCG. c.
Jika ditemukan kelemahan yang signifikan segera dibuat manajemen letter (ML).
(Deputi Bidang Akuntan Negara: 15-18)
Pengukuran dan Pengujian Indikator Kinerja Kunci Dalam tahap ini dilakukan
penilaian atas proses penetapan indikator kinerja, juga membandingan antara
pencapaiaan indicator kinerja dengan target. Kesenjangan yang ada harus dianalisis
sehingga diperoleh penyebab sebenarnya. Indikator Kinerja adalah diskripsi
kuantitatif dan kualitatif dari kinerja yang dapat digunakan oleh manajemen sebagai
salah satu alat untuk menilai dan melihat perkembangan yang dicapai selama ini atau
32. 32
dalam jangka waktu tertentu. Tujuan pengujian atas pengukuran capaian indikator
kinerja kunci yaitu untuk menilai efisiensi dan efektifitas beberapa aktivitas utama,
guna menyarankan dan mendorong pengembangan rencana aksi untuk peningkatan
kinerja. Rencana aksi dikembangkan oleh manajemen auditan (Focus Group), dan
kemajuan yang dibuat dalam implementasi rencana akan direview secara periodik.
Diharapkan manajemen auditan mampu meningkatkan kinerja perusahaan. Tujuan
akhir tersebut akan dicapai melalui berbagai tujuan setiap kegiatan review yaitu:
1. Menentukan kekuatan dan kelemahan utama yang dimiliki perusahaan.
2. Menentukan implikasi operasional dan strategis dari kekuatan dan kelemahan
tersebut diatas.
3. Mengidentifikasi area-area yang perlu perbaikan.
4. Mengembangkan rencana aksi perbaikan atas area-area tersebut diatas. (Deputi
Bidang Akuntan Negara: 20-23)
d. Review Operasional Pada tahap ini dilakukan review yang sistematis atas prosedur
metode, organisasi, program atau kegiatan-kegiatan dengan tujuan untuk
mengevaluasi sejauh mana pencapaiaan suatu tujuan/sasaran secara ekonomis,
efisien, dan efektif. Informasi mengenai praktek terbaik (best practice) pada
perusahaan sejenis perlu diperoleh sebagai pembanding (benchmark). Selain itu perlu
perlu dilakukannya pula penilaian tingkat kesehatan dengan mengacu pada ketentuan
yang berlaku dan evaluasi perkembangan usaha perusahaan. Tujuan dari fase ini
adalah untuk mendapatkan informasi detail/rinci untuk menguji kinerja dari aktivitas
yang direview dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan. Review
operasional dapat mengarah pada beberapa atau seluruh sasaran berikut:
1. kehematan, efisiensi dan/atau efektivitas.
2. keandalan dan integritas sistem dan prosedur.
3. Pengendalian manajemen dan akuntabilitas.
4. Perlindungan terhadap aktiva.
5. Kepatuhan pada peraturan, kebijakan dan prosedur, dan/atau.
33. 33
6. Aspek-aspek lingkungan (Brigita Lahutung, 07301541, Manajemen Keuangan) .
Terdapat dua pendekatan review pokok:
a) Review hasil secara langsung Pendekatan ini berfokus pada outcome dan output
(berfokus pada penilaian hasil yang ingin dicapai). Pendekatan ini secara khusus
layak dimana terdapat data yang tersedia untuk menghitung indikator kinerja kunci
bagi aktivitas. Jika hasil memuaskan, resiko karena kesalahan yang serius dalam dan
mengimplementasikan aktivitas menjadi minimal.
b) Review Sistem pengendalian Pendekatan ini berfokus pada sistem dan
pengendalian.
Pendekatan ini dirancang untuk menentukan apakah organisasi telah memiliki sistem
pengendalian yang cukup untuk menyediakan jaminan yang layak atas pencapaian
hasil yang diinginkan. Review dirancang untuk melakukan analisis, review dan
pengujian atas komponen kunci dari sistem pengendalian untuk meyakinkan bahwa
hal itu telah dirancang dan diterapkan secara layak. Hasil akhir dari review
operasional adalah merekomendasikan peningkatan dan solusi praktis yang dapat
dimplementasikan manajemen. (Deputi Bidang Akuntan Negara: 30-35).
e. Kertas Kerja Audit Kertas Kerja Audit adalah catatan yang dibuat dan data yang
dikumpulkan pemeriksa secara sistematis pada saat melaksanakan tugas pemeriksaan.
Kertas kerja audit memuat informasi yang memadai dan bukti yang mendukung
kesimpulan dan pertimbangan auditor. Manfaat Kertas kerja audit adalah:
1. Memberikan dukungan utama terhadap Laporan Audit Kinerja.
2. Merupakan alat bagi atasan untuk mereview dan mengawasi pekerjaan para
pelaksana audit.
3. Merupakan alat pembuktian yang mendukung kesimpulan dan rekomendasi
signifikan dari auditor.
4. Menyajikan data untuk keperluan referensi. Syarat pembuatan Kertas kerja
audit:
a) Lengkap
34. 34
b) Bebas dari kesalahan, baik kesalahan hitung/kalimat maupun
kesalahan penyajian informasi.
c) Didasarkan pada fakta dan argumentasi yang rasional.
d) Sistematis, bersih, mudah diikuti, dan rapi.
e) Memuat hal-hal penting yang relevan dengan audit.
f) Dalam kertas kerja audit harus mencantumkan kesimpulan hasil audit
dan komentar atau catatan dari reviewer. (Deputi Bidang Akuntan
Negara: 41-43)
g) Pelaporan Hasil Audit Laporan hasil Audit Kinerja merupakan
laporan hasil analisis dan interprestasi atas keberhasilan atau
kegagalan perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya yang
dilaporkan oleh auditor. Pelaporan Audit Kinerja meliputi:
1. Hasil penilaian atas kewajaran IKK
2. Hasil Review Operasional beserta kelemahan yang ditemukan
3. Rekomendasi yang telah disepakati
4. Hasil pengujian atas laporan (hasil) pengujian tingkat kesehatan
perusahaan
5. Analisis perkembangan usaha Tujuan pelaporan Audit Kinerja:
a) Memberikan informasi yang relevan dan objektif mengenai
kinerja auditan kepada pihak terkait
b) Menyajikan analisis dan interprestasi atas kondisi kinerja
auditan serta memberikan
c) Menyediakan informasi untuk penetapan kebijakan dalam
rangka penugasan berikutnya. (Deputi Bidang Akuntan
Negara: 52-55) G.
35. 35
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penilaian kinerja memang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
pemberian imbalan atau kompensasi. Penilaian kinerja dapat merupakan umpan balik
atau masukan bagi prganisasi untuk menentukan langkah selanjutnya, misalnya
memberitahukan kepada karyawan tentang pandangan organisasi atau kinerja mereka.
Penilaian kinerja dapat digunakan utnuk mendeteksi kebutuhan pelatihan
karyawan, yakni pelatihan apakah yang sebenarnya dibuutuhkan oleh karyawan agar
kinerja organisasi dapat optimal. Penilaian kinerja juga dapat digunakan utnuk
menilai apakah peltihan yang pernah diadakan efektif atau tidak. Hasil dari pernilaian
kiinerja dapat membantu manageruntuk mengambil keputusan siapa yang layak
dipromosikan, dipertahankan, atau bahkan harus dikeluarkan dari organisasi.
Penilaian kinerja dapat digunakan untuk membuat sebuah perencanaan
(pengembanagan) SDM untuk menidentifikasi siapa layak duduk dimana, dengan
tingkkat gaji berapa. Diluar dari pada itu, perusahaan melakukan pelaksaan evaluasi
atau penilaian kinerja kadang juga bertujuan untuk melaksanakan riset saja.
Kompensasi adalah seluruh imbalan yang diterima karyawan atas hasil kerja
karyawan tersebut pada organisasi. Pemberian kompensasi merupakan salah satu
pelaksanaan fungsi MSDM yang berhubungan semua dengan semua jenis pemberian
penghargaan individual sebagai pertukaran dalam melakukan tugas keorganisasian.
Kompensasi merupakan biaya utama atas keahlian atau pekerjaan dan kesetiaan
dalam bisnis perusahaan pada abad ke 21 ini.
Secara umum tujuan kompensasi adalah untuk membantu perusahaan mencapai
tujuan keb erhasilan strategi perusahaan dan menajamin terciptanya keadilan
internal dan eksternal. Keadilan ekternal menajin bahwa pekerjaan-perkerjaan akan
dikompensasikan secara adil dan membandingan pekerjaan yang sama dipasar kerja.
Kadang kadang tujuan ini bisa menimbulkan konflik satu sama lainnya, dan trade-
offs harus terjadi misalnya, untuk mempertahankan karyawan dan menjamin keadilan
hasil analisis upah dan gaji merekomendasikan pembayaran jumblah yang sama
untuk pekerjaan-pekerjaan yang sama.
36. 36
3.2 Saran
Didalam suatu perusahaan atau organisasi perlu diadakan evaluasi kinerja yang
optimal agar tidak terjadi kesalahan dalam pemberian kompensasi kepada pegawai
atau karyawan. Karena apabila terjadi kesalahan dalam penilaian kinerja yang secara
langsung berdampak pada pemberian kompensasi akan membuat karyawan merasa
tidak betah yang berujung pada penurunan kinerja pegawai pada akhirnya perusahaan
atau organisasi akan menjadi dirugikan MSDM sanagat diperlukan didalam suatu
perusahaan atau organisasi, termasuk didalammnya adalah evaluasi kinerja dan
pemberian kompensasi.
37. 37
DAFTAR PUSTAKA
Cooper R K dan Sawaf. A.1998 : Executive EQ Kecerdasan Emosional dalam
Kepemimpinan dan Organisasi . Jakarta : Gramedia Goleman, Daniel. 2001. Working
White Emotional intelligence. (terjemahan Alex Tri Kantjono W). Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama. Goleman, Daniel. 2002. Emotional Intelligence
(terjemahan). Jakata : PT Gramedia Pustaka Utama. Goleman, Daniel., 2000.
Kecerdasan Emosional : Mengapa EQ Lebih Penting Daripada IQ, Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama. Goleman, Daniel, dkk. 2006. Kepemimpinan Berdasarkan
Kecerdasan Emosi, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Mangkunegara, Anwar
Prabu, 2005. Perilaku dan Budaya Organisasi, Bandung : Refika Aditama.
-https://brigitalahutung.wordpress.com/2012/10/16/prosedur-pelaksanaan-audit-
kinerja/
-http://iskandaaar.blogspot.com/2013/11/makalah-pengukuran-kinerja.html?m=1
-sumber: Mangkunegara, Anwar Prabu. 2005. Evaluasi Kinerja SDM. Bandung:
Refika Aditama.