1. Analisis Alinyemen Vertikal Lengkung...(Yogi Tunjung Triadi, Mustholih,
Candra Kusmawargi, Jihadul Asgor/ hal. 1-15)
MARSHALL,VOL.2,NO.1,JANUARI 2014 71
ANALISIS ALINYEMEN VERTIKAL LENGKUNG
(Studi Kasus jalan Kaliurang km.18-19 Sleman, Yogyakarta)
1
Yogi Tunjung Triadi, 2
Mustholih, 3
Candra Kusmawargi , 4
Jihadul Asgor
1,2,3,4
Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan, FT UNY
oweng.can@gmail.com
ABSTRAK
Jalan merupakan salah satu wujud prasarana yang diupayakan oleh
pemerintah guna mendukung pembangunan pada berbagai wilayah di negara
Indonesia. Dalam pembangunan sebuah jalan selalu dilandasi oleh motivasi
untuk menghubungkan dua daerah. Sedangkan kondisi dari satu daerah dengan
yang lainnya pun berbeda-beda, misalnya: jalan di daerah pegunungan, jalan di
perkotaan, jalan di daerah tanah gambut, jalan di daerah tanah kapur, dan lain
sebagainya.
Di daerah pegunungan yang sering dijumpai perbedaan ketinggian,
pengadaan sebuah jalan sangatlah perlu untuk dicermati angka kemiringannya.
Tentunya dengan perencanaan alinyemen vertikal. Dengan demikian, diharapkan
didapat analisis yang baik pada pengadaan jalan tersebut, guna memberikan
kenyamanan dan keamanan kepada para pengguna jalan.Perlu pula
diperhatikan bahwa alinyemen vertikal yang direncanakan itu akan berlaku untuk
masa panjang, sehingga sebaiknya alinyemen vertikal yang dipilih tersebut dapat
dengan mudah mengikuti perkembangan lingkungan.Jalan Kaliurang km.18-19
Sleman, Yogyakarta merupakan daerah pegunungan yang cocok untuk analisis
alinyemen vertikal karena kondisi jalan yang mempunyai kemiringan (kelandaian)
yang perlu dicermati.
Kata kunci :Jalan, Kondisi jalan, Perencanaan alinyemen vertikal.
PENDAHULUAN
Jalan adalah salah satu wujud prasarana yang diupayakan oleh
pemerintah guna mendukung pembangunan pada berbagai wilayah di negara
Indonesia. Selain itu, jalan telah memberikan banyak kemudahan kepada
masyarakat di berbagai aktivitas mereka. Jadi memang dalam pengadaan
sebuah jalan, baik itu telah berjalan maupun yang sedang akan dijalankan,
seharusnya patut untuk kita cermati dan awasi sehingga tujuan jalan itu sendiri
dapat terlaksana dengan semaksimal mungkin.Dalam pembangunan sebuah
jalan selalu dilandasi oleh motivasi untuk menghubungkan dua daerah.
Sedangkan kondisi dari satu daerah dengan yang lainnya pun berbeda-beda,
misalnya: jalan di daerah pegunungan, jalan di perkotaan, jalan di daerah tanah
gambut, jalan di daerah tanah kapur, dan lain sebagainya.
Di daerah pegunungan yang sering dijumpai perbedaan ketinggian,
pengadaan sebuah jalan sangatlah perlu untuk dicermati angka kemiringannya.
Begitu juga dengan alinyemen vertikal. Dengan demikian, diharapkan didapat
analisis yang baik pada pengadaan jalan tersebut, guna memberikan
kenyamanan dan keamanan kepada para pengguna jalan.Jalan Kaliurang
2. Analisis Alinyemen Vertikal Lengkung...(Yogi Tunjung Triadi, Mustholih,
Candra Kusmawargi, Jihadul Asgor/ hal. 1-15)
MARSHALL,VOL.2,NO.1,JANUARI 2014 72
km.18-19 Sleman, Yogyakarta merupakan daerah pegunungan yang cocok untuk
analisis alinyemen vertikal karena mempunyai kemiringan (kelandaian) yang
perlu dicermati.
KAJIAN TEORI
ALINYEMEN VERTIKAL
Alinyemen vertikal adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang
permukaan perkerasan jalan melalui sumbu jalan 2 lajur 2 arah atau melalui tepi
dalam masing-masing perkerasan untuk jalan dengan median. Sering kali disebut
juga sebagai penampang memanjang jalan.Perencanaan alinyemen vertikal
dipengauhi oleh besarnya biaya pembangunan yang tersedia. Alinyemen vertikal
yang mengikuti muka tanah asli akan mengurangi pekerjaan tanah, tetapi
mungkin saja akan mengakibatkan jalan itu terlalu banyak mempunyai tikungan.
Tentu saja hal ini belum tentu sesuai dengan persyaratan yang diberikan
sehubungan dengan fungsi jalannya. Muka jalan sebaiknya diletakkan sedikit di
atas muka tanah asli sehingga memudahkan dalam pembuatan drainase
jalannya, terutama di daerah yang datar.
Pada daerah yang sering kali dilanda banjir sebaiknya penampang
memanjang jalan diletakkan di atas elevasi muka banjir. Di darah perbukitan atau
pegunungan diusahakan banyaknya pekerjaan galian seimbang dengan
pekerjaan timbunan, sehingga keseluruhan biaya yang dibutuhkan tetap dapat
dipertanggung jawabkan. Jalan yang terletak di atas lapisan tanah yang lunak
harus pula diperhatikan akan kemungkinan besarnya penurunan dan perbedaan
penurunan yang mungkin terjadi.
Dengan demikian penarikan alinyemen vertikal sangat dipengaruhi oleh berbagai
pertimbangan seperti :
1. Kondisi tanah dasar
2. Keadaan medan
3. Fungsi jalan
4. Muka air banjir
5. Muka air tanah
6. Kelandaian yang masih memungkinkan
Perlu pula diperhatikan bahwa alinyemen vertikal yang direncanakan itu
akan berlaku untuk masa panjang, sehingga sebaiknya alinyemen vertikal yang
dipilih tersebut dapat dengan mudah mengikuti perkembangan
lingkungan.Alinyemen vertikal disebut juga penampang jalan yang terdiri dari
garis – garis lurus dan garis – garis lengkung. Garis lurus tersebut dapat datar,
mandaki atau menurun, biasa disebut berlandai. Landai jalan dinyatakan dengan
persen.
Pada umumnya gambar rencana suatu jalan dibaca dari kiri ke kanan,
maka landai jalan diberi tanda positif untuk pendakian dari kiri ke kanan, dan
landai negatif untuk penurunan dari kiri. Pendakian dan penurunan memberi efek
yang berarti terhadap gerak kendaraan.
Alinyemen vertikal secara keseluruhan haruslah dapat memberikan rasa aman
dan nyaman pada pemakai jalan. Untuk itu sebaiknya diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
3. Analisis Alinyemen Vertikal Lengkung...(Yogi Tunjung Triadi, Mustholih,
Candra Kusmawargi, Jihadul Asgor/ hal. 1-15)
MARSHALL,VOL.2,NO.1,JANUARI 2014 73
1. Pada alinyemen vertikal yang relatif datar dan lurus, sebaiknya dihindari
hidden dip, yaitu lengkung-lengkung vertikal cekung yang pendek dan tidak
terlihat dari jauh.
2. Pada landai menurun yang panjang dan tajam sebaiknya diikuti oleh
pendakian, sehingga kecepaan kendaraan yang telah bertambah besar
dapat segera dikurangi.
3. Jika direncanakan serangkaian kelandaian, maka sebaiknya kelandaian
yang paling curam diletakkan di bagian awal, diikuti kelandaian yang lebih
kecil.
4. Sedapat mungkin dihindari perencanaan lengkung vertikal yang sejenis
(cembung atau cekung) dengan hanya dipisahkan oleh tangen yang pendek.
KELANDAIAN
Berdasarkan kepentingan arus lalu-lintas, Iandai ideal adalahlandai datar
(0 %). Sebaliknya ditinjau dari kepentingan drainasejalan, jalan berlandailah yang
ideal. Adanya kelandaian akan membuat kecepatan jalan kendaraan menjadi
berkurang (penurunan kecepatan). Sehingga perlu dibuat batasan kelandaian,
yaitu dengan ditetapkan landai minimum dan landai maksimum.
Dalam perencanaan disarankan menggunakan :
1. Landai datar untuk jalan-jalan di atas tanah timbunan yang tidak mempunyai
kreb. Lereng melintang jalan dianggapcukup untuk mengalirkan air di atas
badan jalur dankemudian ke lereng jalan.
2. Landai 0,l5 % yang dianjurkan untuk jalan-jalan di atas tanah timbunan
dengan medan datar dan mempergunakan kereb.Kelandaian ini cukup
membantu menyalirkan air hujan keinlet atau saluran pembuangan.
3. Landai minimum sebesar 0,3 - 0,5 % dianjurkandipergunakan untuk jalan-
jalan di daerah galian atau jalanyang memakai kreb. Lereng melintang hanya
cukup untukmengalirkan air hujan yang jatuh diatas badan jalan,sedangkan
landai jalan dibutuhkan untuk membuatkemiringan dasar saluran samping.
Landai Maksimum :
1. Kelandaian maksimum dimaksudkan untuk memungkinkan kendaraan
bergerak tanpa kehilangan kecepatan yang berarti.
2. Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan
penuh mampu bergerak dengan penurunan kecepatan tidak lebih dari
separuh kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah.
3. Kelandaian maksimum untuk berbagai VR ditetapkan dapat dilihat pada
tabel.
Tabel 3. Kelandaian maksimum yang diizinkan
Vr (km/jam) 120 110 100 80 60 50 40 <40
Kelandaian
Maksimum (%)
3 3 4 5 8 9 10 10
Landai maksimum saja tidak cukup dalam perencanaan alinyemen
vertikal. Dibutuhkan panjang kritis yang sesuai dengan medan yang dapat
menyebabkan pengaruh yang berbeda-beda. Maka dari itu kelandaian besar
dibuat pada jalan yang cukup panjang sehingga berpengaruh terhadap
penurunan kecepatan. Untuk mengatasi masalah kendaraan-kendaraan berat
yang mengalami penurunan kecepatan saat melewati kelandaian jalan maka
4. Analisis Alinyemen Vertikal Lengkung...(Yogi Tunjung Triadi, Mustholih,
Candra Kusmawargi, Jihadul Asgor/ hal. 1-15)
MARSHALL,VOL.2,NO.1,JANUARI 2014 74
dibuat lajur pendakian, sehingga tidak mengganggu kendaraan lain yang
bergerak dengan kecepatan yang sudah direncanakan.
Gambar 1. Lajur pendakian
Batas kritis umumnya diambil jika kecepatan truk berkurang mencapai 30
– 75% kecepatan rencana, atau kendaraan terpaksa mempergunakan gigi
rendah. Pengurangan kecepatan truk dipengaruhi oleh besarnya kecepatan
rencana dan kelandaian. Kelandaian pada kecepatan rencana yang tinggi akan
mengurangi kecepatan truk sehingga berkisar antara 30 – 50 % kecepatan
rencana selama 1 menit perjalanan. Tetapi pada kecepatan rencana yang
rendah, kelandaian tidakbegitu mengurangi kecepatan truk. Kecepatan truk
selama 1 menit perjalanan, pada kelandaian ± 10%, dapat mencapai 75%
kecepatan rencana. (Ajisuraji, 2011)
JARAK PANDANG
Jarak pandang adalah suatu jarak yang diperluan oleh seorang
pengemudi paa saat mengemudi sedemikian sehingga jika melihat suatu
halangan yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk
menghindari bahaya tersebut.
Fungsi jarak pandang :
a. Menghindari kecelakaan
b. Pedoman untuk menempatkan rambu dan peringatan lain.
c. Memberi kemungkinan untuk dapat menyalip dengan aman tanpa
bertabrakan dengan kendaraan yang berasal dari depan.
Macam-macam jarak pandang :
a. Jarak pandang henti (JPH)
Yaitu jarak yang ditempuh kendaraan mulaisaat dia melihat rintangan
dari depannya sampai berhenti tanpa menabrak rintangan tersebut.
Rumus jarak pandang henti :
𝑑 = 0,278 × 𝑉 × 𝑡1 +
𝑉2
254.𝑓
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(13)
Keterangan :
d = jarak pandang henti
v = kecepatan (km/jam)
t1 = waktu reaksi = 2,5 detik
f = koefisien gesek memanjang dengan permukaan jalan
b. Jarak pandang menyiap (JPM)
Yaitu jarak yang dibutuhkan pengemudi sehingga dapat melakukan
gerakan menyiap dan menggunakan lajur kendaraan arah berlawanan (lajur
kanan) dengan arah aman dan dapat melihat kendaraan dari arah depan dengan
bebas. JPM sangan dibutuhkan untuk perancangan geometrik jalan 2 lajur 2
arah.
5. Analisis Alinyemen Vertikal Lengkung...(Yogi Tunjung Triadi, Mustholih,
Candra Kusmawargi, Jihadul Asgor/ hal. 1-15)
MARSHALL,VOL.2,NO.1,JANUARI 2014 75
1.) d1 = jarak yang ditempuh kendaraan yang menyiap ketika siap-siap untuk
menyiap.
d1 = 0,278 t1 (V-m+0,5.a.t1)
2.) d2 = jarak yang ditempuh kendaraan yang menyiap berada di jalur lawan.
d2 = 0,278.V.t2
3.) d3 = jarak bebas antar kendaraan menyiap dengan kendaraan di lajur lawan
setelah menyap (30-100 m).
4.) d4 = jarak yang ditempuh kendaraan di lajur lawan. 2/3 waktu kendaraan
menyiap di lajur lawan.
d4 = 2/3.d2
Keterangan :
t1 = waktu reaksi, t1=2,12+0,026V
a = percepatan, a=2,092+0,0036V
t2 = waktu kendaraan menyiap di lajur kanan, t2 = 6,56+0,048V
V = kecepatan
m= perbedaan kecepatan antara kendaraan yang menyiap dengan yang disiap.
Jarak pandang menyiap :
d=d1+d2+d3+d4
Jarak bila nilai terbatas :
d=2/3d2+d3+d4
LENGKUNG VERTIKAL
Pergantian dari satu kelandaian ke kelandaian yang laindilakukan dengan
mempergunakan lengkung vertikal. Lengkungvertikd tersebut direncanakan
sedemikian rupa sehingga memenuhikeamanan, kenyamanan dan drainase.
Jenis lengkung vertikal dilihat dari letak titik perpotongan kedua bagian lurus,
adalah :
1. Lengkung vertikal cekung
Yaitu lengkung dimana titik perpotonganantara kedua tangen berada di
bawah permukaanjalan.
2. Lengkung vertikal cembung
Yaitu lengkung dimana titik perpotongan antara kedua tangen berada di atas
permukaan jalan yang bersangkutan.
Gambar 2. Jenis lengkung vertikal dilihat dari titik perpotongan
kedua tangen.
Tabel 4. Panjang lengkung yang diizinkan
7. Analisis Alinyemen Vertikal Lengkung...(Yogi Tunjung Triadi, Mustholih,
Candra Kusmawargi, Jihadul Asgor/ hal. 1-15)
MARSHALL,VOL.2,NO.1,JANUARI 2014 77
1.) Berdasarkan penyinaran lampu (JPH)
S<Lv
Gambar 5. Lengkung vertikal cekung dengan jarak pandangan
penyinaran lampu depan < L
𝐿𝑣 =
𝐴𝑆2
120+3,50.𝑠
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(7)
S > Lv
Gambar 6. Lengkung vertikal cekung dengan jarak pandangan
penyinaran lampu depan > L.
𝐿𝑣 = 2𝑠 −
120+3,50.𝑠
𝐴
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(8)
2.) Berdasarkan pandangan bebas di bawah bangunan (JPH)
S < Lv
Gambar 7. Jarak pandangan bebas di bawah bangunan
pada lengkung vertikal cekung S < Lv
𝐿𝑣 =
𝐴𝑆2
3480
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(9)
8. Analisis Alinyemen Vertikal Lengkung...(Yogi Tunjung Triadi, Mustholih,
Candra Kusmawargi, Jihadul Asgor/ hal. 1-15)
MARSHALL,VOL.2,NO.1,JANUARI 2014 78
S > Lv
Gambar 8. Jarak pandangan bebas di bawah bangunan
pada lengkung vertikal cekung dengan S > L.
𝐿𝑣 = 2𝑠 −
3480
𝐴𝑆2
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (10)
b. Syarat Kenyamanan
𝐿𝑣 =
𝐴𝑉2
390
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(11)
c. Syarat Drainase
Lv = 50.A . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(12)
Dalam pemilihan panjang lengkung vertikal (Lv) cembung haruslah
merupakan panjang terpanjang yang dibutuhkan setelah
mempertimbangkan jarak pandang, persyaratan drainase, danbentuk
visual lengkung. Dalam pemilihan panjang lengkung vertikal (Lv) cekung
haruslah merupakan panjang terpanjang yang dibutuhkan setelah
mempertimbangkan jarak penyinaran lampu depan kendaraan di malam
hari, keluwesan bentuk dan kenyamanan pengemudi. (Supratomo &
Setiawati, 2008)
Keterangan :
S = Jarak Pandang henti (m)
Lv = Lengkung vertikal (m)
A = Selisih kelandaian (%)
JPH = Jarak pandang henti (m)
JPM = Jarak pandang menyiap (m)
Persamaan umum lengkung vertikal : 𝑦 =
𝐴𝑥2
200𝐿
y =
−6𝑥2
200.150
y =
−𝑥2
5000
Tabel 5. Faktor penampilan kenyamanan jalan
Kecepatan Rencana
(km/jam)
Faktor Penampilan
Kenyamanan, Y
<40 1,5
9. Analisis Alinyemen Vertikal Lengkung...(Yogi Tunjung Triadi, Mustholih,
Candra Kusmawargi, Jihadul Asgor/ hal. 1-15)
MARSHALL,VOL.2,NO.1,JANUARI 2014 79
40-60 3
>60 8
METODE
Dalam pengumpulan data dan informasi terkait dengan penyusunan jurnal
ini, penyusun menggunakan metode survey dengan praktek. Artinya, penyusun
mencari lokasi jalan yang cocok, dan kemudian mencari data dengan cara
praktek di lokasi yang telah dipilih sebelumnya. Selain itu, penyusun juga
menggunakan beberapa sumber pustaka sebagai referensi dan kajian materi
pada jurnal ini. Untuk lokasi dan waktu penelitian kami lakukan pada hari Senin,
31 September 2013 di Jalan Kaliurang km 18-19, kabupaten Sleman, D.I.
Yogyakarta.