Dokumen tersebut membahas tentang perubahan struktur ekonomi dari yang semula didominasi sektor pertanian menjadi didominasi sektor industri dan jasa. Teori-teori seperti Lewis dan Chenery digunakan untuk menganalisis pola perubahan ini. Kasus Indonesia menunjukkan bahwa kontribusi pertanian terhadap PDB menurun dari 45% menjadi 12,9%, sementara industri meningkat menjadi 28% dari PDB.
2. PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI
Perubahan struktur ekonomi / transformasi structural
didefinisikan sebagai suatu rangkaian perubahan yang saling
terkait satu dengan yang lainnya dalam komposisi AD,pedagang
luar negeri(ekspor dan impor), AS (produksi dan penggunaan
factor – factor produksi yang diperlukan guna mendukung
proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan) “Chenery, 1979”
3. Teori dan Bukti Empiris
Teori perubahan struktural menitik beratkan pembahasan pada mekanisme
transformasi ekonomi yang dialami oleh NSB, yang semula lebih bersifat subsistens
yang lebih modern, yang didominasi oleh sektor-sektor nonprime.
Teori utama yang umum digunakan dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi :
1. Teori Arthus Lewis
Dimana teori ini pada dasarnya membahas proses pembangunan ekonomi yang
terjadi di perdesaan dan perkotaan. Teori ini mengasumsikan bahwa perekonomian
negara terbagi menjadi dua, yaitu perekonomiaan tradisioanal dipedesaan yang
didominasi oleh sektor pertaniaan dan perekonomiaan modern diperkotaan dengan
industri sebagai sektor utama. Dipedesaan, karena pertumbuhan penduduknya tinggi
maka terjadi kelebihan suplai tenaga kerja, dan tingkat hidup masyaraktnya berbeda
pada kondisi subsistens akibat perekonomian yang sifatnya juga subsistens.
4. 2. Teori chenery (pattern of development)
Dimana teori ini menfokuskan pada perubahan struktur dalam tahapan
proses perubahan ekonomi di NSB, yang mengalami transformasi dari
pertanian tradisional (subsistens) ke sektor industri sebagai mesin utama
penggerak pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian empiris yang dilakukan oleh
chenery dan syrquin (1975) mengindentifikasi bahwa sejalan dengan
peningkatan pendapatan masyarakat perkapita yang membawa perubahan
dalam pola dalam permintaan konsumen daripenekanan pada makanan dan
barang-barang manufaktur dan jasa, akumulasi modal fisik dan manusia (SDM),
perkembangan kota – kota dan industry – industry di urban bersamaan dengan
proses migrasi penduduk dari pedesaan ke perkotaan dan penurunan laju
pertumbuhan penduduk dan ukuran keluarga yang semakin kecil , struktur
perekonomian suatu Negara bergeser dari yang semula didominasi oleh sector
pertanian /pertambangan menuju ke sector – sector nonprimer, khususnya
industry.
5. • Berdasrkan model ini, kenaikan produksi sektor industri manufaktur dinyatakan
sama besarnya dengan jumlah dari empat faktor berikut :
1. Kenaikan permintaan domestik, yang memuat permintaan langsung untuk
produk industri manufaktur plus efek tidak langsung dari kenaikan permintaan
domestik untuk produk sektor-sektor lainnya terhadap sektor industri
manufaktur.
2. Perluasan exspor (pertumbuhan dan diversifikasi) atau efek total dari kenaikan
jumlah ekspor terhadap produk industri manufaktur.
6. 3. Substitusi impor atau efek total dari kenaikan proporsi permintaan ditiap
sektor yang dipenuhi lewat produksi domestik terhadap output industri
manufaktur.
4. Perubahan teknologi atau efek total dari perubahan koefisien input-output
didalam perekonomian akibat kenaikan upah dan tingkat pendapatan
terhadap sector industri manufaktur.
7. Indikator penting kedua yang sering digunakan didalam studi-studi
empiris untuk mengukur pola perubahan struktur ekonomi adalah
distribusi kesempatan kerja menurut sektor. Sebagai suatu ilustrasi
empiris berdasrkan data bank dunia, pada tahun 1980,NTB yang
dihasilkan sektor pertanian rata-rata sekitar 7% dari PDB dunia;
sedangkan dari sektor industri yang terdiri atas industri primer
(pengilangan minyak) dan industri sekunder (manufaktur) sebesar
38%.
8. Didalam kelompok negara-Negara sedang berkembang-(NSB), banyaknegara
yang juga tejadi transisi ekonomi yang pesat dalam tiga decade terakhir ini,
walaupun pola dan prosesnya berbeda antara Negara. Variasi ini disebabkan oleh
perbedaan antara Negara dalam sejumlah faktor internal seperti berikut :
a) Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri (basis ekonomi)
Suatu Negara yang pada awal pembangunan ekonomi/industrialisasinya sudah
memiliki industri-industri dasar, seperti mesin, besi dan baja yang relative kuat
akan mengalami proses industrialisasi yang lebih pesat/cepat dibandingkan
Negara yang hanya memiliki industri-industri ringan, seperti tekstil,pakaian jadi,
alas kaki, makanan dan minuman.
9. b) Besarnya pasar dalam negeri
Besarnya pasar domestik ditentukan oleh kombinasi antara jumlah populasi
dan tingkat pendapatan riil perkapita.
c) Pola distribusi pendapataan
Faktor ini sangat mendukung faktor pasar di atas. Walaupun tingkat
pendapatan rata – rata perkapita naik pesat tetapi kalu distribusinya sangat
pincang, kenaikan pendapatan tersebut tidak terlalu berarti bagi pertumbuhan
industri-industri selain industri –ndustri yang membuat barang–barang
sederhana makanan dan minuman, sepatu dan pakaian jadi (tekstil )
10. d) Karakteristik dari industrialisasi
Pelaksanaan atau strategi pengembangan industri yang diterapkan, jenis
industri yang diunggulkan, pola pembangunan industri, dan insentif yang
diberikan.
e) Keberadaan SDA
Ada kecenderungan bahwa negara yang kaya akan SDA mengalami
pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah atau terlambat melakukan
industrialisasi atau tidak berhasil melakukan diversivikasi ekonomi (perubahan
struktur) daripada negara yang miskin SDA.
11. f) Kebijakan perdagangan luar negri
Fakta menunjukan bahwa di negara yang menerapkan kebijakan
ekonomi tertutup (inward looking), pola dan hasil industrialisasinya
berbeda dibandingkan dengan negara yang menerapkan kebijakan
ekonomi terbuka (outward looking).
12. Kasus Indonesia
Sejak awal pemerintahaan orde baru hingga sekarang, proses pertumbuhan ekonomi Indonesia
cukup pesat. Pada tahun 1970,nilai pertumbuhan bruto (NTB) dari sector pertanian,
perternakaan, kehutanan, dan perikanan menyumbang sekitar 45% terhadap pembentukan
PDB, dan pada decade 1990-an hanya tinggal 16% hingga 20%, dan tahun 2006 tinggal sekitar
12,9%. Sedangkan sumbangan output dari industri manufaktur terhadap pembentukan PDB
pada tahun 2006 tercatat sekitar 28%; jadi sudah lebih besar dari pada pertanian, dan ini jelas
mencerminkan bahwa ekonomi nasional telah mengalami suatu perubahan secara structural
dalam 3 decade belakangan ini. Namun demikian penurunan rasio output pertanian terhadap
PDB tersebut tidak berarti bahwa volume produksi di sector tersebut berkurang selama periode
tersebut (atau pertumbuhan rata-rata pertahun negative). Pertumbuhan tersebut disebabka oleh
lain pertumbuhan output (rata-rata pertahun pertumbuhan total)disektor tersebut relative lebih
rendah dibandingkan laju pertumbuhan output dari sektor industri.
13. Daftar Pustaka
Tambunan , Dr.Tulus T.H. 2009. Perekonomian
Indonesia. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia