Dokumen tersebut membahas tentang implementasi Tata Kelola Perusahaan yang Baik (GCG) di Indonesia, termasuk regulasi, tantangan, dan upaya pemerintah beserta lembaga terkait untuk memperbaiki penerapan GCG. Dokumen juga menjelaskan konsep dan tujuan penerapan GCG pada BPJS Kesehatan.
1. Nama : Monica Rizki Lestari - 55116120113
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Hapzi Ali, CMA
Forum dan Kuiz pertemuan ke-12
1. Governance Rating dan bagaimana menurut saudara implementasinya pada
perusahaan-perusahaan di Indonsesia, terus apa kritik dan rekomendasi saudara
Krisis ekonomi yang menghantam Asia telah berlalu lebih dari delapan tahun. Krisis
ini ternyata
berdampak luas teutama dalam merontokkan rezimrezim politik yang berkuasa di Korea
Selatan, Thailand, dan Indonesia. Ketiga Negara yang diawal tahun 1990-an dipandang sebagai
“the Asian tiger”, harus mengakui bahwa pondasi ekonomi mereka rapuh, yang pada akhirnya
merambah pada krisis politik. Setelah delapan tahun, sejak krisis tersebut melanda, kita
sekarang dapat melihat pertumbuhan kembali Negara-negara yang amat terpukul oleh krisis
tersebut. Korea Selatan yang pernah terjangkit kejahatan financial yang melibatkan para
eksekutif puncak perusahaan-perusahaan blue-chip, kini telah pulih. Perkembangan yang sama
juga terlihat dengan Thailand maupun Negara-negara ASEAN lainnya.
Era pascakrisis ditandai dengan goncangan ekonomi berkelanjutan. Mulai dari
restrukturisasi sektor perbankan, pelelangan asset para konglomerat, yang berakibat pada
penurunan iklim berusaha (Bakrie,2003). Kajian yang dilakukan oleh Asian Development
Bank (ADB) menunjukkan beberapa faktor yang memberi kontribusi pada krisis di Indonesia.
Pertama, konsentrasi kepemilikan perusahaan yang tinggi; kedua, tidak efektifnya fungsi
pengawasan dewan komisaris, ketiga; inefisiensi dan rendahnya transparansi mengenai
prosedur pengendalian merger dan akuisisi perusahaan; keempat, terlalu tingginya
ketergantungan pada pendanaan eksternal; dan kelima, ketidak memadainya pengawasan oleh
para kreditor. Tantangan terkini yang dihadapi masih belum dipahaminya secara luas prinsip-
prinsip dan praktek good corporate governance oleh kumunitas bisnis dan publik pada
umumnya (Daniri, 2005).
Akhirnya komunitas internasional masih menempatkan Indonesia pada urutan bawah
rating implementasi GCG sebagaimana dilakukan oleh Standard & Poor, CLSA,
Pricewaterhouse Coopers, Moody`s Morgan, and Calper`s. Kajian Pricewaterhouse Coopers
yang dimuat di
2. dalam Report on Institutional investor Survey (2002) menempatkan Indonesia di urutan paling
bawahbersama China dan India dengan nilai 1,96 untuk transparansi dan keterbukaan. Jika
dilihat dari ketersediaan investor untuk memberi premium terhadap harga saham perusahaan
publik di Indonesia, hasil survey tahun 2002 menunjukkan kemajuan dibandingkan hasil
survey tahun 2000. Pada tahun 2000 investor bersedia membayar premium 27%, sedang di
tahun 2002 hanya bersedia membayar 25% saja. Hal ini menunjukkan persepsi investor
terhadap resiko tidak dijalankannya GCG, menjadi lebih baik.
Secara keseluruhan urutan teratas masih ditempati oleh Singapura dengan skor 3,62,
Malaysia dan Thailand mendapat skor 2,62 dan 2,19.
Laporan tentang GCG oleh CLSA (2003), menempatkan Indonesia di urutan terbawah dengan
skor 1,5 untuk masalah penegakan hukum, 2,5 untuk mekanisme institusional dan budaya
corporate governance, dan dengan total 3,2. Meskipun skor Indonesia di tahun 2004 lebih baik
dibandingkan dengan 2003, kenyataannya, Indonesia masih tetap berada di urutan terbawah di
antara Negara-negara Asia. Faktor-faktor penyebab rendahnya kinerja Indonesia adalah
penegakan hukum dan budaya corporate governance yang masih berada di titik paling rendah
di antara Negara-negara lain yang sedang tumbuh di Asia. Penilaian yang dilakukan oleh CLSA
didasarkan pada faktor eksternal dengan bobot 60% dibandingkan faktor internal yang hanya
diberi bobot 40% saja. Fakta ini menunjukkan bahwa implementasi GCG di Indonesia
membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan penegakan yang lebih nyata lagi.
Implementasi GCG
Terdapat tiga arah agenda penerapan GCG di Indonesia (BP BUMN, 1999) yakni, menetapkan
kebijakan nasional, menyempurnaan kerangka nasional dan membangun inisiatif sektor
swasta. Terkait dengan kerangka regulasi, Bapepam bersama dengan self-regulated
organization (SRO) yang didukung oleh Bank Dunia dan ADB telah menghasilkan beberap
proyek GCG seperti JSX Pilot project, ACORN, ASEM, dan ROSC. Seiring dengan proyek-
proyek ini, kementerian BUMN juga telah mengembangkan kerangka untuk implementasi
GCG. Dalam kaitan dengan peran dan fungsi tersebut, BAPEPAM dapat memastikan bahwa
berbagai peraturan dan ketentuan yang ada, terus menerus disempurnakan, serta berbagai
pelanggaran yang terjadi akan mendapatkan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. Dalam hal
regulatory framework, untuk mengkaji
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan korporasi dan program reformasi hukum,
pada umumnya terdapat beberapa capaian yang terkait dengan implementasi GCG seperti
diberlakukannya undang-undang tentang Bank Indonesia di tahun 1998, undang-undang anti
3. korupsi tahun 1999, dan undang-undang BUMN, serta privatisasi BUMN tahun 2003.
Demikian pula dengan proses amandemen undang-undang perseroan terbatas, undang-undang
pendaftaran perusahaan, serta undang-undang kepailitan yang saat ini masih sedang dalam
proses penyelesaian.
Dalam pelaksanaan program reformasi hukum, terdapat beberapa hal penting yang
telah diterapkan, misalnya pembentukan pengadilan niaga yang dimulai tahun 1997 dan
pembentukan badan arbitrasi pasar modal tahun 2001. Bergulirnya reformasi corporate
governance masih menyisakan hal-hal strategis yang harus dikaji, seperti kesesuaian dan
sinkronisasi berbagai peraturan perundangan yang terkait. Demikian pula yang terkait dengan
otonomi daerah, permasalahan yang timbul dalam kerangka regulasi adalah pemberlakuan
undang-undang otonomi daerah yang cenderung kebablasan tanpa diikuti dengan kesadaran
dan pemahaman good governance itu sendiri. Inisiatif di sektor swasta terlihat pda aktivitas
organisasi-organisasi corporate governance dalam bentuk upaya-upaya sosialisasi, pendidikan,
pelatihan, pembuatan rating, penelitian, dan advokasi. Pendatang baru di antara organisasi-
organisasi ini adalah IKAI dan LAPPI. IKAI adalah asosiasi untuk para anggota komite audit,
sedangkan LAPPI (lembaga advokasi, proxi, dan perlindungan investor) pada dasarnya berbagi
pengalaman dalam shareholders activism, dengan misi utama melindungi kepentingan para
pemegang saham minoritas.
Dalam penerapan GCG di Indonesia, seluruh pemangku kepentingan turut
berpartisipasi. Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance yang diawal tahun 2005 di
ubah menjadi Komite Nasional Kebijkan Governance telah menerbitkan pedoman GCG pada
bulan Maret 2001. Pedoman tersebut kemudian disusul dengan penerbitan Pedoman GCG
Perbankan Indonesia, Pedoman untuk komite audit, dan pedoman untuk komisaris independen
di tahun 2004. Semua publikasi ini dipandang perlu untuk memberikan acuan dalam
mengimplementasikan GCG. Pemerintah pun melakukan upaya-upaya khusus bergandengan
tangan dengan komunitas bisnis dalam mensosialisasikan dan mengimplementasikan GCG.
Dua sektor penting yakni BUMN dan Pasar Modal telah menjadi perhatian pemerintah.
Aspek baru dalam implentasi GCG di lingkungan BUMN adalah kewajban untuk memiliki
statement of corporate intent (SCI). SCI pada dasarnya adalah komitmen perusahaan terhadap
pemegang saham dalam bentuk suatu kontrak yang menekankan pada strategi dan upaya
manajemen dan didukung dengan dewan komisaris dalam mengelola perusahaan.
Terkait dengan SCI, direksi diwajibkan untuk menanda tangani appointment
agreements (AA) yang merupakan komitmen direksi untuk memenuhi fungsi-fungsi dan
kewajiban yang diembannya. Indikator kinerja direksi terlihat dalam bentuk reward
4. and punishment system dengan meratifikasi undangundang BUMN. Pasar modal juga perlu
menerapkan prinsipprinsip GCG untuk perusahaan publik. Ini ditunjukkan melalui berbagai
regulasi yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Jakarta (BEJ), yang menyatakan bahwa seluruh
perusahaan tercatat wajib melaksanakan GCG. Implementasi GCG dimaksudkan untuk
meningkatkan perlindungan kepentingan investor, terutam para pemegang saham di
perusahaan-perusahaan terbuka. Di samping itu, implementasi GCG akan mendorong
tumbuhnya mekanisme check and balance di lingkungan manajemen khususnya dalam
memberi perhatian kepada kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya.
Hal ini terkait dengan peran pemegang saham pengendali yang berwenang mengangkat
komisaris dan direksi, dan dapat mempengaruhi kebijakan perusahaan. Di samping
pelindungan investor, regulasi mewajibkan sistem yang menjamin transparansi dan
akuntabilitas dalam transaksi bisnis antar perusahaan dalam satu grup yang berpotensi
menimbulkan benturan kepentingan.
Semangat untuk memperoleh persetujuan publik dalam transaksi, merupakan bentuk
penerapan prinsip akuntabilitas. Diperkenalkannya komisaris independen, komite audit, dan
sekretaris perusahaan juga menjadi fokus regulasi BEJ. Independensi komisaris dimaksudkan
untuk memastikan bahwa komisaris independen tidak memiliki afiliasi dengan pemegang
saham, dengan direksi dan dengan komisaris; tidak menjabat direksi di perusahaan lain yang
terafiliasi; dan memahami berbagai regulasi pasar modal. Sedangkan terkait dengan kewajiban
untuk memiliki direktur independen, dalam sistem two tier yang kita anut, justru akan lebih
efektif bilamana bursa mewajibkan perusahaan untuk memiliki komite nominasi dan
remunerasi.
Tujuan pedoman tersebut adalah untuk meningkatkan kualitas disclosure perusahaan-
perusahaan publik. Pedoman ini merupakan hasil kolaborasi antara BEJ, IAI, AEI, dan
Bapepam. Perkembangan terbaru di Pasar modal adalah batas waktu penyerahan laporan
tahunan yakni 90 hari sejak tutup buku, lebih pendek dari regulasi sebelumnya yakni 120 hari.
Regulasi ini merupkan indikas kekonsistenan penegakan GCG oleh Bapepam.
5. 2. Kritik Dan Rekomendasi
a. Adanya undang-undang yang mengaruskan implementasi GCG kususnya bagi
perusahaan swasta.
b. Peningkatan governance bagi instansi pemerintah terutama yang berkaitan dengan
pelayanan publik dan penegakan hukum, ditjen pajak, bea cukai, imigrasi, bpn, institus
yang mengeluarkan perizinan, dan institusi penegak hukum.
c. Mengingat rendahnya tingkat implementasi GCG di BUMD, maka perlu
dipertimbangkan untuk menyusun mekanisme yang dapat “memaksa” BUMD untuk
mengimplementasikan GCG, misalnya UU yang mengatur BUMD.
d. Sosialisasi dan asistensi tentang GCG khususnya kepada perusahaan yang belum go
public.
e. Penerapan GCG yang dikaitkan dengan upaya pencegahan korupsi di sektor swasta
f. Bapepam LK dan BEI perlu memberlakukan aturan GCG yang lebi luas untuk semua
perusaaan yang go public.
g. Menjadikan GCG sebagai corporate culture
6. Konsep dan fungsi dari Governance Rating Pada BPJS Kesehatan
Sebagai salah satu prasyarat guna mencapai organisasi yang sehat, perlu diterapkan prinsip-
prinsip Tata Kelola yang Baik (Good Governance) secara menyeluruh dan konsisten. Oleh
karena itu, BPJS Kesehatan menyusun Pedoman Tata Kelola yang Baik (Good Governance)
sebagai acuan bagi seluruh organ dan Duta BPJS Kesehatan dalam menjalankan aktivitasnya
agar sesuai dengan prinsip-prinsip Tata Kelola yang Baik.
A. Tujuan Penerapan Tata Kelola yang Baik
1. Mengoptimalkan nilai organisasi agar memiliki daya saing yang kuat, baik secara
nasional maupun internasional, sehingga organisasi mampu mempertahankan
keberadaannya dan hidup berkelanjutan untuk mencapai maksud dan tujuan organisasi.
2. Mendorong pengelolaan organisasi secara profesional, efisien, dan efektif serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian.
3. Mendorong agar organisasi dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan
dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial organisasi terhadap
Pemangku Kepentingan.
4. Meningkatkan kontribusi organisasi dalam program Jaminan Kesehatan Nasional
dengan melibatkan stakeholder sebagai mitra.
5. Organisasi menjalankan amanah sebagai penyelenggara jaminan sosial kesehatan
dengan penuh keterbukaan/transparansi sesuai dengan aturan perundang-undangan.
B. Prinsip-Prinsip Tata Kelola yang Baik
1. Keterbukaan (Transparency) Yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses
pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi material
dan relevan mengenai organisasi
a. Prinsip Dasar : Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, organisasi
harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah
diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Organisasi harus mengambil
inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh
peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan
keputusan oleh pemangku kepentingan lainnya.
b. Pedoman Pokok Pelaksanaan :
7. 1) Organisasi harus menyediakan dan mengungkapkan informasi secara tepat
waktu, memadai, jelas, akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah
diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan haknya.
2) Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi,
misi, sasaran dan strategi organisasi, kondisi keuangan, susunan dan
komposisi Dewan Pengawas dan Direksi, tidak ada yang memiliki benturan
kepentingan, sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan
pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan Tata Kelola yang Baik serta
tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang dapat mempengaruhi
kondisi organisasi.
3) Prinsip keterbukaan yang dianut oleh organisasi tidak mengurangi
kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan organisasi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.
4) Kebijakan organisasi harus tertulis dan secara proporsional
dikomunikasikan kepada pemangku kepentingan.
5) Dewan Pengawas dan Direksi bertanggung jawab kepada organisasi untuk
menjaga kerahasiaan informasi.
2. Akuntabilitas (accountability) Yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban organisasi sehingga pengelolaan organisasi terlaksana secara
efektif.
a. Prinsip Dasar : Organisasi harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara
transparan dan wajar. Untuk itu organisasi harus dikelola secara benar, terukur dan
sesuai dengan kepentingan organisasi dengan tetap memperhitungkan kepentingan
stakeholder. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai
kinerja yang berkesinambungan.
b. Pedoman Pokok Pelaksanaan :
1) Organisasi harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-
masing organ dan semua pegawai secara jelas dan selaras dengan visi, misi,
sasaran dan strategi organisasi.
2) Organisasi harus meyakini bahwa semua organ dan semua pegawai
mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan
perannya dalam pelaksanaan Tata Kelola yang Baik.
3) Organisasi harus memastikan adanya sistem pengendalian intern yang
efektif dalam pengelolaan organisasi.
8. 4) Organisasi harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran organisasi
yang konsisten dengan nilai-nilai organisasi, sasaran utama dan strategi
organisasi, serta memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and
punishment system).
5) Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap Duta BPJS
Kesehatan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku (code
of conduct) yang telah disepakati.
6) Dewan Pengawas dan Direksi beserta seluruh jajarannya harus membuat
pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya secara periodik dan
berkesinambungan.
3. Responsibilitas (responsibility) Yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan organisasi
terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip organisasi yang sehat
a. Prinsip Dasar Organisasi harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta
melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat
terpelihara kesinambungan organisasi dalam jangka panjang dan mendapat
pengakuan sebagai good organization citizen.
b. Pedoman Pokok Pelaksanaan
1) Organisasi melaksanakan tanggung jawab sosial terhadap masyarakat dan
lingkungan, sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka
panjang dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.
2) Organisasi harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan peraturan
organisasi (by laws).
3) Organisasi bertanggung jawab atas segala risiko usaha yang terjadi dengan
melakukan pengelolaan risiko secara baik.
4. Independensi (independency) Yaitu keadaan di mana organisasi dikelola secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun
yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip organisasi
yang sehat
a. Prinsip Dasar Untuk melancarkan pelaksanaan asas Tata Kelola yang Baik,
organisasi harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ
organisasi tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
b. Pedoman Pokok Pelaksanaan
9. 1) Masing-masing organ harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak
manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan
kepentingan dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan
keputusan dapat dilakukan secara obyektif.
2) Masing-masing organ harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan atau
melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain sehingga terwujud
sistem pengendalian intern yang efektif.
5. Prediktabilitas (predictability) Yaitu implementasi yang konsisten dari kebijakan
pendukung, peraturan dan regulasi.
a. rinsip Dasar Prediktabilitas mengacu pada penerapan yang konsisten dan sesuai
dengan hukum, termasuk aturan dan peraturan untuk menerapkannya.
b. Pedoman Pokok Pelaksanaan
1) Organisasi harus menegaskan hak dan kewajiban penerima manfaat jaminan
sosial.
2) Organisasi melakukan komunikasi dan koordinasi dengan stakeholder
sebelum pelaksanaan perubahan dalam sebuah program.
3) Organisasi membangun strategi komunikasi yang efektif dan program
public relations dengan tujuan stakeholder selalu mendapatkan informasi
tentang perkembangan dalam skema jaminan sosial yang berdampak
terhadap hak dan kewajiban mereka.
6. Partisipasi (participation) Yaitu adanya masukan dari stakeholder dalam pengambilan
keputusan organisasi untuk melindungi kepentingannya dalam mendukung
programprogram jaminan sosial
a. Prinsip Dasar Organisasi membangun kemitraan, rasa saling percaya dan
memberikan kesempatan seluasnya kepada stakeholder untuk memberikan
partisipasi efektif demi kemajuan organisasi dalam menjalankan program jaminan
sosial.
b. Pedoman Pokok Pelaksanaan.
1) Organisasi membangun komunikasi yang terbuka dengan stakeholder untuk
mendorong pertukaran saran agar organisasi dapat lebih responsif terhadap
kebutuhan dan keinginan stakeholder.
2) Organisasi harus memastikan bahwa stakeholder memahami program dan
memungkinkan partisipasi efektif mereka.
10. 7. Kewajaran dan Kesetaraan (fairness) Yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi
hak-hak Pemangku Kepentingan (stakeholder) yang timbul berdasarkan perjanjian dan
peraturan perundang-undangan.
a. Prinsip Dasar Dalam melaksanakan kegiatannya, organisasi senantiasa memperhatikan
kepentingan pemangku kepentingan berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran.
b. Pedoman Pokok Pelaksanaan
1) Organisasi harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan
untuk memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan
organisasi serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip
transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing.
2) Organisasi harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada
pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan
kepada organisasi.
3) Organisasi harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan
pegawai, berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa
membedakan suku, agama, ras, jender, dan kondisi fisik.
4) Organisasi harus menerapkan secara konsisten sistem penghargaan dan sanksi
(reward and punishment system) terhadap pegawai.
8. Dinamis (dynamism) Yaitu inovasi atau perubahan positif dalam tata kelola yang
efeknya meningkatkan efisiensi kinerja organisasi
a. Prinsip Dasar Harus ada fleksibilitas yang cukup, yang diatur dalam regulasi
hukum, yang memungkinkan organisasi untuk memperkenalkan inovasi dan
perbaikan dalam pelaksanaan program jaminan sosial, tanpa harus mengubah
undang-undang, kebijakan atau keputusan.
b. Pedoman Pokok Pelaksanaan
1) Organisasi harus memberikan kesempatan, memberi motivasi dan
menginspirasi sehingga seluruh Duta BPJS Kesehatan dapat mengusulkan
ide-ide inovatif selama tidak bertentangan dengan peraturan perundanga n
yang berlaku.
2) Organisasi harus memastikan bahwa para inovator tidak memiliki konflik
kepentingan dalam usulan ide-ide yang diberikan.
3) Organisasi harus menetapkan proses dan mengevaluasi atas manfaat dan
risiko yang akan muncul sebelum inovasi tersebut di adopsi dan
diimplementasikan
11. C. Pengukuran terhadap Penerapan Good Governance (GG)
1. Organisasi melakukan pengukuran terhadap penerapan GG dalam bentuk:
a. Penilaian (assessment) yaitu program untuk mengidentifikasi dan mengukur
penerapan GG yang dilaksanakan oleh Penilai (assessor) independen secara
berkala setiap 2 (dua) tahun.
b. Evaluasi (self Assessment), yaitu program untuk mengidentifikasi dan
mengukur penerapan GG yang dilaksanakan oleh Satuan Pengawasan Internal
secara berkala setiap 2 (dua) tahun; yang dilakukan pada tahun berikutnya
2. Melakukan penyempurnaan manual GG sesuai dengan pengkinian peraturan
perundang-undangan dan kebijakan organisasi.
3. Sebelum pelaksanaan penilaian didahului dengan tindakan sosialisasi GG kepada
Duta BPJS Kesehatan, untuk membangun pemahaman, kepedulian dan komitmen
penerapan GG.
4. Pelaksanaan penilaian dilakukan oleh penilai (assessor) independen yang ditunjuk
oleh Dewan Pengawas melalui proses sesuai dengan ketentuan pengadaan barang
dan jasa, dan apabila diperlukan dapat meminta bantuan Direksi dalam proses
penunjukannya.
5. Penilai (assessor) dapat dilakukan dengan menggunakan jasa Instansi Pemerintah
yang berkompeten di bidang GG, yang penunjukannya dilakukan oleh Direksi
melalui penunjukan langsung.
6. Pelaksanaan evaluasi (self assessment), dilakukan oleh Satuan Pengawasan Internal
dengan pendampingan assessor independen atau instansi Pemerintah yang
berkompeten dibidang GG.
D. Rekomendasi dalam mewujudkan GCG di perusahaan
Sustainabilitas program atau bahwa program jaminan sosial harus berkelanjutan
selama negara ini ada, oleh karena itu harus dikelola secara prudent, efisien dengan
tetap mengacu pada sistem yang ada. Jika semua proses tersistem dengan baik maka
tindakan-tindakan kecurangan akan sulit terjadi, dengan memberlakukan sanksi yang
tegas kepada semua pihak terlibat baik itu faskes, karyawan, direksi dan semua
pemangku kepentingan lain, guna terwujdunya sistem tata kelola yang baik.
12. DAFTAR PUSTAKA
1. Sukmawijaya. (2009) Good Corporate Governance Di Indonesia
Https://Leosukmawijaya.Wordpress.Com/2009/11/16/Good-Corporate-Governance-
Dan-Penerapannya-Di-Indonesia-Thomas-S-Kaihatu-Staf-Pengajar-Fakultas-
Ekonomi-Universitas-Kristen-Petra-Surabaya/, Diakses 28 Mei 2017
2. Riana ( 2014) Perkembangan Good Corporate Governnce Di Indonesia.
Http://Kumpulanmakalahlengakap.Blogspot.Co.Id/2014/11/Perkembangan-Good-
Corporate-Governance.Html, Diakses 28 Mei 2017
3. BPJS Kesehatan, PedomanUmum TataKelola Yang Baik Good Corporate Governance
BPJS Kesehatan Https://Www.Bpjs-
Kesehatan.Go.Id/Bpjs/Dmdocuments/0b39109dea70b55a221953e28d55e948.Pdf,
Diakses 28 Mei 2017
4. Aisya (2006) Solusi Untuk Meningkatkan Intergitas Dan Akuntabilitas Layanan Kliam
BPJS Kesehatan Di Indonesia.
Https://Mhs.Blog.Ui.Ac.Id/Dara.Aisyah/2016/12/24/Solusi-Untuk-Meningkatkan-
Integritas-Dan-Akuntabilitas-Layanan-Klaim-Bpjs-Kesehatan-Di-Indonesia/, Diakses
28 Mei 2017