1. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah perkembangan jalan dimulai bersamaan dengan sejarah umat
manusia itu sendiri yang selalu berhasrat untuk mencari kebutuhan hidup dan
berkomunikasi dengan sesama. Dengan demikian perkembangan jalan saling
berkaitan dengan perkembangan umat manusia. Jalan raya merupakan salah satu
prasarana transportasi yang dapat menunjang pengembangan suatu wilayah.
Semakin lancar transportasi maka semakin cepat suatu wilayah berkembang.
Meningkatnya jumlah penduduk akan diikuti dengan meningkatnya kebutuhan
sarana transportasi, sehingga perlu dilakukan perencanaan jalan yang sesuai
dengan kebutuhan penduduk saat ini.
Untuk membangun ruas jalan raya baru maupun peningkatan yang
diperlukan sehubungan dengan penambahan kapasitas jalan raya, tentu akan
memerlukan metoda efektif dalam perancangan maupun perencanaan agar
diperoleh hasil yang terbaik dan ekonomis, tetapi memenuhi unsur keselamatan
pengguna jalan dan tidak mengganggu ekosistem.
Syarat-syarat yang diperlukan oleh jalan raya terutama adalah untuk
memperoleh :
a. Permukaan yang rata dengan maksud agar lalu lintas dapat berjalan dengan
lancar.
b. Mampu memikul berat kendaraan beserta beban yang ada diatasnya.
c. Dapat dilalui dengan aman dan nyaman sesuai dengan rencana.
Dewasa ini manusia telah mengenal sistem perencanaan jalan yang baik dan
mudah dikerjakan serta pola perencanaannya yang makin sempurna. Meskipun
demikian, seorang teknik sipil selalu dituntut untuk dapat merencanakan suatu
lintasan jalan yang paling efektif dan efisien dari alternatif-alternatif yang ada,
dengan tidak mengabaikan fungsi-fungsi dasar dari jalan. Oleh karena itu, dalam
2. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 2
merencanakan suatu lintasan jalan, seorang teknik sipil harus mampu
menyesuaikan keadaan di lapangan dengan teori-teori yang ada, sehingga akan
diperoleh hasil yang maksimal.
Dalam merencanakan suatu jalan raya, diinginkan pekerjaan yang relatif
mudah dengan menghindari pekerjaan galian (cut) dan timbunan (fill) yang besar.
Di lain pihak, kendaraan yang beroperasi di jalan raya menginginkan jalan yang
relatif lurus, tidak ada tanjakan atau turunan. Objek keinginan itu sulit kita jumpai
mengingat keadaan permukaan bumi yang relatif tidak datar, sehingga perlu
dilakukan perencanaan geometrik jalan, yaitu perencanaan jalan yang dititik
beratkan pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi fungsi dasar
dari jalan yaitu memberikan pelayanan yang optimum pada arus lalu lintas. Faktor
yang menjadi dasar perencanaan geometrik adalah sifat gerakan, ukuran
kendaraan, sifat pengemudi dalam mengendalikan gerak kendaraannya, serta
karakteristik arus lalu lintas. Hal – hal tersebut haruslah menjadi bahan
pertimbangan perencana sehingga dihasilkan bentuk dan ukuran jalan, serta ruang
gerak kendaraan yang memenuhi tingkat kenyamanan dan keamanan yang
diharapkan.
Selain itu, juga harus diperhatikan elemen – elemen dari perencanaan
geometrik jalan, yaitu :
1. Alinyemen horizontal
Pada gambar alinyemen horizontal, akan terlihat apakah jalan tersebut
merupakan jalan lurus, menikung ke kiri, atau ke kanan dan akan
digambarkan sumbu jalan pada suatu kontur yang terdiri dari garis lurus,
lengkung berbentuk lingkaran serta lengkung peralihan dari bentuk lurus ke
bentuk busur lingkaran. Pada perencanaan ini dititik beratkan pada
pemilihan letak dan panjang dari bagian – bagian trase jalan, sesuai dengan
kondisi medan sehingga terpenuhi kebutuhan akan pergerakkan lalu lintas
dan kenyamanannya.
3. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 3
2. Alinyemen vertikal
Pada gambar alinyemen vertikal, akan terlihat apakah jalan tersebut tanpa
kelandaian, mendaki atau menurun. Pada perencanaan ini, dipertimbangkan
bagaimana meletakkan sumbu jalan sesuai dengan kondisi medan dengan
memperhatikan fungsi - fungsi dasar dari jalan tersebut. Pemilihan
alinyemen vertikal berkaitan pula dengan pekerjaan tanah yang mungkin
timbul akibat adanya galian dan timbunan yang harus dilakukan
3. Penampang melintang jalan
Bagian – bagian dari jalan seperti lebar dan jumlah lajur, ada atau tidaknya
median, drainase permukaan, kelandaian serta galian dan timbunan.
Koordinasi yang baik antara bentuk alinyemen horizontal dan vertikal akan
memberikan keamanan dan kenyamanan pada pemakai jalan.
1.2 Maksud dan Tujuan
Tujuan dari perencanaan suatu jalan raya adalah untuk merencanakan suatu
lintasan dan dimensi yang sesuai dengan Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan
Raya (PPGJR) No. 13 tahun 1970, sehingga dapat menjamin keamanan dan
kelancaran lalu lintas. Dari perencanaan itu juga didapat suatu dokumen yang
dapat memperhitungkan bobot pekerjaan baik galian maupun timbunan, pekerjaan
tanah dan sebagainya sehingga bisa dilakukan perencanaan yang seekonomis
mungkin.
1.3 Ruang Lingkup Perencanaan
Dalam tugas rencana ini, perhitungan dilakukan terdiri dari beberapa
tinjauan. Peninjauan ini meliputi penentuan lintasan, alinyemen horizontal,
alinyemen vertikal, penampang melintang, dan kubikasi.
4. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 4
1.3.1 Trase rencana/penentuan lintasan
Penentuan lintasan meliputi perhitungan jarak lintasan, sudut azimut,
kemiringan jalan, elevasi jalan pada titik kritis, dan luas tampang.
1.3.2 Merencanakan alinyemen horizontal
Perencanaan alinyemen horizontal merupakan perencanaan tikungan
lengkap komponen-komponennya. Dalam perencanaan tikungan pada rancangan
ini meliputi:
Full Circle, digunakan pada tikungan yang mempunyai jari – jari besar dan
sudut tangen yang relatif kecil.
Spiral Circle Spiral, digunakan pada tikungan yang mempunyai jari – jari
kecil dan sudut tangen yang relatif besar.
1.3.3 Merencanakan alinyemen vertikal
Alinyemen vertikal ini merupakan proyeksi lintasan jalan pada bidang
tegak yang melalui sumbu jalan atau tegak lurus bidang gambar.
Perencanaan alinyemen vertikal ini terdiri dari lengkung vertikal cembung
dan lengkung vertikal cekung,dimana perencanaannya didasarkan pada beberapa
syarat, yaitu syarat keamanan, kenyaman dan drainase untuk masing-masing beda
kelandaian yang ada.
1.3.4 Pekerjaan galian (cut) dan timbunan (fill)
Cut dan fill yaitu pemotongan dan penimbunan pada keadaan tanah/muka
tanah yang telah ditentukan. Pada keadaan cut, tanah digunakan untuk mengisi ke
daerah fill dan apabila tidak cukup/kurang maka dapat diambil dari borrow pit,
seandainya kelebihan dapat dibuang ke disposal place, seperti halnya tanah
stripping.
5. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 5
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Perencanaan Geometrik Jalan
Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang
dititikberatkan pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi fungsi
dasar dari jalan, yaitu memberikan pelayanan yang optimum pada arus lalu lintas
dan sebagai akses ke rumah-rumah. Ruang, bentuk, dan ukuran jalan dikatakan
baik, jika dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi pengguna jalan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan geometrik jalan raya adalah
kelas jalan, kecepatan rencana, keadaan topografi, standar perencanaan,
penampang melintang, volume lalu lintas, keadaan topografi, alinyemen
horizontal,alinyemen vertikal, dan bentuk tikungan.
2.1.1 Kelas jalan
Jalan dibagi dalam kelas-kelas yang penempatannya didasarkan pada
fungsinya juga dipertimbangkan pada besarnya volume serta sifat lalu lintas yang
diharapkan akan menggunakan jalan yang bersangkutan.
2.1.2 Kecepatan rencana
Kecepatan rencana yang dimaksud adalah kecepatan maksimum yang
diizinkan pada jalan yang akan direncanakan sehingga tidak menimbulkan bahaya
bagi pemakai jalan tersebut. Dalam hal ini harus disesuaikan dengan tipe jalan
yang direncanakan.
2.1.3 Keadaan topografi
Untuk memperkecil biaya pembangunan, maka suatu standar perlu
disesuaikan dengan keadaan topografi. Dalam hal ini, jenis medan dibagi dalam
6. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 6
tiga golongan umum yang dibedakan menurut besarnya lereng melintang dalam
arah kurang lebih tegak lurus sumbu jalan.
Tabel 2.1 Klasifikasi Medan dan Besarnya Lereng Melintang
Golongan Medan Lereng Melintang
Datar (D) 0 sampai 9%
Perbukitan (B) 10 sampai 24,9%
Pegunungan (G) > 25%
Adapun pengaruh keadaan medan terhadap perencanaan suatu jalan raya
meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Tikungan : Jari-jari tikungan pada pelebaran perkerasan diambil sedemikian
rupa sehingga terjamin keamanan dan kenyamanan jalannya
kendaraan dan pandangan bebas harus cukup luas.
b. Tanjakan : Dalam perencanaan diusahakan agar tanjakan dibuat dengan
kelandaian sekecil mungkin.
2.1.4 Volume lalu lintas
Volume lalu lintas dinyatakan dalam Satuan Mobil Penumpang (SMP) yang
besarnya menunjukkan jumlah lalu lintas harian rata-rata (LHR) untuk kedua
jurusan. Dalam perencanaan ini volume lalu lintas berhubungan dengan penentuan
kelas jalan yang bermuara pada ukuran penampang melintang jalan.
2.2 Penentuan Lintasan
Berdasarkan peta topografi yang disediakan, dimana titik asal (origin) dan
tujuan (destination) telah ditentukan, dilakukan pencarian lintasan dengan
memperhatikan situasi medan. Kontur terus ditelusuri untuk mencari lintasan yang
sesuai dengan Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya (PPGJR) No.13
tahun 1970 serta ketentuan-ketentuan lain yang diberikan pada perencanaan ini.
7. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 7
Rumus-rumus yang digunakan dalam penentuan lintasan ini berdasarkan
buku ”Perencanaan Trase Jalan Raya” oleh Bukhari R.A dan Maimunah, tahun
2005.
2.2.1 Jarak lintasan
d H – 5 = 22
)5()5( yyHxxH …………………………..(2.1)
dengan:
d H – 5 = jarak dari titik H ke titik 5
xH = koordinat titik H terhadap sumbu x
x5 = koordinat titik 5 terhadap sumbu x
yH = koordinat titik H terhadap sumbu y
y5 = koordinat titik 5 terhadap sumbu y
2.2.2 Sudut azimut
Δ M = arc tan
)(
)(
yMyH
xMxH
arc tan
)5(
)5(
yyM
xxM
……………………(2.2)
dengan:
ΔM = sudut di titik M (yang akan di cari)
xM = koordinat titik M terhadap sumbu x
yM = koordinat titik M terhadap sumbu y
x5 = koordinat titik pada awal lintasan sebelum titik M, terhadap
sumbu x
y5 = koordinat titik pada awal lintasan sebelum titik M, terhadap
sumbu y
xM = koordinat titik pada akhir lintasan sesudah titik M, terhadap
sumbu x
yM = koordinat titik pada akhir lintasan sesudah titik M, terhadap
sumbu y
8. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 8
2.2.3 Kemiringan jalan
iH-5 = %100
5
5
x
d
eHe
H
……………………………………………(2.3)
dengan:
i H-5 = kemiringan jalan dari titik awal ke titik akhir
eH = elevasi jalan pada titik awal
eG = elevasi jalan pada titik akhir
d H-5 = jarak lintasan dari titik awal ke titik akhir
2.2.4 Elevasi jalan pada titik kritis
ek = eT + i x L................................................................................(2.4)
dengan:
ek = Elevasi muka jalan pada titik kritis
eT = elevasi muka jalan pada titik tinjauan
i = kemiringan lintasan pada titik kritis
L = jarak lintasan dari titik tinjauan ke titik kritis
2.2.5 Luas tampang
Untuk menghitung luas tampang digunakan rumus-rumus luas segitiga,
segi empat, dan trapesium.
2.3 Alinyemen Horizontal
Alinyemen horizontal adalah garis proyeksi sumbu jalan yang tegak lurus
pada bidang peta yang terdiri dari garis – garis lurus yang dihubungkan dengan
garis – garis lengkung yang dapat berupa busur lingkaran ditambah busur
peralihan ataupun lingkaran saja.
9. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 9
Bagian yang sangat kritis pada alinyemen horizontal adalah bagian
tikungan, dimana terdapat gaya yang dapat melemparkan kendaraan ke luar
daerah tikungan yang disebut gaya sentrifugal. Atas dasar itu maka perencanaan
tikungan diusahakan agar dapat memberikan keamanan dan kenyamanan,
sehingga perlu dipertimbangkan hal-hal berikut:
a. Jari-jari lengkung minimum untuk setiap kecapatan rencana ditentukan
berdasarkan miring maksimum dengan koefisien gesekan melintang
maksimum.
b. Lengkung peralihan adalah lengkung pada tikungan yang dipergunakan
untuk mengadakan peralihan dari bagian lurus ke bagian lengkung atau
sebaliknya.
c. Pelebaran perkerasan pada tikungan sangat bergantung pada:
R = Jari-jari tikungan
β = Sudut tikungan
Vr = Kecepatan rencana
Rumus-rumus yang digunakan dalam perhitungan alinyemen horizontal ini
berdasarkan buku ”Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan” oleh Silvia
Sukirman, tahun 1999.
2.3.1 Jenis Lengkung Horizontal
fmaks = -0,00065v + 0,192 ……………………………………….(2.5)
Rmin =
)(127
2
maksmaks fe
v
……………………………………….....(2.6)
2.3.1.1 Full Circle
Rumus yang digunakan:
TC = RC tan ½ .........................................................................(2.7)
EC = TC tan 1/4 .........................................................................(2.8)
10. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 10
LC = 0,01745 RC .........................................................................(2.9)
dengan:
R = Jari–jari lengkung minimum (m)
= Sudut tangen
Ec = Jarak PI ke lengkung peralihan (m)
Lc = Panjang bagian tikungan (m)
Tc = Jarak antara TC dan PI (m)
Untuk lebih jelasnya, lengkung horizontal tipe full circle dapat dilihat pada
Gambar 2.1 berikut.
Gambar 2.1 Lengkung Busur Lingkaran Sederhana
2.3.1.2 Spiral Circle Spiral
Rumus yang digunakan:
θs = .........................................................................(2.10)
θc = - 2 θs .........................................................................(2.11)
Lc = Rc
c
2
3600
.........................................................................(2.12)
Rc
Ls
.
90.
1/2
1/2
11. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 11
L = Lc + 2Ls .........................................................................(2.13)
p = )cos1(
6
2
sRc
Rc
Ls
.........................................................(2.14)
k = sRc
Rc
Ls
Ls sin
40 2
3
..........................................................(2.15)
Ts = (Rc + p) tan ½ + k ..........................................................(2.16)
Es = RcpRc 2/1sec)( ..........................................................(2.17)
dengan:
Rc = jari–jari lengkung yang direncanakan (m)
= sudut tangen
θs = sudut putar
Es = jarak PI ke lengkung peralihan (m)
Ls = panjang lengkung spiral (m)
Lc = panjang lengkung circle (m)
Untuk lebih jelasnya, lengkung horizontal tipe spiral-circle-spiral dapat
dilihat pada Gambar 2.2 berikut.
Gambar 2.2 Lengkung Spiral Lingkaran Spira
12. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 12
2.3.2 Stasioning
Penomoran (stasioning) panjang jalan pada tahap perencanaan adalah
memberikan nomor pada interval-interval tertentu dari awal pekerjaan. Nomor
jalan (Sta jalan) dibutuhkan sebagai sarana komunikasi untuk dengan cepat
mengenal lokasi yang sedang dibicarakan, selanjutnya menjadi panduan untuk
lokasi suatu tempat. Nomor jalan ini sangat bermanfaat pada saat pelaksanaan dan
perencanaan. Di samping itu dari penomoran jalan tersebut diperoleh imformasi
tentang panjang jalan secara keseluruhan. Setiap Sta jalan dilengkapi dengan
gambar potongan melintang.
Sta jalan dimulai dari 0+000 m yang berarti 0 km dan 0 m dari awal
pekerjaan. Sta 17 + 750 berarti lokasi jalan terletak pada jarak 17 km dan 750
meter dari awal pekerjaan. Jika tidak terjadi perubahan arah tangen pada
alinyemen horizontal maupun alinyemen vertikal, maka penomoran selanjutnya
dilakukan:
setiap 100 m pada medan datar
setiap 50 m pada medan bukit
setiap 25 m pada medan pengunungan
Jika terjadi perubahan arah tangen atau pada tikungan maka penomoran
dilakukan sebagai berikut:
Gambar 2.4 Perhitungan Stasioning
Sta TC = Sta titik A + d1 – T
Sta CT = Sta TC + Lc
Sta TS = Sta CT + (d2 – T – Ts)
A
TT
d1
TC
Lc
CT
d2
TS
SC
CS
ST
Ts
13. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 13
Sta SC = Sta TS + Ls
Sta CS = Sta SC + Lc
Sta ST = Sta CS + Ls
2.3.3 Jarak Pandangan
Kemungkinan untuk melihat kedepan adalah faktor dalam suatu operasi di
jalan agar tercapai keadaan yang aman dan efisien, untuk itu harus diadakan jarak
pandang yang cukup panjang sehingga pengemudi dapat memilih kecepatan dari
kendaraan dan tidak menghambat barang tak terduga diatas jalan. Demikian pula
untuk jalan dua jalur yang memungkinkan pengendara berjalan diatas jalur
berlawanan untuk menyiap kendaraan dengan aman. Jarak pandangan ini untuk
keperluan perencanaan dibedakan atas:
2.3.3.1 Jarak pandangan henti
Jarak ini minimum harus dipenuhi oleh setiap pengemudi untuk
menghentikan kendaraan yang sedang berjalan setelah melihat adanya rintangan
di depannya.
Jarak ini merupakan jumlah dua jarak dari:
1. Jarak yang ditempuh dari saat melihat benda sampai mengijak rem adalah
d1,
d1 = kecepatan waktu
d1 = V t ………………………………………………..………(2.26)
dengan:
d1 = Jarak dari saat melihat rintangan sampai menginjak pedal rem (m)
V = Kecepatan (km/jam)
t = Waktu reaksi (waktu PIEV + waktu yang dibutuhkan untuk menginjak
rem) = 1,5 detik + 1 detik = 2,5 detik
14. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 14
maka,
d1 = 0,278 V t ………………………………………………(2.27)
2. Jarak untuk berhenti setelah mengijak rem adalah d2,
d 2 =
fm2g
V2
………………………………………………………(2.28)
dengan:
fm = koefisien gesekan antara ban dan muka jalan dalam arah memanjang
jalan
d 2 = Jarak mengerem (m)
V = kecepatan kendaraan (km/jam)
g = gaya gravitasi (9,81 m/det2)
G = berat kendaraan (ton)
maka:
d 2 =
fm254
V2
…………………………………………………..……(2.29)
Jadi, rumus umum dari jarak pandangan henti minimum adalah :
d = 0,278 V.t +
fm254
V2
……………………………….………(2.30)
Pengaruh landai jalan terhadap jarak pandangan henti minimum
Pada jalan-jalan berlandai terdapat harga berat kendaraan aejajar permukaan
jalan, yang memberikan pengaruh cukup berarti pada penentuan jarak mengerem.
Pada jalan-jalan menurun jarak mengerem akan bertambah panjang, sedangkan
untuk jalan-jalan mendaki jarak mengerem akan bertambah pendek. Dengan
demikian persamaan di atas akan menjadi :
15. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 15
G fm d 2 G L d 2 = 1/2 2
vg
G
……………………….(2.31)
d = 0,278 V t +
Lf254
V2
……………………….(2.32)
dengan :
L = besarnya landai jalan dalam desimal
+ = untuk pendakian
- = untuk penurunan
2.3.3.2 Jarak pandangan menyiap
Jarak pandangan menyiap adalah jarak yang dibutuhkan untuk menyusul
kendaraan lain yang dipergunakan hanya pada jalan 2 jalur. Besarnya jarak
pandang menyiap minimum dapat dilihat dalam daftar II PPGRJ No. 13/1970.
Jarak pandang diukur dari ketinggian mata pengemudi kepuncak
penghalang. Untuk jarak pandang henti ketinggian mata pengemudi adalah 125
cm dan ketinggian penghalang adalah 10 cm, sedang untuk jarak pandang
menyiap ketinggian mata pengemudi adalah 125 cm dan ketinggian penhalang
125 cm.
Jarak pandang menyiap standar untuk jalan dua lajur dua arah dapat
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
d = d1 + d 2 + d3 + d 4 ………………………………………………..(2.33)
dengan:
d1 = 0,278 t1
2
ta
mV 1
………………………..………(2.34)
d1 = jarak yang ditempuh kendaraan yang hendak menyiap selama waktu
reaksi dan waktu membawa kendaraanya yang hendak membelok ke
lajur kanan.
t1 = waktu reaksi yang besarnya tergantung dari kecepatan yang dapat
ditentukan dengan korelasi t1 = 2,12 + 0,026V
16. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 16
m = perbedaan kecepatan antara kendaraan yang menyiap dan yang disiap =
15 km/jam
V = kecepatan rata-rata kendaraan yang menyiap, dalam perhitungan dapat
dianggap sama dengan kecepatan rencana, km/jam
a = percepatan rata-rata besarnya tergantung dari kecepatan rata-rata
kendaraan yang menyiap yang dapat ditentukan dengan
mempergunakan korelasi a = 2,052 + 0,0036V
d 2 = 0,278 V t2 …………………………………………..……(2.35)
dengan:
d 2 = jarak yang ditempuh selama kendaraan yang menyiap berada pada lajur
kanan
t2 = waktu dimana kendaraan yang menyiap berada pada lajur kanan yang
dapat ditentukan dengan mempergunakan korelasi t2 = 6,56+0,048 V
d 3 = diambil 30 – 100 meter
d 4 =
3
2
d 2 …………………………………………………..……(2.36)
Di dalam perencanaan seringkali kondisi jarak pandangan menyiap standar
ini terbatasi oleh kekurangan biaya, sehingga jarak pandangan menyiap yang
dipergunakan dapat mempergunakan jarak pandangan menyiap minimum (dmin).
dmin=
3
2
d 2 + d3 + d4 …………………………………………..……(2.37)
2.3.4 Jarak Pandangan pada Lengkung Horizontal
Jarak pandangan pengemudi kendaraan yang bergerak pada lajur tepi
sebelah dalam seringkali dihalangi oleh gedung-gedung, hutan-hutan kayu, tebing
galian dan lain sebagainya. Demi menjaga keamanan pemakai jalan, panjang
sepanjang jarak pandangan henti minimum harus terpenuhi di sepanjang lengkung
17. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 17
S
A B
m
R'
O
R'
R'
R'
TS ST
horizontal. Dengan demikian terdapat batas minimum jarak antara sumbu lajur
sebelah dalam dengan penghalang (m).
Penentuan batas minimum jarak antara sumbu lajur sebelah dalam ke
penghalang ditentukan berdasarkan kondisi dimana jarak pandangan berada di
dalam lengkung atau jarak pandangan lebih kecil dari panjang lengkung
horizontal. Untuk lebih jelasnya kita dapat melihat gambar 2.5 di bawah ini.
Gambar 2.5 Jarak Pandangan pada Lengkung Horizontal S ≤ L
Garis AB : Garis pandangan
Lengkung AB : Jarak pandangan
m : Jarak dari penghalang ke sumbu lajur sebelah dalam (m)
: Setengah sudut pusat lengkung sepanjang L
S : jarak pandangan (m)
L : panjang busur lingkaran (m)
R’ : radius sumbu lajur sebelah dalam (m)
S =
90
R'Φπ
………………………………………….…….(2.38)
=
πR
S900
……………………………………….……….(2.39)
m = R’ (1-cos ) ……………………………….………(2.40)
18. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 18
2.3.5 Pelebaran Perkerasan pada Lengkung Horizontal
Elemen-elemen dari pelebaran perkerasan tikungan terdiri dari:
a. Off tracking (U)
b. Kesukaran dalam mengemudi di tikungan (Z)
Adapun rumus yang digunakan dalam perhitungan pelebaran perkerasan
berdasarkan pada Sukirman (1999).
B = 2
2
22
)(
2
1
)( ApbApRc
………………………...(2.41)
Untuk ukuran kendaraan rencana truk adalah:
p = jarak antar gandar = 6,5 m
A = tonjolan depan kendaraan = 1,5 m
b = lebar kendaraan = 2,5 m
sehingga,
B = 25,1646425,164
2
2
2
cc RR …………………..(2.42)
dengan:
B = lebar perkerasan yang ditempati satu kendaraan di tikungan pada lajur
sebelah dalam
Rc = radius lajur sebelah dalam - ½ lebar perkerasan + ½ b
b = lebar kendaraan rencana
Z =
R
V105,0
……………………………………………………(2.43)
19. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 19
dengan:
Z = lebar tambahan akibat kesukaran mengemudi di tikungan
V = kecepatan (km/jam)
R = radius lengkung (m)
……………………………………….(2.44)
dengan:
Bt = lebar total perkerasan di tikungan
Z = lebar tambahan akibat kesukaran mengemudi di tikungan
C = lebar kebebasan samping di kiri dan di kanan kendaraan sebesar
0,5 m, 1 m, dan 1,25 m cukup memadai untuk jalan dengan lebar
lajur 6 m , 7 m, dan 7,50 m.
nt BBb ……………………………………………….(2.45)
dimana:
∆b = tambahan lebar perkerasan di tikungan
Bn = lebar total perkerasan pada bagian lurus
2.4 Alinyemen Vertikal
Menurut Sukirman (1999:153), “Alinyemen vertikal adalah perpotongan
bidang vertikal dengan bidang permukaan perkerasan jalan melalui sumbu jalan
untuk jalan 2 lajur 2 arah atau melalui tepi dalam masing-masing untuk jalan
dengan median”. Penarikan alinyemen vertikal sangat dipengaruhi oleh berbagai
pertimbangan seperti: kondisi tanah dasar, keadaan medan, fungsi jalan, muka air
banjir, muka air tanah, dan kelandaian yang masih memungkinkan.
Pada gambar alinyemen vertikal, akan terlihat apakah jalan tersebut tanpa
kelandaian, mendaki atau menurun. Pada perencanaan ini, dipertimbangkan
bagaimana meletakkan sumbu jalan sesuai dengan kondisi medan dengan
ZCBnBt
20. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 20
memperhatikan fungsi-fungsi dasar dari jalan tersebut. Pemilihan alinyemen
vertikal berkaitan pula dengan pekerjaan tanah yang mungkin timbul akibat
adanya galian dan timbunan yang harus dilakukan.
Pergantian dari suatu kelandaian ke kelandaian yang lain dilakukan dengan
menggunakan lengkung vertikal. Lengkung vertikal tersebut direncanakan
sedemikian rupa sehingga memenuhi keamanan, kenyamanan, dan drainase.
2.4.1 Jenis Lengkung Vertikal
Lengkung vertikal terbagi atas lengkung vertikal cembung dan lengkung
vertikal cekung. Perhitungan alinyemen vertikal ini didasarkan pada rumus-rumus
di buku ”Perencanaan Trase Jalan Raya” oleh Bukhari R.A dan Maimunah, tahun
2005.
2.4.1.1 Lengkung vertikal cembung
Lengkung vertikal cembung adalah lengkung dimana titik perpotongan
antara kedua tangen berada di atas permukaan jalan yang bersangkutan.
Rumus-rumus yang digunakan:
A = g1- g2 .............................................................................(2.46)
Ev =
800
AxLv
………………………………………………………..(2.47)
Lv diambil berdasarkan gambar 5.1 (Buku: Perencanaan Trase Jalan Raya
oleh Bukhari R.A dan Maimunah, tahun 2005, hal: 34)
dengan:
Ev = Pergeseran vertikal dari titik PPV ke bagian lengkung
g1 = aljabar kelandaian lintasan pertama
g2 = aljabar kelandaian lintasan kedua
21. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 21
A = perbedaan aljabar kelandaian (%)
Lv = panjang lengkung (m)
2.4.1.2 Lengkung vertikal cekung
Lengkung vertikal cekung adalah lengkung dimana titik perpotongan
antara kedua tangen berada di bawah permukaan jalan. Rumus-rumus yang
digunakan pada perhitungan lengkung vertikal cekung sama dengan lengkung
vertikal cembung, namun pada saat penentuan Lv digunakan gambar 5.2 (Buku:
Perencanaan Trase Jalan Raya oleh Bukhari R.A dan Maimunah,tahun 2005, hal:
34).
2.4.2 Jarak Pandangan pada Lengkung Vertikal
2.4.2.1 Lengkung vertikal cembung
Pada lengkung vertikal cembung, pembatasan berdasarkan jarak
pandangan dapat dibedakan atas 2 keadaan yaitu :
1. Jarak pandangan berada seluruhnya dalam daerah lengkung (S < L)
2. Jarak pandangan berada di luar dan di dalam daerah lengkung (S > L)
Lengkung vertikal cembung dengan (S<L)
Untuk lengkung vertikal cembung dengan (S<L) dapat digambarkan sebagai
berikut.
Gambar 2.6 Jarak Pandangan pada Lengkung Vertikal Cembung (S<L)
22. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 22
Dari gambar 2.6 di atas, untuk menentukan jarak pandangan dirumuskan
berdasarkan gambar adalah sebagai berikut.
L = ……………………………………..…(2.48)
Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandangan henti menurut Bina
Marga, dimana:
h1 = 10 cm = 0,1 m
h2 = 120 cm = 1,2 m,
maka:
L =
L = ……………………………………………..(2.49)
Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandangan menyiap menurut Bina
Marga, dimana:
h1 = 120 cm = 1,2 m
h2 = 120 cm = 1,2 m,
maka: L =
L = ……………………………………………..(2.50)
C = konstanta garis pandangan untuk lengkung vertikal cembung, dimana S<L
Tabel 2.2 Nilai C untuk beberapa h1 dan h2 berdasarkan AASHTO dan Bina
Marga
AASHTO ‘90 Bina Marga ‘90
JPH JPM JPH JPM
Tinggi mata pengemudi (h1) (m) 1,07 1,07 1,20 1,20
Tinggi objek (h2) (m) 0,15 1,30 0,10 1,20
Konstanta C 404 946 399 960
23. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 23
JPH = jarak pandangan henti
JPM = jarak pandangan menyiap
Lengkung vertikal cembung dengan (S>L)
Untuk lengkung vertikal cembung dengan (S>L) dapat digambarkan sebagai
berikut.
Gambar 2.7 Jarak Pandangan pada Lengkung Vertikal Cembung (S>L)
Dari gambar 2.7 di atas, untuk menentukan jarak pandangan dirumuskan
berdasarkan gambar adalah sebagai berikut.
L= ……………………………………..…(2.51)
Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandangan henti menurut Bina
Marga, dimana:
h1 = 10 cm = 0,1 m
h2 = 120 cm = 1,2 m,
maka:
L=
L = …………………………………………..(2.52)
Jika dalam perencanaan dipergunakan jarak pandangan menyiap menurut Bina
Marga, dimana:
24. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 24
h1 = 120 cm = 1,2 m
h2 = 120 cm = 1,2 m,
maka:
L=
L = ………………………….……………..(2.53)
C = konstanta garis pandangan untuk lengkung vertikal cembung, dimana S>L
Tabel 2.3 Nilai C1 untuk beberapa h1 dan h2 berdasarkan AASHTO dan Bina
Marga
AASHTO ‘90 Bina Marga ‘90
JPH JPM JPH JPM
Tinggi mata pengemudi (h1) (m) 1,07 1,07 1,20 1,20
Tinggi objek (h2) (m) 0,15 1,30 0,10 1,20
Konstanta C 404 946 399 960
JPH = jarak pandangan henti
JPM = jarak pandangan menyiap
2.4.2.2 Lengkung vertikal cekung
Berdasarkan letak penyinaran lampu dengan kendaraan, jarak pandangan
dapat dibedakan atas 2 keadaan yaitu :
1. Jarak pandangan akibat penyinaran lampu depan < L (S < L)
2. Jarak pandangan akibat penyinaran lampu depan > L (S > L)
Lengkung vertikal cekung dengan jarak penyinaran lampu depan < L
Untuk lengkung vertikal cekung dengan (S<L) dapat digambarkan sebagai
berikut.
25. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 25
Gambar 2.8 Lengkung Vertikal Cekung dengan Jarak Pandangan Penyinaran
Lampu Depan < L
Dari gambar 2.8 di atas, untuk menentukan jarak pandangan dirumuskan
berdasarkan gambar adalah sebagai berikut.
L = ……………………………………………..…(2.54)
Lengkung vertikal cekung dengan jarak penyinaran lampu depan > L
Untuk lengkung vertikal cekung dengan (S>L) dapat digambarkan sebagai
berikut.
Gambar 2.9 Lengkung Vertikal Cekung dengan Jarak Pandangan Penyinaran
Lampu Depan > L
26. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 26
Dari gambar 2.9 di atas, untuk menentukan jarak pandangan dirumuskan
berdasarkan gambar adalah sebagai berikut.
L = ……………………………………………..…(2.55)
2.5 Penampang Melintang Jalan
Penampang melintang jalan adalah pemotongan suatu jalan tegak lurus
sumbu jalan yang menunjukan bentuk serta susunan bagian-bagian jalan dalam
arah melintang. Penampang melintang jalan yang digunakan harus sesuai dengan
kelas jalan dan kebutuhan lalu lintas yang dilayaninya.
2.6 Galian (cut) dan Timbunan (fill)
Rumus-rumus yang digunakan adalah rumus-rumus luas segitiga,
segiempat, trapesium dan untuk keadaan tertentu dipakai rumus interpolasi serta
untuk perhitungan volume digunakan rumus kubus dan kerucut.
a. Luas segiempat
A= P x L ……………………………………………….(2.56)
dengan:
A = luas segiempat (m2)
P = panjang (m)
L = lebar (m)
b. Luas segitiga
A = ½ a x t …………………………...…………………(2.57)
dengan:
A = luas segitiga (m2)
a = panjang sisi alas (m)
27. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 27
Timbunan
t = panjang sisi tegak (m)
c. Luas trapesium
A = ½ (a + b) x t .........................................................................(2.58)
dengan:
A = luas segitiga (m2)
a = panjang sisi atas (m)
b = panjang sisi bawah (m)
t = panjang sisi tegak (m)
d. Interpolasi
a : b = (L-x) : x
ax = b. L – b . x
ax + bx = b. L
(a + b)x = b. L
x =
ba
bxL
28. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 28
BAB III
PENENTUAN TRASE JALAN
3.1 Perencanaan Trase
Perencanaan trase dilakukan berdasarkan keadaan topografi. Topografi
merupakan bentuk permukaan tanah asli yang digambarkan secara grafis pada
bidang kertas kerja dalam bentuk garis-garis yang sering disebut transis. Garis-
garis transisi ini digambarkan pada setiap kenaikan atau penurunan 1 meter.
Menurut Diwiryo (1975), pemilihan lintasan trase yang menguntungkan
dari sudut biaya adalah pemilihan trase yang menyusuri atau sejajar garis transis.
Namun demikian pemilihan trase seperti tersebut diatas sulit dipertahankan
apabila medan yang dihadapi merupakan medan berat, yaitu medan yang terdiri
dari pegunungan dan lembah-lembah dengan luas pengukuran topografi yang
relatif sempit.
Pada perencanaan trase dengan mempertimbangkan volume pekerjaan
tanah, dilakukan berdasarkan posisi garis-garis transis relatif mengikuti arah
memanjang pengukuran peta topografi, maka perencanaan trase relatif menyusuri
garis transis tersebut. Sebaliknya apabila posisi garis-garis transis relatif
melintang dari arah memanjang pengukuran peta topografi dalam jumlah yang
banyak serta jarak yang rapat, maka pemilihan trase dilakukan dengan cara
memotong garis-garis tersebut.
Untuk menentukan posisi titik awal, titik akhir, dan panjang trase
dilakukan dengan system koordinat stasiun, yaitu berdasarkan letak titik yang
ditinjau terhadap koordinat peta topografi yang berskala 1 : 2000.
29. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 29
Dalam perencanaan ini, pencarian trase dilakukan dengan cara coba-coba
dengan memperhatikan batasan-batasan yang telah ditetapkan, dalam tugas ini
yaitu memiliki sekurang-kurangnya tiga tikungan.
Peta topografi yang ditentukan pada tugas rancangan ini merupakan:
Keadaan gunung
Beda tinggi antara dua garis transis adalah 1 meter.
Langkah awal dari pencarian trase dimulai dengan cara menarik garis
rencana yang agak sejajar dengan garis contour supaya diperoleh kelandaian yang
kecil, Menurut Bina Marga kelandaian maksimal 10%. Selanjutnya juga
diperhatikan jumlah tikungan serta jarak lintasan yang diperoleh. Setelah
diperoleh lintasan dengan berbagai kriteria diatas, perlu diperhatikan lagi volume
galian dan timbunan yang terjadi. Dalam hal ini disarankan agar penimbunan
tidak dilakukan pada tanjakan dan tidak lebih dari 3 meter. Pemilihan yang
terakhir didasarkan pada kelandaian, tanjakan, jumlah tikungan, jarak tempuh, dan
volume gailan dan timbunan. Diusahakan agar pemilihan dapat seekonomis
mungkin.
3.2 Alasan Pemilihan Trase
Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa trase yang dipilih hendaknya
memenuhi syarat-syarat di atas. Berdasarkan pemilihan trase ini dapat
disimpulkan bahwa untuk memilih trase yang lebih ekonomis tidak dapat hanya
berpedoman pada panjangnya trase. Trase terpendek belum tentu merupakan yang
paling ekonomis. Berdasarkan pertimbangan tersebut, dipilih trase rencana dengan
medan yang relatif tidak memerlukan pekerjaan tanah yang besar dan jarak yang
tidak terlalu panjang.
3.3 Perhitungan Trase Jalan
3.3.1 Perhitungan Trase 1
Langkah – langkah pencarian trase dilakukan sebagai berikut :
1. Trase jalan dari titik H ke titik 5 peta transis terlampir :
1. Titik H (x = 4800; y = 5200) ke titik PI1 (x = 5342; y = 5374)
30. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 30
2. Titik PI1 (x = 5342; y = 5374) ke titik PI2 (x = 5764 y = 5408)
3. Titik PI2 (x = 5764; y = 5408) ke titik PI3 (x = 5852; y = 5294)
4. Titik PI3 (x = 5852; y = 5294) ke titik 5 (x = 6200; y = 5200)
2. Perhitungan Jarak Antara Titik Potong
Titik J koordinat (x H = 4800 ; y H = 5200)
Titik PI1 koordinat (x PI1 = 5342 ; y PI1 = 5374)
Titik PI2 koordinat (x PI2 = 5764 ; y PI2 = 5408)
Titik PI3 koordinat (x PI3 = 5852 ; y PI3 = 5294)
Titik G koordinat (x 5 = 6200 ; y 5 = 5200)
d (H – PI1) = 2
1
2
1 )()( yHyPIxHxPI
= 22
)52005374()48005342(
= 30276293764
= 569,245 meter
d (PI1 – PI2) = 2
12
2
12 )()( yPIyPIxPIxPI
= 22
)53745408()53425764(
= 1156178084
= 423,367 meter
d (PI2 – PI3) = 2
23
2
23 )()( yPIyPIxPIxPI
= 22
)54085294()57645852(
= 129967744
= 144,013 meter
d (PI3 – 5) = 2
3
2
3 )5()5( yPIyxPIx
= 22
)52945200()52946200(
= 8836820836
= 910.863 meter
31. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 31
3. Perhitungan Sudut Azimut Masing-masing Titik Perpotongan adalah
sebagai berikut :
Sudut Azimut = arc tan
y
x
∆PI1 = arc tan
yHyPI
xHxPI
arc
yPIyPI
xPIxPI
1
1
12
12
tan
∆PI1 = arc tan
52005374
48005342
tan
53745408
53425764
arc
∆PI1 = arc tan 12.41 – arc tan 3.11
∆PI1 = 13.210
∆PI2 = arc tan
12
12
23
23
tan
yPIyPI
xPIxPI
arc
yPIyPI
xPIxPI
∆PI2 = arc tan
53745408
53425764
tan
54085294
57645852
arc
∆PI2 = arc tan (-0.77) – arc tan 12.41
∆PI2 = 57.010
∆PI3 = arc tan tan
5
5
3
3
arc
yPIy
xPIx
23
23
yPIyPI
xPIxPI
∆PI3 = arc tan tan
52945200
58526200
arc
54085294
57645852
∆PI3 = arc tan (-3.70) – arc tan (-0.77)
∆PI3 = 37.270
4. Perhitungan kemiringan jalan
Data dapat dihitung dengan menggunakan rumus ;
i = %100x
I
h
h = beda tinggi permukaan jalan
I = jarak antara 2 (dua) titik
Titik H = Elevasi muka tanah = 594,342
= Elevasi muka jalan = 594,342
Titik PI1 = Elevasi muka tanah = 597
= Elevasi muka jalan = 597
32. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 32
i (H- PI1) = %100
245.569
342,594597
x
= 0.466 % (+) ....................< 10%. (aman)
Titik PI1 = Elevasi muka tanah = 597
= Elevasi muka jalan = 597
Titik PI2 = Elevasi muka tanah = 604
= Elevasi muka jalan = 604
i (PI1 – PI2) = %100
367.423
597604
x
= 1.653 % (-) ....................< 10%. (aman)
Titik PI2 = Elevasi muka tanah = 604
= Elevasi muka jalan = 604
Titik PI3 = Elevasi muka tanah = 597
= Elevasi muka jalan = 597
i (PI2 – PI3) = %100
013.144
604597
x
= (-4.860)% (+) ....................< 10%. (aman)
Titik PI3 = Elevasi muka tanah = 597
= Elevasi muka jalan = 597
Titik 5 = Elevasi muka tanah = 605
= Elevasi muka jalan = 605
i (PI3 – 5) = %100
863.910
597605
x
= 0.878% (+) ....................< 10%. (aman)
34. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 34
3.3.2 Perhitungan Trase 2
Langkah – langkah pencarian trase dilakukan sebagai berikut :
1. Trase jalan dari titik H ke titik 5 peta transis terlampir :
1. Titik H (x = 4800; y = 5200) ke titik PI1 (x = 5028; y = 5118)
2. Titik PI1 (x = 5028; y = 5118) ke titik PI2 (x = 5422 y = 5126)
3. Titik PI2 (x = 5422; y = 5126) ke titik PI3 (x = 5876; y = 5236)
4. Titik PI3 (x = 5876; y = 5236) ke titik 5 (x = 6200; y = 5200)
2. Perhitungan Jarak Antara Titik Potong
Titik H koordinat (x H = 4800 ; y H = 5200)
Titik PI1 koordinat (x PI1 = 5028 ; y PI1 = 5118)
Titik PI2 koordinat (x PI2 = 5422 ; y PI2 = 5126)
Titik PI3 koordinat (x PI3 = 5876 ; y PI3 = 5236)
Titik 5 koordinat (x 5 = 6200 ; y 5 = 5200)
d (H – PI1) = 2
1
2
1 )()( yHyPIxHxPI
= 22
)52005118()48005028(
= 672451984
= 242,297 meter
d (PI1 – PI2) = 2
12
2
12 )()( yPIyPIxPIxPI
= 22
)51185126()50285422(
= 64155236
= 394,081 meter
d (PI2 – PI3) = 2
23
2
23 )()( yPIyPIxPIxPI
= 22
)51265236()54225876(
= 12100206116
= 467,135 meter
35. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 35
d (PI3 – 5) = 2
3
2
3 )5()5( yPIyxPIx
= 22
)52365200()58766200(
= 1296104976
= 325,993 meter
3. Perhitungan Sudut Azimut Masing-masing Titik Perpotongan adalah
sebagai berikut :
Sudut Azimut = arc tan
y
x
∆PI1 = arc tan
yHyPI
xHxPI
arc
yPIyPI
xPIxPI
1
1
12
12
tan
∆PI1 = arc tan
52005118
48005028
tan
51185126
50285422
arc
∆PI1 = arc tan (49.25) – arc tan (-2,78)
∆PI1 = 21,120
∆PI2 = arc tan
12
12
23
23
tan
yPIyPI
xPIxPI
arc
yPIyPI
xPIxPI
∆PI2 = arc tan
51185126
50285422
tan
51265236
54225876
arc
∆PI2 = arc tan (4,12) – arc tan (49,25)
∆PI2 = 12,470
∆PI3 = arc tan tan
5
5
3
3
arc
yPIy
xPIx
23
23
yPIyPI
xPIxPI
∆PI3 = arc tan tan
52365200
58766200
arc
51265236
54225876
∆PI3 = arc tan (-9) – arc tan (4,12)
∆PI3 = 21.100
4. Perhitungan kemiringan jalan
Data dapat dihitung dengan menggunakan rumus ;
i = %100x
I
h
h = beda tinggi permukaan jalan
I = jarak antara 2 (dua) titik
36. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 36
Titik H = Elevasi muka tanah = 594,342
= Elevasi muka jalan = 594,342
Titik PI1 = Elevasi muka tanah = 594
= Elevasi muka jalan = 594
i (H- PI1) = %100
297,242
342,594594
x
= (-0,14) % (+) ....................< 10%. (aman)
Titik PI1 = Elevasi muka tanah = 597
= Elevasi muka jalan = 597
Titik PI2 = Elevasi muka tanah = 595
= Elevasi muka jalan = 595
i (PI1 – PI2) = %100
081,394
597595
x
= 0,50 % (-) ....................< 10%. (aman)
Titik PI2 = Elevasi muka tanah = 595
= Elevasi muka jalan = 595
Titik PI3 = Elevasi muka tanah = 598
= Elevasi muka jalan = 598
i (PI2 – PI3) = %100
135,467
595598
x
= 0,64% (+) ....................< 10%. (aman)
Titik PI3 = Elevasi muka tanah = 598
= Elevasi muka jalan = 598
Titik 5 = Elevasi muka tanah = 605
= Elevasi muka jalan = 605
i (PI3 – 5) = %100
993,325
598605
x
= 2,14% (+) ....................< 10%. (aman)
38. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 38
3.3.3 Perhitungan Trase 3
Langkah – langkah pencarian trase dilakukan sebagai berikut :
1. Trase jalan dari titik H ke titik 5 peta transis terlampir :
Titik H (x = 4800; y = 5200) ke titik PI1 (x = 5380; y = 5516)
Titik PI1 (x = 5380; y = 5516) ke titik PI2 (x = 5948 y = 5630)
Titik PI2 (x = 5948; y = 5630) ke titik PI3 (x = 6180; y = 5606)
Titik PI3 (x = 6180; y = 5606) ke titik 5 (x = 6200; y = 5200)
2. Perhitungan Jarak Antara Titik Potong
Titik J koordinat (x H = 4800 ; y H = 5200)
Titik PI1 koordinat (x PI1 = 5380 ; y PI1 = 5516)
Titik PI2 koordinat (x PI2 = 5948 ; y PI2 = 5630)
Titik PI3 koordinat (x PI3 = 6180 ; y PI3 = 5606)
Titik G koordinat (x 5 = 6200 ; y 5 = 5200)
d (H – PI1) = 2
1
2
1 )()( yHyPIxHxPI
= 22
)52005516()48005380(
= 99856336400
= 660,496 meter
d (PI1 – PI2) = 2
12
2
12 )()( yPIyPIxPIxPI
= 22
)55165630()53805948(
= 12996322624
= 579,32 meter
d (PI2 – PI3) = 2
23
2
23 )()( yPIyPIxPIxPI
= 22
)56305606()59486180(
= 57653824
= 233,23 meter
d (PI3 – 5) =
2
3
2
3 )5()5( yPIyxPIx
39. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 39
= 22
)56065200()61806200(
= 164836400
= 406,49 meter
3. Perhitungan Sudut Azimut Masing-masing Titik Perpotongan adalah
sebagai berikut :
Sudut Azimut = arc tan
y
x
∆PI1 = arc tan
yHyPI
xHxPI
arc
yPIyPI
xPIxPI
1
1
12
12
tan
∆PI1 = arc tan
52005516
48005380
tan
55165630
53805948
arc
∆PI1 = arc tan 4,98 – arc tan 1,83
∆PI1 = 17,300
∆PI2 = arc tan
12
12
23
23
tan
yPIyPI
xPIxPI
arc
yPIyPI
xPIxPI
∆PI2 = arc tan
55165630
53805948
tan
56305606
59486180
arc
∆PI2 = arc tan (-9,66) – arc tan 4,98
∆PI2 = 17,260
∆PI3 = arc tan tan
5
5
3
3
arc
yPIy
xPIx
23
23
yPIyPI
xPIxPI
∆PI3 = arc tan tan
56065200
61806200
arc
56306180
59485606
∆PI3 = arc tan (-0,04) – arc tan (-0,62)
∆PI3 = 29,500
4. Perhitungan kemiringan jalan
Data dapat dihitung dengan menggunakan rumus ;
i = %100x
I
h
h = beda tinggi permukaan jalan
I = jarak antara 2 (dua) titik
Titik H = Elevasi muka tanah = 594,342
40. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 40
= Elevasi muka jalan = 594,342
Titik PI1 = Elevasi muka tanah = 597
= Elevasi muka jalan = 597
i (H- PI1) = %100
496,660
342,594597
x
= 0,402 % (+) ....................< 10%. (aman)
Titik PI1 = Elevasi muka tanah = 597
= Elevasi muka jalan = 597
Titik PI2 = Elevasi muka tanah = 602
= Elevasi muka jalan = 602
i (PI1 – PI2) = %100
32,579
597602
x
= 0,86 % (-) ....................< 10%. (aman)
Titik PI2 = Elevasi muka tanah = 602
= Elevasi muka jalan = 602
Titik PI3 = Elevasi muka tanah = 597
= Elevasi muka jalan = 597
i (PI2 – PI3) = %100
23,233
602597
x
= (-2,143)% (+) ....................< 10%. (aman)
Titik PI3 = Elevasi muka tanah = 597
= Elevasi muka jalan = 597
Titik 5 = Elevasi muka tanah = 605
= Elevasi muka jalan = 605
i (PI3 – 5) = %100
49,406
597605
x
= (-1,968)% (+) ....................< 10%. (aman)
42. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 42
BAB IV
PERENCANAAN ALINYEMEN HORIZONTAL
Direncanakan geometrik jalan raya untuk pembuatan jalan baru dengan
data karakteristik sebagai berikut:
Jalan 2 lajur 2 arah tanpa median (2/2UD)
Kecepatan Rencana : 60 km/jam
Lebar perkerasan : 2 x 3,75 m
Lebar Bahu jalan : 2 x 1,5 m
Miring Melintang Jalan (Transversal) : 2 %
Miring Melintang Bahu Jalan : 4 %
Miring memanjang jalan (longitudinal) maksimal : 10 %
Kemiringan Talud : 1 : 2
Berdasarkan perhitungan pada Bab III, pada trase jalan yang direncanakan
terdapat tiga tikungan horizontal yaitu :
1. Lengkung horizontal PI1 , β = 21,12°
2. Lengkung horizontal PI2 , β = 12,47°
3. Lengkung horizontal PI3 , β = 21,10°
Untuk mencari lengkung horizontal pada masing-masing tikungan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
emaks (superelevasi maksimum) = 10% = 0,10
fmaks (koefisien gesekan melintang), dan
Rmin (jari-jari minimum)
4.1 Perencanaan Tikungan
4.1.1 Lengkung Horizontal PI1 (S-C-S)
= 21,12 o
V = 60 Km/Jam
43. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 43
karena β > 20°, maka tikungan yang digunakan adalah jenis lengkung
busur lingkaran dengan lengkung peralihan (Spiral – Lingkaran – Spiral)
Direncanakan jari-jari Rc = 239 m
Melalui tabel 4.7 Sukirman (1999) Ls = 50 m
Besar Sudut Spiral
996,5
239π
9050
RCπ
90Ls
s
Besar pusat busur lingkaran
sc 2β
= 21,12o (2 996,5 )
= 9,128°
Panjang lengkung circle
523,37239π2
360
9,128°
πRc2
360
Lc
c
m
L = Lc + 2 Ls
= 37,523+ (2 50)
= 137,523m
)cos1(Rc
6Rc
Ls
p
2
s
)996,5cos1(239
2396
50
p
2
= 0,436 m
P* = 0,088016
P = P* x Ls
= 0,088016 x 50
= 0,440
ssinRc
40Rc
Ls
Lsk 2
3
44. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 44
=
996,5sin239
23940
50
50 2
3
= 24,98 m
K* = 0,4998166
K = k* x Ls
= 0.499816 x 50
= 24,99
Ts = ( Rc + p) tg ½β + k
= (239+ 0,440) tg ½ 21,12 + 24,99
= 69,626 m
Es = (Rc + p) sec ½ β - Rc
= (239 + 0,440) sec ½ 21,12 – 239
= 4,565 m
Kontrol :
L< 2 Ts
137,523 m < (2 69,626) m
137,523 m < 139,252 m ……………………(OK)
Data lengkung untuk lengkung busur lingkaran sederhana adalah :
V= 60 km/jam L = 137,523 m
β = 21,12 o Ls’ = 50 m
s = 5,996 o Lc = 162,99 m
Rc = 239 m p = 0,436 m
Es = 4,565 m k = 25,0215 m
Ts = 69,626 m
Landai relatif = [(0,02 + 0,010) x 3,75] / 50 = 0,00225
45. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 45
4.1.2 Lengkung Horizontal PI2 (F-C)
= 12,47 o
V = 60 Km/Jam
karena β < 20°, maka tikungan yang digunakan adalah jenis lengkung
(Full-Circle)
Direncanakan jari-jari Rc = 819 m
Melalui tabel 4.7 Sukirman (1999) Ls = 50 m
Panjang Lengkung Circle
TC = RC tan ½ β
= 819 tan ½ (12,47)
= 89,126
EC = TC tan ¼ β
= (89,126) tan ¼ (12,47)
= 4,849
LC = 0,01745 x β x RC
= 0,01745 x (12,47) x 819
= 178,215
4.1.3 Lengkung Horizontal PI3 (S-C-S)
= 21,05 o
V = 60 Km/Jam
karena β > 20°, maka tikungan yang digunakan adalah jenis lengkung
busur lingkaran dengan lengkung peralihan (Spiral – Lingkaran – Spiral)
Direncanakan jari-jari Rc = 239 m
Melalui tabel 4.7 Sukirman (1999) Ls = 50 m
46. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 46
Besar Sudut Spiral
996,5
239π
9050
RCπ
90Ls
s
Besar pusat busur lingkaran
sc 2β
= 21,05o
(2 996,5 )
= 9,058°
Panjang lengkung circle
523,37239π2
360
9,058°
πRc2
360
Lc
c
m
L = Lc + 2 Ls
= 33,303+ (2 50)
= 137,523 m
)cos1(Rc
6Rc
Ls
p
2
s
)996,5cos1(239
2396
50
p
2
= 0,436 m
P* = 0,088016
P = P* x Ls
= 0,088016 x 50
= 0,440
ssinRc
40Rc
Ls
Lsk 2
3
=
996,5sin239
23940
50
50 2
3
= 24,98 m
K* = 0,4998166
K = k* x Ls
= 0.499816 x 50
47. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 47
= 24,99
Ts = ( Rc + p) tg ½β + k
= (239+ 0,440) tg ½ 19,98 + 24,99
= 69,475 m
Es = (Rc + p) sec ½ β - Rc
= (239 + 0,440) sec ½ 19,98 – 239
= 4,537 m
Kontrol :
L< 2 Ts
137,523 m < (2 69,475) m
137,523 m < 138,95 m ……………………(OK)
Data lengkung untuk lengkung busur lingkaran sederhana adalah :
V= 60 km/jam L = 137,523 m
β = 21,05 o Ls’ = 50 m
s = 5,996 o Lc = 37,523 m
Rc = 239 m p = 0,436 m
Es = 4,537 m k = 24,98 m
Ts = 69,475 m
4.2 Perhitungan Stasioning Horizontal
Dalam menghitung panjang horizontal, perlu dibuat piel-piel stasiun
sehingga dengan panjang tikungan yang telah dihitung akan didapatkan panjang
horizontal jalan.
4.2.1 Lengkung Horizontal PI1 (S-C-S)
Dari perhitungan lengkung horizontal PI3 diperoleh:
STA F = 0+000
STA PI1= STA H + (d(H-PI1)
= (0+000) + 242,297
48. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 48
= 0 + 242,297
STA TS1 = STA PI1 – Ts1 = 242,297 – 19,646
= 0 + 222,651
STA SC1 = STA TS1 + LS = 0 + 222,651 + 50
= 0 + 272,651
STA CS1 = STA SCR + LC = 0 +272,651 + 37,523
= 0 + 310,174
STA ST1 = STA CS1 +LS
= 0 + 310,174 + 50
= 0 + 360,174
4.2.2 Lengkung Horizontal PI2 (F–C)
Dari perhitungan lengkung horizontal PI2 diperoleh:
STA PI1 = 0 + 242,297
STA PI2 = STA PI1 + (d(PI1-PI2)
= (0 + 242,297) + 394,081
= 0 + 636,378
STA TC2 = STA PI2 – TC2 = 0 +636,378 – 89,126
= 0 + 547,252
STA CT2 = STA TC2 + LC2 = 0 + 636,378 +178,215
= 0 + 725,467
4.2.3 Lengkung Horizontal PI3 (S- C - S)
Dari perhitungan lengkung horizontal PI3 diperoleh:
STA PI2 = 0+636,378
STA PI3 = STA PI₁2+( d(PI2-PI3) –) = 0 + 636,378+ 467,135
= 1 + 103,513
STA TS3 = STA PI3 – TS3 = 1 +103,513 – 17,186
= 1 + 086,327
STA SC3 = STA TS3 + LS =1 + 086,327 + 50
49. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 49
= 1 + 136,327
STA ST3= STA CS3 + LS
= (1 +136,327) + 50
= 1 + 219,63
STA 5 = STA ST3 – LC3 + d(PI3 – 5)
= (1 +219,63) –33,303 + 325,993
= 1 + 512,32
Dari semua perhitungan stasioning horizontal dimuat di dalam tabel
seperti Tabel 4.2 di bawah ini:
NomorJalan(STA) Panjang Horizontal Jalan
STA H 0+000
STA TS1₁ 0 + 222,651
STA PI₁ 0 + 242,297
STA sc₁ 0 + 272,651
STA cs1 0 + 310,174
STA st1 0 + 360,174
STA TC2 0 + 547,252
STA PI2 1 + 636,378
STA CT2 1 + 725,467
STA PI3 1 + 103,513
STA TS3 1 + 086,327
STA SC3 1 + 136,63
STA CS3 1 + 169,63
STA ST3 1 + 219,63
STA 5 1 + 512,32
50. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 50
BAB V
ALINYEMEN VERTIKAL
Pergantian dari satu kelandaian ke kelandaian yang lain dilakukan dengan
menggunakan lengkung vertikal. Lengkung vertikal tersebut direncanakan
sedemikian rupa sehingga memenuhi keamanan, kenyamanan dan drainase.
Jenis lengkung vertikal dilihat dari letak titik perpotongan kedua bagian
lurus (tangen) adalah:
1. Lengkung vertikal cekung, adalah lengkung dimana titik perpotongan
antara kedua tangen berada di bawah permukaan jalan.
2. Lengkung vertikal cembung, adalah lengkung dimana titik perpotongan
antara kedua tangen berada di atas permukaan jalan yang bersangkutan.
Persamaan-persamaan lengkung vertikal yang digunakan adalah:
A = g1 – g2
dimana:
A = perbedaan aljabar kelandaian (selisih % kelandaian antara dua lintasan
pada pertemuan lengkung.
g1 dan g2 = besarnya kelandaian bagian tangen, kelandaian (g1 dan g2) diberi
tanda positif jika pendakian, dan diberi tanda negatif jika terjadi
penurunan, yang ditinjau dari kiri.
Ev =
800
LvxA
dimana:
Ev = pergeseran vertikal dari titik PPV ke bagian lengkung
Lv = panjang lengkung vertikal sama dengan panjang proyeksi lengkung
pada bidang horizontal.
51. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 51
5.1 Lengkung Vertikal
5.1.1 Lengkung Vertikal Cembung I
Elevasi LC = 594
Grade PLV1 – PPV1 = g1 = -0,141 %
Grade PPV1 – PTV1 = g2 = -0.507 %
Perbedaan aljabar landai , A = g1 – g2 = (-0,141) % – (-0.507) %
= 0.366 %
Ev =
800
LvA
800
40366.0
14.64 m
Sta PPV1 berada pada Sta (0 +242,297) = 0 + 242,297
Sta PLV1 berada pada Sta (0 +242,297) – ½(40) = 0 + 222,297
Sta PTV1 berada pada Sta (0 +242,297) + ½(40) = 0 + 262,297
Mencari elevasi sumbu jalan pada setiap Sta:
Persamaan umum, lengkung vertikal : y =
200L
Ax
2
Kedudukan titik di sepanjang lengkung vertikal dihitung sebagai berikut:
PLV1, Sta 0 + 222,297 : x = 0 ; y = 0
Sta 0 + 232,297 : x = 10 ; y =
40200
10366,0
2
0,0045 m
PPV1, Sta 0 + 242,297 : x = 20 ; y =
40200
20366,0
2
0,0183 m
Sta 0 + 252,297 : x = 10 ; y =
40200
10366.0
2
0,0045 m
PTV1, Sta 0 + 262,297 : x = 0 ; y = 0
Elevasi terhadap stasiun :
PLV1, Sta 0 +222,297 : {594 + (-0,141 % 20)} + 0 = 593,971 m
Sta 0 + 232,297 : {594 + (-0,141 % 10)} + 0,0045 = 593,990 m
52. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 52
PPV1, Sta 0 +242,297 : 594 + 0,0183 = 594, 018m
Sta 0 + 252,297 : {594 + (-0,507 % 10)} + 0,0045 = 593, 953 m
PTV1, Sta 0 + 262,297 : {594 + (-0,507 % 20)} + 0 = 593, 898 m
5.1.2 Lengkung Vertikal Cekung 1
Elevasi LC2 = 595 meter
Grade PLV2 – PPV2 = g1 = -0,507 %
Grade PPV2 – PTV2 = g2 = 0,642 %
Perbedaan aljabar landai , A = g1 – g2 =(-0,507) – 0,642
= -1,149 %
Ev =
800
LvA
800
40)149,1(
= -0,057 m
Sta PPV2 berada pada Sta (0 + 636,378) = 0 + 636,378
Sta PLV2 berada pada Sta (0 + 636,378) – ½ (40) = 0 + 616,378
Sta PTV2 berada pada Sta (0 + 636,378) + ½ (40) = 0 + 656,378
Mencari elevasi sumbu jalan pada setiap Sta:
53. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 53
Persamaan umum, lengkung vertikal : y =
200L
Ax
2
Kedudukan titik di sepanjang lengkung vertikal dihitung sebagai berikut:
PLV2, Sta 0 + 616,378 : x = 0 ; y = 0
Sta 0 + 626,378 : x = 10 ; y =
40200
10149,1
2
-0,0143 m
PPV2, Sta 0 + 636,378 : x = 20 ; y =
40200
20149,1
2
-0,0574 m
Sta 0 + 646,378 : x = 10 ; y =
40200
10149,1
2
-0,0143 m
PTV2, Sta 0 + 656,378 : x = 0 ; y = 0
Elevasi terhadap stasiun :
PLV2, Sta 0 + 616,378 : {595 + (-0,507 % 20)} + 0 = 594,994 m
Sta 0 + 626,378 : {595 + (-0,507 % 10)} + ( -0,0143) = 594,935 m
PPV2, Sta 0 + 636,378 : 595 + (-0,0574) = 594,942 m
Sta 0 + 646,378 : {595 + (0,642% 10)} + ( -0,0143) = 595,049 m
PTV2, Sta 0 + 656,378 : {595 + (0,642% 20)} + 0 = 595.128 m
54. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 54
5.1.3 Lengkung Vertikal Cekung 2
Elevasi LC = 598 meter
Grade PLV3 – PPV3 = g1 = 0,642 %
Grade PPV3 – PTV3 = g2 = 2,147 %
Perbedaan aljabar landai , A = g1 – g2 = 0,642 – (2,147)
= -1,505 %
Ev =
800
LvA
800
40(-1,505)
= -0,075 m
Sta PPV3 berada pada Sta (1+ 103,513) = 1+ 103,513
Sta PLV3 berada pada Sta (1+ 103,513) – ½(40) = 1+ 083,513
Sta PTV3 berada pada Sta (1+ 103,513) + ½(40) = 1+ 123,513
Mencari elevasi sumbu jalan pada setiap Sta:
Persamaan umum, lengkung vertikal : y =
200L
Ax
2
Kedudukan titik di sepanjang lengkung vertikal dihitung sebagai berikut:
PLV3, Sta 1+083,513: x = 0 ; y = 0
Sta 1 +093,513: x = 10 ; y =
40200
10)505,1(
2
-0,0188 m
PPV3, Sta 1 +103,513: x = 20 ; y =
40200
20)505,1(
2
-0,0752 m
Sta 1 +113,513: x = 10 ; y =
40200
10)505,1(
2
-0,0188 m
PTV3, Sta 1 +123,513: x = 0 ; y = 0
Elevasi terhadap stasiun :
PLV3, Sta 1+ 083,513: {598+ (0,642 % 20)} + 0 = 598,128m
Sta 1 + 093,513: {598+ (0,642 % 10)} + (-0,0188) = 598,045 m
PPV3, Sta 1 + 103,513: 598+ (-0,0752) = 597,924 m
Sta 1 +113,513: {598+ (2,147 % 10)} + (-0,0188) = 598,195 m
PTV3, Sta 1 +123,513: {598+ (2,147 % 20)} + 0 = 598,429 m
55. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 55
5.2 Jarak Pandang lengkung Vertikal
5.1 Jarak Pandang Lengkung Vertikal Cembung 1
Jarak Pandang Henti
Menggunakan rumus 2.49, perhitungan sebagai berikut.
L = SAC
SA
..
399
.
2
S =
AC
L
.
S =
)366.0.(399
40
S = 0.043 m
5.2.2 Jarak Pandang Lengkung Vertikal Cekung 1
L =
xS
AS
50.3120
2
(120 + 3.50S) L = AS2
120 L + 3.50 SL = AS2
56. PerancanganGeometrik Jalan Raya
Muhammad Reza FahleviAz/1704001010080 56
120 (40) + 3.50(50)(40) = -0.141 x S2
4800 +140 x S = 0.0141 x S2
0.0141 S2 + 140 S + 4800 = 0
S1 = -b +
a
acb
2
4
2
= -140 +
)149.1(2
)4800)(149.1(4140
2
= -140 +
)298.2(
8.22200
= -204,83 m
S2 = -b +
a
acb
2
4
2
= -140 +
)149.1(2
)4800)(149.1(4140
2
= -140 -
)298.2(
8.22200
= 75,161 m
S<L = 75,161 karena memenuhi syarat.
5.2.2 Jarak Pandang Lengkung Vertikal Cekung 2
L =
xS
AS
50.3120
2
(120 + 3.50S) L = AS2
120 L + 3.50 SL = AS2
120 (40) + 3.50(50)(40) = -0.141 x S2
4800 +140 x S = 0.0141 x S2
0.0141 S2 + 140 S + 4800 = 0