Farmakognosi adalah ilmu yang mempelajari tentang obat-obatan dari bahan nabati, hewani, dan mineral. Ilmu ini berhubungan erat dengan bidang botani, zoologi, kimia, dan galenika. Ruang lingkup farmakognosi meliputi identifikasi, isolasi, dan karakterisasi zat kimia dari bahan obat alami.
2. Pada kurang lebih 2500 tahun SM, penggunaan
tanaman obat sudah dilakukan orang, hal ini
dapat diketahui dari lempeng tanah liat yang
tersimpan di perpustakaan Ashurbanipal di Assira,
yang memuat simplisia antara lain kulit delima,
opium, adas manis, madu, ragi, minyak jarak. Juga
orang Yunani kuno misalnya Hippocrates (1446
SM), seorang tabib telah mengenal kayu manis,
hiosiamina, gentiana, kelembak, gom arab, bunga
kantil dan lainnya.
3. Pada tahun 1737 Linnaeus, seorang ahli botani
Swedia, menulis buku “Genera Plantarum” yang
kemudian merupakan buku pedoman utama dari
sistematik botani, sedangkan farmakognosi modern
mulai dirintis oleh Martiuss. Seorang apoteker Jerman
dalam bukunya “Grundriss Der Pharmakognosie Des
Planzenreisches” telah menggolongkan simplisia
menurut segi morfologi, cara-cara untuk mengetahui
kemurnian simplisia.
Farmakognosi mulai berkembang pesat setelah
pertengahan abad ke-19 dan masih terbatas pada
uraian makroskopis dan mikroskopis. Dan sampai
dewasa ini perkembangannya sudah sampai ke usaha-
usaha isolasi, identifikasi dan juga teknik-teknik
kromatografi untuk tujuan analisa kualitatif dan
kuantitatif.
4. Kata Farmakognosi berasal dari dua perkataan
Yunani yaitu Pharmakon yang berarti obat dan
gnosis yang berarti ilmu atau pengetahuan. Jadi
farmakognosi berarti pengetahuan tentang obat. Di
Indonesia farmakognosi dikhususkan sebagai ilmu
yang mempelajari tentang obat dari bahan nabati,
hewani dan mineral.
Farmakognosi merupakan salah satu ilmu yang
emempelajari tntang bagian-bagian tanaman atau
hewan yang dapat digunakan sebagai obat alami
yang telah melewati berbagai macam uji seperti uji
farmakodinamik, uji toksikologi dan uji
biofarmasetika.
5. Farmakognosi adalah sebagai bagian boifarmasi,
biokimia dan bio sintesa, sehingga ruang lingkupnya
menjadi luas seperti yang diuraikan dalam definisi
Fluckiger. Sedangkan di Indonesia saat ini untuk
praktikum
Farmakognosi hanya meliputi segi pengamatan
makroskopis, organoleptis yang seharusnya juga
mmikroskopis dan encakup identifikasi, isolasi dan
pemurnian setiap zat yang terkandung dalam
simplisia dan bila perlu penyelidikan dilanjutkan ke
arah sintesa.
6. Sebagai contoh : Chloramphenicol dapat dibuat secara
sintesa total, yang sebelumnya hanya dapat diperoleh
dari biakkan cendawan Streptomyces venezuela.
Hubungan farmakognosi dengan obat
Definisi yang mencakup seluruh ruang lingkup
farmakognosi diberikan oleh Fluckiger, yaitu
pengetahuan secara serentak berbagai macam cabang
ilmu pengetahuan untuk memperoleh segala segi
yang perlu diketahui tentang obat.
Ada bebrapa definisi tentang obat misalnya :
1. Obat : yakni suatu bahan atau paduan bahan-
bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam
7. menetapkan diagnosa, mencegah, mengurangkan,
menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka
atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia
atau hewan, memperelok bagian badan manusia.
2. Obat jadi: yakni obat dalam keadaan murni atau
campuran dalam bentuk serbuk, cairan, salep, tablet,
pil, suppositoria atau bentuk yang mempunyai nama
teknis sesuai dengan Farmakope Indonesia atau
buku-buku lain yang ditetapkan pemerintah.
3. Obat paten : yakni obat jadi dengan nama
dagang yang terdaftar atas nama si pembuat atau
dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli dari
pabrik yang memproduksinya.
8. 4. Obat baru : yankni obat yang terdiri dari atau
berisi suatu zat baik sebagai bagian yang berkhasiat
maupun yang tidak berkhasiat, misalnya lapian,
pengisi, pelarut, bahan pembantu atau komponen
lain yang belum dikenal, sehingga tidak diketahui
khasiat atau kemurniannya.
5. Obat tradisional : yakni bahan atau ramuan
bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan,
bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari
bahan-bahan tsb, cara tradisional telah digunakan
untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
9. Hubungan farmakognosi dengan botani-zoologi
Simplisia harus mempunyai identitas botani-zoologi yang
pasti, artinya harus diketahui dengan tepat nama latin
tanaman atau hewan dan darimana diperoleh. Dengan
demikian menetapkan identitas botani-zoologi secara tepat
adalah langkah pertama yang harus ditempuh sebelum
melakukan kegiatan-kegiatan lainnya dlm bidang
farmakognosi.
Hubungan farmakognosi dengan ilmu-ilmu lain
Sebelum kimia organik dikenal, simplisia merupakan bahan
utama yang harus tersedia di tempat meramu atau meracik
obat dan umumnya diramu atau diracik sendiri oleh tabib
yang memeriksa si penderita, sehingga dengan cara tsb
farmakognosi dianggap sebagai dari Materia Medika.
Simplisia di apotek kemudiaan terdesak oleh perkembangan
galenika, sehingga persediaan simplisia di apotek digantikan
dengan sediaan-sediaangalenik, yaitu tingtur, ekstrak,
anggur dll.
10. Kemudian setelahkimia organik berkembang,
menyebabkan makin terdesaknya kedudukan
simplisia di apotek-apotek. Tetapi hal ini bukan
berarti simplisia tidak diperlukan lagi, hanya
tempatnya tergeser ke pabrik-pabrik farmasi, tanpa
adanya simplisia di apotek tdk terdapat sediaan-
sediaan galenika, zat kimia murni maupun sediaan
bentuk lainnya, misalnya serbuk, tablet, ampul dsb.
Dari contoh-contoh tsb maka dapat diketahui bahwa
ruang lingkup farmakognosi tidak terbatas pada
pengetahuan tentang simplisia yang tertera dalam
Farmakope, tetapi meliputi pemanfaatan alam
nabati, hewani dan mineral dalam berbagai aspeknya
dibidang Farmasi dan Kesehatan.