Dokumen tersebut membahas tentang tuntutan keluarga H. Anas Kassad terhadap hasil uji laboratorium tiga laboratorium mengenai dugaan pencemaran lingkungan oleh Rumah Sakit Tiara Sella. Keluarga H. Anas Kassad menuntut agar dilakukan penyelidikan terhadap perizinan pendirian dan operasional Rumah Sakit Tiara Sella sesuai dengan UU Lingkungan Hidup dan UU Rumah Sakit.
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
IZIN PENDIRIAN
1. PANDANGAN UMUM DAN TUNTUTAN KELUARGA H. ANAS KASSAD
TERHADAP
HASIL UJI SAMPEL DI TIGA LABORATORIUM DUGAAN PENCEMARAN LINGKUNGAN
DAN IZIN PENDIRIAN & OPERASIONAL RUMAH SAKIT TIARA SELLA
MENURUT UU 32/ 2009 tentang PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
DAN UU 44/ 2009 tentang RUMAH SAKIT
A. Pendahuluan
Tahun 2010 adalah perubahan status Klinik menjadi RS. Tiara Sella. Perubahan status usaha ini
adalah awal dari musibah dan malapetaka di lingkungan rumah kami. Oleh karena RS. Tiara
Sella adalah tetangga, maka kami dengan didasari rasa ukhwah berusaha melakukan
siulaturrahim guna membicarakan persoalan dugaan pencemaran lingkungan yang tengah
kami hadapi. Namun cara ini menemui jalan buntu. Walaupun demikian kami berkunjung ke
kantor DPRD Kota Bengkulu tanggal 27 Februari 2012 untuk menyampaikan persoalan yang
sama dan meminta DPRD Kota Bengkulu menjadi mediator untuk menyelasikan persoalan
antara kami dengan RS. Tiara Sella dan Pemda Kota Bengkulu.
Perbedaan pandangan dalam sebuah masalah adalah lumrah dan merupakan sebuah
keniscayaan yang bersifat alami. Bahkan, perbedaan agama, asal usul, warna kulit adalah
bahagian tak terpisahkan dari fitrah manusia itu sendiri, seperti firman Allah Swt. dalam surat
Al-Hujurat ayat 13. Yang berbeda dinatara manusia itu adalah tingkat ketaqwaanya di sisi Allah
Swt.
Namun setiap perbedaan itu mesti disikapi dengan arif dan bijaksana. Kepekaan dan kejujuran
adalah menjadi faktor utama diantara factor-faktor pendorong dalam sifat arif dan bijakasana
tersebut. Allah Swt. Dalam surat al-Hajj (46) berfirman yang artinya; sesungguhnya bukanlah
mata itu yang buta, melainkan yang buta itu ialah hati yang terdapat dalam dada. Bila mata
hati sudah buta, maka akan muncullah kebohongan-kebohongan dalam perilaku tak jujur
setiap insan itu.
Sebagai ilustrasi dapat kami kemukakan, bahwa ditangan para penjahat dan pendusta berdasi,
kebenaran itu menjadi kabur dan dimanipulasi. Mereka memiliki 1.001 akal bulus untuk
menutupi kebenaran. Dari sumpah palsu hingga bermain teatrikal sebagai sosok suci dan baik
hati di hadapan publik. Di panggung politik bahkan orang seolah boleh berdusta dan
bermuslihat buruk dibawah adagium” politik adalah seni segala kemungkinan. Bahkan ada
pula sebagian penegak hukum dengan gagah berani bahkan membabi buta membela demi
kliennya. Dan para MAFIOSO” pun sering tampil sebagai sosok-sosok dermawan untuk
menutupi dunia hitamnya. Sesungguhnya setiap persoalan muncul adalah akibat dari tidak
taat dan melanggar serta mengabaikan UU dan peraturan baik oleh masyarakat maupun
penegak hukum. Oleh sebab itu, dugaan pencemaran lingkungan oleh RS. Tiara Sella terhadap
kami keluarga H. Anas Kassad mari kita lihat dengan hati yang bersih dan jernih dan selalu
merujuk kepada Undang-undang dan peraturan yang relevan dengan perizinan pendirian dan
operasional Rumah Sakit.
2. B. Persoalan
1. Apakah perubahan status dari klinik menjadi Rumah Sakit Tiara Sella telah melalui proses
perizinan (pendirian dan operasional) yang sesuai dengan UU No. 32/2009 tentang
Perlindungan dan Lingkungan Hidup dan UU No. 44/2009 tentang Rumah Sakit?
2. Apakah izin pendirian Rumah Sakit Tiara Sella sudah sesuai dengan RTRW Kota Bengkulu?
3. Apakah proses pembuatan dokumen AMDAL/UKL-UPL yang diberikan kepada pengelola
RS. Tiara Sella sudah sesuai dengan UU no. 32/2009?
4. Apakah RS. Tiara Sella ada melakukan audit lingkungan secara berkala sesuai dengan UU
32/2009; pasal 49 (3)?
5. Apakah Pemerintah Daerah Kota Bengkulu sudah melakukan tugas dan wewenangnya
dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan UU. 32/2009; pasal
63?
6. Apakah manajemen RS. Tiara Sella telah melakukan kewajiban dan larangan seperti yang
tertuang dalam UU 32/2009; pasal 67, 68 dan 69?
7. Apakah proses penarikan sampel dan penunjukan laboratorium sudah sesuai dengan
mekanisme yang diatur oleh peraturan dan perundang-undangan yang syah?
C. Tujuan
1. Kami ingin mengatahui, Apakah perubahan status dari klinik menjadi Rumah Sakit Tiara
Sella telah melalui proses perizinan yang sesuai dengan UU No. 32/2009 tentang
Perlindungan dan Lingkungan Hidup dan UU No. 44/2009 tentang Rumah Sakit; Pasal 25,
26 dan 27?
2. Kami ingin mngetahui apakah pemberian izin lokasi pembangunan RS. Tiara Sella sudah
sesuai dengan RTRW Kabupaten/Kota seperti yang dimanatkan oleh UU No 44 tahun
2009.
3. Kami ingin mengetahui apakah RS. Tiara Sella memiliki AMDAL/UKL-UPL sesuai dengan
UU. 32/2009; pasal 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, , 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 44,
45, 47, 48 49, 50, 51, 53, 54 dan 55.
4. Kami ingin mengetahui Apakah RS. Tiara Sella ada melakukan audit lingkungan secara
berkala sesuai dengan UU 32/2009; pasal 49 (3).
5. Kami ingin mengetahui sejauhmana Pemerintah Daerah Kota Bengkulu sudah melakukan
tugas dan wewenangnya dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai
dengan UU. 32/2009; pasal 63.
6. Kami ingin memperoleh informasi tentang Apakah manajemen RS. Tiara Sella telah
melakukan kewajibannya dan larangan seperti yang tertuang dalam UU 32/2009; pasal 67,
68 dan 69
7. Untuk mengetahui sejauhmana proses dan mekanisme penarikan sampel dan penetapan
laboratorium, apakah sudah sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan.
3. D. Tuntutan
Apabila hasil laboratorium menunjukan terjadinya pencemaran lingkungan dan manakala
terdapat pelanggaran perizinan pendirian dan operasional oleh RS. Tiara Sella maka akan
menuntut sebagai berikut:
1. Apabila pelanggaran yang terjadi bersifat administratif, maka penyelesaian sengketa
lingkungan ini akan kami tuntut sesuai dengan amanah UU nomor 32/2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup BAB XII, Pasal 84, 85, 86, 87 dan 88.
2. Apabila terdapat pelanggaran konstitusi dan Undang-undang dalam izin pendirian dan
opersioanal RS. Tiara Sella, maka kami akan menuntut pihak-pihak terkait (manajemen RS.
Tiara Sella dan Pemerintah Daerah Kota Bengkulu) sesuai dengan Undang-undang Nomor
44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, BAB XIII (Ketentuan Pidana), Pasal 62 dan 63.
Bengkulu, ……………………. 2012
H. ANAS KASSAD
4. 8. Proses dan Mekanisme Pendirian sebuah usaha (Perizinan)
BAB II Pasal 4 tentang Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi: a.
perencanaan; b.pemanfaatan; c. pengendalian; d. pemeliharaan; e. pengawasan; dan f.
penegakan hukum.
BAB III PERENCANAAN
Pasal 5: Perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan melalui
tahapan: a. inventarisasi lingkungan hidup; b. penetapan wilayah ekoregion; dan c.
penyusunan RPPLH.
Pasal 6: (2) Inventarisasi lingkungan hidup dilaksanakan untuk memperoleh data dan
informasi mengenai sumber daya alam yang meliputi: a. potensi dan ketersediaan; b. jenis
yang dimanfaatkan; c. bentuk penguasaan; d. pengetahuan pengelolaan; e. bentuk kerusakan;
dan f. konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan.
Pasal 10:
(1) Penyusunan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 disusun oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.
(2) Penyusunan RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan: a. keragaman
karakter dan fungsi ekologis; b. sebaran penduduk; c. sebaran potensi sumber daya alam; d.
kearifan lokal; e. aspirasi masyarakat; dan f.perubahan iklim.
(4) RPPLH memuat rencana tentang: a. pemanfaatan dan/atau pencadangan sumber daya
alam; b. pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi LH; c. pengendalian,
pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian sumber daya alam; dan d.adaptasi dan
mitigasi terhadap perubahan iklim.
(5) RPPLH menjadi dasar penyusunan dan dimuat dalam rencana pembangunan jangka
panjangdan rencana pembangunan jangka menengah.
Pasal 11: Ketentuan lebih lanjut mengenai inventarisasi lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6, penetapan ekoregion sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal
8, serta RPPLH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10 diatur dalam Peraturan
Pemerintah NOMOR 27 TAHUN 2012TENTANG IZIN LINGKUNGAN.
BAB IV PEMANFAATAN
Pasal12
(1) Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan RPPLH.
(2) Dalam hal RPPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersusun, pemanfaatan
sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan
5. hidup dengan memperhatikan a. keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup; b.
keberlanjutan produktivitas lingkungan hidup; dan c. keselamatan, mutu hidup, dan
kesejahteraan masyarakat.
(3) Daya dukung dan dayatampung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan oleh: c. bupati/walikota untuk daya dukung dan daya tampunglingkungan
hidup kabupaten/kota dan ekoregion di wilayah kabupaten/kota.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapandaya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam peraturan
pemerintah.
BAB V PENGENDALIAN
Pasal 13
(1) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan dalam
rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup.
(2) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkunganhidup sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi: a. pencegahan; b. penanggulangan; dan c. pemulihan.
(3) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran, dan tanggung jawab masing-
masing.
Pasal 14 Pencegahan
Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas: a.
KLHS; b. tata ruang; c. baku mutu lingkungan hidup; d. kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup; e. amdal; f. UKL-UPL; g. perizinan; h. instrumen ekonomi lingkungan hidup; i.
peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup; j. anggaran berbasis lingkungan
hidup; k. analisis risiko lingkungan hidup; l. audit lingkungan hidup; dan m. instrumen lain
sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmupengetahuan.
Pasal 15 Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(1)Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu
wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
(2)Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melaksanakan KLHS sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ke dalam penyusunan atau valuasi:
a. rencana tata ruangwilayah (RTRW) beserta encana rincinya, rencana pembangunan angka
panjang (RPJP), dan rencana embangunan jangka menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan
6. kabupaten/kota; dan b. bijakan, rencana, dan/atau program yang erpotensimenimbulkan
dampak dan/atau isiko lingkungan hidup.
(3) KLHS dilaksanakandengan mekanisme:
a. Pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, an/atau program terhadap kondisi lingkungan hidup
disuatu wilayah;
b. perumusan alternatif penyempurnaan ebijakan,rencana, dan/atau program; dan
c. rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan kebijakan, rencana, dan/atau program
yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Pasal 16, KLHS memuat kajian antara lain:
a. kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan
b. perkiraan mengenai dampak dan risiko ingkungan hidup;
c. kinerja layanan/jasaekosistem;
d. efisiensi pemanfaatansumber daya alam;
e. tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadapperubahan iklim; dan
f. tingkat ketahanan danpotensi keanekaragamanhayati.
Pasal 17
(1) Hasil KLHS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5ayat (3) menjadi dasar bagi kebijakan,
encana, dan/atau program pembangunan alamsuatu wilayah.
(2) Apabila hasil KLHS sebagaimana dimaksud adaayat (1) menyatakan bahwa daya dukung
dan daya tampung sudah terlampaui,
a. kebijakan, rencana, dan/atau program embangunantersebut wajib diperbaiki sesuai dengan
rekomendasi KLHS; dan
b. segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung dan daya tampung
ingkungan hidup tidak diperbolehkan lagi.
Pasal 18
(1) KLHS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dilaksanakan dengan melibatkan
masyarakat dan pemangku kepentingan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan KLHS diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Pasal 19 Tata Ruang
(1) Untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidupdan keselamatan masyarakat, setiap
perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkanpada KLHS.
7. (2) Perencanaan tataruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
memperhatikandaya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
Pasal 20 Baku MutuLingkungan Hidup
(1) Penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidupdiukur melalui bakumutu
lingkungan hidup.
(2) Bakumutu lingkungan hidup meliputi:
a. baku mutu air;
b. baku mutu air limbah;
c. baku mutu air laut;
d. baku mutu udara ambien;
e. baku mutu emisi;
f. bakumutu gangguan; dan
g. bakumutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
(3) Setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbahke media lingkungan hidup
dengan persyaratan:
a. memenuhi bakumutu lingkungan hidup; dan
b. mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuaidengan
kewenangannya.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai baku mutu lingkungan hidupsebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a, huruf c, huruf d, dan huruf gdiatur dalam Peraturan Pemerintah.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai baku mutu lingkungan hidupsebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b, huruf e, dan huruf f diatur dalamperaturan menteri.
Pasal 21 Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup
(1) Untuk menentukan terjadinya kerusakan lingkunganhidup, ditetapkan criteria
bakukerusakan lingkungan hidup.
(2) Kriteriabaku kerusakan lingkungan hidup meliputikriteria baku kerusakan ekosistem
dan kriteria baku kerusakan akibat perubahaniklim.
(3) Kriteria baku kerusakan ekosistemmeliputi:
a. kriteria bakukerusakan tanah untukproduksi biomassa;
b. kriteria baku kerusakan terumbukarang;
c. kriteria bakukerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan
dan/ataulahan;
d. kriteria bakukerusakan mangrove;
e. kriteria baku kerusakan padang lamun;
f. kriteria bakukerusakan gambut;
g. kriteria baku kerusakan karst;dan/atau
h. kriteria baku kerusakan ekosistemlainnya sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
8. (4) Kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklimdidasarkan pada paramater antara
lain:
a. kenaikan temperatur;
b. kenaikan muka air laut;
c. badai; dan/atau
d. kekeringan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai criteria baku kerusakan lingkunganhidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan atauberdasarkan
Peraturan Pemerintah.
Pasal22Amdal
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampakpenting terhadap lingkungan
hidup wajib memiliki amdal.
(2) Dampak pentingditentukan berdasarkan kriteria:
a. besarnya jumlah penduduk yang akan terkenadampak rencana usaha
dan/atau kegiatan;
b. luas wilayah penyebaran dampak;
c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d. banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak;
e. sifat kumulatifdampak;
f. berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau
g.kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 23
(1) Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting yang wajib dilengkapi
denganamdal terdiri atas:
a. pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
b. eksploitasi sumber daya alam, baik yangterbarukan maupun yang tidak
terbarukan;
c. proses & kegiatan yang secara potensialdapat menimbulkan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkunganhidup serta pemborosan dan kemerosotan
sumber daya alam dalam pemanfaatannya;
d. proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam,
lingkunganbuatan, serta lingkungan sosial dan budaya;
9. e. proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempengaruhi pelestarian
kawasankonservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar
budaya;
f. introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, danjasad renik;
g. pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati;
h. kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/ataumempengaruhi pertahanan
negara; dan/atau
i.penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyaipotensi besar untuk
mempengaruhi lingkungan hidup.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib
dilengkapi dengan amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
peraturan Menteri.
Pasal 24
Dokumen amdal sebagaimana dimaksud dalamPasal 22 merupakan dasar penetapan
keputusan kelayakan lingkungan hidup.
Pasal 25
Dokumen amdal memuat:
a. pengkajian mengenai dampak rencana usahadan/atau kegiatan;
b. evaluasi kegiatan di sekitar lokasi rencana usahadan/atau kegiatan;
c. saran masukan serta tanggapan masyarakatterhadap rencana usaha dan/atau
kegiatan;
d. prakiraan terhadap besaran dampak serta sifatpenting dampak yang terjadi jika
rencana usaha dan/atau kegiatan tersebutdilaksanakan;
e. evaluasi secara holistik terhadap dampak yangterjadi untuk menentukan kelayakan
atau ketidaklayakan lingkungan hidup;
f. rencana pengelolaan dan pemantauan lingkunganhidup.
Pasal 26
(1) Dokumen amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal22 disusun oleh pemrakarsa
dengan melibatkan masyarakat.
(2) Pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkanprinsip pemberian informasi
yang transparan dan lengkap serta diberitahukansebelum kegiatan dilaksanakan.
(3) Masyarakatsebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. yang terkena dampak;
b. pemerhati lingkungan hidup; dan/atau
c. yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam prosesamdal.
10. (4) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dapat mengajukan keberatan
terhadap dokumen amdal.
Pasal 27
Dalam menyusun dokumen amdal, pemrakarsa sebagaimana dimaksuddalam Pasal 26
ayat (1) dapat meminta bantuan kepada pihak lain.
Pasal 28
(1) Penyusun amdalsebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 27 wajib
memilikisertifikat kompetensi penyusun amdal.
(2) Kriteria untuk memperoleh sertifikat kompetensi penyusunamdal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penguasaan metodologi penyusunan amdal;
b. kemampuan melakukanpelingkupan, prakiraan, dan evaluasidampak serta
pengambilan keputusan; dan
c. kemampuan menyusun rencana pengelolaan & pemantauan lingkungan
hidup.
(3) Sertifikat kompetensi penyusun amdal sebagaimanadimaksud pada ayat (1)
diterbitkan oleh lembaga sertifikasi kompetensi penyusunamdal yang ditetapkan
oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturanperundangundangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi dancriteria kompetensi penyusun
amdal diatur dengan peraturan Menteri.
Pasal 29
(1) Dokumen amdal dinilai oleh Komisi Penilai Amdalyang dibentuk oleh Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengankewenangannya.
(2) Komisi Penilai Amdal wajib memiliki lisensi dariMenteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(3) Persyaratan dan tatacara lisensi sebagaimanadimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 30
(1) Keanggotaan Komisi Penilai Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 terdiri
atas wakil dari unsur:
a. instansi lingkungan hidup;
b. instansi teknis terkait;
c. pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan jenis usaha
dan/ataukegiatan yang sedang dikaji;
d. pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengandampak yang timbul dari
suatu usaha dan/atau kegiatan yang sedang dikaji;
11. e. wakil dari masyarakat yang berpotensi terkena dampak; dan
f. organisasi lingkungan hidup.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi PenilaiAmdal dibantu oleh tim teknis yang
terdiri atas pakar independen yang melakukankajian teknis dan secretariat yang
dibentuk untuk itu.
(3) Pakar independen dan secretariat sebagaimanadimaksud pada ayat (3) ditetapkan
oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikotasesuai dengan kewenangannya.
Pasal 31
Berdasarkan hasil penilaian Komisi Penilai Amdal, Menteri,gubernur, atau
bupati/walikota menetapkan keputusan kelayakan atau ketidaklayakanlingkungan
hidup sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 32
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah membantupenyusunan amdal bagi usaha
dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah yangberdampak penting terhadap
lingkungan hidup.
(2) Bantuan penyusunan amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa
fasilitasi, biaya,dan/atau penyusunan amdal.
(3) Kriteria mengenai usaha dan/atau kegiatan golongan ekonomi lemah diatur
dengan peraturanperundang-undangan.
Pasal 33
Ketentuan lebih lanjut mengenai amdal sebagaimana dimaksuddalam Pasal 22 sampai
dengan Pasal 32 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 34 UKL-UPL
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidaktermasuk dalam kriteria wajib amdal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat(1) wajib memiliki UKLUPL.
(2) Gubernur atau bupati/walikota menetapkan jenisusaha dan/atau kegiatan yang
wajib dilengkapi dengan UKL-UPL.
Pasal 35
(1) Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajibdilengkapi UKL-UPL sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) wajib membuatsurat pernyataan kesanggupan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
(2) Penetapanjenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukanberdasarkan kriteria:
a. tidak termasuk dalam kategori berdampakpenting sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 ayat (1); dan
b. kegiatan usaha mikrodan kecil.
12. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai UKL-UPL dan surat pernyataan kesanggupan
pengelolaan danpemantauan lingkungan hidup diatur dengan peraturan Menteri.
Perizinan Pasal 36
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajibmemiliki amdal atau UKL-UPL wajib
memiliki izin lingkungan.
(2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) diterbitkan berdasarkan
keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimanadimaksud dalam Pasal 31
atau rekomendasi UKL-UPL.
(3) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) wajib mencantumkan
persyaratan yang dimuat dalam keputusan kelayakanlingkungan hidup atau
rekomendasi UKL-UPL.
(4) Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur,atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya.
Pasal 37
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuaidengan kewenangannya wajib
menolak permohonan izin lingkungan apabilapermohonan izin tidak dilengkapi
dengan amdal atau UKL-UPL.
(2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalamPasal 36 ayat (4) dapat dibatalkan
apabila:
a. persyaratan yang diajukan dalam permohonanizin mengandung cacat hukum,
kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenarandan/atau pemalsuan data,
dokumen, dan/atau informasi;
b. penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimanatercantum dalam
keputusan komisi tentang kelayakan lingkungan hidup ataurekomendasi UKL-
UPL; atau
c. kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen amdal atau UKL-UPL tidak
dilaksanakanoleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan.
Pasal 38
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2),izin lingkungan dapat
dibatalkan melalui keputusan pengadilan tata usahanegara.
Pasal 39
13. (1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuaidengan kewenangannya wajib
mengumumkan setiap permohonan dan
keputusan izin lingkungan.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan dengan cara yang
mudah diketahui oleh masyarakat.
Pasal 40
(1) Izin lingkungan merupakan persyaratan untukmemperoleh izin usaha dan/atau
kegiatan.
(2) Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau kegiatan dibatalkan.
(3) Dalam hal usaha dan/atau kegiatan mengalamiperubahan, penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan wajib memperbarui izinlingkungan.
Pasal 41
Ketentuan lebih lanjut mengenai izin sebagaimana dimaksuddalam Pasal 36 sampa
dengan Pasal 40 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 42 Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup
(1) Dalam rangka melestarikan fungsi lingkunganhidup, Pemerintah dan pemerintah
daerah wajib mengembangkan dan menerapkaninstrumen ekonomi lingkungan
hidup.
(2) Instrumen ekonomi lingkungan hidup sebagaimanadimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi;
b. pendanaan lingkungan hidup; dan
c. insentif dan/atau disinsentif.
Pasal 43
(1) Instrumen perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi sebagaimana
dimaksud dalamPasal 42 ayat (2) huruf a meliputi:
a. neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup;
b. penyusunan produk domestik bruto dan produk domesticregional bruto yang
mencakup penyusutan sumber daya alam dan kerusakanlingkungan hidup;
c. mekanisme kompensasi/imbal jasa lingkunganhidup antar daerah; dan
d. internalisasi biaya lingkungan hidup.
(2) Instrumen pendanaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
ayat (2) huruf b meliputi:
a. dana jaminan pemulihan lingkungan hidup;
b. dana penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan dan pemulihan
lingkungan hidup; dan
c. dana amanah/bantuan untuk konservasi.
14. (3) Insentif dan/atau disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf c
antara lainditerapkan dalam bentuk:
a. pengadaan barang dan jasa yang ramah lingkungan hidup;
b. penerapan pajak, retribusi, dan subsidi lingkunganhidup;
c. pengembangan sistem lembaga keuangan dan pasar modal yang ramah
lingkungan hidup;
d. pengembangan sistem perdagangan izin pembuangan limbah dan/atau emisi;
e. pengembangan sistem pembayaran jasa lingkungan hidup;
f. pengembangan asuransi lingkungan hidup;
g. pengembangan sistem label ramah lingkungan hidup; dan
h. sistem penghargaan kinerja di bidang perlindungandan pengelolaan
lingkungan hidup.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai instrumentekonomi lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dan Pasal 43 ayat (1)sampai dengan ayat
(3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 44 Peraturan Perundang-undangan Berbasis Lingkungan Hidup
Setiap penyusunan peraturan perundangundangan pada tingkatnasional dan daerah
wajib memperhatikan perlindungan fungsi lingkungan hidupdan prinsip perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuanyang diatur dalam
Undang-Undang ini.
Pasal 45 Anggaran Berbasis Lingkungan Hidup
(1) Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia serta pemerintah
daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah wajib mengalokasikan anggaran
yang memadai untukmembiayai:
a.kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
b.program pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup.
(2) Pemerintah wajib mengalokasikan anggaran dana alokasi khusus lingkungan
hidup yang memadai untuk diberikan kepada daerah yangmemiliki kinerja
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang baik.
Pasal 46
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, dalam rangka pemulihan
kondisi lingkungan hidup yang kualitasnya telah mengalami pencemaran dan/atau
kerusakan pada saat undang-undang ini ditetapkan, Pemerintahdan pemerintah
daerah wajib mengalokasikan anggaran untuk pemulihan lingkunganhidup.
Pasal 47 Analisis Risiko Lingkungan Hidup
15. (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensimenimbulkan dampak penting
terhadap lingkungan hidup, ancaman terhadapekosistem dan kehidupan,
dan/atau kesehatan dan keselamatan manusia wajib melakukan analisis risiko
lingkunganhidup.
(2) Analisis risiko lingkungan hidup sebagaimanadimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pengkajian risiko;
b. pengelolaan risiko;dan/atau
c. komunikasi risiko.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai analisis risiko lingkunganhidup diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 48 Audit Lingkungan Hidup
Pemerintah mendorong penanggung jawab usaha dan/atau kegiata nuntuk melakukan
audit lingkungan hidup dalam rangka meningkatkan kinerjalingkungan hidup.
Pasal 49
(1) Menteri mewajibkan audit lingkungan hidup kepada:
a. usaha dan/atau kegiatan tertentu yang berisiko tinggi terhadap lingkungan
hidup; dan/atau
b. penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang menunjukkan
ketidaktaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib melaksanakan audit
lingkungan hidup.
(3) Pelaksanaan audit lingkungan hidup terhadap kegiatan tertentu yang
berisiko tinggi dilakukan secara berkala.
Pasal 50
(1) Apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1), Menteri dapat
melaksanakan atau menugasi pihak ketiga yang independent untuk melaksanakan
audit lingkungan hidup atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan yang bersangkutan.
(2) Menteri mengumumkan hasil audit lingkungan hidup.
Pasal 51
(1) Audit lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 dan Pasal 49
dilaksanakanoleh auditor lingkungan hidup.
16. (2) Auditorlingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki
sertifikatkompetensi auditor lingkungan hidup.
(3) Kriteriauntuk memperoleh sertifikat kompetensi auditor lingkungan hidup
sebagaimanadimaksud pada ayat (2) meliputi kemampuan:
a. memahami prinsip, metodologi, dan tata laksanaaudit lingkungan hidup;
b. melakukan audit lingkungan hidup yang meliputitahapan perencanaan,
pelaksanaan, pengambilan kesimpulan, dan pelaporan; dan
c. merumuskan rekomendasi langkah perbaikansebagai tindak lanjut audit
lingkungan hidup.
(4) Sertifikat kompetensi auditor lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diterbitkan oleh lembaga sertifikasi kompetensiauditor lingkungan hidup
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 52
Ketentuan lebih lanjut mengenai audit lingkungan hidupsebagaimana dimaksud dalam
Pasal 48 sampai dengan Pasal 51 diatur dengan PeraturanMenteri.
Pasal 53 Penanggulangan
(1) Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atauperusakan lingkungan hidup
wajib melakukan penanggulangan pencemaran dan/ataukerusakan lingkungan
hidup.
(2) Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakanlingkungan hidup sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
a. pemberian informasi peringatan pencemarandan/atau kerusakan lingkungan
hidup kepada masyarakat;
b. pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakanlingkungan hidup;
c. penghentian sumber pencemaran dan/ataukerusakan lingkungan hidup;
dan/atau
d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmupengetahuan danteknologi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penanggulangan pencemaran dan/atau
kerusakanlingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
PeraturanPemerintah.
Pasal 54 Pemulihan
17. (1) Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atauperusakan lingkungan hidup
wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup.
(2) Pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan tahapan:
a. penghentian sumberpencemaran dan pembersihan unsur pencemar;
b. remediasi;
c. rehabilitasi;
d. restorasi; dan/atau
e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuandan teknologi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemulihanfungsi lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalamPeraturan Pemerintah.
Pasal 55
(1) Pemegang izin lingkungan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 36 ayat (1) wajib
menyediakan dana penjaminan untuk pemulihanfungsi lingkungan hidup.
(2) Dana penjaminan disimpan di bank pemerintahyang ditunjuk oleh Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengankewenangannya.
(3) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuaidengan kewenangannya dapat
menetapkan pihak ketiga untuk melakukan pemulihanfungsi lingkungan hidup
dengan menggunakan dana penjaminan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai dana penjaminansebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dalam PeraturanPemerintah.
Pasal 56
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengendalian pencemarandan/atau kerusakan
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 sampaidengan Pasal 55
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VII PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN SERTA LIMBAH BAHAN
BERBAHAYA DAN BERACUN (B3)
Bagian Kesatu
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
Pasal 58
18. (1) Setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayahNegara Kesatuan Republik Indonesia,
menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan,memanfaatkan, membuang, mengolah,
dan/atau menimbun B3 wajib melakukanpengelolaan B3.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan B3 sebagaimana dimaksud pada ayat(1) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya danBeracun
Pasal 59
(1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajibmelakukan pengelolaan limbah B3 yang
dihasilkannya.
(2)Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) telah kedaluwarsa,
pengelolaannyamengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3.
(3) Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukansendiri pengelolaan limbah B3,
pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain.
(4) Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dariMenteri, gubernur, atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya.
(5) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajibmencantumkan persyaratan lingkungan hidup
yang harus dipenuhi dan kewajibanyang harus dipatuhi pengelola limbah B3 dalam izin.
(6)Keputusan pemberian izin wajib diumumkan.
(7)Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan limbah B3 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BagianKetiga
Dumping
Pasal 60
Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahanke media lingkungan hidup
tanpa izin.
19. Pasal 61
(1) Dumping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60hanya dapat dilakukan dengan izin dari
Menteri, gubernur, atau bupati/ walikotasesuai dengan kewenangannya.
(2)Dumping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di lokasi yangtelah
ditentukan.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan dumping limbah atau bahandiatur
dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
SISTEM INFORMASI
Pasal 62
(1)Pemerintah dan pemerintah daerah mengembangkan sistem informasi lingkunganhidup
untuk mendukung pelaksanaan dan pengembangan kebijakan perlindungan danpengelolaan
lingkungan hidup.
(2) Sistem informasi lingkungan hidup dilakukansecara terpadu dan terkoordinasi dan wajib
dipublikasikan kepada masyarakat.
(3) Sisteminformasi lingkungan hidup paling sedikit memuat informasi mengenai status
lingkunganhidup, peta rawan lingkungan hidup, dan informasi lingkungan hidup lain.
(4) Ketentuan lebihlanjut mengenai system informasi lingkungan hidup diatur dengan
PeraturanMenteri.
BABIX
TUGASDAN WEWENANG PEMERINTAH DAN
PEMERINTAHDAERAH
Pasal 63
(1) Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkunganhidup, Pemerintah bertugas dan
berwenang:
a. menetapkan kebijakan nasional;
20. b. menetapkan norma, standar, prosedur,dankriteria;
c. menetapkan dan melaksanakankebijakan mengenaiRPPLH nasional;
d. menetapkan & melaksanakan kebijakanmengenai KLHS;
e. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenaiamdal dan UKL-UPL;
f. menyelenggarakan inventarisasi sumber dayaalam nasional dan emisi gas rumahkaca;
g. mengembangkan standar kerja sama;
h. mengoordinasikan dan melaksanakan pengendalianpencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup;
i. menetapkan dan melaksanakan kebijakanmengenai sumber daya alam hayati dan
nonhayati, keanekaragaman hayati, sumberdaya genetik, dan keamanan hayati produk rekayasa
genetik;
j. menetapkan dan melaksanakan kebijakanmengenai pengendalian dampak perubahan iklim
dan perlindungan lapisan ozon;
k. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenaiB3, limbah, serta limbah B3;
l. menetapkan dan melaksanakan kebijakanmengenai perlindungan lingkungan laut;
m. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenaipencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup lintas batas negara;
n. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadappelaksanaan kebijakan nasional, peraturan
daerah, dan peraturan kepala daerah;
o. melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatanpenanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
terhadap ketentuan perizinan lingkungandan peraturan perundangundangan;
p. mengembangkan dan menerapkan instrumenlingkungan hidup;
q. mengoordinasikan dan memfasilitasi kerja samadan penyelesaian perselisihan antardaerah
serta penyelesaian sengketa;
r. mengembangkan dan melaksanakan kebijakanpengelolaan pengaduan masyarakat;
s. menetapkan standar pelayanan minimal;
21. t. menetapkan kebijakan mengenai tata carapengakuan keberadaan masyarakat hukum adat,
kearifan lokal, dan hak masyarakat hokumadat yang terkait dengan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
u. mengelola informasi lingkungan hidup nasional;
v. mengoordinasikan, mengembangkan, dan menyosialisasikan pemanfaatan teknologi
ramahlingkungan hidup;
w. memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan,dan penghargaan;
x. mengembangkan sarana dan standar laboratoriumlingkungan hidup;
y. menerbitkan izin lingkungan;
z. menetapkan wilayah ekoregion; dan melakukanpenegakan hukum lingkungan hidup.
9. PERTANYAAN
Melalui forum ini kami mengajukan pertanyaan kepada Pemerintah Daerah Kota Bengkulu dan
Pemilik Usaha Rumah Sakit Tiara Sella melalui Pimpinan dan Anggota Komisi II DPRD Kota
Bengkulu, sebagai berikut:
1. Apakah pendirian RS. Tiara Sella sudah memperhatikan rencana tata ruang wilayah
(RTRW) beserta rencana rincinya, rencana pembangunan jangka panjang (RPJP), dan
rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) kota Bengkulu; dan kebijakan, rencana,
dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau isiko lingkungan hidup.
2. Apakah RS. Tiara Sella memiliki dokumen AMDAL/UKL-UPL seperti yang tertuang
dalam UU 32/2009?
3. Apakah Komisi Pengawas Kota Bengkulu dalam merekomendasikan pendirian RS. Tiara
Sella sudah sesuai dengan UU 32/2009?
4. Apakah komisi pengawas melakukan pengawasan melakukkan pengawasan sesuai dengan
UU 32/2009?
5. Apakah warga terdekat dan masyarakat lingkungan hidup seperti yang dituangkan dalam
UU 32/2009 ada dilibatkan dalam memberikan rekomendasi terhadap izin pendirian usaha
RS. Taiara Sella?
10. TUNTUTAN
22. Sesuai dengan amanah Undang-Undang 32 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, maka kami akan melakukan tuntutan sebagai berikut:
1. Selesaikan masalah pencemaran lingkungan ini sesuai dengan BAB XIII, Pasal 84, 85, 86,
87, 88 dan 93.
2. Apabila ditemukan tindakan melawan hukum dan pembohongan public, maka kami
meminta kasus ini dilanjutkan keranah pidana.
3. Namun demikian, kami masih membuka ruang kepada pihak-pihak untuk melakukkan
musyawarah.
11. Penutup
Berdasarkan uraian di atas, maka pandangan dan tuntutan kami ini simpulkan sebagai berikut:
1. Permasalahan sengketa lingkungan yang diduga ditimbulkan oleh RS. Tiara Sella, adalah
akibat dari tidak patuh dan taatnya baik pemegang hak usaha maupun pemerintah
terhadap UU 32/2009 dalam proses dan pemberian izin RS. Tiara Sella.
2. Untuk itu, kami mengajak kita semua melihat proses pendirian sebuah usaha sampai
kepada penyelesaian sengketa lingkungan menurut Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 32 tahun 2009 tentang PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.