1. PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN
TATALAKSANA NYERI
Oleh:
Wa Ode Meutya Zawawi
Pembimbing:
dr. Samuel A. Wagiu, Sp.S
Ilmu Penyakit Saraf
FK UNPATTI
Journal Reading
2. • Nyeri keluhan yang paling banyak dialami oleh pasien di RS konsekuensi fisiologis dan
psikologis bagi pasien dan bahkan dapat berdampak sosial.
• Dengan semakin bertambahnya umur harapan hidup masyarakat Indonesia, meningkatnya penyakit
degeneratif dan trauma serta masih tingginya prevalensi kanker di Indonesia jumlah pasien
dengan nyeri di RS akan semakin meningkat.
• Penanganan tidak adekuat dampak yang sangat merugikan, bukan hanya bagi pasien
(morbiditas dan mortalitas) namun juga bagi RS (segi pengeluaran pembiayaan) untuk mengatasi
komplikasi menurunkan kualitas layanan rumah sakit dan menurunkan tingkat kepuasan pasien
pada pelayanan RS
• Nyeri perhatian utama dalam pelayanan di RS penilaian dan tata laksana nyeri bagian
dari hak pasien dalam pelayanan rumah sakit sesuai dengan persyaratan akreditasi RS.
• Dalam upaya meningkatkan pelayanan penanganan nyeri di RS para pengambil kebijakan dan
tenaga kesehatan perlu memahami konsep dasar tentang nyeri dan tata laksananya sesuai dengan
pengetahuan kedokteran berbasis ilmiah dan bukti
PENDAHULUAN
3.
4. DEFINISI DAN KONSEP
NYERI
Nyeri adalah pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan sehubungan dengan
adanya atau berpotensi terjadinya kerusakan jaringan atau tergambarkan seperti ada kerusakan. Nyeri
melibatkan aspek persepsi subyektif sehingga nyeri merupakan apa yang dilaporkan oleh pasien
Suatu sensasi yang tidak menyenangkan sebagai
aktivasi nosiseptor perifer yang terletak di
jaringan lain di luar sistem saraf dan dapat
berasal dari struktur somatik dan viseral.
Contoh: nyeri pasca bedah, fraktur, inflamasi,
abstruksi sal.cerna, miofasial, luka bakar.
sensasi nyeri akibat adanya trauma atau
disfungsi pada saraf sensorik sentral atau sistem
saraf perifer.
Contoh: neuralgia postherpetik, causalgia, CRPS
(complex regional pain syndrome), nyeri
phantom limb, neuropati entrapment dan
neuropati perifer.
kondisi nyeri yang kompleks melibatkan
nyeri nosiseptif dan nyeri neuropatik pada saat
yang bersamaan.
Disfungsi atau kerusakan susunan saraf perifer
memicu terjadinya pelepasan mediator
inflamasi dan selanjutnya inflamasi saraf.
nyeri kronik tidak dapat didentifikasi
penyebabnya (pain of unknown origin)
melibatkan mekanisme psikogenik sentral
maupun perifer dan berhubungan dengan
kondisi psikologis seperti depresi.
Contoh: sindrom fibromyalgia, irritable bowel
syndrome (IBS).
terjadi segera setelah adanya kerusakan atau
berpotensi untuk mengalami kerusakan dan
dimulai dengan terjadi rangsangan pada
reseptor nyeri.
Contoh: nyeri paska bedah, nyeri pada trauma
atau nyeri pada luka bakar.
nyeri yang telah berlangsung 3-6 bulan dengan
etiologi yang berhubungan kelainan neoplastik
atau berhubungan dengan penyakit kronis; atau
nyeri dengan durasi yang melebihi masa
penyembuhan jaringan pada suatu kerusakan
jaringan yang menyebabkan gangguan fungsi
serta keadaan umum pasien.
10. Tujuan --> tercapainya kondisi bebas nyeri yang optimal dalam jangka waktu lama atau
permanen bagi pasien nyeri, apapun diagnosis dan patologi yang mendasari --> diagnosis
sangat penting
Tatalaksana nyeri awalnya bersifat paliatif dan mengobati gejala --> bergeser menjadi
kuratif --> adanya kemampuan dan keterampilan diagnosis klinis yang tajam dan
menentukan sumber nyeri --> tatalaksana diagnosis-based care model
Asesmen Awal, Perencanaan Terapi
11. Anamnesis/histori taking pada tatalaksana
nyeri
menegakkan diagnosis dan menentukan pain generator atau sumber nyeri, serta menghindari
pemeriksaan penunjang yang tidak relevan dan tidak diperlukan.
1. Anamnesis tentang nyeri sebagai keluhan utama
2. Anamnesis yang rinci tentang riwayat nyeri, yang meliputi:
• Kuantitas atau intensitas nyeri menggunakan: verbal rating
scale (VRS): tidak nyeri, nyeri ringan–sedang–berat
• Kualitas atau jenis nyeri, apakah nosiseptif, neuropatik, atau
campuran
• Onset dan lokasi serta distribusi nyeri
• Durasi atau kronisitas
• Faktor-faktor yang memperberat dan meringankan nyeri
• Karakter nyeri khusus sesuai dengan etiologinya
• Waktu timbulnya nyeri
• Keterkaitan dengan postur
• Keluhan penyerta seperti gangguan fungsi dan disabilitas
akibat nyeri
3. Riwayat penyakit dahulu
4. Riwayat trauma
5. Riwayat pembedahan, menstruasi, kehamilan dan persalinan
6. Riwayat pengobatan
7. Riwayat penyakit di keluarga
8. Riwayat pribadi seperti kebiasaan tidur, buang air besar dan kecil
9. Riwayat aktivitas fungsional sehari-hari sebelum dan setelah gangguan
nyeri timbul.
10. Riwayat psikologis, sosioekonomi dan lingkungan, vokasional-
okupasional dan kebiasaan rohani
11. Riwayat tambahan dapat diambil dari pelaku rawat.
12. Pemeriksaan fisik atau klinis
• Pengamatan umum: tanda-tanda distres (mengernyit, berkeringat, sesak nafas, memproteksi bagian
tubuh yang nyeri), Tampilan wajah (depresi, moon face, mask-like-face, Posture and gait dan atau
mobilisasi, mental State Examination, Status gizi, cara berpakaian.
• Penilaian intensitas nyeri
• Pemeriksaan umum: tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, suhu), tinggi badan,berat badan, dan
body mass index (BMI).
• Pemeriksaan lengkap dari kepala sampai jari kaki
• Pemeriksan khusus
• Asesmen fungsional menggunakan skala yang terukur dan terstandar misalnya fungsional
independence measure (FIM), barthel index (BI).
• Penilaian psikologi
Pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan ultrasonografi musculoskeletal,
pemeriksaan radiologis (X-ray, magnetic resonance imaging,
computerized tomography, discography), dan lectromyography dan
nerve conduction study.
Pemeriksaan penunjang
14. Kasus nyeri golongan analgesik paling sering dipakai
Kesuksesan pemberian analgesik yang memadai tanpa
menimbulkan efek samping yang berlebihan.
Tatalaksana Farmakologi
- Tata laksana nyeri yang rasional berdasarkan mekanisme
terjadinya nyeri.
- Nyeri inflamasi dan nosiseptif obat anti inflamasi non steroid
(OAINs) dan analgesik non opioid
- Nyeri neuropatik analgesik ajuvan.
17. Gen tunggal kurang efektif atau dibatasi oleh efek
samping yang berhubungan dengan dosis Kombinasi
Obat Nyeri Neuropatik
Tatalaksana Farmakologi
Khasiat dan keamanan obat kombinasi untuk nyeri neuropatik
- Anti konvulsan-opioid (gabapentin-oksikodon) efektif menghilangkan nyeri,
sebagai obat rescue, dan memperbaiki gangguan tidur efek samping yang
lebih buruk.
- Antikonvulsan-antidepresan intensitas nyeri lebih rendah
- Antidepresan-opioid memiliki efektivitas terbatas dalam terapi skiatika kronis
18. Tatalaksana Farmakologi
Analgesik lini
pertama
• (TCA)
• Antikonvulsant
Analgesik lini
kedua
• Antidepresant SNRI
• Lidokain
Analgesik lini
ketiga
• Tramadol
• Analgesik opioid
Analgesik lini
keempat
• Kanabinoid
• Metadon
• SSRI
• Antikonvulsan
lainnya
19. Tatalaksana Nyeri Intervensi
- Prosedur minimal invasif termasuk penempatan obat pada
target area system persyarafan, muskuloskeletal dan tulang
belakang menggunakan jarum; dan ablasi serta beberapa teknik
pembedahan seperti laser atau discectomi endoskopi, implantasi
pompa infus intratekal, vertebroplasti, kifoplasti, dan stimulasi
saraf spinal untuk diagnostik dan tata laksana nyeri kronik,
persisten atau sulit diatasi.
- Indikasi:
1)Nyeri tidak teratasi dengan terapi konvensional analgesia
yang optimal
2)Efek samping terapi konvensional sistemik yang tidak dapat
ditoleransi
3)Krisis nyeri yang membutuhkan analgesia segera yang
adekuat
- Dilakukan oleh dokter spesialis
21. Caranya mengintervensi jalur nyeri mulai dari reseptor sampai ke pusat penerimaan dan persepsi
Beberapa prosedur bedah saraf (dekompresi, stabilisasi, ablasi ataupun stimulasi) pilihan logis untuk nyeri
“intractable” kemampuannya untuk mengganggu/membebaskan jalur nosiseptif aferen mencegah transmisi
sinyal nyeri ke otak memberikan persepsi analgesia (pain relieve/pain free).
Tatalaksana Nyeri Operatif
1. Prinsip Tindakan bedah untuk nyeri neuropatik
2. Prinsip Tindakan bedah untuknyeri nosiseptif
22. Penanganan nyeri menjadi penting dalam pelayanan pasien di rumah sakit sehubungan dengan
morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan oleh penanganan nyeri yang tidak adekuat. Kasus nyeri
semakin hari semakin meningkat sehubungan dengan semakin meningkatnya angka harapan hidup,
perubahan pola hidupasyarakat dan masih tingginya prevalence kanker di Indonesia.
Penanganan nyeri yang optimal dimulai dengan penegakan diagnosis nyeri diikuti dengan
penatalaksanaan nyeri dengan pendekatan farmakologi, non farmakologi, tindakan intervensi nyeri
dan pembedahan yang masing-masing memiliki peranan dan indikasi berbasis ilmiah. Namun
sebagian besar nyeri teruama nyeri kronik dan kanker membutuhkan penanganan nyeri
multidisplin untuk hasil yang optimal. Untuk itu diperlukan pula sistem pelayanan nyeri di rumah
sakit yang menjamin optimalisasi sumber daya yang ada sesuai kompetensi di bidang penanganan
nyeri sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pasien.
Adanya tim penanganan nyeri dan pelayanan nyeri di rumah sakit yang ditunjang oleh sarana
peralatan dan obat-obat analgesia akan memberikan hasil penanganan nyeri yang optimal pada
pasien dengan nyeri akut, kronik dan kanker.
KESIMPULAN