PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
SYIRKAH DAN MUDHARABAH
1. 1
SYIRKAH DAN MUDHARABAH
1. KERJA SAMA ( SYIRKAH )
A. Pengertian Syirkah
Syirkah menurut bahasa berarti al-ikhtilath yang beraati campuran atau
percampuran. Maksud percampuran di sini ialah seseoramg mempercampurkan
hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin untuk di bedakan. Jadi yang di
maksud Syirkah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam berusaha, yang
keuntungan dan kerugiannya di tanggung bersama.1
Syirkah merupakan akad yang diperbolehkan, hal ini berlandaskan asas-asas
yang terdapat dalam Al Qur’an:
“Daud berkata: "Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan
meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya
kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim
kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal
yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa Kami
1 Dimyauddin Djuwaini, PengantarFiqih Muamalah,Cet Ke-2, (Yogjakarta:Pustaka Pelajar, 2010),
Hlm. 207
2. 2
mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan
bertaubat” (QS. Shaad (38):24).2
B. Macam-macam Syirkah
Secara garis besar, musyarakah dikategorikan menjadi dua jenis, yakni :
1. Syirkah milk (Kepemilikan), Musyarakah ini tercipta karena adanya warisan,
wasiat atau kondisi lainnya yang mengakibatkan kepemilikan asset atas dua
orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan atas dua orang atau lebih
tadi berbagi dalam sebuah aset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang
dihasilkan oleh aset tersebut.
2. Syirkah al ‘aqd (Akad), musyarakah ini tercipta dengan cara kesepakatan,
dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan
kontribusi modal musyarakah, mereka pun sepakat berbegai keuntungan dan
kerugian. Musyarakah akad terbagi menjadi:
a. Syirkah al ‘Inan, adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang
masing-masing memberi konstribusi kerja (‘amal) dan modal (mâl).
b. Syirkah al Mufawadlah, adalah kontrak kerjasama antara dua orang atau
lebih, setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan modal dan
berpartisipasi dalam kerja.
c. Syirkah al A’maal, adalah kontrak kerjasama dua orang seprofesi untuk
menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari
pekerjaan itu,
d. Syirkah al Wujuh, yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih untuk
membeli sesuatu tanpa modal, tetapi hanya modal kepercayaan dan
keuntungan dibagi antara sesama mereka.3
C. Rukun – rukun dan Syarat Syirkah
2 Ibid., Hlm. 209
3Ibid., Hlm 211-213
3. 3
Musyarakah memiliki beberapa rukun yang digariskan oleh ulama guna
menentukan sahnya akad tersebut, rukun yang dimaksud adalah Sighat (ijab dan qobul),
pihak yang bertransaksi dan objek dalam transaksi (modal dan kerja).
Syarat sahnya Syirkah, a). Akad syirkah harus bisa menerima wakalah
(perwakilan), karena setiap partner merupakan wakil dari yang lain. b). Keuntungan bisa
dikuantifikasikan, artinya masing-masing partner mendapatkan bagian yang jelas dari
hasil keuntunga bisnis, bentuknya bisa dalam bentuk nisbah atau persentase, Misal: 20%
untuk masing-masing partner. c). Penentuan pembagian hasil bagi hasil tidak bisa
disebutkan dalam nominal, karena hal ini bertentangan dengan konsep Syirkah untuk
berbagi dalam keuntungan dan resiko atas usaha yang dijalankan.4
D. Mengakhiri Syirkah
Syirkah akan berakhir bila terjadi hal-hal berikut :
1) Salah satu pihak membatalkannya meskipun tanpa persetujuan pihak yang lain sebab
syirkah akad yang terjadi atas dasar rela sama rela dari kedua pihak yang tidak ada
kemestian untuk di laksanakan apabila salah satu pihak tidak menginginkannya lagi. Hal
ini menunjukan pencabutan kerelaan syirkah oleh salah saatu pihak.
2) Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk bertasharuf (keahlian mengelola harta),
baik karena gila maupun hal yang lainnya.
3) Salah satu pihak meninggal dunia, tetapi apabila anggita syirkah lebih dari dua orang,
yang batal hanyalah yang meninggal saja.
4) Salah satu pihak di taruh diantara pengampuan, baik boros pada waktu perjanjian
syirkah maupun sebab yang lain.
5) Salah satu pihak jatuh bangrut yang akibat tidak berkuasa lagi atas harta yang menjadi
saham syirkah.
6) Modal para anggota syirkah lenyap sebelum di belanjakan atas nama syirkah. Bila
modal tersebut lenyap sebelum terjadi percampuran harta hingga dapat di pisah-pisah
lagi, yang menanggung resiko adalah para pemiliknya sendiri.5
II. MUDARABAH ATAU QIRADH
4Ibid., Hlm. 213-215
5 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah,(Jakarta: Rajawali Pers, 2010), Hlm. 133-134
4. 4
A. Pengertian Mudharabah atau Qiradh
Mudharabah berasal dari kata al-dharb, yang berarti secara harfiyah adalah
berpergian atau berjalan. Sebagaimana firman Allah :
…
…
“… Dan yang lainnya, berpergian di muka bumi ini mencari karunia Allah… (Al
Muzammil: 20)”
Selain al-dharb, di sebut juga qiradh yang berasal dari al-qardhu berarti al-
qathu (potongan) karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk diperdagangkan
dan memperoleh sebagian keuntungannya.
B. Dasar Hukum Mudharabah
Melakukan mudharabah atau Qiradh adalah mubah (boleh). Dasar hukumnya
ialah sebuah hadist yang dirwayatkan oleh Ibnu Majah dari Shuaib r.a, bahwasanya
Rosulluloh SAW. Telah bersabda :
وال للبيت لشعير با البر خلط و ضة ر والمقا اجل الى البيع كة البر فيهن ث شالللبيع
“Ada tiga hal yang mengandung berkah, Jual beli yang ditangguhkan, muqaradhah
(mudharabah), dan mencampur gandum dengan jawwat untuk keperluan rumah tangga,
bukan untuk dijual.”6
C. Rukun dan Syarat Mudharabah
Menurut ulama Syafi’iyah, rukun – rukun qiradh/mudharabah ada enam, yaitu :
1. Pemilik barang yang menyerahkan barang-barangnya.
2. Orang yang bekerja, yaitu mengelola barang yang di terima dari pemilik barang.
3. Aqad mudharabah, di lakukan oleh pemilik dengan pengelola barang.
4. Mal, yaitu harta pokok atau modal.
5. Amal, yaitu pekerjaan pengelola harta sehingga menghasilkan laba.
6. Keuntungan.
6 Dimyauddin Djuwaini, Op. Cit., Hlm 224-225
5. 5
Syarat – syarat sah Mudharabah berhubungan denga rukun-rukun mudharabah itu
sendiri. Syarat –syarat Mudharabah adalah sebagai berikut:
1. Modal yang di serahkan adalah berbentuk uang tunai. Apabila barang itu berbentuk
emas atau perak batangan (tabar), mas hiasan atau barang dagangan lainnya,
mudharabah tersebut gagal.
2. Bagi orang yang melakukan akad disyaratkan mampu melakukan tashharuf, maka di
batalkan akad dari anak-anak yang masih kecil, orang gila, dan orang yang di bawah
pengampuan.
3. Modal harus di ketahui dengan jelas agar dapat di bedakan dengan jelas agar dapat di
bedakan antara modal yang di perdagangkan dengan laba atau keuntungan dari
perdagangan tersebut yang akan di bagikan oleh kedua belah pihak sesuai dengan
perjanjian yang di sepakati.
4. Keuntungan akan menjadi milik penngelola dan pemilik modal harus jelas
persentasenya, umpamanya setengah, sepertiga, atau seperempat.
5. Melafadzkan ijab dari pemilik modal, misalkan aku serahkan uang kepada mu ini untuk
dagang jika ada keuntungan akan di bagi dua dan kabul dari pengelola.
6. Mudharabah bersifat mutlak, pemilik modal tidak mengikat pengelola harta untuk
berdagang di negara tertentu, memperdagangkan barang-barang tertentu, pada waktu-
waktu tertentu, sementara di waktu lain tidak karena persyaratan yang mengikat sering
menyimpang dari tujuan akad Mudharabah yaitu keuntungan. Bila dalam Mudharabah
ada persyaratan-persyaratan, maka Mudharabah tersebut akan rusak.7
D. Kedudukan Mudharabah
Hukum mudharabah berbeda karna adanya perbedaan keadaan. Maka,
kedudukan harta yang di jadikan modal dalam mudharabah juga tergantung pada
keadaan.
Karena pengelola modal perdagangan mengelola modal tersebut atas izin
pemilik harta, maka pengelola modal merupakan wakil pemilik barang tersebut dalam
pengelolanya, dan kedudukan modal adalah sebagai objek wakalah.
7 Hendi Suhendi, Op. Cit., Hlm 139-140
6. 6
Ketika harta di tasharufkan oleh pengelola, harta tersebut di berada di bawah
kekuasaan pengelola, sedangkan harta tersebut bukan miliknya, sehingga harta tersebut
berkedudukan sebagai amanat. Apabila harta itu rusak bukan karena kelalaian
pengelola, ia tidak wajib menggantinya. Bila kerusakan timbul karena kelalaian
pengelola, ia wajib menanggungnya.
Di tinjau dari segi akad, mudharabah terdiri atas dua pihak. Bila ada keuntungan
dalam pengelolaan uang, laba itu di bagi dua dengan persentasenya yang di sepakati.
Karena bersama-sama dalam keuntungan, maka mudharabah juga sebagai syirkah.
Di tijau dari segi keuntungan pengelola harta, pengelola mengambil upah
sebagai bayaran dari tenaga yang di keluarkan, sehingga mudharabah dianggap sebagai
ijarah (upah-mengupah atau sewa –menyewa).
Apabila pengelola modal mengingkari ketentuan-ketentuan mudharabah yang
telah di sepakati dua belah pihak, maka telah terjadi kecacatan dalam mudharabah.8
E. Biaya Pengelolaan Mudharabah
Biaya mudharib diambil dari harta sendiri selama ia tinggal di lingkungan
(daerahnya) sendiri, bila ia melakukan perjalanan untuk kepentingan mudharabah. Bila
biaya kepentingan Mudharabah di ambil dari keuntngan, kemungkinan pemilik modal
tidak akan memperoleh bagian dari keuntungan karena mungkin saja biaya itu sama
besar atau bahkan lebih besar dari pada keuntungan.
Namun, jika pemilik modal mengizinkan pemgelola untuk membelanjakan
modal mudharabah guna keperluan dirinya di trngah perjalanan atau penggunaan
tersebut sudah menjadi kebiasaan, maka ia boleh menggunakan modal mudharabah.
Kiranya dapat di pahami bahwa biaya pengelola mudharabah pada dasarnya di
bebankan kepada pengelola modal, namun tidak masalah biaya di ambil dari keuntugan
apabila pemilik modal mengizinkan atau berlaku menurut kebiasaannya.
F. Tindakan Setelah Matinya Pemilik Modal
Jika pemilik modal meninggal dunia, mudharabah menjadi fasakh. Bila
mudharabah telah fasakh pengelola modal tidak berhak mengelola modal mudharabah
8 Ibid., Hlm. 140-141
7. 7
lagi. Jika pengelola bertindak menggunakan modal tersebut, sedangkan iya mengetahui
bahwa pemilik modal telah meninggal dan tanpa izin para ahli warisnya, maka
perbuatan seperti ini di anggap ghasab. Iya wajib menjaamin mengembalikannya,
kemudian jika modal itu menguntungkan, keuntungannya di bagi dua.9
G. Pembatalan Mudharabah
Mudharabah menjadi batal apabila ada perkara-perkara sebagai berikut :
1. Tidak terpenuhi salah satu atau beberapa syarat mudharabah. Jika salah satu syarat
mudharabah tidak terpenuhi, sedangkan modal sudah di pegang oleh pengelola dan
sudah di perdagangkan, maka pengelola mendapat sebagai keuntungan, maka
keuntungan tersebut untuk pemilik modal. Jika ada kerugian, kerugian tersebut menjadi
tanggung jawab pemilik modal karena pengelola adalah sebagai buruh hanya berhak
menerima upah dan tidak bertanggung jawab sesuatu apa pun, kecuali atas kelainannya.
2. Pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya sebagai pengelola modal atau
pengelola modal berbuat sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad. Dalam keadaan
seperti ini pengelola modal bertanggung jawab jika terjadi kerugian karena dialah
penyebab kerugian.
3. Apabila pelaksanaan atau pemilik modal meninggal dunia atau salah seorang pemilik
modal meninggal dunia, mudharabah menjadi batal.10
Referensi :
- Djuwaini Dimyauddin, Pengantar Fiqih Muamalah, Cet Ke-2, Pustaka Pelajar,
Yogjakarta, 2010.
- Suhendi Hendi, Fiqih Muamalah, Rajawali Pers, Jakarta, 2010.
Nama kelompok 9:
9 Ibid., Hlm. 141-142
10 Ibid., Hlm. 143