SlideShare a Scribd company logo
1 of 128
Page1of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik dan Sampah:
Pantauan bulan Juni 2022
Oleh: Riza V. Tjahjadi
Silahkan cari juga di https://Pdfhost.io laporan yang sama sejak April lalu
Negosiasi pengaturan polusi plastik telah dimulai pada akhir Mei
Diawali dengan arahan UNEP, dan berlanjut dengan curah pendapat,
penyusunan organisasi, aturan dasar, dan pentahapan negosiasi.
November Uruaguay akan menjadi tuan rumah pertama
KLHK dan Kantor Kemenko Marves kurang sinergis?
Insenerator dan RDF adalah teknologi tepat guna
Bagi pengelolaan sampah?
Debat soal labelisai BPA pada kemasan guna ulang
pada industri AMDK masih sengit
Temuan pkastik mikro di sungai mulai merambah ke
sungai di Aceh dan Sumatera Utara
Penggunaan Plastik Berlebih
Tingkatkan Risiko Diabetes Mellitus
UNAIR NEWS
Juli 11, 20191:12 pm
UNAIR NEWS – Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit yang sering
terjadi dimasyarakat. Meskipun telah mengatur gaya hidup sehat, namun
penderita diabetes mellitus semakin bertambah dari tahun ke tahun. Hal
tersebut dapat dikarenakan sifat dari diabetes mellitus yang degeneratif,
yang artinya dapat menurun dari orang tua ke anak.
Selain itu, diabetes mellitus juga disebabkan oleh pola makan yang tidak
sehat dan penggunaan bahan pembungkus makanan dan minuman yang
Page2of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
berasal dari bahan plastik.Semakin tinggi angka penggunaan plastik di
dunia, semakin tinggi juga angka diabetes mellitus di masyarakat.
Plasticizer merupakan bahan tambahan atau additif yang dapat
meningkatkan flexibilitas dan ketahanan dari suatu material. Jika
plasticizermasuk dalam tubuh, maka akan terurai menjadi metoksi acetic
acid yang dapat mengakibatkan cacat. Uraian dari plasik akan berubah
menjadi mikroplastik dengan struktur plastik yang sudah terpecah, tidak
terlihat oleh mata dan larut dalam air.
Prof. Win Darmanto, Drs.,M.Si., Ph.D mengatakan 2-methoxyethanol
(plasticizer) yang terkandung dalam plastik mampu meningkatkan angka
risiko terhadap diabetes mellitus. Hal itu dapat mengakibatkan
terganggunya proses produksi insulin yang terjadi dalam tubuh.
―Plasticizer mengakibatkan terganggunya produksi hormon insulin, apabila
produksi insulin terganggu akan mengakibatkan rusaknya pankreas dan
pada akhirnya akan mengakibatkan diabetes mellitus, ― ungkapnya.
Semua bahan yang mengandung plasticizer, mempunyai kadar yang
berbeda antar satu sama lain. Banyak upaya yang dapat dilakukan guna
menekan tingginya pemakaian plastik yang memberikan dampak negatif
bagi lingkungan. Upaya yang dapat dilakukan antara lain dengan mendaur
ulang dan membakar limbah plastik dengan tekanan yang tinggi. Hasil dari
pembakaran dengan tekanan yang tinggi akan menghasilkan kadar karbon
yang rendah dan dapat juga digunakan sebagai sumber energi.
Ilustrasi : Feri Fenoria
Selain upaya tersebut, salah satu
cara mengurangi angka diabetes
mellitus yaitu dapat
menggunakan beberapa jenis
jamur tertentu dengan kadar
yang harus diawasi. Jenis jamur
yang paling cocok digunakan
untuk mencegah dan
mengurangi dampak diabetes
mellitus adalah jenis jamur kayu
(ganoderma).
Prof. Win mengatakan, hasil dari penelitian ini selain dapat menekan
angka diabetes mellitus, juga dapat membantu menekan angka kelahiran
bayi dengan kondisi normal. 2-methoxyethanol telah diuji coba pada tikus
dan hasilnya dapat meningkatkan kadar glukosa darah dan nitrat.
Sehingga disarankan ibu hamil untuk mengurangi penggunaan bahan
yang mengandung plastik.
―teratologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang efek toksis terhadap
malformasi atau cacat pada embrio. Ibu hamil menjadi salah satu yang
Page3of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
memiliki faktor risiko terhadap paparan plasticizer. Harapannya dengan
adanya penelitian ini, mampu mengedukasi ibu hamil akan bahaya
penggunaan plastik bagi janin,― tambah Prof Win.
Reporter : Faisal Dika Utama
Editor : Khefti Al Mawalia
Refrence : W. Darmanto, J. A. Claudia, B. A. Turnip, S. P. A. Wahyuningsih, S. A.
Husen, N. S. Aminah, and E. S. Sajidah. 2008. Toxicity effects of 2-methoxyethanol on
the nitrite level and damage in tissue of pancreas as a cause of diabetes in mice (Mus
musculus) Balb/C. AIP Conference Proceedings, Volume 2023.
Link :https://aip.scitation.org/doi/10.1063/1.5064113
PUSAT KOMUNIKASI DAN INFORMASI PUBLIK (PKIP)
Gedung Kantor Manajemen, Kampus MERR C Mulyorejo – Surabaya
Telp.(031) 5914042, 5914043, 5915551 Fax. (031) 5915551
WhatsApp. +62 821-3004-0061
Email: adm@pkip.unair.ac.id
https://www.unair.ac.id/2019/07/11/penggunaan-plastik-berlebih-
tingkatkan-risiko-diabetes-mellitus/
Plastic Bank: 83 persen sampah plastik bocor
dan ancam ekosistem laut
Kamis, 7 April 2022 22:15 WIB
Jakarta (ANTARA) - Country Manager Plastic Bank Indonesia Paola
Cortese menyebutkan sebesar 83 persen sampah plastik di Indonesia
telah bocor dan mengancam ekosistem seperti biota yang hidup di laut.
―Di Indonesia, setiap tahun ada 4,9 juta ton
sampah plastik yang tidak dikelola dengan
baik dan 83 persen sampah plastik bocor ke
laut dan mengancam ekosistem laut,‖ kata
Paola dalam Media Gathering Plastic Bank
Indonesia yang diikuti secara daring di
Jakarta, Kamis.
Ia menuturkan Indonesia sedang mengalami
darurat sampah plastik karena menghasilkan
7,8 juta ton sampah plastik per tahun dengan
4,9 juta ton di antaranya tidak mendapatkan
pengelolaan yang baik sampai berada di
Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Page4of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Baca juga: Kementerian LHK: Penanganan sampah plastik jadi tantangan global
―Sudah sangat jelas kalau kita ini hidup di masa darurat plastik. Karena
itulah Pemerintah Indonesia menerapkan beberapa target baik itu target
jangka pendek maupun jangka panjang,‖ ucap Paola.
Ia menjelaskan pemerintah memiliki target jangka pendek yakni ingin
menurunkan pencemaran sampah plastik di laut sebesar 70 persen pada
tahun 2025. Sementara pada tahun 2040, pemerintah menargetkan
Indonesia bebas dari polusi kantong plastik.
Target jangka pendek maupun jangka panjang tersebut juga ditetapkan
agar kemiskinan terutama di wilayah pesisir pantai Indonesia di kalangan
kolektor sampah plastik informal dapat berkurang.
Untuk membantu pemerintah mencapai target tersebut, Paola menjelaskan
bahwa lebih dari 12.000 anggota komunitas pengumpul plastik dari Plastic
Bank Indonesia dikerahkan dan berhasil mencegah pencemaran setara
dengan 1 miliar botol plastik di laut.
Baca juga: KLHK: Gerakan kurangi limbah padat di laut jadi agenda Nasional
―Ada 12 ribu kira-kira pahlawan samudera yang sudah bergabung di
Plastic Bank. Pahlawan samudera adalah orang-orang yang
mengumpulkan sampah plastik, dari lingkungan dan komunitas mereka di
sekitarnya,‖ ucap dia.
Salah seorang pahlawan samudera Plastic Bank Indonesia di Tabanan,
Bali, Asis Wijayanto mengatakan dirinya bergabung agar bisa mencegah
pencemaran plastik di laut serta mendapatkan penghasilan.
―Dengan mengumpulkan plastik dan menukarkannya di mitra cabang
Plastic Bank, saya turut berkontribusi untuk mencegah pencemaran plastik
di laut dan mendapatkan penghasilan,‖ ucap Asis.
Pria yang bergabung sejak tahun 2020 tersebut mengatakan tidak hanya
mengumpulkan sampah plastik di daerah Tabanan saja, tetapi juga daerah
lainnya seperti Kecamatan Mengwi di Bali.
Baca juga: KKP serukan warga "diet" plastik agar laut jadi cantik
Asis berharap masyarakat dapat peka terhadap sampah plastik dan
menjaga lingkungan supaya dapat hidup menjadi lebih sehat dan bersih.
―Pesan saya khususnya di daerah Bali, supaya menjaga lingkungan tetap
bersih. Kalau menemukan sampah plastik, harap dikumpulkan,‖ ujar dia.
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Page5of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
COPYRIGHT © ANTARA 2022
Menghadang sampah agar tak mencapai laut Guatemala
Copyright © 2022 ANTARA
https://m.antaranews.com/berita/2808589/plastic-bank-83-persen-sampah-
plastik-bocor-dan-ancam-ekosistem-laut
Bukan info terbaru tetapi terlewatkan oleh saya (RVT)
UNEA Resolution - „End Plastic Pollution‟ - and
IUCN role in implementation of the Treaty
Wed, 09 Mar 2022
The new UNEA Resolution, ‗End Plastic Pollution: Towards a legally
binding instrument‘, establishes an Intergovernmental Negotiating
Committee that will develop the specific content of the new plastic pollution
treaty with the aim of completing its work by the end of 2024. The future is
ours to improve, and this news from UNEA provides a strong message of
hope that we can indeed eliminate plastic pollution from our environment
with a multi-pronged approach and international cooperation.
Addressing a global-scale problem
Rapidly increasing levels of plastic pollution represent a serious problem at
a global scale, negatively impacting the environmental, social and
economic dimensions of sustainable development. The majority of marine
plastic pollution comes from land-based sources, including urban and
storm runoff, sewer overflows, beach visitors, inadequate waste disposal
and management, industrial activities, construction, and illegal dumping.
The main ocean-based sources of plastic pollution are the fishing industry,
nautical activities, and aquaculture.
IUCN welcomes the Resolution
For nearly a decade, IUCN has worked on the problem of marine plastic
pollution. IUCN welcomes the move toward an international legally binding
instrument on plastic pollution made by Heads of State, Ministers of
environment and other representatives from 175 nations that gathered in
Nairobi, Kenya, at the resumed fifth session of the United Nations
Environment Assembly on the 2nd March 2022.
Page6of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
The UN member states decided that the following elements should be
considered in developing the new treaty:
Global objectives to tackle plastic pollution in marine and other
environments and its impacts
Global obligations and measures along the full lifecycle of plastics,
including on product design, consumption and waste management
A mechanism for providing policy-relevant scientific information and
assessment
A mechanism for providing financial support to the treaty implementation
National and international cooperative measures
National action plans and reporting towards the prevention, reduction and
elimination of plastic pollution
Treaty implementation progress assessment
The Resolution recognises that plastic pollution constitutes a threat to all
environments and poses risks to human health, and very importantly, the
role of the private sector, and all stakeholders, in developing and
implementing the treaty, and emphasises that the problem should be
solved through measures along the entire life cycle of plastics, from
extraction of raw materials to legacy plastic pollution. A mechanism is
included for directing finance to nations to enable the agreement
implementation. This can enable countries to implement plastic waste
management systems across the life cycle by improving waste collection,
building recycling plants, or eliminating the open burning of plastic.
Since UNEA-1 back in 2014, the global community has come a long way
engaging to find solutions to address plastic pollution. The sustained multi-
year focus on plastics has laid the foundation for where we are today,
importantly highlighting that the current global governance framework is
broken to get us out of the current plastics crisis. This background laid the
ground for the positive mood and outlook around a global plastics
governance instrument.
Peter Manyara, Program Manager, Coastal and Ocean Resilience, IUCN
ESARO
The Resolution highlights marine plastic pollution
Page7of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
The Resolution specifies concern over the specific impacts of plastic
pollution, that it can be of a transboundary nature, and needs to be tackled
with a full lifecycle approach.
It also emphasises the urgent need to strengthen the science-policy
interface at all levels, improve understanding of the global impact of plastic
pollution on the environment, and promotes effective and progressive
actions at the local, regional and global level, recognizing the important
role of plastics for society.
While the Resolution identifies a number of issues that will be addressed,
to comprehensively tackle plastic pollution will require additional actions
during the dialogues. In Science, 2 July 2021, IUCN‘s Joao Sousa as a
contributing author noted three goals to anchor a solid agreement with
action at its core. These are only partially seen in the Resolution:
Minimise virgin plastics production and consumption – and 2. Facilitate
safe circularity of plastics – these are simply noted in part as, [T]o promote
sustainable production and consumption of plastics, including, among
others, product design, and environmentally sound waste management,
including through resource efficiency and circular economy approaches;
Eliminate plastic pollution in the environment – this is specifically referred
to as,[T]he urgent need to strengthen global coordination, cooperation and
governance to take immediate actions towards the long-term elimination of
plastic pollution, in marine and other environments, and of avoiding
detriment from plastic pollution to ecosystems and the human activities
dependent on themand also [T]o promote national action plans to work
towards the prevention, reduction and elimination of plastic pollution, and
to support regional and international cooperation.
The Resolution underlines the importance of promoting sustainable design
of products and materials so that they can be reused, remanufactured or
recycled and therefore retained in the economy for as long as possible.
This includes the resources they are made of, as well as minimising the
generation of waste, which can significantly contribute to sustainable
production and consumption of plastics.
The economic cost
A recent economic assessment by IUCN supports the rationale of
addressing the economic cost of plastic pollution detailed in the Resolution.
Plastic pollution affects fisheries directly through damage to boats, plastic
in fishnets and the impact of Abandoned, Lost of Discarded Fishing Gear
(ALDFG). Direct and indirect impacts on marine ecosystems and marine
biodiversity – through ghost fishing for example – amplify the negative
effects of plastic pollution. Overall, marine plastic pollution plays a crucial
role in marine ecosystem degradation and the services these ecosystems
Page8of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
provide. This is not only a problem for the fisheries sector, but can impact
other sectors of the economy, such as potential losses to the tourism
sector or increased costs of beach clean-ups to avoid these losses.
Policy and economic guidance
Policy and economic guidance are integral to addressing this complex
problem. IUCN‘s in-depth analyses of regulatory tools such as Extended
Producer Responsibility to identify gaps and facilitate the exchange of best
practices are being cross-linked with the on-going scientific and economic
research to show how to intervene, and at which points, to generate the
most effective actions.
This work is now newly energised with the UNEA5.2 Resolution, and it is
also beneficial for the support it gives to an IUCN World Conservation
Congress outcome: the Union‘s Resolution 019 that calls for stopping the
global plastic pollution crisis in marine environments by 2030.
The Resolution aligns many of its provisions to the work IUCN is already
doing
IUCN‘s work on in-depth analyses of regulatory tools such as Extended
Producer Responsibility (to identify gaps and facilitate the exchange of
best practices) is being cross-linked with the on-going scientific and
economic research. It shows how to intervene and at which points, in order
to generate the most effective actions.
This work is now newly energised with the UNEA5.2 Resolution, and it is
also beneficial for the support it gives to the 2021 IUCN Resolution 019
that calls for stopping the global plastic pollution crisis in marine
environments by 2030
Resolution: Legally binding instrument provisions proposed
IUCN‘s work on plastics: Value Addition to supporting the Resolution‘s
aims
(b) To promote sustainable production and consumption of plastics,
including, among others, product design, and environmentally sound waste
management, including through resource efficiency and circular economy
approaches;
Close the Plastics Tap knowledge products and reports
MARPLASTICCs‘ Circular Economy projects
Page9of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
(c) To promote national and international cooperative measures to reduce
plastic pollution in the marine environment, including existing plastic
pollution;
(d) To develop, implement and update national action plans reflecting
country-driven approaches to contribute to the objectives of the instrument;
(e) To promote national action plans to work towards the prevention,
reduction and elimination of plastic pollution, and to support regional and
international cooperation;
(f) To specify national reporting, as appropriate;
Plastic Waste Free Islands – Caribbean, Oceania, and Mediterranean (8
islands: Republic of Cyprus, Menorca, Fiji, Samoa, Vanuatu, Antigua and
Barbuda, Grenada, and St Lucia). Regional cooperation.
MARPLASTICCs National Plastic Pollution Hotspotting and Shaping Action
reports (Regional cooperation. Kenya, Mozambique, South Africa, Thailand
and Viet Nam)
PlastiCoCo National Plastic Pollution reporting - Tanzania
Close the Plastics Tap knowledge products and reports
(g) To periodically assess the progress of implementation of the
instrument;
(h) To periodically assess the effectiveness of the instrument in achieving
its objectives;
(i) To provide scientific and socio-economic assessments related to plastic
pollution;
National reports as above, plus the work of IUCN on Extended Producer
Responsibility (EPR), national plastics policies, and
The economic impacts of plastic pollution.
(j) To increase knowledge through awareness-raising, education and
information exchange;
(k) To promote cooperation and coordination with relevant regional and
international conventions, instruments and organizations, while recognizing
their respective mandates, avoiding duplication, and promoting
complementarity of action;
Close the Plastic Tap programme overall
Page10of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Tutorials and Trainings on Methodologies and Guidance (with UNEP) for
plastic pollution hotspotting – and creation of priority interventions to
address the issues at national and regional levels(l) To encourage action
by all stakeholders, including the private sector, and to promote
cooperation at the global, regional, national and local levels;Alternate
Value Chains as noted in the Plastic Waste Free Islands project and
Business Engagement(m) To initiate a multi-stakeholder action
agenda;Close the Plastic Tap programme overall(n) To specify
arrangements for capacity-building and technical assistance, technology
transfer on mutually agreed terms, and financial assistance, recognizing
that the effective implementation of some legal obligations under the
instrument is dependent on the availability of capacity building and
technical and adequate financial assistance;
Tutorials and Trainings on Methodologies and Guidance (with UNEP) for
plastic pollution hotspotting – and creation of priority interventions to
address the issues at national and regional levels
Alternate Value Chains as noted in the Plastic Waste Free Islands project
IUCN supports these representative, open negotiations
IUCN supports the fact that the Plastics Treaty negotiations are
representative of all stakeholders, and they are open. This aligns with
IUCN's approach to supporting complex environmental negotiations by
open discussion and collaboration, holding to the principles of fairness and
equity.
More information
The draft UNEA Resolution text can be found here: UNEA Resolution
©2022 IUCN, International Union for Conservation of Nature
By using this site, you consent to the use of cookies and similar
technologies to enhance your user experience. For more information
please visit ourlegal section
https://www.iucn.org/news/marine-and-polar/202203/unea-resolution-end-
plastic-pollution-and-iucn-role-implementation-treaty
Page11of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Selamatkan Anak-anak Indonesia dari Bahaya BPA
Rabu, 30 Maret 2022 15:41 WIB
INFO NASIONAL – Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka
Sirait, mendesak Presiden Joko Widodo turun tangan menyelamatkan
anak-anak Indonesia dari bahaya Bisfenol A atau BPA—bahan kimia yang
bisa menyebabkan kanker dan kemandulan—pada galon berbahan
polikarbonat (bahan plastik keras).
"Kami sudah bersurat melalui Sekretariat Negara, meminta kesempatan
untuk menjelaskan hal ini langsung ke Presiden," kata Arist dalam diskusi
publik "FMCG Talk" dengan tema "Risiko BPA bagi Kesehatan Publik dan
Pengaturannya pada Industri Air Minum Dalam Kemasan", Senin, 28
Maret.
"Intinya negara tidak boleh kalah oleh industri," katanya. "Karena itu,
rancangan peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang
pelabelan risiko BPA perlu segera disahkan."
Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia, organisasi
induk industri air kemasan, termasuk yang gencar menolak lahirnya
peraturan pelabelan risiko BPA. Asosiasi menganggap rancangan
tersebut, kini tengah memasuki fase pengesahan di Sekretariat Kabinet,
tak ubahnya "vonis mati" karena konsumen bakal beralih ke air galon
dengan kemasan yang dianggap lebih sehat.
Dalam draft peraturan BPOM, dipublikasikan ke khalayak luas sejak
November 2021, produsen galon yang menggunakan kemasan plastik
keras polikarbonat wajib mulai mencantumkan label "Berpotensi
Mengandung BPA" kurun tiga tahun tiga tahun sejak peraturan disahkan.
Sementara itu, produsen yang menggunakan kemasan selain plastik
polikarbonat diizinkan memasang label "Bebas BPA".
Sekaitan itu, Kepala BPOM, Penny K. Lukito, pada 21 Maret, meyakinkan
rencana pelabelan risiko BPA sama sekali tidak bertujuan merugikan
pelaku usaha. Justru, katanya, kebijakan itu untuk melindungi industri air
kemasan dari tanggung jawab (liability) di masa datang, senyampang
memberikan perlindungan kesehatan ke khalayak luas."Aspek keamanan
AMDK terkait dengan potensi resiko kesehatan konsumen harus menjadi
prioritas" kata Penny.
Bagi Arist, penegasan BPOM tersebut seharusnya mendorong semua
kalangan untuk bersama-sama memikirkan potensi bahaya BPA pada
kesehatan masyarakat luas pada jangka panjang.
Page12of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
"Kalau industri AMDK tidak terjaga dengan baik, dampaknya bakal terasa
pada anak-anak dan orang dewasa," katanya. "Dalam perspektif itu lah,
saya katakan industri harus patuh dan negara harus betul-betul
menyelamatkan anak-anak dari bahaya BPA."
Dalam diskusi yang sama, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, melihat pelabelan risiko BPA
sebagai wujud tanggung jawab pemerintah dalam memastikan
terpenuhinya hak masyarakat atas produk yang aman untuk dikonsumsi.
"Rancangan peraturan pelabelan itu sifatnya memperkuat regulasi yang
sudah ada," katanya.
Menurut Tulus, industri keliru bila sampai menganggap BPOM tak perlu
lagi merevisi regulasi terkait risiko BPA pada kemasan galon guna
ulang."Ambang batas migrasi BPA pada galon guna ulang yang ditetapkan
BPOM selama ini bukan harga mati, bisa diperbaharui untuk peningkatan
perlindungan konsumen dan agar sejalan dengan perkembangan ilmu dan
teknologi," katanya. "Jangankan peraturan BPOM, undang-undang
sekalipun masih bisa direvisi. Jadi kenapa industri mesti takut?"
Menurut Tulus, pelabelan risiko BPA pada galon polikarbonat tidak
dimaksudkan untuk menakut-nakuti publik namun semata agar konsumen
punya hak pilih atas produk yang mereka konsumsi. "Undang-undang
perlindungan konsumen jelas mengatur hal tersebut, termasuk soal label
dan informasi produk yang terperinci," katanya.
YLKI, telah melayangkan surat ke BPOM, mendesak lembaga untuk tidak
ragu dalam mengambil keputusan terkait pelabelan risiko BPA."Harus
diakui, yang punya kompetensi dalam soal risiko BPA hanya BPOM,"
katanya menepis berbagai tudingan miring industri terhadap inisiatif
BPOM. "Kalau BPOM ciut, bagaimana nasib konsumen?"
Tulus juga menyesalkan industri yang masih gagal menangkap niat baik
pemerintah, khususnya BPOM, terkait rancangan peraturan pelabelan
risiko BPA."Industri memang selalu begitu perilakunya setiap ada regulasi
baru, selalu menentang," katanya. "Mereka masih melihat regulasi baru
sebagai cost center, dianggap sebagai beban usaha."
Sementara itu, ahli polimer dari Balai Teknologi Polimer, Dr. Chandra Liza,
menilai ada risiko tersendiri bila level migrasi BPA yang telah ditetapkan
BPOM tidak dipatuhi oleh industri air kemasan. "Kuncinya ada pada
pengawasan," ujarnya.
Menurut Liza, perlu pula ada edukasi yang menyeluruh atas kalangan
penjual air kemasan galon terkait risiko peluluhan BPA akibat pemajangan,
penyimpanan dan distribusi galon yang serampangan."Pemajangan
Page13of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
produk galon yang tidak baik bisa mengakibatkan proses migrasi BPA
menjadi lebih cepat," katanya.
Sebelumnya, pada akhir Januari silam, Deputi Bidang Pengawasan
Pangan Olahan BPOM, Rita Endang, mengungkap pihaknya menemukan
"sejumlah kecenderungan mengkhawatirkan" terkait level migrasi BPA
pada galon guna ulang berbahan polikarbonat yang beredar luas di
masyarakat. Menurut Rita, temuan itu bersumber dari hasil uji sampel
post-market BPOM selama periode 2021-2022.
Namun Ketua Advokasi FMCG Insights, sebuah lembaga riset produk
kemasan, menyayangkan BPOM yang masih menahan penerbitan utuh
hasil riset anyar tersebut. Padahal, katanya, informasi itu sangat dinanti
publik yang kian bergantung pada air kemasan untuk kebutuhan air minum
sehari-hari.
"Kami menganggap informasi itu krusial, sebagian bagian dari
perlindungan kesehatan masyarakat, khususnya dalam kaitannya dengan
hak konsumen atas keamanan dan keselamatan produk," kata Willy.(*)
info tempoAnak-anakAir Minum Dalam Kemasan
© 2021 TEMPO - Hak Cipta Dilindungi Hukum
https://nasional.tempo.co/read/1576584/selamatkan-anak-anak-indonesia-dari-bahaya-
bpa?utm_source=izooto&utm_medium=push_notifications&utm_campaign=DS_Le%20
Minerale_Selamatkan%20Anak-anak%20Indonesia
What Will Brazil Do With Illegally Trafficked American Garbage?
“This doesn‟t belong to our country. No way.”
MARCO DALLA STELLA,MATHILDE BERG UTZON,SHERIDAN WALL,
RUBENS VALENTE, AND GIANNINA SEGINI
MAY 10, 2022
Jaepel Papéis e Embalagens, a packaging producer in the state of Goiás
in central Brazil.Sergio Lima/UOL
Facts matter: Sign up for the free Mother Jones Daily newsletter. Support our nonprofit
reporting. Subscribe to our print magazine.
This story was produced in collaboration with Columbia Journalism Investigations and
UOL. It was republished in partnership with Mother Jones.
Page14of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
A green squeegee.A plastic bottle half-filled with neon yellow liquid.Used
geriatric diapers.Latex gloves. Surgical masks. All of these items reached
Brazil from ports along the East Coast of the United States, arriving in
shipping containers stuffed with moldy cardboard meant for recycling.
―This import is forbidden,‖ said a July 26, 2021, message sent through the
Brazilian environmental agency‘s internal communication system to its
main office in São Paulo. The message referred to a series of shipments
destined for a local paper manufacturer and featured pictures of the debris.
In one photograph, the smiling face of Mike Lindell, a prominent Trump
supporter and conspiracy theorist in the US, was printed on a package that
once contained two pillows. By August 2021, authorities at the nearby Port
of Santos were seizing 48 containers of the American household trash and
cardboard mixture.
Countries like Brazil impose strict controls on the import and export of such
waste. Ibama, the Brazilian Institute of Environment and Renewable
Natural Resources, whose primary responsibility is enforcing
environmental regulations, is now investigating the Brazilian importing
company for illegal trafficking of hazardous waste. But not regulators in the
US, where the federal government has yet to ratify an international
agreement limiting the transboundary trade of harmful debris. Here, the US
Environmental Protection Agency does not include household waste
among its hazardous waste regulations. Nor are there rules requiring
American exporters to take back containers rejected by other countries. As
a result, those countries are left with the burden of disposal.
Without these measures, said Jim Puckett, founder of the Seattle-based
environmental group Basel Action Network, ―people can export in this
country with impunity.‖
Brazil has become just the latest destination for shipping waste.
Throughout the Covid-19 pandemic, shipments of used paper waste to that
country have soared from the combined effect of increased demand for
packaged products and the disruption of the collection of recyclables from
households.
Other countries already serve as a cautionary tale for the consequences of
America‘s loose rules over the movement of waste overseas. In Indonesia
in recent years, streams of paper debris from the US and other Western
countries have intensified after China banned these imports in 2018.
Enormous open-air dumpsites have emerged in villages next door to
Indonesian paper mills, and local activists there blame the sites for
environmental degradation, such as water pollution and seafood
contamination.
Page15of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Lenient regulation on these exports can result in waste hop-skipping from
one country to the next, lessening its chances of a return to the US In 2019
in Indonesia‘s second-largest port city, Surabaya, authorities seized 58
containers of paper scrap mixed with plastic and other hazardous materials
exported by American companies. Indonesian law mandates the return of
these containers to the exporter, but 46 of them went to India, Thailand,
South Korea, and Vietnam instead.
The situation often amounts to what Indonesian activist Yuyun Ismawati
called, in a statement at the time, ―a global waste shell game.‖
Despite strict controls, Brazil became a new destination for imports of
recyclable paper during the Covid-19 pandemic.
Sérgio Lima/UOL
The suspicious containersseized in Santos departed from ports in Boston,
Charleston, and Baltimore, some stopping in Panama before reaching their
final destination about one month later.
Once in Brazil, officers from Ibama and the Federal Revenue of Brazil—the
equivalent of the US Internal Revenue Service—found various types of
plastics and potentially hazardous materials, including disposable plates,
cans of energy drinks, used clothes, and charging cables, mixed with
cardboard imported for recycling, as Ibama described in a report. The
presence of masks and gloves also sparked concern among some Ibama
authorities over the possible spread of Covid-19 variants.
These findings especially alarmed Ana Angelica Alabarce, Ibama‘s chief
officer in the area. ―There is no way this thing is entering our country,‖ she
said during an interview on the YouTube channel, Porto360. ―This doesn‘t
belong to our country. No way.‖
The containers had been declared under the customs code used for
recyclable paper scrap and cardboard, which does not require prior
authorization for shipping. However, Ibama questioned the categorization
of this material because waste from American households is not allowed in
shipments of material categorized under this code. Instead, the agency
stated that the material should have been classified as ―urban solid waste,‖
which, by law, Brazilian companies are banned from importing.
Brazilian industry guidelines do allow a limited presence of contaminants,
which can be as much as 3% of impurities—anything that is non-
recyclable—and 1% of prohibitive materials, including any material that
would make the paper bale unusable. The importing company claims these
limits have been respected, though according to Ibama, they are domestic
guidelines and should not apply to imported recyclables.
Page16of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
A team from Brazil‘s National Health Surveillance Agency, Anvisa, wrote in
an inspection report that the presence of ―plastic waste, surgical gloves,
medication packs (blister) along with the leaflet, used cleaning cloths and
various food packaging, including aluminum cans, mixed in the packages‖
signaled that the US-based exporter ―did not carry out the correct
segregation of waste.‖
The discovery of garbage in the containers led the Federal Revenue of
Brazil to issue a national notice to all its posts in the country‘s ports to
locate other containers with similar material, according to internal Ibama
sources.
In September 2021, Brazilian environmental authorities fined Jaepel
Papéis e Embalagens the equivalent of $8 million for importing household
waste.
Sérgio Lima/UOL
Last September, Ibama fined the importing company—a packaging
producer called Jaepel Papéis e Embalagens —the equivalent of more
than $8 million US dollars at the time of publishing, the highest fine
imposed by the agency since 2010, for ―illegal traffic of hazardous and
other waste.‖
Asked to comment on the case in December 2021, Jaepel declined to
speak with UOL journalists. In an email from its press office, the company
stated, ―Thank you for contacting us. We are sorry that we cannot help you
with your investigation. We do not have information about your demand.‖
On a trip to the company‘s headquarters in Senador Canedo, a town just
outside of Brazil‘s capital, Brasilia, one of its main directors, Marco Aurélio
Cardoso, said he was unaware of the matter. UOL journalists pressed
Cardoso about the presence of garbage in the imported paper.
―I would like to speak with you later. There is no garbage,‖ he replied. Told
of the photographs and videos showing the garbage, he rolled up the car
window and left.
Cardoso said he would contact reporters to arrange an interview, but never
did.
In April, the Brazilian environmental authority confirmed that Jaepel had
paid its fine, although the agency did not specify the final amount.
Since 2019, a controversial provision introduced by the administration of
President Jair Bolsonaro allows companies to negotiate environmental
sanctions.
Page17of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Jaepel Papéis e Embalagens, a packaging producer in the state of Goiás
in central Brazil.Sérgio Lima/UOL
Although the US is a major producer and exporter of waste, the industry is
largely unregulated. Unlike Brazil, the US remains one of the few countries
globally—along with South Sudan—that has not ratified the Basel
Convention, an international agreement aimed at preventing the trade of
harmful debris from polluting the environment. The Basel Convention
includes household trash among the ―other waste‖ category that requires
prior consent by authorities in the importing country before exporting it.
Ibama was not notified of the import before its arrival in Santos.
―The US does not condone the illegal export of waste to Brazil,‖ an EPA
spokesperson wrote in an email. But ―there are no US federal export or
import requirements…for the transboundary shipment of medical waste or
infectious waste of the type recently seized in Santos.‖
Puckett, the Seattle environmentalist who advocates against the global
trade of harmful waste, criticized the federal government‘s non-
membership in the Basel Convention as ―completely unacceptable and
immoral.‖
As the case in Brazil exemplifies, the US‘s refusal to sign that agreement
means governments in Latin America are forced to take on the difficult task
of detecting and preventing imports of mixed waste. This is true especially
when the material is ―disguised as recyclable materials such as paper,‖
according to Neil Tangri, of the Global Alliance for Incinerator Alternatives,
a worldwide network of environmental nonprofit groups.
In a WhatsApp message, Tangri called the Brazil case ―extremely
worrying.‖ As he explained, ―The arrival of mixed waste, even with hospital
waste that must have a totally different management from municipal waste,
means an even greater risk.‖
On a trip to Jaepel‘s factory in Senador Canedo, Brazil, journalists from
UOL spoke to one of the company‘s main directors who denied importing
the household garbage.
Sérgio Lima/UOL
At least 48 of the seized containers were exported by CellMark Inc., an
international trader of paper scrap headquartered in Sweden with 30
partner facilities across the US In 2020, one trade publication ranked the
company as the third-largest exporter in this country.
Last November, Columbia Journalism Investigations reporters visited
Cellmark‘s office in South Norwalk, Connecticut, where the head of its
recycling division, Jimmy Derrico, works. He declined to comment, as did
Page18of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
other employees. After business hours, CJI reporters spoke with Derrico at
a nearby restaurant, where he suggested that litigation was coming. He
said he did not want to answer questions about the shipments and did not
elaborate on the nature or origin of the lawsuit.
The company did not respond to CJI‘s numerous phone calls, text
messages, and email messages seeking comment for this story. Nor did it
respond to written questions sent by email and postal mail. In its code of
conduct, the company states that ―we comply with all environmental
regulations in the jurisdictions we operate.‖
Without the US‘s membership in the Basel Convention, CellMark has no
legal obligation to receive the containers if Brazilian authorities were to
ship them back, as required by law. The material will instead be incinerated
in a licensed facility supervised by Ibama officials, an agency
spokesperson said.
Despite the lack of US regulation of this material, a spokesperson from
Homeland Security Investigations, the unit of the US Department of
Homeland Security charged with investigating international crime,
confirmed that the case has been referred to it. The unit declined to
comment further, citing the ongoing investigation.
Brazilian authorities found household garbage–a type of waste that the
country prohibits– mixed with used paper imported for recycling.
Sérgio Lima/UOL
Ibama officials have also questioned other unchecked containers imported
by Jaepel and exported by CellMark. Since January 2021, the Brazilian
company imported about 250 containers of paper scrap—more than any
other year since 2014, international shipping data shows.
In the Brazilian legal documentation about the case, obtained via a records
request in Brazil, Jaepel‘s lawyers explained that these shipments became
necessary due to disruption in the supply of paper scrap from commercial
and industrial sites and the diminished collection of recyclables during the
coronavirus pandemic.
Jaepel ―is not part of any movement or organization focused on
circumventing the legislation,‖ the lawyer wrote in a letter to the judge.
―There is data to demonstrate that importation appears as the only
alternative capable of maintaining production in the exceptional context of
the pandemic and in the face of the obstacles imposed in the domestic
market.‖
In 2021, companies in the US exported about 12 times the amount of
paper scrap to Brazil as they did in 2019, according to the latest trade data
Page19of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
published by the United Nations. Part of this increase was driven by higher
demand for packaging from online retailers, a phenomenon sometimes
referred to as the ―Amazon effect.‖
In a press release, Empapel, the Brazilian Paper Packaging Association,
stated that internet sales grew from about 6% of online retail before March
2020 to almost 70% by the end of the year ―due to social isolation and
changes in the Covid-19 pandemic.‖
A widely used market analysis organization, Fastmarkets RISI, also
showed an increase in cardboard prices. In southeastern Brazil, a ton of
used cardboard cost the equivalent of about $140 in July 2020. But by May
2021, this price had more than doubled, reaching about $350.
Jaepel Papéis e Embalagen ultimately paid the environmental fine, though
the exact amount has not been confirmed.
Sérgio Lima/UOL
―The Covid-19 pandemic and e-commerce lowered the paper recycling
efficiency,‖ Hanna Zhao, Fastmarkets RISI‘s senior economist on
recovered paper replied through email. ―Therefore, Brazilian paper
packaging mills started to import large amounts of recovered paper, mainly
from the US, to meet their fiber demand, at the end of 2020.‖
Since industry guidelines do not reflect Brazil‘s current regulations, local
authorities now have to grapple with the challenge of detecting containers
that violate these laws amid the influx of recyclable paper scrap imports.
Tangri, of the Global Alliance for Incinerator Alternatives, criticized US
companies for exporting mixed waste to Latin America. ―There is no
justification for a highly waste-generating country, instead of taking charge
of its own problem, to transfer it to other territories,‖ he wrote.
Marco Dalla Stella, Mathilde Berg Utzon, and Sheridan Wall are reporting
fellows for the Cross Border Data Project at Columbia Journalism
Investigations, an investigative reporting unit at the Columbia Journalism
School. Giannina Segini is the project director. Rubens Valente is an
investigative reporter for the Brazilian newspaper UOL.
Luiz Fernando Toledo, a current student at Columbia Journalism School,
contributed to this article.
THE END...
of our annual funding cycle is fast approaching, on June 30, and we have a
considerable $260,000-plus gap in our online fundraising budget.
Page20of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
If you value the nonprofit journalism you get from Mother Jones, and you can, right now
is an important time to help us keep charging hard with a much-needed and much-
appreciated donation.
Donate
Copyright © 2022 Mother Jones and the Foundation for National Progress.
All Rights Reserved.
https://www.motherjones.com/politics/2022/05/what-will-brazil-do-with-
illegally-trafficked-american-garbage/
Kata Kemenperin soal Labelisasi BPA Galon Air Minum
- detikFinance
Minggu, 15 Mei 2022 20:26 WIB
Foto: shutterstock
Jakarta - Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar
(Mintegar) Kemenperin Edy Sutopo menegaskan bahwa Kemenperin tidak
setuju dengan sertifikasi atau labelisasi BPA pada kemasan galon guna
ulang berbahan Polikarbonat itu karena sertifikasi BPA itu hanya akan
menambah biaya yang bisa mengurangi daya saing industri Indonesia.
Apalagi, kata Edy, substansi isu BPA itu sendiri masih bisa diperdebatkan.
Menurutnya, yang diperlukan itu adalah edukasi dan sosialisasi kepada
masyarakat bagaimana cara handling dan penggunaan kemasan makanan
dan minuman yang menggunakan bahan penolong.
"Jadi, bukan malah memunculkan masalah baru yang merusak industri,"
ucapnya.
Seperti diketahui Setelah draf revisi Peraturan Badan POM No. 31 tahun
2018 tentang Label Pangan Olahan yang terkesan diskriminatif diminta
untuk diperbaiki, BPOM bulan lalu mengundang beberapa pemangku
kepentingan untuk kembali mendiskusikan rencana kebijakan ini.
Pertemuan itu akhirnya ditunda.
Seperti diketahui, revisi perBPOM ini ditolak oleh Sekretariat Kabinet dan
dikembalikan ke BPOM karena dianggap ada potensi diskriminatif.
Anehnya, dalam upaya sosialisasi untuk perbaikan perBPOM ini,
Kemenperin ternyata tidak ada dalam daftar undangan pertemuan ini
sementara Kemenko Perekonomian diundang. Hal ini
Page21of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
menimbulkan pertanyaan karena Kemenperin merupakan Kementerian
yang menaungi industri.
Kejadian serupa juga terjadi dalam rapat Harmonisasi raperBPOM ini di
Kemenkumham tahun lalu, BPOM bukannya mengundang Direktorat
Mintegar Kemenperin, malah mengundang Balai Besar Kimia yang kurang
relevan sebagai pemangku kepentingan. Kejanggalan ini menimbulkan
pertanyaan akan maksud dan agenda dibalik revisi perBPOM yang penuh
kontroversi dan dianggap diskriminatif ini.
Perihal adanya undangan BPOM itu disampaikan Staf Ahli Bidang
Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian Elen Setiadi.
Menurutnya, dirinya diundang BPOM dengan agenda untuk mendiskusikan
draf revisi Peraturan Badan POM No. 31 tahun 2018 tentang Label
Pangan Olahan. Seperti diketahui, melalui revisi itu,
BPOM ingin menggolkan keinginannya untuk melabeli kemasan galon
guna ulang yang berbahan polikarbonat (PC) dengan 'berpotensi
mengandung' sementara untuk kemasan PET boleh meletakkan label
'BPA Free' - hal yang dengan tegas ditentang Kemenperin karena bisa
merusak iklim investasi di Indonesia khususnya di sektor air minum dalam
kemasan (AMDK).
Dirjen Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika dan Direktur Industri
Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar (Mintegar), Edy Sutopo
mengatakan sama sekali tidak menerima undangan dari BPOM, "Kami
tidak diundang oleh BPOM," kata Edy Sutopo.
Sebelumnya, Putu Juli Ardika mengatakan isu soal BPA memang sangat
sensitif.Karenanya, dia menyarankan agar semua pihak melihat juga
mengenai standar yang dikeluarkan regulator terkait keamanan kemasan
yang mengandung BPA.Putu pun meminta agar pihak-pihak yang
mengembuskan isu terkait BPA ini tidak merusak pemulihan industri di
tengah pasar yang belum bagus akibat pandemi.Apalagi saat ini fokus
pemerintah adalah memulihkan ekonomi di tengah pandemi.
"Konsentrasi kita sekarang melakukan pemulihan industri karena pasar di
dalam negeri masih belum bagus," katanya.
Dia menjelaskan bahwa ekspor makanan dan minuman (mamin)
sepanjang Januari hingga Agustus 2021 sebesar USD111 miliar. Jumlah
itu jauh lebih besar daripada total ekspor Indonesia pada tahun 2019.
Menurutnya, ekspor di industri mamin itu kontribusinya sebanyak 78%
dari keseluruhan ekspor.
Page22of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Sementara itu, Edy Sutopo menegaskan bahwa industri kemasan galon
guna ulang punya arti tersendiri bagi industri mamin dan pertumbuhan
ekonomi nasional.
"Saya kira, kita perlu menjaga industri ini.Jangan sampai ada isu-isu yang
bisa memengaruhi kinerja industri makanan dan minuman kita yang
selanjutnya bisa berpengaruh pada perekonomian nasional," ujarnya.
Asisten Deputi Pangan Kemenko Perekonomian, Muhammad Saifulloh
juga meminta agar dalam menyusun kebijakan label BPA terhadap galon
guna ulang itu, BPOM seharusnya juga melihat keseimbangan usaha di
Indonesia.
"Ini kan masih dalam masa pemulihan ekonomi akibat dampak pandemi
COVID-19," tukasnya.
Karenanya, Saifulloh menyampaikan agar BPOM harus membuat
kebijakan yang ideal dan real.
"Bukannya kami mengabaikan BPOM.Kecuali kalau sudah ada bukti
bahwa sebagian orang meninggal karena minum air galun guna ulang itu,
baru mungkin kita pikirkan.Sampai sekarang, saya belum menerima kajian
dari BPOM soal itu," tukasnya.
Seperti diketahui, mengenai batas aman atau toleransi BPA dalam
kemasan makanan ini sebenarnya sudah diatur dalam Peraturan Badan
POM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan. Di sana diatur
semua persyaratan migrasi zat kontak pangan yang diizinkan digunakan
sebagai kemasan pangan, tidak hanya BPA saja, tapi juga zat kontak
pangan lainnya termasuk etilen glikol dan tereftalat yang ada pada plastik
pangan berbahan PET.
Dalam peraturan BPOM yang dikeluarkan pada tahun 2019 itu juga
dijelaskan bahwa tidak ada kemasan pangan yang free dari zat kontak
pangan. Tapi, di sana diatur mengenai batas migrasi maksimum dari zat
kontak itu sehingga aman untuk digunakan sebagai kemasan pangan.
(dna/dna)
bpa galon air air galon isi ulang
Copyright @ 2022 detikcom, All right reserved
Artikel Selanjutnya
KLHK: Kemasan Guna Ulang Selalu Lebih Baik Dibanding yang Sekali Pakai
Baca artikel detikfinance, "Kata Kemenperin soal Labelisasi BPA Galon Air Minum"
selengkapnyahttps://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-
6079619/kata-kemenperin-soal-labelisasi-bpa-galon-air-minum
Page23of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Negotiations
United Nations Environment Assembly – UNEA
Ad hoc Open-ended Working Group to Prepare for the
Intergovernmental Negotiating Committee to End Plastic
Pollution
Summary report, 29 May – 1 June 2022
Ad hoc Open-ended Working Group to Prepare for the Intergovernmental
Negotiating Committee to End Plastic Pollution
PDF Version Jump to Analysis
Signs of a growing plastic pollution crisis have become ever more visible to
experts and laypersons alike in recent years. Driven by uncontrolled
production and consumption, plastic debris and marine litter are clogging
waterways and washing up on beaches around the world. Plastic pollution
threatens the health of both humans and wildlife and is harming
ecosystems. This growing crisis also has significant economic implications,
particularly for those who rely on the marine environment and its resources
for their livelihoods. In response to growing calls for collective action at the
global level, delegates at the resumed fifth session of the United Nations
Environment Assembly (UNEA) in March 2022 decided to begin the
process of negotiating a new agreement on plastic pollution.
After this historic decision, work began in earnest as delegates gathered in
Senegal for a meeting of the ad hocopen-ended working group (OEWG) to
prepare for the intergovernmental negotiating committee (INC) to develop
an international legally binding instrument (ILBI) on plastic pollution,
including in the marine environment. The OEWG was mandated to
establish a foundation for the work of the INC, which is scheduled to begin
meeting during the second half of 2022. To do this, the Group needed to
address two core issues: the rules of procedure governing the INC‘s work
and decision-making, and the INC‘s meeting schedule.
The Group was able to agree on a tentative timetable for the meetings of
the INC over the next two years, although the dates were not fixed.
Delegates faced a somewhat unexpected hurdle in successfully concluding
their consideration of the rules of procedure. The main sticking point was
the voting rights for regional economic integration organizations. At the
close of the OEWG, this rule remained unresolved and will require further
discussion at the first session of the INC (INC-1).
Delegates also spent some time proposing a detailed set of documents to
inform INC-1, which will be hosted by Uruguay, with many developing
Page24of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
countries prioritizing a dedicated negotiating stream on the future
instrument‘s financial mechanism and on the means of implementation.
As mandated by UNEA resolution 5/14, multi-stakeholder dialogues were
held, bringing together diverse actors with interests in the success of the
INC process. The aim of these dialogues, which are expected to continue
throughout the INC‘s negotiating process, is to engage stakeholders who
will be affected by a future instrument on plastic pollution but who normally
do not participate directly in negotiations. These stakeholders include
representatives of communities directly affected by plastic pollution, as well
as corporate interests with stakes in the plastics value-chain.
The OEWG convened both in-person in Dakar, Senegal, and online from
30 May - 1 June 2022, and met in multi-stakeholder dialogues beginning
on 29 May 2022.
A Brief History of the INC
As plastic pollution becomes ever more visible both on land and in
waterways, calls to tackle the mounting plastic waste crisis have
reverberated around the world. Of the approximately 8.3 billion tonnes of
plastic produced since the 1950s, studies show that 6.3 billion tonnes are
now waste, with between 8-12 million tonnes of plastic leaking into the
marine environment each year. This number is expected to more than
triple by 2050.
Studies have linked unsustainable production and consumption patterns to
exponential growth in plastic pollution, which impacts human health as well
as the health of terrestrial and marine ecosystems. In 2022, there have
been reports of plastic particles being found in human lungs and in human
blood; and a 2021 report found microplastics in human placenta.
Origins of the INC
In response to these growing concerns, UNEA passed a number of
resolutions to discuss the best ways to address plastic pollution.
Specifically, UNEA resolution 3/7 established an Ad HocExpert Group
(AHEG) on marine litter and microplastics to identify, inter alia: the range of
national, regional, and international response options, including actions
and innovative approaches and voluntary and legally binding governance
strategies and approaches; and environmental, social, and economic costs
and benefits of different response options. The AHEG met four times
between 2018 and 2020.
In parallel, several other bodies are also conducting work related to marine
litter and microplastics, including the Basel Convention on the Control of
Transboundary Movements of Hazardous Wastes and Their Disposal
(Basel Convention), the Strategic Approach to International Chemicals
Page25of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Management (SAICM), the International Maritime Organization (IMO), the
World Health Organization (WHO), the World Trade Organization (WTO),
and various Regional Seas Programmes and Conventions.
There are also numerous voluntary initiatives on marine litter, several
public-private partnerships to address land-based sources of marine
pollution, and other dialogues considering plastic pollution. However, gaps
remain in regulatory frameworks addressing marine litter and plastic
pollution.
Key Turning Points
AHEG-1 and 2: At the first AHEG meeting in Nairobi, Kenya, in May 2018,
delegates exchanged views on barriers to combat marine litter and
microplastics and considered the work of existing mechanisms addressing
this issue. The option of establishing a new global governance structure
was also raised. During the second AHEG meeting held in Geneva,
Switzerland, in December 2018, the group convened two workshops to
better understand elements related to information and monitoring and
governance.
UNEA-4: At its fourth session in Nairobi, Kenya, in March 2019, UNEA
extended the AHEG‘s mandate until UNEA-5.
AHEG-3 and 4: At its third meeting (December 2019, Bangkok, Thailand),
the AHEG requested the Secretariat to produce reports on the financial
and technical resources and mechanisms to address the issue, as well as
on partnerships. Due to the COVID-19 pandemic, AHEG-4 met virtually in
November 2020. The Group concluded its work, agreeing to forward a
Chair‘s Summary to UNEA-5. The Summary contained, inter alia, a non-
exhaustive list of recommendations for future action on marine litter and
microplastics. It reflected a growing consensus to address plastic pollution
more broadly. Some of the recommendations included strengthening
existing instruments, including voluntary measures, and calling for UNEA
to establish an INC towards a new global agreement.
UNEA-5.1: The first part of UNEA-5 (UNEA-5.1) was held virtually in
February 2021, due to the COVID-19 pandemic. Delegations highlighted
national efforts to combat marine litter and plastic pollution. However, they
postponed formal discussions on the issue until the resumed session of
UNEA-5.
2021 Ministerial Conference:From 1-2 September 2021, the governments
of Ecuador, Germany, Ghana, and Viet Nam co-convened the Ministerial
Conference on Marine Litter and Plastic Pollution under the auspices of the
UN Environment Programme (UNEP) online and in-person in Geneva,
Switzerland. Delegates built on the momentum created by various
international discussions and made concrete suggestions to address the
Page26of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
issue at the resumed session of the fifth UN Environment Assembly (UNEA
5.2). They spent most of the meeting discussing a draft ministerial
statement developed by the conference conveners, which set out the
problem and called on UNEA to establish an INC towards a new global
agreement. They were unable to reach consensus on the statement, but
were successful in keeping the momentum towards the establishment of
an INC. At this meeting, Peru and Rwanda called for support for their
resolution, which would be tabled at UNEA-5.2, also calling to establish an
INC.
UNEA-5.2: Held at UNEP Headquarters in Nairobi, Kenya, from 28
February - 2 March 2022, UNEA-5.2 closed the circle on the discussions
on marine litter and plastic pollution. Convening under the theme
―Strengthening Actions for Nature to Achieve the Sustainable Development
Goals,‖ UNEA-5.2 vaulted itself into the history books by adopting
resolution 5/14 to ―End plastic pollution: Towards an international legally
binding instrument,‖ which established the INC and called for an OEWG to
lay the necessary groundwork.
OEWG Report
On Monday, Leticia Carvalho, UNEP, opened the meeting. In her
welcoming remarks, Inger Andersen, UNEP Executive Director, lauded the
Government of Senegal for hosting the OEWG. She noted that this
meeting will lay the groundwork for the INC, which was established by
UNEA-5.2 in a historic resolution to end plastic pollution. She underlined
the global consensus to tackle plastic pollution in an expeditious manner,
expressing hope that the ―Nairobi spirit‖ of consensus will continue to guide
the entire INC process. She highlighted that the deal to end plastic
pollution: needs to be a broad instrument that considers the entire lifecycle
of plastic; relies on science; engages a broad spectrum of stakeholders;
spurs solutions for a new plastics economy; and learns from other
multilateral environmental agreements (MEAs) while also embracing bold
new solutions.
Abdou Karim Sall, Minister for the Environment and Sustainable
Development, Senegal, recalled UNEA resolution 5/14 to end plastic
pollution, noting that time is of the essence to address the global plastic
pollution crisis. He informed delegates this was in line with the African
Ministerial Conference on the Environment mandate, and pointed to the
importance of broad stakeholder participation. He called on delegations to
commit to setting a clear path for the INC process during the OEWG,
thanking UNEP for its work in the organization of the meeting and
Switzerland for financial support for the hosting arrangements.
Election of Officers for the OEWG
Page27of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
On Monday, Ghana, for the AFRICAN GROUP, nominated Senegal for
OEWG Bureau Chair. The OEWG elected Cheikh Ndiaye Sylla as the
Chair of the meeting, by acclamation. Chair Sylla thanked delegates for the
trust placed in Senegal.
Delegates then nominated three vice presidents from Saudi Arabia for the
Asia-Pacific, Antigua and Barbuda for the Latin American and Caribbean
Group (GRULAC), and Armenia for Central and Eastern Europe. The
Western European and Others Group (WEOG) nominated Switzerland as
rapporteur.
INC Bureau: On Wednesday, Australia, for WEOG, announced that
Sweden and the US would serve on the INC Bureau. Chile, for GRULAC,
announced Peru and Ecuador would represent the region. OEWG Chair
Sylla urged other groups to submit their nominations for the INC bureau to
the Secretariat in a timely manner.
Adoption of the Agenda, Organization of Work and Rules of Procedure
The OEWG adopted the agenda (UNEP/PP/OEWG/1/1 and Add.1). The
group also agreed to the organization of work, including the scenario
prepared by UNEP Executive Secretary Andersen (UNEP/PP/OEWG/1/2).
Chair Sylla introduced the draft rules of procedure (UNEP/PP/OEWG/1/4).
SAUDI ARABIA underlined the need for consensus and asked if the draft
rules were proposed for the INC or the OEWG. Chair Sylla clarified that the
rules were for the OEWG. The OEWG adopted the draft rules of
procedure.
General Statements
On Monday, delegations engaged in a round of general statements. The
EU stressed the need to address the entire lifecycle of plastic, noting the
climate and biodiversity impacts from extraction and processing of plastic.
He called for the OEWG to agree on an effective and realistic timetable,
rules of procedure, and organization of work. He suggested beginning with
overarching issues, such as the objective of the agreement, then moving to
technical issues.
The AFRICAN GROUP highlighted the principles of equity and common
but differentiated responsibilities and respective capabilities (CBDR-RC) in
light of national circumstances. She supported holding at least five INC
meetings and requested a regional consultation before the first INC and
information on the cost implications for host countries. She flagged the
potential need for subsidiary bodies to address technical issues.
GRULAC stressed the need for CBDR-RC and provision of adequate
means of implementation. She called for guaranteeing the full, in-person
Page28of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
participation of all developing countries. She underlined the need for a ―last
resort‖ of a vote in the rules of procedure and suggested that the financial
mechanism should be addressed at every INC meeting.
Saudi Arabia, for the ASIA-PACIFIC, stressed that the INC process should:
be inclusive, giving an equal say to all countries; address both upstream
and downstream sources of plastic pollution; and utilize all available
options, solutions, and approaches to address plastic pollution.
The US, speaking for a group of countries including Australia, Canada,
Japan, Monaco, and the UK, condemned Russia‘s invasion of Ukraine,
calling for a withdrawal of troops and a return to good faith negotiations.
Thanking delegations for the warm support during difficult times, UKRAINE
highlighted the country‘s plastic-carrier-bag ban as well as a ban on oxy-
degradable plastic, lamenting implementation setbacks due to Russia‘s
invasion.
The RUSSIAN FEDERATION said that UNEP was not the correct forum to
discuss peace and security issues, noting that the wars in Syria, Libya, and
Iraq had not been subject to such discussions at UNEP-convened fora. He
expressed his country‘s commitment to developing the ILBI on plastic
pollution.
Many countries supported holding five INC sessions. Prioritizing
discussions related to means of implementation, BRAZIL called for
adequate, timely, new, and additional financial resources to support the
implementation of the future ILBI and noted the importance of holding
enough meetings of the INC, along with robust intersessional work.
Noting his country‘s promotion of ecological socialism, VENEZUELA called
for a consensus-based, inclusive, and transparent INC process that
reflects the needs and circumstances of all states. COLOMBIA
underscored the importance of access to funding, technology transfer,
capacity building, incentives for alternatives and scalable solutions, and,
with many others, welcomed stakeholder engagement throughout the
process.
KENYA stressed that the INC process should include robust intersessional
work, including OEWG meetings; and further highlighted the country‘s wish
to host the INC process to strengthen the status of UNEP headquarters in
Nairobi. FRANCE indicated its wish to host one INC meeting in 2023 or
2024.
Offering to host one meeting of the INC as well as the Diplomatic
Conference, RWANDA called for: stable and predictable financial
resources for implementation modelled after the Multilateral Fund of the
Montreal Protocol; the establishment of a scientific and technical body on
Page29of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
plastic pollution; and a capacity-building and technology-transfer
mechanism.
The REPUBLIC OF KOREA prioritized innovation, good technology, and
global cooperation, and offered to host one INC session. CANADA offered
to host an INC session and underlined the need for mutual trust in the ILBI
negotiations, given there will likely be a wide range of diverging views.
INDONESIA outlined its efforts to curb plastic pollution, including building
new plastic waste treatment facilities, and called for inclusive multilateral
solutions.
JAPAN called for facilitating sustainable product design and developing
new alternative materials. SWITZERLAND called for sufficient time for
intersessional work and requested information on sources, consumption
patterns, and risks of the most prevalent types of plastic.
PERU stressed the need for science, coupled with a human-rights
approach, to encourage sustainable and responsible plastic production and
consumption. CUBA suggested that other international fora could address
international technical rules, such as the International Organization for
Standardization (ISO).
NORWAY called for groups to nominate their INC bureau representatives
at this meeting to help facilitate informal consultations.
CHINA emphasized its support for the INC process, stressing that the
negotiations must adhere to principles of fairness, transparency, and
consensus.
MALAYSIA stressed that successful negotiations would require
transparency, inclusivity, and the establishment of a multilateral trust fund.
Underlining the need for implementation, he stated that a ―premature target
and unclear scope would hamper the agreement.‖
JORDAN drew parallels to the Minamata Convention on Mercury,
suggesting that the rules of procedure and financial mechanism, among
other elements, could be used as a model in the INC process.
The US called for an agreement in which parties contribute to common
objectives through national action plans tailored to their national
circumstances. He called for a multi-stakeholder action agenda that allows
the private sector and NGOs to share best practices and contribute to the
agreement‘s objectives.
ECUADOR called for sufficient means of implementation to facilitate the
effective implementation of the agreement and highlighted the need to
align with existing agreements.
Page30of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
TURKEY related its national actions, highlighting the role of public
awareness and support for implementation.
CHILE called for the INC process to include thorough discussions on
means of implementation and said the ILBI should address issues
pertaining to waste recyclers.
Underlining the importance of transitioning to a green economy,
MOROCCO stressed the importance of inclusive participation throughout
the INC process, calling for the financial support to facilitate this.
Antigua and Barbuda, for the ALLIANCE OF SMALL ISLAND STATES,
called for two additional bureau positions to include the interests of small
island developing states and of least developed countries, and called for
support to enable developing countries to participate effectively at the INC.
ARGENTINA noted that although circular economy approaches are
important, there are other approaches that should also be considered. He
underlined that any measures adopted should be aligned with strategies
under the WTO and should not constitute non-tariff barriers to trade.
INDIA urged delegations to leverage the experience gained from the
implementation of various voluntary approaches to curb plastic pollution,
and prioritized discussions on means of implementation and on adhering to
the Rio Principles, including CBDR.
MEXICO called for the promotion of preventative actions such as repairing
and recycling, and underscored the need for the ILBI to include monitoring,
reporting, and assessment mechanisms, and to address chemical
additives.
Preparations for the Work of the INC
On Monday, the Secretariat introduced approaches to the INC‘s work,
including number of sessions and timetable, key factors for consideration,
and proposed organization of work (UNEP/PP/OEWG/1/3).
Timetable and organization of work for the INC: On the number of
sessions, many countries supported holding five sessions. CAMEROON
called for an indicative number of sessions. GHANA, with UGANDA and
SAUDI ARABIA, proposed a ―minimum of five sessions,‖ to provide
flexibility for additional meetings, if required. EGYPT noted that the INC is
an autonomous body that will take its own decisions but preferred setting
out an indicative number of sessions. The EU, with AUSTRALIA and
NORWAY, noted that the INC needs a specific num
Page31of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
https://enb.iisd.org/working-group-intergovernmental-negotiating-
committee-end-plastic-pollution-oewg-inc-summary
Top! RI Ekspor Teknologi Pengolahan Sampah ke Brasil
Ilyas Fadhillah - detikFinance
Senin, 30 Mei 2022 12:55 WIB
Foto: Tumpukan sampah mencemari lokasi proyek tanggul laut raksasa (giant sea wall)
di Kalibaru, Cilincing, Jakut (Wildan N/detikcom)
Jakarta - Teknologi karbonisasi asal Indonesia dipercaya di mata
internasional.Buktinya, teknologi ini untuk pertama kalinya diekspor ke
negara Brasil.
Teknologi ini adalah teknologi yang digunakan untuk mengolah sampah
menjadi produk yang bernilai.Singkatnya, ini adalah teknologi daur ulang
sampah yang ramah lingkungan.
Sampangan Indonesia, meluncurkan teknologi yang diberinamaThe Magic
Box.Magic Box adalah teknologi yang dipatenkan, dirancang, dan
diproduksi di Indonesia. Kesempatan ini merupakan peluang emas bagi
Sampangan Indonesia untuk membuktikan bahwa teknologi unik dan
inovatif,
The Magic Box, tidak hanya mampu membantu menyelesaikan masalah
sampah di Indonesia, namun juga dunia.
"The Magic Box dapat mengubah semua jenis sampah menjadi produk
yang bernilai lebih tinggi yang nantinya dapat diaplikasikan untuk ekonomi
sirkular pada semua bidang, terutama bidang pertanian.The Magic Box
adalah mesin pengolah sampah yang ramah lingkungan dan tidak
menghasilkan emisi karena menggunakan teknologi karbonisasi," ujar
CEO Sampangan Indonesia Muhammad Fauzal Rizki, dalam keterangan
resminya, Senin (30/5/2022).
Fauzal mengatakan, The Magic Box menggunakan sistem modular yang
memiliki kapasitas pengolahan hingga 10 ton sampah per hari dan dapat
ditingkatkan dengan mudah tergantung pada volume sampah yang akan
diolah. Sistemnya plug and play yang hanya membutuhkan 1-2 minggu
pemasangan, juga membutuhkan biaya operasi yang rendah dalam hal
tenaga kerja, pemeliharaan, dan listrik.
Baca juga:Olah Plastik Jadi BBM Alternatif, Bank Sampah Bantul Ini Cuan Jutaan Tiap
Bulan
Page32of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Kisah di balik kesempatan ini terjadi pada tahun 2020 ketika Sampangan
terpilih untuk mewakili Indonesia di Accelerate2030, program akselerator
terbesar di dunia yang diselenggarakan oleh Impact Hub Jenewa dan
UNDP. Selama Accelerate2030, Sampangan mengembangkan
kemitraan dengan Solubio Brazil, yang bekerja menuju visi yang sama:
untuk mengurangi emisi dan bergerak menuju praktik pertanian yang lebih
ramah lingkungan.
Mengutip dari Methane Global Pledge, "mengurangi emisi metana yang
dihasilkan dari pertanian dan limbah merupakan strategi efektif untuk
membatasi pemanasan global hingga 1,5˚C, sekaligus menghasilkan
manfaat tambahan termasuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan
produktivitas pertanian". Selain itu, pertanian memiliki dampak yang jauh
lebih besar dalam mengurangi kemiskinan dan meningkatkan ketahanan
pangan dibandingkan sektor ekonomi lainnya.
Alasan itulah yang mendorong Sampangan berkolaborasi dengan Solubio
untuk mendirikan pilot proyek internasional pertama di Kota Jatai dan Rio
Verde, Brasil. The Magic Box akan dipasang di tempat pembuangan
sampah pemerintah dan perkebunan untuk mengolah limbah mereka dan
mengubahnya menjadi Sampangan Agriculture Solution (karbon aktif,
pupuk organik, dan pestisida organik). Sampangan Agriculture Solution
berpotensi diterapkan di lahan seluas 2 juta hektar di Solubio yang telah
ditanami jagung, kedelai, dan tebu, dengan harapan perlahan menuju
lahan pertanian regeneratif.
Menggunakan The Magic Box, limbah pertanian dapat diubah menjadi
karbon aktif yang digunakan untuk meningkatkan produktivitas tanaman,
mengurangi penggunaan air hingga 50%, memperbaiki pH tanah,
menciptakan habitat alami bagi mikroorganisme dengan jangkauan luas,
dan lainnya; asap cair dapat digunakan sebagai pestisida organik,
penghilang bau, fungisida, dan herbisida; dan karbon cair adalah pupuk
organik. Sampangan bertujuan untuk mempercepat proses menciptakan
ekonomi sirkular penuh di bidang pertanian dengan solusi-solusi tersebut.
"Dalam perjalanan menuju masa depan, Sampangan ingin mewujudkan
zero waste world, di mana setiap sampah yang kita semua hasilkan diubah
kembali menjadi produk ramah lingkungan yang tentunya memiliki nilai, hal
ini dapat kita capai dengan inovasi, kolaborasi teknologi, dan model bisnis
di tingkat nasional maupun internasional," kata Muhammad Fauzal Rizki.
Simak Video "Keterlaluan! Dua Pria Pandeglang Buang Sampah Satu Gerobak ke
Pantai"
(zlf/zlf)
sampah pengolahan sampah
Copyright @ 2022 detikcom, All right reserved
Page33of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Artikel Selanjutnya
Dampak dan Bahayanya Bakar Sampah untuk Lingkungan
Baca artikel detikfinance, "Top!RI Ekspor Teknologi Pengolahan Sampah ke Brasil"
selengkapnyahttps://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-6101918/top-
ri-ekspor-teknologi-pengolahan-sampah-ke-brasil.
1 Juni 2022
Riza V. Tjahjadi is with Suyoto Notonegoro.
Waaah... Kalau saja bisa dikembangluaskan di Jabotabek saja, maka
sampah makanan tak perlu dibuang di TPST Bantargebang.Dan, tidak
menjadi makanannya pemulung.
#foodwaste #makanansisa
https://id.berita.yahoo.com/jennifer-widjaja-pendiri-just-dabao-makanan-
sisa-bisa-terasa-lezat-053658435.html
1 June at 22:44 ·
Privacy: Public
Add Photos · Save · More
LikeReactCommentShare
Franky Franky Kamagi and 15 others
Comment
Vernando Maruli Aruan
Sisa makan bukan bearti limbah namun makanan layak konsumsi pasti
bisa di libas habis bagi semua org pak..
Like · React · Reply · Delete · 2 Jun
You replied · 1 reply
Page34of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Franky Franky Kamagi
Ijin share pak
1 · Love · Reply · Delete · 11 hours ago
Franky Franky Kamagi replied · 2 replies
Data Mode
Go to Text Only
Go To Home
Replies to Franky's comment on your postView post
Franky Franky Kamagi
Ijin share pak
1 · Love · Delete · 11 hours ago
Riza V. Tjahjadi
Silahkan. Semoga menciptakan ide serupa di daerah anda agar makanan
lebih/ tidak terjual tidak menjadi sampah dan akhirnya dibuang ke TPA...
dan, anit-amit tidak dimakan oleh pemulung yang mengais-ngais sampah
di TPA
1 · Like · React · Edit · 10 hours ago
Franky Franky Kamagi
Riza V. Tjahjadi siap pak zero waste
Like · React · Delete · 3 hours ago
Write a reply...
·
https://mbasic.facebook.com/comment/replies/?ctoken=10228997404706318_5473475
93715015&count=2&curr&pc=1&ft_ent_identifier=10228997404706318&gfid=AQD26ti
mCMx1E5D5jaI&refid=52&_ft_=qid.-
6185794140791161545%3Amf_story_key.10228997404706318%3Atop_level_post_id.
10228997404706318%3Atl_objid.10228997404706318%3Acontent_owner_id_new.14
27919938%3Athrowback_story_fbid.10228997404706318%3Aphoto_attachments_list.
%5B10228997396786120%2C10228997399386185%2C10228997400426211%2C102
28997402106253%2C10228997418866672%5D%3Aphoto_id.10228997396786120%3
Astory_location.4%3Astory_attachment_style.album%3Asty.22%3Aent_attachement_ty
pe.PhotoSetAttachment%3Apos.1%3Aprofile_id.1427919938%3Aprofile_relationship_t
ype.1%3Aactrs.1427919938%3Athid.1427919938%3Aftmd_400706.111111l&__tn__=
R
Page35of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Isi tautan
Jennifer Widjaja, pendiri Just Dabao:
"Makanan sisa bisa terasa lezat"
Nurzatiman
25 Oktober 2021·Bacaan 6 menit
(PHOTO: Jennifer Widjaja)
Limbah makanan adalah masalah utama dunia yang membuat frustrasi,
yang timbul akibat dari kecenderungan untuk terus-menerus mengonsumsi
tanpa pertimbangan dan membuang makanan begitu saja.
Coba Anda berdiri di depan toko kue di jam-jam saat mereka akan tutup.
Anda akan bisa melihat masalah ini secara nyata saat pekerja toko
membuang makanan yang kondisinya masih sangat bagus dan layak
makan ke dalam kantong sampah, membuangnya seolah-olah itu hal yang
biasa saja di industri F&B. Lebih buruk lagi dengan makanan, baik mentah
maupun matang, yang harganya sangat terjangkau, yang apabila kita
membuangnya rasanya tak terlalu bermasalah secara ekonomi, dan justru
menjadi solusi untuk kapitalisme berlebih.
Mari kita sambut ratu pengurang limbah makanan, Jennifer Widjaja, wanita
kelahiran Indonesia yang kini menetap di Singapura. Tak seperti
kebanyakan kita yang hanya duduk santai dan berkeluh kesah dengan
masalah limbah makanan, Jennifer turun langsung ke jalanan, mengobrol
dengan para konsumen, mengadakan focus group, dan membuat survei,
semua dilakukan demi bisa lebih memahami bagaimana masalah ini bisa
diatasi.
Solusinya? Just Dabao, perusahaan berdampak sosial yang bertujuan
menghubungkan konsumen seperti saya, yang peduli terhadap limbah
makanan, dengan penjual F&B yang tertarik untuk membuat perubahan
terukur di bidang ini. Just Dabao bertujuan untuk mendistribusikan
makanan berlebih yang tidak terjual.Caranya, menghubungkan konsumen
dengan restoran yang menjual makanan berlebih mereka dengan diskon
besar 50 hingga 70 persen pada menit-menit akhir.
Berikut wawancara penulis Yahoo, Nurzatiman, dengan Jennifer Widjaja.
(PHOTO: Jennifer Widjaja)
Nurzatiman: Bagaimana Anda menggambarkan hal yang Anda lakukan
pada seseorang yang baru Anda temui untuk pertama kali?
Jennifer Widjaja: Saya pejuang limbah makanan! Saya aktif berupaya
mengurangi limbah makanan, dan membantu orang-orang agar bisa turut
Page36of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
berkontribusi mengurangi limbah makanan lewat platform yang saya buat,
Just Dabao. Keseluruhan konsep dari perusahaan dampak sosial ini
berfokus untuk merancang ulang keberlanjutan sebagai pilihan pertama
orang-orang tanpa mengorbankan gaya hidup mereka. Saya selalu
percaya bahwa memberikan insentif lebih baik daripada memaksa.
Dengan Just Dabao, targetnya yaitu untuk menghubungkan tantangan
logistik pengurangan limbah makanan dengan struktur insentif yang akan
mendorong konsumen memikirkan dampak sosial yang disebabkan limbah
makanan di lingkungan mereka. Ini juga membantu para pemilik usaha
F&B terhubung dengan konsumen yang bersedia membeli makanan yang
berpotensi dibuang begitu saja. Dan dengan kondisi tidak menentu yang
dihadapi pemilik usaha F&B saat ini, setiap pendekatan untuk
menghasilkan pemasukan akan sangat membantu.
Apa yang menginspirasi Anda membuat dan mendirikan Just Dabao?
Selama penerapan karantina parsial tahun 2020, sedih rasanya melihat
tempat-tempat makan favorit saya harus tutup karena sesuatu yang di luar
kontrol mereka. Di sisi lain, yang tersisa hanyalah beban ekonomi. Industri
F&B termasuk yang utamanya paling terdampak, dengan laporan kerugian
tahun-ke-tahun hampir mencapai 30 persen di Q3 tahun 2020.
Sejak itulah saya mulai melakukan riset terkait skenario F&B dan
mendapati masalah limbah makanan yang tak terkendali di Singapura—
kita membuang banyak sekali makanan setiap tahunnya.Saat saya
menemukan beberapa makanan yang terbuang tersebut masih sangat
layak dimakan, saya pun punya misi untuk mencari tahu alasannya.
Saya mulai berbicara dengan para konsumen, menjalankan focus group,
dan membuat survei untuk memahami persepsi tentang makanan
berlebih.Di akhir prosesnya, saya menemukan bahwa limbah makanan
yang masih layak utamanya merupakan masalah logistik dan secara
keseluruhan sebenarnya dapat dihindari. Nyatanya, jika dan bila makanan
itu tersedia, akan ada konsumen yang bersedia membelinya. Saya hanya
perlu menghubungkan mereka dengan cara yang praktis.
Namun, memulai sebuah konsep baru tentunya bukanlah pekerjaan yang
mudah.Saya merasa bingung dan di momen saat saya hampir menyerah,
video ini membantu saya melihat berbagai hal secara berbeda. Sebelum
melihat video ini, saya bingung dengan model pengiriman yang harus
diterapkan tetapi tak lama saya menyadari bahwa model ekonomi biaya
sepertinya kurang efektif.
Eksperimen lab MIT Media di video ini membantu memunculkan ide yang
membuka jalan menuju model Just Dabao.
Page37of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Apakah Anda memang selalu menjadi pejuang limbah makanan yang
gigih, atau itu sudah menjadi keyakinan yang tertanam dalam diri Anda
sejak masih muda?
Sebelum mendirikan Just Dabao, saya pernah bekerja di beberapa
perusahaan startup sukses di industri e-commerce di Indonesia dan
startup perusahaan sosial di bidang layanan kesehatan yang mendapat
sokongan dari Bill & Melinda Gates Foundation.Bahkan, saya pernah
bekerja di perusahaan besar seperti P&G dan Bloomberg.Seperti yang
Anda katakan, saya tidak punya pengalaman mendalam dalam industri
berkelanjutan ataupun koneksi langsung untuk merintis startup di industri
ini.
Namun, mengurangi limbah makanan telah menjadi keyakinan yang tanpa
disadari sudah tertanam di pikiran saya sejak masih muda.Itu merupakan
satu hal yang selalu ingin saya raih tetapi saya tidak pernah punya
rencana yang konkret, hingga sekarang ini.
(PHOTO: Jennifer Widjaja)
Apa kesalahpahaman terbesar yang dipikirkan orang-orang tentang hal
yang dilakukan Just Dabao ini?
Banyak orang salah paham bahwa makanan berlebih kualitasnya tidak
bagus atau tidak aman untuk dimakan.Ini tidak benar.Makanan berlebih
bisa selezat makanan biasa. Kami bahkan membuat video cicip makanan
dengan mata tertutup untuk menguji teori kami, dan hasilnya sangat
menggembirakan.
Selain itu, kesalahpahaman lain yang paling sering kami temui yaitu bahwa
makanan berlebih dianggap sama seperti makanan sisa, yang tidak habis
terjual. Jika kita menggali lebih dalam, arti dari makanan berlebih
sebenarnya lebih dari itu. Setiap makanan yang terdaftar di platformkami
memiliki kisah unik di baliknya. Beberapa di antaranya karena masalah
pasokan, kecacatan dari segi rupa, ataupun karena pembatalan acara.
Alasannya ada begitu banyak dan, sayangnya, jauh melebihi dari apa yang
mungkin kita bayangkan.
Satu hal yang pasti, makanan di platform kami masih sangat layak
dimakan dan luar biasa lezat.
Ulasan di halaman kami bisa menjelaskan semuanya, betapa puasnya
para pelanggan dengan kualitas makanan yang mereka beli lewat platform
Just Dabao.
Seperti apa bayangan kesuksesan Just Dabao di mata Anda, dan apa
langkah Anda selanjutnya begitu tolok ukur tersebut telah tercapai?
Page38of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Sukses itu ketika Just Dabao bisa membantu menyadarkan orang-orang
bahwa untuk mencapai gaya hidup yang ramah lingkungan itu tidak harus
mahal atau menyusahkan, dan ini bisa dilakukan oleh semua orang. Tolok
ukur lainnya yaitu saat pemilik usaha F&B bisa termotivasi dan secara
sadar membuat keputusan bisnis untuk lebih ramah lingkungan, serta
mampu mencapai angka nol limbah dengan cara yang paling ramah
lingkungan sekaligus menyenangkan.
Begitu pasar telah mampu dijangkau, saya ingin melihat ke area lain di
bidang F&B yang memungkinkan saya menciptakan dampak positif dan
terukur—terutama para pedagang kaki lima yang telah menginspirasi saya
untuk memulai ini. Juga, tujuan akhir saya yaitu ingin memperluas
jangkauan hingga ke tahapan lain dari rantai pasokan tempat makanan
layak terbuang.
Bila melihat kondisi F&B di Singapura saat ini, apa satu hal yang bisa
memberi Anda harapan lebih?
Orang-orang Singapura yang sangat menyenangkan.
Dulu pernah rasanya saya hampir menyerah dengan ide saya ini karena
dari semua pedagang F&B yang saya hubungi, tidak ada yang bersedia
mendaftar ke platform ini. Tetapi saya memaksa diri untuk tetap bertahan,
tetap gigih walaupun menerima banyak penolakan selama dua bulan
lamanya. Dan secara mengejutkan, pedagang pertama di platform kami
adalah seorang koki muda yang melakukan pendekatan dengan kami.
Pacar dari koki tersebut menunjukkan halaman Instagram kami, dan
begitulah akhirnya ia bisa tahu tentang kami. Di saat orang lain tak ada
yang siap, ia justru siap bergabung dengan kami.
Hal yang sama di hari-hari awal peluncuran, saat kami baru punya satu
atau dua pedagang, orang-orang Singapura yang percaya pada misi saya
membeli produk dan sangat memaklumi dengan berbagai kekurangan di
awal bisnis saya. Mereka bersedia membantu dengan memberi masukan
yang membangun dan jujur, dan juga menyebarluaskan bisnis saya.
Bahkan hingga saat ini pun, kami didukung oleh orang-orang hebat yang
membantu menyebarluaskan platform ini—para pemilik grup Facebook,
penulis di saluran media, dan influencer yang menyukai dan percaya pada
misi kami.
Dikelilingi orang-orang luar biasa seperti ini memberi saya harapan besar
dan mendorong saya untuk melakukan lebih banyak dan lebih baik setiap
harinya.
Indonesia
© 2022 Yahoo. Hak cipta dilindungi undang-undang.
Page39of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
https://id.berita.yahoo.com/jennifer-widjaja-pendiri-just-dabao-makanan-sisa-bisa-terasa-lezat-
053658435.html?guce_referrer=aHR0cHM6Ly9sbS5mYWNlYm9vay5jb20v&guce_referrer_sig=AQAAAIF
my6qR_2Vk7Yk4jEWKZUJ9b4G7ddev35SBx0QDLoyuMV1WLzYyz25dA3yd4V2zNOTRLTkIxt3AvJlio-
NOxhwfI23Q1b_Nx_YJAgArnj1D831sG2E9vsYp4BHGkoDrVYZK_N4QJ2xIZsNIFhqemWIXOCObVRxcYJ
9TWAdK5vpE&guccounter=2
Uni Eropa Ingatkan
Ancaman Sampah Plastik di Perairan Laut RI
Erika Dyah - detikNews
Rabu, 01 Jun 2022 12:29 WIB
Foto: Pradita Utama
Jakarta - Perwakilan Uni Eropa untuk Indonesia, Seth Van Doorn
mengatakan sistem pengolahan sampah belum cukup efektif menekan
volume sampah plastik di perairan laut. Adapun salah satu jenis sampah
yang berisiko ialah kemasan yang mudah tercecer dan susah didaur ulang,
termasuk sedotan plastik, minuman gelas dan kantong plastik.
"Sampah plastik di perairan laut merupakan salah satu ancaman
lingkungan terbesar dunia," kata Seth dalam keterangan tertulis, Rabu
(1/6/2022).
"Sekitar 60-90% dari sampah yang tercecer di laut adalah sampah plastik,
utamanya sedotan plastik, minuman gelas dan kantong plastik," imbuhnya.
Menurutnya, sampah plastik di laut meningkat seiring tahun akibat
urbanisasi, pembangunan, dan perubahan pola konsumsi dan produksi.Ia
menilai sampah sebagai ancaman serius pada ekosistem laut, bisnis
perikanan, kesehatan publik, dan juga sektor turisme.
Baca juga:
Olah Plastik Jadi BBM Alternatif, Bank Sampah Bantul Ini Cuan Jutaan Tiap Bulan
Dalam sesi Dialog Nasional Pengurangan Sampah oleh Produsen di
Jakarta, ia menjelaskan sampah air minum kemasan gelas dan botol
termasuk yang berkontribusi signifikan pada polusi sampah plastik di laut
termasuk juga di Indonesia.
Data yang diolah berbagai sumber menunjukkan produksi air minum
kemasan gelas mencapai 10,4 miliar kemasan gelas setiap tahunnya.
Adapun timbulan sampah yang dihasilkan mencapai 46 ribu ton atau
hampir sepertiga dari total timbulan sampah industri air kemasan
bermerek.
Page40of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Jumlah timbulan sampah itu belum menghitung timbulan sampah sedotan
plastik, 'komplemen' dalam penjualan air minum gelas yang notabene lebih
mudah tercecer di lingkungan. Pada segmen ini, lanjutnya, market leader
industri air kemasan berkontribusi pada timbulan 5.300 ton sampah gelas
plastik.
Data juga menunjukkan produksi air kemasan botol sekali pakai mencapai
5,5 miliar botol per tahun dengan volume sampah sebesar 83 ribu ton.
Jumlahnya hampir separuh timbulan sampah plastik industri air kemasan
bermerek.Adapun separuh dari timbulan sampah pada segmen botol ini
merupakan sampah market leader.
Diketahui, hingga sejauh ini memang belum ada data resmi ihwal volume
sampah gelas plastik dan botol plastik air kemasan yang mampir di
perairan laut.Namun, contoh kelamnya sudah jadi rahasia umum seperti
yang pernah terjadi di Wakatobi, Sulawesi Tenggara.
Pada 2018, warga di wilayah yang dikenal dengan keindahan bawah
lautnya itu geger setelah mendapati seekor ikan paus sperma (Physeter
macrocephalus) mati terdampar dengan perut berisi enam kilogram plastik,
termasuk 115 buah sampah plastik air minum gelas.
Pada kesempatan yang sama, Seth Van Doorn mengungkap harapannya
agar pemerintah dan kalangan produsen di Indonesia tidak berpuas diri.
Apalagi, menurutnya, per Maret lalu, majelis lingkungan PBB United
Nations Environment Assembly dalam sebuah pertemuan di Nairobi,
Kenya, telah menyepakati fase awal negosiasi kesepahaman pengurangan
polusi plastik di level dengan implikasi yang bakal mengingat secara
hukum.
Dalam menghadapi ancaman plastik ini, pemerintah Indonesia pun
bergegas meluncurkan strategi pengurangan sampah plastik
nasional.Salah satunya melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh
Produsen.
Lewat kebijakan tersebut, pemerintah mendorong produsen di bidang
manufaktur, jasa makanan dan minuman, serta industri ritel untuk
menyetor road map pemangkasan 30% volume sampah per Desember
2029.
Kementerian juga mendesak produsen menggunakan kandungan daur
ulang pada kemasan pangan serta mendorong produsen meninggalkan
kemasan mini yang mudah tercecer dan kurang bernilai ekonomis untuk
didaur ulang.Pada industri air kemasan, misalnya, aturan phase out
berlaku untuk air minum kemasan di bawah 1 liter.Pengaturan serupa
berlaku untuk kemasan sachet di bawah 50 mililiter.
Page41of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Diketahui, sejauh ini tercatat baru 33 perusahaan yang telah mengirimkan
dokumen yang memuat data komitmen pengurangan sampah plastik
hingga 2029. Khusus pada industri air kemasan bermerek, kalangan
produsen masih tampak berlomba menawarkan produk downsize berupa
air mineral ukuran mini yang notabene mudah tercecer dan mencemari
lingkungan.
Menariknya, saat sejumlah produsen air kemasan memperkenalkan
kemasan upsize, semisal galon ukuran 5, 6 dan 15 liter, produk sejenis
kerap jadi sasaran kampanye negatif karena dianggap menambah volume
sampah.Padahal, kemasan tersebut justru sejalan dengan arahan phase
out kemasan mini per Desember 2029.
Baca juga:Limbah Plastik Bisa Diolah Jadi Aspal, Diklaim Lebih Kuat dan Hemat Energi
Dalam sesi dialog yang difasilitasi Uni Eropa ini, Kepala Subdirektorat Tata
Laksana Produsen, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(KLHK), Ujang Solihin Sidik ikut mengakui berbagai kesulitan yang
dihadapi pemerintah terkait adopsi peta jalan pengurangan sampah. Ia
mengungkap dilema terkait problematic packaging, barang konsumsi yang
peredarannya masif. Misalnya, sachet yang sifatnya hanya dipakai sekali
dan kurang bernilai ekonomis untuk didaur ulang.
Kendati demikian, Ujang mengaku optimistis program Ekonomi Sirkular
atau gerakan pengurangan, daur ulang, penarikan, dan pemanfaatan
kembali sampah plastik bisa menemukan momentum dari penerapan awal
pada industri besar.
"Peraturan itu berlaku untuk semua level produsen, baik besar maupun
kecil. Namun dalam implementasinya, target utamanya adalah
perusahaan-perusahaan besar karena merekalah kontributor terbesar
sampah plastik," tutur Ujang.
"Bagi kami fair kalau penerapannya mulai dengan perusahaan besar,
semisal perusahaan multinasional.Apalagi perusahaan multinasional
sudah punya komitmen global," pungkasnya.
Simak juga 'Eks Kadis LH Cilegon Jadi Tersangka Korupsi Proyek Depo Sampah':
(ega/ega)
Artikel Selanjutnya
Sungai Watch Audit Sampah Plastik, Pemerintah Minta Produsen Tanggap
sampah plastik
sampah plastik indonesia plastik
Baca artikel detiknews, "Uni Eropa Ingatkan Ancaman Sampah Plastik di Perairan Laut
RI" selengkapnyahttps://news.detik.com/berita/d-6105153/uni-eropa-
ingatkan-ancaman-sampah-plastik-di-perairan-laut-ri
.
Page42of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Klaten Dilirik Jogja sebagai Tempat Membuang Sampah,
Bupati Tak Sepakat
Bupati Klaten, Sri Mulyani, mengaku hingga kini belum ada komunikasi secara langsung
ihwal rencana kerja sama dari Pemerintah Kota (Pemkot) Jogja terkait pembuangan
sampah di TPA Klaten.
Kamis, 2 Juni 2022 - 15:42 WIB
Penulis : Taufiq Sidik Prakoso
Editor : Ponco Suseno
Solopos.com, KLATEN — Bupati
Klaten, Sri Mulyani, mengaku
hingga kini belum ada komunikasi
secara langsung ihwal rencana kerja
sama dari Pemerintah Kota
(Pemkot) Jogja terkait pembuangan
sampah di TPA Klaten. Jika rencana
kerja sama itu terkait pembuangan
sampah ke Klaten, Mulyani
menegaskan tidak sepakat.
SOLOPOS.COM - Bupati Klaten Sri Mulyani.
(Instagram/yani_sunarno_snm)
Sebelumnya, beredar informasi Pemkot Jogja menjajaki kerja sama
dengan Pemkab Klaten terkait pembuangan sampah di TPA Klaten
sebagai penampungan darurat saat TPA Piyungan Bantul tutup.
―Komunikasi secara langsung dengan saya belum.Tetapi mungkin dengan
OPD terkait.Saya juga sudah baca soal itu di media sosial,‖ kata Mulyani
saat ditemui di Desa Nglinggi, Kecamatan Klaten Selatan, Kamis
(2/6/2022).
Mulyani sepakat jika kerja sama yang ingin dibangun terkait pengolahan
sampah, seperti mengolah sampah menjadi pupuk kompos atau menjadi
barang bernilai ekonomi. Namun, jika kerja sama yang ingin dibangun
untuk membuang sampah dari Jogja ke Klaten, Mulyani menolak.
―Kalau dari limbah yang ada diolah menjadi sesuatu yang berharga saya
sambut dengan gembira.Tetapi kalau dari Jogja mau membuang [sampah]
ke Klaten, jelas no [tidak sepakat],‖ tegas Mulyani.
Baca Juga: Gawat! Umur TPA Troketon Klaten Tersisa 3 Tahun
Mulyani menjelaskan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah di Klaten
saat ini masih mampu menampung.Namun, TPA sampah itu dibangun
hanya untuk mengelola sampah dari warga Klaten.
Page43of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Klaten, Jajang Prihono, juga
menjelaskan hingga kini belum ada komunikasi dari Pemkot Jogja ihwal
kabar kerja sama tentang pembuangan sampah ke Klaten.
―Sampai saat ini saya belum ada informasi tentang itu.Nanti dilihat seperti
apa kemaslahatannya,‖ kata dia.
Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Klaten, Srihadi,
mengatakan belum ada komunikasi dengan Pemkot Jogja ihwal
pembuangan sampah di Klaten. Jika rencana kerja sama itu benar, Srihadi
menjelaskan Klaten tak mampu menampung sampah dari Jogja.
Baca Juga: Sang Seng! Warga Kaligawe Keluhkan Bau Tak Sedap dari TPA Troketon
Srihadi mengakui sulitnya mencari lahan membangun TPA.Meski potensi
lahan yang tersedia masih luas, belum tentu warga yang ada di sekitarnya
sepakat potensi-potensi lahan tersebut digunakan untuk TPA.
Terkait kondisi TPA Troketon, Srihadi menjelaskan hingga kini TPA
tersebut masih mampu menampung sampah di Klaten.Rata-rata per hari
sekitar 95 ton sampah diangkut ke TPA tersebut.
Saat ini DLH melayani pengangkutan sampah ke TPA dari 258 tempat
pembuangan sementara (TPS).Lokasi TPS tersebar di permukiman,
sekolah, pasar, hotel, termasuk pelayanan kesehatan.
TPA Troketon menempati lahan seluas 7 hektare (ha).Diperkirakan, daya
tampung TPA Troketon penuh tiga hingga empat tahun mendatang.DLH
mulai mencari lokasi baru untuk antisipasi jika TPA Troketon penuh.
Baca Juga: Jijik! Sampah Menumpuk di Jembatan Sido Dadi Perbatasan Pedan-Trucuk
Selain TPA Troketon, Srihadi menjelaskan sampah dikelola melalui tempat
pengelolaan sampah reuse, reduce, dan recycle (TPS3R) yang saat ini
sudah dibangun di 28 lokasi. Keberadaan TPS3R itu dimaksimalkan guna
mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA Troketon.
―Semua TPS3R saat ini aktif dengan dinamika masing-masing.Keberadaan
TPS3R mampu mengurangi sekitar 20 persen volume sampah,‖ kata
Srihadi.
Srihadi berharap ada kerja sama dari tingkat desa atau kelurahan untuk
mengurai persoalan sampah seperti sosialisasi untuk mengelola sampah
dari rumah tangga. Hal itu dimaksudkan agar tak bermunculan TPS liar di
Kabupaten Bersinar.
Kata Kunci : Sampah Jogja TPA Pengelolaan Sampah Berita Klaten
Page44of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Solopos.com - Panduan Insformasi & Inspirasi
https://www.solopos.com/klaten-dilirik-jogja-sebagai-tempat-membuang-
sampah-bupati-tak-sepakat-1330212
Sinergi Inti Plastindo (ESIP) Meyakini Industri Plastik
Memiliki Prospek Cerah
Sabtu, 04 Juni 2022 | 23:00 WIB
Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Sinergi Inti Plastindo (ESIP) optimistis
memandang tahun 2022. ESIP menargetkan realisasi pendapatan bisa
mencapai Rp 85 miliar tahun ini. Dari sisi bottom line, ESIP menargetkan
laba bersih bisa naik 4 sampai 5 kali lipat.
Sebagai gambaran, tahun lalu, ESIP membukukan
pendapatan senilai Rp 53,93 miliar. Jumlah ini naik
13,77% secara year-on-year (yoy). Hanya saja,
bottom line ESIP turun. Laba bersih ESIP
terkoreksi 64,89% menjadi Rp 611,43 juta.
Menurut Direktur Utama Sinergi Inti Plastindo Eric
Budisetio Kurniawan, penurunan laba bersih ESIP
akibat adanya transisi perpindahan dari pabrik
lama ke pabrik baru di Cikupa. Waktu yang
terbuang untuk mengatur (set up) cukup lama,
sehingga operasional tidak efisien
Untuk tahun ini, Eric mengatakan, pendorong kinerja berasal dari hadirnya
produk-produk baru dan mesin baru, seiring dengan bertambahnya
kapasitas di pabrik baru ESIP. Salah satu produk baru yang akan digarap
ESIP adalah produk sedotan berukuran besar yang biasa digunakan untuk
minuman jenis boba. Produksi sedotan besar tersebut bakal direalisasikan
pada tahun ini seiring dengan mesin yang sudah dibeli.
"Minuman berbasis teh dan kopi sedang menjamur, trennya sangat bagus
di masa depan," terang Eric kepada Kontan.co.oid, Kamis (2/6).
TERPOPULER
LIHAT TERPOPULER LAINNYA
Eric masih meyakini industri plastik memiliki prospek yang cerah.
Kampanye pembatasan penggunaan kantong plastik dinilai tidak begitu
berdampak terhadap kinerja ESIP. Sebab, penggunaan plastik juga
Page45of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
berasal dari berbagai keperluan, seperti untuk kemasan makanan dan
industri minimarket.
Baca Juga: Rights Issue Tuntas, Sinergi Inti Plastindo (ESIP) Akan Bangun Pabrik
Kenaikan harga minyak dunia yang menjadi bahan baku plastik juga tidak
berdampak terhadap kinerja ESIP. Sebab, ESIP menaikkan harga jual
guna menjaga margin. Hal yang sama juga diikuti oleh pesaing yang juga
menaikkan harga jual. Di sisi lain, dia menilai kenaikan harga minyak tidak
akan berlangsung lama.
Dengan proyeksi kinerja yang semakin moncer, ESIP berencana untuk
membagikan dividen interim kepada pemegang saham. "Tahun ini kami
sedang memikirkan pembagian dividen interim," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Tag PT Sinergi Inti Plastindo Tbk
https://investasi.kontan.co.id/news/sinergi-inti-plastindo-esip-meyakini-
industri-plastik-memiliki-prospek-cerah
Agus Subagya ▶ Indonesian Waste Platform
MENGELOLA SAMPAH SKALA KAWASAN
BPVP (Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas) LEMBANG
Bandung Barat 5 - 8 Juni 2022
Memasuki gerbang kawasan BPVP Lembang, akan langsung nampak
terhampar aneka sayuran segar sebagai denplot pertanian, sebagian lain
nampak sudah selesai dipanen, dan beberapa bidang sedang mulai akan
disemaikan.
Udara dingin sejuk sepanjang hari rasanya sangat segar, meskipun kalo
hujan agak kedinginan �
Sebelumnya BPVP Lembang lebih dikenal sebagai BLK Lembang.
Terletak Di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat, merupakan
Wilayah Sentra Produksi Holtikultura, Sayuran, Tanaman Hias, Buah-
Buahan, Susu Sapi Dan Olahan Produk Pertanian, juga merupakan
Daerah Agrowisata. Ingat Lembang akan teringat 2 hal : Bolu Susu dan
Planetarium Boscha. Jika kita terus ke atas lagi, terdapat lokasi wisata yg
sangat terkenal dan menjadi tujuan utama hampir semua wisatawan yg
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022
Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022

More Related Content

Similar to Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022

Dampak pencemaran air terhadap ekosistem laut dan masyarakat akibat sampah pl...
Dampak pencemaran air terhadap ekosistem laut dan masyarakat akibat sampah pl...Dampak pencemaran air terhadap ekosistem laut dan masyarakat akibat sampah pl...
Dampak pencemaran air terhadap ekosistem laut dan masyarakat akibat sampah pl...MOH ALFI NASIHUDDIN
 
Is Mia Andina (20333010) - Permasalahan Sampah kota dan desa - Prodi EP UGK
Is Mia Andina (20333010) - Permasalahan Sampah kota dan desa - Prodi EP UGKIs Mia Andina (20333010) - Permasalahan Sampah kota dan desa - Prodi EP UGK
Is Mia Andina (20333010) - Permasalahan Sampah kota dan desa - Prodi EP UGKUGK
 
Plastik n Sampah Pantauan Okt 2022 - Copy (2).pdf
Plastik n Sampah Pantauan Okt 2022 - Copy (2).pdfPlastik n Sampah Pantauan Okt 2022 - Copy (2).pdf
Plastik n Sampah Pantauan Okt 2022 - Copy (2).pdfBiotani & Bahari Indonesia
 
KONSEP KEBIJAKAN EKONOMI BERKELANJUTAN DENGAN MODEL GREEN ECONOMY
KONSEP KEBIJAKAN EKONOMI BERKELANJUTAN DENGAN MODEL GREEN ECONOMYKONSEP KEBIJAKAN EKONOMI BERKELANJUTAN DENGAN MODEL GREEN ECONOMY
KONSEP KEBIJAKAN EKONOMI BERKELANJUTAN DENGAN MODEL GREEN ECONOMYHasanuddin University
 
09 makalah-sampah-untuk-dies-th-20081
09 makalah-sampah-untuk-dies-th-2008109 makalah-sampah-untuk-dies-th-20081
09 makalah-sampah-untuk-dies-th-20081Asep Humaedi Aasseepp
 
Presentasi Peningkatan Kesadaran Lingkungan - Kelompok 3.pptx
Presentasi Peningkatan Kesadaran Lingkungan - Kelompok 3.pptxPresentasi Peningkatan Kesadaran Lingkungan - Kelompok 3.pptx
Presentasi Peningkatan Kesadaran Lingkungan - Kelompok 3.pptxDadangSuryaKencana
 
Materi Bahtsul Masail Munas NU 2019
Materi Bahtsul Masail Munas NU 2019Materi Bahtsul Masail Munas NU 2019
Materi Bahtsul Masail Munas NU 2019Erhaje88
 
Save nature for a bright future
Save nature for a bright futureSave nature for a bright future
Save nature for a bright futureh868
 
The Danger of Plastic Bag
The Danger of Plastic BagThe Danger of Plastic Bag
The Danger of Plastic BagFitria Istikara
 
09 makalah-sampah-untuk-dies-th-20081
09 makalah-sampah-untuk-dies-th-2008109 makalah-sampah-untuk-dies-th-20081
09 makalah-sampah-untuk-dies-th-20081Annas Faturrochman
 
Sampah Bukan untuk Laut: Stop Buang Sampah Sembarangan
Sampah Bukan untuk Laut: Stop Buang Sampah SembaranganSampah Bukan untuk Laut: Stop Buang Sampah Sembarangan
Sampah Bukan untuk Laut: Stop Buang Sampah SembaranganThufailah Mujahidah
 
Contoh pengenalan,objektif kajian,lokasi kajian PBS PA
Contoh pengenalan,objektif kajian,lokasi kajian PBS PAContoh pengenalan,objektif kajian,lokasi kajian PBS PA
Contoh pengenalan,objektif kajian,lokasi kajian PBS PAAthirah Amalina
 
PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PKM-K
PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PKM-KPROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PKM-K
PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PKM-KHamizan Hibatullah
 
Plastik dan Dampak Negatifnya, Poster UNEP Saya kritik
Plastik dan Dampak Negatifnya, Poster UNEP Saya  kritikPlastik dan Dampak Negatifnya, Poster UNEP Saya  kritik
Plastik dan Dampak Negatifnya, Poster UNEP Saya kritikBiotani & Bahari Indonesia
 

Similar to Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 (20)

Dampak pencemaran air terhadap ekosistem laut dan masyarakat akibat sampah pl...
Dampak pencemaran air terhadap ekosistem laut dan masyarakat akibat sampah pl...Dampak pencemaran air terhadap ekosistem laut dan masyarakat akibat sampah pl...
Dampak pencemaran air terhadap ekosistem laut dan masyarakat akibat sampah pl...
 
Is Mia Andina (20333010) - Permasalahan Sampah kota dan desa - Prodi EP UGK
Is Mia Andina (20333010) - Permasalahan Sampah kota dan desa - Prodi EP UGKIs Mia Andina (20333010) - Permasalahan Sampah kota dan desa - Prodi EP UGK
Is Mia Andina (20333010) - Permasalahan Sampah kota dan desa - Prodi EP UGK
 
Plastik n Sampah Pantauan Okt 2022 - Copy (2).pdf
Plastik n Sampah Pantauan Okt 2022 - Copy (2).pdfPlastik n Sampah Pantauan Okt 2022 - Copy (2).pdf
Plastik n Sampah Pantauan Okt 2022 - Copy (2).pdf
 
KONSEP KEBIJAKAN EKONOMI BERKELANJUTAN DENGAN MODEL GREEN ECONOMY
KONSEP KEBIJAKAN EKONOMI BERKELANJUTAN DENGAN MODEL GREEN ECONOMYKONSEP KEBIJAKAN EKONOMI BERKELANJUTAN DENGAN MODEL GREEN ECONOMY
KONSEP KEBIJAKAN EKONOMI BERKELANJUTAN DENGAN MODEL GREEN ECONOMY
 
Plastik n Sampah Pantauan Oktober 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Oktober 2023.pdfPlastik n Sampah Pantauan Oktober 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Oktober 2023.pdf
 
09 makalah-sampah-untuk-dies-th-20081
09 makalah-sampah-untuk-dies-th-2008109 makalah-sampah-untuk-dies-th-20081
09 makalah-sampah-untuk-dies-th-20081
 
Presentasi Peningkatan Kesadaran Lingkungan - Kelompok 3.pptx
Presentasi Peningkatan Kesadaran Lingkungan - Kelompok 3.pptxPresentasi Peningkatan Kesadaran Lingkungan - Kelompok 3.pptx
Presentasi Peningkatan Kesadaran Lingkungan - Kelompok 3.pptx
 
Materi Bahtsul Masail Munas NU 2019
Materi Bahtsul Masail Munas NU 2019Materi Bahtsul Masail Munas NU 2019
Materi Bahtsul Masail Munas NU 2019
 
Save nature for a bright future
Save nature for a bright futureSave nature for a bright future
Save nature for a bright future
 
The Danger of Plastic Bag
The Danger of Plastic BagThe Danger of Plastic Bag
The Danger of Plastic Bag
 
09 makalah-sampah-untuk-dies-th-20081
09 makalah-sampah-untuk-dies-th-2008109 makalah-sampah-untuk-dies-th-20081
09 makalah-sampah-untuk-dies-th-20081
 
Sampah Bukan untuk Laut: Stop Buang Sampah Sembarangan
Sampah Bukan untuk Laut: Stop Buang Sampah SembaranganSampah Bukan untuk Laut: Stop Buang Sampah Sembarangan
Sampah Bukan untuk Laut: Stop Buang Sampah Sembarangan
 
Kkp
KkpKkp
Kkp
 
Contoh pengenalan,objektif kajian,lokasi kajian PBS PA
Contoh pengenalan,objektif kajian,lokasi kajian PBS PAContoh pengenalan,objektif kajian,lokasi kajian PBS PA
Contoh pengenalan,objektif kajian,lokasi kajian PBS PA
 
PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PKM-K
PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PKM-KPROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PKM-K
PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PKM-K
 
Tugas PKM-K
Tugas PKM-K Tugas PKM-K
Tugas PKM-K
 
Plastik dan Dampak Negatifnya, Poster UNEP Saya kritik
Plastik dan Dampak Negatifnya, Poster UNEP Saya  kritikPlastik dan Dampak Negatifnya, Poster UNEP Saya  kritik
Plastik dan Dampak Negatifnya, Poster UNEP Saya kritik
 
Plastik n Sampah Pantauan Mei 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Mei 2023.pdfPlastik n Sampah Pantauan Mei 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Mei 2023.pdf
 
Plastik dan Sampah, Pantauan Agustus 2021
Plastik dan Sampah, Pantauan Agustus 2021Plastik dan Sampah, Pantauan Agustus 2021
Plastik dan Sampah, Pantauan Agustus 2021
 
xxxx_Plastik Poster UNEP, saya Kritik
xxxx_Plastik Poster UNEP, saya Kritikxxxx_Plastik Poster UNEP, saya Kritik
xxxx_Plastik Poster UNEP, saya Kritik
 

More from Biotani & Bahari Indonesia

april23 Plastik n Sampah Pantauan april 2023.pdf
april23 Plastik n Sampah Pantauan april 2023.pdfapril23 Plastik n Sampah Pantauan april 2023.pdf
april23 Plastik n Sampah Pantauan april 2023.pdfBiotani & Bahari Indonesia
 

More from Biotani & Bahari Indonesia (20)

Plastik n Sampah Pantauan Maret 2024.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Maret 2024.pdfPlastik n Sampah Pantauan Maret 2024.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Maret 2024.pdf
 
Plastik n Sampah Pantauan Februari 2024.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Februari 2024.pdfPlastik n Sampah Pantauan Februari 2024.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Februari 2024.pdf
 
Plastik n Sampah Pantauan Januari 2024.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Januari 2024.pdfPlastik n Sampah Pantauan Januari 2024.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Januari 2024.pdf
 
Plastik n Sampah Pantauan Desember 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Desember 2023.pdfPlastik n Sampah Pantauan Desember 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Desember 2023.pdf
 
Plastik n Sampah Pantauan November 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan November 2023.pdfPlastik n Sampah Pantauan November 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan November 2023.pdf
 
Plastik n Sampah Pantauan September 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan September 2023.pdfPlastik n Sampah Pantauan September 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan September 2023.pdf
 
Plastik n Sampah Pantauan Agustus 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Agustus 2023.pdfPlastik n Sampah Pantauan Agustus 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Agustus 2023.pdf
 
Plastik n Sampah Pantauan Juli 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Juli 2023.pdfPlastik n Sampah Pantauan Juli 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Juli 2023.pdf
 
Plastik n Sampah Pantauan Juni 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Juni 2023.pdfPlastik n Sampah Pantauan Juni 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Juni 2023.pdf
 
Plastik n Sampah Pantauan Juni 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Juni 2023.pdfPlastik n Sampah Pantauan Juni 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Juni 2023.pdf
 
april23 Plastik n Sampah Pantauan april 2023.pdf
april23 Plastik n Sampah Pantauan april 2023.pdfapril23 Plastik n Sampah Pantauan april 2023.pdf
april23 Plastik n Sampah Pantauan april 2023.pdf
 
Plastik n Sampah Pantauan Maret 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Maret 2023.pdfPlastik n Sampah Pantauan Maret 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Maret 2023.pdf
 
Plastik n Sampah Pantauan Feb 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Feb 2023.pdfPlastik n Sampah Pantauan Feb 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Feb 2023.pdf
 
Plastik n Sampah Pantauan Jan 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Jan 2023.pdfPlastik n Sampah Pantauan Jan 2023.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Jan 2023.pdf
 
Plastik n Sampah Pantauan Des 2022.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Des  2022.pdfPlastik n Sampah Pantauan Des  2022.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Des 2022.pdf
 
Plastik n Sampah Pantauan Nov2022.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Nov2022.pdfPlastik n Sampah Pantauan Nov2022.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Nov2022.pdf
 
Plastik n Sampah Pantauan Sept 2022 (1).pdf
Plastik n Sampah Pantauan Sept  2022 (1).pdfPlastik n Sampah Pantauan Sept  2022 (1).pdf
Plastik n Sampah Pantauan Sept 2022 (1).pdf
 
Plastik n Sampah Pantauan Juli 2022.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Juli 2022.pdfPlastik n Sampah Pantauan Juli 2022.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Juli 2022.pdf
 
Mei pantau plastik sampah.pdf
Mei pantau plastik sampah.pdfMei pantau plastik sampah.pdf
Mei pantau plastik sampah.pdf
 
Plastik n Sampah Pantauan Maret 2022.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Maret 2022.pdfPlastik n Sampah Pantauan Maret 2022.pdf
Plastik n Sampah Pantauan Maret 2022.pdf
 

Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022

  • 1. Page1of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 Plastik dan Sampah: Pantauan bulan Juni 2022 Oleh: Riza V. Tjahjadi Silahkan cari juga di https://Pdfhost.io laporan yang sama sejak April lalu Negosiasi pengaturan polusi plastik telah dimulai pada akhir Mei Diawali dengan arahan UNEP, dan berlanjut dengan curah pendapat, penyusunan organisasi, aturan dasar, dan pentahapan negosiasi. November Uruaguay akan menjadi tuan rumah pertama KLHK dan Kantor Kemenko Marves kurang sinergis? Insenerator dan RDF adalah teknologi tepat guna Bagi pengelolaan sampah? Debat soal labelisai BPA pada kemasan guna ulang pada industri AMDK masih sengit Temuan pkastik mikro di sungai mulai merambah ke sungai di Aceh dan Sumatera Utara Penggunaan Plastik Berlebih Tingkatkan Risiko Diabetes Mellitus UNAIR NEWS Juli 11, 20191:12 pm UNAIR NEWS – Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit yang sering terjadi dimasyarakat. Meskipun telah mengatur gaya hidup sehat, namun penderita diabetes mellitus semakin bertambah dari tahun ke tahun. Hal tersebut dapat dikarenakan sifat dari diabetes mellitus yang degeneratif, yang artinya dapat menurun dari orang tua ke anak. Selain itu, diabetes mellitus juga disebabkan oleh pola makan yang tidak sehat dan penggunaan bahan pembungkus makanan dan minuman yang
  • 2. Page2of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 berasal dari bahan plastik.Semakin tinggi angka penggunaan plastik di dunia, semakin tinggi juga angka diabetes mellitus di masyarakat. Plasticizer merupakan bahan tambahan atau additif yang dapat meningkatkan flexibilitas dan ketahanan dari suatu material. Jika plasticizermasuk dalam tubuh, maka akan terurai menjadi metoksi acetic acid yang dapat mengakibatkan cacat. Uraian dari plasik akan berubah menjadi mikroplastik dengan struktur plastik yang sudah terpecah, tidak terlihat oleh mata dan larut dalam air. Prof. Win Darmanto, Drs.,M.Si., Ph.D mengatakan 2-methoxyethanol (plasticizer) yang terkandung dalam plastik mampu meningkatkan angka risiko terhadap diabetes mellitus. Hal itu dapat mengakibatkan terganggunya proses produksi insulin yang terjadi dalam tubuh. ―Plasticizer mengakibatkan terganggunya produksi hormon insulin, apabila produksi insulin terganggu akan mengakibatkan rusaknya pankreas dan pada akhirnya akan mengakibatkan diabetes mellitus, ― ungkapnya. Semua bahan yang mengandung plasticizer, mempunyai kadar yang berbeda antar satu sama lain. Banyak upaya yang dapat dilakukan guna menekan tingginya pemakaian plastik yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan. Upaya yang dapat dilakukan antara lain dengan mendaur ulang dan membakar limbah plastik dengan tekanan yang tinggi. Hasil dari pembakaran dengan tekanan yang tinggi akan menghasilkan kadar karbon yang rendah dan dapat juga digunakan sebagai sumber energi. Ilustrasi : Feri Fenoria Selain upaya tersebut, salah satu cara mengurangi angka diabetes mellitus yaitu dapat menggunakan beberapa jenis jamur tertentu dengan kadar yang harus diawasi. Jenis jamur yang paling cocok digunakan untuk mencegah dan mengurangi dampak diabetes mellitus adalah jenis jamur kayu (ganoderma). Prof. Win mengatakan, hasil dari penelitian ini selain dapat menekan angka diabetes mellitus, juga dapat membantu menekan angka kelahiran bayi dengan kondisi normal. 2-methoxyethanol telah diuji coba pada tikus dan hasilnya dapat meningkatkan kadar glukosa darah dan nitrat. Sehingga disarankan ibu hamil untuk mengurangi penggunaan bahan yang mengandung plastik. ―teratologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang efek toksis terhadap malformasi atau cacat pada embrio. Ibu hamil menjadi salah satu yang
  • 3. Page3of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 memiliki faktor risiko terhadap paparan plasticizer. Harapannya dengan adanya penelitian ini, mampu mengedukasi ibu hamil akan bahaya penggunaan plastik bagi janin,― tambah Prof Win. Reporter : Faisal Dika Utama Editor : Khefti Al Mawalia Refrence : W. Darmanto, J. A. Claudia, B. A. Turnip, S. P. A. Wahyuningsih, S. A. Husen, N. S. Aminah, and E. S. Sajidah. 2008. Toxicity effects of 2-methoxyethanol on the nitrite level and damage in tissue of pancreas as a cause of diabetes in mice (Mus musculus) Balb/C. AIP Conference Proceedings, Volume 2023. Link :https://aip.scitation.org/doi/10.1063/1.5064113 PUSAT KOMUNIKASI DAN INFORMASI PUBLIK (PKIP) Gedung Kantor Manajemen, Kampus MERR C Mulyorejo – Surabaya Telp.(031) 5914042, 5914043, 5915551 Fax. (031) 5915551 WhatsApp. +62 821-3004-0061 Email: adm@pkip.unair.ac.id https://www.unair.ac.id/2019/07/11/penggunaan-plastik-berlebih- tingkatkan-risiko-diabetes-mellitus/ Plastic Bank: 83 persen sampah plastik bocor dan ancam ekosistem laut Kamis, 7 April 2022 22:15 WIB Jakarta (ANTARA) - Country Manager Plastic Bank Indonesia Paola Cortese menyebutkan sebesar 83 persen sampah plastik di Indonesia telah bocor dan mengancam ekosistem seperti biota yang hidup di laut. ―Di Indonesia, setiap tahun ada 4,9 juta ton sampah plastik yang tidak dikelola dengan baik dan 83 persen sampah plastik bocor ke laut dan mengancam ekosistem laut,‖ kata Paola dalam Media Gathering Plastic Bank Indonesia yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis. Ia menuturkan Indonesia sedang mengalami darurat sampah plastik karena menghasilkan 7,8 juta ton sampah plastik per tahun dengan 4,9 juta ton di antaranya tidak mendapatkan pengelolaan yang baik sampai berada di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
  • 4. Page4of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 Baca juga: Kementerian LHK: Penanganan sampah plastik jadi tantangan global ―Sudah sangat jelas kalau kita ini hidup di masa darurat plastik. Karena itulah Pemerintah Indonesia menerapkan beberapa target baik itu target jangka pendek maupun jangka panjang,‖ ucap Paola. Ia menjelaskan pemerintah memiliki target jangka pendek yakni ingin menurunkan pencemaran sampah plastik di laut sebesar 70 persen pada tahun 2025. Sementara pada tahun 2040, pemerintah menargetkan Indonesia bebas dari polusi kantong plastik. Target jangka pendek maupun jangka panjang tersebut juga ditetapkan agar kemiskinan terutama di wilayah pesisir pantai Indonesia di kalangan kolektor sampah plastik informal dapat berkurang. Untuk membantu pemerintah mencapai target tersebut, Paola menjelaskan bahwa lebih dari 12.000 anggota komunitas pengumpul plastik dari Plastic Bank Indonesia dikerahkan dan berhasil mencegah pencemaran setara dengan 1 miliar botol plastik di laut. Baca juga: KLHK: Gerakan kurangi limbah padat di laut jadi agenda Nasional ―Ada 12 ribu kira-kira pahlawan samudera yang sudah bergabung di Plastic Bank. Pahlawan samudera adalah orang-orang yang mengumpulkan sampah plastik, dari lingkungan dan komunitas mereka di sekitarnya,‖ ucap dia. Salah seorang pahlawan samudera Plastic Bank Indonesia di Tabanan, Bali, Asis Wijayanto mengatakan dirinya bergabung agar bisa mencegah pencemaran plastik di laut serta mendapatkan penghasilan. ―Dengan mengumpulkan plastik dan menukarkannya di mitra cabang Plastic Bank, saya turut berkontribusi untuk mencegah pencemaran plastik di laut dan mendapatkan penghasilan,‖ ucap Asis. Pria yang bergabung sejak tahun 2020 tersebut mengatakan tidak hanya mengumpulkan sampah plastik di daerah Tabanan saja, tetapi juga daerah lainnya seperti Kecamatan Mengwi di Bali. Baca juga: KKP serukan warga "diet" plastik agar laut jadi cantik Asis berharap masyarakat dapat peka terhadap sampah plastik dan menjaga lingkungan supaya dapat hidup menjadi lebih sehat dan bersih. ―Pesan saya khususnya di daerah Bali, supaya menjaga lingkungan tetap bersih. Kalau menemukan sampah plastik, harap dikumpulkan,‖ ujar dia. Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti Editor: Bambang Sutopo Hadi
  • 5. Page5of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 COPYRIGHT © ANTARA 2022 Menghadang sampah agar tak mencapai laut Guatemala Copyright © 2022 ANTARA https://m.antaranews.com/berita/2808589/plastic-bank-83-persen-sampah- plastik-bocor-dan-ancam-ekosistem-laut Bukan info terbaru tetapi terlewatkan oleh saya (RVT) UNEA Resolution - „End Plastic Pollution‟ - and IUCN role in implementation of the Treaty Wed, 09 Mar 2022 The new UNEA Resolution, ‗End Plastic Pollution: Towards a legally binding instrument‘, establishes an Intergovernmental Negotiating Committee that will develop the specific content of the new plastic pollution treaty with the aim of completing its work by the end of 2024. The future is ours to improve, and this news from UNEA provides a strong message of hope that we can indeed eliminate plastic pollution from our environment with a multi-pronged approach and international cooperation. Addressing a global-scale problem Rapidly increasing levels of plastic pollution represent a serious problem at a global scale, negatively impacting the environmental, social and economic dimensions of sustainable development. The majority of marine plastic pollution comes from land-based sources, including urban and storm runoff, sewer overflows, beach visitors, inadequate waste disposal and management, industrial activities, construction, and illegal dumping. The main ocean-based sources of plastic pollution are the fishing industry, nautical activities, and aquaculture. IUCN welcomes the Resolution For nearly a decade, IUCN has worked on the problem of marine plastic pollution. IUCN welcomes the move toward an international legally binding instrument on plastic pollution made by Heads of State, Ministers of environment and other representatives from 175 nations that gathered in Nairobi, Kenya, at the resumed fifth session of the United Nations Environment Assembly on the 2nd March 2022.
  • 6. Page6of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 The UN member states decided that the following elements should be considered in developing the new treaty: Global objectives to tackle plastic pollution in marine and other environments and its impacts Global obligations and measures along the full lifecycle of plastics, including on product design, consumption and waste management A mechanism for providing policy-relevant scientific information and assessment A mechanism for providing financial support to the treaty implementation National and international cooperative measures National action plans and reporting towards the prevention, reduction and elimination of plastic pollution Treaty implementation progress assessment The Resolution recognises that plastic pollution constitutes a threat to all environments and poses risks to human health, and very importantly, the role of the private sector, and all stakeholders, in developing and implementing the treaty, and emphasises that the problem should be solved through measures along the entire life cycle of plastics, from extraction of raw materials to legacy plastic pollution. A mechanism is included for directing finance to nations to enable the agreement implementation. This can enable countries to implement plastic waste management systems across the life cycle by improving waste collection, building recycling plants, or eliminating the open burning of plastic. Since UNEA-1 back in 2014, the global community has come a long way engaging to find solutions to address plastic pollution. The sustained multi- year focus on plastics has laid the foundation for where we are today, importantly highlighting that the current global governance framework is broken to get us out of the current plastics crisis. This background laid the ground for the positive mood and outlook around a global plastics governance instrument. Peter Manyara, Program Manager, Coastal and Ocean Resilience, IUCN ESARO The Resolution highlights marine plastic pollution
  • 7. Page7of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 The Resolution specifies concern over the specific impacts of plastic pollution, that it can be of a transboundary nature, and needs to be tackled with a full lifecycle approach. It also emphasises the urgent need to strengthen the science-policy interface at all levels, improve understanding of the global impact of plastic pollution on the environment, and promotes effective and progressive actions at the local, regional and global level, recognizing the important role of plastics for society. While the Resolution identifies a number of issues that will be addressed, to comprehensively tackle plastic pollution will require additional actions during the dialogues. In Science, 2 July 2021, IUCN‘s Joao Sousa as a contributing author noted three goals to anchor a solid agreement with action at its core. These are only partially seen in the Resolution: Minimise virgin plastics production and consumption – and 2. Facilitate safe circularity of plastics – these are simply noted in part as, [T]o promote sustainable production and consumption of plastics, including, among others, product design, and environmentally sound waste management, including through resource efficiency and circular economy approaches; Eliminate plastic pollution in the environment – this is specifically referred to as,[T]he urgent need to strengthen global coordination, cooperation and governance to take immediate actions towards the long-term elimination of plastic pollution, in marine and other environments, and of avoiding detriment from plastic pollution to ecosystems and the human activities dependent on themand also [T]o promote national action plans to work towards the prevention, reduction and elimination of plastic pollution, and to support regional and international cooperation. The Resolution underlines the importance of promoting sustainable design of products and materials so that they can be reused, remanufactured or recycled and therefore retained in the economy for as long as possible. This includes the resources they are made of, as well as minimising the generation of waste, which can significantly contribute to sustainable production and consumption of plastics. The economic cost A recent economic assessment by IUCN supports the rationale of addressing the economic cost of plastic pollution detailed in the Resolution. Plastic pollution affects fisheries directly through damage to boats, plastic in fishnets and the impact of Abandoned, Lost of Discarded Fishing Gear (ALDFG). Direct and indirect impacts on marine ecosystems and marine biodiversity – through ghost fishing for example – amplify the negative effects of plastic pollution. Overall, marine plastic pollution plays a crucial role in marine ecosystem degradation and the services these ecosystems
  • 8. Page8of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 provide. This is not only a problem for the fisheries sector, but can impact other sectors of the economy, such as potential losses to the tourism sector or increased costs of beach clean-ups to avoid these losses. Policy and economic guidance Policy and economic guidance are integral to addressing this complex problem. IUCN‘s in-depth analyses of regulatory tools such as Extended Producer Responsibility to identify gaps and facilitate the exchange of best practices are being cross-linked with the on-going scientific and economic research to show how to intervene, and at which points, to generate the most effective actions. This work is now newly energised with the UNEA5.2 Resolution, and it is also beneficial for the support it gives to an IUCN World Conservation Congress outcome: the Union‘s Resolution 019 that calls for stopping the global plastic pollution crisis in marine environments by 2030. The Resolution aligns many of its provisions to the work IUCN is already doing IUCN‘s work on in-depth analyses of regulatory tools such as Extended Producer Responsibility (to identify gaps and facilitate the exchange of best practices) is being cross-linked with the on-going scientific and economic research. It shows how to intervene and at which points, in order to generate the most effective actions. This work is now newly energised with the UNEA5.2 Resolution, and it is also beneficial for the support it gives to the 2021 IUCN Resolution 019 that calls for stopping the global plastic pollution crisis in marine environments by 2030 Resolution: Legally binding instrument provisions proposed IUCN‘s work on plastics: Value Addition to supporting the Resolution‘s aims (b) To promote sustainable production and consumption of plastics, including, among others, product design, and environmentally sound waste management, including through resource efficiency and circular economy approaches; Close the Plastics Tap knowledge products and reports MARPLASTICCs‘ Circular Economy projects
  • 9. Page9of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 (c) To promote national and international cooperative measures to reduce plastic pollution in the marine environment, including existing plastic pollution; (d) To develop, implement and update national action plans reflecting country-driven approaches to contribute to the objectives of the instrument; (e) To promote national action plans to work towards the prevention, reduction and elimination of plastic pollution, and to support regional and international cooperation; (f) To specify national reporting, as appropriate; Plastic Waste Free Islands – Caribbean, Oceania, and Mediterranean (8 islands: Republic of Cyprus, Menorca, Fiji, Samoa, Vanuatu, Antigua and Barbuda, Grenada, and St Lucia). Regional cooperation. MARPLASTICCs National Plastic Pollution Hotspotting and Shaping Action reports (Regional cooperation. Kenya, Mozambique, South Africa, Thailand and Viet Nam) PlastiCoCo National Plastic Pollution reporting - Tanzania Close the Plastics Tap knowledge products and reports (g) To periodically assess the progress of implementation of the instrument; (h) To periodically assess the effectiveness of the instrument in achieving its objectives; (i) To provide scientific and socio-economic assessments related to plastic pollution; National reports as above, plus the work of IUCN on Extended Producer Responsibility (EPR), national plastics policies, and The economic impacts of plastic pollution. (j) To increase knowledge through awareness-raising, education and information exchange; (k) To promote cooperation and coordination with relevant regional and international conventions, instruments and organizations, while recognizing their respective mandates, avoiding duplication, and promoting complementarity of action; Close the Plastic Tap programme overall
  • 10. Page10of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 Tutorials and Trainings on Methodologies and Guidance (with UNEP) for plastic pollution hotspotting – and creation of priority interventions to address the issues at national and regional levels(l) To encourage action by all stakeholders, including the private sector, and to promote cooperation at the global, regional, national and local levels;Alternate Value Chains as noted in the Plastic Waste Free Islands project and Business Engagement(m) To initiate a multi-stakeholder action agenda;Close the Plastic Tap programme overall(n) To specify arrangements for capacity-building and technical assistance, technology transfer on mutually agreed terms, and financial assistance, recognizing that the effective implementation of some legal obligations under the instrument is dependent on the availability of capacity building and technical and adequate financial assistance; Tutorials and Trainings on Methodologies and Guidance (with UNEP) for plastic pollution hotspotting – and creation of priority interventions to address the issues at national and regional levels Alternate Value Chains as noted in the Plastic Waste Free Islands project IUCN supports these representative, open negotiations IUCN supports the fact that the Plastics Treaty negotiations are representative of all stakeholders, and they are open. This aligns with IUCN's approach to supporting complex environmental negotiations by open discussion and collaboration, holding to the principles of fairness and equity. More information The draft UNEA Resolution text can be found here: UNEA Resolution ©2022 IUCN, International Union for Conservation of Nature By using this site, you consent to the use of cookies and similar technologies to enhance your user experience. For more information please visit ourlegal section https://www.iucn.org/news/marine-and-polar/202203/unea-resolution-end- plastic-pollution-and-iucn-role-implementation-treaty
  • 11. Page11of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 Selamatkan Anak-anak Indonesia dari Bahaya BPA Rabu, 30 Maret 2022 15:41 WIB INFO NASIONAL – Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, mendesak Presiden Joko Widodo turun tangan menyelamatkan anak-anak Indonesia dari bahaya Bisfenol A atau BPA—bahan kimia yang bisa menyebabkan kanker dan kemandulan—pada galon berbahan polikarbonat (bahan plastik keras). "Kami sudah bersurat melalui Sekretariat Negara, meminta kesempatan untuk menjelaskan hal ini langsung ke Presiden," kata Arist dalam diskusi publik "FMCG Talk" dengan tema "Risiko BPA bagi Kesehatan Publik dan Pengaturannya pada Industri Air Minum Dalam Kemasan", Senin, 28 Maret. "Intinya negara tidak boleh kalah oleh industri," katanya. "Karena itu, rancangan peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang pelabelan risiko BPA perlu segera disahkan." Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia, organisasi induk industri air kemasan, termasuk yang gencar menolak lahirnya peraturan pelabelan risiko BPA. Asosiasi menganggap rancangan tersebut, kini tengah memasuki fase pengesahan di Sekretariat Kabinet, tak ubahnya "vonis mati" karena konsumen bakal beralih ke air galon dengan kemasan yang dianggap lebih sehat. Dalam draft peraturan BPOM, dipublikasikan ke khalayak luas sejak November 2021, produsen galon yang menggunakan kemasan plastik keras polikarbonat wajib mulai mencantumkan label "Berpotensi Mengandung BPA" kurun tiga tahun tiga tahun sejak peraturan disahkan. Sementara itu, produsen yang menggunakan kemasan selain plastik polikarbonat diizinkan memasang label "Bebas BPA". Sekaitan itu, Kepala BPOM, Penny K. Lukito, pada 21 Maret, meyakinkan rencana pelabelan risiko BPA sama sekali tidak bertujuan merugikan pelaku usaha. Justru, katanya, kebijakan itu untuk melindungi industri air kemasan dari tanggung jawab (liability) di masa datang, senyampang memberikan perlindungan kesehatan ke khalayak luas."Aspek keamanan AMDK terkait dengan potensi resiko kesehatan konsumen harus menjadi prioritas" kata Penny. Bagi Arist, penegasan BPOM tersebut seharusnya mendorong semua kalangan untuk bersama-sama memikirkan potensi bahaya BPA pada kesehatan masyarakat luas pada jangka panjang.
  • 12. Page12of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 "Kalau industri AMDK tidak terjaga dengan baik, dampaknya bakal terasa pada anak-anak dan orang dewasa," katanya. "Dalam perspektif itu lah, saya katakan industri harus patuh dan negara harus betul-betul menyelamatkan anak-anak dari bahaya BPA." Dalam diskusi yang sama, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, melihat pelabelan risiko BPA sebagai wujud tanggung jawab pemerintah dalam memastikan terpenuhinya hak masyarakat atas produk yang aman untuk dikonsumsi. "Rancangan peraturan pelabelan itu sifatnya memperkuat regulasi yang sudah ada," katanya. Menurut Tulus, industri keliru bila sampai menganggap BPOM tak perlu lagi merevisi regulasi terkait risiko BPA pada kemasan galon guna ulang."Ambang batas migrasi BPA pada galon guna ulang yang ditetapkan BPOM selama ini bukan harga mati, bisa diperbaharui untuk peningkatan perlindungan konsumen dan agar sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi," katanya. "Jangankan peraturan BPOM, undang-undang sekalipun masih bisa direvisi. Jadi kenapa industri mesti takut?" Menurut Tulus, pelabelan risiko BPA pada galon polikarbonat tidak dimaksudkan untuk menakut-nakuti publik namun semata agar konsumen punya hak pilih atas produk yang mereka konsumsi. "Undang-undang perlindungan konsumen jelas mengatur hal tersebut, termasuk soal label dan informasi produk yang terperinci," katanya. YLKI, telah melayangkan surat ke BPOM, mendesak lembaga untuk tidak ragu dalam mengambil keputusan terkait pelabelan risiko BPA."Harus diakui, yang punya kompetensi dalam soal risiko BPA hanya BPOM," katanya menepis berbagai tudingan miring industri terhadap inisiatif BPOM. "Kalau BPOM ciut, bagaimana nasib konsumen?" Tulus juga menyesalkan industri yang masih gagal menangkap niat baik pemerintah, khususnya BPOM, terkait rancangan peraturan pelabelan risiko BPA."Industri memang selalu begitu perilakunya setiap ada regulasi baru, selalu menentang," katanya. "Mereka masih melihat regulasi baru sebagai cost center, dianggap sebagai beban usaha." Sementara itu, ahli polimer dari Balai Teknologi Polimer, Dr. Chandra Liza, menilai ada risiko tersendiri bila level migrasi BPA yang telah ditetapkan BPOM tidak dipatuhi oleh industri air kemasan. "Kuncinya ada pada pengawasan," ujarnya. Menurut Liza, perlu pula ada edukasi yang menyeluruh atas kalangan penjual air kemasan galon terkait risiko peluluhan BPA akibat pemajangan, penyimpanan dan distribusi galon yang serampangan."Pemajangan
  • 13. Page13of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 produk galon yang tidak baik bisa mengakibatkan proses migrasi BPA menjadi lebih cepat," katanya. Sebelumnya, pada akhir Januari silam, Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM, Rita Endang, mengungkap pihaknya menemukan "sejumlah kecenderungan mengkhawatirkan" terkait level migrasi BPA pada galon guna ulang berbahan polikarbonat yang beredar luas di masyarakat. Menurut Rita, temuan itu bersumber dari hasil uji sampel post-market BPOM selama periode 2021-2022. Namun Ketua Advokasi FMCG Insights, sebuah lembaga riset produk kemasan, menyayangkan BPOM yang masih menahan penerbitan utuh hasil riset anyar tersebut. Padahal, katanya, informasi itu sangat dinanti publik yang kian bergantung pada air kemasan untuk kebutuhan air minum sehari-hari. "Kami menganggap informasi itu krusial, sebagian bagian dari perlindungan kesehatan masyarakat, khususnya dalam kaitannya dengan hak konsumen atas keamanan dan keselamatan produk," kata Willy.(*) info tempoAnak-anakAir Minum Dalam Kemasan © 2021 TEMPO - Hak Cipta Dilindungi Hukum https://nasional.tempo.co/read/1576584/selamatkan-anak-anak-indonesia-dari-bahaya- bpa?utm_source=izooto&utm_medium=push_notifications&utm_campaign=DS_Le%20 Minerale_Selamatkan%20Anak-anak%20Indonesia What Will Brazil Do With Illegally Trafficked American Garbage? “This doesn‟t belong to our country. No way.” MARCO DALLA STELLA,MATHILDE BERG UTZON,SHERIDAN WALL, RUBENS VALENTE, AND GIANNINA SEGINI MAY 10, 2022 Jaepel Papéis e Embalagens, a packaging producer in the state of Goiás in central Brazil.Sergio Lima/UOL Facts matter: Sign up for the free Mother Jones Daily newsletter. Support our nonprofit reporting. Subscribe to our print magazine. This story was produced in collaboration with Columbia Journalism Investigations and UOL. It was republished in partnership with Mother Jones.
  • 14. Page14of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 A green squeegee.A plastic bottle half-filled with neon yellow liquid.Used geriatric diapers.Latex gloves. Surgical masks. All of these items reached Brazil from ports along the East Coast of the United States, arriving in shipping containers stuffed with moldy cardboard meant for recycling. ―This import is forbidden,‖ said a July 26, 2021, message sent through the Brazilian environmental agency‘s internal communication system to its main office in São Paulo. The message referred to a series of shipments destined for a local paper manufacturer and featured pictures of the debris. In one photograph, the smiling face of Mike Lindell, a prominent Trump supporter and conspiracy theorist in the US, was printed on a package that once contained two pillows. By August 2021, authorities at the nearby Port of Santos were seizing 48 containers of the American household trash and cardboard mixture. Countries like Brazil impose strict controls on the import and export of such waste. Ibama, the Brazilian Institute of Environment and Renewable Natural Resources, whose primary responsibility is enforcing environmental regulations, is now investigating the Brazilian importing company for illegal trafficking of hazardous waste. But not regulators in the US, where the federal government has yet to ratify an international agreement limiting the transboundary trade of harmful debris. Here, the US Environmental Protection Agency does not include household waste among its hazardous waste regulations. Nor are there rules requiring American exporters to take back containers rejected by other countries. As a result, those countries are left with the burden of disposal. Without these measures, said Jim Puckett, founder of the Seattle-based environmental group Basel Action Network, ―people can export in this country with impunity.‖ Brazil has become just the latest destination for shipping waste. Throughout the Covid-19 pandemic, shipments of used paper waste to that country have soared from the combined effect of increased demand for packaged products and the disruption of the collection of recyclables from households. Other countries already serve as a cautionary tale for the consequences of America‘s loose rules over the movement of waste overseas. In Indonesia in recent years, streams of paper debris from the US and other Western countries have intensified after China banned these imports in 2018. Enormous open-air dumpsites have emerged in villages next door to Indonesian paper mills, and local activists there blame the sites for environmental degradation, such as water pollution and seafood contamination.
  • 15. Page15of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 Lenient regulation on these exports can result in waste hop-skipping from one country to the next, lessening its chances of a return to the US In 2019 in Indonesia‘s second-largest port city, Surabaya, authorities seized 58 containers of paper scrap mixed with plastic and other hazardous materials exported by American companies. Indonesian law mandates the return of these containers to the exporter, but 46 of them went to India, Thailand, South Korea, and Vietnam instead. The situation often amounts to what Indonesian activist Yuyun Ismawati called, in a statement at the time, ―a global waste shell game.‖ Despite strict controls, Brazil became a new destination for imports of recyclable paper during the Covid-19 pandemic. Sérgio Lima/UOL The suspicious containersseized in Santos departed from ports in Boston, Charleston, and Baltimore, some stopping in Panama before reaching their final destination about one month later. Once in Brazil, officers from Ibama and the Federal Revenue of Brazil—the equivalent of the US Internal Revenue Service—found various types of plastics and potentially hazardous materials, including disposable plates, cans of energy drinks, used clothes, and charging cables, mixed with cardboard imported for recycling, as Ibama described in a report. The presence of masks and gloves also sparked concern among some Ibama authorities over the possible spread of Covid-19 variants. These findings especially alarmed Ana Angelica Alabarce, Ibama‘s chief officer in the area. ―There is no way this thing is entering our country,‖ she said during an interview on the YouTube channel, Porto360. ―This doesn‘t belong to our country. No way.‖ The containers had been declared under the customs code used for recyclable paper scrap and cardboard, which does not require prior authorization for shipping. However, Ibama questioned the categorization of this material because waste from American households is not allowed in shipments of material categorized under this code. Instead, the agency stated that the material should have been classified as ―urban solid waste,‖ which, by law, Brazilian companies are banned from importing. Brazilian industry guidelines do allow a limited presence of contaminants, which can be as much as 3% of impurities—anything that is non- recyclable—and 1% of prohibitive materials, including any material that would make the paper bale unusable. The importing company claims these limits have been respected, though according to Ibama, they are domestic guidelines and should not apply to imported recyclables.
  • 16. Page16of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 A team from Brazil‘s National Health Surveillance Agency, Anvisa, wrote in an inspection report that the presence of ―plastic waste, surgical gloves, medication packs (blister) along with the leaflet, used cleaning cloths and various food packaging, including aluminum cans, mixed in the packages‖ signaled that the US-based exporter ―did not carry out the correct segregation of waste.‖ The discovery of garbage in the containers led the Federal Revenue of Brazil to issue a national notice to all its posts in the country‘s ports to locate other containers with similar material, according to internal Ibama sources. In September 2021, Brazilian environmental authorities fined Jaepel Papéis e Embalagens the equivalent of $8 million for importing household waste. Sérgio Lima/UOL Last September, Ibama fined the importing company—a packaging producer called Jaepel Papéis e Embalagens —the equivalent of more than $8 million US dollars at the time of publishing, the highest fine imposed by the agency since 2010, for ―illegal traffic of hazardous and other waste.‖ Asked to comment on the case in December 2021, Jaepel declined to speak with UOL journalists. In an email from its press office, the company stated, ―Thank you for contacting us. We are sorry that we cannot help you with your investigation. We do not have information about your demand.‖ On a trip to the company‘s headquarters in Senador Canedo, a town just outside of Brazil‘s capital, Brasilia, one of its main directors, Marco Aurélio Cardoso, said he was unaware of the matter. UOL journalists pressed Cardoso about the presence of garbage in the imported paper. ―I would like to speak with you later. There is no garbage,‖ he replied. Told of the photographs and videos showing the garbage, he rolled up the car window and left. Cardoso said he would contact reporters to arrange an interview, but never did. In April, the Brazilian environmental authority confirmed that Jaepel had paid its fine, although the agency did not specify the final amount. Since 2019, a controversial provision introduced by the administration of President Jair Bolsonaro allows companies to negotiate environmental sanctions.
  • 17. Page17of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 Jaepel Papéis e Embalagens, a packaging producer in the state of Goiás in central Brazil.Sérgio Lima/UOL Although the US is a major producer and exporter of waste, the industry is largely unregulated. Unlike Brazil, the US remains one of the few countries globally—along with South Sudan—that has not ratified the Basel Convention, an international agreement aimed at preventing the trade of harmful debris from polluting the environment. The Basel Convention includes household trash among the ―other waste‖ category that requires prior consent by authorities in the importing country before exporting it. Ibama was not notified of the import before its arrival in Santos. ―The US does not condone the illegal export of waste to Brazil,‖ an EPA spokesperson wrote in an email. But ―there are no US federal export or import requirements…for the transboundary shipment of medical waste or infectious waste of the type recently seized in Santos.‖ Puckett, the Seattle environmentalist who advocates against the global trade of harmful waste, criticized the federal government‘s non- membership in the Basel Convention as ―completely unacceptable and immoral.‖ As the case in Brazil exemplifies, the US‘s refusal to sign that agreement means governments in Latin America are forced to take on the difficult task of detecting and preventing imports of mixed waste. This is true especially when the material is ―disguised as recyclable materials such as paper,‖ according to Neil Tangri, of the Global Alliance for Incinerator Alternatives, a worldwide network of environmental nonprofit groups. In a WhatsApp message, Tangri called the Brazil case ―extremely worrying.‖ As he explained, ―The arrival of mixed waste, even with hospital waste that must have a totally different management from municipal waste, means an even greater risk.‖ On a trip to Jaepel‘s factory in Senador Canedo, Brazil, journalists from UOL spoke to one of the company‘s main directors who denied importing the household garbage. Sérgio Lima/UOL At least 48 of the seized containers were exported by CellMark Inc., an international trader of paper scrap headquartered in Sweden with 30 partner facilities across the US In 2020, one trade publication ranked the company as the third-largest exporter in this country. Last November, Columbia Journalism Investigations reporters visited Cellmark‘s office in South Norwalk, Connecticut, where the head of its recycling division, Jimmy Derrico, works. He declined to comment, as did
  • 18. Page18of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 other employees. After business hours, CJI reporters spoke with Derrico at a nearby restaurant, where he suggested that litigation was coming. He said he did not want to answer questions about the shipments and did not elaborate on the nature or origin of the lawsuit. The company did not respond to CJI‘s numerous phone calls, text messages, and email messages seeking comment for this story. Nor did it respond to written questions sent by email and postal mail. In its code of conduct, the company states that ―we comply with all environmental regulations in the jurisdictions we operate.‖ Without the US‘s membership in the Basel Convention, CellMark has no legal obligation to receive the containers if Brazilian authorities were to ship them back, as required by law. The material will instead be incinerated in a licensed facility supervised by Ibama officials, an agency spokesperson said. Despite the lack of US regulation of this material, a spokesperson from Homeland Security Investigations, the unit of the US Department of Homeland Security charged with investigating international crime, confirmed that the case has been referred to it. The unit declined to comment further, citing the ongoing investigation. Brazilian authorities found household garbage–a type of waste that the country prohibits– mixed with used paper imported for recycling. Sérgio Lima/UOL Ibama officials have also questioned other unchecked containers imported by Jaepel and exported by CellMark. Since January 2021, the Brazilian company imported about 250 containers of paper scrap—more than any other year since 2014, international shipping data shows. In the Brazilian legal documentation about the case, obtained via a records request in Brazil, Jaepel‘s lawyers explained that these shipments became necessary due to disruption in the supply of paper scrap from commercial and industrial sites and the diminished collection of recyclables during the coronavirus pandemic. Jaepel ―is not part of any movement or organization focused on circumventing the legislation,‖ the lawyer wrote in a letter to the judge. ―There is data to demonstrate that importation appears as the only alternative capable of maintaining production in the exceptional context of the pandemic and in the face of the obstacles imposed in the domestic market.‖ In 2021, companies in the US exported about 12 times the amount of paper scrap to Brazil as they did in 2019, according to the latest trade data
  • 19. Page19of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 published by the United Nations. Part of this increase was driven by higher demand for packaging from online retailers, a phenomenon sometimes referred to as the ―Amazon effect.‖ In a press release, Empapel, the Brazilian Paper Packaging Association, stated that internet sales grew from about 6% of online retail before March 2020 to almost 70% by the end of the year ―due to social isolation and changes in the Covid-19 pandemic.‖ A widely used market analysis organization, Fastmarkets RISI, also showed an increase in cardboard prices. In southeastern Brazil, a ton of used cardboard cost the equivalent of about $140 in July 2020. But by May 2021, this price had more than doubled, reaching about $350. Jaepel Papéis e Embalagen ultimately paid the environmental fine, though the exact amount has not been confirmed. Sérgio Lima/UOL ―The Covid-19 pandemic and e-commerce lowered the paper recycling efficiency,‖ Hanna Zhao, Fastmarkets RISI‘s senior economist on recovered paper replied through email. ―Therefore, Brazilian paper packaging mills started to import large amounts of recovered paper, mainly from the US, to meet their fiber demand, at the end of 2020.‖ Since industry guidelines do not reflect Brazil‘s current regulations, local authorities now have to grapple with the challenge of detecting containers that violate these laws amid the influx of recyclable paper scrap imports. Tangri, of the Global Alliance for Incinerator Alternatives, criticized US companies for exporting mixed waste to Latin America. ―There is no justification for a highly waste-generating country, instead of taking charge of its own problem, to transfer it to other territories,‖ he wrote. Marco Dalla Stella, Mathilde Berg Utzon, and Sheridan Wall are reporting fellows for the Cross Border Data Project at Columbia Journalism Investigations, an investigative reporting unit at the Columbia Journalism School. Giannina Segini is the project director. Rubens Valente is an investigative reporter for the Brazilian newspaper UOL. Luiz Fernando Toledo, a current student at Columbia Journalism School, contributed to this article. THE END... of our annual funding cycle is fast approaching, on June 30, and we have a considerable $260,000-plus gap in our online fundraising budget.
  • 20. Page20of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 If you value the nonprofit journalism you get from Mother Jones, and you can, right now is an important time to help us keep charging hard with a much-needed and much- appreciated donation. Donate Copyright © 2022 Mother Jones and the Foundation for National Progress. All Rights Reserved. https://www.motherjones.com/politics/2022/05/what-will-brazil-do-with- illegally-trafficked-american-garbage/ Kata Kemenperin soal Labelisasi BPA Galon Air Minum - detikFinance Minggu, 15 Mei 2022 20:26 WIB Foto: shutterstock Jakarta - Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar (Mintegar) Kemenperin Edy Sutopo menegaskan bahwa Kemenperin tidak setuju dengan sertifikasi atau labelisasi BPA pada kemasan galon guna ulang berbahan Polikarbonat itu karena sertifikasi BPA itu hanya akan menambah biaya yang bisa mengurangi daya saing industri Indonesia. Apalagi, kata Edy, substansi isu BPA itu sendiri masih bisa diperdebatkan. Menurutnya, yang diperlukan itu adalah edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat bagaimana cara handling dan penggunaan kemasan makanan dan minuman yang menggunakan bahan penolong. "Jadi, bukan malah memunculkan masalah baru yang merusak industri," ucapnya. Seperti diketahui Setelah draf revisi Peraturan Badan POM No. 31 tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan yang terkesan diskriminatif diminta untuk diperbaiki, BPOM bulan lalu mengundang beberapa pemangku kepentingan untuk kembali mendiskusikan rencana kebijakan ini. Pertemuan itu akhirnya ditunda. Seperti diketahui, revisi perBPOM ini ditolak oleh Sekretariat Kabinet dan dikembalikan ke BPOM karena dianggap ada potensi diskriminatif. Anehnya, dalam upaya sosialisasi untuk perbaikan perBPOM ini, Kemenperin ternyata tidak ada dalam daftar undangan pertemuan ini sementara Kemenko Perekonomian diundang. Hal ini
  • 21. Page21of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 menimbulkan pertanyaan karena Kemenperin merupakan Kementerian yang menaungi industri. Kejadian serupa juga terjadi dalam rapat Harmonisasi raperBPOM ini di Kemenkumham tahun lalu, BPOM bukannya mengundang Direktorat Mintegar Kemenperin, malah mengundang Balai Besar Kimia yang kurang relevan sebagai pemangku kepentingan. Kejanggalan ini menimbulkan pertanyaan akan maksud dan agenda dibalik revisi perBPOM yang penuh kontroversi dan dianggap diskriminatif ini. Perihal adanya undangan BPOM itu disampaikan Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Elen Setiadi. Menurutnya, dirinya diundang BPOM dengan agenda untuk mendiskusikan draf revisi Peraturan Badan POM No. 31 tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. Seperti diketahui, melalui revisi itu, BPOM ingin menggolkan keinginannya untuk melabeli kemasan galon guna ulang yang berbahan polikarbonat (PC) dengan 'berpotensi mengandung' sementara untuk kemasan PET boleh meletakkan label 'BPA Free' - hal yang dengan tegas ditentang Kemenperin karena bisa merusak iklim investasi di Indonesia khususnya di sektor air minum dalam kemasan (AMDK). Dirjen Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika dan Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar (Mintegar), Edy Sutopo mengatakan sama sekali tidak menerima undangan dari BPOM, "Kami tidak diundang oleh BPOM," kata Edy Sutopo. Sebelumnya, Putu Juli Ardika mengatakan isu soal BPA memang sangat sensitif.Karenanya, dia menyarankan agar semua pihak melihat juga mengenai standar yang dikeluarkan regulator terkait keamanan kemasan yang mengandung BPA.Putu pun meminta agar pihak-pihak yang mengembuskan isu terkait BPA ini tidak merusak pemulihan industri di tengah pasar yang belum bagus akibat pandemi.Apalagi saat ini fokus pemerintah adalah memulihkan ekonomi di tengah pandemi. "Konsentrasi kita sekarang melakukan pemulihan industri karena pasar di dalam negeri masih belum bagus," katanya. Dia menjelaskan bahwa ekspor makanan dan minuman (mamin) sepanjang Januari hingga Agustus 2021 sebesar USD111 miliar. Jumlah itu jauh lebih besar daripada total ekspor Indonesia pada tahun 2019. Menurutnya, ekspor di industri mamin itu kontribusinya sebanyak 78% dari keseluruhan ekspor.
  • 22. Page22of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 Sementara itu, Edy Sutopo menegaskan bahwa industri kemasan galon guna ulang punya arti tersendiri bagi industri mamin dan pertumbuhan ekonomi nasional. "Saya kira, kita perlu menjaga industri ini.Jangan sampai ada isu-isu yang bisa memengaruhi kinerja industri makanan dan minuman kita yang selanjutnya bisa berpengaruh pada perekonomian nasional," ujarnya. Asisten Deputi Pangan Kemenko Perekonomian, Muhammad Saifulloh juga meminta agar dalam menyusun kebijakan label BPA terhadap galon guna ulang itu, BPOM seharusnya juga melihat keseimbangan usaha di Indonesia. "Ini kan masih dalam masa pemulihan ekonomi akibat dampak pandemi COVID-19," tukasnya. Karenanya, Saifulloh menyampaikan agar BPOM harus membuat kebijakan yang ideal dan real. "Bukannya kami mengabaikan BPOM.Kecuali kalau sudah ada bukti bahwa sebagian orang meninggal karena minum air galun guna ulang itu, baru mungkin kita pikirkan.Sampai sekarang, saya belum menerima kajian dari BPOM soal itu," tukasnya. Seperti diketahui, mengenai batas aman atau toleransi BPA dalam kemasan makanan ini sebenarnya sudah diatur dalam Peraturan Badan POM Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan. Di sana diatur semua persyaratan migrasi zat kontak pangan yang diizinkan digunakan sebagai kemasan pangan, tidak hanya BPA saja, tapi juga zat kontak pangan lainnya termasuk etilen glikol dan tereftalat yang ada pada plastik pangan berbahan PET. Dalam peraturan BPOM yang dikeluarkan pada tahun 2019 itu juga dijelaskan bahwa tidak ada kemasan pangan yang free dari zat kontak pangan. Tapi, di sana diatur mengenai batas migrasi maksimum dari zat kontak itu sehingga aman untuk digunakan sebagai kemasan pangan. (dna/dna) bpa galon air air galon isi ulang Copyright @ 2022 detikcom, All right reserved Artikel Selanjutnya KLHK: Kemasan Guna Ulang Selalu Lebih Baik Dibanding yang Sekali Pakai Baca artikel detikfinance, "Kata Kemenperin soal Labelisasi BPA Galon Air Minum" selengkapnyahttps://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d- 6079619/kata-kemenperin-soal-labelisasi-bpa-galon-air-minum
  • 23. Page23of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 Negotiations United Nations Environment Assembly – UNEA Ad hoc Open-ended Working Group to Prepare for the Intergovernmental Negotiating Committee to End Plastic Pollution Summary report, 29 May – 1 June 2022 Ad hoc Open-ended Working Group to Prepare for the Intergovernmental Negotiating Committee to End Plastic Pollution PDF Version Jump to Analysis Signs of a growing plastic pollution crisis have become ever more visible to experts and laypersons alike in recent years. Driven by uncontrolled production and consumption, plastic debris and marine litter are clogging waterways and washing up on beaches around the world. Plastic pollution threatens the health of both humans and wildlife and is harming ecosystems. This growing crisis also has significant economic implications, particularly for those who rely on the marine environment and its resources for their livelihoods. In response to growing calls for collective action at the global level, delegates at the resumed fifth session of the United Nations Environment Assembly (UNEA) in March 2022 decided to begin the process of negotiating a new agreement on plastic pollution. After this historic decision, work began in earnest as delegates gathered in Senegal for a meeting of the ad hocopen-ended working group (OEWG) to prepare for the intergovernmental negotiating committee (INC) to develop an international legally binding instrument (ILBI) on plastic pollution, including in the marine environment. The OEWG was mandated to establish a foundation for the work of the INC, which is scheduled to begin meeting during the second half of 2022. To do this, the Group needed to address two core issues: the rules of procedure governing the INC‘s work and decision-making, and the INC‘s meeting schedule. The Group was able to agree on a tentative timetable for the meetings of the INC over the next two years, although the dates were not fixed. Delegates faced a somewhat unexpected hurdle in successfully concluding their consideration of the rules of procedure. The main sticking point was the voting rights for regional economic integration organizations. At the close of the OEWG, this rule remained unresolved and will require further discussion at the first session of the INC (INC-1). Delegates also spent some time proposing a detailed set of documents to inform INC-1, which will be hosted by Uruguay, with many developing
  • 24. Page24of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 countries prioritizing a dedicated negotiating stream on the future instrument‘s financial mechanism and on the means of implementation. As mandated by UNEA resolution 5/14, multi-stakeholder dialogues were held, bringing together diverse actors with interests in the success of the INC process. The aim of these dialogues, which are expected to continue throughout the INC‘s negotiating process, is to engage stakeholders who will be affected by a future instrument on plastic pollution but who normally do not participate directly in negotiations. These stakeholders include representatives of communities directly affected by plastic pollution, as well as corporate interests with stakes in the plastics value-chain. The OEWG convened both in-person in Dakar, Senegal, and online from 30 May - 1 June 2022, and met in multi-stakeholder dialogues beginning on 29 May 2022. A Brief History of the INC As plastic pollution becomes ever more visible both on land and in waterways, calls to tackle the mounting plastic waste crisis have reverberated around the world. Of the approximately 8.3 billion tonnes of plastic produced since the 1950s, studies show that 6.3 billion tonnes are now waste, with between 8-12 million tonnes of plastic leaking into the marine environment each year. This number is expected to more than triple by 2050. Studies have linked unsustainable production and consumption patterns to exponential growth in plastic pollution, which impacts human health as well as the health of terrestrial and marine ecosystems. In 2022, there have been reports of plastic particles being found in human lungs and in human blood; and a 2021 report found microplastics in human placenta. Origins of the INC In response to these growing concerns, UNEA passed a number of resolutions to discuss the best ways to address plastic pollution. Specifically, UNEA resolution 3/7 established an Ad HocExpert Group (AHEG) on marine litter and microplastics to identify, inter alia: the range of national, regional, and international response options, including actions and innovative approaches and voluntary and legally binding governance strategies and approaches; and environmental, social, and economic costs and benefits of different response options. The AHEG met four times between 2018 and 2020. In parallel, several other bodies are also conducting work related to marine litter and microplastics, including the Basel Convention on the Control of Transboundary Movements of Hazardous Wastes and Their Disposal (Basel Convention), the Strategic Approach to International Chemicals
  • 25. Page25of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 Management (SAICM), the International Maritime Organization (IMO), the World Health Organization (WHO), the World Trade Organization (WTO), and various Regional Seas Programmes and Conventions. There are also numerous voluntary initiatives on marine litter, several public-private partnerships to address land-based sources of marine pollution, and other dialogues considering plastic pollution. However, gaps remain in regulatory frameworks addressing marine litter and plastic pollution. Key Turning Points AHEG-1 and 2: At the first AHEG meeting in Nairobi, Kenya, in May 2018, delegates exchanged views on barriers to combat marine litter and microplastics and considered the work of existing mechanisms addressing this issue. The option of establishing a new global governance structure was also raised. During the second AHEG meeting held in Geneva, Switzerland, in December 2018, the group convened two workshops to better understand elements related to information and monitoring and governance. UNEA-4: At its fourth session in Nairobi, Kenya, in March 2019, UNEA extended the AHEG‘s mandate until UNEA-5. AHEG-3 and 4: At its third meeting (December 2019, Bangkok, Thailand), the AHEG requested the Secretariat to produce reports on the financial and technical resources and mechanisms to address the issue, as well as on partnerships. Due to the COVID-19 pandemic, AHEG-4 met virtually in November 2020. The Group concluded its work, agreeing to forward a Chair‘s Summary to UNEA-5. The Summary contained, inter alia, a non- exhaustive list of recommendations for future action on marine litter and microplastics. It reflected a growing consensus to address plastic pollution more broadly. Some of the recommendations included strengthening existing instruments, including voluntary measures, and calling for UNEA to establish an INC towards a new global agreement. UNEA-5.1: The first part of UNEA-5 (UNEA-5.1) was held virtually in February 2021, due to the COVID-19 pandemic. Delegations highlighted national efforts to combat marine litter and plastic pollution. However, they postponed formal discussions on the issue until the resumed session of UNEA-5. 2021 Ministerial Conference:From 1-2 September 2021, the governments of Ecuador, Germany, Ghana, and Viet Nam co-convened the Ministerial Conference on Marine Litter and Plastic Pollution under the auspices of the UN Environment Programme (UNEP) online and in-person in Geneva, Switzerland. Delegates built on the momentum created by various international discussions and made concrete suggestions to address the
  • 26. Page26of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 issue at the resumed session of the fifth UN Environment Assembly (UNEA 5.2). They spent most of the meeting discussing a draft ministerial statement developed by the conference conveners, which set out the problem and called on UNEA to establish an INC towards a new global agreement. They were unable to reach consensus on the statement, but were successful in keeping the momentum towards the establishment of an INC. At this meeting, Peru and Rwanda called for support for their resolution, which would be tabled at UNEA-5.2, also calling to establish an INC. UNEA-5.2: Held at UNEP Headquarters in Nairobi, Kenya, from 28 February - 2 March 2022, UNEA-5.2 closed the circle on the discussions on marine litter and plastic pollution. Convening under the theme ―Strengthening Actions for Nature to Achieve the Sustainable Development Goals,‖ UNEA-5.2 vaulted itself into the history books by adopting resolution 5/14 to ―End plastic pollution: Towards an international legally binding instrument,‖ which established the INC and called for an OEWG to lay the necessary groundwork. OEWG Report On Monday, Leticia Carvalho, UNEP, opened the meeting. In her welcoming remarks, Inger Andersen, UNEP Executive Director, lauded the Government of Senegal for hosting the OEWG. She noted that this meeting will lay the groundwork for the INC, which was established by UNEA-5.2 in a historic resolution to end plastic pollution. She underlined the global consensus to tackle plastic pollution in an expeditious manner, expressing hope that the ―Nairobi spirit‖ of consensus will continue to guide the entire INC process. She highlighted that the deal to end plastic pollution: needs to be a broad instrument that considers the entire lifecycle of plastic; relies on science; engages a broad spectrum of stakeholders; spurs solutions for a new plastics economy; and learns from other multilateral environmental agreements (MEAs) while also embracing bold new solutions. Abdou Karim Sall, Minister for the Environment and Sustainable Development, Senegal, recalled UNEA resolution 5/14 to end plastic pollution, noting that time is of the essence to address the global plastic pollution crisis. He informed delegates this was in line with the African Ministerial Conference on the Environment mandate, and pointed to the importance of broad stakeholder participation. He called on delegations to commit to setting a clear path for the INC process during the OEWG, thanking UNEP for its work in the organization of the meeting and Switzerland for financial support for the hosting arrangements. Election of Officers for the OEWG
  • 27. Page27of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 On Monday, Ghana, for the AFRICAN GROUP, nominated Senegal for OEWG Bureau Chair. The OEWG elected Cheikh Ndiaye Sylla as the Chair of the meeting, by acclamation. Chair Sylla thanked delegates for the trust placed in Senegal. Delegates then nominated three vice presidents from Saudi Arabia for the Asia-Pacific, Antigua and Barbuda for the Latin American and Caribbean Group (GRULAC), and Armenia for Central and Eastern Europe. The Western European and Others Group (WEOG) nominated Switzerland as rapporteur. INC Bureau: On Wednesday, Australia, for WEOG, announced that Sweden and the US would serve on the INC Bureau. Chile, for GRULAC, announced Peru and Ecuador would represent the region. OEWG Chair Sylla urged other groups to submit their nominations for the INC bureau to the Secretariat in a timely manner. Adoption of the Agenda, Organization of Work and Rules of Procedure The OEWG adopted the agenda (UNEP/PP/OEWG/1/1 and Add.1). The group also agreed to the organization of work, including the scenario prepared by UNEP Executive Secretary Andersen (UNEP/PP/OEWG/1/2). Chair Sylla introduced the draft rules of procedure (UNEP/PP/OEWG/1/4). SAUDI ARABIA underlined the need for consensus and asked if the draft rules were proposed for the INC or the OEWG. Chair Sylla clarified that the rules were for the OEWG. The OEWG adopted the draft rules of procedure. General Statements On Monday, delegations engaged in a round of general statements. The EU stressed the need to address the entire lifecycle of plastic, noting the climate and biodiversity impacts from extraction and processing of plastic. He called for the OEWG to agree on an effective and realistic timetable, rules of procedure, and organization of work. He suggested beginning with overarching issues, such as the objective of the agreement, then moving to technical issues. The AFRICAN GROUP highlighted the principles of equity and common but differentiated responsibilities and respective capabilities (CBDR-RC) in light of national circumstances. She supported holding at least five INC meetings and requested a regional consultation before the first INC and information on the cost implications for host countries. She flagged the potential need for subsidiary bodies to address technical issues. GRULAC stressed the need for CBDR-RC and provision of adequate means of implementation. She called for guaranteeing the full, in-person
  • 28. Page28of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 participation of all developing countries. She underlined the need for a ―last resort‖ of a vote in the rules of procedure and suggested that the financial mechanism should be addressed at every INC meeting. Saudi Arabia, for the ASIA-PACIFIC, stressed that the INC process should: be inclusive, giving an equal say to all countries; address both upstream and downstream sources of plastic pollution; and utilize all available options, solutions, and approaches to address plastic pollution. The US, speaking for a group of countries including Australia, Canada, Japan, Monaco, and the UK, condemned Russia‘s invasion of Ukraine, calling for a withdrawal of troops and a return to good faith negotiations. Thanking delegations for the warm support during difficult times, UKRAINE highlighted the country‘s plastic-carrier-bag ban as well as a ban on oxy- degradable plastic, lamenting implementation setbacks due to Russia‘s invasion. The RUSSIAN FEDERATION said that UNEP was not the correct forum to discuss peace and security issues, noting that the wars in Syria, Libya, and Iraq had not been subject to such discussions at UNEP-convened fora. He expressed his country‘s commitment to developing the ILBI on plastic pollution. Many countries supported holding five INC sessions. Prioritizing discussions related to means of implementation, BRAZIL called for adequate, timely, new, and additional financial resources to support the implementation of the future ILBI and noted the importance of holding enough meetings of the INC, along with robust intersessional work. Noting his country‘s promotion of ecological socialism, VENEZUELA called for a consensus-based, inclusive, and transparent INC process that reflects the needs and circumstances of all states. COLOMBIA underscored the importance of access to funding, technology transfer, capacity building, incentives for alternatives and scalable solutions, and, with many others, welcomed stakeholder engagement throughout the process. KENYA stressed that the INC process should include robust intersessional work, including OEWG meetings; and further highlighted the country‘s wish to host the INC process to strengthen the status of UNEP headquarters in Nairobi. FRANCE indicated its wish to host one INC meeting in 2023 or 2024. Offering to host one meeting of the INC as well as the Diplomatic Conference, RWANDA called for: stable and predictable financial resources for implementation modelled after the Multilateral Fund of the Montreal Protocol; the establishment of a scientific and technical body on
  • 29. Page29of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 plastic pollution; and a capacity-building and technology-transfer mechanism. The REPUBLIC OF KOREA prioritized innovation, good technology, and global cooperation, and offered to host one INC session. CANADA offered to host an INC session and underlined the need for mutual trust in the ILBI negotiations, given there will likely be a wide range of diverging views. INDONESIA outlined its efforts to curb plastic pollution, including building new plastic waste treatment facilities, and called for inclusive multilateral solutions. JAPAN called for facilitating sustainable product design and developing new alternative materials. SWITZERLAND called for sufficient time for intersessional work and requested information on sources, consumption patterns, and risks of the most prevalent types of plastic. PERU stressed the need for science, coupled with a human-rights approach, to encourage sustainable and responsible plastic production and consumption. CUBA suggested that other international fora could address international technical rules, such as the International Organization for Standardization (ISO). NORWAY called for groups to nominate their INC bureau representatives at this meeting to help facilitate informal consultations. CHINA emphasized its support for the INC process, stressing that the negotiations must adhere to principles of fairness, transparency, and consensus. MALAYSIA stressed that successful negotiations would require transparency, inclusivity, and the establishment of a multilateral trust fund. Underlining the need for implementation, he stated that a ―premature target and unclear scope would hamper the agreement.‖ JORDAN drew parallels to the Minamata Convention on Mercury, suggesting that the rules of procedure and financial mechanism, among other elements, could be used as a model in the INC process. The US called for an agreement in which parties contribute to common objectives through national action plans tailored to their national circumstances. He called for a multi-stakeholder action agenda that allows the private sector and NGOs to share best practices and contribute to the agreement‘s objectives. ECUADOR called for sufficient means of implementation to facilitate the effective implementation of the agreement and highlighted the need to align with existing agreements.
  • 30. Page30of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 TURKEY related its national actions, highlighting the role of public awareness and support for implementation. CHILE called for the INC process to include thorough discussions on means of implementation and said the ILBI should address issues pertaining to waste recyclers. Underlining the importance of transitioning to a green economy, MOROCCO stressed the importance of inclusive participation throughout the INC process, calling for the financial support to facilitate this. Antigua and Barbuda, for the ALLIANCE OF SMALL ISLAND STATES, called for two additional bureau positions to include the interests of small island developing states and of least developed countries, and called for support to enable developing countries to participate effectively at the INC. ARGENTINA noted that although circular economy approaches are important, there are other approaches that should also be considered. He underlined that any measures adopted should be aligned with strategies under the WTO and should not constitute non-tariff barriers to trade. INDIA urged delegations to leverage the experience gained from the implementation of various voluntary approaches to curb plastic pollution, and prioritized discussions on means of implementation and on adhering to the Rio Principles, including CBDR. MEXICO called for the promotion of preventative actions such as repairing and recycling, and underscored the need for the ILBI to include monitoring, reporting, and assessment mechanisms, and to address chemical additives. Preparations for the Work of the INC On Monday, the Secretariat introduced approaches to the INC‘s work, including number of sessions and timetable, key factors for consideration, and proposed organization of work (UNEP/PP/OEWG/1/3). Timetable and organization of work for the INC: On the number of sessions, many countries supported holding five sessions. CAMEROON called for an indicative number of sessions. GHANA, with UGANDA and SAUDI ARABIA, proposed a ―minimum of five sessions,‖ to provide flexibility for additional meetings, if required. EGYPT noted that the INC is an autonomous body that will take its own decisions but preferred setting out an indicative number of sessions. The EU, with AUSTRALIA and NORWAY, noted that the INC needs a specific num
  • 31. Page31of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 https://enb.iisd.org/working-group-intergovernmental-negotiating- committee-end-plastic-pollution-oewg-inc-summary Top! RI Ekspor Teknologi Pengolahan Sampah ke Brasil Ilyas Fadhillah - detikFinance Senin, 30 Mei 2022 12:55 WIB Foto: Tumpukan sampah mencemari lokasi proyek tanggul laut raksasa (giant sea wall) di Kalibaru, Cilincing, Jakut (Wildan N/detikcom) Jakarta - Teknologi karbonisasi asal Indonesia dipercaya di mata internasional.Buktinya, teknologi ini untuk pertama kalinya diekspor ke negara Brasil. Teknologi ini adalah teknologi yang digunakan untuk mengolah sampah menjadi produk yang bernilai.Singkatnya, ini adalah teknologi daur ulang sampah yang ramah lingkungan. Sampangan Indonesia, meluncurkan teknologi yang diberinamaThe Magic Box.Magic Box adalah teknologi yang dipatenkan, dirancang, dan diproduksi di Indonesia. Kesempatan ini merupakan peluang emas bagi Sampangan Indonesia untuk membuktikan bahwa teknologi unik dan inovatif, The Magic Box, tidak hanya mampu membantu menyelesaikan masalah sampah di Indonesia, namun juga dunia. "The Magic Box dapat mengubah semua jenis sampah menjadi produk yang bernilai lebih tinggi yang nantinya dapat diaplikasikan untuk ekonomi sirkular pada semua bidang, terutama bidang pertanian.The Magic Box adalah mesin pengolah sampah yang ramah lingkungan dan tidak menghasilkan emisi karena menggunakan teknologi karbonisasi," ujar CEO Sampangan Indonesia Muhammad Fauzal Rizki, dalam keterangan resminya, Senin (30/5/2022). Fauzal mengatakan, The Magic Box menggunakan sistem modular yang memiliki kapasitas pengolahan hingga 10 ton sampah per hari dan dapat ditingkatkan dengan mudah tergantung pada volume sampah yang akan diolah. Sistemnya plug and play yang hanya membutuhkan 1-2 minggu pemasangan, juga membutuhkan biaya operasi yang rendah dalam hal tenaga kerja, pemeliharaan, dan listrik. Baca juga:Olah Plastik Jadi BBM Alternatif, Bank Sampah Bantul Ini Cuan Jutaan Tiap Bulan
  • 32. Page32of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 Kisah di balik kesempatan ini terjadi pada tahun 2020 ketika Sampangan terpilih untuk mewakili Indonesia di Accelerate2030, program akselerator terbesar di dunia yang diselenggarakan oleh Impact Hub Jenewa dan UNDP. Selama Accelerate2030, Sampangan mengembangkan kemitraan dengan Solubio Brazil, yang bekerja menuju visi yang sama: untuk mengurangi emisi dan bergerak menuju praktik pertanian yang lebih ramah lingkungan. Mengutip dari Methane Global Pledge, "mengurangi emisi metana yang dihasilkan dari pertanian dan limbah merupakan strategi efektif untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5˚C, sekaligus menghasilkan manfaat tambahan termasuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan produktivitas pertanian". Selain itu, pertanian memiliki dampak yang jauh lebih besar dalam mengurangi kemiskinan dan meningkatkan ketahanan pangan dibandingkan sektor ekonomi lainnya. Alasan itulah yang mendorong Sampangan berkolaborasi dengan Solubio untuk mendirikan pilot proyek internasional pertama di Kota Jatai dan Rio Verde, Brasil. The Magic Box akan dipasang di tempat pembuangan sampah pemerintah dan perkebunan untuk mengolah limbah mereka dan mengubahnya menjadi Sampangan Agriculture Solution (karbon aktif, pupuk organik, dan pestisida organik). Sampangan Agriculture Solution berpotensi diterapkan di lahan seluas 2 juta hektar di Solubio yang telah ditanami jagung, kedelai, dan tebu, dengan harapan perlahan menuju lahan pertanian regeneratif. Menggunakan The Magic Box, limbah pertanian dapat diubah menjadi karbon aktif yang digunakan untuk meningkatkan produktivitas tanaman, mengurangi penggunaan air hingga 50%, memperbaiki pH tanah, menciptakan habitat alami bagi mikroorganisme dengan jangkauan luas, dan lainnya; asap cair dapat digunakan sebagai pestisida organik, penghilang bau, fungisida, dan herbisida; dan karbon cair adalah pupuk organik. Sampangan bertujuan untuk mempercepat proses menciptakan ekonomi sirkular penuh di bidang pertanian dengan solusi-solusi tersebut. "Dalam perjalanan menuju masa depan, Sampangan ingin mewujudkan zero waste world, di mana setiap sampah yang kita semua hasilkan diubah kembali menjadi produk ramah lingkungan yang tentunya memiliki nilai, hal ini dapat kita capai dengan inovasi, kolaborasi teknologi, dan model bisnis di tingkat nasional maupun internasional," kata Muhammad Fauzal Rizki. Simak Video "Keterlaluan! Dua Pria Pandeglang Buang Sampah Satu Gerobak ke Pantai" (zlf/zlf) sampah pengolahan sampah Copyright @ 2022 detikcom, All right reserved
  • 33. Page33of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 Artikel Selanjutnya Dampak dan Bahayanya Bakar Sampah untuk Lingkungan Baca artikel detikfinance, "Top!RI Ekspor Teknologi Pengolahan Sampah ke Brasil" selengkapnyahttps://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-6101918/top- ri-ekspor-teknologi-pengolahan-sampah-ke-brasil. 1 Juni 2022 Riza V. Tjahjadi is with Suyoto Notonegoro. Waaah... Kalau saja bisa dikembangluaskan di Jabotabek saja, maka sampah makanan tak perlu dibuang di TPST Bantargebang.Dan, tidak menjadi makanannya pemulung. #foodwaste #makanansisa https://id.berita.yahoo.com/jennifer-widjaja-pendiri-just-dabao-makanan- sisa-bisa-terasa-lezat-053658435.html 1 June at 22:44 · Privacy: Public Add Photos · Save · More LikeReactCommentShare Franky Franky Kamagi and 15 others Comment Vernando Maruli Aruan Sisa makan bukan bearti limbah namun makanan layak konsumsi pasti bisa di libas habis bagi semua org pak.. Like · React · Reply · Delete · 2 Jun You replied · 1 reply
  • 34. Page34of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 Franky Franky Kamagi Ijin share pak 1 · Love · Reply · Delete · 11 hours ago Franky Franky Kamagi replied · 2 replies Data Mode Go to Text Only Go To Home Replies to Franky's comment on your postView post Franky Franky Kamagi Ijin share pak 1 · Love · Delete · 11 hours ago Riza V. Tjahjadi Silahkan. Semoga menciptakan ide serupa di daerah anda agar makanan lebih/ tidak terjual tidak menjadi sampah dan akhirnya dibuang ke TPA... dan, anit-amit tidak dimakan oleh pemulung yang mengais-ngais sampah di TPA 1 · Like · React · Edit · 10 hours ago Franky Franky Kamagi Riza V. Tjahjadi siap pak zero waste Like · React · Delete · 3 hours ago Write a reply... · https://mbasic.facebook.com/comment/replies/?ctoken=10228997404706318_5473475 93715015&count=2&curr&pc=1&ft_ent_identifier=10228997404706318&gfid=AQD26ti mCMx1E5D5jaI&refid=52&_ft_=qid.- 6185794140791161545%3Amf_story_key.10228997404706318%3Atop_level_post_id. 10228997404706318%3Atl_objid.10228997404706318%3Acontent_owner_id_new.14 27919938%3Athrowback_story_fbid.10228997404706318%3Aphoto_attachments_list. %5B10228997396786120%2C10228997399386185%2C10228997400426211%2C102 28997402106253%2C10228997418866672%5D%3Aphoto_id.10228997396786120%3 Astory_location.4%3Astory_attachment_style.album%3Asty.22%3Aent_attachement_ty pe.PhotoSetAttachment%3Apos.1%3Aprofile_id.1427919938%3Aprofile_relationship_t ype.1%3Aactrs.1427919938%3Athid.1427919938%3Aftmd_400706.111111l&__tn__= R
  • 35. Page35of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 Isi tautan Jennifer Widjaja, pendiri Just Dabao: "Makanan sisa bisa terasa lezat" Nurzatiman 25 Oktober 2021·Bacaan 6 menit (PHOTO: Jennifer Widjaja) Limbah makanan adalah masalah utama dunia yang membuat frustrasi, yang timbul akibat dari kecenderungan untuk terus-menerus mengonsumsi tanpa pertimbangan dan membuang makanan begitu saja. Coba Anda berdiri di depan toko kue di jam-jam saat mereka akan tutup. Anda akan bisa melihat masalah ini secara nyata saat pekerja toko membuang makanan yang kondisinya masih sangat bagus dan layak makan ke dalam kantong sampah, membuangnya seolah-olah itu hal yang biasa saja di industri F&B. Lebih buruk lagi dengan makanan, baik mentah maupun matang, yang harganya sangat terjangkau, yang apabila kita membuangnya rasanya tak terlalu bermasalah secara ekonomi, dan justru menjadi solusi untuk kapitalisme berlebih. Mari kita sambut ratu pengurang limbah makanan, Jennifer Widjaja, wanita kelahiran Indonesia yang kini menetap di Singapura. Tak seperti kebanyakan kita yang hanya duduk santai dan berkeluh kesah dengan masalah limbah makanan, Jennifer turun langsung ke jalanan, mengobrol dengan para konsumen, mengadakan focus group, dan membuat survei, semua dilakukan demi bisa lebih memahami bagaimana masalah ini bisa diatasi. Solusinya? Just Dabao, perusahaan berdampak sosial yang bertujuan menghubungkan konsumen seperti saya, yang peduli terhadap limbah makanan, dengan penjual F&B yang tertarik untuk membuat perubahan terukur di bidang ini. Just Dabao bertujuan untuk mendistribusikan makanan berlebih yang tidak terjual.Caranya, menghubungkan konsumen dengan restoran yang menjual makanan berlebih mereka dengan diskon besar 50 hingga 70 persen pada menit-menit akhir. Berikut wawancara penulis Yahoo, Nurzatiman, dengan Jennifer Widjaja. (PHOTO: Jennifer Widjaja) Nurzatiman: Bagaimana Anda menggambarkan hal yang Anda lakukan pada seseorang yang baru Anda temui untuk pertama kali? Jennifer Widjaja: Saya pejuang limbah makanan! Saya aktif berupaya mengurangi limbah makanan, dan membantu orang-orang agar bisa turut
  • 36. Page36of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 berkontribusi mengurangi limbah makanan lewat platform yang saya buat, Just Dabao. Keseluruhan konsep dari perusahaan dampak sosial ini berfokus untuk merancang ulang keberlanjutan sebagai pilihan pertama orang-orang tanpa mengorbankan gaya hidup mereka. Saya selalu percaya bahwa memberikan insentif lebih baik daripada memaksa. Dengan Just Dabao, targetnya yaitu untuk menghubungkan tantangan logistik pengurangan limbah makanan dengan struktur insentif yang akan mendorong konsumen memikirkan dampak sosial yang disebabkan limbah makanan di lingkungan mereka. Ini juga membantu para pemilik usaha F&B terhubung dengan konsumen yang bersedia membeli makanan yang berpotensi dibuang begitu saja. Dan dengan kondisi tidak menentu yang dihadapi pemilik usaha F&B saat ini, setiap pendekatan untuk menghasilkan pemasukan akan sangat membantu. Apa yang menginspirasi Anda membuat dan mendirikan Just Dabao? Selama penerapan karantina parsial tahun 2020, sedih rasanya melihat tempat-tempat makan favorit saya harus tutup karena sesuatu yang di luar kontrol mereka. Di sisi lain, yang tersisa hanyalah beban ekonomi. Industri F&B termasuk yang utamanya paling terdampak, dengan laporan kerugian tahun-ke-tahun hampir mencapai 30 persen di Q3 tahun 2020. Sejak itulah saya mulai melakukan riset terkait skenario F&B dan mendapati masalah limbah makanan yang tak terkendali di Singapura— kita membuang banyak sekali makanan setiap tahunnya.Saat saya menemukan beberapa makanan yang terbuang tersebut masih sangat layak dimakan, saya pun punya misi untuk mencari tahu alasannya. Saya mulai berbicara dengan para konsumen, menjalankan focus group, dan membuat survei untuk memahami persepsi tentang makanan berlebih.Di akhir prosesnya, saya menemukan bahwa limbah makanan yang masih layak utamanya merupakan masalah logistik dan secara keseluruhan sebenarnya dapat dihindari. Nyatanya, jika dan bila makanan itu tersedia, akan ada konsumen yang bersedia membelinya. Saya hanya perlu menghubungkan mereka dengan cara yang praktis. Namun, memulai sebuah konsep baru tentunya bukanlah pekerjaan yang mudah.Saya merasa bingung dan di momen saat saya hampir menyerah, video ini membantu saya melihat berbagai hal secara berbeda. Sebelum melihat video ini, saya bingung dengan model pengiriman yang harus diterapkan tetapi tak lama saya menyadari bahwa model ekonomi biaya sepertinya kurang efektif. Eksperimen lab MIT Media di video ini membantu memunculkan ide yang membuka jalan menuju model Just Dabao.
  • 37. Page37of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 Apakah Anda memang selalu menjadi pejuang limbah makanan yang gigih, atau itu sudah menjadi keyakinan yang tertanam dalam diri Anda sejak masih muda? Sebelum mendirikan Just Dabao, saya pernah bekerja di beberapa perusahaan startup sukses di industri e-commerce di Indonesia dan startup perusahaan sosial di bidang layanan kesehatan yang mendapat sokongan dari Bill & Melinda Gates Foundation.Bahkan, saya pernah bekerja di perusahaan besar seperti P&G dan Bloomberg.Seperti yang Anda katakan, saya tidak punya pengalaman mendalam dalam industri berkelanjutan ataupun koneksi langsung untuk merintis startup di industri ini. Namun, mengurangi limbah makanan telah menjadi keyakinan yang tanpa disadari sudah tertanam di pikiran saya sejak masih muda.Itu merupakan satu hal yang selalu ingin saya raih tetapi saya tidak pernah punya rencana yang konkret, hingga sekarang ini. (PHOTO: Jennifer Widjaja) Apa kesalahpahaman terbesar yang dipikirkan orang-orang tentang hal yang dilakukan Just Dabao ini? Banyak orang salah paham bahwa makanan berlebih kualitasnya tidak bagus atau tidak aman untuk dimakan.Ini tidak benar.Makanan berlebih bisa selezat makanan biasa. Kami bahkan membuat video cicip makanan dengan mata tertutup untuk menguji teori kami, dan hasilnya sangat menggembirakan. Selain itu, kesalahpahaman lain yang paling sering kami temui yaitu bahwa makanan berlebih dianggap sama seperti makanan sisa, yang tidak habis terjual. Jika kita menggali lebih dalam, arti dari makanan berlebih sebenarnya lebih dari itu. Setiap makanan yang terdaftar di platformkami memiliki kisah unik di baliknya. Beberapa di antaranya karena masalah pasokan, kecacatan dari segi rupa, ataupun karena pembatalan acara. Alasannya ada begitu banyak dan, sayangnya, jauh melebihi dari apa yang mungkin kita bayangkan. Satu hal yang pasti, makanan di platform kami masih sangat layak dimakan dan luar biasa lezat. Ulasan di halaman kami bisa menjelaskan semuanya, betapa puasnya para pelanggan dengan kualitas makanan yang mereka beli lewat platform Just Dabao. Seperti apa bayangan kesuksesan Just Dabao di mata Anda, dan apa langkah Anda selanjutnya begitu tolok ukur tersebut telah tercapai?
  • 38. Page38of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 Sukses itu ketika Just Dabao bisa membantu menyadarkan orang-orang bahwa untuk mencapai gaya hidup yang ramah lingkungan itu tidak harus mahal atau menyusahkan, dan ini bisa dilakukan oleh semua orang. Tolok ukur lainnya yaitu saat pemilik usaha F&B bisa termotivasi dan secara sadar membuat keputusan bisnis untuk lebih ramah lingkungan, serta mampu mencapai angka nol limbah dengan cara yang paling ramah lingkungan sekaligus menyenangkan. Begitu pasar telah mampu dijangkau, saya ingin melihat ke area lain di bidang F&B yang memungkinkan saya menciptakan dampak positif dan terukur—terutama para pedagang kaki lima yang telah menginspirasi saya untuk memulai ini. Juga, tujuan akhir saya yaitu ingin memperluas jangkauan hingga ke tahapan lain dari rantai pasokan tempat makanan layak terbuang. Bila melihat kondisi F&B di Singapura saat ini, apa satu hal yang bisa memberi Anda harapan lebih? Orang-orang Singapura yang sangat menyenangkan. Dulu pernah rasanya saya hampir menyerah dengan ide saya ini karena dari semua pedagang F&B yang saya hubungi, tidak ada yang bersedia mendaftar ke platform ini. Tetapi saya memaksa diri untuk tetap bertahan, tetap gigih walaupun menerima banyak penolakan selama dua bulan lamanya. Dan secara mengejutkan, pedagang pertama di platform kami adalah seorang koki muda yang melakukan pendekatan dengan kami. Pacar dari koki tersebut menunjukkan halaman Instagram kami, dan begitulah akhirnya ia bisa tahu tentang kami. Di saat orang lain tak ada yang siap, ia justru siap bergabung dengan kami. Hal yang sama di hari-hari awal peluncuran, saat kami baru punya satu atau dua pedagang, orang-orang Singapura yang percaya pada misi saya membeli produk dan sangat memaklumi dengan berbagai kekurangan di awal bisnis saya. Mereka bersedia membantu dengan memberi masukan yang membangun dan jujur, dan juga menyebarluaskan bisnis saya. Bahkan hingga saat ini pun, kami didukung oleh orang-orang hebat yang membantu menyebarluaskan platform ini—para pemilik grup Facebook, penulis di saluran media, dan influencer yang menyukai dan percaya pada misi kami. Dikelilingi orang-orang luar biasa seperti ini memberi saya harapan besar dan mendorong saya untuk melakukan lebih banyak dan lebih baik setiap harinya. Indonesia © 2022 Yahoo. Hak cipta dilindungi undang-undang.
  • 39. Page39of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 https://id.berita.yahoo.com/jennifer-widjaja-pendiri-just-dabao-makanan-sisa-bisa-terasa-lezat- 053658435.html?guce_referrer=aHR0cHM6Ly9sbS5mYWNlYm9vay5jb20v&guce_referrer_sig=AQAAAIF my6qR_2Vk7Yk4jEWKZUJ9b4G7ddev35SBx0QDLoyuMV1WLzYyz25dA3yd4V2zNOTRLTkIxt3AvJlio- NOxhwfI23Q1b_Nx_YJAgArnj1D831sG2E9vsYp4BHGkoDrVYZK_N4QJ2xIZsNIFhqemWIXOCObVRxcYJ 9TWAdK5vpE&guccounter=2 Uni Eropa Ingatkan Ancaman Sampah Plastik di Perairan Laut RI Erika Dyah - detikNews Rabu, 01 Jun 2022 12:29 WIB Foto: Pradita Utama Jakarta - Perwakilan Uni Eropa untuk Indonesia, Seth Van Doorn mengatakan sistem pengolahan sampah belum cukup efektif menekan volume sampah plastik di perairan laut. Adapun salah satu jenis sampah yang berisiko ialah kemasan yang mudah tercecer dan susah didaur ulang, termasuk sedotan plastik, minuman gelas dan kantong plastik. "Sampah plastik di perairan laut merupakan salah satu ancaman lingkungan terbesar dunia," kata Seth dalam keterangan tertulis, Rabu (1/6/2022). "Sekitar 60-90% dari sampah yang tercecer di laut adalah sampah plastik, utamanya sedotan plastik, minuman gelas dan kantong plastik," imbuhnya. Menurutnya, sampah plastik di laut meningkat seiring tahun akibat urbanisasi, pembangunan, dan perubahan pola konsumsi dan produksi.Ia menilai sampah sebagai ancaman serius pada ekosistem laut, bisnis perikanan, kesehatan publik, dan juga sektor turisme. Baca juga: Olah Plastik Jadi BBM Alternatif, Bank Sampah Bantul Ini Cuan Jutaan Tiap Bulan Dalam sesi Dialog Nasional Pengurangan Sampah oleh Produsen di Jakarta, ia menjelaskan sampah air minum kemasan gelas dan botol termasuk yang berkontribusi signifikan pada polusi sampah plastik di laut termasuk juga di Indonesia. Data yang diolah berbagai sumber menunjukkan produksi air minum kemasan gelas mencapai 10,4 miliar kemasan gelas setiap tahunnya. Adapun timbulan sampah yang dihasilkan mencapai 46 ribu ton atau hampir sepertiga dari total timbulan sampah industri air kemasan bermerek.
  • 40. Page40of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 Jumlah timbulan sampah itu belum menghitung timbulan sampah sedotan plastik, 'komplemen' dalam penjualan air minum gelas yang notabene lebih mudah tercecer di lingkungan. Pada segmen ini, lanjutnya, market leader industri air kemasan berkontribusi pada timbulan 5.300 ton sampah gelas plastik. Data juga menunjukkan produksi air kemasan botol sekali pakai mencapai 5,5 miliar botol per tahun dengan volume sampah sebesar 83 ribu ton. Jumlahnya hampir separuh timbulan sampah plastik industri air kemasan bermerek.Adapun separuh dari timbulan sampah pada segmen botol ini merupakan sampah market leader. Diketahui, hingga sejauh ini memang belum ada data resmi ihwal volume sampah gelas plastik dan botol plastik air kemasan yang mampir di perairan laut.Namun, contoh kelamnya sudah jadi rahasia umum seperti yang pernah terjadi di Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Pada 2018, warga di wilayah yang dikenal dengan keindahan bawah lautnya itu geger setelah mendapati seekor ikan paus sperma (Physeter macrocephalus) mati terdampar dengan perut berisi enam kilogram plastik, termasuk 115 buah sampah plastik air minum gelas. Pada kesempatan yang sama, Seth Van Doorn mengungkap harapannya agar pemerintah dan kalangan produsen di Indonesia tidak berpuas diri. Apalagi, menurutnya, per Maret lalu, majelis lingkungan PBB United Nations Environment Assembly dalam sebuah pertemuan di Nairobi, Kenya, telah menyepakati fase awal negosiasi kesepahaman pengurangan polusi plastik di level dengan implikasi yang bakal mengingat secara hukum. Dalam menghadapi ancaman plastik ini, pemerintah Indonesia pun bergegas meluncurkan strategi pengurangan sampah plastik nasional.Salah satunya melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen. Lewat kebijakan tersebut, pemerintah mendorong produsen di bidang manufaktur, jasa makanan dan minuman, serta industri ritel untuk menyetor road map pemangkasan 30% volume sampah per Desember 2029. Kementerian juga mendesak produsen menggunakan kandungan daur ulang pada kemasan pangan serta mendorong produsen meninggalkan kemasan mini yang mudah tercecer dan kurang bernilai ekonomis untuk didaur ulang.Pada industri air kemasan, misalnya, aturan phase out berlaku untuk air minum kemasan di bawah 1 liter.Pengaturan serupa berlaku untuk kemasan sachet di bawah 50 mililiter.
  • 41. Page41of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 Diketahui, sejauh ini tercatat baru 33 perusahaan yang telah mengirimkan dokumen yang memuat data komitmen pengurangan sampah plastik hingga 2029. Khusus pada industri air kemasan bermerek, kalangan produsen masih tampak berlomba menawarkan produk downsize berupa air mineral ukuran mini yang notabene mudah tercecer dan mencemari lingkungan. Menariknya, saat sejumlah produsen air kemasan memperkenalkan kemasan upsize, semisal galon ukuran 5, 6 dan 15 liter, produk sejenis kerap jadi sasaran kampanye negatif karena dianggap menambah volume sampah.Padahal, kemasan tersebut justru sejalan dengan arahan phase out kemasan mini per Desember 2029. Baca juga:Limbah Plastik Bisa Diolah Jadi Aspal, Diklaim Lebih Kuat dan Hemat Energi Dalam sesi dialog yang difasilitasi Uni Eropa ini, Kepala Subdirektorat Tata Laksana Produsen, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ujang Solihin Sidik ikut mengakui berbagai kesulitan yang dihadapi pemerintah terkait adopsi peta jalan pengurangan sampah. Ia mengungkap dilema terkait problematic packaging, barang konsumsi yang peredarannya masif. Misalnya, sachet yang sifatnya hanya dipakai sekali dan kurang bernilai ekonomis untuk didaur ulang. Kendati demikian, Ujang mengaku optimistis program Ekonomi Sirkular atau gerakan pengurangan, daur ulang, penarikan, dan pemanfaatan kembali sampah plastik bisa menemukan momentum dari penerapan awal pada industri besar. "Peraturan itu berlaku untuk semua level produsen, baik besar maupun kecil. Namun dalam implementasinya, target utamanya adalah perusahaan-perusahaan besar karena merekalah kontributor terbesar sampah plastik," tutur Ujang. "Bagi kami fair kalau penerapannya mulai dengan perusahaan besar, semisal perusahaan multinasional.Apalagi perusahaan multinasional sudah punya komitmen global," pungkasnya. Simak juga 'Eks Kadis LH Cilegon Jadi Tersangka Korupsi Proyek Depo Sampah': (ega/ega) Artikel Selanjutnya Sungai Watch Audit Sampah Plastik, Pemerintah Minta Produsen Tanggap sampah plastik sampah plastik indonesia plastik Baca artikel detiknews, "Uni Eropa Ingatkan Ancaman Sampah Plastik di Perairan Laut RI" selengkapnyahttps://news.detik.com/berita/d-6105153/uni-eropa- ingatkan-ancaman-sampah-plastik-di-perairan-laut-ri .
  • 42. Page42of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 Klaten Dilirik Jogja sebagai Tempat Membuang Sampah, Bupati Tak Sepakat Bupati Klaten, Sri Mulyani, mengaku hingga kini belum ada komunikasi secara langsung ihwal rencana kerja sama dari Pemerintah Kota (Pemkot) Jogja terkait pembuangan sampah di TPA Klaten. Kamis, 2 Juni 2022 - 15:42 WIB Penulis : Taufiq Sidik Prakoso Editor : Ponco Suseno Solopos.com, KLATEN — Bupati Klaten, Sri Mulyani, mengaku hingga kini belum ada komunikasi secara langsung ihwal rencana kerja sama dari Pemerintah Kota (Pemkot) Jogja terkait pembuangan sampah di TPA Klaten. Jika rencana kerja sama itu terkait pembuangan sampah ke Klaten, Mulyani menegaskan tidak sepakat. SOLOPOS.COM - Bupati Klaten Sri Mulyani. (Instagram/yani_sunarno_snm) Sebelumnya, beredar informasi Pemkot Jogja menjajaki kerja sama dengan Pemkab Klaten terkait pembuangan sampah di TPA Klaten sebagai penampungan darurat saat TPA Piyungan Bantul tutup. ―Komunikasi secara langsung dengan saya belum.Tetapi mungkin dengan OPD terkait.Saya juga sudah baca soal itu di media sosial,‖ kata Mulyani saat ditemui di Desa Nglinggi, Kecamatan Klaten Selatan, Kamis (2/6/2022). Mulyani sepakat jika kerja sama yang ingin dibangun terkait pengolahan sampah, seperti mengolah sampah menjadi pupuk kompos atau menjadi barang bernilai ekonomi. Namun, jika kerja sama yang ingin dibangun untuk membuang sampah dari Jogja ke Klaten, Mulyani menolak. ―Kalau dari limbah yang ada diolah menjadi sesuatu yang berharga saya sambut dengan gembira.Tetapi kalau dari Jogja mau membuang [sampah] ke Klaten, jelas no [tidak sepakat],‖ tegas Mulyani. Baca Juga: Gawat! Umur TPA Troketon Klaten Tersisa 3 Tahun Mulyani menjelaskan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah di Klaten saat ini masih mampu menampung.Namun, TPA sampah itu dibangun hanya untuk mengelola sampah dari warga Klaten.
  • 43. Page43of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Klaten, Jajang Prihono, juga menjelaskan hingga kini belum ada komunikasi dari Pemkot Jogja ihwal kabar kerja sama tentang pembuangan sampah ke Klaten. ―Sampai saat ini saya belum ada informasi tentang itu.Nanti dilihat seperti apa kemaslahatannya,‖ kata dia. Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Klaten, Srihadi, mengatakan belum ada komunikasi dengan Pemkot Jogja ihwal pembuangan sampah di Klaten. Jika rencana kerja sama itu benar, Srihadi menjelaskan Klaten tak mampu menampung sampah dari Jogja. Baca Juga: Sang Seng! Warga Kaligawe Keluhkan Bau Tak Sedap dari TPA Troketon Srihadi mengakui sulitnya mencari lahan membangun TPA.Meski potensi lahan yang tersedia masih luas, belum tentu warga yang ada di sekitarnya sepakat potensi-potensi lahan tersebut digunakan untuk TPA. Terkait kondisi TPA Troketon, Srihadi menjelaskan hingga kini TPA tersebut masih mampu menampung sampah di Klaten.Rata-rata per hari sekitar 95 ton sampah diangkut ke TPA tersebut. Saat ini DLH melayani pengangkutan sampah ke TPA dari 258 tempat pembuangan sementara (TPS).Lokasi TPS tersebar di permukiman, sekolah, pasar, hotel, termasuk pelayanan kesehatan. TPA Troketon menempati lahan seluas 7 hektare (ha).Diperkirakan, daya tampung TPA Troketon penuh tiga hingga empat tahun mendatang.DLH mulai mencari lokasi baru untuk antisipasi jika TPA Troketon penuh. Baca Juga: Jijik! Sampah Menumpuk di Jembatan Sido Dadi Perbatasan Pedan-Trucuk Selain TPA Troketon, Srihadi menjelaskan sampah dikelola melalui tempat pengelolaan sampah reuse, reduce, dan recycle (TPS3R) yang saat ini sudah dibangun di 28 lokasi. Keberadaan TPS3R itu dimaksimalkan guna mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA Troketon. ―Semua TPS3R saat ini aktif dengan dinamika masing-masing.Keberadaan TPS3R mampu mengurangi sekitar 20 persen volume sampah,‖ kata Srihadi. Srihadi berharap ada kerja sama dari tingkat desa atau kelurahan untuk mengurai persoalan sampah seperti sosialisasi untuk mengelola sampah dari rumah tangga. Hal itu dimaksudkan agar tak bermunculan TPS liar di Kabupaten Bersinar. Kata Kunci : Sampah Jogja TPA Pengelolaan Sampah Berita Klaten
  • 44. Page44of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 Solopos.com - Panduan Insformasi & Inspirasi https://www.solopos.com/klaten-dilirik-jogja-sebagai-tempat-membuang- sampah-bupati-tak-sepakat-1330212 Sinergi Inti Plastindo (ESIP) Meyakini Industri Plastik Memiliki Prospek Cerah Sabtu, 04 Juni 2022 | 23:00 WIB Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Handoyo . KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Sinergi Inti Plastindo (ESIP) optimistis memandang tahun 2022. ESIP menargetkan realisasi pendapatan bisa mencapai Rp 85 miliar tahun ini. Dari sisi bottom line, ESIP menargetkan laba bersih bisa naik 4 sampai 5 kali lipat. Sebagai gambaran, tahun lalu, ESIP membukukan pendapatan senilai Rp 53,93 miliar. Jumlah ini naik 13,77% secara year-on-year (yoy). Hanya saja, bottom line ESIP turun. Laba bersih ESIP terkoreksi 64,89% menjadi Rp 611,43 juta. Menurut Direktur Utama Sinergi Inti Plastindo Eric Budisetio Kurniawan, penurunan laba bersih ESIP akibat adanya transisi perpindahan dari pabrik lama ke pabrik baru di Cikupa. Waktu yang terbuang untuk mengatur (set up) cukup lama, sehingga operasional tidak efisien Untuk tahun ini, Eric mengatakan, pendorong kinerja berasal dari hadirnya produk-produk baru dan mesin baru, seiring dengan bertambahnya kapasitas di pabrik baru ESIP. Salah satu produk baru yang akan digarap ESIP adalah produk sedotan berukuran besar yang biasa digunakan untuk minuman jenis boba. Produksi sedotan besar tersebut bakal direalisasikan pada tahun ini seiring dengan mesin yang sudah dibeli. "Minuman berbasis teh dan kopi sedang menjamur, trennya sangat bagus di masa depan," terang Eric kepada Kontan.co.oid, Kamis (2/6). TERPOPULER LIHAT TERPOPULER LAINNYA Eric masih meyakini industri plastik memiliki prospek yang cerah. Kampanye pembatasan penggunaan kantong plastik dinilai tidak begitu berdampak terhadap kinerja ESIP. Sebab, penggunaan plastik juga
  • 45. Page45of 128 Plastik & Sampah: Pantauan Juni 2022 berasal dari berbagai keperluan, seperti untuk kemasan makanan dan industri minimarket. Baca Juga: Rights Issue Tuntas, Sinergi Inti Plastindo (ESIP) Akan Bangun Pabrik Kenaikan harga minyak dunia yang menjadi bahan baku plastik juga tidak berdampak terhadap kinerja ESIP. Sebab, ESIP menaikkan harga jual guna menjaga margin. Hal yang sama juga diikuti oleh pesaing yang juga menaikkan harga jual. Di sisi lain, dia menilai kenaikan harga minyak tidak akan berlangsung lama. Dengan proyeksi kinerja yang semakin moncer, ESIP berencana untuk membagikan dividen interim kepada pemegang saham. "Tahun ini kami sedang memikirkan pembagian dividen interim," pungkas dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Tag PT Sinergi Inti Plastindo Tbk https://investasi.kontan.co.id/news/sinergi-inti-plastindo-esip-meyakini- industri-plastik-memiliki-prospek-cerah Agus Subagya ▶ Indonesian Waste Platform MENGELOLA SAMPAH SKALA KAWASAN BPVP (Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas) LEMBANG Bandung Barat 5 - 8 Juni 2022 Memasuki gerbang kawasan BPVP Lembang, akan langsung nampak terhampar aneka sayuran segar sebagai denplot pertanian, sebagian lain nampak sudah selesai dipanen, dan beberapa bidang sedang mulai akan disemaikan. Udara dingin sejuk sepanjang hari rasanya sangat segar, meskipun kalo hujan agak kedinginan � Sebelumnya BPVP Lembang lebih dikenal sebagai BLK Lembang. Terletak Di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat, merupakan Wilayah Sentra Produksi Holtikultura, Sayuran, Tanaman Hias, Buah- Buahan, Susu Sapi Dan Olahan Produk Pertanian, juga merupakan Daerah Agrowisata. Ingat Lembang akan teringat 2 hal : Bolu Susu dan Planetarium Boscha. Jika kita terus ke atas lagi, terdapat lokasi wisata yg sangat terkenal dan menjadi tujuan utama hampir semua wisatawan yg