DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
Laporan pesti 6
1. PRAKTIKUM PESTISIDA DALAM PROTEKSI TANAMAN
KALIBRASI ALAT SEMPROT DAN PENENTUAN
POLA SEBARAN CAIRAN SEMPROT
(PTN 306)
KELOMPOK 5
(Kelas Paralel 2)
1. Ricko Baharudin A24130046
2. Ulfah Fahriani A34120004
3. M. Yusuf Al Anshori A34120028
4. Ilmi Hamidi A34120059
5. Nurul Farida Efriani A34120091
Dosen :
Ir. Djoko Prijono MAgr. Sc
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2. 2015
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pestisida adalah senyawa racun yang dapat membunuh organisme
pengganggu tanaman secara tepat dan efisien. Terdapat bermacam-acam alat
untuk mengaplikasikan pestisida. Alat aplikasi pestisida bertujuan untuk
menghasilkan butiran-butiran cairan atau percikan-percikan (droplet) yang berasal
dari cairan yang ditempatkan di dalam salah satu bagian dari alat tersebut. Cairan
yang disemprotkan dapat berupa larutan, emulsi, atau suspensi (Djojosumarto
2008).
Alat aplikasi pestisida yang efisien dapat menjamin penyebaran bahan yang
rata pada sasaran tanpa pemborosan. Selain itu pekerjaan dapat dilakukan dengan
cepat dan dengan jumlah tenaga kerja minimal. Fungsi utama semua jenis alat
pengendalian adalah untuk membantu mengendalikan suatu organisme
pengganggu tanaman sasaran sehingga diperoleh hasil yang efektif dan efisien
(Guntoro 2011)
Alat semprot yang memerlukan tenaga manusia tergolong dalam alat
semprot manual, sedangkan alat semprot mesin disebut alat semprot bermotor.
Semua alat yang digunakan untuk mengaplikasikan pestisida dengan cara
penyemprotan disebut alat semprot atau sprayer. Apapun bentuk dan mekanisme
kerjanya, sprayer berfungsi untuk mengubah atau memecah larutan semprot
yangdilakukan oleh nozzle, menjadi bagian-bagian atau butiran-butiran yang
sangat halus (droplet) (Djojosumarto 2008).
Untuk menggunakan pestisida maupun herbisida pada suatu
lahan,diperlukan ketepatan teknik. Hal ini untuk menghindari terbuangnya
herbisidayang berlebihan atau tanaman menerima herbisida dalam jumlah
berlebih. Oleh karena itu, sprayer perlu untuk dikalibrasi terlebih dahulu.
Kalibrasi ini ditentukan oleh luas lahan, jenis tanaman, dan jenis herbisida apa
yang akan diaplikasikan. Kalibrasi adalah menghitung atau mengukur kebutuhan
air suatu alatsemprot untuk luasan areal tertentu. Kalibrasi harus dilakukan pada
setiap kegiatan melakukan penyemprotan. Hal ini dilakukan untuk menghindari
pemborosan herbisida, memperkecil terjadinya keracunan pada tanaman akibat
penumpukan herbisida dan memperkecil pencemaran lingkungan (Noor 1997).
Tujuan
Praktikum ini bertujuan mengenal peralatan aplikasi pestisida dan
mengetahui teknik kalibrasi sebelum melakukan aplikasi pestisida di lapang.
3. BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Pendidikan Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu praktikum
dilaksanakan pada hari Senin tanggal 20 April 2015 pukul 15.00 WIB sampai
selesai.
Bahan dan Alat
Bahan yang diperlukan pada praktikum ini adalah air. Sedangkan alat yang
digunakan adalah Alat semprot automatis, alat semprot punggung semi-automatis,
ember plastik, penggaris atau meteran, gelas ukur, papan plastik (asbes),
stopwath, , nozzle, gelas kecil (57 buah), dan alat tulis .
Cara Kerja
Praktikum kalibrasi alat semprot ini dilakukan dengan beberapa metode
yaitu penentuan kecepatan jalan, perhitungan kecepatan curah semprot nozzle,
penentuan lebar gawang penyemprotan, dan penentuan volume semprot.
Penentuan kecepatan jalan (K) dilakukan dengan cara berjalan pada jarak 40
meter seolah-olah sedang melakukan penyemprotan dengan menggunakan alat
semprot kemudian waktu diukur dengan menggunakan stopwatch dimulai dari
titik awal berjalan sampai titik akhir sejauh 40 meter. Perhitungan lebar gawang
penyemprotan (G) dilakukan dengan cara menyemprotkan air pada ketinggian
nozzle tertentu pada permukaan tanah yang kering kemudian diukur lebar
penyemprotan yang dihasilkan nozzle dari tepi ke tepi. Perhitungan kecepatan
curah semprot nozzle (F) dilakukan dengan dua alat yang berbeda.Pada alat
pertama digunakan alat semprot semi-automatis, penentuan kecepatan curah
semprot dilakukan dengan memasukan air ke dalam alat semprot dan melakukan
pemompaan secara berulang-ulang pada papan plastik miring (asbes) selama 1
menit kemudian air ditampung dengan menggunakan gelas kecil dan hasil air
yang tertampung diukur dengan gelas ukur. Sedangkan pada alat kedua digunakan
alat semprot automatis, penentuan kecepatan curah semprot dilakukan dengan
cara memompa alat semprot satu kali pompa kemudian air yang keluar ditampung
dengan menggunakan ember dan diukur dengan gelas ukur.
Penentuan volume semprot (V) dapat diketahui dengan menggunakan
persamaan V= .
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 1 Kalibrasi alat semprot automatis (sekali semprot)
Ulangan F (l/menit) G (m) K (m/menit) V (l/ha)
1 0.245 0.47 43.95 118.61
2 0.255 0.46 43.01 128.88
3 0.23 0.49 33.33 140.83
Rata-rata 129.44
Tabel 2 Kalibrasi alat semprot semiautomatis (nozel merah)
Ulangan F (l/menit) G (m) K (m/menit) V (l/ha)
1 1.95 2.68 32 227.61
2 2.1 2.18 32.52 296.21
3 1.85 3.22 30.07 191.06
Rata-rata 238.29
Grafik 1 Volume semprot nozle (1)merah (2)biru (3)kuning
5. Pembahasan
Kalibrasi adalah menghitung atau mengukur kebutuhan air suatu alat
semprot untuk luasan areal tertentu. Kalibrasi harus dilakukan pada setiap kali
akan melakukan penyemprotan yang gunanya adalah untuk menghindari
pemborosan herbisida, memperkecil terjadinya keracunan pada tanaman akibat
penumpukan herbisida dan memperkecil pencemaran lingkungan (Sukma et al
1991). Kalibrasi merupakan hal yang harus dilakukan ketika seorang akan
melakukan pengendalian terhadap OPT menggunakan alat semprot. Karena pada
setiap alat semprot memililki perbedaan volume yang keluar. Selain itu faktor
manusia juga dapat menyebabkan perubahan tersebut. Alat semprot yang
menyebabkan perubahan adalah dari nozel, yang kemudian akan menyebabkan
volume curah yang keluar, dan nozel menyebabkan perbedaan lebar gawang.
Kalibrasi alat dilakukan dengan mengukur flow rate larutan semprot
(liter/menit) dengan cara menampung larutan yang keluar dari nozzle selama satu
menit, kemudian larutan tersebut diukur. Setelah itu dengan mengukur lebar
semprotan (m) dan mengukur kecepatan jalan penyemprot (m/menit). Pengukuran
tersebut dilakukan sebanyak tiga kali kemudian dirata-ratakan. Dari data kalibrasi
didapatkan ukuran volume yang dibutuhkan (Barus 2003).
Pada praktikum kali ini menggunakan alat semprot otomatis dan semi
otomatis. Rata-rata volume semprot yang dihasilkan dari alat semprot otomatis
adalah 129.44 l/ha, sedangkan rata-rata volume semprot yang dihasilkan dari alat
semprot semiotomatis adalah 238.29 l/ha. Menurut Barus (2003), alat semprot
dengan volume larutan per hektar berkisar 50 – 200 liter per hektar, termasuk ke
dalam kategori alat semprot Very Low Volume (VLV), sedangkan alat semprot
dengan volume 200-600 liter per hektar termasuk ke dalam kategori Low Volume
(LV). Sehingga, dari data rata-rata volume yang didapatkan, alat semprot otomatis
temasuk kategori VLV, sedangkan alat semprot semi otomatis termasuk kategori
LV. Ditinjau dari volume semprot yang dihasilkan, alat semprot otomatis lebih
efisien dalam kebutuhan larutan semprot jika dibandingkan dengan alat semprot
semi otomatis karena volume semprot yang dihasilkan lebih kecil daripada
volume semprot yang dihasilkan dari alat semprot semi otomatis, sehingga dapat
mengurangi jumlah kebutuhan pestisida.
Pada pratikum ini dilakukan kalibrasi dengan menggunakan alat semprot
punggung semi otomatis tuas bawah. Berdasarkan hasil percobaan penghitungan
volume semprot dari nozel yang berbeda yang dilakukan 3 kali ulangan, volume
air yang berhasil ditampung dari nozzle merah, biru dan kuning berturut-turut
adalah 1516 ml, 1732 ml dan 325 ml. Nozzle biru memiliki volume semprot yang
tinggi disusul oleh nozzle merah dan kuning.
Volume semprot tertinggi berdasarkan percobaan adalah nozzle biru dengan
rata-rata volume air yg dikeluarkan sebear 1732 ml. Pada dasarnya, nozzle biru
memiliki flowrate sebesar 1500 cc/menit dengan lebar semprot mencapai 1.5 m.
Nozzle biru di lahan cocok digunakan untuk pengaplikasian pada baris tanaman
karena butiran semprot yang keluar maksimal pada sisi kiri dan kanan.
Pada grafik terlihat bahwa pada volume air yang keluar dari nozzle merah
merata. Nozzle merah memiliki flowrate sebesar 2000 cc/menit dengan lebar
semprot mencapai lebih dari 2 m. Namun hasil percobaan menunjukkan bahwa
6. volume air yang keluar dari nozzle merah ternyata lebih kecil dari pada volume
airi yang dikeluarkan oleh nozzle biru yaitu sebesar 1516 ml. Dengan melihat
lebar semprot yang luas, nozzle merah sangat cocok digunakan untuk
menyemprot seluruah areal pertanaman.
Nozzle kuning pada hasil percobaan memiliki volume semprot yang paling
kecil. Rata-rata air yang dapat ditampung sebanyak 325 ml. Terlihat pada grafik
bahwa air yang keluar dari nozzle maksimum pada botol ke-34. Volume air yang
dikeluarkan paling tinggi berada di bagian tengah. Pada dasarnya nozzle kuning
memiliki flowrate sebesar 500 cc/menit dengan lebar semprot mencapai 0.5 m.
Hal tersebut menandakan bahwa nozzle kuning cocok untuk pengaplikasian
pestisida pada baris tanaman.
Pengaplikasian pestisida cair atau bahan-bahan lain umumnya diaplikasikan
menggunakan sprayer. Sprayer merupakan alat yg difungsikan sebagai penyebar
karena memiliki kemampuan jangkauan penyebaran dan kerataan bahan ke
tanaman yang merata. Jenis-jenis nozle juga beragam, tergantung volume keluaran
cairan dan luasan jangkauan. Dalam penggunaanya didasarkan pada tujuan,
misalkan untuk pengaplikasian herbisida yg sistemik, tidak diperlukan nozle yang
jangkauan dan penyebaran tinggi (Sudarmo 1997).
Kehilangan cairan pestisida yang terjadi merupakan salah satu kendala yang
terjadi karena adanya keausan nozzle yang digunakan sehingga perlu dilakukan
kalibrasi dan perawatan alat yang digunakan dalam aplikasi pestisida di lapangan.
Kalibrasi harus dilakukan pada setiap kali akan melakukan penyemprotan
dilapang yang bertujuan untuk menghindari pemborosan pestisida yang digunakan
dan memperkecil terjadinya keracunan pada tanaman akibat penumpukan
pestisida atau pengurangan residu kimia yang terjadi dilingkungan (Parlyna 2011).
8. DAFTAR PUSTAKA
Barus E. 2003. Pengendalian Gulma di Perkebunan. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Djojosumarto P. 2004. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta (ID):
Kanisius
Djojosumarto P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta (ID): Agromedia
Pustaka.
Guntoro D. 2011. Panduan Praktikum Mata Kuliah Pengendalian Gulma
(AGH321). Bogor (ID) : Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB.
Noor E S. 1997. Pengendalian Gulma di Lahan Pasang Surut. Yogyakarta (ID):
Penerbit Kanisius
Parlyna R. 2011. Konsumsi Pangan Organik: Meningkatkan Kesehatan
Konsumen. Econosains 9(2): 157-165.
Sudarmo S. 1991. Pestisida. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius
Sukma. 1991. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Jakarta (ID): Rajawali Press.
Wudianto R. 1994. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya