Hbl, ade ayu larassati, hapzi ali,ukum lingkungan dari perspektif hukum dan hubungannya dengan kegiatan bisnis serta dampak yang timbul dari undang undang lingkungan hidup.,universitas mercu buana (1)
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERMOHONAN REKOMENDASI TEKNIS KEWENANGAN WILAYAH...
Similar to Hbl, ade ayu larassati, hapzi ali,ukum lingkungan dari perspektif hukum dan hubungannya dengan kegiatan bisnis serta dampak yang timbul dari undang undang lingkungan hidup.,universitas mercu buana (1)
Similar to Hbl, ade ayu larassati, hapzi ali,ukum lingkungan dari perspektif hukum dan hubungannya dengan kegiatan bisnis serta dampak yang timbul dari undang undang lingkungan hidup.,universitas mercu buana (1) (20)
Hbl, ade ayu larassati, hapzi ali,ukum lingkungan dari perspektif hukum dan hubungannya dengan kegiatan bisnis serta dampak yang timbul dari undang undang lingkungan hidup.,universitas mercu buana (1)
1. 1. Hukum Lingkungan dari perspektif hukum dan hubungannya dengan
kegiatan bisnis serta dampak yang timbul dari Undang-Undang
Lingkungan Hidup.
Fakultas Program Studi Kode MK Disusun Oleh
Ekonomi Dan Bisnis S1 Akuntansi F041700009 Ade Ayu Larassati 43216010180
2. 2017
3
HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN
Ade Ayu Larassati 43216010180
Istilah Hukum Lingkungan merupakan terjemahan dari beberapa istilah, yaitu “Environmental Law”
dalam Bahasa Inggris, “Millieeurecht” dalam Bahasa Belanda, “Lenvironnement” dalam Bahasa
Prancis, “Umweltrecht” dalam Bahasa Jerman, “Hukum Alam Seputar” dalam Bahasa Malaysia,
“Batas nan Kapaligiran” dalam Bahasa Tagalog, “Sin-ved-lom Kwahm” dalam Bahasa Thailand,
“Qomum al-Biah” dalam Bahasa Arab.
Banyaknya aliran dalam bidang hukum telah mengakibatkan banyak pengertian tentang hukum yang
berbeda-beda. Oleh karenanya, untuk dapat menyamakan persepsi dalam membahas tentang
pengertian hukum lingkungan, maka perlu disampaikan terlebih dahulu bahwa pada umumnya hukum
itu adalah keseluruhan kumpulan peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama.
Menurut Danusaputro, Pengertian Hukum Lingkungan adalah hukum yang mendasari
penyelenggaraan perlindungan dan tata pengelolaan serta peningkatan ketahanan lingkungan.
Beliaulah yang membedakan antara hukum lingkungan modern yang berorientasi kepada lingkungan
atau environment oriented law dan hukum lingkungan klasik yang berorientasi kepada penggunaan
lingkungan atau use-ori-entedlaw.
Mengutip dari Gatot P. Soemartono yang menyebutkan bahwa Pengertian hukum itu adalah
keseluruhan peraturan tentang tingkah laku manusia yang isinya tentang apa yang seharusnya
dilakukan atau tidak dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat, yang pelaksanaan peraturan
tersebut dapat dipaksakan dengan suatu sanksi oleh pihak yang berwenang. Dari uraian di atas
mengenai pengertian hukum, jadiPengertian Hukum Lingkungan ialah keseluruhan peraturan yang
mengatur tentang tingkah laku orang tentang apa yang seharusnya dilakukan terhadap lingkungan,
yang pelaksanaan peraturan tersebut dapat dipaksakan dengan suatu sanksi oleh pihak yang
berwenang.
Hukum lingkungan klasik menetapkan ketentuan dan norma-norma guna menjamin penggunaan dan
eksploitasi sumber-sumber daya lingkungan dengan berbagai akal dan kepandaian manusia guna
mencapai hasil semaksimal mungkin, dan di dalam jangka waktu yang sesingkat-singkatnya.
Sebaliknya, hukum lingkungan modern membicarakan ketentuan dan norma-norma guna mengatur
perbuatan manusia dengan tujuan untuk melindungi lingkungan dari kerusakan dan kemerosotan
mutunya demi menjamin kelestariannya, agar dapat langsung scara terus-menerus digunakan oleh
generasi sekarang maupun generasi-generasi mendatang.
Karena hukum lingkungan modern berorientasi kpada lingkungan, sehingga sifat dan wataknya juga
mengikuti sifat dan watak dari lingkungan sendiri, serta dengan demikian lebih banyak yang berguru
pada ekologi. Dengan orientasi kepada lingkungan ini, kemudian hukum lingkungan modern memiliki
sifat utuh menyeluruh, artinya selalu berada dalam dinamika dengan sifat dan wataknya. Sebaliknya
hukum lingkungan klasik bersifat sektoral dan sukar berubah.
Sebagai disiplin ilmu hukum yang sedang berkembang, sebagian besar materi hukum lingkungan
merupakan bagian dari hukum administrasi, namun hukum lingkungan mengandung pula aspek
hukum perdata, pidana, pajak, internasional dan penataan ruang.
Hukum lingkungan dikenal sebagai hukum gangguan (hinderrecht) yang bersifat sederhana dan
mengandung aspek keperdataan. Lambat laun perkembangannya bergeser ke arah bidang hukum
administrasi, sesuai dengan peningkatan dalam masyarakat yang semakin komplek saja. Dari segi
hukum lingkungan administrasi terutama muncul apabila keputusan penguasa yang bersifat
kebijaksanaan dituangkan dalam bentuk penetapan (beschikking), contoh kasus hukum lingkungan :
dalam prosedur perijinan, penentuan kualitas lingkungan, prosedur analisis yang mengenai dampak
lingkungan dan sebagainya.
3. 2017
3
HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN
Ade Ayu Larassati 43216010180
Demikianlah pembahasan mengenai pengertian hukum lingkungan dalam tulisan ini, semoga tulisan
saya mengenai Pengertian hukum lingkungan dapat bermanfaat.
KASUS LIMBAH TAHU ( PN SIDOARJO, 1998)
Perkara ini diajukan oleh jaksa penuntut umum sebagai delik lingkungan yaitu pencemaran air Kali
Surabaya akibat limbah tahu dan limbah kotoran babi oleh terdakwa Bambang Goenawan, direktur
PT. Sidomakmur dan PT. Sidomulyo serta diputus PN Sidoarjo Tanggal 6 Mei 1989 Nomor :
122/Pid/1989/PN.Sda
Duduk perkaranya menurut surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum tertanggal 6 November 1988,
primer dan subsidair sebagai berikut: terdakwa Bambang Goenawan alias Oei Ling Gwat, lahir di
Surabaya, umur 48 tahun, jenis kelamin laki – laki, kebangsaan Indonesia, keturunan China, tempat
tinggal JL. Ngagel No. 125 – 127 Surabaya, agama Katolik, pekerjaan Direktur PT. Sidomakmur dan
PT. Sidomulyo dihadapkan ke pengadilan negeri Sidoarjo dengan dakwaan bahwa antara bulan
Maret 1986 - Juli 1988, di perusahaan PT. Sidomakmur dan PT. Sidomulyo yang terletak di desa
Sidomulyo. kecamatan Krian, kabupaten Sidoarjo, telah terjadi perbuatan yang menyebabkan
rusaknya lingkungan hidup atau tercemarnya lingkungan hidup dengan cara terdakwa sebagai
pengusaha PT. Sidomakmur yang memproduksi tahu, membuang air limbah ke Kali Surabaya yang
mengandung BOD 3095,4 mg/I dan mengandung COD 12293 mg/I dan juga sebagai pengusaha PT.
Sidomulyo yang berupa peternakan babi membuang limbah kotoran babi ke Kali Surabaya yang
mengandung BOD 426,3 mg/I dan mengandung COD 1802,9 sebagaimana hasil dari pemeriksaan air
limbah yang dilakukan oleh badai teknik kesehatan Lingkungan tanggal 20 Juli 1988 No. 261/ Pem/
BTKL.Pa/VII/1988. Kandungan limbah tersebut melebihi ambang batas yang ditetapkan SK Gubernur
Jawa Timur No 43 Tahum 1987, yaitu maksimum BOD 30 mg/I dan COD 80 mg/I.
Terdakwa sebagai pengusaha PT. Sidomakmur dan PT. Sidomulyo telah membuat instansi
(septictank) yang tidak memenuhi daya tampung limbah kedua perusahaan tersebut, sehingga
kotoran atau limbah meluber keluar dan mengalir ke Kali Surabaya. Pembuangan air limbah tersebut
menyebabkan menurunnya kualitas air Kali Surabaya dan menyebabkan air kekurangan oksigen
yang mengakibatkan matinya kehidupan dalam air serta sangat sukar untuk diolah menjadi air bersih
untuk bahan baku PDAM.
Jadi terdakwa Bambang Goenawan didakwa telah melanggar pasal 22 ayat 1 dan 2 Undang –
Undang No. 4 Tahun 1982.
Pada tanggal 23 Februari 1989, tuntutan pidana dibacakan, pada pokoknya berbunyi :
Menyatakan terdakwa Bambang Goenawan bersalah karena kelalaiannya melakukan perbuatan
menyebabkan tercemarnya lingkungan hidup – pasal 22 ayat 2 UU No. 4 Tahun 1982 (dakwaan
subsidair).
Menjatuhkan pidana terhadap Bambang Goenawan selama 6 (enam) bulan dalam masa percobaan 1
(satu) tahun dan denda Rp 1.000.0000,00 subsidair 2 (dua) bulan kurungan. Menetapkan agar
terdakwa membayar biaya sebesar Rp 2.500,00 .
Pledoi penasihat hukum dibacakan pada tanggal 11 Maret 1989 dengan kesimpulan :
1. Menolak dakwaan dan tuntutan penuntut umum yang menyatakan bahwa terdakwa bersalah
melakukan perbuatan kelalaian sebagaimana dimaksud pada tuntutannya (23 Februari 1989).
2. Menyatakan batal demi hukum dakwaan sehingga melanggar pasal 143 (3) KUHAP atau
menyatakan dakwaan jaksa kurang cukup bukti dan tidak beralasan, menurut hukum harus ditolak.
3. Menyatakan dakwaan Bambang Goenawan tidak bersalah melakukan perbuatan pidana
sebagaimana yang didakwakan dan karena itu membebaskannya dari segala tuduhan hukum atau
melepaskan dari segala tuduhan hukum atau melepaskan dari segala tuntutan hukum (vide pasal 191
KUHP).
4. Menyatakan untuk merehabilitasi nama baik terdakwa di mata umum (vide pasal 97 KUHP).
4. 2017
3
HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN
Ade Ayu Larassati 43216010180
5. Membebankan biaya perkara ini pada Negara.
Dalam pemeriksaan terhadap Rochim Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Sidoarjo, diperoleh
keterangan bahwa diketemukan adanya sejumlah ikan yang mengambang di permukaan air Kali
Surabaya, tetapi tidak dapat dipastikan apakah ikan yang mengambang di permukaan air Kali
Surabaya itu sebagai akibat dari tercemarnya Kali Surabaya yang disebabkan oleh limbah tahu
industri yang dibuang terdakwa ke kali tersebut. Selain banyak faktor yang menyebabkan ikan bisa
mati lemas, juga mengingat banyaknya perusahaan lain yang menbuang limbah ke Kali Surabaya.
Saksi Soekarsono Dirja Sukarta, B.A. Pejabat PDAM Pejabat PDAM Surabaya menyatakan
bahwa pernah kadar kimia air Kali Surabaya yang diolah menjadi air minum sangat tinggi, sehingga
PDAM harus mengeluarkan biaya tinggi untuk menormalkan kembali kadar air tersebut, namun tidak
dapat dipastikan kalau kejadian itu disebabkan oleh limbah tahu yang dibuang terdakwa ke Kali
Surabaya. Yang pasti, kejadian itu akibat dari tercemarnya Kali Surabaya, tetapi siapa sesungguhnya
yang mencemarkan, saksi tidak dapat menentukan , karena pada kenyataannya banyak perusahaan
yang membuang air limbah pabriknyaa ke Kali Surabaya.
Majelis Hakim dalam melakukan pemeriksaan perkara telah mengadakan pemeriksaan di lokasi
perusahaan dengan konfirmasi keterangan terdakwa sendiri dengan hasil sebagai berikut:
1. Di lokasi, yang dibuang itu adalah bekas air rendaman kedelai bercampur kulit kedelai yang
mengalir melalui saluran-saluran kecil di dalam pabrik menuju septic tank.
2. Tidak ada air yang dibuang setelah kedelai dimasak, karena yang ditinggal hanya sari air kedelai
- diendapkan menjadi tahu. Ampasnya di tampung pada tempat penampungan untuk di konsumsi
oleh ternak.
3. Air cucian atau rendaman diendapkan di beberapa septic tank dialirkan ke selokan menuju
danau kecil di lokasi perusahaan.
4. Dalam pembuatan tahu tidak menggunakan cuka.
5. Di sekitar pekarangan pabrik ada beberapa kelompok septic tank yang masing-masing
berukuran panjang 4 m, lebar 3 m, dalam 3 m, yang dahulu digunakan sebagai bak penampungan
atau pengendapan, penyaringan dan pembuangan air ke kali. Sekarang tidak digunakan lagi karena
limbah setelah diendapkan pada kelompok bak penampungan pertama langsung mengalir ke danau-
danau kecil pada lahan di lokasi perusahaan.
6. Pada kandang babi terdapat 10 petak kandang.
7. Limbah cucian ternak dan kotoran babi dari dalam kandang mengalir ke kiri kanan melalui parit-
parit bersemen ke selokan besar lebar 2 m, dalam 1 m, panjang 500 m.
8. Terdapat septik tank limbah ternak babi yang tidak terpakai lagi dan ditutup atas perintah
Sekwilda Tingkat 2 Sidoarjo.
9. Sekarang tidak ada lagi pembuangan limbah dalam keadaan bagaimanapun ke Kali Surabaya
karena semua saluran pembuangan ditutup dengan beton semen.
10. Kedua perusahaan tersebut mempunyai ijin dan mempunyai syarat serta ditinjau Sekwilda
Kabupaten Sukoarjo.
11. Air limbah telah dibuatkan bak pengendapan dan tidak benar sampai meluber ke Kali Surabaya,
terkecuali hujan turun lebat, mau tidak mau terjadi perembesan dan masuk ke kali Surabaya bersama
– sama dengan air hujan.
12. Air yang dipergunakan memproses tahu diambil dari Kali Surabaya berdasarkan surat ijin dari
gubernur Jawa Timur yang sudah ada dan telah dimiliki oleh terdakwa.
Dalam pemeriksaan perkara di temukan ketidaksesuaian alat bukti mengenai besarnya BOD dan
COD dari limbah tahu. Perbedaan hasil penilitian laboratorium tentang kadar BOD dan COD yang
bervariasi membuat majelis hakim ragu – ragu terhadap kebenaran dari besarnya BOD dan COD
tersebut, sehingga ditetapkan asas In Dubio Pro Reo (putusan yang menguntungkan bagi terdakwa)
majelis hakim menetapkan bahwa besarnya BOD dan COD yang terkandung dalam limbah industri
tahu terdakwa adalah sebesar 17,54 m/I dan 68,58 m/I sesuai dan seperti hasil penelitian pada Balai
5. 2017
3
HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN
Ade Ayu Larassati 43216010180
Pengembangan dan Penelitian Industri Kanwil Departemen Perindustrian Jawa Timur, Surabaya,
tanggal 4 Juni 1988.
Di samping itu, menurut majelis hakim karena tidak adanya hasil penelitian itu sendiri tentang akibat
yang timbul dari limbah yang dibuang ke kali, maka kasus tersebut tidak dapat di
pertanggungjawabkan kepada terdakwa. Dengan demikian menurut hukum, tidak terbukti limbah
yang dibuang terdakwa itu menyebabkan tercemarnya lingkungan hidup, sehingga perbuatan
terdakwa bukan merupakan tindak kejahatan dan bukan pula merupakan pelanggaran. Oleh
karenanya, pada tanggal 6 Mei 1989 putusan PN Sidoarjo :
1. Menyatakan Bambang Goenawan alias Oei Ling Gwat telah melakukan perbuatan membuang
limbah industri tahu ke Kali Surabaya, tetapi perbuatan itu bukan merupakan perbuatan tindak
pidana, yakni tidak menyebabkan tercemarnya lingkungan hidup.
2. Menyatakan oleh karena itu terdakwa diputus “lepas” dari segala tuntutan hukum.
3. Membebankan biaya perkara kepada Negara.
4. Menetapkan surat – sutrat yang diperiksa sebagai alat bukti tetap terlampir dalam berkas.
Berkaitan dengan adanya putusan PN Sidoarjo di atas , Siti Sundari Rangkuti menyatakan bahwa
baik jaksa maupun hakim sangat dipengaruhi oleh pemikiran ilmu hukum pidana, sedangkan pledoi
penasehat hukum tidak mengandung argumentasi yang mencerminkan pengusaan materi hukum
lingkungan. Kepolisian, Kejaksaan dan juga Penasehat Hukum berpendapat bahwa perbuatan
“melanggar baku mutu air limbah” identik dengan “mencemarkan air Kali Surabaya” yang merupakan
tindakan pidana lingkungan dan terkena pasal 22 UULH. Dari sudut pandang yang demikian dapatlah
dimengerti, mengapa sampai terjadi perbedaan persepsi dalam proses pemeriksaan perkara
“pencemaran” kali Surabaya tersebut yang dapat dibahas dalam pemikiran hukum lingkungan.
Perbuatan terdakwa sesuai dengan pemeriksaan air limbah oleh laboratorium Balai Teknik Kesehatan
Lingkungan (BTKL) sebagai saksi ahli, terbukti melanggar Baku Mutu Air Limbah yang ditetapkan
dalam keputusan Gubernur KDH Tingkat I Jawa Timur Nomor 44 Tahun 1987 Tentang Penggolongan
dan Baku Mutu Air Limbah di Jawa Timur, dan bukan mencemarkan air Kali Surabaya yang tunduk
pada pasal 22 UULH. Air Kali Surabaya yang menjadi pencemaran akibat perbuatan terdakwa yaitu
korban pencemaran, tidak pernah diajukan sebagai alat bukti untuk syarat pembuktian hubungan
kausal antara limbah terdakwa dengan cemarnya air yang merupakan salah satu unsur delik
lingkugan. Dengan demikian pertimbangan hakim tentang asas In Dubio Pro Reo (yang
menguntungkkan bagi terdakwa) karena perbedaan hasil pemeriksaan tentang besarnya BOD dan
COD yang terkandung dalam limbah tahu oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Kanwil
Dep. Perindustrian Jawa Timur dengan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dalam kasus ini, menjadi
tidak relevan. Walaupun belum sepenuhnya berlandaskan pemikiran hukum lingkungan
kepemidanaan, namun putusan Majelis Hakim cukup beralasan, yaitu terdakwa terbukti melakukan
pembuangan limbah industry tahu ke kali Surabaya, tetapi perbuatan itu tidak merupakan satu tindak
pidana, yakni tidak menyebabkan tercemarnya lingkungan hidup. Terdakwa diputus lepas dari segala
tuntutan hukum. Dapat dimengerti, karena alat buktinya limbah tahu, bukan air kali Surabaya yang
sudah tercemar secara kumulatif. Air mempunyai sifat “self-purification” kalau hanya menerima
limnbah.
Penyelesaian Kasus
Dengan demikian perbuatan terdakwa merupakan pelanggaran hukum lingkungan administratif yang
sanksinya diatur dalam pasal putusan Gubernur KDH Tingkat I Jawa Timur Nomor 414 Tahun 1987
tentang Penggolongan dan Baku Mutu Air Limbah di Jawa Timur.
Dari rumusan pasal 8 di atas, jelaslah bahwa sanksi perbuatan mekanggar Baku Mutu Air Limbah
tidak diatur sewaktu terjadinya kasus limbah tahu Sidoarjo baik sanksi administrasi maupun sanksi
pidana. Semua peraturan hukum yang dimaksud dalam pasal 8 tersebut tidak mengatur tentang
perbuatan “ Melanggar Baku Mutu Air Limbah”. Dapat dimengerti, karena pada waktu itu (1987),
pembuat peraturan masih dalam proses belajar tentang hukum lingkungan. Hal ini terbukti dalam hal
dari perbedaan pengaturan sanksi yang kemudian diberlakukan terhadap perlanggaran sejenis, yaitu
pasal 33 PP No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air.
6. 2017
3
HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN
Ade Ayu Larassati 43216010180
Dengan berlakunya keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur No. 136 Tahun 1994
tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Industri Atau Kegiatan Usaha Lainnya di Jawa Timur, tanggal 21
November 1994, Keputusan Gubernur KDH tingkat I Jawa Timur No. 414 Tahun 1987 dinyatakan
tidak berlaku lagi.
Dari ketentuan di atas Siti Sundari Rangkuti menyatakan bahwa perbuatan ”Melanggar Baku Mutu Air
Limbah“ penyelesaiannya bukan melalui jalur pengadilan tetapi merupakan pelanggaran hukum
lingkungan administratif dengan konsekuensi sanksi administrasi. Dewasa ini perbuatan tersebut
tunduk pada pasal 33 PP No.20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air jo. Keputusan
Gubernur KDH tungkat I Jawa Timur No. 136 Tahun 1994.
Setelah keputusan PN Sidoarjo memutuskan membebaskan terdakwa dari segala hukuman maka
Jaksa Penuntut Umum mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Putusan Mahkamah Agung
menyatakan mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon kasasi Jaksa Penuntut Umum pada
Kejaksaan Negeri Sidoarjo tanggal 6 Mei 1989 No. 122/pid/1988/PN.Sad. Mahkamah Agung dalam
putusan rek. 1479/K/pid/1989, tanggal 20 Maret 1993 memutuskan bahwa terdakwa terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan kejahatan “karena kelalaiannya melakukan oerbuatan yang
menyebabkan tercemarnya lingkungan hidup“. Kendatipun demikian, terdakwa “hanya” dihukum
kurungan 3 (tiga) bulan dengan waktu percobaan 6 (enam) bulan, di samping itu terdakwa juga
dihukum dengan pidana denda dengan Rp 1.000.000, 00 (satu juta rupiah).
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung tersebut, Siti Sundari Rangkuti mengatakan bahwa perlu
dikaji Ratio Decidendi yang melandasi putusan, khususnya masalah pencemaran itu:
1. MA mengakui bahwa merupakan kewenangan aparatur tata usaha Negara untuk menentukan
batas kadar keamanan untuk masing – masing objek lingkungan yang harus dilindungi. Sehubungan
dengan itu, oleh pejabat TUN ditentukan pula standar kadar limbah yang boleh dibuang ke air.
Masalahnya adalah mengapa keputusan pejabat TUN yang dilanggar dikenakan sanksi pidana oleh
MA?
2. Pertimbangan MA yang cukup memprihatinkan adalah menimbang bahwa walaupun secara
individu membuang limbah melebihi yang diperbolehkan An sich memang baru merupakan perbuatan
yang potensial dapat mencemarkan lingkungan, namun hal itu tidak berlaku dalam perkara ini, karena
dalam perkara ini kesalahan terdakwa merupakan satu dari sekian banyak perusahaan yang
membuang limbahnya ke sungai itu, maka pembuangan limbah yang melampaui ambang batas yang
diperbolehkan yang dilakukan terdakwa (yang ternyata bersama – sama dengan perusahaan lain itu)
harus dianggap mencemarkan air sungai tersebut.
3. MA berpendapat bahwa, berdasarkan keterangan – keterangan terdakwa, saksi – saksi serta
bukti surat – surat yang dihasilkan dalam persidangan, terdakwa harus dinyatakan telah terbukti lalai
memenuhi syarat- syarat pembuangan limbah yang baik dengan demikian, terdakwa harus
dinyatakan terbukti akan dakwaan subsidair.
Dari berkas perkara putusan MA termaksud, tidak ditemukan argumentasi hukum lingkungan bahwa
karena kelalaiannya terdakwa terbukti melakukan perbuatan menyebabkan tercemarnya air kali yang
pembuktiannya menyimpang dari pasal 183 KUHAP yang berbunyi: “hakim tidak boleh menjatuhkan
pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurang nya 2 alat bukti yang sah, ia
memperoleh keyakinan bahwa sesuatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah
yang bersalah melakukannya”. Sampai sekarang belum ada aturan hukum yang menyatakan bahwa
perbuatan melanggar Baku Mutu Air Limbah adalah tindak pidana, yang berarti terdakwa tidak
melakukan delik lingkungan, sehingga dapat dikatakan bahwa MA melanggar asas legalitas
(pasal 1 KUHP).
Menurut Siti Sundari Rangkuti, sebenarnya kasus Sidoarjo dapat diproses sebagai perkara
pidana pencemaran air Kali Surabaya dengan syarat agar unsur-unsur delik lingkungan sebagai delik
materiil berhasil dibuktikan. Untuk dapat dijadikan alat bukti adalah air Kali Surabaya, bukan air
limbah tahu sehingga dapat dibuktikan unsur hubungan kausal antara perbuatan terdakwa dengan
tercemarnya air Kali Surabaya. Dasar hukum yang berlaku adalah keputusan Gubernur KDH Tingkat I
Jawa Timur No. 413 Tahun 1987 tentang Penggolongan dan Baku Mutu Air di Jawa Timur. Prosedur
pembuktian didasarkan pada baku mutu air sebelum limbah tahu dibuang. Apabila setelah air limbah
tahu di buang ke Kali Surabaya, penggolongan dan baku mutu air berubah menjadi turun kualitasnya,
melalui ketentuan dalam keputusan Gubernur KDH Tingkat I Jawa Timur No. 413 Tahun 1987, maka
dapat dikatakan bahwa perbuatan terdakwa melanggar pasal UULH (sekarang pasal 41-44 UULPH)
7. 2017
3
HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN
Ade Ayu Larassati 43216010180
Tentang Tindak Pidana Lingkungan sebagaimana diketahui, delik lingkungan hanya menyangkut
perbuatan konkrit.
Dengan mengkaji putusan MA tentang kasus limbah tahu di atas sebagai bahan pemikiran
dapatlah dikemukakan bahwa putusan MA itu :
1. Melanggar asas legalitas.
2. Melanggar baku mutu air limbah tanpa dasar hukum yang konkrit yang dinyatakan sebagai delik.
3. Pengertian delik pencemaran air dalam pasal 22 UULH tidak dikaitkan dengan pasal 1 angka 7
UULH;
4. Tidak sesuai dengan pasal 183 KUHAP tentang alat bukti.
8. 2017
3
HUKUM BISNIS DAN LINGKUNGAN
Ade Ayu Larassati 43216010180
SUMBER:
https://febriandhy.blogspot.com/2016/11/penyelesaian-sengketa-kasus-lingkungan.html