Makalah ini membahas evaluasi kinerja dan kompensasi pegawai. Ia menjelaskan pengertian penilaian prestasi kerja, tujuannya, objek penilaian, dan pengaruhnya terhadap individu dan organisasi. Juga dibahas metode penilaian seperti skala grafik, checklist, esai, dan pencatatan kejadian kritis. Makalah ini juga membahas konsep dasar kompensasi serta langkah merumuskan kebijakan dan sistem kompensasi.
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Makalah sebelum uas
1. MAKALAH
EVALUASI KINERJA & KOMPENSASI
(MATERI 9 sd 15)
Disusun Oleh :
Nama : Nia Kusnia
Nim : 1150820
Kelas : 7O MSDMS
UNIVERSITAS BINA BANGSA
2017
2. ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Penulis
Nia Kusnia
3. iii
DAFTAR ISI
Cover.......................................................................................................................
Kata Pengantar ......................................................................................................ii
Daftar Isi..................................................................................................................iii
pengertian penilaian prestasi kerja............................................................................1
Konsep dasar Kompensasi..................................................................................10
Langkah-langkah merumuskan kebijakan & membuat sistem kompensasi 14
Survey Benchmarking Kompensasi ...................................................................17
Kompensasi Finansial Langsung .......................................................................29
Tunjangan Non Finansial .....................................................................................35
Daftar Pustaka .......................................................................................................41
4. 1
BAB I
PENGERTIAN PENILAIAN PRESTASI KERJA
Penilaian Prestasi Kerja (PPK) adalah “suatu cara dalam melakukan evaluasi
terhadap prestasi kerja para pegawai dengan serangkaian tolok ukur tertentu yang
obyektif dan berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta dilakukan secara
berkala”.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh French (1986), PPK pada dasarnya
merupakan kajian sistematik tentang kondisi kerja pegawai yang dilakukan secara
formal. Menurut French, kajian kondisi kerja ini haruslah dikaitkan dengan standar
kerja yang dibangun, baik itu standar proses kerja maupun standar hasil kerja. Tidak
kalah pentingnya, organisasi harus mengkomunikasikan penilaian tersebut kepada
pegawai yang bersangkutan.
Dengan demikian sasaran yang menjadi obyek penilaian adalah
kecapakan/kemampuan pegawai melaksanakan suatu tugas/pekerjaan yang
diberikan, penampilan atau perilaku dalam melaksanakan tugas, sikap dalam
menjalankan tugas, cara yang digunakan dalam melaksanakan tugas, ketegaran
jasmani dan rohani di dalam menjalankan tugas, dan sebagainya.
Penilaian atau investasi kerja juga sering dilakukan secara informal oleh
supervisor atau atasan terhadap bawahannya. Bedanya, penilaian yang informal
tersebut adalah spontanitas dari supervisor atau atasan dan tidak dirancang secara
khusus sebagimana halnya PPK. Selain itu penilaian atau evaluasi kerja secara
informal cenderung lebih ke arah memperbaiki pekerjaan keseharian dari pada
penilaian terhadap kemampuan atau perilaku kerja pegawai. Sedangkan PPK
adalah kajian kondisi pegawai dengan rancangan dan metode khusus.
BEBERAPA TUJUAN PENILAIAN PRESTASI KERJA
PPK dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Beberapa Tujuan Umum
penggunaan PPK dalan organisasi industri maupun non indutri adalah :
Peningkatan imbalan (dengan system merit),
5. 2
Feed back/umpan balik bagi pegawai yang bersangkutan,
Promosi,
PHK atau pemberhentian sementara,
Melihat potensi kinerja pegawai,
Rencana suksesi,
Transfer/pemindahan pegawai
Perencanaan pengadaan tenaga kerja
Pemberian bonus
Perencanaan karier
Evaluasi dan pengembangan Diklat
Komunikasi intenal
Kriteria untuk validasi prosedur suksesi
Kontrol pengeluaran.
Secara garis besar terdapat dua Tujuan Utama PPK, yaitu :
a. Evaluasi terhadap tujuan (goal) organisasi, mencakup :
Feedback pada pekerjaan untuk mengetahui di mana posisi mereka.
Pengembangan data yang valid untuk pembayaran upah/bonus dan keputusan
promosi serta menyediakan media komunikasi untuk keputusan tersebut.
Membantu manajemen membuat keputusan pemberhentian sementara atau PHK
dengan memberikan “peringatan” kepada pekerja tentang kinerja kerja mereka
yang tidak memuaskan. (Michael Beer dalam French, 1986).
b. Pengembangan tujuan (goal) organisasi, mencakup :
Pelatihan dan bimbingan pekerjaan dalam rangka memperbaiki kinerja dan
pengembangan potensi di masa yang akan datang.
Mengembangkan komitmen organisasi melalui diskusi kesempatan karier dan
perencanaan karier.
Memotivasi pekerja
Memperkuat hubungan atasan dengan bawahan.
Mendiagnosis problem individu dan organisasi.
6. 3
OBYEK PENILAIAN PRESTASI KERJA
Hasil kerja individu
Jika mengutamakan hasil akhir, maka pihak manajemen melakukan penilaian
prestasi kerja dengan obyek hasil kerja individu. Biasanya berlaku pada
bagian produksi dengan indikator penilaian output yang dihasilkan, sisa dan
biaya per-unit yang dikeluarkan.
Perilaku
Untuk tugas yang bersifat instrinsik, misalnya sekretaris atau manajer, maka
penilaian prestasi kerja ditekankan pada penilaian terhadap perilaku, seperti
ketepatan waktu memberikan laporan, kesesuaian gaya kepemimpinan,
efisiensi dan efektivitas pengambilan keputusan, tingkat absensi.
Sifat
Merupakan obyek penilaian yang dianggap paling lemah dari kriteria penilaian
prestasi kerja, karena sulit diukur atau tidak dapat dihubungkan dengan hasil
tugas yang positif, seperti sikap yang baik, rasa percaya diri, dapat
diandalkan, mampu bekerja sama.
PENGARUH PENILAIAN PRESTASI KERJA
a. Terhadap Individu
Hasil PPK dapat berpengaruh positif maupun negatif terhadap moral kerja
pekerja. Hal ini dimungkinkan mengingat peranan hasil PPK yang dapat digunakan
untuk berbagai kepentingan manajemen SDM.
Cara pandang pegawai terhadap PPK dan penggunaan hasil PPK menentukan
positif atau negatif pengaruh PPK pada pegawai yang bersangkutan. Sebagai
contoh, jika PPK lebih dipandang sebagai kritik dari pada pertolongan perusahaan
terhadap pegawai. Maka PPK akan menumbuhkan rasa “was-was” pada diri
pegawai yang bersangkutan saat dilakukan PPK atau penerapan hasil PPK.
Perasaan was-was ini pada gilirannya akan menurunkan semangat kerja.
Sebaliknya jika PPk lebih dipandang sebagai pertolongan atau pemberian
7. 4
kesempatan pengembangan diri dari pada kritik, maka PPK akan membuat pegawai
yang bersangkutan bertambah giat dan selalu berupaya mengembangkan
kreativitasnya di dalam melaksanakan pekerjaannya.
Dengan demikian sisi pandang atau interprestasi pegawai terhadap PPK merupakan
hal yang mendasari baik buruknya akibat perubahan sikap/moral pekerja setelah
menerima hasil PPK. Karenanya pemilihan metode yang tepat dengan tolok ukur
yang tepat serta waktu yang tepat merupakan kunci yang dapat mengeliminir
kecurigaan pegawai terhadap subyektivitas penilai saat melakukan PPK.
b. Terhadap Organisasi
PPK mempengaruhi orgnisasi, khususnya pada proses kegiatan SDM.
Sebagaimana halnya dengan pengaruh PPK terhadap individu, informasi hasil
penilaian merupakan umpan balik sukses tidanya fungsi personalia. Besar kecilnya
pengaruh PPK pada organisasi tergantung sedikit banyaknya pada informasi yang
didapat dari hasil PPK tersebut. PPK yang komprehensif dapat menghasilkan
informasi yang cukup. Informasi yang bisa didapat antara lain rekrutmen, seleksi,
orientasi, kebutuhan diklat dan sebagainya.
Jika sejumlah besar pegawai menerima hasil PPK dengan nilai buruk, maka
dapat diduga kemungkinan adanya kelalaian atau kesalahan program perencanaan
SDM pada organisasi yang bersangkutan. Atau kungkin hal tersebut terjadi akibat
target goal yang ditetapkan terlalu tinggi, sementara kemampuan pegawai dan/atau
fasilitas yang ada pada organisasi tersebut belum memungkinkan untuk mencapai
target goal terebut.
Selain untuk mengevaluasi program manajemen SDM. PPK juga dapat digunakan
untuk mengembangkan SDM organisai seperti promosi, kenaikan upah, bonus,
pelatihan dan sebagainya. Dengan perkataan lain, hasil Penilaian Prestasi Kerja
dapat digunakan untuk mengevaluasi dan mengembangkan SDM saat ini serta
mengkaji kemampuan organisasi untuk menentukan kebutuhan SDM di masa yang
akan datang.
8. 5
METODE PENILAIAN PRESTASI KERJA
Pendekatan yang dilakukan dalam penilaian prestasi kerja pegawai sangat
banyak. Dari sekian banyak metode yang digunakan dapat dikelonpokkan menjadi
dua bagian, yaitu 1) metode yang berorientasi masa lalu, seperti : Skala Grafik
dengan Rating, Metode Ceklis (Checklist), Metode Essai, Metode Pencatatan
Kejadian Kritis, dan Metode Wawancara; dan 2) metode yang berorientasi masa
depan, yakni penilaian diri, tes psikologi, MBO, dan pusat penilaian.
A. Metode Penilaian Yang Berorientasi Masa Lalu
1) Skala Grafik Dengan Rating
Skala grafik dengan rating atau juga dikenal dengan metode rating konvensional,
adalah metode yang banyak digunakan. Terdapat banyak versi tentang metode ini
namun semuanya berfokus pada perilaku spesifik atau karakteristik pegawai yang
berkaiatan dengan kinerja kerja. Contoh skala Rating dapat dilihat pada gambar di
bawah ini. Dalam versi terbaru skala grafik dengan rating perilaku spesifik pegawai
diuraikan kembali berdasarkan perbedaan tingkatan dan perbedaan
departemen/bagian pekerjaan untuk masing-masing karakteristik. Kelemahan
metode ini adalah perilaku yang dinilai tidak spesifik dan penilai cenderung
memberikan nilai rata-rata.
2) Metode Checklist
Metode checklist adalah metode PPK dengan cara memberi tanda (V) pada uraian
perilaku negatif atau positif pegawai/karyawan yang namanya tertera dalam daftar.
Masing-msing perilaku tersebut diberi bobot nilai. Besarnya bobot nilai tergantung
dari tingkat kepentingan perilaku tersebut terhadap suksesnya suatu pekerjaan.
Perhatikan contoh berikut :
Keuntungan dari metode ini mudah untuk digunakan dan dapat menghindari
kecenderungan pemberian nilai rata-rata atau pemberian nilai karena kemurahan
hati. Namun karena keharusan adanya relevansi antara item perilaku yang terdaftar
dalam penilaian prestasi dengan pekerjaan yang dilaksanakan, maka dibutuhkan
keahlian khusus untuk membangun sejumlah item perilaku yang berbeda untuk jenis
9. 6
pekerjaan dan tingkatan yang berbeda. Oleh karena itu dibutuhkan bantuan tenaga
profesional yang andal di bidang ini. Ketidakandalan dalam membuat item perilaku
dan kesesuaian bobot nilai masing-masing item dapat mengakibatkan
ketidaksesuaian di dalam pemberian ukuran-ukuran item. Akibatnya para supervisor
kesulitan di dalam mengiterprestasikan hasilnya.
3) Metode Esai
Pada metode ini, penilai menuliskan sejumlah pertanyaan terbuka yang terbagi
dalam beberapa kategori. Beberapa kategori pertanyaan terbuka yang biasa
digunakan :
1. Penilaian kinerja seluruh pekerjaan.
2. Kemungkinan pekerja dipromosikan
3. Kinerja kerja pegawai saat ini
4. Kekuatan dan kelemahan pegawai
5. Kebutuhan tambahan training
Pendekatan ini memberikan fleksibilitas pada penilaian dengan tidak
memasyarakatkan perhatian khusus pada sejumlah faktor. Di sisi lain karena
metode ini menggunakan pertanyaan yang sangat terbuka, maka penilai akan
kesulitan untuk membandingkan dan menilai jawaban-jawaban dari pertanyaan
tersebut. keberhasilan metode ini juga sangat tergantung pada kemampuan dan
kriativitas supervisor dalam mengajukan pertanyaan untuk mendapatkan jawaban
yang benar-benar dapat mewakili kondisi pegawai yang dinilai.
4) Metode Pencatatan Kejadian Kritis
Metode pencatatan kejadian yang kritis adalah Penilaian Prestasi Kerja yang
menggunakan pendekatan dengan menggunakan catatan-catatan yang
menggambarkan perilaku karyawan yang sangat baik atau yang sangat buruk.
Perhatikan contoh berikut :
10. 7
5) Metode Wawancara
Selain kelima metode di atas, PPK pegawai juga dapat dilakukan dengan cara
Wawancara. Maksud dari penggunaan cara wawancara ini adalah agar pegawai
mengetahui posisi dan bagaimana cara kerja mereka.
Selain itu wawancara juga dimaksudkan untuk :
a. Mendorong perilaku positif.
b. Menerangkan apa target/sasaran yang diharapkan dari pegawai.
c. Mengkomunikasikan masalah-masalah yang berkaitan dengan upah dan promosi.
d. Rencana memperbaiki kinerja di masa yang akan datang.
e. Memperbaiki hubungan antara atasan dengan bawahan.
B. Metode Penilaian Yang Berorientasi Masa Depan
a) Penilaian Diri (self appraisal)
Metode ini menekankan adanya penilaian yang dilakukan karyawan terhadap diri
sendiri dengan tujuan melihat potensi yang dapat dikembangkan dari diri mereka.
b) Tes Psikologi
Biasanya dilakukan dalam bentuk wawancara mendalam, tes psikologi, diskusi,
review terhadap hasil evaluasi pekerjaan karyawan. Tes ini dilakukan oleh psikolog
untuk mengetahui potensi karyawan yang dapat dikembangkan dimasa datang.
Beberapa tes psikologi yang dapat dilakukan, seperti tes intelektual, emosi, motivasi.
c) Management By Objectives (MBO)
Management By Objectives (MBO) yang diperkenalkan oleh Peter Drucker adalah
sistem yang menggambarkan kajian tentang target/sasaran yang hendak dicapai
berdasarkan kesepakatan antara supervisor dan bawahannya. Kajian tentang
bagaimana baiknya bawahan berprestasi selalu ditinjau ulang dan dilakukan secara
11. 8
periodik. Uji coba selalu dibuat untuk menuliskan target/sasaran dari segi kuantitas.
Para ahli percaya bahwa target/sasaran dapat dan selayaknya ditetapkan secara
kuantitatif.
d) Pusat Penilaian (Assesment Centre)
Merupakan lembaga pusat penilaian prestasi kerja, dimana lembaga tersebut
berfungsi melakukan penilaian prestasi kerja terhadap karyawan suatu perusahaan.
Lembaga ini biasanya telah memiliki berbagai bentuk metode penilaian karyawan
yang telah ditandarisasi, seperti tes psikologi, diskusi, wawancara, simulasi.
Menurut French (1986) penilai dapat terdiri dari :
a. Supervisor/atasan pegawai yang bersangkutan.
b. Diri pegawai yang bersangkutan.
c. Teman sekerja.
d. Bawahan, dan
e. Grup/kelompok, atau
f. Kombinasi dari penilai-penilai di atas.
PPK pegawai yang dilakukan oleh atasan langsung paling banyak dijumpai.
Atasan merupakan orang yang diberikan otoritas formal untuk melakukan penilaian.
Atasan selalu memonitor kerja bawahannya serta mengawasi pemberian imbalan
yang diakibatkan oleh kinerja pegawai yang bersangkutan. Secara khusus, atasan
adalah orang dengan posisi terbaik yang mengawasi kinerja bawahan serta menilai
sejauh mana kinerja yang disajikan sesuai dengan target/sasaran yang ditetapkan
oleh unit kerjanya maupun organisasi secara keseluruhan.
Pada beberapa organisasi, pegawai yang bersangkutan menilai kinerja kerja
dirinya sendiri (self evaluation). Pendekatan ini dilakukan dalam kaitannya dengan
upaya membangun moral karyawan. PPK oleh diri sendiri dapat dikombinasikan
dengan penilaian yang dilakukan oleh atasan untuk mendapatkan hasil yang terbaik.
Pendekatan ini lebih menjurus pada penggunaan metode MBO. Atasan dan pegawai
yang bersangkutan secara independen melakukan persiapan evaluasi kerja.
Kemudian keduanya bertemu untuk mendiskusikan kajian mereka. Setelah itu
12. 9
mereka melengkapi kajian tentang tanggung jawab mendatang, perbaikan rencana,
membangun aktivitas, tujuan karier dan ringkasan kinerja. Satu keuntungan dari
pendekatan ini adalah tersedianya basis untuk mengklarifikasikan harapan dan
persepsi pegawai yang bersangkutan dan atasan.
B. Validitas (absah)
Berkaitan dengan perancangan dan penggunaan metode, maka absahan (validitas)
merupakan sesuatu yang harus dipertimbangkan. Yang dimaksud dengan
keabsahan adalah bahwa nilai yang didapat oleh seseorag, terkait dengan
pelaksanaan pekerjaan atau dengan berbagai kriteria obyektif lain yang telah
ditentukan sebelumnya. Maksudnya data atau informasi yang didapat harus aktual
saat diperoleh. Sebagai contoh, prestasi kerja yang hanya dinilai satu tahun sekali
dan dilakukan pada akhir tahun, sedikit banyaknya akan mengurangi keabsahan
(validitas) panilaian karena kemungkinan besar, data atau informasi perilaku dan
ketrampilan yang didapat hanyalah terakhir
C. Reliabilitas (dapat dipercaya)
Yang dimaksud dengan dipercaya (reliable) ialah bahwa hasil yang diperoleh
konsisten setiap kali diambil dari dan oleh orang yang sama. Skor atau hasil
penilaian tetap sama walaupun menggunakan metode yang berbeda. Reliabilitas
metode penilaian dapat ditingkatkan dengan melatih penilai untuk dapat menilai
secara lebih baik.
BERBAGAI KENDALA DALAM PENILAIAN PRESTASI KERJA
1). Hallo Effect dan Horn Effect
Dalam bab 3 telah dijelaskan bahwa pewawancara dapat melakukan kesalahan
yang disebut dengan halo effect dan horn ffect. Kesalahan tersebut juga dapat
dilakukan oleh penilai. Kesalahan halo effect sangat dimungkinkan bila penilai
terpesona oleh perilaku pegawai seperti penampilan atau kepribadiannya.
Kekaguman ini dapat menutup mata penilai terhadap kelemahan pegawai yang lain.
Sebaliknya bila pegawai membuat kesalahan kecil namun membekas di hati penilai,
13. 10
maka bisa jadi nilai yang didapat hasilnya buruk meskipun sesungguhnya ia memiliki
prestasi lebih.
2) Kecenderungan menilai rata-rata cukup atau menengah.
Kebanyakan penilai kurang berani mencantumkan nilai yang rendah atau yang
tinggi. Sikap ini merupakan cerminan sebagaimana umumnya masyarakat dalam
menilai. Penilaian yang tinggi dikhawatirkan akan menjadikan pegawai sombong dan
lupa diri, sebaliknya penilaian yang rendah dikhawatirkan dapat menjatuhkan mental
pegawai. Karenanya seringkali penilai mencantumkan nilai rata-rata atau nilai
tengah.
3) Karena “kemurahan hati”
Subyektivitas lainnya adalah kemurahan hati. Banyak penilai tidak tega
mencatumkan nilai sebenarnya. Seringkali panilai mencantumkan nilai katrol
sebagai kemurahan hati. Ketidakberanian mencantumkan nilai rendah selain karena
khawatir akan menjatuhkan mental pegawai, juga karena penilai khawatir disalahkan
oleh organisasi. Karena bisa jadi rendahnya nilai bukan semata-mata kesalahan
pegawai tapi karena kesalahan panilai dalam menilai (tidak valid dan tidak reliable)
atau penetapan target yang salah
14. 11
BAB II
Konsep dasar Kompensasi
Suatu perusahaan pengaturan kompensasi merupakn untuk dapat menarik,
memelihara maupun mempertahankan tenaga kerja bagi kepentingan organisasinya
yang bersangkutan. Suatu kompensasi dapat bersifat finansial maupun nonfinansial,
walaupun pada umumnya istilah kompensasi tersebut dipakai sebagai atau dalam
pengertian proses pengadministrasian gaji dan upah.
Menurut Thomas H. Stone dalam buku Suswanto dan Donni Juni Priansa (2011:220)
kompensasi adalah setiap bentuk pembayaran yang diberikan kepada karyawan
sebagai pertukaran pekerjaan yang mereka berikan kepada majikannya.
Menurut Henry Simamora (2004:506) kompensasi adalah semua bentuk kembalian
financial, jasa-jasa terwujud dan tunjangan yang diperoleh karyawan sebagai bagian
dari hubungan kekaryawanan.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kompensasi adalah semua
bentuk imbalan jasa atau balas jasa yang diberikan perusahaan sebagai
penghargaan pada karyawan yang telah memberikan tenaga dan pikiran sebagai
kontribusi dalam mewujudkan tujuan perusahaan sebagai imbalan balik dari
pekerjaan mereka.
Menurut Anwar Mangkunegara (2011:84) ada 5 faktor yang mempengaruhi
kompensasi, diantaranya adalah:
Faktor Pemerintah
Peraturan pemerintah yang berhubungan dengan penentuan standar gaji
minimal, pajak penghasilan, penetapan harga bahan baku, biaya transportasi,
inflasi maupun devaluasi sangat mempengaruhi perusahaan dalam
menentukan kebijakan kompensasi pegawai.
Penawaran Bersama antara Perusahaan dan Pegawai
15. 12
Kebijakan dalam menentukan kompensasi dapat dipengaruhi pula pada saat
terjadinya tawar menawar mengenai besarnya upah yang harus diberikan
oleh perusahaan kepada pegawainya.
Standar dan Biaya Hidup Pegawai
Kebijakan kompensasi perlu mempertimbangkan standar dan biaya hidup
minimal pegawai.Hal ini karena kebutuhan dasar pegawai harus terpenuhi.
Dengan terpenuhinya kebutuhan dasar dan keluarganya, maka pegawai akan
merasa aman. Terpenuhinya kebutuhan dasar dan rasa aman pegawai akan
memungkinkan pegawai dapat bekerja dengan penuh motivasi untuk
mencapai tujuan perusahaan. banyak peneliti menunjukan bahwa ada
korelasi tingggi antara motivasi kerja pegawai dan prestasi kerjanya, ada
korelasi positif antara motivasi kerja dengan tujuan pencapaian perusahaan.
Ukuran Perbandingan Upah
Kebijakan dalam menentukan kompensasi dipengaruhi pula oleh ukuran
besar kecilnya perusahaan, tingkat pendidikan pegawai, masa kerja
pegawai.Artinya, perbandingan tingkat upah pegawai perlu memperhatikan
tingkat pendidikan, masa kerja, dan ukuran perusahaan.
Permintaan dan Persediaan
Dalam menentukan kebijakan kompensasi pegawai perlu mempertimbangkan
tingkat persediaan dan permintaan pasar. Artinya, kondisi pasar saat itu perlu
dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan tingkat upah pegawai.
Tujuan Kompensasi
Menurut Malayu Hasibuan (2010:121) antara lain adalah sebagai ikatan kerja
sama, kepuasan kerja, pengadaan efektif, motivasi, stabilitas karyawan, disiplin,
serta pengaruh serikat buruh dan pemerintah.
a. Ikatan kerja sama
2. Dengan pemberian kompensasi terjalinlah ikatan kerja sama formal antara
majikan dengan karyawannya. Karyawan harus mengerjakan tugas-tugasnya
dengan baik, sedangkan pengusaha/majikan wajib membayar kompensasi
sesuai dengan perjanjian yang disepakati.
3. Kepuasan kerja
16. 13
4. Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
fisik, sosial, dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari
jabatannya.
5. Pengadaan efektif
6. Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang
qualified untuk perusahaan akan lebih mudah.
a. Motivasi
7. Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah memotivasi
bawahannya.
a. Stabilitas karyawan
8. Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak secara eksternal
konsisten yang kompentatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena
turnover relatif stabil.
Komponen-komponen Kompensasi
Komponen-komponen kompensasi menurut Simamora (2004:442) dibagi dalam
bentuk :
1. Kompensasi finansial
a. Kompensasi finansial lansung
2. Terdiri dari bayaran (pay) yang diperoleh seorang dalam bentuk gaji bulanan,
upah harian, upah lembur, upah senioritas, dan insentif seperti bonus dan
komisi.
a. Kompensasi finansial tidak lansung
3. Yang disebut juga dengan tunjangan meliputi : Tunjangan pengobatan,
kesehatan, asuransi jiwa, pensiun, tunjangan hari raya, selain tunjangan juga
ada fasilitas contohnya: kendaraan, ruang kantor, tempat parkir, dan lainnya.
4. Kompensasi non finansial
5. Terdiri dari kepuasan yang diperoleh seseorang dari pekerjaan itu sendiri atau
dari lingkungan psikologis atau fisik dimana orang tersebut bekerja.
6. Menurut Simamora (2004),kompensasi dapat diukur dengan :
a. Upah dan gaji
17. 14
7. Upah biasanya berhubungan dengan tarif gaji per jam. Upah merupakan
basis bayaran yang kerapkali digunakan bagi pekerja-pekerja produksi dan
pemeliharaan.
8. Insentif
9. Tambahan atau kompensasi di luar haji atau upah yang diberikan oleh
organisasi atau dasar prestasi.
10.Tunjangan
Contoh-contoh tunjangan adalah asuransi kesehatan dan jiwa, liburan yang
ditanggung perusahaan, program pensiun, dan tunjangan lainnya yang berkaitan
dengan hubungan kepegawaian.
d. Fasilitas
Contoh-contoh fasililitas adalah fasilitas seperti mobil perusahaan, tempat parkir
khusus, dan akses perusahaan yang diperoleh perusahaan.
BAB III
Langkah-langkah merumuskan kebijakan dan membuat sistem
kompensasi.
Untuk mengembangkan kebijakan pemberian kompensasi yang akan
digunakan agar dapat memenuhi kebutuhan organisasi dalam memberikan
pembayaran yang adail kepada karyawan sehingga tujuan organisasi terpenuhi
sesuai yang deharapkan, maka harus ditentukan sistem pemberian kompensasi
yang dibuat berdasarkan prinsip-prinsip penggajian.
Dessler (1998:85) dalam bukunya “Sumber Daya Manusia” mengatakan
bahwa untuk menentukan skala gaji/upah ada beberapa factor yang mempengaruhi,
diantaranya :
18. 15
a. Faktor hukum.
2. Dalam faktor ini besaran gaji/upah yang harus dibayar diatur dalam undang-
undang yang meliputi segi upah minimum, tariff lembur dan tunjangan.
3. Faktor serikat buruh.
4. Serikat dan undang-undang hubungan tenaga kerja mempengaruhi hubungan
bagaimana perencanaan pembayaran yaitu adanya tawar menawar antara
serikat buruh dengan yang mempekerjakan.
5. Faktor kebijakan.
6. Yaitu pemberian kompensasi mempengaruhi upah yang dibayar. Kebijakan ini
mempengaruhi tingkat upah dan tunjangan misalnya perbedaan upah/gaji
bagi pegawai yang masih dalam masa percobaan.
a. Faktor keadilan.
7. Faktor keadilan menjadi faktor penting dalam menentukan tinggi rendahnya
pembayaran upah/gaji
dalam arti bahwa keadilan eksternal tarif upah/gaji harus sebanding dengan
organisasi lain, sedangkan keadilan internal hendaknya setiap pegawai
memperoleh pembayaran gaji/upah yang sama dalam organisasi. Proses
menetapkan tarif upah dengan menjamin keadilan eksternal dan internal
menempuh lima langkah :
a. Lakukanlah sebuah survey gaji tentang beberapa pembayaran dalam
organisasi lain untuk pekerjaan sebanding.
b. Tentukanlah nilai dari masing-masing pekerjaan dalam organisasi
melalui evaluasi jabatan.
c. Kelompokkan pekerjaan-pekerjaan serupa kedalam tingkat upah.
d. Tetapkan harga masing-masing tingkat pembayaran dengan
menggunakan kurva upah.
e. tentukan dengan tarif upah.
f. Filippo (1987:75-76) dalam bukunya Principle of Personal
Management, mangemukakan prinsip-prinsip penggajian yang harus
diperhatikan antara lain dalam menentukan formula penggajian harus
memperhitungkan tingkat inflasi, tanggung jawab pekerjaan dan
kebutuhan aktualisasi. Disamping itu sistem penggajian harus
dinaikkan dengan ranking pekerjaan yang sesuai dengan sifat
19. 16
pekerjaan, misalnya : sangat sulit, sulit, sedang, mudah dan mudah
sekali yang didasari atas penilaian kinerja.
Amstrong dan Murlis (1984:18-20) dalam buku Pedoman Praktis Sistem
Penggajian harus dilakukan beberapa langkah yakni :
1. Menganalisis keadaan sekarang yang meliputi analisis berbagai
jabatan-jabatan, banyaknya staf dalam setiap jabatan, besarnya gaji
tiap-tiap orang, kenaikan umum apa saja (biaya hidup), kenaikan atau
prestasi apa yang diberikan dan apakah perusahaan mengalami
kesulitan atas kenaikan gaji.
2. Merumuskan kebijakan penggajian yaitu kebijakan penggajian
ditetapkan oleh level yang bertanggung jawab dalam penentuan
kebijakan.
3. menilai pekerjaan yaitu dengan menggunakan teknik-teknik penilaian
pekerjaan dari berbagai aspek.
4. Merencanakan struktur gaji yaitu struktur gaji harus menverminkan
hubungan pekerjaan dengan cara yang logis dan penggunaan survey
gaji dan informasi lain untuk mengembangkan struktur gaji.
5. mengembangkan prosedur sistem penggajian untuk menjamin kebikan
dan anggaran dilaksanakan dalam anggaran, kenaikan gaji
dihubungkan dengan prestasi, struktur gaji tetap adil kedalam dan
bersaing keluar, tingkat upah yang betul untuk tiap pekerjaan dan gaji
tiap orang tidak melebihi batas teratas golongan gaji ditiap pekerjaan.
6. Merencanakan seluruh aspek balas jasa yaitu meliputi pelaksanaan
pengadministrasian gaji pokok dan unsure-unsur tunjangan, lembur,
bonus dan pembagian laba.
7. Mengevaluasi seluruh langkah-langkah tersebut diatas.
8. Selain beberapa hal diatas, penting untuk melihat apakah individu yang
menerima kompensasi tersebut merasa puas dengan apa yang
ditermanya, karena ketidakpuasan atas gaji yang mencukupi pada
umumnya menimbulkan tingkat kepuasan kerja yang lebih rendah atas
pembayaran dari komponen pekerjaan tersebut. Hal ini dapat
mengakibatkan seseorang bertindak diluar prosedur yang ditetapkan
20. 17
oleh perusahaan dengan melakukan tindakan-tindakan yang dapat
merugikan pihak perusahaan.
Heneman dan Schwab (1998:338) menyatakan kepuasan gaji merupakan
konstruk kepuasan yang terdiri atas empat sub dimensi :
1. Tingkat gaji (pay level).
2. Struktur/pengelolaan gaji (pay structure/administration).
3. Peningkatan gaji (pay raise).
4. Tunjangan (benefit).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan atas tingkat gaji
didefinisikan sebagai persepsi kepuasan atas gaji atau upah secara langsung,
sedangkan kepuasan atas peningkatan gaji berkenaan dengan persepsi kepuasan
dalam perubahan tingkat gaji. Kepuasan atas struktur dan pengadministrasian gaji
didefinisikan sebagai persepsi kepuasan dengan hirarki gaji internal dan metode
yang digunakan untuk mendistribusikan gaji. Kepuasan atas tunjangan menekankan
pada persepsi kepuasan tidak langsung yang diteima karyawan
BAB IV
Survey Benchmarking Kompensasi
Apa itu benchmarking? apa kegunaannya? dan manfaatnya? Benchmarking
adalah suatu proses yang biasa digunakan dalam manajemen atau umumnya
manajemen strategis, dimana suatu unit/bagian/organisasi mengukur dan
membandingkan kinerjanya terhadap aktivitas atau kegiatan
serupa unit/bagian/organisasi lain yang sejenis baik secara internal maupun
eksternal. Dari hasil benchmarking, suatu organisasi dapat memperoleh gambaran
dalam (insight) mengenai kondisi kinerja organisasi sehingga dapat mengadopsi
best practice untuk meraih sasaran yang diinginkan.
21. 18
Kegiatan benchmarking tidaklah harus peristiwa yang dilakukan satu kali waktu,
namun bisa juga merupakan kegiatan berkesinambungan sehingga organisasi dapat
memperoleh manfaat dalam meraih praktek aktifitas organisasi yang terbaik untuk
mereka.
Proses benchmarking memiliki beberapa metode. Salah satu metode yang paling
terkenal dan banyak diadopsi oleh organisasi adalah metode 12, yang diperkenalkan
oleh Robert Camp, dalam bukunya The search for industry best practices that lead
to superior performance. Productivity Press .1989.
Langkah metode 12 terlalu luas untuk dijabarkan. Agar mudah, metode 12 tersebut
bisa diringkas menjadi 6 bagian utama yakni :
1. Identifikasi problem apa yang hendak dijadikan subyek. Bisa berupa proses,
fungsi, output dsb.
2. Identifikasi industri/organisasi/lembaga yang memiliki aktifitas/usaha serupa.
Sebagai contoh, jika anda menginginkan mengendalikan turnover karyawan
sukarela di perusahaan, carilah perusahaan-perusahaan sejenis yang
memiliki informasi turnover karyawan sukarela.
3. Identifikasi industri yang menjadi pemimpin/leader di bidang usaha serupa.
Anda bisa melihat didalam asosiasi industri, survey, customer, majalah
finansial yang mana industri yang menjadi top leader di bidang sejenis.
4. Lakukan survey pada industri untuk pengukuran dan praktek yang
dilakukan.Anda bisa menggunakan survey kuantitatif atau kualitatif untuk
mendapatkan data dan informasi yang relevan sesuai problem yang
diidentifikasi di langkah awal.
5. Kunjungi ’ best practice’ perusahaan untuk mengidentifikasi area kunci
praktek usaha. Beberapa perusahaan biasanya rela bertukar informasi dalam
suatu konsorsium dan membagi hasilnya didalam konsorsium tersebut.
6. Implementasikan praktek bisnis yang baru dan sudah diperbaiki prosesnya.
Setelah mendapatkan best practice perusahaan, dan mendapatkan
metode/teknik cara pengelolaannya, lakukan proyek peningkatan kinerja dan
laksanakan program aksi untuk implementasinya.
7. Referensi :Camp, R. The search for industry best practices that lead to
superior performance. Productivity Press.1989.
22. 19
Sejarah dan Definisi Benchmarking
Secara singkat dapat dikatakan bahwa pada mulanya konsep benchmarking
berkembang di bidang perindustrian. Awal tahun 1950-an banyak pengusaha
Jepang mengunjungi beberapa perusahan di Amerika Serikat dan negara-negara
Eropa barat. Tujuan kunjungan mereka adalah berusaha mendapatkan dua
masukan, yaitu teknologi dan penerapan bisnis atau praktik baik. Masukan itu
dikemas dalam bentuk perjanjian kerja. Dari tahun 1952 hingga tahun 1984 tidak
kurang dari 42.000 perjanjian kerja telah ditandatangani. Hampir semua perjanjian
itu berkisar tentang alih teknologi terbaik dan “segala sesuatu” (know-how) yang
dimiliki negara barat. Jepang menggunakan proses “mengambil dan memanfaatkan”
untuk kemajuan industrinya. Pada tahun 1960-an industri-industri Jepang telah
menyamai industri-industri barat. Keberhasilan Jepang dalam menggunakan
teknologi barat untuk melakukan benchmarking terhadap kinerja mereka sendiri,
merupakan bukti reputasi mereka di dalam kancah perdagangan.
Istilah benchmarking baru muncul pada permulaan tahun 1980-an dan menjadi trend
dalam manajemen sebagai alat untuk meningkatkan kinerja perusahaan pada tahun
1990-an. Bahkan pada tahun 1990 separuh dari perusahaan-perusahaan yang
termasuk dalam Fortune 500 menggunakan teknik benchmarking. Benchmarking
adalah pendekatan yang secara terus menerus mengukur dan membandingkan
produk barang dan jasa, dan proses - proses dan praktik-praktiknya terhadap
standar ketat yang ditetapkan oleh para pesaing atau mereka yang dianggap unggul
dalam bidang tersebut. Benchmarking sebagai tolak ukur dalam suatu perusahaan
Benchmarking adalah suatu proses yang biasa digunakan dalam manajemen atau
umumnya manajemen strategis, dimana suatu unit/bagian/organisasi mengukur dan
membandingkan kinerjanya terhadap aktivitas atau kegiatan serupa
unit/bagian/organisasi lain yang sejenis baik secara internal maupun eksternal. Dari
hasil benchmarking, suatu organisasi dapat memperoleh gambaran dalam (insight)
mengenai kondisi kinerja organisasi sehingga dapat mengadopsi best practice untuk
meraih sasaran yang diinginkan
Hal yang sangat penting dan bernilai manfaat tinggi dalam benchmarking
adalah bahwa dengan aktivitas ini memungkinkan korporasi untuk melihat jauh ke
depan melampaui paradigma berfikir terkait dengan kinerja proses bisnis. Dengan
23. 20
melakukan benchmark terhadap perusahaan lain, korporasi dapat secara nyata
meningkatkan kesesuaian solusi masa depan terhadap permasalahan saat ini.
Dengan proses benchmark, korporasi dapat melakukan loncatan kuantum dalam
kinerja dengan terjadinya penurunan waktu siklus belajar dan penetapan tujuan
manajemen yang baru berdasar pada pengalaman dan praktek baik yang ada pada
perusahaan pesaing yang diakui terbaik dalam bidangnya. Benchmarking adalah
alat bantu untuk memperbaiki kualitas dengan aliansi antar partner untuk berbagi
informasi dalam proses dan pengkuruan yang akan menstimulasi praktek inovatif
dan pemperbaiki kinerja. Dalam aktivitas ini akan dapat ditemukan dan diterapkan
praktek terbaik yang mempercepat laju perbaikan dengan memberikan model nyata
dan merealisasikan perbaikan tujuan; sehingga praktek baik ini akan mendorong
proses yang bersifat positif, proaktif, terstruktur yang mempengaruhi perubahan
operasi organisasi. Dengan benchmarking, korporasi melakukan pengukuran
produk, layanan, dan praktek bisnisnya dengan membandingkan terhadap pesaing
utama maupun korporasi yang diakui sebagai pemimpin dalam bisnisnya. Untuk
dapat meningkatkan kinerjanya, korporasi perlu secara terus menerus mencari ide
baru melalui metode, praktek, proses dengan mengadopsi fitur-fitur terbaik korporasi
lain untuk menjadi best of the best.
Metode Benchmarking Proses benchmarking memiliki beberapa metode.
Salah satu metode yang paling terkenal dan banyak diadopsi oleh organisasi
adalah metode 12, yang diperkenalkan oleh Robert Camp, dalam bukunya The
search for industry best practices that lead to superior performance. Productivity
Press .1989.Langkah metode 12 terlalu luas untuk dijabarkan. Agar mudah, metode
12 tersebut bias diringkas menjadi 6 bagian utama yakni :
1. Identifikasi problem apa yang hendak dijadikan subyek. Bisa berupa proses,
fungsi, output dsb.
2. Identifikasi industri/organisasi/lembaga yang memiliki aktifitas/usaha serupa.
Sebagai contoh, jika anda menginginkan mengendalikan turnover karyawan
sukarela di perusahaan, carilah perusahaan-perusahaan sejenis yang
memiliki informasi turnover karyawan sukarela.
24. 21
3. Identifikasi industri yang menjadi pemimpin/leader di bidang usaha serupa.
Anda bisa melihat didalam asosiasi industri, survey, customer, majalah
finansial yang mana industri yang menjadi top leader di bidang sejenis.
4. Lakukan survey pada industri untuk pengukuran dan praktek yang
dilakukan.Anda bisa menggunakan survey kuantitatif atau kualitatif untuk
mendapatkan data dan informasi yang relevan sesuai problem yang
diidentifikasi di langkah awal.
5. Kunjungi ’best practice’ perusahaan untuk mengidentifikasi area kunci praktek
usaha. Beberapa perusahaan biasanya rela bertukar informasi dalam suatu
konsorsium dan membagi hasilnya didalam konsorsium tersebut.
6. Implementasikan praktek bisnis yang baru dan sudah diperbaiki prosesnya.
Setelah mendapatkan best practice perusahaan, dan mendapatkan
metode/teknik cara pengelolaannya, lakukan proyek peningkatan kinerja dan
laksanakan program aksi untuk implementasinya.
3. Mamfaat benchmarkBeberapa manfaat benchmark adalah:
1. memperbaiki proses kritis yang ada dalam bisnis
2. memantapkan tujuan yang berorientasi pada pelanggan
3. menumbuhkan antusias staf dengan melihat yang terbaik
4. mengidentifikasi peluang-peluang baru yang terkadang muncul setelah
membandingkan.
5. menjadi lebih berdaya saing.
6. memperpendek siklus perbaikan proses bisnis dengan percepatan
pembelajaran
Untuk dapat melakukan benchmarking yang berhasil, manajemen hendaknya
memahami terlebih dahulu proses-proses yang dimiliki. Beberapa hal yang penting
diperhatikan adalah:
1. manajemen melakukan pemetaan proses untuk mendefinisikan proses yang
ada, termasuk top-down flowcharts, wall maps, product process maps atau
value-added flow analysis,
25. 22
2. mengidentifikasi harapan pelanggan terhadap proses yang dimiliki dengan
cara mereviu pengukuran kinerja proses yang ada dibandingkan dengan
harapan pelanggan,
3. mendefinisikan kinerja proses,
4. menggunakan teknik analisis tertentu untuk memahami sebab-sebab
inefisiensi dalam proses (beberapa teknik seperti cause-effect diagram,
Pareto diagram, dan control charts,
5. mengidentifikasi target benchmark berbasis analisis kinerja pesaing, dan
harapan pelanggan.
Dasar pemikiran perlunya benchmarking
Benchmarking merupakan proses belajar yang berlangsung secara sistematis,
terus menerus, dan terbuka. Berbeda dengan penjiplakan (copywriting) yang
dilakukan secara diam-diam, kegiatan patokduga merupakan tindakan legal dan
tidak melanggar hukum. Dalam dunia bisnis modern meniru dianggap sah asal tidak
dilakukan secara langsung dan mentah-mentah. Benchmarking memang dapat
diartikan sebagai meniru dari paling hebat untuk membuatnya sebagai referensi
(Yamit, 2002: 134). Kegiatan ini dilandasi oleh kerjasama antar dua buah institusi
(perusahaan) untuk saling menukar informasi dan pengalaman yang sama-sama
dibutuhkan Praktek benchmarking merupakan pekerjaan berat yang menuntut
kesiapan “fisik” dan “mental” pelakunya. Secara “fisik” , karena dibutuhkan kesiapan
sumber daya manusia dan teknologi yang matang untuk melakukan benchmarking
secara akurat. Sedangkan secara “mental” adalah bahwa pihak manajemen
perusahaan harus bersiap diri bila setelah dibandingkan dengan pesaing, ternyata
mereka menemukan kesenjangan yang cukup tinggi. Pada titik ini sangat terbuka
kemungkinan terjadinya merjer atau akusisi, sehingga memberikan dampak yang
positif dan saling menguntungkan.
Tjiptono (2003: 237) tidak berarti bahwa generasi-generasi terdahulu sudah tidak
berlaku lagi. Pada praktiknya, kelima konsep tersebut masih berlaku hingga saat ini.
Jenis-jenis benchmarkingjenis-jenis Patok Duga yang dikenal adalah:
26. 23
1. Benchmarking Internal Pendekatan ini dilakukan dengan membandingkan
operasi suatu bagian dengan bagian internal lainnya dalam suatu organisasi,
seperti kinerja setiap departemen, divisi, dan cabang.
2. Benchmarking kompetitif Patok duga kompetitif dilakukan dengan
mengadakan perbandingan dengan berbagai pesaing. Faktor yang
dibandigkan dapat berupa karakteristik produk, kinerja, dan fungsi dari produk
yang sama yang dihasilkan pesaing dalam pasar yang sama.
3. Benchmarking Fungsional Pendekatan ini dilakukan dengan mengadakan
perbandingan fungsi atau proses dari perusahaan-perusahaan yang berada di
berbagai industri.
4. Benchmarking Generik Patok duga generik merupakan perbandingan pada
proses bisnis fundamental yang cenderung sama di setiap industri atau
perusahaan, seperti penerimaan pesanan, dan pengembangan strategi.
Dalam hal-hal tersebut dapat diadakan patok duga meskipun perusahaan itu
berada di bidang industry yang berbeda.
Keempat jenis patok duga tersebut tidak meniadakan jenis khusus lain, seperti patok
duga strategik, patok duga operasional, dan patok duga global.
Proses Benchmarking
Proses benchmarking di dalam bisnis harus didasarkan pada konsep 5W2H
yang dikembangkan oleh Alan Robinson. Konsep ini ditujukan untuk menjawab 7
pertanyaa. Lima pertanyaan ini diawali dengan huruf w, yaitu who, what, when,
where dan why) dan sisa kedua pertanyaan diawali dengan huruf h, yaitu how dan
how much. Konsep 5W2H merupakan langkah awal yang baik karena memfokuskan
para partisipan dalam proses benchmarking agar menjadi “mur dan baut” atau
pengintegrasi utama dalam pelaksanaannya. Jika perusahaan inisiator mampu
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada pada 5W2H tersebut pada akhir proses
benchmarking, maka informasi akan membantu perusahaan, misalnya, memperbaiki
dan meningkatkan pelayanannya terhadap kepuasaan konsumen. Dr. Armand V.
Feigenbaum dalam Harington dan Harington (1995) memfokuskan perhatian pada
10 benchmarks yang langsung merupakan upaya perbaikan (improvement effort).
10 benchmarks untuk keberhasilan kualitas (quality success), adalah :
1. Kualitas adalah suatu company-wide process.
27. 24
2. Kualitas adalah apa yang dikatakan oleh pelanggan.
3. Kualitas dan biaya adalah suatu penjumlahan, bukan suatu perbedaan.
4. Kualitas membutuhkan antusiasme bersama individu dan tim kerja.
5. Kualitas adalah suatu way of management.
6. Kualitas dan inovasi saling tergantung secara mutual (timbal balik).
7. Kualitas adalah suatu etika.
8. Kualitas membutuhkan perbaikan terus menerus (continous improvement).
9. Kualitas adalah paling efektif, least capital intencive route to produktivity.
10.Kualitas diimplementasikan dengan suatu sistem total yang dikaitkan dengan
pelanggan (custumers) dan pemasok (suppliers).
Filosofi manajemen perbaikan total (total improvement management) melalui upaya
perbaikan 10 benchmarks yang diajukan oleh Dr. Armand Feigenbaum yang
merupakan Bapak Pengendalian Kualitas Terpadu (father of total quality control),
didukung oleh Dr. Joseph M. Juran, pakar kualitas yang lain, percaya bahwa suatu
usaha perbaikan dikendalikan melalui many small, step by step improvements, di
mana masing-masing memberikan penghematan kepada perusahaan.Dr. Joseph M.
Juran menggunakan analisis pareto untuk mendefinisikan beberapa masalah kritis
dan menugaskan tim kerja untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada dalam
perusahaan. Juran mengemukakan apa yang disebut sebagai the spiral of progress
in quality, apa yang dikemukakan Joseph M. Juran adalah serupa dengan yang
dikemukakan oleh Dr. Edward Deming yang terkenal dengan Roda Deming
(DemingsWheel)
8. Benchmarking Sebagai Instrumen PerbaikanIdentifikasi proses dan
pemanufakturan serta operasi lainnya di dalam perusahaan yang membutuhkan
perbaikan Mencari perusahaan lain yang sukses dalam melakukan aktivitas dan
proses operasinya
Empat cara yang digunakan dalam melakukan benchmarking, adalah :
1. Riset in-house Melakukan penilaian terhadap informasi dalam perusahaan
sendiri maupun informasi yang ada di public.
2. Riset Pihak Ketiga Membiayai kegiatan benchmarking yang akan dilakukan
oleh perusahaan surveyor.
28. 25
3. Pertukaran Langsung Pertukaran informasi secara langsung dapat dilakukan
melalui kuesioner, survei melalui telepon, dll
4. Kunjungan Langsung Melakukan kunjungan ke lokasi mitra benchmarking
(cara ini dianggap yang paling efektif )
Proses Benchmarking terdiri atas lima tahap yaitu:
Keputusan mengenai apa yang akan di benchmarking;
Identifikasi mitra benchmarking;
Pengumpulan informasi;
Analisis; dan
Implementasi
Prasyaratan Benchmarking
1. Kemauan dan Komitmen
2. Keterkaitan Tujuan Strategik
3. Tujuan Untuk Menjadi Terbaik, Bukan Hanya Untuk Perbaikan
4. Keterbukaan Terhadap Ide-Ide
5. Pemahaman Terhadap Proses, Produk dan Jasa Yang Ada
6. Proses Terdokumentasi, karena :
7. Semua orang yang berhubugan dengan suatu proses harus memiliki
pemahaman yang sama terhadap proses yang bersangkutan.
8. Dokumentasi sebelum adanya perubahan berguna dalam pengukuran
peningkatan kinerja setelah dilaksanakannya benchmarking.
9. Mitra benchmarking belum tentu akrab dengan proses yang dimiliki suatu
organisasi.
10.Ketrampilan Analisis Proses
11.Ketrampilan Riset,Komunikasi dan Pembentukan Tim
12.Hambatan–Hambatan Terhadap Kesuksesan Benchmarking Fokus Internal
1. Organisasi terlalu berfokus internal dan mengabaikan kenyatan bahwa proses
yang terbaik dalam kelasnya dapat menghasilkan efisiensi yang jauh lebih
tinggi, maka visi organisasi menjadi sempit.
2. Tujuan Benchmarking Terlalu Luas
29. 26
3. Benchmarking membutuhkan tujuan yang lebih spesifik dan berorientasi pada
bagaimana (proses), bukan pada apa (hasil)
4. Skedul Yang tidak realistis.
5. Benchmarking membutuhkan kesabaran, karena merupakan proses
keterlibatan yang membutuhkan waktu. Sedangkan skedul yang terlampau
lama juga tidak baik, karena mungkin ada yang salah dalam
pelaksanaannnya.
6. Komposisi Tim Yang Kurang Tepat Perlu pelibatan terhadap orang-orang
yang berhubungan dan menjalankan proses organisasi sehari-hari dalam
pelaksanaan benchmarking
7. Bersedia Menerima “OK-in-Class” Seringkali organisasi bersedia memilih
mitra yang bukan terbaik dalam kelasnya. Hal ini dikarenakan : Yang terbaik
di kelasnya. tidak berminat untuk berpartisipasi, Riset mengidentifikasi mitra
yang keliru, Perusahaan benchmarking malas berusaha dan hanya memilih
mitra yang lokasinya dekat.
8. Penekanan Yang Tidak Tepat Tim terlalu memaksakan aspek pengumpulan
dan jumlah data. Padahal aspek yang paling penting adalah poses itu sendiri.
9. Kekurangpekaan Terhadap Mitra Mitra Benchmarking memberikan akses
untuk mengamati prosesnya dan juga menyediakan waktu dan personilnya
kuncinya untuk membantu proses benchmaking kepada organisasi sehingga
mereka harus dihormati dan dihargai
10.Dukungan Manajemen Puncak Yang Terbatas . Dukungan total dari
manajemen puncak dibutuhkan untuk memulai benchmarking, membantu
tahap persiapan dan menjamin tercapainya manfaat yang dijanjikan
Jenis-jenis Metode Benchmark
Metode peningkatan kinerja yang dilakukan melalui Benchmark pada umumnya
meliputi pengukuran dan perbandingan kinerja terhadap :
1. Bagaimana melakukan perbandingannya
2. Pihak mana yang lebih baik
3. Mengapa pihak lain lebih baik
4. Tindakan apa yang perlu ditingkatkan
30. 27
Dalam praktek pengukurannya, ada 3 jenis benchmarking yang dikenal selama ini,
yaitu:
1. Internal : yaitu pengukuran dan perbandingan kinerja antar proses atau
produk dalam organisasi itu sendiri.
2. Competitive : yaitu pengukuran dan perbandingan kinerja yang berfokus pada
produk dan proses yang setara dengan competitor.
3. Functional : yaitu pengukuran dan perbandingan kinerja yang berfokus pada
fungsi generik, seperti pemrosesan order nasabah
Beberapa Kendala
Berhubung proses identifikasi dan transfer praktek bisnis cenderung
memakan waktu (time consuming) ,maka kendala yang terutama dalam melakukan
benchmarking adalah kurangnya motivasi untuk mengadopsi praktek bisnis,
kurangnya informasi yang memadai mengenai cara adaptasi dan penggunaannya
secara efektif dan kurangnya kapasitas (sumberdaya ataupun keterampilan) dalam
penyerapan praktek bisnis Kebanyakan orang mempunyai kecenderungan untuk
belajar, membagi pengalaman, dan bertindak lebih baik. Kecenderungan ini
dihalangi oleh sebab-sebab administratif, struktural, budaya yang berpengaruh
negatif pada keseluruhan organisasi, antara lain:
1. Struktur organisasi silo, di mana masing-masing unit fokus pada tujuan
sendiri, sehingga kepentingan bersama lebih dipandang dari sudut pandang
masing-masing unit.
2. Budaya menghargai keahlian dan penciptaan pengetahuan lebih dominan
disbanding budaya membagi keahlian.
3. Kurangnya kontak, hubungan dan perspektif bersama dalam suatu
organisasi.
4. Sistem yang tidak memungkinkan atau menghargai upaya untuk melakukan
knowledge sharing atau keterampilan
Faktor-faktor budaya yang menghambat proses knowledge sharing yaitu:
1. Kurangnya kepercayaan
2. Perbedaan budaya, kosa kata, dan kerangka berpikir
31. 28
3. Kurangnya sarana baik waktu, tempat pertemuan, kesempatan untuk
menampung ide-ide yang menunjang produktivitas
4. Penghargaan atau status tetap dimiliki oleh unit yang di-benchmark.
5. Kurangnya kapasitas untuk menyerap pengetahuan
6. Kepercayaan bahwa pengetahuan tetap dimiliki oleh unit yang di-benchmark,
atau sindrom “bukan hasil karya unit kami”
7. Kurang toleransi terhadap kesalahan atau dalam membutuhkan pertolongan
Langkah-langkah Melakukan Benchmarking
Secara umum tahap-tahap pelaksanaan dalam benchmarking dapat disampaikan
sebagai berikut :
1. Merencanakan proses benchmarking dan karakterisasi target yang akan di-
benchmark
2. Pengumpulan dan analisis data internal
3. Pengumpulan dan analisis data eksternal
4. Peningkatan kinerja target benchmarking
5. Peningkatan secara berkelanjutan
Adapun tahap-tahap dalam proses transfer atau benchmark adalah:
1. Inisiasi–meliputi semua hal yang membawa kepada keputusan mengenai
perlunya untuk mentransfer praktek, seperti penemuan, ataupun proses kerja
yang efektif dalam sebuah organisasi.
2. Implementasi–aliran sumber daya antara penerima dan unit sumber,
hubungan social terjalin, dan upaya-upaya untuk melakukan transfer sudah
lebih dapat diterima oleh pelaku benchmark
3. Ramp-up–dimulai ketika penerima mulai menggunakan pengetahuan yang
diperoleh, dengan cara mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang tak
terduga, sehingga kinerja meningkat secara bertahap
4. Integrasi–dimulai ketika penerima menerima hasil yang memuaskan dengan
penggunaan pengetahuan yang diperoleh, dan terjadi proses institusionalisasi
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh Proses benchmark bukan
menyontek, tetapi membandingkan keberadaan suatu proses di satu pihak
32. 29
dengan pihak lain yang melakukan proses yang sama. Hasil analisa yang
diperoleh digunakan sebagai alat untuk melakukan perbaikan sehingga dapat
meningkatkan produktivitas kerja. Silakan mencoba melakukan benchmark,
pasti banyak perubahan positif yang bisa diterapkan di dalam organisasi anda
BAB V
KOMPENSASI FINANSIAL LANGSUNG
Kompensasi merupakan istilah yang berkaitan dengan imbalan-imbalan finansial
(financial reward) yang diterima oleh orang-orang melalui hubungan kepegawaian
mereka dengan sebuah organisasi. Pada umumnya bentuk kompensasi berupa
finansial karena pengeluaran moneter yang dilakukan oleh organisasi. Kompensasi
bisa langsung diberikan kepada karyawan, ataupun tidak langsung, dimana
karyawan menerima kompensasi dalam bentuk-bentuk non moneter. Beberapa
terminologi dalam kompensasi :
Upah/gaji. Upah (wages) biasanya berhubungan dengan tarif gaji perjam
(semakin lama kerjanya, semakin besar bayarannya). Upah merupakan basis
bayaran yang kerap digunakan bagi pekerja-pekerja produksi dan
pemeliharaan. Sedangkan gaji (salary) umumnya berlaku untuk tarif
mingguan, bulanan atau tahunan.
Insentif, (incentive) merupakan tambahan-tambahan gaji diatas atau diluar
gaji atau upah yang diberikan oleh organisasi. Program-program insentif
disesuaikan dengan memberikan bayaran tambahan berdasarkan
produktivitas, penjualan, keuntungan-keuntungan atau upaya-upaya
pemangkasan biaya
Tunjangan (Benefit). Contoh-contoh tunjangan seperti asuransi kesehatan,
asuransi jiwa, liburan-liburan yang ditanggung perusahaan, program pensiun
dan tunjangan-tunjangan lainnya yang berhubungan dengan kepegawaian.
Fasilitas (Facility) adalah kenikmatan/fasilitas seperti mobil perusahaan,
keanggotaan klub, tempat parkir khusus.
33. 30
Komponen-komponen dari keseluruhan program gaji secara umum
dikelompokkan kedalam kompensasi finansial dan non finansial. Kompensasi
finansial ada yang diberikan secara langsung dan secara tidak langsung.
Kompensasi finansial, berupa
Kompensasi finansial secara langsung berupa; bayaran pokok (gaji dan
upah), bayaran prestasi, bayaran insentif (bonus, komisi, pembagian
laba/keuntungan dan opsi saham) dan bayaran tertangguh (program
tabungan dan anuitas pembelian saham)
Kompensasi finansial tidak langsung berupa; program-program proteksi
(asuransi kesehatan, asuransi jiwa, pensiun, asuransi tenaga kerja), bayaran
diluar jam kerja (liburan, hari besar, cuti tahunan dan cuti hamil) dan fasilitas-
fasilitas seperti kendaran,ruang kantor dan tempat parkir.
Kompensasi non financial, berupa
Pekerjaan (tugas-tugas yang menarik,tantangan,tanggung jawab, pengakuan
dan rasa pencapaian).
Lingkungan kerja (kebijakan-kebijakan yang sehat, supervise yang kompoten,
kerabat yang menyenangkan, lingkungan kerja yang nyaman).
Tujuan Pemberian Kompensasi.
Menurut Notoatmodjo, tujuan dari kebijakan pemberian kompensasi meliputi :7)
Menghargai prestasi karyawan
Menjamin keadilan gaji karyawan
Mempertahankan karyawan atau mengurangi turnover karyawan
Memperoleh karyawan yang bermutu
Pengendalian biaya
Memenuhi peraturan-peraturan.
Kriteria Keberhasilan Sistim Kompensasi.
Menurut Irianto, Jusuf dalam mengukur keberhasilan implementasi sistim
kompensasi, terdapat satu pertanyaan esensial yang harus dijawab, yaitu :8)
34. 31
“Apa yang seharusnya dapat dicapai organisasi dengan menerapkan sebuah sistim
kompensasi tertentu?”
Pertanyaan tersebut mendasari organisasi dalam menilai keberhasilan suatu sistim
dengan kreteria-kreteria sebagai berikut:
1. Mendukung pencapaian tujuan-tujuan organisasi
2. Sesuai dengan dan mendukung strategi dan struktur organisasi.
3. Menarik dan dapat mempertahankan individu yang berkompeten sesuai
dengan standar keahlian yang ditetapkan
4. Menetapkan spectrum yang lebih luas atas perilaku tugas (task behavior)
yang diinginkan dari seluruh anggota organisasi.
5. Merefleksikan ekuitas (persamaan-keadilan) bagi seluruh anggota organisasi.
6. Sejalan dengan hukum atau perundang-undangan yang berlaku dalam suatu
wilayah yuridisdiksi tertentu dimana organisasi berada.
7. Dapat mencapai ke-enam kreteria tersebut dengan biaya yang proposional
sesuai dengan kondisi keuangan internal.
8. Dapat mencapai ketujuh kreteria tersebut diatas dalam kondisi dengan
penggunaan biaya yang paling efektif.
Pengaruh Kompensasi terhadap Kinerja
Meskipun kompensasi bukan merupakan satu-satunya faktor yang mempengaruhi
kinerja, akan tetapi diakui bahwa kompensasi merupakan salah satu faktor penentu
yang dapat mendorong kinerja karyawan. Jika karyawan merasa bahwa usahanya
dihargai dan organisasi menerapkan sistim kompensasi yang baik, maka umumnya
karyawan akan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya.
Kompensasi yang diberikan kepada pegawai sangat berpengaruh pada tingkat
kompensasi dan motivasi kerja serta kinerja pegawai. Perusahaan yang menentukan
tingkat upah dengan mempertimbangkan standar kehidupan normal, akan
memungkinkan pegawai bekerja dengan penuh motivasi. Hal ini karena motivasi
kerja pegawai banyak dipengaruhi oleh terpenuhi tidaknya kebutuhan minimal
kehidupan pegawai dan keluarganya. Pegawai yang memiliki motivasi tinggi dalam
bekerja, biasanya akan memiliki kinerja yang tinggi pula.
35. 32
Imbalan atau kompensasi akan memotivasi prestasi, mengurangi perputaran tenaga
kerja, mengurangi kemangkiran dan menarik pencari kerja yang berkualitas ke
dalam organisasi. Oleh karenanya imbalan dapat dipakai sebagai dorongan atau
motivasi pada suatu tingkat perilaku dan prestasi, dan dorongan pemilihan
organisasi sebagai tempat bekerja
Kebijakan Dalam PemberKompensasi
Untuk mengembangkan kebijakan pemberian kompensasi yang akan digunakan
agar dapat memenuhi kebutuhan organisasi dalam memberikan pembayaran yang
adail kepada karyawan sehingga tujuan organisasi terpenuhi sesuai yang
deharapkan, maka harus ditentukan sistem pemberian kompensasi yang dibuat
berdasarkan prinsip-prinsip penggajian.
Dessler (1998:85) dalam bukunya “Sumber Daya Manusia” mengatakan bahwa
untuk menentukan skala gaji/upah ada beberapa factor yang mempengaruhi,
diantaranya :
Faktor hukum.
Dalam faktor ini besaran gaji/upah yang harus dibayar diatur dalam undang-
undang yang meliputi segi upah minimum, tariff lembur dan tunjangan.
Faktor serikat buruh.
Serikat dan undang-undang hubungan tenaga kerja mempengaruhi hubungan
bagaimana perencanaan pembayaran yaitu adanya tawar menawar antara
serikat buruh dengan yang mempekerjakan.
Faktor kebijakan.
Yaitu pemberian kompensasi mempengaruhi upah yang dibayar. Kebijakan ini
mempengaruhi tingkat upah dan tunjangan misalnya perbedaan upah/gaji
bagi pegawai yang masih dalam masa percobaan.
Faktor keadilan.
Faktor keadilan menjadi faktor penting dalam menentukan tinggi rendahnya
pembayaran upah/gaji dalam arti bahwa keadilan eksternal tarif upah/gaji
36. 33
harus sebanding dengan organisasi lain, sedangkan keadilan internal
hendaknya setiap pegawai memperoleh pembayaran gaji/upah yang sama
dalam organisasi. Proses menetapkan tarif upah dengan menjamin keadilan
eksternal dan internal menempuh lima langkah :
o Lakukanlah sebuah survey gaji tentang beberapa pembayaran dalam
organisasi lain untuk pekerjaan sebanding.
o Tentukanlah nilai dari masing-masing pekerjaan dalam organisasi
melalui evaluasi jabatan.
o Kelompokkan pekerjaan-pekerjaan serupa kedalam tingkat upah.
o Tetapkan harga masing-masing tingkat pembayaran dengan
menggunakan kurva upah.
o tentukan dengan tarif upah.
Amstrong dan Murlis (1984:18-20) dalam buku Pedoman Praktis Sistem Penggajian
harus dilakukan beberapa langkah yakni :
1. Menganalisis keadaan sekarang yang meliputi analisis berbagai jabatan-
jabatan, banyaknya staf dalam setiap jabatan, besarnya gaji tiap-tiap orang,
kenaikan umum apa saja (biaya hidup), kenaikan atau prestasi apa yang
diberikan dan apakah perusahaan mengalami kesulitan atas kenaikan gaji.
2. Merumuskan kebijakan penggajian yaitu kebijakan penggajian ditetapkan oleh
level yang bertanggung jawab dalam penentuan kebijakan.
3. menilai pekerjaan yaitu dengan menggunakan teknik-teknik penilaian
pekerjaan dari berbagai aspek.
4. Merencanakan struktur gaji yaitu struktur gaji harus menverminkan hubungan
pekerjaan dengan cara yang logis dan penggunaan survey gaji dan informasi
lain untuk mengembangkan struktur gaji.
5. mengembangkan prosedur sistem penggajian untuk menjamin kebikan dan
anggaran dilaksanakan dalam anggaran, kenaikan gaji dihubungkan dengan
prestasi, struktur gaji tetap adil kedalam dan bersaing keluar, tingkat upah
yang betul untuk tiap pekerjaan dan gaji tiap orang tidak melebihi batas
teratas golongan gaji ditiap pekerjaan.
37. 34
6. Merencanakan seluruh aspek balas jasa yaitu meliputi pelaksanaan
pengadministrasian gaji pokok dan unsure-unsur tunjangan, lembur, bonus
dan pembagian laba.
7. Mengevaluasi seluruh langkah-langkah tersebut diatas.
Selain beberapa hal diatas, penting untuk melihat apakah individu yang menerima
kompensasi tersebut merasa puas dengan apa yang ditermanya, karena
ketidakpuasan atas gaji yang mencukupi pada umumnya menimbulkan tingkat
kepuasan kerja yang lebih rendah atas pembayaran dari komponen pekerjaan
tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan seseorang bertindak diluar prosedur yang
ditetapkan oleh perusahaan dengan melakukan tindakan-tindakan yang dapat
merugikan pihak perusahaan.
Heneman dan Schwab (1998:338) menyatakan kepuasan gaji merupakan konstruk
kepuasan yang terdiri atas empat sub dimensi :
1. Tingkat gaji (pay level).
2. Struktur/pengelolaan gaji (pay structure/administration).
3. Peningkatan gaji (pay raise).
4. Tunjangan (benefit).
38. 35
BAB VI
TUNJANGAN NON FINANSIAL
Tunjangan (Kompensasi Finansial Tidak Langsung):
– Meliputi seluruh imbalan finansial yang tidak termasuk dalam
kompensasi finansial langsung.
– Merupakan wujud tanggung jawab organisasi terhadap para
karyawannya
– Bisa berupa asuransi dan program-program lainnya untuk kesehatan,
keselamatan, keamanan, dan kesejahteraan umum.
– Tunjangan umumnya membebani perusahaan dengan uang, namun
para karyawan biasanya menerimanya secara tidak langsung.
– Sebagai contoh, sebuah organisasi bisa membelanjakan beberapa ribu
dolar setahun sebagai pendanaan untuk premi asuransi kesehatan
untuk setiap karyawan.
Kompensasi
Finansial
Tidak Langsung (Tunjangan)
Tunjangan Wajib
Jaminan Sosial
Tunjangan Pengangguran
Ganti Rugi Karyawan
Cuti Keluarga dan Pengobatan
Tunjangan Tidak Wajib
Bayaran untuk Waktu Tidak Bekerja
Perawatan Kesehatan
Asuransi Jiwa
Rancangan Pensiun
Rancangan Opsi Saham Karyawan
Tunjangan Pengangguran Tambahan
Layanan Karyawan
Bayaran Premium
Rancangan Tunjangan Terkustomisasi
LINGKUNGAN INTERNAL
LINGKUNGAN EKSTERNAL
39. 36
Tunjangan Wajib (Dipersyaratkan secara Legal)
• Perusahaan-perusahaan memberikan sebagian besar tunjangan secara
sukarela, namun hukum mewajibkan tunjangan-tunjangan lainnya.
• Tunjangan-tunjangan tersebut meliputi (contoh di AS):
– jaminan sosial
– ganti rugi karyawan
– asuransi pengangguran
– cuti keluarga
– pengobatan.
Jenis-Jenis Tunjangan Sukarela
• Tunjangan Pribadi:
– Rancangan Kesehatan
– Rancangan Perawatan Gigi
• Penyeimbangan Pekerjaan dan Kehidupan Pribadi:
– Cuti
– Hari Libur
– Rekening Perencanaan Hidup
– Skedul Kerja Fleksibel, Telecommuting, dan Penyelarasan Minggu
Kerja
• Akumulasi Modal, Pembelian Saham, dan Pensiun:
– 401(k)Plan
– Rancangan Pembelian Saham
– Rancangan Pensiun
• Perlindungan Penghasilan dan Aset:
– Rancangan Santunan Sakit dan Kecelakaan Income
– Rancangan Ketidakmampuan Jangka Panjang
– Asuransi Jiwa Kelompok
– Asuransi Kecelakaan Perjalanan
– Asuransi Perawatan Jangka Panjang
40. 37
• Pengembangan Keterampilan:
– Penggantian Biaya Pendidikan
– Cuti Menjalani Pendidikan
• Program-Program Karyawan Tambahan:
– Pusat-Pusat Kebugaran
– Kursus-Kursus Pendidikan
– Program-Program Penghargaan
– Pusat-Pusat Perencanaan Karir
– Keanggotaan Klub
Mengomunikasikan Informasi mengenai Paket Tunjangan
• Tunjangan-tunjangan karyawan bisa membantu perusahaan merekrut dan
mempertahankan tenaga kerja berkualitas terbaik.
• Untuk menjaga program tersebut tetap mutakhir, manajemen butuh masukan
dari para karyawan untuk menentukan perlu tidaknya perubahan tunjangan.
• Selain itu, karena kesadaran karyawan mengenai tunjangan seringkali
terbatas, informasi program harus harus dikomunikasikan ke bawah.
Kompensasi Nonfinansial
• Kompensasi nonfinansial meliputi kepuasan yang diterima seseorang dari
pekerjaan itu sendiri atau dari lingkungan psikologis dan/atau fisik di mana
orang tersebut bekerja.
• Komponen-komponen kompensasi nonfinansial meliputi:
– Jabatan itu sendiri
– Lingkungan kerja
• Kompensasi nonfinansial diupayakan untuk mewujudkan keseimbangan
antara pekerjaan dan kehidupan yang menghasilkan kehidupan yang lebih
menyenangkan bagi para karyawan.
41. 38
• KOMPENSASI NONFINANSIAL DALAM PROGRAM KOMPENSASI TOTAL
Jabatan Itu Sendiri sebagai Faktor Kompensasi Nonfinansial
• Teori Karakteristik Jabatan:
– Dikembangkan oleh J. Richard Hackman dan Greg Oldham.
– Menurut teori ini, para karyawan mengalami kompensasi intrinsik jika
dalam jabatan mereka secara signifikan terdapat lima dimensi jabatan
inti, yaitu:
• Variasi keterampilan
• Identitas tugas
• Signifikansi tugas
• Otonomi
• Umpan balik
• Pertanyaan-pertanyaan berikut ini bisa memberikan banyak petunjuk
mengenai nilai jabatan itu sendiri:
– Apakah jabatan berarti dan menantang?
– Adakah pengakuan atas prestasi?
– Apakah saya mendapatkan rasa berprestasi dari menjalankan jabatan?
Kompensasi
Finansial
Langsung Tidak Langsung (Tunjangan)
Nonfinansial
Jabatan
Variasi
Keterampilan
Identitas Tugas
Signifikansi Tugas
Otonomi
Umpan Balik
Lingkungan Kerja
Kebijakan yang Baik
Manajer yang Berkemampuan
Karyawan yang Kompeten
Rekan Kerja yang Bersahabat
Simbol Status yang Pantas
Kondisi Kerja
Fleksibilitas Tempat Kerja
Flextime
Minggu Kerja Dipadatkan
Pembagian Jabatan
Telecommuting
Kerja Paruh-Waktu
Lebih Banyak Kerja, Lebih Sedikit Jam
LINGKUNGAN INTERNAL
LINGKUNGAN EKSTERNAL
42. 39
– Apakah ada kemungkinan peningkatan tanggung jawab?
– Apakah ada peluang pertumbuhan dan kemajuan?
– Apakah saya menikmati melakukan pekerjaan tersebut seorang diri?
• Dimensi-dimensi jabatan
– Variasi keterampilan (skill variety): Tingkat sejauh mana jabatan
membutuhkan sejumlah aktivitas yang berbeda agar sukses.
– Identitas tugas (task identity): Tingkat sejauh mana jabatan mencakup
unit pekerjaan yang jelas dari awal hingga akhir.
Signifikansi tugas (task significance): Dampak yang ditimbulkan jabatan terhadap
orang-orang lain sehingga karyawan bisa merasakan makna prestasi yang
sesungguhnya.
• Dimensi-dimensi jabatan
– Otonomi (Autonomy): Tingkat kebebasan dan tanggung jawab
individual yang dimiliki para karyawan dalam menjalankan jabatan
sehingga mereka merasa bertanggung jawab atas hasil kerja.
– Umpan balik (feedback): Informasi yang diterima para karyawan
mengenai seberapa baik mereka menjalankan jabatan.
Lingkungan Kerja sebagai Faktor Kompensasi Nonfinansial
• Menjalankan sebuah jabatan yang penuh tanggung jawab dan menantang di
tempat yang jelek tidak akan menyenangkan bagi sebagian besar orang.
• Para karyawan bisa memperoleh kepuasan dari pekerjaan mereka melalui
beberapa faktor nonfinansial berikut ini.
– Kebijakan yang Baik
– Manajer yang Berkemampuan
– Karyawan yang Kompeten
– Rekan Kerja yang Bersahabat
– Simbol Status yang Pantas
– Kondisi Kerja
Fleksibilitas Tempat Kerja (Keseimbangan Kerja-Kehidupan)
43. 40
• Perusahaan harus menciptakan lingkungan kerja yang mencerminkan
kebutuhan dan nilai dari tahap kehidupan para karyawan mereka.
• Tujuan utama mencapai keseimbangan kerja-kehidupan (work-life balance)
adalah untuk meminimalkan stres.
• Para karyawan yang stres berusaha menyeimbangkan pekerjaan dan
kehidupan pribadi. Bagi mereka waktu hampir sama pentingnya dengan uang,
bahkan lebih penting bagi beberapa di antara mereka.
Perwujudan Fleksibilitas Tempat Kerja
• Flextime: Mengijinkan para karyawan untuk memilih jam kerja mereka sendiri,
dalam batasan tertentu.
• Minggu kerja dipadatkan: Mengijinkan para karyawan untuk bekerja dalam
jumlah hari yang lebih sedikit dari lima hari kerja seminggu pada umumnya.
• Pembagian pekerjaan (job sharing): Dua karyawan membagi tugas-tugas
dalam satu jabatan menurut kesepakatan dan dibayar menurut kontribusi
mereka.
• Flextime: Mengijinkan para karyawan untuk memilih jam kerja mereka
sendiri, dalam batasan tertentu.
• Minggu kerja dipadatkan: Mengijinkan para karyawan untuk bekerja dalam
jumlah hari yang lebih sedikit dari lima hari kerja seminggu pada umumnya.
• Pembagian pekerjaan (job sharing): Dua karyawan membagi tugas-tugas
dalam satu jabatan menurut kesepakatan dan dibayar menurut kontribusi
mereka.
Contoh Flextime
Waktu
Fleksibel
Waktu
Fleksibel
Waktu
Fleksibel
(Makan
Siang)
Waktu
Inti
Waktu
Inti
06.00 09.00 Tengah
Hari
18.0015.00
Bandwidth
44. 41
DAFTAR PUSTAKA
Hasibuan, H. Malayu S.P, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi Kedua,
Penerbit BPFE-UGM, Yogyakarta, Tahun 2002, Halaman 54.
Noto Atmodjo, Soekidjo, Pengembangan Sumber Daya Manusia, Cetakan Ke-2,
Penerbit Reneka Cipta, Jakarta Tahun 1998, Halaman 67
Irianto, Yusuf, Tema-Tema Pokok Manajemen Sumber Daya Alam, Penerbit Insan
Cendikiawan, Surabaya, Tahun 2001, Halaman 103
https://www.google.com/search?client=firefox-b&q=kompensasi+finansial
http://sarjana-manajemen.blogspot.com/2017/06/benchmarking.html
https://www.researchgate.net/publication/327527840_tinjauan_penilaian_prestasi_ke
rja_karyawan_pada_promosi_jabatan