Be & gg, lysa setyaningrum, prof. dr. ir. hapzi ali, mm, cma, kode etik perus...
GCG Rating
1. Governance Rating
Sulit dipungkiri, selama sepuluh tahun terakhir ini, istilah Good Corporate
Governance (GCG) kian populer. Good Corporate Governance merupakan kumpulan
hukum, peraturan dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong
sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi dalam
jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat
sekitar secara keseluruhan (Arrafat, 2006). Good Corporate Governance pada dasarnya
merupakan suatu sistem (input, Proses, output) dan seperangkat peraturan yang mengatur
hubungan antara berbagai pihak yang kepentingan (stakeholders) terutama dalam arti
sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi
tercapainya tujuan perusahaan. Good Corporate Gorvernance dimasukkan untuk
mengatur hubungan-hubungan ini dan mencegah terjadinya kesalaha-kesalahan
signifikan dalam strategi perusahaan dan untuk memastikan bahwa kesalahan-kesalahan
yang terjadi dapat di perebaiki dengan segera. Suatu perusahaan sudah selayaknya
berkomitmen untuk menerapkan dan menjaga standar praktik GCG yang tinggi agar
perusahaan tersebut dapat tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang serta dapat
terus bersaing dalam bisnis global.
Pengembangan kode etik perusahaan ini merupakan salah satu elemen penting
dalam kerangka penerapan GCG bagi suatu perusahaan. Kode etik sangat penting karena
sebagai acuan bagi semua pihak di dalam perusahaan serta pihak luar yang terkait dengan
usaha perusahaan dalam melaksanakan tugas dan pengambilan keputusan. Keputusan
tersebut didasarkan pada hak yang dapat diperoleh oleh para pemangku kepentingan.
Pemangku kepentingan yang dimaksud yaitu owner, managemen, pemerintah, konsumen,
masyarakat dan pihak eksternal.
2. Penerapan prinsip-prinsip GCG akan meningkatkan citra dan kinerja Perusahaan
sertameningkatkan nilai Perusahaan bagi Pemegang Saham.Tujuan penerapan GCG
adalah ( Ida, 2012 ) :
1. Memaksimalkan nilai perusahaan dengan cara meningkatkan penerapan prinsip-
prinsiptransparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan
kewajaran dalampelaksanaan kegiatan perusahaan
2. Terlaksananya pengelolaan Perusahaan secara profesional dan mandiri
3. Terciptanya pengambilan keputusan oleh seluruh Organ Perusahaan yang
didasarkan pada nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku
4. Terlaksananya tanggung jawab sosial Perusahaan terhadap stakeholders
5. Meningkatkan iklim investasi nasional yang kondusif, khususnya di bidang energi
dan Petrokimia
Good Corporate Governance di Indonesia mulai ramai dikenal pada tahun 1997,
saat krisis ekonomi menerpa Indonesia. Terdapat banyak akibat buruk dari krisis tersebut,
salah satunya ialah banyaknya perusahaan yang berjatuhan karena tidak mampu bertahan,
Corporate governance yang buruk disinyalir sebagai salah satu sebab terjadinya krisis
ekonomi politik Indonesia yang dimulai tahun 1997 yang efeknya masih terasa hingga
saat ini.. Menyadari situasi dan kondisi demikian, pemerintah melalui Kementerian
Negara BUMN mulai memperkenalkan konsep Good Corporate Governance ini di
lingkungan BUMN, Melalui Surat Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-
MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan Praktek Good Corporate
Governance pada Badan Usaha Milik Negara, menekankan kewajiban bagi BUMN untuk
menerapkan Good Corporate Governance secara konsisten dan atau menjadikan prinsip-
prinsip Good Corporate Governance sebagai landasan operasionalnya, yang pada
dasarnya bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan
guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap
memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, dan berlandaskan peraturan
perundang-undangan dan nilai-nilai etika.
3. Pemerintah memberikan dorongan yang sangat kuat terhadap implementasi GCG
di Indonesia. Bukti dari kepedulian pemerintah dapat dilihat dari dibuatnya berbagai
regulasi yang mengatur tentang GCG. Berawal dari Dibentuknya Komite Nasional
tentang Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) melalui Keputusan Menko Ekuin
Nomor: KEP/31/M.EKUIN/08/1999 tentang pembentukan KNKCG . Menerbitkan
Pedoman GCG Indonesia. Kemudian dilanjutkan dengan dibentuknya Komite Nasional
Kebijakan Governance (KNKG) sebagai pengganti KNKCG melalui Surat Keputusan
Menko Bidang Perekonomian Nomor: KEP/49/M.EKON/11/2004. Terdiri dari Sub-
Komite Publik dan Sub-Komite Korporasi. Kemudian juga dikeluarkan SE Ketua
Bapepam Nomor Se-03/PM/2000 tentang Komite Audit yang berisi himbauan perlunya
Komite Audit dimiliki oleh setiap Emiten, dan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.
8/4/PBI/2006 tentang GCG yang dirubah dengan PBI No. 8/14/GCG/2006.
Komitmen GCG juga diberlakukan pada sector swasta non-BUMN. Pada tahun
2000, Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia) memberlakukan Keputusan
Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor Kep-315/BEJ/062000 perihal Peraturan Pencatatan
Efek Nomor I-A yang antara lain mengatur tentang kewajiban mempunyai Komisaris
Independen, Komite Audit, memberikan peran aktif Sekretaris Perusahaan di dalam
memenuhi kewajiban keterbukaan informasi serta mewajibkan perusahaan tercatat untuk
menyampaikan informasi yang material dan relevan. Selain itu juga dibentuknya berbagai
organisasi dan perkumpulan yang mendukung pelaksanaan dari GCG itu sendiri seperti.
Lahirnya Forum for Corporate Governance in Indonesia(FCGI), Indonesian Institute for
Corporate Governance (IICG), Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD),
Indonesia Corporate Secretary Association (ICSA), Ikatan Komite Audit Indonesia
(IKAI), Asosiasi Auditor Internal (AAI), Klinik GCG Kadin, dan lahirnya Lembaga
Komisaris dan Direksi Indonesia (LKDI) yang kegiatannya antara lain mengadakan
Forum LKDI untuk membahas berbagai hal seperti tanggung jawab hukum bagi
Komisaris dan Direksi, undang-undang pencucian uang dsb ( Alam, 2010 ).
Masih banyak yang harus dibenahi dan terus dikembangkan pelaksaanaan GCG di
Indonesia. Karena KKN yang merajalela mengartikan GCG masih belum dapat
terlaksana dengan baik. Pelaksanaan GCG di Indonesia tidak dapat dilakukan sendiri-
sendiri. Tapi memerlukan Integrasi dari seluruh komponen bisnis. Agar dapat dicapai
4. suatu perusahaan bersih yang dapat disebut Good Corporate Governance. Perlu adanya
prinsip-prinsip Good Corporate Governance ( GCG ) di dalam Perusahaan yang dikelola,
agar dapat menghasilkan kinerja yang baik antara pemegang saham, dewan komisaris,
dan dewan direksi dalam membuat keputusan dan menjalankannya sesuai dengan nilai
moral yang telah ditetapkan demi tercapainya tujuan dari perusahaan tersebut.
Implementasi GCG di Perusahaan Siam Cement Group ( SCG )
Siam Cement Group ( SCG ) menjalankan bisnisnya dengan tanggung jawab,
transparansi dan keadilan, mengamati prinsip-prinsip yang telah dipraktikkan dari
generasi ke generasi dan digariskan dalam Pedoman Perilaku SCG, serta beroperasi atas
dasar kesuksesan yang seimbang dan berkelanjutan, dengan Dewan Direksi dan eksekutif
puncak melayani Sebagai panutan dalam mengikuti prinsip Kode Etik dan Tata Kelola
SCG.
Tata kelola perusahaan SCG dianggap sebagai bagian integral dari kebijakan
bisnisnya. Komite Tata Pemerintahan dan Nominasi dipercayakan untuk mengawasi hal-
hal tata kelola perusahaan SCG, yang meliputi penetapan kebijakan dan pedoman serta
pemantauan kinerja Direksi dan Manajemen untuk memastikan kepatuhan mereka
terhadap kebijakan tata kelola perusahaan SCG. Komite juga memantau dan
mengevaluasi praktik tata kelola perusahaan serta secara teratur meninjau pedoman untuk
memastikan keselarasan mereka dengan operasi bisnis dan praktik tata kelola perusahaan
di tingkat nasional dan internasional. Selain itu, tata kelola perusahaan ditetapkan sebagai
salah satu item utama dalam agenda rapat Direksi.
Pedoman Tata Kelola SCG
(1) Hak Pemegang Saham
SCG memiliki kebijakan untuk mendukung, mempromosikan, dan memfasilitasi
setiap pemegang saham termasuk investor institusi untuk memastikan bahwa pemegang
saham, baik sebagai investor maupun pemilik Perusahaan, berhak atas semua hak dasar
yang memenuhi standar yang dapat diterima dan dapat diterima secara luas, termasuk hak
5. untuk bebas melakukan perdagangan Atau mengalihkan saham mereka sendiri, hak untuk
menerima dividen dari Perusahaan, hak untuk menghadiri Rapat Umum Pemegang
Saham, hak untuk mengajukan terlebih dahulu agenda Rapat, hak untuk menunjuk
seseorang untuk menjadi direktur, hak untuk mengungkapkan pendapat secara
independen , Dan hak untuk mengambil keputusan mengenai urusan penting Perusahaan,
misalnya pemilihan direktur, pengangkatan auditor dan penetapan biaya audit,
persetujuan transaksi signifikan yang mempengaruhi arahan Perusahaan, serta
amandemen Memorandum of Association dan Anggaran Dasar Perusahaan, dan lain-lain.
Setiap pemegang saham memiliki hak untuk memilih pada rapat sesuai dengan jumlah
saham. Dengan satu saham berhak mendapatkan satu suara, dan tidak ada pemegang
saham tertentu yang mengizinkan hak istimewa atas hak pemegang saham lainnya.
(2) Perlakuan yang adil terhadap pemegang saham
SCG menyadari sepenuhnya kewajibannya untuk melindungi kepentingan setiap
pemegang saham, investor besar atau kecil, individu atau institusi maupun investor asing.
Ini adalah usaha perusahaan untuk menciptakan alat untuk benar-benar memastikan
kesetaraan dan perlakuan yang adil.
2.1 Perlakuan terhadap Pemegang Saham Minoritas
2.2 Mencegah Penyalahgunaan Informasi Internal
2.3 Mencegah Benturan Kepentingan
(3) Peran Pemangku Kepentingan
3.1 Kebijakan dan Praktik Menuju Pemangku Kepentingan
Perusahaan menjunjung tinggi komitmennya untuk menjadi warga negara yang
baik di masyarakat, terutama di masyarakat dimana operasinya berada, dengan berbisnis
dengan rasa hormat terhadap hak pemangku kepentingan dan memastikan perlakuan yang
adil. Perusahaan mendengarkan pendapat dan keprihatinan, mempromosikan pemahaman
di antara para pemangku kepentingan, mendukung kerjasama kreatif mengenai hal-hal
yang menarik bagi pemangku kepentingan, dan membantu pengembangan masyarakat
6. dan lingkungan. SCG mengkategorikan pemangku kepentingan menjadi 12 kelompok
dan pedoman praktik terhadap pemangku kepentingan dapat diringkas sebagai berikut:
a) Pemegang Saham
b) Karyawan
c) Pelanggan
d) Pemasok
e) Mitra Bisnis
f) Joint Venture Partners
g) Kreditor
h) Komunitas
i) Instansi Pemerintah
j) Media
k) Pesaing
l) Sektor Masyarakat Sipil, Akademisi, Pemimpin Opini
3.2 Kerangka Kerja SCG untuk Pembangunan menuju Keberlanjutan
Keyakinan SCG untuk melakukan bisnis dengan adil dan bertanggung jawab
terhadap masing-masing pemangku kepentingan untuk saling menguntungkan
berkelanjutan. Dengan demikian, Perusahaan telah merumuskan Kerangka Kerja
Pengembangan SCG menuju Keberlanjutan, berdasarkan pedoman internasional yang
mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan, dengan prinsip Tata Kelola
Perusahaan untuk mewujudkan operasi yang selaras di seluruh bisnis Perusahaan. SCG
berkomitmen untuk terus menciptakan nilai bagi masyarakat melalui perilaku bisnisnya
yang ramah lingkungan dan siap untuk mentransfer pengetahuan, pengalaman, dan
kesuksesan yang ada ke setiap pihak melalui partisipasi, baik bisnis yang terkait dengan
SCG, baik di hulu maupun hilir, organisasi bisnis , Serta berbagai institusi dan lembaga
sosial dan masyarakat di setiap wilayah dimana SCG menjalankan usahanya, sehingga
dapat mendorong masyarakat menuju kemakmuran dengan kekuatan dan keberlanjutan.
7. (4) Pengungkapan dan Transparansi
SCG menyadari pentingnya pengungkapan informasi karena sangat
mempengaruhi pengambilan keputusan investor dan pemangku kepentingan. Oleh karena
itu, perlu untuk menentukan dan mengatur tindakan mengenai pengungkapan informasi,
baik finansial maupun non-keuangan. Informasi yang diungkapkan melalui Portal SET
dari Bursa Efek Thailand dan situs web SCG harus lengkap, memadai, dapat dipercaya
dan up-to-date, ditulis dalam bahasa Thailand dan Inggris. Selain itu, pada tahun 2013,
Dewan Direksi masih menjunjung pedoman keterbukaan informasi yang terkait dengan
SCG sehingga dapat mensosialisasikan pengungkapan informasi Perusahaan dan
mencegah kerusakan yang disebabkan oleh pengungkapan yang tidak tepat. Ini
meyakinkan pemegang saham, investor, masyarakat umum dan semua pemangku
kepentingan bahwa SCG berkomitmen untuk mengungkapkan informasi secara jelas,
akurat, sesuai dengan hukum dan secara adil sesuai dengan Kebijakan Keterbukaan
Informasi.
(5) Tanggung jawab Dewan Direksi
Susunan Direksi Direksi terdiri dari orang-orang yang dihormati, berpengetahuan
dan kompeten yang bertanggung jawab untuk menyusun kebijakan perusahaan dan
bekerja sama dengan para eksekutif puncak dalam membuat rencana operasi, baik jangka
pendek maupun jangka panjang, termasuk keuangan Kebijakan, kebijakan manajemen
risiko, dan gambaran organisasi. Dewan memainkan peran penting dalam mengawasi,
memantau dan menilai kinerja Perusahaan dan para eksekutif puncak secara independen.
Anggaran Dasar Perusahaan menetapkan bahwa tidak boleh ada kurang dari sembilan
namun tidak lebih dari 12 direktur, yang semuanya diangkat dan diangkat pada Rapat
Pemegang Saham. Direksi terdiri dari direktur eksekutif, direktur non eksekutif dan
direktur independen ( Anonim, 2014 ).
Rekomendasi pada GCG tersebut yaitu untuk selalu ditanamkannya prinsip GCG,
tidak hanya pada para eksekutif melainkan sampai ke pekerjanya sehingga para karyawan
dan eksekutif memiliki tingkat kesadaran yang tinggi akan pentingnya GCG sehingga
governance rating dapat terwujud dan berkelanjutan.
8. DAFTAR PUSTAKA
Arafat, Wilson. 2006. Manajemen Perbankan Indonesia, Teori dan Implementasi.
Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia.
Anonim. 2014.
http://www.scg.co.th/en/01corporate_profile/07_corporate_governance.html
Diakses tanggal 30 Mei 2017
Alam, Syah Prasetio. 2010
https://alamsyahprasetio.wordpress.com/2010/10/28/pelaksanaan-good-corporate-
governance-di-indonesia/ Diakses tanggal 30 Mei 2017
Ida, Zahro. 2012. http://idazahro.blogspot.co.id/2012/10/good-corporate-governance-
dalam.html Diakses tanggal 30 Mei 2017