SlideShare a Scribd company logo
1 of 17
Download to read offline
Jurnal Ekonomi Pembangunan
Volume 13, Nomor 1, Juni 2012, hlm.62-78
DETERMINAN FAKTOR SOSIAL DAN EKONOMI
TERHADAP KEMISKINAN PENDUDUK
Sirilius Seran
Fakultas Ekonomi Universitas Timor
Jalan Eltari Km.9, Kelurahan Sasi, Kecamatan Kota Kefamenanu, Timor
Nusa Tenggara Timur, Telepon/Fax: 0388(2433012)
E-mail: siriliusseran@yahoo.co.id
Diterima 8 Oktober 2011 / Disetujui 29 April 2012
Abstract: Increasing the quality of human resource via education investment is a sine qua
non for welfare promotion as well as for poverty solution. Education, inflation, income per
capita, consumption, regional gross domestic product, and economy growth are a number of
variables that directly and indirectly affect the poverty. The research uses time series data of
the last ten years (1999-2009) obtained from Central Agency on Statistics (BPS). The aim of
this research is to identify the causal relationship of the influential variables mentioned. The
path analysis is used to analyze the data based on the five models. The simultaneous testing of
table summary shows that the Regression coefficient value of each model is significant, where
F value is smaller than alpha 0,05. The similar conclusion is also shown in partial testing
between the independent variables and dependent variables.
Keywords: education, income, economy growth, path analysis, poverty
Abstrak: Peningkatan sumberdaya manusia melalui investasi pendidikan merupakan syarat
mutlak untuk meningkatkan kesejahteraan dan mengatasi kemiskinan penduduk. Beberapa
variabel sosial dan ekonomi yang mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung
terhadap kemiskinan adalah pendidikan, inflasi, pendapatan perkapita, konsumsi, Produk
Domestik Regional Bruto, dan pertumbuhan ekonomi. Data yang digunakan adalah time
series antara tahun 1999-2009 berasal dari Badan Pusat Statistik. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui hubungan sebab akibat (kausal) antara variabel penelitian. Alat
analisis yang digunakan adalah analisis jalur (path analysis), berdasarkan lima macam model.
Hasil analisis pengujian secara simultan menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi (R)
untuk masing-masing model bersifat signifikan, nilai Signifikan F, lebih kecil dari alfa 0,05.
Kesimpulan serupa juga berlaku bagi pengujian parsial, antara masing-masing variabel bebas
dengan variabel tak bebas.
Kata kunci: pendidikan, pendapatan, pertumbuhan ekonomi, analisis jalur, kemiskinan
PENDAHULUAN
Pembentukan modal manusia melalui investasi
dalam bidang pendidikan merupakan cara ter-
baik untuk meningkatkan pertumbuhan eko-
nomi. Schultz pada tahun 1978 menemukan
bahwa di Kanada, kontribusi pendidikan terha-
dap pertumbuhan ekonomi sebesar 25 persen,
di Ghana: 23,2 persen lebih besar dari yang
terjadi di Amerika Seikat sebesar: 15,0 persen
(Suryadi, 1997). Angka ini tentu lebih kecil dari
kontribusi yang berasal dari faktor teknologi
dan faktor produksi lainnya, tetapi dalam
jangka panjang peran pendidikan bagi pemba-
ngunan akan semakin besar seiring dengan
makin pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Hal inilah yang mengakibatkan
pengeluaran pemerintah terutama di negara-
negara maju terhadap investasi pendidikan cu-
kup besar, setidaknya diamati dari rasio inves-
Determinan Faktor Sosial (Sirilius Seran) 63
tasi pendidikan terhadap GNP di Amerika Seri-
kat mencapai 12,5 persen tidak jauh berbeda
dengan rasio investasi fisik (Psacharopoulos,
1993).
Peningkatan kualitas tenaga kerja melalui
investasi pendidikan mempunyai korelasi de-
ngan pendapatan. Pendapatan dapat didefinisi-
kan sebagai balas jasa yang diperoleh faktor
produksi karena keterlibatannya dalam proses
produksi. Secara konvensional dikenal 4 ma-
cam faktor produksi: tanah, tenaga kerja,
modal, skill (entrepreneurship). Dua faktor pro-
duksi yang disebutkan pertama dikenal sebagai
faktor produksi pokok, dianut oleh kelompok
masyarakat tradisional. Kegiatan produksi da-
lam masyarakat tradisional hanya menggu-
nakan faktor produksi tanah dan tenaga kerja.
Jenis pendapatan yang diperoleh dari penyer-
taan tanah dalam kegiatan produksi disebut
sewa tanah. Sedangkan pendapatan bagi tenaga
kerja yang terlibat didalam kegiatan produksi
disebut upah/gaji. Kecuali itu, pendapatan
yang diperoleh karena kepemilikan faktor mo-
dal, skill dan teknologi masing-masing disebut
sebagai bunga modal dan keuntungan (Man-
kiw, 2003). BPS (September 2010: 41) mencatat
bahwa tenaga kerja Indonesia masih dido-
minasi oleh penduduk yang berpendidikan
SLTA ke bawah. Tahun 2008 dari 102,05 juta
orang tenaga kerja terdapat 94 persen yang
berpendidikan SLTA ke bawah, 6 persen lain-
nya tamat Perguruan Tinggi.
Kondisi ini telah berpengaruh terhadap
besarnya pendapatan dan pertumbuhan eko-
nomi dan kemiskinan penduduk. Data yang
disajikan oleh World Bank, Unesco, dan Dikti
tahun 2011 (Materi Presentasi Direktur Kelem-
bagaan Dikti RI, 2011) yang diplotkan dalam
Garis regresi (Y = 3853,96 + 359,64X) mengarah
ke kanan atas menunjukkan bahwa lulusan
Teknik, Sains dan Pertanian mempunyai hu-
bungan positif dengan nilai PDRB perkapita,
setidaknya berlaku bagi tiga Negara yang
diamati adalah Malaysia, Portugal, dan Indo-
nesia.
Besarnya pendapatan setiap faktor produk-
si sangat bervariasi, tergantung kepada tinggi/
rendahnya produktivitas. Produktivitas meru-
pakan rasio antara input dengan output pro-
duksi, diukur dari banyaknya ouput yang diha-
silkan yang tergantung kepada kualitas tenaga
kerja. Sjamtjik, (2003) mengatakan bahwa, ting-
kat upah bervariasi antara pekerjaan yang satu
dengan pekerjaan lainnya disebabkan oleh:
(1) Pekerjaan yang beragam (Heterogeneous Jobs).
Beberapa hal di luar gaji (dalam bentuk uang)
yang menyebabkan terjadinya perbedaan upah
yang diterima tenaga kerja adalah: fasilitas
kerja (Job Aminities), penerimaan tenaga kerja
berdasarkan keterampilan (Skill Requirement),
pembayaran upah yang efisien (Efficiency Wa-
ges), pekerjaan sampingan (Other Job).
(2) Pekerja yang beragam (Heterogeneous Work-
ers). Keragaman di antara para pekerja me-
nyebabkan perbedaan upah dari masing-ma-
sing tenaga kerja itu sendiri. Keragaman peker-
ja ini didasarkan kepada perbedaan mutu mo-
dal manusia (Human Capital Differencies) dan
keinginan pekerja (Worker Preferencies).
(3) Pasar kerja yang tidak sempurna. Adanya
Tabel 1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang
ditamatkan Periode Februari 2008-2010 (juta orang)
Pendidikan Tertinggi yang
ditamatkan
T a h u n
2008 2009 2010
SD ke bawah 55,62 55,43 55,31
Sekolah Menengah Pertama 19,39 19,85 20,30
Sekolah Menengah Atas 13,90 15,13 15,63
Sekolah Menengah Kejuruan 6,71 7,19 8,34
Diploma (I/II/III) 2,66 2,68 2,89
Universitas 3,77 4,22 4,94
Jumlah 102,05 104,49 107,41
Sumber: BPS-Laporan Bulanan, Data Sosial Ekonomi Edisi 4 September 2010
Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 13, Nomor 1, Juni 2012: 62-7864
perbedaan antara permintaan (Demand) dan
penawaran (Supply) tenaga kerja dalam pasar
kerja telah memicu perbedaan pemberlakuan
tingkat upah terhadap tenaga kerja. Bila jumlah
tenaga yang ditawarkan lebih banyak dari yang
dibutuhkan akan menurunkan tingkat upah
(Cateris Paribus) tetapi sebaliknya bila jumlah
tenaga kerja yang ditawarkan lebih sedikit dari
yang dibutuhkan oleh pasar maka tingkat upah
tenaga kerja akan mengalami kenaikan (Gambar
1).
Gambar 1. Tingkat Upah di Pasar Tenaga Kerja
Upah (Wages) yang berlaku di pasar kerja
merupakan harga daripada tenaga kerja yang
bersangkutan. Penentuan tingkat upah sangat
tergantung kepada kekuatan tarik menarik
antara permintaan dan penawaran di pasar
tenaga kerja. Pada tingkat upah sebesar US$10
merupakan upah riil keseimbangan (equilibrium
= E) terjadi pada saat jumlah antara permintaan
(demand labor) dan penawaran tenaga kerja
(supply labor) adalah sama sebesar N (DL=SL).
Semua tenaga kerja terserap, sehingga tidak ada
pengangguran. Tetapi keadaan menjadi terbalik
ketika tingkat upah yang berlaku lebih kecil
atau lebih besar daripada upah keseimbangan
(US$10). Misalnya upah yang berlaku setinggi
US$25, (upah tertinggi) orang berbondong-bon-
dong menawarkan tenaganya sebanyak (N**),
padahal jumlah yang diminta hanya sebesar
(N*). Ini berarti terjadi kelebihan (surplus) tena-
ga kerja, tidak semua tenaga kerja tertampung
di pasar kerja, sehingga menimbulkan pe-
ngangguran. Hal serupa juga terjadi ketika
tingkat upah yang berlaku dipasar lebih kecil
dari tingkat upah keseimbangan (US$10), misal-
nya upah menjadi (US$5), merupakan upah
terendah. Banyak orang akan memilih untuk
menganggur daripada bekerja dengan meneri-
ma upah yang sangat rendah. Jenis pengang-
guran yang semacam ini dikategorikan sebagai
pengangguran terpaksa.
Psacharopoulos pada tahun 1989 dalam
penelitiannya di Venezuela menemukan bahwa
rata-rata pendapatan yang diterima oleh tenaga
kerja yang berpendidikan tinggi sebesar 178,297
Bolivares/tahun, lebih tinggi dari yang berpen-
didikan sekolah menengah: 106,337 Bolivares/
tahun sedangkan untuk yang tamat SD dan
tidak tamat SD masing-masing pendapatannya
sebesar: 69,452 dan 39,625 Bolivares/tahun
(Psacharopoulos, 1995)
Biro Pusat Statitik Amerika (Bureau of the
Census) pada tahun 1994 menyampaikan bahwa
rata-rata penghasilan tenaga kerja di Amerika
Serikat untuk yang berpendidikan Doktor men-
capai US$54.904.0000/tahun, jauh lebih tinggi
dari tenaga kerja yang berpendidikan Magister,
atau Sarjana. Rata-rata penghasilan terendah
diterima oleh tenaga kerja yang berpendidikan
tidak tamat SD sebesar: US$ 12.809.000/tahun
(Suryadi, 1997).
Mankiw pada tahun 2003 mengatakan pen-
dapatan dapat digunakan untuk: (1) konsumsi,
dan (2) tabungan. Besar atau kecilnya pembia-
yaan konsumsi rumah tangga tergantung
kepada jumlah jiwa yang menjadi tanggungan-
nya. Tanggungan di sini tidak hanya terbatas
pada keluarga inti (nuclear family) melainkan
juga termasuk anggota keluarga di luar rumah
(extended family). Robins (1990) mengatakan
bahwa besar tanggungan adalah banyaknya
orang yang serumah yang menjadi tanggungan
orang tua termasuk anak kandung, anak angkat
kedua orang tua dan keluarga lainnya.
Backer (1993), dalam “A Treatise on the
Family”, mengatakan bahwa terdapat trade-off
antara jumlah tanggungan (konsumsi) dengan
kualitas anak dalam keluarga. Keluarga yang
memiliki jumlah tanggungan (anggota keluar-
ga) yang relatif kecil cenderung mempunyai
kemampuan yang relatif lebih tinggi untuk
Determinan Faktor Sosial (Sirilius Seran) 65
membiayai pembentukan kualitas anak.
Secara teoritis kualitas anak-anaknya relatif
lebih tinggi daripada keluarga yang memiliki
jumlah tanggungan yang relatif besar. Backer
(1993:147), selanjutnya menunjukkan hubungan
keterkaitan tersebut dalam gambar indiffirence
(Gambar 2).
Sumber: Gary S. Backer (1993),
Gambar 2. Hubungan Antara Kualitas Anak de-
ngan Jumlah Anak
Garis AB dan CD masing-masing sebagai
garis anggaran (budget line) yang berbentuk
cembung ke titik origin, sebagai akibat dari
interaksi dalam menentukan pilihan antara
jumlah barang n dan barang q yang dibutuh-
kan. Kepuasan maksimum terjadi pada persing-
gungan antara garis anggaran dan kurva indif-
ference (U dan U’). Titik e dan e’ merupakan
kepuasan maksimum yang dicapai orang tua
dalam memenuhi kebutuhan atas 2 (dua) jenis
barang tersebut. Artinya dengan tingkat penda-
patan tertentu (AB dan CD) orang tua dapat
membelanjakan untuk barang n dan barang q,
masing-masing mendapat titik kepuasan yang
sama besarnya, terjadi pada titik e dan e'
tersebut. Dalam kasus tersebut, keluarga yang
memiliki banyak tanggungan akan mempunyai
kemampuan yang relatif terbatas untuk menye-
kolahkan anak-anaknya pada tingkat pendidik-
an yang lebih tinggi. Jangankan tabungan,
konsumsi setiap harinya juga jauh dari keten-
tuan/standar kesehatan. Mereka hidup seada-
nya, makan/minum dan pakaian apa adanya.
Banyaknya tanggungan telah dan akan mem-
persulit mereka untuk melakukan investasi un-
tuk pendidikan anak-anaknya, sehingga beraki-
bat negatif terhadap kualitas anak-anak mere-
ka.
Perubahan pola konsumsi (MPC) tidak ha-
nya berkaitan dengan jumlah anak dan selera
melainkan juga termasuk harga barang. Kenaik-
an harga yang terjadi secara umum dan berlaku
pada setiap jenis barang disebut inflasi. Inflasi
dapat terjadi karena ketidakseimbangan antara
jumlah uang (M) yang beredar dengan output
barang dan jasa (V) dalam perekonomian. Bila
jumlah uang yang beredar (M) melebih dari
jumlah output barang/jasa dalam perekonomi-
an maka akan terjadi inflasi, tetapi jika terjadi
sebaliknya maka disebut deflasi.
Inflasi yang tinggi (dua digit, disebut
hyperinflation) dapat merugikan perekonomian
karena beberapa hal: (1) meningkatkan biaya
produksi, sehingga mengurangi output yang
diproduksi mengakibatkan harga barang makin
mahal. (2) mengurangi daya beli masyarakat,
sehingga tidak semua barang laku terjual, terja-
di over produksi. Keuntungan perusahaan men-
jadi berkurang bahkan dapat menimbulkan
kerugian, sehingga akan terjadi rasionalisasi
dalam produksi, menimbulkan pengangguran,
dan pada akhirnya dapat menimbulkan kemis-
kinan penduduk. (3) Inflasi dapat juga menu-
runkan daya saing barang-barang ekspor jika
dibandingkan dengan harga barang dari negara
lain. Akibatnya tidak semua barang laku terjual
di pasar luar negeri sehingga mengurangi
devisa negara, dan neraca perdagangan dapat
menjadi defisit, padahal devisa negara menjadi
amat penting dalam perdagangan luar negeri
(4) inflasi dapat mengurangi tabungan. Makin
cepatnya kenaikan harga barang menyebabkan
masyarakat tidak tertarik lagi untuk menabung,
padahal tabungan merupakan awal untuk terja-
dinya akumulasi kapital bagi pembangunan.
Tetapi apabila inflasinya tidak lebih besar dari
satu digit (disebut inflasi moderat) dapat
menguntungkan dan merangsang pembangun-
an, melalui dampaknya pada redistribusi pen-
dapatan dari mereka yang berpendapatan ting-
gi ke mereka yang berpendapatan rendah
(inflasi moderat).
Setidaknya dikenal, dua macam kebijakan
untuk mengatasi inflasi, adalah (1) kebijakan
fiskal, dan (2) kebijakan moneter. Kebijakan
6
fi
p
k
r
s
k
u
m
s
g
b
la
p
k
m
b
d
k
b
c
d
k
p
le
tu
ti
(i
r
b
m
b
G
66
iskal berka
pemerintah d
kan melalui
intah, sehin
sedangkan m
kan dengan
usahaan dan
mengurangi
syarakat, yan
ga barang. S
berhubungan
ah (1) politi
politik discou
ka (open mark
Inflasi c
masyarakat.
bagian dari p
dapat dibela
kan disimpa
bank dan no
cam motif un
dagang (bisn
kepentingan
Motif be
perluan tak t
ebih cender
ungan (prof
ingkat bung
interest = i)
akat untuk
bunga bank
mengurangi
bung (Gamba
Gambar 3. H
n
0
Interest(i)
itan dengan
dan perpaja
pengurang
ngga dapat m
melalui polit
cara mening
n atau pajak
jumlah uan
ng pada akh
Sedangkan k
n dengan po
ik cash ratio
unt rate, dan
ket).
cenderung
Tabungan d
pendapatan
njakan pada
an di lemba
on bank lain
ntuk menabu
nis), (2) mot
spekulasi.
erjaga-jaga,
terduga, sed
rung berhub
fit), karena
ga bank. Mak
) bank maki
menabung
mengalami
minat mas
ar 3).
Hubungan a
ngan Tabung
Jur
n politik p
akan. Inflasi
an pengelua
menekan ha
tik perpajak
gkatkan paja
k peroranga
ng beredar
irnya menur
kebijakan mo
olitik Bank S
oleh Bank
(3) politik p
mengurang
dapat diartik
masyarakat
a saat sekara
aga lembaga
nnya. Terdap
ung: (1) mot
tif berjaga-ja
untuk mem
dangkan mot
bungan den
itu tergantu
kin tinggi tin
in tinggi mi
g, dan seba
penurunan
syarakat un
antara Bung
gan
S
rnal Ekonom
pengeluaran
dapat dite-
aran peme-
arga barang,
kan, dilaku-
ak atas per-
an sehingga
dalam ma-
runkan har-
oneter lebih
Sentral, ada-
Sentral, (2)
pasar terbu-
i tabungan
kan sebagai
t yang tidak
ang melain-
a keuangan
pat tiga ma-
tif transaksi
aga, dan (3)
mbiayai ke-
tif spekulasi
ngan keun-
ung kepada
ngkat bunga
inat masya-
liknya, jika
maka akan
ntuk mena-
ga Bank de-
Saving(S)
mi Pembangu
Tab
puan un
semua b
mengura
bulkan k
kan keu
inilah ya
si secara
kesempa
nganggu
berhubu
jasa (dise
perekon
Sec
sebagai
yang dih
dan sek
data BPS
Industri
sejak tah
sen diba
akibat d
produkt
bekerja d
konstan
naan ter
tahun te
menjadi
pertumb
Gambar
Neo
buhan ek
dari fakt
unan Volume
bungan cend
ntuk membe
barang laku
angi keuntu
kerugian per
untungan y
ang akan me
a teoritis be
atan kerja, y
uran dan k
ungan positif
ebut PDRB)
omian.
cara sederha
penjumlaha
hasilkan oleh
tor jasa. Erf
S, memapark
dan Jasa
hun 1993-199
anding sekto
dari rendahn
ivitas tenag
di sektor pe
2000 PDB I
rus mengala
erakhir (Gam
dasar untu
buhan ekono
4. PDB (trili
menurut P
o Klasik ber
konomi hany
tor produksi
e 13, Nomor 1
derung meng
eli barang. A
u terjual di
ngan bahkan
rusahaan. Pa
ang dipero
embentuk in
erhubungan
yang dapat m
kemiskinan.
f dengan jum
yang dipro
ana, PDRB
an barang
h sektor per
fanie (2002)
kan bahwa k
terhadap P
98 di atas 60
or pertanian.
nya tingkat p
ga kerja ten
ertanian. Ber
Indonesia m
ami kenaika
mbar 4). Nil
k menilai ti
omi.
iun Rp) harg
Penggunaan (
ranggapan
ya disebabk
i tanah, mod
1, Juni 2012: 6
gurangi kem
Akibatnya ti
pasar, sehin
n dapat men
adahal berda
leh perusah
nvestasi. Inve
positif den
mengurangi
Investasi j
mlah barang
duksikan da
dapat diart
dan jasa a
rtanian, indu
, mengguna
kontribusi se
PDRB perka
0 hingga 73
. Hal ini seb
pendidikan
naga kerja y
rdasarkan h
menurut peng
an dalam en
lai PDRB in
ingginya tin
ga Konstan,
(Indonesia)
bahwa pert
kan oleh pera
dal, tenaga k
62-78
mam-
idak
ngga
nim-
asar-
haan
esta-
ngan
i pe-
juga
dan
alam
ikan
akhir
ustri
akan
ektor
apita
per-
bagai
dan
yang
arga
ggu-
nam
nilah
gkat
2000
tum-
anan
kerja,
Determinan Faktor Sosial (Sirilius Seran) 67
dan skill. Tetapi Nafziger (1997) dalam peneli-
tiannya meyakinkan bahwa pertumbuhan eko-
nomi di Negara-negara Industri baru (New
Industry Countries=NICs) seperti Taiwan, Korea
Selatan, Hongkong, dan Singapura menunjukan
bahwa kontribusi dan K (Kapital) dan L(tenaga
kerja) memang dominan antara 50 persen - 90
persen tetapi faktor T (Teknologi) juga sangat
berperan. Tercermin dari nilai sisa yakni nilai T
yang terkandung dalam fungsi produksi Cobb
Douglas: Yt = Tt Kta
Ltb
. Dimana Yt, adalah
tingkat produksi (output) pada periode t; a dan
b menjelaskan produktivitas dari L dan K. Nilai
sisa inilah dianggap sebagai pertumbuhan yang
disebabkan oleh kemajuan Teknologi (T). Arti-
nya kemajuan T mampu menyumbang 50 per-
sen dan 10 persen terhadap pertumbuhan eko-
nomi bagi NICs yang diamati oleh Nafziger
(1997).
Melalui proses akselerasi, pertumbuhan
ekonomi dapat menciptakan kesempatan kerja,
meningkatkan pendapatan perkapita penduduk
yang pada akhirnya dapat mengurangi pe-
ngangguran dan kemiskinan. Kemiskinan da-
pat diukur dari dua macam pendekatan, ada-
lah: (1) Kemiskinan absolut, dan (2) Kemiskinan
relatif. Pengukuran kemiskinan absolut meng-
acu kepada sejumlah pendapatan yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic need)
atau kebutuhan primer, adalah makanan, pa-
kaian, dan perumahan. Pendapatan yang di-
maksudkan adalah pendapatan minimum yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Batasan pendapatan minimum ini sering dise-
but sebagai garis kemiskinan. Artinya garis
kemiskinan dipergunakan sebagai batas untuk
menentukan miskin atau tidaknya seseorang.
Penduduk miskin adalah penduduk yang me-
miliki rata-rata pengeluaran perbulan di bawah
garis kemiskinan sebesar Rp211.726 pada tahun
2010 (Berita Resmi BPS Juli 2010). Jumlah
penduduk miskin mengalami penurunan dari
32,53 juta (14,2 persen) pada tahun 2009, menu-
run menjadi 31,02 juta (13,3 persen) turun 1,51
juta orang, pada tahun 2010.
Kecukupan pendapatan untuk memenuhi
kebutuhan dasar tidak serta merta dikatakan
seseorang tidak mengalami kemiskinan, apabila
masih terdapat keluarga yang memiliki penda-
patan jauh melebihi dari pendapatan minimum.
Artinya seseorang masih tetap dikatakan mis-
kin apabila di lingkungan tempat tinggalnya
terdapat sebagian besar penduduk yang mem-
punyai pendapatan melebihi dari pendapatan
minimum (pendapatan garis batas kemiskinan).
Konsep inilah yang dikenal sebagai kemiskinan
relatif. Kemiskinan dapat ditilik dari aspek ke-
timpangan sosial, yang dapat dilihat dari distri-
busi pendapatan antara kelompok masyarakat
yang satu dengan kelompok masyarakat yang
lain. Dalam penelitiannya, Dumairy, (1996)
menemukan bahwa 20 persen kelompok ma-
syarakat yang berpendapatan tinggi memiliki
pendapatan lebih tinggi dari 40 persen kelom-
pok masyarakat yang berpendapatan mene-
ngah dan 40 persen yang berpendapatan ren-
dah. Bank Dunia berpendapat bahwa Indonesia
termasuk Negara yang memiliki ketimpangan
rendah dalam hal distribusi pendapatan. Besar-
nya pendapatan yang diterima oleh 40 persen
penduduk termiskin terus mengalami kenaik-
an. Pada tahun 1984, 40 persen penduduk ter-
miskin di pedesaan memperoleh 22,35 persen,
kemudian meningkat menjadi 25,32 persen di
tahun 1997, kecenderungan serupa juga dialami
oleh pendudukan di wilayah perkotaan (Tam-
bunan, 2003: 108).
Penelitian yang dilakukan oleh Hasan, dan
Quibria pada tahun 2002 menggunakan data
panel dari 45 negara di Asia Timur, dan Sela-
tan, Amerika Latin, dan Karibian, serta Afrika–
Sub-Sahara menemukan bahwa antara pertum-
buhan ekonomi dengan kemiskinan mempu-
nyai hubungan negatif, artinya pertumbuhan
ekonomi yang tinggi akan mengurangi kemis-
kinan, dan sebaliknya, rendahnya pertumbuh-
an ekonomi akan memperbesar angka kemis-
kinan (Todaro, 2003).
Todaro dan Smith pada tahun 2003 me-
ngatakan bahwa berdasarkan hasil studi empi-
ris di beberapa negara ditemukan bahwa pada
awal pertumbuhan ekonomi, distribusi penda-
patan cenderung memburuk, namun pada
tahap selanjutnya distribusi pendapatan akan
membaik seiring dengan makin tingginya per-
tumbuhan ekonomi. Gambar yang sesuai de-
ngan temuan ini dapat berbentuk huruf U
terbalik sebagai berikut (Gambar 5);
Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 13, Nomor 1, Juni 2012: 62-7868
Koef.Gini
0,75 -
0,50 -
0,35 -
0,25 -
0 PDRB/Kapita
Sumber: Todaro, & Smith,(2003: 240)
Gambar 5. Hubungan antara Pertumbuhan de-
ngan Distribusi Pendapatan
Argumen tentang teori ini bahwa pada
tahap awal, pembangunan memerlukan per-
ubahan-perubahan yang bersifat struktural.,
sehingga konsentrasi pembangunan, lebih ber-
pusat di sektor industri modern, yang mempu-
nyai lapangan kerja terbatas namun tingkat
upah dan produktivitas tinggi. Hipotesis U
terbalik dari Kuznets juga berlaku di Indonesia,
diamati dari besarnya nilai koefisien gini Indo-
nesia selama tahun 1970-an sampai dengan
tahun 1990-an. Pada tahun 1970-an nilai koefi-
sien gini, rendah sebesar 0,31; tahun 1980-an
tinggi (0,36), dan pada tahun 1990-an nilai
koefisien gini kembali menurun menjadi 0,32.
Sementara laju pertumbuhan ekonomi mening-
kat dalam tiga dekade tersebut (Tambunan,
2003).
Berdasarkan uraian tersebut diketahui bah-
wa secara teoritis maupun empiris kemiskinan
dipengaruhi oleh beberapa variabel baik lang-
sung maupun hubungan tidak langsung. Hu-
bungan langsung artinya variabel sosial yang
bersangkutan mempunyai hubungan langsung
terhadap kemiskinan tanpa melalui variabel
lainnya. Terdapat 5 (lima) macam hubungan
langsung yang ingin diketahui adalah: (1)
hubungan antara pendidikan, dengan kemis-
kinan, (2) hubungan antara inflasi, dengan ke-
miskinan, (3) hubungan antara pendapatan, de-
ngan kemiskinan, (4) hubungan antara PDRB,
dengan kemiskinan, dan (5) hubungan antara
pertumbuhan ekonomi. Hubungan tidak lang-
sung, artinya variabel sosial yang bersangkutan
mempunyai hubungan terhadap kemiskinan
melalui variabel sosial lainnya. Bentuk hubung-
an tidak langsung yang ingin diketahui dalam
penelitian ini adalah: (1) hubungan antara pen-
didikan dengan konsumsi, (2) hubungan antara
pendidikan dengan pendapatan, (3) hubungan
antara pendidikan dengan PDRB, (4) hubungan
antara inflasi dengan konsumsi, (5) hubungan
antara pendapatan dengan konsumsi, (6) hu-
bungan antara PDRB dengan pendapatan, (7)
hubungan antara pendidikan dengan pertum-
buhan ekonomi, (8) hubungan antara inflasi
dengan pertumbuhan ekonomi, (9) hubungan
antara konsumsi dengan pertumbuhan eko-
nomi, (10) hubungan antara pendapatan de-
ngan pertumbuhan ekonomi, (11) hubungan
antara PDRB dengan pertumbuhan ekonomi
METODE PENELITIAN
Data dan Variabel
Penelitian ini menggunakan data (sekunder)
panel Indonesia (nasional) berasal dari sumber:
Tabel 2. Variabel dan Sumber Data Penelitian
Variabel Pengukuran Satuan Sumber Data
Pendidikan Format yang
ditamatkan (X1)
1. ≤ SD
2. SMP
3. SLTA
4. Diploma
5. Universitas
Orang BPS
Inflasi (X2) Tingkat Inflasi (y/y) % BPS
Konsumsi (X3) Pengeluaran Masyarakat Jumlah
Pendapatan (X4) Pendapatan/kapita Jumlah BPS
PDRB (X5) PDRB Jumlah BPS
Pertumbuhan Ekonomi (X6) Tingkat Pertumbuhan % BPS
Kemiskinan (Y) Penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan Jumlah BPS
Determinan Faktor Sosial (Sirilius Seran) 69
berita resmi BPS Pusat didukung oleh data
terbitan dari Kementerian terkait. Data yang
dimaksud berbentuk time series selama 10 tahun
terakhir (tahun 1999-2009, berkaitan dengan
variabel yang diamati. Variabel dan sumber
data yang disajikan dalam Tabel 2.
Metode Analisis Data
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai maka,
alat analisis yang digunakan adalah analisis
jalur (Path Analysis). Dimaksudkan untuk me-
lacak hubungan sebab akibat (kausal) antara
variabel penelitian dan juga untuk mengetahui
jalur hubungan di antara variabel, berdasarkan
blok-blok analisis.
Pemodelan. Ada dua macam model yang
diajukan adalah:
Model Formal:
1. Blok 1. X3 = P31X1 +P32X2 + P34X4 +
P3q.Q (1)
2. Blok 2. X4 = P41X1 + P45X5 + P4r.R (2)
3. Blok 3. X5 = P51X1 + P5s.S (3)
4. Blok 4. X6 = P61X1 + P62X2 + P63X3 +
P64X4 + P65X5 + P6t.T (4)
5. Blok 5. Y = Py1X1 + Py2X2 + Py4X4 +
Py5X5 + Py6X6 + Pyu.U (5)
Model Informal
Lihat Gambar 6 tentang Model informal: hu-
bungan kausal antarvariabel.
Matrik Korelasi
Analisis jalur (path analysis) merupakan pe-
ngembangan dari analisis regresi diolah dengan
menggunakan software SPSS versi 19. Penggu-
naan alat ini dimaksudkan untuk mengetahui
selain hubungan sebab akibat diantara variabel
penelitian juga diketahui hubungan jalur antara
satu variabel dengan variabel lainnya sesuai de-
ngan model analisis. Pengolahan data menggu-
nakan dua macam tahapan: (1) penentuan skala
data. Data variabel penelitian terlebih dahulu
dikelompokkan berdasarkan 2 (dua) macam
skala yaitu: (i) skala ordinal, berlaku bagi varia-
bel pendidikan, dan (ii) skala rasio, berlaku bagi
variabel inflasi, konsumsi, pendapatan perka-
pita, PDRB, pertumbuhan ekonomi, dan kemis-
kinan. (2) penentuan matrik korelasi. Matrik
korelasi merupakan data sheet yang digunakan
untuk menganalisis hubungan jalur di antara
variabel penelitian Matrik korelasi dihasilkan
dengan menggunakan alat analisis yang sesuai
dengan skala data dimaksud. Analisis rank
spearman digunakan untuk menganalisis data
yang berskala ordinal, sedangkan regresi untuk
menganalisis data yang berskala rasio.
Hipotesis
Berdasarkan tujuan penelitian tersebut maka
hipotesis yang ingin dibuktikan kebenarannya
adalah: (1) Terdapat hubungan negatif dan sig-
nifikan antara pendidikan dengan kemiskinan,
(2) Terdapat hubungan positif dan signifikan
Gambar 6. Model Informal: Hubungan Kausal Antarvariabel
Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 13, Nomor 1, Juni 2012: 62-7870
antara inflasi, dengan kemiskinan, (3) Terdapat
hubungan negatif dan signifikan antara penda-
patan, dengan kemiskinan, (4) Terdapat hu-
bungan negatif dan signifikan antara PDRB,
dengan kemiskinan, (5) Terdapat hubungan ne-
gatif dan signifikan antara pertumbuhan eko-
nomi, dengan kemiskinan, (6) Terdapat hu-
bungan negatif dan signifikan antara pendidik-
an dengan konsumsi, (7) Terdapat hubungan
positif dan signifikan antara pendidikan de-
ngan pendapatan, (8) Terdapat hubungan posi-
tif dan signifikan antara pendidikan dengan
PDRB, (9) Terdapat hubungan negatif dan sig-
nifikan antara inflasi dengan konsumsi, (10)
Terdapat hubungan positif dan signifikan anta-
ra pendapatan dengan konsumsi, (11) Terdapat
hubungan positif dan signifikan antara PDRB
dengan pendapatan, (12) Terdapat hubungan
positif dan signifikan antara pendidikan de-
ngan pertumbuhan ekonomi, (13) Terdapat hu-
bungan negatif dan signifikan antara inflasi
dengan pertumbuhan ekonomi, (14) Terdapat
hubungan positif dan signifikan antara kon-
sumsi dengan pertumbuhan ekonomi, (15)
Terdapat hubungan positif dan signifikan anta-
ra pendapatan dengan pertumbuhan ekonomi,
(16) Terdapat hubungan positif dan signifikan
antara PDRB dengan pertumbuhan ekonomi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rekapan Koefisien Jalur ke Dalam Model
Formal sebagai berikut:
1. X3 = -0,276X1 – 0,043X2 + 0,789X4 + 0,182Q
2. X4 = 0,576X1 + 0,563X5 + 0,729R
3. X5 = 0,607X1 + 0,794S
4. X6 = 1,161X1 – 0,835X2 + 1,512X3 + 12,217X4
+ 0,249X5 + 0,786T
5. Y = -0,571X1 + 0,283X2 – 0,696X4 – 0,376X5
– 0,023X6 + 0,167U
Penyajian Model Empiris:
Penyajian hasil analisis kedalam model (empi-
ris) analisis jalur (Gambar 7).
Pembahasan
Untuk mengetahui hubungan sebab akibat di
antara variabel independen (variabel bebas=X)
terhadap variabel dependen (variabel tak bebas
=Y=kemiskinan) maka pembahasan hasil pene-
litiannya mengacu pada model analisis yang di-
tampilkan mengikuti blok-blok analisis regresi
jalur sebagai berikut:
Hubungan antara pendidikan, inflasi, dan
pendapatan terhadap konsumsi. Pendidikan
Gambar 7. Model Informal: Hubungan Kausal Antarvariabel
Determinan Faktor Sosial (Sirilius Seran) 71
(formal) merupakan suatu upaya sadar yang di-
lakukan secara sistematis dan terencana untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampu-
an. Djojonegoro pada tahun 1996 mengatakan
bahwa pendidikan adalah suatu upaya yang
sistematis untuk membentuk manusia yang
terampil dan produktif (Bachtiar, 2000). Pendi-
dikan membuat orang menjadi memahami dan
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi,
yang dapat mempengaruhi perilaku terhadap
pola dan kebiasaan konsumsi. Mereka yang
berpendidikan tinggi akan lebih selektif mela-
kukan pengeluaran untuk konsumsi.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa
nilai koefisen regresi (beta terstandart) variabel
pendidikan terhadap pengeluaran konsumsi
sebesar -0,275. Artinya makin tinggi pendidikan
makin rendah pengeluaran konsumsi, walau-
pun di lain pihak terdapat kenaikan pendapat-
an sebagai akibat dari tingginya pendidikan
terakhir yang ditamatkan (H7 terbukti). Pola
hubungan ini menjadi signifikan pada taraf
signifikansi 0,044 lebih kecil daripada nilai alfa
0,050 (H6 terbukti). Kecenderungan serupa,
hubungan negatif juga terjadi antara inflasi
dengan konsumsi, dengan koefisien sebesar
-0,043 dan nilai signifkan 0,005 lebih kecil dari
alfa 0,050 (H9 terbukti).Temuan ini mem-
perkuat teori bahwa inflasi cenderung mengu-
rangi pengeluaran konsumsi. Kecuali itu, bah-
wa pendapatan mempunyai hubungan positif
dengan pengeluaran konsumsi, dengan nilai
koefisien sebesar 0,789 dan nilai signifikan 0,220
lebih kecil dari alfa 0,050 (H10 terbukti). Ni Lu
Sili Antari (2008), dalam penelitian terhadap 80
orang responden pekerja migran dan nonper-
manen di Bali (Kabupaten Badung) menemu-
kan bahwa pendapatan mempunyai hubungan
positif dengan konsumsi untuk kedua kelom-
pok masyarakat tersebut.
Hubungan positif dan signifikan ini sesuai
dengan teori yang disampaikan oleh J.M. Key-
nes bahwa pendapatan dimanfaatkan untuk
kepentingan konsumsi dan tabungan (Mankiw,
2003). Meningkatnya pendapatan dapat mem-
perbesar/memperkecil konsumsi, dan mengu-
rangi/memperbesar tabungan (Y = C + S), di
mana Y adalah pendapatan, C adalah konsum-
si, dan S adalah tabungan.
Gambar 8. Hubungan antara variabel pendidik-
an (X1), inflasi (X2), dan variabel pen-
dapatan (X4) terhadap variabel kon-
sumsi (X3)
Kasus trade off dan atau saling meniadakan
terjadi antara S dan C. Bila terjadi kenaikan
pendapatan (ceteris paribus), dan C mengalami
kenaikan maka S akan mengalami penurunan,
dan sebaliknya jika S yang mengalami kenaikan
maka C akan mengalami penurunan. Soal ke-
putusan, apakah S dan atau C yang mengalami
penurunan tergantung kepada preference dari
masing-masing konsumen, karena itu sifatnya
relatif.
Perubahan C, tidak hanya karena perubah-
an pendidikan, pendapatan, inflasi, pola kon-
sumsi (selera) melainkan juga karena kesadaran
orang akan makin pentingnya faktor kesehatan.
Nicholson pada tahun 2002 mengatakan bahwa
hampir semua penelitian membuktikan bahwa
orang yang memiliki pendapatan yang lebih
tinggi akan menikmati kesehatan yang lebih
baik. Hal ini bermula dari kesadaran terhadap
pola hidup sehat, yang lebih cenderung dialami
oleh orang yang berpendidikan tinggi. Dengan
demikian makin tinggi pendidikan tidak hanya
berimbas positif kepada kemampuan, produk-
tivitas, dan pendapatan tetapi juga terhadap
juga terjadi perubahan pemahaman tentang
pola hidup sehat, melalui mengkonsumsi ma-
kanan/minuman bergizi, berolahraga, terma-
suk bertamasya. Ini semua membutuhkan biaya
yang tidak sedikit. Dengan demikian maka
dapat dikatakan bahwa orang yang berpen-
didikan tinggi dan berpendapatan tinggi relatif
lebih sehat daripada orang yang berpendidikan
rendah, dan pendapatan rendah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pen-
didikan, inflasi, dan pendapatan secara secara
Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 13, Nomor 1, Juni 2012: 62-7872
bersama-sama mempunyai hubungan yang
sangat kuat dan bersifat signifikan dengan
konsumsi dengan nilai koefisien regresi (R)
sebesar 0.983, sedangkan besarnya nilai kon-
tribusi (R²) dari ketiga macam variabel tersebut
terhadap besarnya konsumsi sebesar 0,967,
mendekati 1.
Hubungan antara Pendidikan dan PDRB,
terhadap Pendapatan Perkapita. Hasil peneli-
tian memperlihatkan bahwa pendidikan formal
mempunyai hubungan positif dengan penda-
patan perkapita penduduk. Nilai koefisiennya
sebesar 0,576 dan signifikansi 0,021 (H7 terbuk-
ti). Temuan empiris ini menggambarkan bahwa
makin tinggi pendidikan makin tinggi kualitas
penduduk sehingga orang akan lebih cende-
rung mencari pekerjaan yang mengandalkan
kemampuan otak (brain) daripada otot. Jenis
pekerjaan semacam ini akan menghasilkan pro-
duktivitas yang tinggi sebagai dasar dalam
penentuan upah/gaji. Karena itu tidak meng-
herankan jika penduduk yang berpendidikan
tinggi memiliki pendapatan yang lebih tinggi
dari yang berpendidikan rendah. Studi yang
dilakukan oleh Psacharopoulos, (1995:10-11) di
Venezuela (1989), menemukan bahwa rata-rata
pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja
yang berpendidikan tinggi sebesar 178,297
Bolivares/tahun, lebih tinggi dari yang berpen-
didikan sekolah menengah: 106,337 Bolivares/
tahun sedangkan untuk yang tamat SD dan
tidak tamat SD masing-masing pendapatannya
sebesar: 69,452 dan 39,625 Bolivares/tahun.
Biro Pusat Statitik Amerika (Bureau of the Cen-
sus, (1994) menyampaikan bahwa rata-rata
penghasilan tenaga kerja di Amerika Serikat
untuk yang berpendidikan Doktor mencapai
US $ 54.904.0000/tahun, jauh lebih tinggi dari
tenaga kerja yang berpendidikan Magister, atau
Sarjana. Rata-rata penghasilan terendah diteri-
ma oleh tenaga kerja yang berpendidikan tidak
tamat SD sebesar US$ 12.809.000/tahun (Surya-
di, 1997) (Gambar 9). Besarnya Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB), tergantung kepada
besarnya barang dan jasa yang dihasilkan oleh
penduduk. Karena itu penduduk/tenaga kerja
yang berkualitas akan menghasilkan PDRB
yang lebih tinggi.
Hasil analisis penelitian ini menggambar-
kan bahwa nilai koefisien beta berstandar anta-
ra pendidikan dengan PDRB sebesar 0,563 dan
signifikan 0,029 sehingga hipotesis (H8 terbuk-
ti). Melalui mekanisme pasar maka, besarnya
PDRB tersebut akan terdistribusi kembali kepa-
da penduduk.
Gambar 9. Rata-rata Penghasilan/tahun di Ame-
rika Menurut Pendidikan Tenaga
Kerja ($000)
Pendidikan dan PDRB secara simultan
mempunyai hubungan signifikan dengan
pendapatan perkapita, dengan nilai koefisien
regresi (R=0,684). Sedangkan kontribusi kedua
variabel tersebut terhadap pendapatan perka-
pita sebesar 47 persen. Pendidikan mempunyai
hubungan yang kuat dengan besarnya PDRB.
Hasil penelitian menemukan bahwa nilai koefi-
sien regresi sebesar 0,607 dengan nilai F hitung
sebesar 0,048 lebih kecil dari alfa 0,05. (H11
terbukti), sedangkan nilai koefisien determina-
sinya sebesar 0,368.
Gambar 10. Hubungan antara Variabel Pendi-
dikan (X1), PDRB (X5), terhadap
Variabel Pendapatan (X4)
Determinan Faktor Sosial (Sirilius Seran) 73
Hubungan antara pendidikan, inflasi, kon-
sumsi, pendapatan, dan PDRB terhadap per-
tumbuhan ekonomi. Berbagai penelitian mem-
buktikan bahwa pendidikan (formal) mempu-
nyai korelasi positif dengan kualitas tenaga
kerja dan produktivitas tenaga kerja. Makin
tinggi pendidikan makin tinggi kualitas dan
produktivitas. Produktivitas diukur dari rasio
antara banyaknya output barang dan jasa yang
dihasilkan dengan input sumberdaya yang di-
gunakan dalam berproduksi. Denison dalam
penelitiannya menemukan bahwa 23 persen
dari pertumbuhan output masyarakat Amerika
antara tahun 1930-1960 dapat dijelaskan oleh
meningkatnya rata-rata tingkat pendidikan
tenaga kerja (Suryadi, 1997). Penelitian serupa
juga menghasilkan bahwa kontribusi pendidik-
an terhadap pertumbuhan output masyarakat
Amerika antara tahun 1950-1967 sebesar 15 per-
sen. Adam Smith (1776), Heinrich Von Thunen
(1875), Schultz (1960), dan Becker (1993) menga-
takan bahwa sumberdaya manusia, melalui
pendidikan menunjang pertumbuhan ekonomi
(economic growth). Selanjutnya dijelaskan bahwa
pengeluaran untuk sektor pendidikan harus
dipandang sebagai investasi produktif yang
sangat bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi.
Kontribusi pendidikan terhadap pertumbuhan
ekonomi bervariasi untuk tiap-tiap negara se-
perti nampak dalam Tabel 3.
Penelitian ini memperoleh hasil serupa
bahwa pendidikan mempunyai hubungan
dengan pertumbuhan ekonomi, dengan nilai
koefisien beta terstandart sebesar 1,161. Nilai
positif ini menggambarkan bahwa bila pendi-
dikan tenaga kerja mengalami peningkatan
maka pertumbuhan ekonomi akan bertambah
sebesar 1,161. Hubungan ini bersifat signifikan,
dengan nilai sebesar 0,015 lebih kecil dari alfa
0,05, sehingga hipotesis H-12 menjadi terbukti.
Secara teori diketahui bahwa inflasi cende-
rung mengurangi daya beli masyarakat, sehing-
ga tidak semua barang/output laku terjual di
pasar, berarti terdapat over produksi. Keun-
tungan yang diperoleh perusahaan akan berku-
rang, bahkan dapat mengalami kerugian. Da-
lam kondisi ini maka perusahaan perusahaan
akan melakukan rasionalisasi, dengan mengu-
rangi output yang diproduksi. Pengurangan
output dapat berpengaruh negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian ma-
ka inflasi mempunyai hubungan negatif de-
ngan pertumbuhan ekonomi, sama seperti yang
ditemukan dalam penelitian ini. Nilai koefisien
beta terstandar -0,835 pada taraf signifikan
0,041, sehingga hipotesis (H13) bahwa terdapat
hubungan negatif signifikan antara inflasi de-
ngan pertumbuhan ekonomi terbukti diterima.
Hipotesis ini bertentangan dengan teori Jean
Baptista Say (Todaro, 2003), yang dikenal de-
ngan sebutan Hukum Say, bahwa penawaran
(Supply) akan menciptakan permintaannya
(Demand) sendiri atau S=D. Teori ini mengan-
daikan bahwa pendapatan akan dibelanjakan
semuanya di pasar, sehingga semua barang
yang diproduksikan akan terserap oleh pasar.
Kenyataan menunjukkan bahwa pendapatan ti-
dak hanya dimanfaatkan untuk kepentingan
konsumsi melainkan juga untuk tabungan
(Mankiw, 2003) Y = C + S. Y adalah pendapat-
Tabel 3. Kontribusi Pendidikan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Perbandingan Antarnegara)
No Negara Persentase No. Negara Persentase
1 Kanada 25,5 11 Norwegia 7,0
2 Amerika Serikat 15,0 12 Inggris 12,0
3 Belgia 14,0 13 Uni Soviet 6,7
4 Denmark 4,0 14 Korea 16,5
5 Perancis 6,0 15 Jepang 3,3
6. Jerman Barat 2,0 16 Malaysia 14,7
7 Greek 3,0 17 Filipina 10,5
8 Israel 4,7 18 Ghana 23,2
9 Itali 7,0 19 Kenya 12,4
10 Belanda 5,0 20 Nigeria 16,0
Sumber: Psacharopoulos (1985), dalam Ace Suryadi, 1997
Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 13, Nomor 1, Juni 2012: 62-7874
an, C adalah konsumsi, dan S adalah tabungan.
Tabungan dapat membentuk akumulasi kapi-
tal, yang amat penting bagi pembangunan
(Todaro & Smith, 2003: 92). Tabungan dapat
mengurangi kemampuan untuk membeli ba-
rang, sehingga akan selalu terjadi di pasar bah-
wa S tidak akan sama dengan D.
Perteori diketahui bahwa pembentukan
PDRB dapat berasal dari pendapatan dan pe-
ngeluaran masyarakat. Dalam model pereko-
nomian tertutup, dikenal tiga macam rumah
tangga dalam perekonomian adalah: (1) rumah
tangga produsen, (2) rumah tangga konsumen,
dan (3) rumah tangga pemerintah. Aktivitas
dari masing-masing rumah tangga perekono-
mian tersebut pada akhirnya akan memperoleh
balas jasa yang disebut sebagai pendapatan.
Besarnya pendapatan ini akan mempengaruhi
pengeluaran.
Gambar 11. Hubungan antara variabel pendi-
dikan (X1), inflasi (X2), konsumsi
(X3), pendapatan (X4), PDRB (X5),
terhadap variabel pertumbuhan
ekonomi (X6)
Pengeluaran yang dilakukan oleh pro-
dusen disebut investasi, pengeluaran yang dila-
kukan oleh konsumen disebut konsumsi, dan
pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah
dapat dalam bentuk investasi dan atau kon-
sumsi. Pendapatan dan pengeluaran yang di-
peroleh dan dilakukan oleh ketiga macam
rumah tangga tersebut dapat membentuk
PDRB, yang pada akhirnya berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini
membuktikan bahwa pendapatan, pengeluaran
dan besarnya PDRB, mempunyai hubungan
positif dengan pertumbuhan ekonomi. Nilai
koefisien berstandar untuk masing-masingnya
terhadap pertumbuhan ekonomi adalah 1,512
untuk konsumsi, 12,217 untuk variabel penda-
patan perkapita, dan 0,249 untuk variabel
PDRB. Nilai signifikansi untuk ketiga variabel
tersebut lebih kecil dari alfa 0,050 sehingga
Hipotesis (H14, H15, dan H16) terbukti diteri-
ma.
Kesimpulan yang sama juga diperolah
ketika diuji serempak yaitu pendidikan, inflasi,
konsumsi, pendapatan dan PDRB mempunyai
hubungan signifikan dengan pertumbuhan eko-
nomi. Nilai koefisien regresi (R = 0,618) dan be-
sarnya kontribusi variabel pendidikan, inflasi,
konsumsi, pendapatan, dan PDRB sebesar 38
persen terhadap pertumbuhan ekonomi (X6).
Hubungan simultan ini bersifat signifikan 0,038
lebih kecil dari alfa 0,050.
Hubungan antara pendidikan, inflasi, pen-
dapatan, PDRB, Pertumbuhan ekonomi terha-
dap kemiskinan penduduk. Perteori diketahui
bahwa, pendidikan (formal) meningkatkan kua-
litas dan produktivitas. Produktivitas diukur
dari rasio antara barang dan jasa yang dipro-
duksikan dengan input (tenaga kerja) yang
disertakan dalam produksi. Makin banyak out-
put makin produktif. Besarnya output yang
diproduksikan oleh masing-masing sektor pro-
duktif disebut sebagai produk domestik regio-
nal bruto (PDRB). PDRB menjadi dasar dalam
perhitungan pertumbuhan ekonomi, yang ber-
hubungan negatif dengan kemiskinan pendu-
duk.
Gambar 12. Hubungan antara variabel pendi-
dikan (X1), inflasi (X2), Pendapatan
(X4), PDRB(X5), dan variabel per-
tumbuhan ekonomi (X6) terhadap
kemiskinan penduduk (Y)
Determ
M
mengu
Penelit
didikan
tumbu
bungan
dengan
Ke
terhad
duk se
bahwa
variabe
kinan p
an neg
-0,571
ga hipo
tif dan
kemisk
In
masyar
bulkan
akibatk
tu kead
sebagia
duk ya
Batasan
tu yan
nuhan
an pen
antar
berbed
patan y
patan
masyar
Sumber:
Gamba
minan Faktor
Makin tinggi p
urangi angk
tian ini men
n, inflasi, p
uhan ekono
n sangat ku
n kemiskinan
elima variab
ap penurun
ebesar 97 per
a masing-m
el tersebut b
penduduk. P
gatif dan sign
terhadap ke
otesis H1 ya
n signifikan
kinan dinyat
nflasi cender
rakat, meng
n kelaparan
kan kemiski
daan yang se
an pendudu
ang berada
nnya adalah
ng dihitung
kebutuhan f
ndapatan ini
wilayah di
da (Tambuna
yang dipero
minimum
rakat tersebu
Statistik Indone
ar 13. Hubun
miskin
r Sosial (Siril
pertumbuha
ka kemisk
nemukan bah
pendapatan,
mi secara
uat (R= 0,98
n.
bel ini memp
nan angka ke
rsen. Secara
masing dari
berhubunga
Pendidikan m
nifikan deng
emiskinan p
aitu terdapat
n antara pen
takan terbuk
rung mengu
urangi kons
yang pada
nan. Kemisk
erba kekuran
uk, diukur da
di bawah g
h sejumlah p
berdasarka
fisik minimu
berbeda tia
dalam sua
an, 2003). Jik
oleh kurang
maka sese
ut tergolong
esia, tahun 2000-
ngan antara I
nan
ius Seran)
an ekonomi m
inan pend
hwa variabe
PDRB, dan
simultan b
86) dan sign
punyai kont
emiskinan p
parsial, dike
kelima m
an dengan k
memiliki hu
gan nilai koe
enduduk, se
t hubungan
ndidikan de
kti diterima.
urangi daya
sumsi dan m
a akhirnya m
kinan adalah
ngan dialam
ari jumlah p
garis kemisk
pendapatan t
an tingkat p
um. Jumlah
ap Negara ba
atu Negara
ka jumlah p
dari batas p
eorang/kelo
g miskin.
-2010
Inflasi denga
makin
duduk.
el pen-
n per-
berhu-
nifikan
tribusi
pendu-
etahui
macam
kemis-
ubung-
efisien
ehing-
nega-
engan
a beli
menim-
meng-
h sua-
mi oleh
pendu-
kinan.
terten-
peme-
batas-
ahkan
a juga
penda-
penda-
ompok
an Ke-
ng
ba
kia
hu
tet
ko
tet
kia
Ga
cer
M
tin
pu
nu
ma
ke
me
na
dil
67
ba
dib
an
ru
tia
bu
de
0,6
me
ra
(PD
Inflasi m
gan kemiski
anyak masy
an berdasark
ubungannya
tapi masih p
Hal inila
oefisien regre
tapi signifik
an (H2 terbu
ambar 14. H
ng
Berbeda d
rminkan ten
ereka yang
nggi dari ba
unyai kemam
uhi kebutuh
aka terjadi tr
emiskinan, m
engurangi ju
an, (2003) m
lakukan ole
7 negara se
ahwa penur
barengi den
n perkapita a
ungan serup
an ini bahw
ungan nega
engan nilai k
696, dan Sign
Selanjutny
enemukan b
akan semak
DRB) ekono
mempunyai h
inan, makin
arakat misk
kan data em
tidak selal
positif.
ah yang
esi terstanda
kan antara i
ukti diterima
Hubungan an
gan Kemiski
dengan infla
ntang kuali
memiliki pe
atas garis ke
mpuan yang
han hidupny
rade off antar
makin tingg
umlah pend
menyebutkan
h Ravalltion
edang berk
runan kemis
ngan kenaika
atau standar
a juga ditem
wa pendapa
atif dengan
koefisien regr
nifikan (H3 t
ya Mills da
bahwa kemis
kin rendah j
ominya pad
hubungan p
n tinggi infl
kin. Walaup
mpiris diketah
lu linear (G
mengakibat
ar hanya seb
inflasi deng
a).
ntara Pertum
inan
asi, pendap
itas hidup
endapatan y
emiskinan ak
g lebih untu
ya. Dengan
ra pendapata
gi pendapat
duduk miskin
n bahwa st
n dan Chen,
embang me
skinan ham
an rata-rata
r kehidupan
mukan dala
atan mempu
n faktor ke
resi terstand
terbukti, dite
an Pernia (1
skinan di su
jika laju per
da tahun-tah
75
positif de-
lasi makin
pun demi-
hui bahwa
ambar 13),
kan nilai
besar 0,283
gan kemis-
mbuhan de-
atan men-
seseorang.
yang lebih
kan mem-
uk meme-
demikian
an dengan
tan makin
n. Tambu-
tudi yang
, (1997) di
enemukan
mpir selalu
pendapat-
. Kecende-
am peneli-
unyai hu-
emiskinan,
dar sebesar
erima).
1993) juga
uatu Nega-
tumbuhan
hun sebe-
Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 13, Nomor 1, Juni 2012: 62-7876
lumnya tinggi (Tambunan, 2003). Wodon pada
tahun 1999 menggunakan data panel regional
untuk kasus Bangladesh menunjukkan bahwa
pertumbuhan ekonomi mengurangi tingkat
kemiskinan baik di daerah perkotaan maupun
di daerah pedesaan (Tambunan, 2003). Hasil
penelitian ini juga memperoleh yang sama, bah-
wa PDRB mempunyai hubungan negatif de-
ngan kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi ter-
bukti mempunyai hubungan negatif dengan
kemiskinan dan terbukti signifikan, walaupun
hubungannya tidak selalu linear (Gambar 13).
Dengan demikin maka hipotesis 4 dan hipotesis
5 terbukti signifikan.
SIMPULAN
Pendidikan (formal) membuat orang menjadi
pintar, dan menguasasi teknologi sehingga
meningkatkan produktivitas. Tenaga kerja yang
memiliki produktivitas yang tinggi dapat mem-
peroleh pendapatan yang lebih tinggi dari
mereka yang rendah produktivitas. Pendapatan
berhubungan dengan konsumsi dan kemiskin-
an. Dikatakan miskin jika jumlah pendapatan
yang diperoleh tidak melebihi daripada keten-
tuan garis batas kemiskinan. Kemiskinan juga
dapat dipantau dari tidak cukupnya pendapat-
an untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
rumah tangga. Pendapatan dapat digunakan
untuk konsumsi, selain tabungan. Makin tinggi
pendapatan (ceteris paribus) makin tinggi daya
beli masyarakat, dan makin banyak output
barang dan jasa yang laku terjual di pasar, se-
hingga keuntungan pengusaha meningkat.
Keuntungan pengusaha dapat menambah in-
vestasi, membuka lapangan pekerjaan, berpe-
ngaruh terhadap pertumbuhan ekonomi yang
pada akhirnya dapat mengurangi penganggur-
an dan kemiskinan. Hipotesis yang terurai
dalam penelitian ini, secara statistik terbukti
diterima secara nyata.
DAFTAR PUSTAKA
Pradeep, Agrawal. 2007. Economic Growth and
Poverty Reduction: Evidence from Kazakhstan.
http://www.adb.org/documents/
periodicals/adr/pdf/Adr-Vol.24-
2Agrawal.pdf. Diakses tanggal 23 De-
sember 2011.
Antari, Ni Luh. 2009. Pengaruh Pendapatan, Pendi-
dikan, dan Remitan terhadap Pengeluaran Kon-
sumsi Pekerja Migran Nonpermanen di Kabupa-
ten Badung (Studi Kasus pada Dua Kecamatan
di Kabupaten Badung). http://ejurnal.unud.
ac.id/new/indeks.p.html. Diakses tanggal
20 Agustus 2011.
Barro, Robert J. 2010. Education and Economic
Growth, Harvard University. http://www.
oecd.org/dataoecd/5/49/1825455.pdf.
Diakses tanggal 22 Desember 2011.
Berita Resmi Statistik-Badan Pusat Statistik. No.12
/02/Th.XIV, 7 Februari 2011. Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia. http://dev. sapa.or.id/
download/1/profil kemiskinan. Diakses
tanggal 3 Juni 2011.
Bachtiar, Syamsiar. 2000. Hubungan Karakteristik
Individu dan Produktivitas Wanita Pekerja di
Provinsi Sulawesi Tenggara. Disertasi tidak
Terbit. Program Pascasarjana Universitas
Negeri Malang.
Black, Hair, Anderson, and Totham. 1998. Multi-
variate Data Analysis. Fifth Edition. Prentice-
Hall. International Inc.
Basov, S. 2002. Heterogenous Human Capital: Life
Cycle Investment in Health and Education.
http://www.economics.unimelb.edu.an.
Diakses tanggal 25 Juli 2011.
Becker, G.S. 1993. A Treatise on the Family. Cam-
bridge: Harvard University Press.
Campbell, M.E and Haveman R., et al. 2008.
Income Inequality and Racial Gaps in Test
Scores. http://www.sanford.duke/pdf. Di-
akses tanggal 25 Desember 2011.
Durkin Jr., T.T. 2000. Measuring Social Capital and
Its Economic Compact. http://www. CAHRS.
com/socialcapital.html. Diakses tanggal 12
Desember 2011.
Desi, Dwi dan Bastias. 2010. Analisis Pengaruh
Pengeluaran Pemerintah atas Pendidikan, Ke-
sehatan, dan Infrastruktur terhadap Pertum-
Determinan Faktor Sosial (Sirilius Seran) 77
buhan Ekonomi Indonesia Periode 1969- 2009.
http://eprints.undip. ac.id/ 22810/ Diakses
tanggal 19 Desember 2011.
Eckel Cathering, and Cathleen Johnson. 2003.
Human Capital Investment by the Poor: Cali-
brating Policy with Laboratory Experiments.
Departement of Economics Virginia Poly-
technic Institute and State University
Blacksburg. http://www.VA 24060. 540-
231-7707. eckelc.edu. Diakses tanggal 21
Desember 2011.
Ehrenberg Ronald. G and Robert S. Smith. 2003.
Modern Labor Economics-Theory and Public
Policy-Eighth Edition. New York: Electronic
Publishing Service Inc..
Fiyya, Setiyaningrum. 2005. Hubungan Tingkat
Pendidikan Ibu dan Status Ekonomi Keluarga
dengan Pertumbuhan Anak, umur 2-5 tahun di
Wilayah Kerja Puskesmas Bangetayu Keca-
matan Genuk Kota Semarang. Diakses tanggal
20 Desember 2011.
Gatswacth. 2003. Take Education Out of Gats.
http://www.gatswatch.org/
educationoutgats/statement.html. Diakses
tanggal 21 Desember 2011
Gylfi, & Tholfodur Gylfason. 2003. Education,
Social Equality and Economic Growth: A view
of the Landscape. http://cesifo. Oxfordjour
nals.org/content/49/4/557/. Diakses tang-
gal 20 Desember 2011.
Hanushele, Eric A., et al. 2008. Education and
Economic Growth. http://www. education
ext.org/educationandeconomicgrowth/.
Diakses tanggal 23 Desember 2011.
International Istitute for Applied System
Schlossplatz. 2008. Economic Growth in
Developing Countries: Education Proves
Key. http://www.iiasa.ac.at. Diakses tang-
gal 23 Desember 2011.
Ismail, Rahma. 1998. Sumbangan Pendidikan Kepada
Pertumbuhan Ekonomi Malaysia, 1970-1996
http://journalarticle.ukm.my/ 133. Diakses
tanggal 20 Desember 2011.
Jr.H Richard Adams. 2003. Economic Growth,
Inequality, and Poverty: Findings from a new
Data Set. http://www.ideasrespec.org/
p/wbk/wbrwps/2927.htm. Diakses tanggal
20 Desember 2011.
Kingdom Geeta Gandhi. 2002. Education of Women
and Socio Ecoonomic Development. http://
bahai-Library.com/kingdom_educationa_
Women_ Development. Diakses tanggal 20
Desember 2011.
Helen F, Ladd. 2011. Education and Poverty: Con-
fronting the Evidence. http://sanford. duke.
edu/research/papers.pdf/Diakses tanggal
21 Desember 2011.
Mankiw, Gregory N. 2003. Teori Makroekonomi -
Edisi Kelima (Terjemahan). Jakarta: Erlang-
ga.
Mitch David. 2010. Education and Economi Growth
in Historical Prespective. University of Mary-
land Baltimore Country. http:// www.
encyclopedia/article/mitch.educatio. Diak-
ses tanggal 23 Desember 2011.
Mubyarto. 2003. Teori Investasi dan Pertumbuhan
Ekonomi dalam Ekonomi Pancasila. Th.II- No.4
Juli, 2003 http://www.ekonomi rakyat.org/
edisi_16/ar. Diakses tanggal 20 Juli 2011.
Nafziger, Wayne E. 1997. The Economics of Deve-
loping Countries. Edition third. New Jersey:
Prentice-Hall International, Inc.
Nicholson, Walter. 2002. Mikroekonomi Interme-
diate dan Aplikasinya-Edisi ke delapan (ter-
jemahan). Jakarta: Erlangga.
Norton, W. 2002. Economic Growth and Poverty:
Insearch of Trickledown. http://www.
questia.com/google. Diakses tanggal 19
Desember 2011.
Nurkolis. 2002. Pendidikan Sebagai Investasi Jangka
Panjang. http://re-searchengines.com/
nurkolis5.html. Diakses tanggal 22 Sep-
tember 2011.
Oyekate T.O. 2011. Income Redistribution Growth
and Poverty Dynamic during the Period of
Economic Reform Nigeria. http://www.
inpindia.In/411/. Diakses tanggal 20 De-
sember 2011.
Panu Poutvaara. 2005. Social Security Inventives,
Human Capital Investment and Mobility of
Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 13, Nomor 1, Juni 2012: 62-7878
Labor. Centre for Economic and Business
Research, Cesifo and IZA. 20 January 2005.
Psacharapoulos, G. 1993. The Profitability of In-
vestment in Education: Concept and methods.
http://www.Socserv2.SocSci.Mcmaster.
ca/. Diakses, tanggal 19 Agustus 2011.
Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2009.
http://tnp2k.wapresri.go.id/data/profil-
kemiskinan-indonesia.html. Diakses tanggal
7 Juni 2011.
Ranis, Gustav. 2004. Human Development and
Economi Growth. Yale University. http://
www.econ.yale.edu/growth_pdf/Diakses
tanggal 21 Desember 2011.
Robins, Stephen P. 1990. Organizational Behavior
Concepts. Controversies and Application (Four
edition). India New Delhi: Prentice Hall.
Schultz, T.W. 1981. Investing in People: The Eco-
nomic of Population Quality. Amerika Serikat:
University of California Press.
Sjamtjik, M.L. 2003. Pengaruh Pendidikan ter-
hadap Penghasilan Tenaga Kerja di Kota
Palembang. Kajian Ekonomi-Jurnal Penelitian
Bidang Ekonomi. Vol.2 Nomor 1. Palembang.
Program Studi Ilmu Ekonomi-Pascasarjana
Universitas Sriwijaya.
Solow, Roberth M..2003. Poverty and Economic
Growth. http://www.irp.wis.edu/publica
tion/focus/pdf. Diakses tanggal 20 Desem-
ber 2011.
Stamatakis, D & P.E. Petrakis. 2001. Growth and
Educational Levels: a Comparative Analysis.
http://www.scribd.com/doc/60782262/.
Diakses tanggal 20 Desember 2011.
Suryadi, A. 1997. Pendidikan,Investasi SDM dan
Pembangunan. Jakarta: Pusat Informatika
Balitbang DIKBUD .
Suharsaputra, Uhar. 2003. Nilai Ekonomi dari
Pendidikan. http://uharsaputra.wordpress.
com/pendidikan/ekonomi-pendidikan/.
Diakses tanggal 8 September 2011.
Tambunan, T.T.H. 2003. Perekonomian Indonesia -
Beberapa Masalah Penting. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Tambunan T.T.H. 2004. Pertumbuhan Ekonomi
dan Pengurangan Kemiskinan: Kasus Indo-
nesia. Jurnal: Kajian Ekonomi Vol.3 No. 2.
Palembang. Program Studi Ilmu Ekonomi
Program Pascarjana Universitas Sriwijaya.
Todaro, M. P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia
Ketiga (terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Woesman Ludger and Jamison, et al. 2011. Educa-
tion and Economic Growth. http://
education-ext.org/education and Econo mic
Growth. Diakses tanggal 20 September 2011.
Soto Marcelo and Daniel Cohon. 2007. Economic
Growth and Human Capital: Good Data, Good
Results. Volume 12 Issue 1. http:// ideas.
repec.org/s/kap/Jecgro.htm. Diakses tang-
gal 20 September 2011.
Jaypee Sevila and David, et al. 2003. Geography and
Poverty Trap. Volume 8 Issue 4. http://
ideas.repec.org/s/Kap/jecgro.htm. Diakses
tanggal 20 September 2011.
Gugerty Kay Mary and Michael Roemer. 1997.
Does Economic Growth Reduce Poverty?
http://pdf.usaid.gou/pdf_.docs/PNACA6
56. pdf. Diakses tanggal 20 September 2011.
Jongwanich Juthatpit. 2007. Workers Remittance
Economic Growth and Poverty in Developing
Asia and the Pacific Countries. http:// www.
unescap.org/pdd/publications/workingpa
per/wp0701/pdf. Diakses tanggal 20 Sep-
tember 2011.
Weale Martin and Philip Stevens. 2003. Education
and Economic Growth. National Institute of
Economic and and Social Reaech, 2, Dean
Trenc Stree, London SWIP 3HE. Diakses
tanggal 20 September 2011.

More Related Content

What's hot

Makalah pertumbuhan ekonomi SMA 1 RAHA KABUPATEN MUNA
Makalah pertumbuhan ekonomi SMA 1 RAHA KABUPATEN MUNA Makalah pertumbuhan ekonomi SMA 1 RAHA KABUPATEN MUNA
Makalah pertumbuhan ekonomi SMA 1 RAHA KABUPATEN MUNA Operator Warnet Vast Raha
 
Tugas Jurnal Ekonomi
Tugas Jurnal EkonomiTugas Jurnal Ekonomi
Tugas Jurnal EkonomiAldi Nugroho
 
1 konsep-dasar-ilmu-ekonomi
1 konsep-dasar-ilmu-ekonomi1 konsep-dasar-ilmu-ekonomi
1 konsep-dasar-ilmu-ekonomiresallatif
 
Abdul ajid 11140963
Abdul ajid 11140963Abdul ajid 11140963
Abdul ajid 11140963abdul ajid
 
KETENAGAKERJAAN INDONESIA
KETENAGAKERJAAN INDONESIAKETENAGAKERJAAN INDONESIA
KETENAGAKERJAAN INDONESIA93220872
 
Masalah dan kebijakan sumberdaya manusia
Masalah dan kebijakan sumberdaya manusiaMasalah dan kebijakan sumberdaya manusia
Masalah dan kebijakan sumberdaya manusiaminaalisa
 

What's hot (13)

Ketenagakerjaan
KetenagakerjaanKetenagakerjaan
Ketenagakerjaan
 
Makalah pertumbuhan ekonomi SMA 1 RAHA KABUPATEN MUNA
Makalah pertumbuhan ekonomi SMA 1 RAHA KABUPATEN MUNA Makalah pertumbuhan ekonomi SMA 1 RAHA KABUPATEN MUNA
Makalah pertumbuhan ekonomi SMA 1 RAHA KABUPATEN MUNA
 
Ketenagakerjaan
KetenagakerjaanKetenagakerjaan
Ketenagakerjaan
 
Chapter ii
Chapter iiChapter ii
Chapter ii
 
Tugas Jurnal Ekonomi
Tugas Jurnal EkonomiTugas Jurnal Ekonomi
Tugas Jurnal Ekonomi
 
1 konsep-dasar-ilmu-ekonomi
1 konsep-dasar-ilmu-ekonomi1 konsep-dasar-ilmu-ekonomi
1 konsep-dasar-ilmu-ekonomi
 
Abdul ajid 11140963
Abdul ajid 11140963Abdul ajid 11140963
Abdul ajid 11140963
 
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan EkonomiPertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi
 
Ketenagakerjaan
KetenagakerjaanKetenagakerjaan
Ketenagakerjaan
 
Ketenagakerjaan
KetenagakerjaanKetenagakerjaan
Ketenagakerjaan
 
Wirausaha Mengurangi Pengangguran dan Menambah Kesempatan Kerja
Wirausaha Mengurangi Pengangguran dan Menambah Kesempatan Kerja Wirausaha Mengurangi Pengangguran dan Menambah Kesempatan Kerja
Wirausaha Mengurangi Pengangguran dan Menambah Kesempatan Kerja
 
KETENAGAKERJAAN INDONESIA
KETENAGAKERJAAN INDONESIAKETENAGAKERJAAN INDONESIA
KETENAGAKERJAAN INDONESIA
 
Masalah dan kebijakan sumberdaya manusia
Masalah dan kebijakan sumberdaya manusiaMasalah dan kebijakan sumberdaya manusia
Masalah dan kebijakan sumberdaya manusia
 

Similar to Determinan Faktor Sosial dan Ekonomi Terhadap Kemiskinan Penduduk

Pendidikan sain teknik 2011 ori-edited
Pendidikan sain teknik 2011 ori-editedPendidikan sain teknik 2011 ori-edited
Pendidikan sain teknik 2011 ori-editedPVB Jatim
 
Total Factor Productivity
Total Factor ProductivityTotal Factor Productivity
Total Factor ProductivityAbd Jamal
 
Total Factor Productivity
Total Factor ProductivityTotal Factor Productivity
Total Factor ProductivityAbd Jamal
 
Kelompok 11 Ekonomi Internasional - Pengangguran.pptx
Kelompok 11 Ekonomi Internasional - Pengangguran.pptxKelompok 11 Ekonomi Internasional - Pengangguran.pptx
Kelompok 11 Ekonomi Internasional - Pengangguran.pptxRazuAl1
 
Kelompok 1 teori ekonomi lanjutan
Kelompok 1 teori ekonomi lanjutanKelompok 1 teori ekonomi lanjutan
Kelompok 1 teori ekonomi lanjutankhairilaswandi
 
Perekonomian Indonesia Pertemuan 9.pptx
Perekonomian Indonesia Pertemuan 9.pptxPerekonomian Indonesia Pertemuan 9.pptx
Perekonomian Indonesia Pertemuan 9.pptxBUNGACHINTIA
 
Bonus demografi pop_dev
Bonus demografi pop_devBonus demografi pop_dev
Bonus demografi pop_devKadir Ruslan
 
PULANGAN PELABURAN DALAM PENDIDIKAN: ANALISIS KOS DAN FAEDAH
PULANGAN PELABURAN DALAM PENDIDIKAN: ANALISIS KOS DAN FAEDAH PULANGAN PELABURAN DALAM PENDIDIKAN: ANALISIS KOS DAN FAEDAH
PULANGAN PELABURAN DALAM PENDIDIKAN: ANALISIS KOS DAN FAEDAH FazHani Faz
 
Ketenagakerjaan.ppt
Ketenagakerjaan.pptKetenagakerjaan.ppt
Ketenagakerjaan.pptMufasya1
 
Sambutan musrenprov ntt 220410
Sambutan musrenprov ntt 220410Sambutan musrenprov ntt 220410
Sambutan musrenprov ntt 220410Dadang Solihin
 
Hubungan ekonomi dengan pendidikan (1)
Hubungan ekonomi dengan pendidikan (1)Hubungan ekonomi dengan pendidikan (1)
Hubungan ekonomi dengan pendidikan (1)johar
 
Proceedings Magister Ilmu Ekonomi 2013
Proceedings Magister Ilmu Ekonomi 2013Proceedings Magister Ilmu Ekonomi 2013
Proceedings Magister Ilmu Ekonomi 2013Muhammad Harto
 
Contoh makalah-perencanaan-sdm
Contoh makalah-perencanaan-sdmContoh makalah-perencanaan-sdm
Contoh makalah-perencanaan-sdmTerminal Purba
 
Pengantar Ekonomi Mikro Kel 14.pptx
Pengantar Ekonomi Mikro Kel 14.pptxPengantar Ekonomi Mikro Kel 14.pptx
Pengantar Ekonomi Mikro Kel 14.pptxRaihanahTsabitah1
 
Teori pertumbuhan-ekonomi
Teori pertumbuhan-ekonomiTeori pertumbuhan-ekonomi
Teori pertumbuhan-ekonomifitriyani33
 
Peran Statistik Dalam Pembangunan oleh Dr. Suryamin, M.Sc.
Peran Statistik Dalam Pembangunan oleh Dr. Suryamin, M.Sc.Peran Statistik Dalam Pembangunan oleh Dr. Suryamin, M.Sc.
Peran Statistik Dalam Pembangunan oleh Dr. Suryamin, M.Sc.Hari Susanto
 
Memperkuat ekonomi rakyat lewat teknologi
Memperkuat ekonomi rakyat lewat teknologiMemperkuat ekonomi rakyat lewat teknologi
Memperkuat ekonomi rakyat lewat teknologiIffa Tabahati
 

Similar to Determinan Faktor Sosial dan Ekonomi Terhadap Kemiskinan Penduduk (20)

Pendidikan sain teknik 2011 ori-edited
Pendidikan sain teknik 2011 ori-editedPendidikan sain teknik 2011 ori-edited
Pendidikan sain teknik 2011 ori-edited
 
Total Factor Productivity
Total Factor ProductivityTotal Factor Productivity
Total Factor Productivity
 
Total Factor Productivity
Total Factor ProductivityTotal Factor Productivity
Total Factor Productivity
 
Kelompok 11 Ekonomi Internasional - Pengangguran.pptx
Kelompok 11 Ekonomi Internasional - Pengangguran.pptxKelompok 11 Ekonomi Internasional - Pengangguran.pptx
Kelompok 11 Ekonomi Internasional - Pengangguran.pptx
 
Kelompok 1 teori ekonomi lanjutan
Kelompok 1 teori ekonomi lanjutanKelompok 1 teori ekonomi lanjutan
Kelompok 1 teori ekonomi lanjutan
 
Perekonomian Indonesia Pertemuan 9.pptx
Perekonomian Indonesia Pertemuan 9.pptxPerekonomian Indonesia Pertemuan 9.pptx
Perekonomian Indonesia Pertemuan 9.pptx
 
Bonus demografi pop_dev
Bonus demografi pop_devBonus demografi pop_dev
Bonus demografi pop_dev
 
Makalah ekonomi
Makalah ekonomiMakalah ekonomi
Makalah ekonomi
 
PULANGAN PELABURAN DALAM PENDIDIKAN: ANALISIS KOS DAN FAEDAH
PULANGAN PELABURAN DALAM PENDIDIKAN: ANALISIS KOS DAN FAEDAH PULANGAN PELABURAN DALAM PENDIDIKAN: ANALISIS KOS DAN FAEDAH
PULANGAN PELABURAN DALAM PENDIDIKAN: ANALISIS KOS DAN FAEDAH
 
Ketenagakerjaan.ppt
Ketenagakerjaan.pptKetenagakerjaan.ppt
Ketenagakerjaan.ppt
 
Sambutan musrenprov ntt 220410
Sambutan musrenprov ntt 220410Sambutan musrenprov ntt 220410
Sambutan musrenprov ntt 220410
 
Hubungan ekonomi dengan pendidikan (1)
Hubungan ekonomi dengan pendidikan (1)Hubungan ekonomi dengan pendidikan (1)
Hubungan ekonomi dengan pendidikan (1)
 
Proceedings Magister Ilmu Ekonomi 2013
Proceedings Magister Ilmu Ekonomi 2013Proceedings Magister Ilmu Ekonomi 2013
Proceedings Magister Ilmu Ekonomi 2013
 
PROCEEDINGS MIE 2013
PROCEEDINGS MIE 2013PROCEEDINGS MIE 2013
PROCEEDINGS MIE 2013
 
Contoh makalah-perencanaan-sdm
Contoh makalah-perencanaan-sdmContoh makalah-perencanaan-sdm
Contoh makalah-perencanaan-sdm
 
Pengantar Ekonomi Mikro Kel 14.pptx
Pengantar Ekonomi Mikro Kel 14.pptxPengantar Ekonomi Mikro Kel 14.pptx
Pengantar Ekonomi Mikro Kel 14.pptx
 
Teori pertumbuhan-ekonomi
Teori pertumbuhan-ekonomiTeori pertumbuhan-ekonomi
Teori pertumbuhan-ekonomi
 
2A_Kelompok 1_MSDM.pptx
2A_Kelompok 1_MSDM.pptx2A_Kelompok 1_MSDM.pptx
2A_Kelompok 1_MSDM.pptx
 
Peran Statistik Dalam Pembangunan oleh Dr. Suryamin, M.Sc.
Peran Statistik Dalam Pembangunan oleh Dr. Suryamin, M.Sc.Peran Statistik Dalam Pembangunan oleh Dr. Suryamin, M.Sc.
Peran Statistik Dalam Pembangunan oleh Dr. Suryamin, M.Sc.
 
Memperkuat ekonomi rakyat lewat teknologi
Memperkuat ekonomi rakyat lewat teknologiMemperkuat ekonomi rakyat lewat teknologi
Memperkuat ekonomi rakyat lewat teknologi
 

More from Nurulita Rahayu

Perubahan Peseimbangan Pasar
Perubahan Peseimbangan PasarPerubahan Peseimbangan Pasar
Perubahan Peseimbangan PasarNurulita Rahayu
 
Pendekatan Totalitas (Totalitas Approach)
Pendekatan Totalitas (Totalitas Approach)Pendekatan Totalitas (Totalitas Approach)
Pendekatan Totalitas (Totalitas Approach)Nurulita Rahayu
 
Kajian Ilmu Lingkungan : Studi kasus
Kajian Ilmu Lingkungan : Studi kasusKajian Ilmu Lingkungan : Studi kasus
Kajian Ilmu Lingkungan : Studi kasusNurulita Rahayu
 
Ikatan ion dan senyawa ionik
Ikatan ion dan senyawa ionikIkatan ion dan senyawa ionik
Ikatan ion dan senyawa ionikNurulita Rahayu
 
Jurnal Ilmiah : Pemilihan Katalis yang Ideal
Jurnal Ilmiah : Pemilihan Katalis yang IdealJurnal Ilmiah : Pemilihan Katalis yang Ideal
Jurnal Ilmiah : Pemilihan Katalis yang IdealNurulita Rahayu
 
Ikatan ion dan senyawa ionik
Ikatan ion dan senyawa ionikIkatan ion dan senyawa ionik
Ikatan ion dan senyawa ionikNurulita Rahayu
 
Pergeseran posisi kesetimbangan
Pergeseran posisi kesetimbanganPergeseran posisi kesetimbangan
Pergeseran posisi kesetimbanganNurulita Rahayu
 
Partikel dasar atom lita
Partikel dasar atom litaPartikel dasar atom lita
Partikel dasar atom litaNurulita Rahayu
 
Penentuan rumus dari data percobaan
Penentuan rumus dari data percobaanPenentuan rumus dari data percobaan
Penentuan rumus dari data percobaanNurulita Rahayu
 

More from Nurulita Rahayu (19)

Perubahan Peseimbangan Pasar
Perubahan Peseimbangan PasarPerubahan Peseimbangan Pasar
Perubahan Peseimbangan Pasar
 
Pendekatan Totalitas (Totalitas Approach)
Pendekatan Totalitas (Totalitas Approach)Pendekatan Totalitas (Totalitas Approach)
Pendekatan Totalitas (Totalitas Approach)
 
Lembaga Keuangan
Lembaga KeuanganLembaga Keuangan
Lembaga Keuangan
 
Kajian Ilmu Lingkungan : Studi kasus
Kajian Ilmu Lingkungan : Studi kasusKajian Ilmu Lingkungan : Studi kasus
Kajian Ilmu Lingkungan : Studi kasus
 
Jurnal untuk review 1
Jurnal untuk review 1Jurnal untuk review 1
Jurnal untuk review 1
 
Review Jurnal
Review JurnalReview Jurnal
Review Jurnal
 
Artikel ilmiah
Artikel ilmiahArtikel ilmiah
Artikel ilmiah
 
Ikatan ion dan senyawa ionik
Ikatan ion dan senyawa ionikIkatan ion dan senyawa ionik
Ikatan ion dan senyawa ionik
 
Resume kuliah tamu
Resume kuliah tamuResume kuliah tamu
Resume kuliah tamu
 
Resume kuliah tamu
Resume kuliah tamuResume kuliah tamu
Resume kuliah tamu
 
Perubahan tatanan zat
Perubahan tatanan zatPerubahan tatanan zat
Perubahan tatanan zat
 
Termokimia
TermokimiaTermokimia
Termokimia
 
Jurnal Ilmiah : Pemilihan Katalis yang Ideal
Jurnal Ilmiah : Pemilihan Katalis yang IdealJurnal Ilmiah : Pemilihan Katalis yang Ideal
Jurnal Ilmiah : Pemilihan Katalis yang Ideal
 
Perubahan tatanan zat
Perubahan tatanan zatPerubahan tatanan zat
Perubahan tatanan zat
 
Ikatan ion dan senyawa ionik
Ikatan ion dan senyawa ionikIkatan ion dan senyawa ionik
Ikatan ion dan senyawa ionik
 
Pergeseran posisi kesetimbangan
Pergeseran posisi kesetimbanganPergeseran posisi kesetimbangan
Pergeseran posisi kesetimbangan
 
Partikel dasar atom lita
Partikel dasar atom litaPartikel dasar atom lita
Partikel dasar atom lita
 
Penentuan rumus dari data percobaan
Penentuan rumus dari data percobaanPenentuan rumus dari data percobaan
Penentuan rumus dari data percobaan
 
Reaksi reaksi kimia
Reaksi reaksi kimiaReaksi reaksi kimia
Reaksi reaksi kimia
 

Recently uploaded

Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxRezaWahyuni6
 
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023DodiSetiawan46
 
Modul 9 Penjas kelompok 7 (evaluasi pembelajaran penjas).ppt
Modul 9 Penjas kelompok 7 (evaluasi pembelajaran penjas).pptModul 9 Penjas kelompok 7 (evaluasi pembelajaran penjas).ppt
Modul 9 Penjas kelompok 7 (evaluasi pembelajaran penjas).pptYanseBetnaArte
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxHeruFebrianto3
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxarnisariningsih98
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfkustiyantidew94
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxnerow98
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxsudianaade137
 
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxMateri Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxc9fhbm7gzj
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdfShintaNovianti1
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxherisriwahyuni
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxErikaPuspita10
 
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfKelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfmaulanayazid
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxBambang440423
 

Recently uploaded (20)

Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptxMateri Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
Materi Pertemuan 6 Materi Pertemuan 6.pptx
 
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
 
Modul 9 Penjas kelompok 7 (evaluasi pembelajaran penjas).ppt
Modul 9 Penjas kelompok 7 (evaluasi pembelajaran penjas).pptModul 9 Penjas kelompok 7 (evaluasi pembelajaran penjas).ppt
Modul 9 Penjas kelompok 7 (evaluasi pembelajaran penjas).ppt
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
 
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdfHARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
HARMONI DALAM EKOSISTEM KELAS V SEKOLAH DASAR.pdf
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
 
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxMateri Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
 
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdfKelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
Kelompok 1 Bimbingan Konseling Islami (Asas-Asas).pdf
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
 

Determinan Faktor Sosial dan Ekonomi Terhadap Kemiskinan Penduduk

  • 1. Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 13, Nomor 1, Juni 2012, hlm.62-78 DETERMINAN FAKTOR SOSIAL DAN EKONOMI TERHADAP KEMISKINAN PENDUDUK Sirilius Seran Fakultas Ekonomi Universitas Timor Jalan Eltari Km.9, Kelurahan Sasi, Kecamatan Kota Kefamenanu, Timor Nusa Tenggara Timur, Telepon/Fax: 0388(2433012) E-mail: siriliusseran@yahoo.co.id Diterima 8 Oktober 2011 / Disetujui 29 April 2012 Abstract: Increasing the quality of human resource via education investment is a sine qua non for welfare promotion as well as for poverty solution. Education, inflation, income per capita, consumption, regional gross domestic product, and economy growth are a number of variables that directly and indirectly affect the poverty. The research uses time series data of the last ten years (1999-2009) obtained from Central Agency on Statistics (BPS). The aim of this research is to identify the causal relationship of the influential variables mentioned. The path analysis is used to analyze the data based on the five models. The simultaneous testing of table summary shows that the Regression coefficient value of each model is significant, where F value is smaller than alpha 0,05. The similar conclusion is also shown in partial testing between the independent variables and dependent variables. Keywords: education, income, economy growth, path analysis, poverty Abstrak: Peningkatan sumberdaya manusia melalui investasi pendidikan merupakan syarat mutlak untuk meningkatkan kesejahteraan dan mengatasi kemiskinan penduduk. Beberapa variabel sosial dan ekonomi yang mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung terhadap kemiskinan adalah pendidikan, inflasi, pendapatan perkapita, konsumsi, Produk Domestik Regional Bruto, dan pertumbuhan ekonomi. Data yang digunakan adalah time series antara tahun 1999-2009 berasal dari Badan Pusat Statistik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan sebab akibat (kausal) antara variabel penelitian. Alat analisis yang digunakan adalah analisis jalur (path analysis), berdasarkan lima macam model. Hasil analisis pengujian secara simultan menunjukkan bahwa nilai koefisien regresi (R) untuk masing-masing model bersifat signifikan, nilai Signifikan F, lebih kecil dari alfa 0,05. Kesimpulan serupa juga berlaku bagi pengujian parsial, antara masing-masing variabel bebas dengan variabel tak bebas. Kata kunci: pendidikan, pendapatan, pertumbuhan ekonomi, analisis jalur, kemiskinan PENDAHULUAN Pembentukan modal manusia melalui investasi dalam bidang pendidikan merupakan cara ter- baik untuk meningkatkan pertumbuhan eko- nomi. Schultz pada tahun 1978 menemukan bahwa di Kanada, kontribusi pendidikan terha- dap pertumbuhan ekonomi sebesar 25 persen, di Ghana: 23,2 persen lebih besar dari yang terjadi di Amerika Seikat sebesar: 15,0 persen (Suryadi, 1997). Angka ini tentu lebih kecil dari kontribusi yang berasal dari faktor teknologi dan faktor produksi lainnya, tetapi dalam jangka panjang peran pendidikan bagi pemba- ngunan akan semakin besar seiring dengan makin pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal inilah yang mengakibatkan pengeluaran pemerintah terutama di negara- negara maju terhadap investasi pendidikan cu- kup besar, setidaknya diamati dari rasio inves-
  • 2. Determinan Faktor Sosial (Sirilius Seran) 63 tasi pendidikan terhadap GNP di Amerika Seri- kat mencapai 12,5 persen tidak jauh berbeda dengan rasio investasi fisik (Psacharopoulos, 1993). Peningkatan kualitas tenaga kerja melalui investasi pendidikan mempunyai korelasi de- ngan pendapatan. Pendapatan dapat didefinisi- kan sebagai balas jasa yang diperoleh faktor produksi karena keterlibatannya dalam proses produksi. Secara konvensional dikenal 4 ma- cam faktor produksi: tanah, tenaga kerja, modal, skill (entrepreneurship). Dua faktor pro- duksi yang disebutkan pertama dikenal sebagai faktor produksi pokok, dianut oleh kelompok masyarakat tradisional. Kegiatan produksi da- lam masyarakat tradisional hanya menggu- nakan faktor produksi tanah dan tenaga kerja. Jenis pendapatan yang diperoleh dari penyer- taan tanah dalam kegiatan produksi disebut sewa tanah. Sedangkan pendapatan bagi tenaga kerja yang terlibat didalam kegiatan produksi disebut upah/gaji. Kecuali itu, pendapatan yang diperoleh karena kepemilikan faktor mo- dal, skill dan teknologi masing-masing disebut sebagai bunga modal dan keuntungan (Man- kiw, 2003). BPS (September 2010: 41) mencatat bahwa tenaga kerja Indonesia masih dido- minasi oleh penduduk yang berpendidikan SLTA ke bawah. Tahun 2008 dari 102,05 juta orang tenaga kerja terdapat 94 persen yang berpendidikan SLTA ke bawah, 6 persen lain- nya tamat Perguruan Tinggi. Kondisi ini telah berpengaruh terhadap besarnya pendapatan dan pertumbuhan eko- nomi dan kemiskinan penduduk. Data yang disajikan oleh World Bank, Unesco, dan Dikti tahun 2011 (Materi Presentasi Direktur Kelem- bagaan Dikti RI, 2011) yang diplotkan dalam Garis regresi (Y = 3853,96 + 359,64X) mengarah ke kanan atas menunjukkan bahwa lulusan Teknik, Sains dan Pertanian mempunyai hu- bungan positif dengan nilai PDRB perkapita, setidaknya berlaku bagi tiga Negara yang diamati adalah Malaysia, Portugal, dan Indo- nesia. Besarnya pendapatan setiap faktor produk- si sangat bervariasi, tergantung kepada tinggi/ rendahnya produktivitas. Produktivitas meru- pakan rasio antara input dengan output pro- duksi, diukur dari banyaknya ouput yang diha- silkan yang tergantung kepada kualitas tenaga kerja. Sjamtjik, (2003) mengatakan bahwa, ting- kat upah bervariasi antara pekerjaan yang satu dengan pekerjaan lainnya disebabkan oleh: (1) Pekerjaan yang beragam (Heterogeneous Jobs). Beberapa hal di luar gaji (dalam bentuk uang) yang menyebabkan terjadinya perbedaan upah yang diterima tenaga kerja adalah: fasilitas kerja (Job Aminities), penerimaan tenaga kerja berdasarkan keterampilan (Skill Requirement), pembayaran upah yang efisien (Efficiency Wa- ges), pekerjaan sampingan (Other Job). (2) Pekerja yang beragam (Heterogeneous Work- ers). Keragaman di antara para pekerja me- nyebabkan perbedaan upah dari masing-ma- sing tenaga kerja itu sendiri. Keragaman peker- ja ini didasarkan kepada perbedaan mutu mo- dal manusia (Human Capital Differencies) dan keinginan pekerja (Worker Preferencies). (3) Pasar kerja yang tidak sempurna. Adanya Tabel 1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang ditamatkan Periode Februari 2008-2010 (juta orang) Pendidikan Tertinggi yang ditamatkan T a h u n 2008 2009 2010 SD ke bawah 55,62 55,43 55,31 Sekolah Menengah Pertama 19,39 19,85 20,30 Sekolah Menengah Atas 13,90 15,13 15,63 Sekolah Menengah Kejuruan 6,71 7,19 8,34 Diploma (I/II/III) 2,66 2,68 2,89 Universitas 3,77 4,22 4,94 Jumlah 102,05 104,49 107,41 Sumber: BPS-Laporan Bulanan, Data Sosial Ekonomi Edisi 4 September 2010
  • 3. Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 13, Nomor 1, Juni 2012: 62-7864 perbedaan antara permintaan (Demand) dan penawaran (Supply) tenaga kerja dalam pasar kerja telah memicu perbedaan pemberlakuan tingkat upah terhadap tenaga kerja. Bila jumlah tenaga yang ditawarkan lebih banyak dari yang dibutuhkan akan menurunkan tingkat upah (Cateris Paribus) tetapi sebaliknya bila jumlah tenaga kerja yang ditawarkan lebih sedikit dari yang dibutuhkan oleh pasar maka tingkat upah tenaga kerja akan mengalami kenaikan (Gambar 1). Gambar 1. Tingkat Upah di Pasar Tenaga Kerja Upah (Wages) yang berlaku di pasar kerja merupakan harga daripada tenaga kerja yang bersangkutan. Penentuan tingkat upah sangat tergantung kepada kekuatan tarik menarik antara permintaan dan penawaran di pasar tenaga kerja. Pada tingkat upah sebesar US$10 merupakan upah riil keseimbangan (equilibrium = E) terjadi pada saat jumlah antara permintaan (demand labor) dan penawaran tenaga kerja (supply labor) adalah sama sebesar N (DL=SL). Semua tenaga kerja terserap, sehingga tidak ada pengangguran. Tetapi keadaan menjadi terbalik ketika tingkat upah yang berlaku lebih kecil atau lebih besar daripada upah keseimbangan (US$10). Misalnya upah yang berlaku setinggi US$25, (upah tertinggi) orang berbondong-bon- dong menawarkan tenaganya sebanyak (N**), padahal jumlah yang diminta hanya sebesar (N*). Ini berarti terjadi kelebihan (surplus) tena- ga kerja, tidak semua tenaga kerja tertampung di pasar kerja, sehingga menimbulkan pe- ngangguran. Hal serupa juga terjadi ketika tingkat upah yang berlaku dipasar lebih kecil dari tingkat upah keseimbangan (US$10), misal- nya upah menjadi (US$5), merupakan upah terendah. Banyak orang akan memilih untuk menganggur daripada bekerja dengan meneri- ma upah yang sangat rendah. Jenis pengang- guran yang semacam ini dikategorikan sebagai pengangguran terpaksa. Psacharopoulos pada tahun 1989 dalam penelitiannya di Venezuela menemukan bahwa rata-rata pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja yang berpendidikan tinggi sebesar 178,297 Bolivares/tahun, lebih tinggi dari yang berpen- didikan sekolah menengah: 106,337 Bolivares/ tahun sedangkan untuk yang tamat SD dan tidak tamat SD masing-masing pendapatannya sebesar: 69,452 dan 39,625 Bolivares/tahun (Psacharopoulos, 1995) Biro Pusat Statitik Amerika (Bureau of the Census) pada tahun 1994 menyampaikan bahwa rata-rata penghasilan tenaga kerja di Amerika Serikat untuk yang berpendidikan Doktor men- capai US$54.904.0000/tahun, jauh lebih tinggi dari tenaga kerja yang berpendidikan Magister, atau Sarjana. Rata-rata penghasilan terendah diterima oleh tenaga kerja yang berpendidikan tidak tamat SD sebesar: US$ 12.809.000/tahun (Suryadi, 1997). Mankiw pada tahun 2003 mengatakan pen- dapatan dapat digunakan untuk: (1) konsumsi, dan (2) tabungan. Besar atau kecilnya pembia- yaan konsumsi rumah tangga tergantung kepada jumlah jiwa yang menjadi tanggungan- nya. Tanggungan di sini tidak hanya terbatas pada keluarga inti (nuclear family) melainkan juga termasuk anggota keluarga di luar rumah (extended family). Robins (1990) mengatakan bahwa besar tanggungan adalah banyaknya orang yang serumah yang menjadi tanggungan orang tua termasuk anak kandung, anak angkat kedua orang tua dan keluarga lainnya. Backer (1993), dalam “A Treatise on the Family”, mengatakan bahwa terdapat trade-off antara jumlah tanggungan (konsumsi) dengan kualitas anak dalam keluarga. Keluarga yang memiliki jumlah tanggungan (anggota keluar- ga) yang relatif kecil cenderung mempunyai kemampuan yang relatif lebih tinggi untuk
  • 4. Determinan Faktor Sosial (Sirilius Seran) 65 membiayai pembentukan kualitas anak. Secara teoritis kualitas anak-anaknya relatif lebih tinggi daripada keluarga yang memiliki jumlah tanggungan yang relatif besar. Backer (1993:147), selanjutnya menunjukkan hubungan keterkaitan tersebut dalam gambar indiffirence (Gambar 2). Sumber: Gary S. Backer (1993), Gambar 2. Hubungan Antara Kualitas Anak de- ngan Jumlah Anak Garis AB dan CD masing-masing sebagai garis anggaran (budget line) yang berbentuk cembung ke titik origin, sebagai akibat dari interaksi dalam menentukan pilihan antara jumlah barang n dan barang q yang dibutuh- kan. Kepuasan maksimum terjadi pada persing- gungan antara garis anggaran dan kurva indif- ference (U dan U’). Titik e dan e’ merupakan kepuasan maksimum yang dicapai orang tua dalam memenuhi kebutuhan atas 2 (dua) jenis barang tersebut. Artinya dengan tingkat penda- patan tertentu (AB dan CD) orang tua dapat membelanjakan untuk barang n dan barang q, masing-masing mendapat titik kepuasan yang sama besarnya, terjadi pada titik e dan e' tersebut. Dalam kasus tersebut, keluarga yang memiliki banyak tanggungan akan mempunyai kemampuan yang relatif terbatas untuk menye- kolahkan anak-anaknya pada tingkat pendidik- an yang lebih tinggi. Jangankan tabungan, konsumsi setiap harinya juga jauh dari keten- tuan/standar kesehatan. Mereka hidup seada- nya, makan/minum dan pakaian apa adanya. Banyaknya tanggungan telah dan akan mem- persulit mereka untuk melakukan investasi un- tuk pendidikan anak-anaknya, sehingga beraki- bat negatif terhadap kualitas anak-anak mere- ka. Perubahan pola konsumsi (MPC) tidak ha- nya berkaitan dengan jumlah anak dan selera melainkan juga termasuk harga barang. Kenaik- an harga yang terjadi secara umum dan berlaku pada setiap jenis barang disebut inflasi. Inflasi dapat terjadi karena ketidakseimbangan antara jumlah uang (M) yang beredar dengan output barang dan jasa (V) dalam perekonomian. Bila jumlah uang yang beredar (M) melebih dari jumlah output barang/jasa dalam perekonomi- an maka akan terjadi inflasi, tetapi jika terjadi sebaliknya maka disebut deflasi. Inflasi yang tinggi (dua digit, disebut hyperinflation) dapat merugikan perekonomian karena beberapa hal: (1) meningkatkan biaya produksi, sehingga mengurangi output yang diproduksi mengakibatkan harga barang makin mahal. (2) mengurangi daya beli masyarakat, sehingga tidak semua barang laku terjual, terja- di over produksi. Keuntungan perusahaan men- jadi berkurang bahkan dapat menimbulkan kerugian, sehingga akan terjadi rasionalisasi dalam produksi, menimbulkan pengangguran, dan pada akhirnya dapat menimbulkan kemis- kinan penduduk. (3) Inflasi dapat juga menu- runkan daya saing barang-barang ekspor jika dibandingkan dengan harga barang dari negara lain. Akibatnya tidak semua barang laku terjual di pasar luar negeri sehingga mengurangi devisa negara, dan neraca perdagangan dapat menjadi defisit, padahal devisa negara menjadi amat penting dalam perdagangan luar negeri (4) inflasi dapat mengurangi tabungan. Makin cepatnya kenaikan harga barang menyebabkan masyarakat tidak tertarik lagi untuk menabung, padahal tabungan merupakan awal untuk terja- dinya akumulasi kapital bagi pembangunan. Tetapi apabila inflasinya tidak lebih besar dari satu digit (disebut inflasi moderat) dapat menguntungkan dan merangsang pembangun- an, melalui dampaknya pada redistribusi pen- dapatan dari mereka yang berpendapatan ting- gi ke mereka yang berpendapatan rendah (inflasi moderat). Setidaknya dikenal, dua macam kebijakan untuk mengatasi inflasi, adalah (1) kebijakan fiskal, dan (2) kebijakan moneter. Kebijakan
  • 5. 6 fi p k r s k u m s g b la p k m b d k b c d k p le tu ti (i r b m b G 66 iskal berka pemerintah d kan melalui intah, sehin sedangkan m kan dengan usahaan dan mengurangi syarakat, yan ga barang. S berhubungan ah (1) politi politik discou ka (open mark Inflasi c masyarakat. bagian dari p dapat dibela kan disimpa bank dan no cam motif un dagang (bisn kepentingan Motif be perluan tak t ebih cender ungan (prof ingkat bung interest = i) akat untuk bunga bank mengurangi bung (Gamba Gambar 3. H n 0 Interest(i) itan dengan dan perpaja pengurang ngga dapat m melalui polit cara mening n atau pajak jumlah uan ng pada akh Sedangkan k n dengan po ik cash ratio unt rate, dan ket). cenderung Tabungan d pendapatan njakan pada an di lemba on bank lain ntuk menabu nis), (2) mot spekulasi. erjaga-jaga, terduga, sed rung berhub fit), karena ga bank. Mak ) bank maki menabung mengalami minat mas ar 3). Hubungan a ngan Tabung Jur n politik p akan. Inflasi an pengelua menekan ha tik perpajak gkatkan paja k peroranga ng beredar irnya menur kebijakan mo olitik Bank S oleh Bank (3) politik p mengurang dapat diartik masyarakat a saat sekara aga lembaga nnya. Terdap ung: (1) mot tif berjaga-ja untuk mem dangkan mot bungan den itu tergantu kin tinggi tin in tinggi mi g, dan seba penurunan syarakat un antara Bung gan S rnal Ekonom pengeluaran dapat dite- aran peme- arga barang, kan, dilaku- ak atas per- an sehingga dalam ma- runkan har- oneter lebih Sentral, ada- Sentral, (2) pasar terbu- i tabungan kan sebagai t yang tidak ang melain- a keuangan pat tiga ma- tif transaksi aga, dan (3) mbiayai ke- tif spekulasi ngan keun- ung kepada ngkat bunga inat masya- liknya, jika maka akan ntuk mena- ga Bank de- Saving(S) mi Pembangu Tab puan un semua b mengura bulkan k kan keu inilah ya si secara kesempa nganggu berhubu jasa (dise perekon Sec sebagai yang dih dan sek data BPS Industri sejak tah sen diba akibat d produkt bekerja d konstan naan ter tahun te menjadi pertumb Gambar Neo buhan ek dari fakt unan Volume bungan cend ntuk membe barang laku angi keuntu kerugian per untungan y ang akan me a teoritis be atan kerja, y uran dan k ungan positif ebut PDRB) omian. cara sederha penjumlaha hasilkan oleh tor jasa. Erf S, memapark dan Jasa hun 1993-199 anding sekto dari rendahn ivitas tenag di sektor pe 2000 PDB I rus mengala erakhir (Gam dasar untu buhan ekono 4. PDB (trili menurut P o Klasik ber konomi hany tor produksi e 13, Nomor 1 derung meng eli barang. A u terjual di ngan bahkan rusahaan. Pa ang dipero embentuk in erhubungan yang dapat m kemiskinan. f dengan jum yang dipro ana, PDRB an barang h sektor per fanie (2002) kan bahwa k terhadap P 98 di atas 60 or pertanian. nya tingkat p ga kerja ten ertanian. Ber Indonesia m ami kenaika mbar 4). Nil k menilai ti omi. iun Rp) harg Penggunaan ( ranggapan ya disebabk i tanah, mod 1, Juni 2012: 6 gurangi kem Akibatnya ti pasar, sehin n dapat men adahal berda leh perusah nvestasi. Inve positif den mengurangi Investasi j mlah barang duksikan da dapat diart dan jasa a rtanian, indu , mengguna kontribusi se PDRB perka 0 hingga 73 . Hal ini seb pendidikan naga kerja y rdasarkan h menurut peng an dalam en lai PDRB in ingginya tin ga Konstan, (Indonesia) bahwa pert kan oleh pera dal, tenaga k 62-78 mam- idak ngga nim- asar- haan esta- ngan i pe- juga dan alam ikan akhir ustri akan ektor apita per- bagai dan yang arga ggu- nam nilah gkat 2000 tum- anan kerja,
  • 6. Determinan Faktor Sosial (Sirilius Seran) 67 dan skill. Tetapi Nafziger (1997) dalam peneli- tiannya meyakinkan bahwa pertumbuhan eko- nomi di Negara-negara Industri baru (New Industry Countries=NICs) seperti Taiwan, Korea Selatan, Hongkong, dan Singapura menunjukan bahwa kontribusi dan K (Kapital) dan L(tenaga kerja) memang dominan antara 50 persen - 90 persen tetapi faktor T (Teknologi) juga sangat berperan. Tercermin dari nilai sisa yakni nilai T yang terkandung dalam fungsi produksi Cobb Douglas: Yt = Tt Kta Ltb . Dimana Yt, adalah tingkat produksi (output) pada periode t; a dan b menjelaskan produktivitas dari L dan K. Nilai sisa inilah dianggap sebagai pertumbuhan yang disebabkan oleh kemajuan Teknologi (T). Arti- nya kemajuan T mampu menyumbang 50 per- sen dan 10 persen terhadap pertumbuhan eko- nomi bagi NICs yang diamati oleh Nafziger (1997). Melalui proses akselerasi, pertumbuhan ekonomi dapat menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan perkapita penduduk yang pada akhirnya dapat mengurangi pe- ngangguran dan kemiskinan. Kemiskinan da- pat diukur dari dua macam pendekatan, ada- lah: (1) Kemiskinan absolut, dan (2) Kemiskinan relatif. Pengukuran kemiskinan absolut meng- acu kepada sejumlah pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic need) atau kebutuhan primer, adalah makanan, pa- kaian, dan perumahan. Pendapatan yang di- maksudkan adalah pendapatan minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Batasan pendapatan minimum ini sering dise- but sebagai garis kemiskinan. Artinya garis kemiskinan dipergunakan sebagai batas untuk menentukan miskin atau tidaknya seseorang. Penduduk miskin adalah penduduk yang me- miliki rata-rata pengeluaran perbulan di bawah garis kemiskinan sebesar Rp211.726 pada tahun 2010 (Berita Resmi BPS Juli 2010). Jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dari 32,53 juta (14,2 persen) pada tahun 2009, menu- run menjadi 31,02 juta (13,3 persen) turun 1,51 juta orang, pada tahun 2010. Kecukupan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan dasar tidak serta merta dikatakan seseorang tidak mengalami kemiskinan, apabila masih terdapat keluarga yang memiliki penda- patan jauh melebihi dari pendapatan minimum. Artinya seseorang masih tetap dikatakan mis- kin apabila di lingkungan tempat tinggalnya terdapat sebagian besar penduduk yang mem- punyai pendapatan melebihi dari pendapatan minimum (pendapatan garis batas kemiskinan). Konsep inilah yang dikenal sebagai kemiskinan relatif. Kemiskinan dapat ditilik dari aspek ke- timpangan sosial, yang dapat dilihat dari distri- busi pendapatan antara kelompok masyarakat yang satu dengan kelompok masyarakat yang lain. Dalam penelitiannya, Dumairy, (1996) menemukan bahwa 20 persen kelompok ma- syarakat yang berpendapatan tinggi memiliki pendapatan lebih tinggi dari 40 persen kelom- pok masyarakat yang berpendapatan mene- ngah dan 40 persen yang berpendapatan ren- dah. Bank Dunia berpendapat bahwa Indonesia termasuk Negara yang memiliki ketimpangan rendah dalam hal distribusi pendapatan. Besar- nya pendapatan yang diterima oleh 40 persen penduduk termiskin terus mengalami kenaik- an. Pada tahun 1984, 40 persen penduduk ter- miskin di pedesaan memperoleh 22,35 persen, kemudian meningkat menjadi 25,32 persen di tahun 1997, kecenderungan serupa juga dialami oleh pendudukan di wilayah perkotaan (Tam- bunan, 2003: 108). Penelitian yang dilakukan oleh Hasan, dan Quibria pada tahun 2002 menggunakan data panel dari 45 negara di Asia Timur, dan Sela- tan, Amerika Latin, dan Karibian, serta Afrika– Sub-Sahara menemukan bahwa antara pertum- buhan ekonomi dengan kemiskinan mempu- nyai hubungan negatif, artinya pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan mengurangi kemis- kinan, dan sebaliknya, rendahnya pertumbuh- an ekonomi akan memperbesar angka kemis- kinan (Todaro, 2003). Todaro dan Smith pada tahun 2003 me- ngatakan bahwa berdasarkan hasil studi empi- ris di beberapa negara ditemukan bahwa pada awal pertumbuhan ekonomi, distribusi penda- patan cenderung memburuk, namun pada tahap selanjutnya distribusi pendapatan akan membaik seiring dengan makin tingginya per- tumbuhan ekonomi. Gambar yang sesuai de- ngan temuan ini dapat berbentuk huruf U terbalik sebagai berikut (Gambar 5);
  • 7. Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 13, Nomor 1, Juni 2012: 62-7868 Koef.Gini 0,75 - 0,50 - 0,35 - 0,25 - 0 PDRB/Kapita Sumber: Todaro, & Smith,(2003: 240) Gambar 5. Hubungan antara Pertumbuhan de- ngan Distribusi Pendapatan Argumen tentang teori ini bahwa pada tahap awal, pembangunan memerlukan per- ubahan-perubahan yang bersifat struktural., sehingga konsentrasi pembangunan, lebih ber- pusat di sektor industri modern, yang mempu- nyai lapangan kerja terbatas namun tingkat upah dan produktivitas tinggi. Hipotesis U terbalik dari Kuznets juga berlaku di Indonesia, diamati dari besarnya nilai koefisien gini Indo- nesia selama tahun 1970-an sampai dengan tahun 1990-an. Pada tahun 1970-an nilai koefi- sien gini, rendah sebesar 0,31; tahun 1980-an tinggi (0,36), dan pada tahun 1990-an nilai koefisien gini kembali menurun menjadi 0,32. Sementara laju pertumbuhan ekonomi mening- kat dalam tiga dekade tersebut (Tambunan, 2003). Berdasarkan uraian tersebut diketahui bah- wa secara teoritis maupun empiris kemiskinan dipengaruhi oleh beberapa variabel baik lang- sung maupun hubungan tidak langsung. Hu- bungan langsung artinya variabel sosial yang bersangkutan mempunyai hubungan langsung terhadap kemiskinan tanpa melalui variabel lainnya. Terdapat 5 (lima) macam hubungan langsung yang ingin diketahui adalah: (1) hubungan antara pendidikan, dengan kemis- kinan, (2) hubungan antara inflasi, dengan ke- miskinan, (3) hubungan antara pendapatan, de- ngan kemiskinan, (4) hubungan antara PDRB, dengan kemiskinan, dan (5) hubungan antara pertumbuhan ekonomi. Hubungan tidak lang- sung, artinya variabel sosial yang bersangkutan mempunyai hubungan terhadap kemiskinan melalui variabel sosial lainnya. Bentuk hubung- an tidak langsung yang ingin diketahui dalam penelitian ini adalah: (1) hubungan antara pen- didikan dengan konsumsi, (2) hubungan antara pendidikan dengan pendapatan, (3) hubungan antara pendidikan dengan PDRB, (4) hubungan antara inflasi dengan konsumsi, (5) hubungan antara pendapatan dengan konsumsi, (6) hu- bungan antara PDRB dengan pendapatan, (7) hubungan antara pendidikan dengan pertum- buhan ekonomi, (8) hubungan antara inflasi dengan pertumbuhan ekonomi, (9) hubungan antara konsumsi dengan pertumbuhan eko- nomi, (10) hubungan antara pendapatan de- ngan pertumbuhan ekonomi, (11) hubungan antara PDRB dengan pertumbuhan ekonomi METODE PENELITIAN Data dan Variabel Penelitian ini menggunakan data (sekunder) panel Indonesia (nasional) berasal dari sumber: Tabel 2. Variabel dan Sumber Data Penelitian Variabel Pengukuran Satuan Sumber Data Pendidikan Format yang ditamatkan (X1) 1. ≤ SD 2. SMP 3. SLTA 4. Diploma 5. Universitas Orang BPS Inflasi (X2) Tingkat Inflasi (y/y) % BPS Konsumsi (X3) Pengeluaran Masyarakat Jumlah Pendapatan (X4) Pendapatan/kapita Jumlah BPS PDRB (X5) PDRB Jumlah BPS Pertumbuhan Ekonomi (X6) Tingkat Pertumbuhan % BPS Kemiskinan (Y) Penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan Jumlah BPS
  • 8. Determinan Faktor Sosial (Sirilius Seran) 69 berita resmi BPS Pusat didukung oleh data terbitan dari Kementerian terkait. Data yang dimaksud berbentuk time series selama 10 tahun terakhir (tahun 1999-2009, berkaitan dengan variabel yang diamati. Variabel dan sumber data yang disajikan dalam Tabel 2. Metode Analisis Data Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai maka, alat analisis yang digunakan adalah analisis jalur (Path Analysis). Dimaksudkan untuk me- lacak hubungan sebab akibat (kausal) antara variabel penelitian dan juga untuk mengetahui jalur hubungan di antara variabel, berdasarkan blok-blok analisis. Pemodelan. Ada dua macam model yang diajukan adalah: Model Formal: 1. Blok 1. X3 = P31X1 +P32X2 + P34X4 + P3q.Q (1) 2. Blok 2. X4 = P41X1 + P45X5 + P4r.R (2) 3. Blok 3. X5 = P51X1 + P5s.S (3) 4. Blok 4. X6 = P61X1 + P62X2 + P63X3 + P64X4 + P65X5 + P6t.T (4) 5. Blok 5. Y = Py1X1 + Py2X2 + Py4X4 + Py5X5 + Py6X6 + Pyu.U (5) Model Informal Lihat Gambar 6 tentang Model informal: hu- bungan kausal antarvariabel. Matrik Korelasi Analisis jalur (path analysis) merupakan pe- ngembangan dari analisis regresi diolah dengan menggunakan software SPSS versi 19. Penggu- naan alat ini dimaksudkan untuk mengetahui selain hubungan sebab akibat diantara variabel penelitian juga diketahui hubungan jalur antara satu variabel dengan variabel lainnya sesuai de- ngan model analisis. Pengolahan data menggu- nakan dua macam tahapan: (1) penentuan skala data. Data variabel penelitian terlebih dahulu dikelompokkan berdasarkan 2 (dua) macam skala yaitu: (i) skala ordinal, berlaku bagi varia- bel pendidikan, dan (ii) skala rasio, berlaku bagi variabel inflasi, konsumsi, pendapatan perka- pita, PDRB, pertumbuhan ekonomi, dan kemis- kinan. (2) penentuan matrik korelasi. Matrik korelasi merupakan data sheet yang digunakan untuk menganalisis hubungan jalur di antara variabel penelitian Matrik korelasi dihasilkan dengan menggunakan alat analisis yang sesuai dengan skala data dimaksud. Analisis rank spearman digunakan untuk menganalisis data yang berskala ordinal, sedangkan regresi untuk menganalisis data yang berskala rasio. Hipotesis Berdasarkan tujuan penelitian tersebut maka hipotesis yang ingin dibuktikan kebenarannya adalah: (1) Terdapat hubungan negatif dan sig- nifikan antara pendidikan dengan kemiskinan, (2) Terdapat hubungan positif dan signifikan Gambar 6. Model Informal: Hubungan Kausal Antarvariabel
  • 9. Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 13, Nomor 1, Juni 2012: 62-7870 antara inflasi, dengan kemiskinan, (3) Terdapat hubungan negatif dan signifikan antara penda- patan, dengan kemiskinan, (4) Terdapat hu- bungan negatif dan signifikan antara PDRB, dengan kemiskinan, (5) Terdapat hubungan ne- gatif dan signifikan antara pertumbuhan eko- nomi, dengan kemiskinan, (6) Terdapat hu- bungan negatif dan signifikan antara pendidik- an dengan konsumsi, (7) Terdapat hubungan positif dan signifikan antara pendidikan de- ngan pendapatan, (8) Terdapat hubungan posi- tif dan signifikan antara pendidikan dengan PDRB, (9) Terdapat hubungan negatif dan sig- nifikan antara inflasi dengan konsumsi, (10) Terdapat hubungan positif dan signifikan anta- ra pendapatan dengan konsumsi, (11) Terdapat hubungan positif dan signifikan antara PDRB dengan pendapatan, (12) Terdapat hubungan positif dan signifikan antara pendidikan de- ngan pertumbuhan ekonomi, (13) Terdapat hu- bungan negatif dan signifikan antara inflasi dengan pertumbuhan ekonomi, (14) Terdapat hubungan positif dan signifikan antara kon- sumsi dengan pertumbuhan ekonomi, (15) Terdapat hubungan positif dan signifikan anta- ra pendapatan dengan pertumbuhan ekonomi, (16) Terdapat hubungan positif dan signifikan antara PDRB dengan pertumbuhan ekonomi. HASIL DAN PEMBAHASAN Rekapan Koefisien Jalur ke Dalam Model Formal sebagai berikut: 1. X3 = -0,276X1 – 0,043X2 + 0,789X4 + 0,182Q 2. X4 = 0,576X1 + 0,563X5 + 0,729R 3. X5 = 0,607X1 + 0,794S 4. X6 = 1,161X1 – 0,835X2 + 1,512X3 + 12,217X4 + 0,249X5 + 0,786T 5. Y = -0,571X1 + 0,283X2 – 0,696X4 – 0,376X5 – 0,023X6 + 0,167U Penyajian Model Empiris: Penyajian hasil analisis kedalam model (empi- ris) analisis jalur (Gambar 7). Pembahasan Untuk mengetahui hubungan sebab akibat di antara variabel independen (variabel bebas=X) terhadap variabel dependen (variabel tak bebas =Y=kemiskinan) maka pembahasan hasil pene- litiannya mengacu pada model analisis yang di- tampilkan mengikuti blok-blok analisis regresi jalur sebagai berikut: Hubungan antara pendidikan, inflasi, dan pendapatan terhadap konsumsi. Pendidikan Gambar 7. Model Informal: Hubungan Kausal Antarvariabel
  • 10. Determinan Faktor Sosial (Sirilius Seran) 71 (formal) merupakan suatu upaya sadar yang di- lakukan secara sistematis dan terencana untuk mengembangkan kepribadian dan kemampu- an. Djojonegoro pada tahun 1996 mengatakan bahwa pendidikan adalah suatu upaya yang sistematis untuk membentuk manusia yang terampil dan produktif (Bachtiar, 2000). Pendi- dikan membuat orang menjadi memahami dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, yang dapat mempengaruhi perilaku terhadap pola dan kebiasaan konsumsi. Mereka yang berpendidikan tinggi akan lebih selektif mela- kukan pengeluaran untuk konsumsi. Hasil penelitian ini menemukan bahwa nilai koefisen regresi (beta terstandart) variabel pendidikan terhadap pengeluaran konsumsi sebesar -0,275. Artinya makin tinggi pendidikan makin rendah pengeluaran konsumsi, walau- pun di lain pihak terdapat kenaikan pendapat- an sebagai akibat dari tingginya pendidikan terakhir yang ditamatkan (H7 terbukti). Pola hubungan ini menjadi signifikan pada taraf signifikansi 0,044 lebih kecil daripada nilai alfa 0,050 (H6 terbukti). Kecenderungan serupa, hubungan negatif juga terjadi antara inflasi dengan konsumsi, dengan koefisien sebesar -0,043 dan nilai signifkan 0,005 lebih kecil dari alfa 0,050 (H9 terbukti).Temuan ini mem- perkuat teori bahwa inflasi cenderung mengu- rangi pengeluaran konsumsi. Kecuali itu, bah- wa pendapatan mempunyai hubungan positif dengan pengeluaran konsumsi, dengan nilai koefisien sebesar 0,789 dan nilai signifikan 0,220 lebih kecil dari alfa 0,050 (H10 terbukti). Ni Lu Sili Antari (2008), dalam penelitian terhadap 80 orang responden pekerja migran dan nonper- manen di Bali (Kabupaten Badung) menemu- kan bahwa pendapatan mempunyai hubungan positif dengan konsumsi untuk kedua kelom- pok masyarakat tersebut. Hubungan positif dan signifikan ini sesuai dengan teori yang disampaikan oleh J.M. Key- nes bahwa pendapatan dimanfaatkan untuk kepentingan konsumsi dan tabungan (Mankiw, 2003). Meningkatnya pendapatan dapat mem- perbesar/memperkecil konsumsi, dan mengu- rangi/memperbesar tabungan (Y = C + S), di mana Y adalah pendapatan, C adalah konsum- si, dan S adalah tabungan. Gambar 8. Hubungan antara variabel pendidik- an (X1), inflasi (X2), dan variabel pen- dapatan (X4) terhadap variabel kon- sumsi (X3) Kasus trade off dan atau saling meniadakan terjadi antara S dan C. Bila terjadi kenaikan pendapatan (ceteris paribus), dan C mengalami kenaikan maka S akan mengalami penurunan, dan sebaliknya jika S yang mengalami kenaikan maka C akan mengalami penurunan. Soal ke- putusan, apakah S dan atau C yang mengalami penurunan tergantung kepada preference dari masing-masing konsumen, karena itu sifatnya relatif. Perubahan C, tidak hanya karena perubah- an pendidikan, pendapatan, inflasi, pola kon- sumsi (selera) melainkan juga karena kesadaran orang akan makin pentingnya faktor kesehatan. Nicholson pada tahun 2002 mengatakan bahwa hampir semua penelitian membuktikan bahwa orang yang memiliki pendapatan yang lebih tinggi akan menikmati kesehatan yang lebih baik. Hal ini bermula dari kesadaran terhadap pola hidup sehat, yang lebih cenderung dialami oleh orang yang berpendidikan tinggi. Dengan demikian makin tinggi pendidikan tidak hanya berimbas positif kepada kemampuan, produk- tivitas, dan pendapatan tetapi juga terhadap juga terjadi perubahan pemahaman tentang pola hidup sehat, melalui mengkonsumsi ma- kanan/minuman bergizi, berolahraga, terma- suk bertamasya. Ini semua membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa orang yang berpen- didikan tinggi dan berpendapatan tinggi relatif lebih sehat daripada orang yang berpendidikan rendah, dan pendapatan rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pen- didikan, inflasi, dan pendapatan secara secara
  • 11. Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 13, Nomor 1, Juni 2012: 62-7872 bersama-sama mempunyai hubungan yang sangat kuat dan bersifat signifikan dengan konsumsi dengan nilai koefisien regresi (R) sebesar 0.983, sedangkan besarnya nilai kon- tribusi (R²) dari ketiga macam variabel tersebut terhadap besarnya konsumsi sebesar 0,967, mendekati 1. Hubungan antara Pendidikan dan PDRB, terhadap Pendapatan Perkapita. Hasil peneli- tian memperlihatkan bahwa pendidikan formal mempunyai hubungan positif dengan penda- patan perkapita penduduk. Nilai koefisiennya sebesar 0,576 dan signifikansi 0,021 (H7 terbuk- ti). Temuan empiris ini menggambarkan bahwa makin tinggi pendidikan makin tinggi kualitas penduduk sehingga orang akan lebih cende- rung mencari pekerjaan yang mengandalkan kemampuan otak (brain) daripada otot. Jenis pekerjaan semacam ini akan menghasilkan pro- duktivitas yang tinggi sebagai dasar dalam penentuan upah/gaji. Karena itu tidak meng- herankan jika penduduk yang berpendidikan tinggi memiliki pendapatan yang lebih tinggi dari yang berpendidikan rendah. Studi yang dilakukan oleh Psacharopoulos, (1995:10-11) di Venezuela (1989), menemukan bahwa rata-rata pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja yang berpendidikan tinggi sebesar 178,297 Bolivares/tahun, lebih tinggi dari yang berpen- didikan sekolah menengah: 106,337 Bolivares/ tahun sedangkan untuk yang tamat SD dan tidak tamat SD masing-masing pendapatannya sebesar: 69,452 dan 39,625 Bolivares/tahun. Biro Pusat Statitik Amerika (Bureau of the Cen- sus, (1994) menyampaikan bahwa rata-rata penghasilan tenaga kerja di Amerika Serikat untuk yang berpendidikan Doktor mencapai US $ 54.904.0000/tahun, jauh lebih tinggi dari tenaga kerja yang berpendidikan Magister, atau Sarjana. Rata-rata penghasilan terendah diteri- ma oleh tenaga kerja yang berpendidikan tidak tamat SD sebesar US$ 12.809.000/tahun (Surya- di, 1997) (Gambar 9). Besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), tergantung kepada besarnya barang dan jasa yang dihasilkan oleh penduduk. Karena itu penduduk/tenaga kerja yang berkualitas akan menghasilkan PDRB yang lebih tinggi. Hasil analisis penelitian ini menggambar- kan bahwa nilai koefisien beta berstandar anta- ra pendidikan dengan PDRB sebesar 0,563 dan signifikan 0,029 sehingga hipotesis (H8 terbuk- ti). Melalui mekanisme pasar maka, besarnya PDRB tersebut akan terdistribusi kembali kepa- da penduduk. Gambar 9. Rata-rata Penghasilan/tahun di Ame- rika Menurut Pendidikan Tenaga Kerja ($000) Pendidikan dan PDRB secara simultan mempunyai hubungan signifikan dengan pendapatan perkapita, dengan nilai koefisien regresi (R=0,684). Sedangkan kontribusi kedua variabel tersebut terhadap pendapatan perka- pita sebesar 47 persen. Pendidikan mempunyai hubungan yang kuat dengan besarnya PDRB. Hasil penelitian menemukan bahwa nilai koefi- sien regresi sebesar 0,607 dengan nilai F hitung sebesar 0,048 lebih kecil dari alfa 0,05. (H11 terbukti), sedangkan nilai koefisien determina- sinya sebesar 0,368. Gambar 10. Hubungan antara Variabel Pendi- dikan (X1), PDRB (X5), terhadap Variabel Pendapatan (X4)
  • 12. Determinan Faktor Sosial (Sirilius Seran) 73 Hubungan antara pendidikan, inflasi, kon- sumsi, pendapatan, dan PDRB terhadap per- tumbuhan ekonomi. Berbagai penelitian mem- buktikan bahwa pendidikan (formal) mempu- nyai korelasi positif dengan kualitas tenaga kerja dan produktivitas tenaga kerja. Makin tinggi pendidikan makin tinggi kualitas dan produktivitas. Produktivitas diukur dari rasio antara banyaknya output barang dan jasa yang dihasilkan dengan input sumberdaya yang di- gunakan dalam berproduksi. Denison dalam penelitiannya menemukan bahwa 23 persen dari pertumbuhan output masyarakat Amerika antara tahun 1930-1960 dapat dijelaskan oleh meningkatnya rata-rata tingkat pendidikan tenaga kerja (Suryadi, 1997). Penelitian serupa juga menghasilkan bahwa kontribusi pendidik- an terhadap pertumbuhan output masyarakat Amerika antara tahun 1950-1967 sebesar 15 per- sen. Adam Smith (1776), Heinrich Von Thunen (1875), Schultz (1960), dan Becker (1993) menga- takan bahwa sumberdaya manusia, melalui pendidikan menunjang pertumbuhan ekonomi (economic growth). Selanjutnya dijelaskan bahwa pengeluaran untuk sektor pendidikan harus dipandang sebagai investasi produktif yang sangat bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi. Kontribusi pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi bervariasi untuk tiap-tiap negara se- perti nampak dalam Tabel 3. Penelitian ini memperoleh hasil serupa bahwa pendidikan mempunyai hubungan dengan pertumbuhan ekonomi, dengan nilai koefisien beta terstandart sebesar 1,161. Nilai positif ini menggambarkan bahwa bila pendi- dikan tenaga kerja mengalami peningkatan maka pertumbuhan ekonomi akan bertambah sebesar 1,161. Hubungan ini bersifat signifikan, dengan nilai sebesar 0,015 lebih kecil dari alfa 0,05, sehingga hipotesis H-12 menjadi terbukti. Secara teori diketahui bahwa inflasi cende- rung mengurangi daya beli masyarakat, sehing- ga tidak semua barang/output laku terjual di pasar, berarti terdapat over produksi. Keun- tungan yang diperoleh perusahaan akan berku- rang, bahkan dapat mengalami kerugian. Da- lam kondisi ini maka perusahaan perusahaan akan melakukan rasionalisasi, dengan mengu- rangi output yang diproduksi. Pengurangan output dapat berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian ma- ka inflasi mempunyai hubungan negatif de- ngan pertumbuhan ekonomi, sama seperti yang ditemukan dalam penelitian ini. Nilai koefisien beta terstandar -0,835 pada taraf signifikan 0,041, sehingga hipotesis (H13) bahwa terdapat hubungan negatif signifikan antara inflasi de- ngan pertumbuhan ekonomi terbukti diterima. Hipotesis ini bertentangan dengan teori Jean Baptista Say (Todaro, 2003), yang dikenal de- ngan sebutan Hukum Say, bahwa penawaran (Supply) akan menciptakan permintaannya (Demand) sendiri atau S=D. Teori ini mengan- daikan bahwa pendapatan akan dibelanjakan semuanya di pasar, sehingga semua barang yang diproduksikan akan terserap oleh pasar. Kenyataan menunjukkan bahwa pendapatan ti- dak hanya dimanfaatkan untuk kepentingan konsumsi melainkan juga untuk tabungan (Mankiw, 2003) Y = C + S. Y adalah pendapat- Tabel 3. Kontribusi Pendidikan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Perbandingan Antarnegara) No Negara Persentase No. Negara Persentase 1 Kanada 25,5 11 Norwegia 7,0 2 Amerika Serikat 15,0 12 Inggris 12,0 3 Belgia 14,0 13 Uni Soviet 6,7 4 Denmark 4,0 14 Korea 16,5 5 Perancis 6,0 15 Jepang 3,3 6. Jerman Barat 2,0 16 Malaysia 14,7 7 Greek 3,0 17 Filipina 10,5 8 Israel 4,7 18 Ghana 23,2 9 Itali 7,0 19 Kenya 12,4 10 Belanda 5,0 20 Nigeria 16,0 Sumber: Psacharopoulos (1985), dalam Ace Suryadi, 1997
  • 13. Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 13, Nomor 1, Juni 2012: 62-7874 an, C adalah konsumsi, dan S adalah tabungan. Tabungan dapat membentuk akumulasi kapi- tal, yang amat penting bagi pembangunan (Todaro & Smith, 2003: 92). Tabungan dapat mengurangi kemampuan untuk membeli ba- rang, sehingga akan selalu terjadi di pasar bah- wa S tidak akan sama dengan D. Perteori diketahui bahwa pembentukan PDRB dapat berasal dari pendapatan dan pe- ngeluaran masyarakat. Dalam model pereko- nomian tertutup, dikenal tiga macam rumah tangga dalam perekonomian adalah: (1) rumah tangga produsen, (2) rumah tangga konsumen, dan (3) rumah tangga pemerintah. Aktivitas dari masing-masing rumah tangga perekono- mian tersebut pada akhirnya akan memperoleh balas jasa yang disebut sebagai pendapatan. Besarnya pendapatan ini akan mempengaruhi pengeluaran. Gambar 11. Hubungan antara variabel pendi- dikan (X1), inflasi (X2), konsumsi (X3), pendapatan (X4), PDRB (X5), terhadap variabel pertumbuhan ekonomi (X6) Pengeluaran yang dilakukan oleh pro- dusen disebut investasi, pengeluaran yang dila- kukan oleh konsumen disebut konsumsi, dan pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah dapat dalam bentuk investasi dan atau kon- sumsi. Pendapatan dan pengeluaran yang di- peroleh dan dilakukan oleh ketiga macam rumah tangga tersebut dapat membentuk PDRB, yang pada akhirnya berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini membuktikan bahwa pendapatan, pengeluaran dan besarnya PDRB, mempunyai hubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi. Nilai koefisien berstandar untuk masing-masingnya terhadap pertumbuhan ekonomi adalah 1,512 untuk konsumsi, 12,217 untuk variabel penda- patan perkapita, dan 0,249 untuk variabel PDRB. Nilai signifikansi untuk ketiga variabel tersebut lebih kecil dari alfa 0,050 sehingga Hipotesis (H14, H15, dan H16) terbukti diteri- ma. Kesimpulan yang sama juga diperolah ketika diuji serempak yaitu pendidikan, inflasi, konsumsi, pendapatan dan PDRB mempunyai hubungan signifikan dengan pertumbuhan eko- nomi. Nilai koefisien regresi (R = 0,618) dan be- sarnya kontribusi variabel pendidikan, inflasi, konsumsi, pendapatan, dan PDRB sebesar 38 persen terhadap pertumbuhan ekonomi (X6). Hubungan simultan ini bersifat signifikan 0,038 lebih kecil dari alfa 0,050. Hubungan antara pendidikan, inflasi, pen- dapatan, PDRB, Pertumbuhan ekonomi terha- dap kemiskinan penduduk. Perteori diketahui bahwa, pendidikan (formal) meningkatkan kua- litas dan produktivitas. Produktivitas diukur dari rasio antara barang dan jasa yang dipro- duksikan dengan input (tenaga kerja) yang disertakan dalam produksi. Makin banyak out- put makin produktif. Besarnya output yang diproduksikan oleh masing-masing sektor pro- duktif disebut sebagai produk domestik regio- nal bruto (PDRB). PDRB menjadi dasar dalam perhitungan pertumbuhan ekonomi, yang ber- hubungan negatif dengan kemiskinan pendu- duk. Gambar 12. Hubungan antara variabel pendi- dikan (X1), inflasi (X2), Pendapatan (X4), PDRB(X5), dan variabel per- tumbuhan ekonomi (X6) terhadap kemiskinan penduduk (Y)
  • 14. Determ M mengu Penelit didikan tumbu bungan dengan Ke terhad duk se bahwa variabe kinan p an neg -0,571 ga hipo tif dan kemisk In masyar bulkan akibatk tu kead sebagia duk ya Batasan tu yan nuhan an pen antar berbed patan y patan masyar Sumber: Gamba minan Faktor Makin tinggi p urangi angk tian ini men n, inflasi, p uhan ekono n sangat ku n kemiskinan elima variab ap penurun ebesar 97 per a masing-m el tersebut b penduduk. P gatif dan sign terhadap ke otesis H1 ya n signifikan kinan dinyat nflasi cender rakat, meng n kelaparan kan kemiski daan yang se an pendudu ang berada nnya adalah ng dihitung kebutuhan f ndapatan ini wilayah di da (Tambuna yang dipero minimum rakat tersebu Statistik Indone ar 13. Hubun miskin r Sosial (Siril pertumbuha ka kemisk nemukan bah pendapatan, mi secara uat (R= 0,98 n. bel ini memp nan angka ke rsen. Secara masing dari berhubunga Pendidikan m nifikan deng emiskinan p aitu terdapat n antara pen takan terbuk rung mengu urangi kons yang pada nan. Kemisk erba kekuran uk, diukur da di bawah g h sejumlah p berdasarka fisik minimu berbeda tia dalam sua an, 2003). Jik oleh kurang maka sese ut tergolong esia, tahun 2000- ngan antara I nan ius Seran) an ekonomi m inan pend hwa variabe PDRB, dan simultan b 86) dan sign punyai kont emiskinan p parsial, dike kelima m an dengan k memiliki hu gan nilai koe enduduk, se t hubungan ndidikan de kti diterima. urangi daya sumsi dan m a akhirnya m kinan adalah ngan dialam ari jumlah p garis kemisk pendapatan t an tingkat p um. Jumlah ap Negara ba atu Negara ka jumlah p dari batas p eorang/kelo g miskin. -2010 Inflasi denga makin duduk. el pen- n per- berhu- nifikan tribusi pendu- etahui macam kemis- ubung- efisien ehing- nega- engan a beli menim- meng- h sua- mi oleh pendu- kinan. terten- peme- batas- ahkan a juga penda- penda- ompok an Ke- ng ba kia hu tet ko tet kia Ga cer M tin pu nu ma ke me na dil 67 ba dib an ru tia bu de 0,6 me ra (PD Inflasi m gan kemiski anyak masy an berdasark ubungannya tapi masih p Hal inila oefisien regre tapi signifik an (H2 terbu ambar 14. H ng Berbeda d rminkan ten ereka yang nggi dari ba unyai kemam uhi kebutuh aka terjadi tr emiskinan, m engurangi ju an, (2003) m lakukan ole 7 negara se ahwa penur barengi den n perkapita a ungan serup an ini bahw ungan nega engan nilai k 696, dan Sign Selanjutny enemukan b akan semak DRB) ekono mempunyai h inan, makin arakat misk kan data em tidak selal positif. ah yang esi terstanda kan antara i ukti diterima Hubungan an gan Kemiski dengan infla ntang kuali memiliki pe atas garis ke mpuan yang han hidupny rade off antar makin tingg umlah pend menyebutkan h Ravalltion edang berk runan kemis ngan kenaika atau standar a juga ditem wa pendapa atif dengan koefisien regr nifikan (H3 t ya Mills da bahwa kemis kin rendah j ominya pad hubungan p n tinggi infl kin. Walaup mpiris diketah lu linear (G mengakibat ar hanya seb inflasi deng a). ntara Pertum inan asi, pendap itas hidup endapatan y emiskinan ak g lebih untu ya. Dengan ra pendapata gi pendapat duduk miskin n bahwa st n dan Chen, embang me skinan ham an rata-rata r kehidupan mukan dala atan mempu n faktor ke resi terstand terbukti, dite an Pernia (1 skinan di su jika laju per da tahun-tah 75 positif de- lasi makin pun demi- hui bahwa ambar 13), kan nilai besar 0,283 gan kemis- mbuhan de- atan men- seseorang. yang lebih kan mem- uk meme- demikian an dengan tan makin n. Tambu- tudi yang , (1997) di enemukan mpir selalu pendapat- . Kecende- am peneli- unyai hu- emiskinan, dar sebesar erima). 1993) juga uatu Nega- tumbuhan hun sebe-
  • 15. Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 13, Nomor 1, Juni 2012: 62-7876 lumnya tinggi (Tambunan, 2003). Wodon pada tahun 1999 menggunakan data panel regional untuk kasus Bangladesh menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi mengurangi tingkat kemiskinan baik di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan (Tambunan, 2003). Hasil penelitian ini juga memperoleh yang sama, bah- wa PDRB mempunyai hubungan negatif de- ngan kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi ter- bukti mempunyai hubungan negatif dengan kemiskinan dan terbukti signifikan, walaupun hubungannya tidak selalu linear (Gambar 13). Dengan demikin maka hipotesis 4 dan hipotesis 5 terbukti signifikan. SIMPULAN Pendidikan (formal) membuat orang menjadi pintar, dan menguasasi teknologi sehingga meningkatkan produktivitas. Tenaga kerja yang memiliki produktivitas yang tinggi dapat mem- peroleh pendapatan yang lebih tinggi dari mereka yang rendah produktivitas. Pendapatan berhubungan dengan konsumsi dan kemiskin- an. Dikatakan miskin jika jumlah pendapatan yang diperoleh tidak melebihi daripada keten- tuan garis batas kemiskinan. Kemiskinan juga dapat dipantau dari tidak cukupnya pendapat- an untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga. Pendapatan dapat digunakan untuk konsumsi, selain tabungan. Makin tinggi pendapatan (ceteris paribus) makin tinggi daya beli masyarakat, dan makin banyak output barang dan jasa yang laku terjual di pasar, se- hingga keuntungan pengusaha meningkat. Keuntungan pengusaha dapat menambah in- vestasi, membuka lapangan pekerjaan, berpe- ngaruh terhadap pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya dapat mengurangi penganggur- an dan kemiskinan. Hipotesis yang terurai dalam penelitian ini, secara statistik terbukti diterima secara nyata. DAFTAR PUSTAKA Pradeep, Agrawal. 2007. Economic Growth and Poverty Reduction: Evidence from Kazakhstan. http://www.adb.org/documents/ periodicals/adr/pdf/Adr-Vol.24- 2Agrawal.pdf. Diakses tanggal 23 De- sember 2011. Antari, Ni Luh. 2009. Pengaruh Pendapatan, Pendi- dikan, dan Remitan terhadap Pengeluaran Kon- sumsi Pekerja Migran Nonpermanen di Kabupa- ten Badung (Studi Kasus pada Dua Kecamatan di Kabupaten Badung). http://ejurnal.unud. ac.id/new/indeks.p.html. Diakses tanggal 20 Agustus 2011. Barro, Robert J. 2010. Education and Economic Growth, Harvard University. http://www. oecd.org/dataoecd/5/49/1825455.pdf. Diakses tanggal 22 Desember 2011. Berita Resmi Statistik-Badan Pusat Statistik. No.12 /02/Th.XIV, 7 Februari 2011. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. http://dev. sapa.or.id/ download/1/profil kemiskinan. Diakses tanggal 3 Juni 2011. Bachtiar, Syamsiar. 2000. Hubungan Karakteristik Individu dan Produktivitas Wanita Pekerja di Provinsi Sulawesi Tenggara. Disertasi tidak Terbit. Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Black, Hair, Anderson, and Totham. 1998. Multi- variate Data Analysis. Fifth Edition. Prentice- Hall. International Inc. Basov, S. 2002. Heterogenous Human Capital: Life Cycle Investment in Health and Education. http://www.economics.unimelb.edu.an. Diakses tanggal 25 Juli 2011. Becker, G.S. 1993. A Treatise on the Family. Cam- bridge: Harvard University Press. Campbell, M.E and Haveman R., et al. 2008. Income Inequality and Racial Gaps in Test Scores. http://www.sanford.duke/pdf. Di- akses tanggal 25 Desember 2011. Durkin Jr., T.T. 2000. Measuring Social Capital and Its Economic Compact. http://www. CAHRS. com/socialcapital.html. Diakses tanggal 12 Desember 2011. Desi, Dwi dan Bastias. 2010. Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah atas Pendidikan, Ke- sehatan, dan Infrastruktur terhadap Pertum-
  • 16. Determinan Faktor Sosial (Sirilius Seran) 77 buhan Ekonomi Indonesia Periode 1969- 2009. http://eprints.undip. ac.id/ 22810/ Diakses tanggal 19 Desember 2011. Eckel Cathering, and Cathleen Johnson. 2003. Human Capital Investment by the Poor: Cali- brating Policy with Laboratory Experiments. Departement of Economics Virginia Poly- technic Institute and State University Blacksburg. http://www.VA 24060. 540- 231-7707. eckelc.edu. Diakses tanggal 21 Desember 2011. Ehrenberg Ronald. G and Robert S. Smith. 2003. Modern Labor Economics-Theory and Public Policy-Eighth Edition. New York: Electronic Publishing Service Inc.. Fiyya, Setiyaningrum. 2005. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dan Status Ekonomi Keluarga dengan Pertumbuhan Anak, umur 2-5 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Bangetayu Keca- matan Genuk Kota Semarang. Diakses tanggal 20 Desember 2011. Gatswacth. 2003. Take Education Out of Gats. http://www.gatswatch.org/ educationoutgats/statement.html. Diakses tanggal 21 Desember 2011 Gylfi, & Tholfodur Gylfason. 2003. Education, Social Equality and Economic Growth: A view of the Landscape. http://cesifo. Oxfordjour nals.org/content/49/4/557/. Diakses tang- gal 20 Desember 2011. Hanushele, Eric A., et al. 2008. Education and Economic Growth. http://www. education ext.org/educationandeconomicgrowth/. Diakses tanggal 23 Desember 2011. International Istitute for Applied System Schlossplatz. 2008. Economic Growth in Developing Countries: Education Proves Key. http://www.iiasa.ac.at. Diakses tang- gal 23 Desember 2011. Ismail, Rahma. 1998. Sumbangan Pendidikan Kepada Pertumbuhan Ekonomi Malaysia, 1970-1996 http://journalarticle.ukm.my/ 133. Diakses tanggal 20 Desember 2011. Jr.H Richard Adams. 2003. Economic Growth, Inequality, and Poverty: Findings from a new Data Set. http://www.ideasrespec.org/ p/wbk/wbrwps/2927.htm. Diakses tanggal 20 Desember 2011. Kingdom Geeta Gandhi. 2002. Education of Women and Socio Ecoonomic Development. http:// bahai-Library.com/kingdom_educationa_ Women_ Development. Diakses tanggal 20 Desember 2011. Helen F, Ladd. 2011. Education and Poverty: Con- fronting the Evidence. http://sanford. duke. edu/research/papers.pdf/Diakses tanggal 21 Desember 2011. Mankiw, Gregory N. 2003. Teori Makroekonomi - Edisi Kelima (Terjemahan). Jakarta: Erlang- ga. Mitch David. 2010. Education and Economi Growth in Historical Prespective. University of Mary- land Baltimore Country. http:// www. encyclopedia/article/mitch.educatio. Diak- ses tanggal 23 Desember 2011. Mubyarto. 2003. Teori Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi dalam Ekonomi Pancasila. Th.II- No.4 Juli, 2003 http://www.ekonomi rakyat.org/ edisi_16/ar. Diakses tanggal 20 Juli 2011. Nafziger, Wayne E. 1997. The Economics of Deve- loping Countries. Edition third. New Jersey: Prentice-Hall International, Inc. Nicholson, Walter. 2002. Mikroekonomi Interme- diate dan Aplikasinya-Edisi ke delapan (ter- jemahan). Jakarta: Erlangga. Norton, W. 2002. Economic Growth and Poverty: Insearch of Trickledown. http://www. questia.com/google. Diakses tanggal 19 Desember 2011. Nurkolis. 2002. Pendidikan Sebagai Investasi Jangka Panjang. http://re-searchengines.com/ nurkolis5.html. Diakses tanggal 22 Sep- tember 2011. Oyekate T.O. 2011. Income Redistribution Growth and Poverty Dynamic during the Period of Economic Reform Nigeria. http://www. inpindia.In/411/. Diakses tanggal 20 De- sember 2011. Panu Poutvaara. 2005. Social Security Inventives, Human Capital Investment and Mobility of
  • 17. Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 13, Nomor 1, Juni 2012: 62-7878 Labor. Centre for Economic and Business Research, Cesifo and IZA. 20 January 2005. Psacharapoulos, G. 1993. The Profitability of In- vestment in Education: Concept and methods. http://www.Socserv2.SocSci.Mcmaster. ca/. Diakses, tanggal 19 Agustus 2011. Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2009. http://tnp2k.wapresri.go.id/data/profil- kemiskinan-indonesia.html. Diakses tanggal 7 Juni 2011. Ranis, Gustav. 2004. Human Development and Economi Growth. Yale University. http:// www.econ.yale.edu/growth_pdf/Diakses tanggal 21 Desember 2011. Robins, Stephen P. 1990. Organizational Behavior Concepts. Controversies and Application (Four edition). India New Delhi: Prentice Hall. Schultz, T.W. 1981. Investing in People: The Eco- nomic of Population Quality. Amerika Serikat: University of California Press. Sjamtjik, M.L. 2003. Pengaruh Pendidikan ter- hadap Penghasilan Tenaga Kerja di Kota Palembang. Kajian Ekonomi-Jurnal Penelitian Bidang Ekonomi. Vol.2 Nomor 1. Palembang. Program Studi Ilmu Ekonomi-Pascasarjana Universitas Sriwijaya. Solow, Roberth M..2003. Poverty and Economic Growth. http://www.irp.wis.edu/publica tion/focus/pdf. Diakses tanggal 20 Desem- ber 2011. Stamatakis, D & P.E. Petrakis. 2001. Growth and Educational Levels: a Comparative Analysis. http://www.scribd.com/doc/60782262/. Diakses tanggal 20 Desember 2011. Suryadi, A. 1997. Pendidikan,Investasi SDM dan Pembangunan. Jakarta: Pusat Informatika Balitbang DIKBUD . Suharsaputra, Uhar. 2003. Nilai Ekonomi dari Pendidikan. http://uharsaputra.wordpress. com/pendidikan/ekonomi-pendidikan/. Diakses tanggal 8 September 2011. Tambunan, T.T.H. 2003. Perekonomian Indonesia - Beberapa Masalah Penting. Jakarta: Ghalia Indonesia. Tambunan T.T.H. 2004. Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Kemiskinan: Kasus Indo- nesia. Jurnal: Kajian Ekonomi Vol.3 No. 2. Palembang. Program Studi Ilmu Ekonomi Program Pascarjana Universitas Sriwijaya. Todaro, M. P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga (terjemahan). Jakarta: Erlangga. Woesman Ludger and Jamison, et al. 2011. Educa- tion and Economic Growth. http:// education-ext.org/education and Econo mic Growth. Diakses tanggal 20 September 2011. Soto Marcelo and Daniel Cohon. 2007. Economic Growth and Human Capital: Good Data, Good Results. Volume 12 Issue 1. http:// ideas. repec.org/s/kap/Jecgro.htm. Diakses tang- gal 20 September 2011. Jaypee Sevila and David, et al. 2003. Geography and Poverty Trap. Volume 8 Issue 4. http:// ideas.repec.org/s/Kap/jecgro.htm. Diakses tanggal 20 September 2011. Gugerty Kay Mary and Michael Roemer. 1997. Does Economic Growth Reduce Poverty? http://pdf.usaid.gou/pdf_.docs/PNACA6 56. pdf. Diakses tanggal 20 September 2011. Jongwanich Juthatpit. 2007. Workers Remittance Economic Growth and Poverty in Developing Asia and the Pacific Countries. http:// www. unescap.org/pdd/publications/workingpa per/wp0701/pdf. Diakses tanggal 20 Sep- tember 2011. Weale Martin and Philip Stevens. 2003. Education and Economic Growth. National Institute of Economic and and Social Reaech, 2, Dean Trenc Stree, London SWIP 3HE. Diakses tanggal 20 September 2011.