1. Nyeri didefinisikan sebagai perasaan tidak menyenangkan yang bersifat subyektif dan hanya dapat dirasakan oleh individu yang mengalaminya. 2. Nyeri diklasifikasi menjadi nyeri akut dan kronis, dimana nyeri akut berlangsung kurang dari 6 bulan sedangkan nyeri kronis lebih. 3. Manifestasi klinis nyeri meliputi gangguan tidur, posisi dan gerakan menghindari nyeri, serta perub
1. 1
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN PEMENUHAN RASA NYAMAN: NYERI
A. DEFINISI NYERI
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan
bersifat sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap
orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah
yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya
(Aziz, 2016).
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah
mengalaminya (Tamsuri, 2018).
Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional
yang muncul secara aktual atau potensial kerusakan jaringan atau
menggambarkan adanya kerusakan. Serangan mendadak atau pelan
intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan
akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan
(Asosiasi StudiNyeri Internasional); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari
intensitas ringan hingga berat hingga akhir yang dapat diantisipasi atau di
prediksi. (NANDA, 2015). Nyeri kronis serangan yang tiba-tiba atau lambat
dari intesitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau
diprediksi dan berlangsung > 3 bulan (NANDA, 2012).
B. KLASIFIKASI NYERI
Klasifikasi nyeri secara umum di bagi menjadi dua, yakni nyeri
akut dan kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara
mendadak dan cepat menghilang, yang tidak melebihi 6 bulan dan di
tandai adanya peningkatan tegangan otot.
Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan,
biasanya berlangsung cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan. Termasuk
dalam kategori nyeri kronis adalah nyeri terminal, sindrom nyeri kronis, dan
nyeri psikosomatis.
2. 2
C. ETIOLOGI NYERI
1. Faktor Resiko.
a. Nyeri Akut
1) Melaporkan nyeri secara verbal dan non verbal
2) Menunjukkan kerusakan
3) Posisi untuk mengurangi nyeri
4) Muka dengan ekspresi nyeri
5) Gangguan tidur
6) Respon otonom (penurunan tekanan darah, suhu, nadi)
7) Tingkah laku ekspresif (gelisah, merintih, nafas panjang,
mengeluh)
b. Nyeri Kronis
1) Perubahan berat badan
2) Melaporkan secara verbal dan non verbal
3) Menunjukan gerakan melindungi, gelisah, depresi, focus pada
diri sendiri
4) Kelelahan
5) Perubahan pola tidur
6) Takut cidera
7) Interaksi dengan orang lain menurun
2. Faktor Predisposisi
a. Trauma
b. Peradangan
c. Trauma psikologis
3. Faktor Presipitasi
a. Lingkungan
b. Suhu ekstrim
c. Kegiatan
3. 3
d. Emosi
D. MANIFESTASI KLINIS NYERI
1. Tanda dan Gejala.
a. Gangguan tidur
b. Posisi menghindari nyeri
c. Gerakan menghindari nyeri
d. Raut wajah kesakitan (menangis, merintih)
e. Perubahan nafsu makan
f. Tekanan darah meningkat
g. Depresi
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
Pengalaman nyeri pada seseorang dapat di pengaruhi oleh
beberapa hal, di antaranya adalah:
a) Arti Nyeri. Nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan
hampir sebagian arti nyeri merupakan arti yang negatif, seperti
membahayakan, merusak, dan lain-lain. Keadaan ini di pengaruhi
lingkungan dan pengalaman.
b) Persepsi Nyeri. Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat
subjektif dari seseorang yang merasakan nyeri. Dikarenakan
perawat tidak mampu merasakan nyeri yang dialami oleh pasien.
c) Toleransi Nyeri. Toleransi ini erat hubungannya dengan intensitas
nyeri yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang menahan
nyeri. Faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan
toleransinyeriantara lain alcohol, obat-obatan, hipnotis, gerakan atau
garakan, pengalihan perhatian, kepercayaan yang kuat dan
sebagainya. Sedangkan faktor yang menurunkan toleransi antara
lain kelelahan, rasa marah, bosan, cemas, nyeri yang kunjung tidak
hilang, sakit, dan lain-lain.
d) Reaksi terhadap Nyeri. Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk
respon seseorang terhadap nyeri, seperti ketakutan, gelisah, cemas,
4. 4
menangis, dan menjerit. Semua ini merupakan bentuk respon nyeri
yang dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor, seperi arti nyeri,
tingkat perspepsi nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya,
harapan sosial, kesehatan fisik dan mental, rasa takut, cemas, usia,
dan lain-lain.
E. PATOFISIOLOGI NYERI
Pada saat sel saraf rusak akibat trauma jaringan, maka
terbentuklah zat-zat kimia seperti Bradikinin, serotonin dan enzim
proteotik. Kemudian zat-zat tersebut merangsang dan merusak ujung
saraf reseptor nyeri dan rangsangan tersebut akan dihantarkan ke
hypothalamus melalui saraf asenden. Sedangkan di korteks nyeri akan
dipersiapkan sehingga individu mengalami nyeri. Selain dihantarkan ke
hypothalamus nyeri dapat menurunkan stimulasi terhadap reseptor
mekanin sensitif pada termosensitif sehingga dapat juga menyebabkan atau
mengalami nyeri (Wahit Chayatin, N.Mubarak, 2007).
5. 5
F. PATHWAY
Kerusakan jaringan integumen, spasme otot, iskemik jaringan,
adanya tumor
Sel saraf rusak
Bradikinin, Serotonin, enzim proteotik
Merusak ujung saraf reseptor nyeri
Sel saraf asenden
Stimulasi reseptor mekanin menurun hipotalamus
Termosensitif menurun korteks nyeri
Nyeri Akut Nyeri kronis
6. 6
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Pemeriksaan USG untuk data penunjang apabila ada nyeri tekan
abdomen.
b) Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal.
c) Pemeriksaan lab sebagai data penunjang pemeriksaan lainnya.
d) CT-Scan (cidera kepala) untuk mengetahui adanya pemnuluh darah
yang pecah di otak.
H. PENATALAKSANAAN NYERI
1. Penatalaksanaan Keperawatan
a) Monitor TTV
b) Kaji adanya infeksi atau peradangan nyeri
c) Distraksi (mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri
ringan sampai sedang)
d) Kompres hangat
e) Mengajarkan teknik relaksasi
2. Penatalaksaan Medis
a. Pemberian analgesik
Analgesik akan lebih efektif diberikan sebelum pasien merasakan
nyeri yang berat dibandingkan setelah mengeluh nyeri.
b. Plasebo
Plasebo merupakan obat yang mengandung komponen obat
analgesik seperti gula, larutan garam/normal saline, atau air. Terapi
ini dapat menurunkan rasa nyeri, hal ini karena faktor persepsi
kepercayaan pasien
I. KOMPLIKASI
a. Oedema Pulmonal
b. Kejang
c. Masalah Mobilisasi
d. Hipertensi
7. 7
e. Hipertermi
f. Gangguan pola istirahat dan tidur
J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian nyeri akurat penting untuk upaya penatalaksanaan
nyeri yang afektif. Karena nyeri merupakan pengalaman yang subjektif
dan dirasakan secara berbeda pada masing-masing individu, maka
perawat perlu mengkaji semua factor yang mempengaruhi nyeri, seperti
factor fisiologis, psikologis, perilaku, emosional, dan sosiokultural.
Pengkajian nyeri terdiri atas dua komponen utama, yakni riwayat nyeri
untuk mendapatkan data dari klien dan observasi langsung pada respon
perilaku dan fisiologis klien. Tujuan pengkajian adalah untuk
mendapatkan pemahaman objektif terhadap pengalaman subjek.
Pengkajian dapat dilakukan dengan cara PQRT:
a) P (pemicu) yaitu faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya
nyeri.
b) Q (quality) dari nyeri, apakah rasa tajam, tumpul atau tersayat.
c) R (region) yaitu daerah perjalanan nyeri.
d) S (severty) adalah keparahan atau intensits nyeri.
e) T (time) adalah lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri.
2. Riwayat Nyeri
Saat mengkaji riwayat nyeri, perawat sebaiknya memberikan
klien kesempatan untuk mengungkapkan cara pandang mereka terhadap
nyeri dan situasi tersebut dengan kata-kata mereka sendiri. Langkah ini
akan membantu perawt memahami makna nyeri bagi klien dan
bagaimana ia berkoping terhadap aspek, antara lain :
8. 8
1). Lokasi
Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta klien
menunjukkan area nyerinya. Pengkajian ini biasanya dilakukan
dengan bantuan gambar tubuh. Klien biasanya menandai bagian
tubuhnya yang mengalami nyeri. Ini sangat bermanfaat, terutama
untuk klien yang memiliki lebih dari satu sumber nyeri.
2). Intensitas Nyeri
Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang mudah
dan terpercaya untuk menentukan intensitas nyeri pasien. Skala
nyeri yang paling sering digunakan adalah rentang 0-5 atau 0-10.
Angka “0” menandakan tidak nyeri sama sekali dan angka tertinggi
menandakan nyeri “terhebat” yang dirasakan klien. Intensitas nyeri
dapat diketahui dengan bertanya kepada pasien melalui skala nyeri
wajah, yaitu Wong-Baker FACES Rating Scale yang ditujukan
untuk klien yang tidak mampu menyatakan intensitas nyerinya
melalui skala angka. Ini termasuk anak-anak yang tidak mampu
berkomunikasi secara verbal dan lan sia yang mengalami gangguan
komunikasi.
3) Kualitas Nyeri
Terkadang nyeri bisa terasa seperti “dipukul-pukul” atau
“ditusuk-tusuk”. Perawat perlu mencatat kata-kata yang digunakan
klien untuk menggambarkan nyerinya sebab informasi yang akurat
dapat berpengaruh besar pada diagnosis dan etiologi nyeri serta
pilihan tindakan yang diambil.
4). Pola
Pola nyeri meliputi: waktu awitan, durasi/lamanya nyeri dan
kekambuhan atau interval nyeri. Karenanya, perawat perlu mengkaji
kapan nyeri dimulai, berapa lama nyeri berlangsung, apakah nyeri
berulang dan kapan nyeri terakhir kali muncul.
9. 9
5). Faktor Presipitasi
Terkadang aktivitas tertentu dapat memicumunculnya nyeri.
Sebagai contoh: aktivitas fisik yang berat dapat menimbulkan nyeri
dada. Selain itu, faktor lingkungan (lingkungan yang sangat dingin
atau sangat panas), stresor fisik dan emosional juga dapat memicu
munculnya nyeri.
6). Gejala yang menyertai
Gejala ini meliputi: mual, muntah, pusing dan diare. Gejala
tersebut bisa disebabkan oleh awitan nyeri atau oleh nyeri itu sendiri.
7). Pengaruh aktifitas sehari-hari
Dengan mengetahui sejauh mana nyeri mempengaruhi
aktivitas harian klien akan akan membantu perawat memahami
persepsi klien tentang nyeri. Beberapa aspek kehidupan yang perlu
dikaji terkait nyeri adalah tidur, nafsu makan, konsentrasi,
pekerjaan, hubungan interpesonal, hubungan pernikahan, aktivitas
di rumah, aktivitas waktu seggang serta status emosional.
8). Sumber koping
Setiap individu memiliki strategi koping yang berbeda dalam
menghadapi nyeri. Strategi tersebut dapat dipengaruhi oleh oleh
pengalaman nyeri sebelumnya atau pengaruh agama/budaya.
9). Respon afektif
Respon afektif klien terhadap nyeri bervariasi, tergantung
pada situasi, derajat dandurasi nyeri, interpretasi tentang nyeri dan
banyak faktor lainnya. Perawat perlu mengkaji adanya perasaan
ansietas, takut, lelah, depresi atau perasaan gagal pada diri klien.
3. Observasi respons perilaku dan fisiologis
Banyak respons nonverbal/perilaku yang bisa dijadikan
indikator nyeri diantaranya :
a. Ekspresi wajah:
a) Menutup mata rapat-rapat
10. 10
b) Membuka mata lebar-lebar
c) Menggigit bibir bawah
b. Vokalisasi:
a) Menangis
b) Berteriak
c. Imobilisasi (bagian tubuh yang mengalami nyeri akan
digerakan tubuh tanpa tujuan yang jelas):
a) Menendang-nendang
b) Membolak-balikkan tubuh diatas kasur
Sedangkan respons fisiologis untuk nyeri bervariasi, bergantung
pada sumber dan durasi nyeri. Pada awal awitan nyeri akut, respons
fisiologis:
a) Peningkatan tekanan darah
b) Nadi dan pernapasan
c) Diaforesis
d) Dilatasi pupil akibat terstimulasinya sistem saraf simpatis.
Akan tetapi, jika nyeri berlangsung lama dan saraf simpatis telah
beradaptasi, respon fisiologis tersebut mungkin akan berkurang atau
bahkan tidak ada. Karenanya, penting bagi perawat untuk mengkaji
lebih dari satu respons tersebut merupakan indikator yang buruk untuk
nyeri.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
b. Nyeri kronis berhubungan dengan kerusakan jaringan.
3. Perencanaan Keperawatan
a. Nyeri Akut
1). Tujuan: Setelah dilakukan selama 1x24 jam tindakan diharapkan
nyeri berkurang.
2). Kriteria hasil:
11. 11
a. Nyeri berkurang
b. Ekspresi wajah tenang
c. Tanda-tanda vital (TD: 120/80 mmHg, N: 60-100 x/menit, R: 16-
20 x/menit).
d. Klien dapat istirahat dan tidur normal sesuai dengan usianya.
Intervensi Rasional
a. Pantau/catat karakteristik
nyeri, catat laporan
verbal, petunjuk nonverbal
dan respon
hemodinamik.
b. Ambil gambar lengkap
terhadap nyeri dari pasien
termasuk lokasi, intensitas
(0-10), lamanya, kualitas
(dangkal atau menyebar)
dan penyebaran.
c. Anjurkan pasien untuk
melaporkan nyeri dengan
segera.
d. Bantu melakukan teknik
relaksasi atau distraksi (
misalnya: nafas
dalam/perlahan, perilaku
distraksi. Visuaisasi dan
bimbingan imajinasi.
e. Periksa tanda vital sebelum
atau sesudah
penggunaan obat narkotik.
a.Variasi penampilan dan perilaku
pasien karena nyeri
terjadi sebagai temuan pengkajian.
b.Nyeri sebagai pengalaman subjektif
dan harus
digambarkan oleh pasien.
Bantu
pasien untuk menilai
nyeri dengan membandingkannya
dengan
pengalaman nyeri.
c.Penundaan pelaporan nyeri
menghambat peredaran
nyeri/memerlukan peningkatan dosis
obat. Selain itu, nyeri berat dapat
menyebabkan syok dengan
merangsang sistem syaraf simpatis,
mengakibatkan kerusakan lanjut dan
mengganggu diagnostik serta
hilangnya nyeri.
d. Membantu dalam penurunan
persepsi/respon nyeri.
Memberikan kontrol situasi,
meningkatkan perilaku positif.
12. 12
f. Berikan obat analgesik
sesuai indikasi.
e. Hipotensi/depresi pernafasan dapat
terjadi sebagai akibat pemberian
narkotik.
f. Membantu proses penyembuhan
pasien.
b. Nyeri kronis
1). Tujuan: Setelah dilakukan selama 2x24 jam tindakan diharapkan
nyeri teratasi sebagian.
2). Kriteria hasil:
- Skala nyeri dalam rentang 1-3.
- Raut muka tidak menahan nyeri.
- Klien sudah tidak memegangi area yang nyeri.
Intervensi Rasional
- Catat karakteristik nyeri.
- Berikan posisi semi fowler.
- Ajarkan teknik relaksasi.
- Kolaborasi pemberian obat
analgesik
sesuai dengan indikasi.
- Mempermudah dalam
tindakan pengobatan
kepada klien.
- Membantu memberikan
rasa nyaman kepada
klien.
- Menambah pengetahuan
pasien dalam
mengurangi
rasa nyeri.
- Membantu pasien dalam
mengurangi rasa nyeri.
4. Evaluasi
13. 13
Evaluasi terhadap masalah nyeri dilakukan dengan menilai kemampuan
dalam merespon rangsangan nyeri, di antaranya hilangnya perasaan nyeri,
menurunnya intensitas nyeri, adanya respon fisiologis yang baik dan pasien
mampu melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan nyeri.
DAFTAR PUSTAKA
A. Nurarif, H. K. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan Nanda NIc-NOC. Jogjakarta: Mediaction publishing.
Asmadi. 2018. Tehnik Prosedural Keperawatan: Konsep Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika.
A. Tamsuri. 2017. Konsep Dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta: EGC
Herlman, T. H. 2012. NANDA International Diagnosis Keperawatan: Definisi
dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC.
Herlman, T. H. dkk. 2015. NANDA International Diagnosis Keperawatan: Definisi
dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.
H. A. A. 2019. Nursing Interventions Classification (NIC). Solo: Mosby An
Affiliate Of Elsefer.
Wartonah. 2018. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta:Salemba Medika.
14. 14
Muhammad,Wahit I, & Mubarak. N. 2019. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia.
Jakarta : EGC